Case Saraf Trisna

30
Case STATUS EPILEPTIKUS Disusun Oleh : Trisna Sentia Dewi 0908120391 Pembimbing: dr. Yossi M, Sp.S BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 1

Transcript of Case Saraf Trisna

Case

STATUS EPILEPTIKUS

Disusun Oleh :

Trisna Sentia Dewi

0908120391

Pembimbing:

dr. Yossi M, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

2015

1

RSUD ARIFIN ACHMAD

Fakultas Kedokteran UR

SMF/ BAGIAN SARAF

Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4

Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225

P E K A N B A R U

STATUS PASIEN

Nama Koass : Trisna Sentia Dewi

N I M / N U K : 0908120391

Tanggal : 24 Juni 2015

Pembimbing dr. Yossi M, Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Nn. YD

Umur 40 Tahun 3 bulan

Jenis kelamin Perempuan

Alamat Pekanbaru

Agama Islam

Status perkawinan Belum Menikah

Pekerjaan -

Tanggal Masuk RS 23 Juni 2015

Medical Record 89 xx xx

II. ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu dan kakak pasien)

Keluhan Utama

Kejang yang berulang

2

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang

yang berulang. Kejang terjadi saat pasien sedang beraktivitas. Kejang

terjadi diseluruh tubuh, kejang diawali dengan mata melotot keatas,

kepala mendongak, mulut terbuka kemudian diikuti tangan dan kaki

yang kaku hingga akhirnya seluruh tubuh kelonjotan. Kejang

berlangsung lebih kurang 2 menit dengan jarak antara serangan

kejang lebih kurang 10 menit. Saat serangan kejang dan antara

serangan kejang pasien tidak sadar. Menurut keluarga, sebelum kejang

muncul, pasien menjadi lebih sensitif dari biasanya, pasien tidak mau

dilarang untuk melakukan sesuatu dan berjalan mondar mandir tanpa

tujuan yang jelas. Setelah kejang berakhir pasien tampak lemas dan

berkeringat. Serangan kejang ini hampir sama dengan serangan kejang

yang sebelumnya, tetapi serangan kejang pada saat ini lebih sering

dan pasien tidak sadar setelah serangan kejang. Pasien tidak pernah

minum obat untuk menghentikan kejangnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pertama kali mengalami kejang saat usia 8 tahun. Pada saat

itu, pasien tiba-tiba kejang, kejang berlangsung lebih kurang 2 menit,

kejang terjadi diseluruh tubuh, saat kejang tubuh pasien kelonjotan

dan pasien tidak sadar, tetapi setelah kejang pasien tampak lemas,

berkeringat dan tertidur hinga sadar kembali dan bisa beraktivitas

seperti biasa. Kejang yang dialami pasien berhenti dengan sendririnya

tanpa mengkonsumsi obat-obatan. Sejak saat itu, pasien selalu

mengalami kejang dengan jarak antar serangan kejang lebih kurang 3

bulan. Kejang biasanya muncul jika pasien tersinggung. Pasien belum

pernah berobat ke dokter sebelumnya.

Riwayat kejang demam tidak ada

Riwayat trauma kepala tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

3

Riwayat epilepsi dikeluarga tidak ada

Riwayat kejang demam dikeluarga tidak ada

Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang

Pasien lahir kembar secara normal ditolong bidan dengan BBL 2300

gram. Saat lahir pasien langsung menangis, tetapi tubuh sebelah

kanan membiru. Menurut keterangan bidan yang menolong, tubuh

pasien sebelah kanan membiru karena tertindih kembarannya saat

didalam kandungan.

Pasien bisa telungkup pada usia 1 tahun, berbicara mengucapkan satu

kata usia 3 tahun dan bisa berjalan pada usia 5 tahun.

