Case Maya Partus Lama (Repaired)

download Case Maya Partus Lama (Repaired)

of 32

Transcript of Case Maya Partus Lama (Repaired)

BAB IPENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANGTingginya angka kematian ibu di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur merupakan tindakan yang paling tepat dalam mengidentifikasi secara dini sesuai dengan risiko yang disandang oleh ibu hamil.Pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 dilaporkan dari seluruh persalinan, 64% ibu tidak mengalami komplikasi selama persalinan, persalinan lama sebesar 31%, perdarahan berlebihan sebesar 7%, infeksi sebesar 5%. Pada ibu yang melahirkan melalui bedah sesarea lebih cenderung melaporkan komplikasi 59%, yang sebagian besar merupakan persalinan lama (42%). Untuk bayi yang meninggal dalam satu bulan setelah dilahirkan, 39% ibu melaporkan karena komplikasi termasuk persalinan lama (30%), perdarahan berlebihan 12% dan infeksi (10%).Pada umumnya persalinan yang mengalami kesulitan untuk berjalan spontan normal seperti partus lama, distosia atau komplikasi lain disebabkan oleh banyak faktor yang kompleks, misalnya ketidaktahuan akan bahaya persalinan, keterampilan yang kurang, sarana yang tidak memadai, masih tebalnya kepercayaan pada dukun serta rendahnya pendidikan dan rendahnya keadaan sosial ekonomi rakyat.Berdasarkan data diatas, kejadian partus lama perlu dipahami lebih lanjut karena partus lama dapat menjadi sebuah indikasi bahwa diperlukan pengawasan dan penanganan yang lebih intensif. Atau bahkan diperlukan tindakan intervensi untuk mengakhiri persalinan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan2.1.1. DefinisiPersalinan adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.

2.1.2. Pembagian PersalinanMenurut cara persalinan dibagi menjadi :a. Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.b. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui dinding perut dengan operasi caesarea.

2.1.3. Faktor-Faktor Dalam PersalinanAda beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :a. Tenaga atau Kekuatan (power) ; his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum, efektivitas kekuatan mendorong dan lama persalinan.b. Janin (passanger) ; letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.c. Jalan Lintas (passage) ; ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk membuka, kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk memanjang.d. Kejiwaan (psyche) ; persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan, dukungan orang terdekat dan intregitas emosional.

2.1.4. Tanda Persalinana. Tanda Permulaan PersalinanSebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut : Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu terlihat, karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun. Polakisuria karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus (false labor pains). Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah, bercampur darah (bloody show).

b. Tanda in-partu Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks. Dapat disertai ketuban pecah dini. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan serviks.

2.1.5. Tahap Persalinan Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :a. Kala I : Kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka hingga terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase : Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam, pembukaan 3 cm akan menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm.Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan multigravida 2 cm tiap jam.b. Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada primigravida dan 0,5 jam pada multipara.c. Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-15 menit setelah bayi lahir.d. Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.

2.2 Partus Lama 2.2.1. DefinisiPartus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi.Menurut winkjosastro, 2005. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.

2.2.2. EpidemiologiBerdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi medis maupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat partus lama. Partus lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer.

2.2.3. EtiologiPartus lama secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang disebabkan oleh 3 faktor :a. Kelainan tenaga atau his (Power)Power mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kesulitan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.

b. Kelainan janin (Passengger)Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin, presentasi, posisi atau perkembangan janin.

c. Kelainan jalan lahir (Passage)Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.

2.2.4. KlasifikasiAdapun distosia/partus lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan pertama pada kala I fase aktif disebut protraction disorder. Kelainan kedua, disebut arrest disorder.Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu cephalopelvic disproportion/ CPD dan kelompok lainnya adalah failure to progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada kelompok kedua disebabkan secara murni oleh gangguan kekuatan persalinan.

Kelainan Kala Ia. Fase laten memanjangFriedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preaptory division) hanya terjadi sedikit pembukaan serviks, cukup banyak perubahan yang terjadi pada komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/ dilatasi (dilatational division) adalah saat pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasar janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul. Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.

Gambar 1. perjalanan persalinan

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk ibu multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Gambar 2. Fase Persalinan

Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara.Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.

b. Fase Aktif MemanjangKemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat secara meyakinkan di diagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah 1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 4 cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 - 10 cm dalam 3 - 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat. Sokol dan rekan melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif, sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatanpenurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest (macet, tak maju).Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementar itu, ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak danya penurunan janin dalam 1 jam.Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi.Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang berperan dalampersalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO mengajukan penggunaan partograf dalam tatalksana persalinan. Dimana berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,.Kriteria diagnosa tersebut ditampilkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Kriteria diagnosis kelainan persalinan akibat partus lama atau partus macet

Kelainan Kala IIKala II memanjangTahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia regional.

