Case Paru

37
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Ny. Yuningsih No. RM : 740817 Kelamin : Perempuan Umur : 58 tahun Alamat : Rawageni RT 006/002 Kel. Ratu Jaya, Depok No. HP : 081908293193 Status perkawinan : Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Bangsa : Indonesia Tanggal masuk RS : 16/01/2015 Tanggal pemeriksaan : 19/01/2015 Ruang Perawatan : Parkit 1 II. KELUHAN UTAMA Batuk berdahak III. ANAMNESIS Pasien datang dengan keluhan batuk yang sudah dirasakan selama ± 2 bulan SMRS. Batuk berdahak dan bercampur darah dialami pasien sejak 1 minggu SMRS. Pasien merasa sesak di dada ketika pasien sedang batuk. Selain itu, pasien juga mengalami demam yang biasanya sering timbul pada malam hari, pusing, keringat pada malam hari, mual dan penurunan nafsu makan sehingga berat badan pasien turun sebesar 7 kg dalam waktu 2 bulan. Pasien sempat berobat ke puskesmas dan ke klinik dokter umum di dekat rumahnya, namun hanya diberikan obat batuk dan obat maag. Pasien tidak merasakan perubahan sehingga pasien membeli obat- obatan lain di warung, akan tetapi pasien tidak merasakan adanya perbaikan. Karena keluarga pasien merasa pasien tidak mengalami perbaikan dan pasien juga mengalami batuk disertai sesak yang berat, maka pasien dibawa ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan OAT selama 6 bulan. Riwayat asma, 1

description

Case Paru

Transcript of Case Paru

BAB ILAPORAN KASUS

I. IDENTITASNama

: Ny. YuningsihNo. RM

: 740817

Kelamin

: Perempuan

Umur

: 58 tahunAlamat

: Rawageni RT 006/002 Kel. Ratu Jaya, Depok

No. HP

: 081908293193Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah TanggaAgama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Tanggal masuk RS

: 16/01/2015Tanggal pemeriksaan: 19/01/2015Ruang Perawatan

: Parkit 1

II. KELUHAN UTAMA

Batuk berdahakIII. ANAMNESISPasien datang dengan keluhan batuk yang sudah dirasakan selama 2 bulan SMRS. Batuk berdahak dan bercampur darah dialami pasien sejak 1 minggu SMRS. Pasien merasa sesak di dada ketika pasien sedang batuk. Selain itu, pasien juga mengalami demam yang biasanya sering timbul pada malam hari, pusing, keringat pada malam hari, mual dan penurunan nafsu makan sehingga berat badan pasien turun sebesar 7 kg dalam waktu 2 bulan. Pasien sempat berobat ke puskesmas dan ke klinik dokter umum di dekat rumahnya, namun hanya diberikan obat batuk dan obat maag. Pasien tidak merasakan perubahan sehingga pasien membeli obat-obatan lain di warung, akan tetapi pasien tidak merasakan adanya perbaikan. Karena keluarga pasien merasa pasien tidak mengalami perbaikan dan pasien juga mengalami batuk disertai sesak yang berat, maka pasien dibawa ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan OAT selama 6 bulan. Riwayat asma, hipertensi dan DM juga disangkal pasien. Pasien mengaku keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan.IV. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang.

Kesadaran

: Compos mentisStatus Gizi

Berat badan: 64 kg

Tinggi badan: 163 cm

Tanda Vital

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi = Heart Rate: 106 x/menit

Respirasi

: 23 x/menit

Suhu

: 36.6oC

Kepala

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik

Hidung: pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada, tidak

ada deviasi septumTelinga: tidak ada sekret, pendengaran baik, tidak ada nyeri tekan mastoid

Mulut

: sianosis perioral tidak ada, mukosa mulut dan lidah basah, papil lidah tidak atrofi

Leher

Inspeksi: jugular venous pressure tidak meningkat

Palpasi

: kelenjar getah bening tidak teraba membesar deviasi trakea tidak ada

Kulit

: turgor kulit baik, tidak ada sianosis, petekhie, dan ikterikToraks

Pulmo Inspeksi: bentuk dan gerakan dinding dada hemitoraks kanan dan kiri Palpasi: fremitus taktil dan fremitus vokal simetris kanan dan kiri Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi: vesikuler pada lapang paru, wheezing -/-, ronki +/+

Abdomen

Datar lembut, nyeri tekan (-)