RESUME ANAMNESIS

Pasien Nn. YD usia 40 tahun datang dengan keluhan utama kejang

berulang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi saat

pasien sedang beraktivitas. Kejang terjadi diseluruh tubuh, kejang

diawali dengan mata melotot keatas, kepala mendongak, mulut

terbuka kemudian diikuti tangan dan kaki yang kaku hingga akhirnya

seluruh tubuh kelonjotan. Kejang berlangsung lebih kurang 2 menit

dengan jarak antara serangan kejang lebih kurang 10 menit. Saat

serangan kejang dan antara serangan kejang pasien tidak sadar.

sebelum kejang muncul, pasien menjadi lebih sensitif dari biasanya.

Setelah kejang berakhir pasien tampak lemas dan berkeringat. Pasien

pertama kali mengalami kejang saat usia 8 tahun. Kejang selalu

berulang dengan jarak antar serangan kejang lebih kurang 3 bulan.

Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN (24 Juni 2015)

A. KEADAAN UMUM

Tekanan darah : kanan : 110/80 mmHg, kiri : 110/80 mmHg

Denyut nadi : kanan : 96 x/mnt, regular

4

kiri : 96 x/mnt, regular

Suhu : 38,70C

Jantung : HR : 96 x/mnt, irama: regular, murmur: (-)

Paru : Respirasi : 22x/mnt, vesikuler

B. STATUS NEUROLOGIK

1) KESADARAN : Apatis

2) FUNGSI LUHUR : Sulit dinilai

3) KAKU KUDUK : Tidak ada

4) SARAF KRANIAL : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya

+/+

1. N. I (Olfactorius )

Kanan Kiri Keterangan

Daya pembau SDN SDN Sulit dinilai

2. N.II (Opticus)

Kanan Kiri Keterangan

Daya

penglihatan

Lapang

pandang

Pengenalan

warna

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Saat dilakukan refleks

ancam, mata pasien

sedikit bergerak

3. N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri Keterangan

Ptosis

Pupil

Bentuk

Ukuran

Gerak bola mata

-

Bulat

Ø 3

m

-

Bulat

Ø 3

m

Normal

Normal

Normal

Dolls eyes phenomena

5

Refleks pupil

Langsung

Tidak

langsung

m

SDN

+

+

m

SDN

+

+

(+)

Normal

Normal

4. N. IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola

mata

SDN SDN Dolls eyes phenomena

(-)

5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Sensibilitas

Refleks kornea

SDN

SDN

+

SDN

SDN

+

Refleks kornea (+)

6. N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola

mata

Strabismus

Deviasi

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Dolls eyes phenomena

(+)

7. N. VII (Facialis)

Kanan Kiri Keterangan

TicMotorik :- mengerutka

n dahi- mengangka

t alis- menutup

mata- sudut mulut- lipatan

nasolabial

-

SDN

SDN

normalnormal

SDN

-

SDS

SDN

Normalnormal

SDN

Saat diberikan

rangsangan nyeri:

sudut mulut

simetris, lipatan

nasolabial dalam.

6

Daya perasaTanda chvostek

- -

8. N. VIII (Akustikus)

Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran SDN SDN Saat dilakukan

tepukan tangan

ditelinga pasien,

kedua mata

berkedip.

9. N. IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri Keterangan

Arkus faring

Daya perasa

Refleks muntah

Simetri

s

SDN

+

Simetri

s

SDN

+

Tidak ada kelainan

10. N. X (Vagus)

Kanan Kiri Keterangan

Arkus faring

Disfonia

Simetri

s

-

Simetri

s

-

Tidak ada kelainan

11. N. XI (Assesorius)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Trofi

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

12. N. XII (Hipoglossus)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Trofi

Tremor

Disartri

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Saat didalam mulut,

lidah pasien tidak

tampak ada deviasi.