2.2.5. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan :1. Adanya tanda dan gejala klinis partus lama:1. Ibu kelelahan dan dehidrasi1. Vulva edema1. Perut kembung1. Demam1. Kaput suksedaneum1. RUI1. Adanya komplikasi pada ibu:1. Gangguan keseimbangan asam basa/elektrolit, asidosis1. Infeksi intrauterin sampai sepsis1. Dehidrasi sampai syok1. Robekan jalan lahir sampai robekan rahim (ruptur uteri)1. Adanya komplikasi pada janin:1. Gawat janin1. Kematian janin

Tabel 2.2 Diagnosis Kelainan Partus LamaTanda dan gejala klinisDiagnosis

Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm) tidak didapatkan kontraksi uterusBelum inpartu, fase labor

Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam inpartuProlonged laten phase

Pembukaan serviks tidak melewati garis waspada partograf Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik Secondary arrest of dilatation atau arrest of descent Secondary arrest of dilatation dan bagian terendah dengan caput terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri immenens, fetal dan maternal distress Kelainan presentasi (selain vertex) Inersia uteri Disporporsi Sefalopelvik Obstruksi Malpresentasi

Pembukaan serviks lengakap, ibu ingin kala II lama (prolonged, mengedan, tetapi tidak ada kemajuan second stage)

2.2.6. Pemeriksaan PenunjangAda alat yang dapat membantu dalam mempermudah diagnosa partus lama. Alat bantu tersebut adalah partograf. Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua Jenis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk pada partograf. Protraction disorder pada fase aktif (partus lama) dapat didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1 jam. Adapun contoh gambaran partograf untuk mendiagnosa partus lama (protraction disorder) ditampilkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Gambar 4. Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju macet)

2.2.7. PenatalaksanaanSecara umum penyebab partus lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan partus lama merupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badadan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal dan dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien dikatakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam, jika terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Jika termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Jika yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Jika kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta.Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station ) dan station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.

2.2.8. Komplikasia. Ketuban pecah diniApabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil. Bila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang menyentuh os internal, akibatnya ketuban pecah dini lebih mudah terjadi.

b. Pembukaan serviks yang abnormalPembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali karena kepala janin tidak dapat turun dan menekan serviks. Pada saat yang sama, dapat terjadi edema serviks sehingga kala satu persalinan menjadi lama. Namun demikian kala satu dapat juga normal atau singkat, jika kemacetan persalinan terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam kasus ini hanya kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan dehidrasi.Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi. Sebaliknya, jika serviks berdilatasi secara memuaskan, maka ini biasanya menunjukan bahwa kemacetan persalinan telah teratasi dan kelahiran pervaginam mungkin bisa dilaksanakan (bila tidak ada kemacetan pada pintu bawah panggul).

c. Bahaya ruptur uterusRuptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu dari kedaruratan obstetrik yang berbahaya dan hasil akhir dari partus tak maju yang tidak dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka kematian ibu berkisar 3-15% dan angka kematian bayi berkisar 50%.Bila membran amnion pecah dan cairan amnion mengalir keluar, janin akan didorong ke segmen bawah rahim melalui kontraksi. Jika kontraksi berlanjut, segmen bawah rahim akan merengang sehingga menjadi berbahaya menipis dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan uterus dapat terjadi sebelum segmen bawah rahim meregang, yang menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga ruptur uterus berkurang.Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang terjadi, pada nulipara terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat riwayat seksio caesarea. Ruptur uterus menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak dilakukan penanganan dapat berakibat fatal.

d. FistulaJika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian kandung kemih, serviks, vagina, rektum terperangkap diantara kepala janin dan tulang-tulang pelvis mendapat tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan sirkulasi, oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini menjadi tidak adekuat sehingga terjadi nekrosis, yang dalam beberapa hari diikuti dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-vaginal (diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal (diantara kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal (berada diantara rektum dan vagina). Fistula umumnya terbentuk setelah kala II persalinan yang sangat lama dan biasanya terjadi pada nulipara, terutama di negara-negara yang kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.

e. Sepsis puerferalisSepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50c atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinya pada kasus partus lama dan partu tak maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang.