Hepar: 2 cm dari bawah arcus costa dan 3 cm di bawah proccessus

xyphoideus, tepi tumpul, permukaan datar, nyeri tekan (-) Lien: tidak teraba Ginjal: ballotement (-) BU (+) ( normal

Ekstremitas

Akral hangat, sianosis -/- , edema -/-V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan : 15/01/2015HEMATOLOGI

Hemoglobin9.7 g/dl12-14 g/dl

Leukosit9.200 /ul5,000-10,000 /ul

Hematokrit30%37-43%

Trombosit377.000 /ul150,000-400,000 /ul

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah Sewaktu120 mg/dl 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesaid. Kasus gagal

Pasien BTA (+) yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan

e. Kasus kronik

Pasien dengan pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f. Kasus bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA (-) (biakan juga negative bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatn OAT adekuat akan lebih mendukung

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologiB. Tuberculosis Ekstra ParuTuberculosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.2.6DIAGNOSIS

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkait adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik

Batuk > 2 minggu

Batuk darah

Sesak napas

Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

Demam

Malaise

Keringat malam

Anoreksia dan berat badan menurun

3. Gejala tuberculosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar 2. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

(dikutip dari kepustakaan nomor 3 dan 12)

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksaan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahanCara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi (keesokan harinya)

Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairandikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

Kertas sring dengan ukuran 10x10 cm, dilipat 4 agar terlihat again tengahnya

Dahak yang representative diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml

Kertas saring dilipat kembali dan dgantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus

Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil

Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi

Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak

Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukandengan cara:

Mikroskopik

Mikroskopik biasa: Pewarnaan Ziehl-Nielsen Mikroskopik fluoresens: Pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian

Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif

Bila 3 kali negatif BTA negative

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease):

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan BiakanPemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara:

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brookMelakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul

Pemeriksaan RadiologikPemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotic

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleuraLuluh Paru (destroyed lung):

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakitLuas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif):

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti Lesi luas

Pemeriksaan Khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)

Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

2. Polymerase chain reaction (PCR)Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB

Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:

a. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membrane.

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi

e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang Lain1. Analisis cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu:

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka)

Otopsi. Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histology.

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji tuberculin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dariuji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negative.

Gambar 3. Alur Diagnosis TB

(dikutip dari kepustakaan nomor 3 dan 12)

2.7TATALAKSANA

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

INH

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Makrolid dan amoksilin + asam klavulanat (masih dalam penelitian)

Kemasan Obat tunggal

Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tabletObatDosis (mg/kgBB/hari)Dosis yang dianjurkanDosis maks (mg)Dosis (mg/kgBB)

Harian (mg/kgBB/hari)Intermitten (mg/kgBB/hari)60

R8-121010600300450600

H4-6510300150300450

Z20-30253575010001500

E15-20153075010001500

S15-1815151000Sesuai BB7501000

Tabel 1. Jenis dan Dosis OATPengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapiFase intensifFase lanjutan

2 bulan4 bulan

BBHarianHarian3x/mingguHarian3x/minggu

RHZE

150/75/400/275RHZ

150/75/400RHZ

150/150/500RH

150/75RH

150/150

30-37

38-54

55-70

>712

3

4

52

3

4

52

3

4

52

3

4

52

3

4

5

Tabel 2. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetapPenentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya

B. Panduan Obat Anti TuberkulosisPengobatan tuberculosis dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luasPanduan obat yang dianjurkan:2 RHZE / 4 RH

Atau 2 RHZE / 6 HE

Atau 2 RHZE / 4 R3H3

Panduan ini dianjurkan untuk:

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Panduan obat yang dianjurkan:2 RHZE / 4 RH

Atau 6 RHEAtau 2 RHZE / 4 R3H3

TB paru kasus kambuh

Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan

TB paru kasus gagal pengobatan

Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru.

TB paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

a. Berobat> 4 bulan

1) BTA saat ini (-)Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

2) BTA saat ini (+)Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.b. Berobat < 4bulan1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskanJika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT TB paru kasus kronika. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidupc. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhand. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paruKategoriKasusPaduan obat yang diajurkanKeterangan

I- TB paru BTA +,

BTA - , lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE*2RHZE / 4R3H3

II- Kambuh

-Gagal pengobatan-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHEBila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II- TB paru putus berobatSesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau

*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III-TB paru BTA neg. lesi minimal

2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3

IV- KronikRHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Tabel 3. Ringkasan paduan obat

C. Efek Samping OATSebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.1. Isoniazid (INH)Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan2. RifampisinEfek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahanEfek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah : Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napasRifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.3. PirazinamidEfek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.4. EtambutolEtambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.5. StreptomisinEfek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.

Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.Efek sampingKemungkinan PenyebabTatalaksana

MinorOAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perutRifampisinObat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendiPyrazinamidBeri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari

Warna kemerahan pada air seniRifampisinBeri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

MayorHentikan obat

Gatal dan kemerahan pada kulitSemua jenis OATBeri antihistamin dan dievaluasi ketat

TuliStreptomisinStreptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)StreptomisinStreptomisin dihentikan

Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)Sebagian besar OATHentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis)Sebagian besar OATHentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatanEtambutolHentikan etambutol

Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpuraRifampisinHentikan rifampisin

Tabel 4. Efek samping OAT dan PenatalaksanaannyaD. Pengobatan Suportif / SimptomatikPada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan

1. Pasien rawat jalana. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demamc. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain2. Pasien rawat inapIndikasi rawat inap

( TB paru disertai keadaan / komplikasi sbb:

a. Batuk darah massifb. Keadaan umum burukc. Pneumotorakd. Empiemae. Efusi pleura massif / bilateralf. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)(TB di luar paru yang mengancam jiwaa. TB paru milier

b. Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

E. Terapi PembedahanIndikasi operasi:1. Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif

2. Indikasi Relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kaviti yang menetap

Tindakan invasif (selain pembedahan)

1. Bronkoskopi

2. Punksi pleura

3. Pemawangan WSD (water sealed drainage)

F. Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobatEvaluasi Klinik

Pasien dievaluasi setiap 2minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit

Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik

Evaluasi bakteriologik (0 2 6 / 9 bulan pengobatan)

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

Sebelum pengobatan dimulai

Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

Pada akhir pengobatan

Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

Evaluasi radiologi (0 2 6 / 9 bulan pengobatan)

Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap

Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untukdata dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan)

Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evaluasi keteraturan obat

Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya

Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi

Kriteria sembuh

BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensifdan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan

Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negativeEvaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).2.8KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah:

Batuk darah Pneumotoraks Luluh paru Gagal napas Gagal jantung Efusi pleura2.9PROGNOSIS

Secara umum angka kesembuhan dapat mencapai 96-99% dengan pengobatan yang baik. Namun angka rekurensi tuberculosis dapat mencapai 0-14% yang biasanya muncul 1 tahun setelah pengobatan TB selesai terutama di negara dengan insidensi TB yang rendah. Reinfeksi lebih sering terjadi pada pasien di negara dengan insidensi yang tinggi. Prognosis biasanya baik tergantung pada selesainya pengobatan. Prognosis dipengaruhi oleh penyebaran infeksi apakah telah menyebar ekstra paru, immunokompeten. Usia tua serta riwayat pengobatan sebelumnya. Indeks massa tubuh yang melambangkan status gizi juga menjadi faktor yang mempengaruhi prognosis.BAB IIIDAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser, Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158 Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 17th edition. USA: Mc Graw Hill. 20082. Iseman, Michael D. Chapter 345 Tuberculosis in: Goldman, Lee. Ausiello, Dennis. Cecil medicine 23rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008. 3. Baliga, Ragavendra. Hough, Rachel. Haq, Iftikhar. Crash course internal medicine. United Kingdom: Elsevier Mosby. 2007.

4. Fitzpatrick, Lisa K. Braden, Christopher. Chapter 294 Tuberculosis in: Humes, David. Dupont, Herbert L. Kelley textbook of medicine USA: Lippincott Williams & Wilkins 2000.

5. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2011. Geneva World Health Organization. 2011

6. World Health Organization. Multi drug and extensively drug 2010 global report on surveillance and response. Geneva: World Health Organization 2011

7. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2010. Geneva World Health Organization. 2010

8. Rao, C. Kosen, S. Bisara, D. Usman, Y. Adair, T. Djaja, S. Suhardi, S. Soemantri, S. Lopez, AD. Tuberculosis mortality differentials in Indonesia during 2007-2008: evidence for health policy and monitoring. Int J Tuberc Lung Dis. 2011 Dec;15(12):1608-14.

9. Mohan A, Sharma SK. Fibreoptic bronchoscopy in the diagnosis of sputum smear-negative pulmonary tuberculosis: current status. Indian J Chest Dis Allied Sci. 2008 Jan-Mar;50(1):67-78.10. Herchline, Thomas E. Tuberculosis. [online] updated December 9 2011. Cited at december 18 2011.Downloaded from www.emedicine.medscape.com/article/230802- overviewPAGE 1