7

IV. SISTEM MOTORIK

Kanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas

Kekuatan

Distal

Proksimal

Tonus

Trofi

Ger.involunter

SDN

SDN

SDN

normal

atrofi

-

SDN

SDN

SDN

Normal

Eutrofi

-

Ekstremitas atas

sebelah kanan

tampak atrofi

Ekstremitas

bawah

Kekuatan

Distal

Proksimal

Tonus

Trofi

Ger.involunter

SDN

SDN

SDN

normal

atrofi

-

SDN

SDN

SDN

Normal

Eutrofi

-

Ekstremitas bawah

sebelah kanan

tampak atrofi

Tes Jatuh

Ekstremitas

atas

Ekstremitas

bawah

Badan

Trofi

Ger.

involunter

Ref.dinding

perut

Eutrofi

-

+

Eutrofi

-

+

V. SISTEM SENSORIK

Sensasi Kanan Kiri Keterangan

8

Raba

Nyeri

Suhu

Propioseptif

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

VI. REFLEKS

Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

KPR

APR

+

+

+

+

+

+

+

+

Normal

Patologis

Babinski

Chaddock

Hoffman

Tromer

Reflek primitif :

Palmomental

Snout

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Refleks patologis (-)

VII. FUNGSI KORDINASI

Kanan Kiri Keterangan

Test telunjuk

hidung

Test tumit lutut

Gait

Tandem

Romberg

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

VIII. SISTEM OTONOM

Miksi : Terpasang kateter

Defekasi : BAB (-)

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN

9

a. Laseque : tidak terbatas/ tidak terbatas

b. Kernig : tidak terbatas/ tidak terbatas

c. Patrick : -/-

d. Kontrapatrick : -/-

e. Valsava test : sulit dinilai

f. Brudzinski I : -/-

X. RESUME PEMERIKSAAN

Keadaan umum

Kesadaran : apatis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Pernafasan : 22x/ mnt, teratur

Nadi : 96x/menit

Fungsi luhur : sulit dinilai

Rangsang meningeal : Tidak ditemukan

Saraf kranial : Sulit dinilai

Motorik : Ekstremitas atas dan bawah sebelah kanan

tampak atrofi

Sensorik : Sulit dinilai

Koordinasi : Sulit dinilai

Otonom : BAK (+) dengan kateter,

BAB (-)

Refleks :

- Fisiologis : Normal

- Patologis : (-)

DIAGNOSIS KERJA

DIAGNOSIS KLINIS : Status epileptikus

DIAGNOSIS TOPIK : Intakranial

10

DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Kriptogenik

DIAGNOSIS BANDING : Meningitis

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. EEG

b. Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal

dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan kultur

darah.

c. CT Scan dan MRI

d. Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau

perdarahan subarachnoid.

RENCANA TERAPI

Pada : awal menit

1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu

intubasi)

Periksa tekanan darah

Mulai pemberian Oksigen

Monitoring EKG dan pernafasan

Periksa secara teratur suhu tubuh

Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar

glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan

darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin

100 mg IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s

encephalophaty

5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg)

intravena dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5

sampai 10 mg). Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg

per kg intravena dengan kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg

per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara

11

intravena atau intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan

melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat menelan.

Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur

2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan

100 mg per menit

Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena

hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam;

kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti.

Pertahankan tekanan darah stabil.

-atau-

Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg

per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

-atau-

Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan

berdasarkan gambaran EEG.

F. HASIL PEMERIKSAAN

Darah rutin (23 Juni 2015) Pemeriksaan Gula darah

sewaktu

Hb : 12,3 gr% GDS : 137 mg/dl

Leukosit : 14.400/mm3

Trombosit : 300.000/mm3

Ht : 36,2 vol%

Kimia darah ( 23 juni 2015)

Na+ : 144,3 mmol/L

K+ : 3,11 mmol/L

Cl : 116,5 mmol/L

G. DIAGNOSIS AKHIR

12

Status Epileptikus

H. FOLLOW UP

Tanggal 25 Juni 2015

S: Pasien masih kejang, kejang lebih dari 10 kali, lama kejang lebih

kurang 2 menit dengan jarak antar kejang 15 menit sampai 2 jam,

setelah kejang pasien tidak sadar, demam (+).

O: Kesadaran: apatis

TD :120/80 mmHg RR : 22 x/menit

Nadi : 88 x/menit, regular T : 38,50C

Fungsi luhur : sulit dinilai

Kekuatan motorik: sulit dinilai

Sensorik : sulit dinilai

Saraf cranial : pupil isokor, diameter 3mm/3mm

A: status epileptikus

P: - O2 2-3 L/menit

- IVFD RL 20 tetes/menit

- Golongan metabolik aktivator : Citicolin 2 x 500mg intravena

- anti konvulsan golongan hidantoin : phenitoin drip 5 ampul dalam

NaCl 0,9% pakai siringe pump dengan kecepatan 50cc/jam.

- Golongan barbiturate : luminal 2 x 1/2 ampul intra muscular

- Golongan alinamin F 1x1 ampul intravena

- Golongan sefalosporin : ceftriaxon 2 x 2 gr intravena

- Golongan kortikosteroid : dexametason 3 x 1 ampul intravena

- Golongan antihistamin reseptor 2 : Ranitidin 2 x 1 ampul intravena

- Golongan antipiterik : paracetamol 3 x 1 gr intravena

PEMBAHASAN

13

1. Status Epileptikus

1.1 Definisi

Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih

rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang

yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika

seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima

menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.1

1.2 Epidemiologi

Penelitian epidemiologi Hauser dan kawan-kawan memperkirakan bahwa pada sensus

terakhir sekitar 1.770.000 individu di Amerika Serikat menderita epilepsi dan sekitar 44

kasus baru per 100.000 populasi muncul tiap tahun. Selain itu juga diperkirakan 1 persen dari

jumlah penduduk di Amerika Serikat akan mendapat epilepsi sekitar usia 20 tahun (Hauser

dan Annegers). Lebih dari dua per tiga kasus epilepsi terjadi pada usia kanak-kanak (terutama

pada tahun pertama kehidupan). Insiden ini meningkat lagi setelah usia 60 tahun.2

1.3 Etiologi

1. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi

genetik.

2. Kriptogenik, dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui.

Termasuk disini ialah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi

mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus.

3. Simptomatik, disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat (SSP),

misalnya trauma kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,

gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan

neurodegeneratif.3

.

1.4 Gambaran klinik

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah

keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)

merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan

kira-kira 44% - 74 %, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.1

Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)

14

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial

dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau

kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik

umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan

kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan

otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis

selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan

tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan

laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik

dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak

tertangani.

Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase

tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran

tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan

gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

Status Epileptikus Mioklonik.

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah

menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe

dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang

buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi

degeneratif.

Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau

dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu

keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow

motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada

15

riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat

aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon

terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.

Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks,

karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai

dengan stupor atau biasanya koma.

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah,

halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada

beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave

discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.

Status Epileptikus Parsial Sederhana

Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada

satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang

menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara

unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu

menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang

berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok

dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang

intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik

unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup

untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan

berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas

fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering

menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin

16

sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif

pada beberapa kasus.

1.5 Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosa dilakukan dengan cepat dalam waktu 5 – 10 menit. Hal yang pertama kita

lakukan adalah:3

anamnesis

riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit

serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat kejang

(fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang, riwayat kejang

sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat persalinan, tumbuh

kembang, dan penyakit yang sedang diderita.

Pemeriksaan fisik

pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan

pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat

peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem motorik yaitu

parestesia, hipestesia, anestesia.

Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal

dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan kultur

darah

b. imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di otak

c. EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin

jika pasien mengalami gangguan mental

d. Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau

perdarahan subarachnoid.

1.6 Penatalaksanaan

Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan

anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera.

Mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol penatalaksanaan status

epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of America

(EFA). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin.

17

Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam

(Ativan), dan Midazolam (Versed).1

Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA)

oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat. Berdasarkan

penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang mengalami status

epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di bawah), dimana

Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil menghentikan kejang

sebanyak 65 persen.1

Nama obat Dosis (mg/kg) Persentase

1. Lorazepam 0,1 65 %

2. Phenobarbitone 15 59 %

3. Diazepam + Fenitoin 0.15 + 18 56 %

4. Fenitoin 18 44 %

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam

dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan

akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi

Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan

depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama.1

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan

Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih

dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek

samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi

Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum

suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis

dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan

fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.

Status Epileptikus Refrakter

Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit.

Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan yang

18

cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau

hipokalsemia persisten.1

Kesalahan diagnosis kemungkinan lain-tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat

meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi

dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama. Dalam mengatasi status

epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan Valproat atau

Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan medikasi dengan

kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor

oleg EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan

diulang dengan dosis awal.1

Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus1

Pada : awal menit

1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu

intubasi)

Periksa tekanan darah

Mulai pemberian Oksigen

Monitoring EKG dan pernafasan

Periksa secara teratur suhu tubuh

Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

1. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,

hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa

AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

2. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

3. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg

IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty

4. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

5. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena

dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika

kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan

kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika

kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg

per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat

menelan.

19

Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

3. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur

4. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan

100 mg per menit

Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena

hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam;

kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti.

Pertahankan tekanan darah stabil.

-atau-

Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg

per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

-atau-

Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan

berdasarkan gambaran EEG.

1.7 Prognosis

Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, paada 70-80 %

kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan

epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.

Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut4 :

a. Terdapat lesi struktural otak

b. Bangkitan epilepsi parsial

c. Sindroma epilepsi berat

d. Riwayat epilepsi dalam keluarga

e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan

f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatri.

20

DASAR DIAGNOSIS

Dasar Diagnosis Klinis : status epileptikus

Dari anamnensis didapatkan pasien mengalami kejang yang berulang.

Kejang berlangsung lebih kurang 2 menit dengan jarak antara

serangan kejang lebih kurang 10 menit. Saat serangan kejang dan

antara serangan kejang pasien tidak sadar. Pasien pertama kali

mengalami kejang saat usia 8 tahun. Kejang selalu berulang dengan

jarak antar serangan kejang lebih kurang 3 bulan. Kejang tidak disertai

demam. Hal ini sesuai dengan status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan

dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran

diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit.

Dasar Diagnosis Topis : Intrakranial

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami kejang yang berulang tanpa adanya

pemulihan kesadaran. Epilepsi merupakan kelainan otak yang ditandai dengan

kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epilepsi yang terus menerus dengan

konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial. Serangan epilepsi ini terjadi

akibat proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari proses inhibisi.

Dasar Diagnosis Etiologis : kriptogenik

Pada pasien diagnosis etiologisnya adalah kriptogenik karena dianggap simtomatis tetapi

penyebabnya belum diketahui.

Diagnosis Banding : Meningitis

Dari anamnensis didapatkan pasien mengalami kejang. Kejang

berlangsung lebih kurang 2 menit dengan jarak antara serangan

kejang lebih kurang 10 menit. Saat serangan kejang dan antara

serangan kejang pasien tidak sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

suhu tubuh pasien 38,50c tetapi tidak ditemukan tanda-tanda

rangsangan meningeal.

21

DAFTAR PUSTAKA

6. Sirven JI, Waterhouse E. Management of Status Epilepticus. American Physician Family.

Departement Neurology at Virginia Commonwealth University School of Medicine.

2003. p 469-76.

7. Ropper AH, Brown RH. Epilepsy and Other Seizure Disorders in Adams and Victor’s

Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005. 271-99.

8. Fithri A, Sinardja AMG, Warongoan AW, Bintoro AC, Budikayanti A, Rumantir C, dkk.

Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Pusat penerbitan dan percetakan Unair. PERDOSSI.

Surabaya. 2014.

9. Jusuf, Hamid abdul D, dkk. Pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur

Operasional Neurologi. Jakarta: PERDOSSI, 1999 dan 2005. 2-16

22