2.2.9. PrognosisFriedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk mortalitas dan morbiditas janin atau ibu.

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIENNo. Rekam Medik :260005Tanggal Masuk:07/07/2014Pukul: 08.10 WIB

Nama Pasien: Dwi AstutiUmur:28 tahunAgama:IslamPendidikan:SDPekerjaan:Ibu Rumah TanggaNama Suami:M. KarnoUmur:34 tahunAgama:IslamPendidikan :SDPekerjaan:PetaniAlamat:Desa Sri Katon

3.2. ANAMNESIS1. Keluhan UtamaHamil cukup bulan dengan sakit perut ingin melahirkan.2. Riwayat Perjalanan PenyakitOs dirujuk dari UPT Puskesmas Srikaton dengan keluhan sakit perut hilang timbul sejak tanggal 6-07-2014 malam. Lebih kurang 6 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang, hilang timbul, frekuensi sakit tidak sering, riwayat keluar air-air disangkal, riwayat keluar darah dan lendir disangkal. Gerakan janin masih dirasakan. Hari pertama haid terakhir : 15-07-2013. Selama kehamilannya penderita rutin memeriksa kehamilannya ke Posyandu. Selama pemeriksaan kehamilan dikatakan keadaan janinnya sehat dan tekanan darahnya normal. Pemeriksaan USG tidak pernah dilakukan. Konsumsi obat-obatan selama kehamilan ada, yaitu obat penambah darah dan vitamin dari posyandu.3. Riwayat Penyakit DahuluOs mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes melitus, alergi, maupun hipertensi.4. Riwayat Penyakit KeluargaOs mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan keturunan.5. Riwayat HaidUsia menarche:15 tahunSiklus haid:28 hariLama haid:5 hariNyeri haid:(+)HPHT:15-10-2013TP:22 -07-2014

6. Riwayat PernikahanLama pernikahan:12 tahunUsia waktu nikah I:16 tahun

7. Riwayat ANCa. Dilakukan sebanyak 8x di posyandu dekat rumahb. Imunisasi TT tidak pernah dilakukan

8. Riwayat KBKB suntik 3 bulan selama 10 tahun

9. Riwayat PersalinanTabel 3.1 Riwayat PersalinanNo.TahunJenis KelaminBerat Badan LahirPersalinan

1.2003--Abortus

2.2005Laki-laki3600 gramPartus Spontan

3.2007Laki-laki3200 gramPartus Spontan

4Ini

3.3. PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan tgl 7 Juli 2014)1. Status Generalisa. Keadaan Umum:baikb. Kesadaran :compos mentisc. Tanda Vital Tekanan darah:130/80 mmHg Nadi:88 x/menit Pernapasan:22 x/menit Suhu:36,5 0Cd. Kepala Mata:konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterike. Leher:pembesaran tiroid (-)f. Thoraks:jantung dan paru dalam batas normalg. Abdomen:status obstetrikush. Genitalia:status obstetrikusi. Ekstremitas:edema (-/-), refleks patella (+/+)

2. Status Obstetrikusa. Pemeriksaan Luar (dilakukan pada tanggal 7 Juli 2014)Leopold I: Fundus teraba 4 jari dibawah processus xhipoideusTeraba bagian bulat janin, lunak, kesan bokongLeopold II: Teraba bagian keras memanjang dikanan ibu (punggung janin dikanan ibu)Teraba bagian kecil-kecil dikiri ibuLeopold III: Teraba bagian keras janin, bulat, melenting, kesan kepala. Leopold IV: Bagian terbawah janin belum memasuki pintu atas panggul

His (+) hilang timbul 2 kali dalam 15 menit, tidak teratur. DJJ (+) 132x/mnt

b. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher) Vulva/vagina tidak ada kelainan Pendataran 0% Portio Kuncup Ketuban (+)

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Ultrasonografi

Gambar 3.1 Pemeriksaan Ultrasonografi Ny.D.A

3.5. DIAGNOSISG3P2A0 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Memanjang, janin tunggal hidup presentasi kepala.3.6. PENATALAKSANAANTgl 7 Juli 2014a. Pro MRSb. Observasi KU dan VSc. Observasi HIS dan DJJd. Cek laboratorium darah dan urinee. Pemeriksaan USGf. IVFD RL gtt XX/menitg. Citrosol tab (hisap, evaluasi 6 jam)

Tgl 8 Juli 2014a. Rencana Operasi SCb. Kateter menetap

3.7. HASIL LABORATORIUMDarah lengkap1. Hb : 12,4 g/dl2. Leukosit: 8600/ ul3. LED: 384. Hitung Jenis: 1/0/1/73/20/55. Golongan darah: A6. Rhesus: (+) 7. Clooting time : 78. Bleeding time: 2

3.8. LAPORAN OPERASIPukul 09.10 WIB Operasi mulai Pasien terlentang, anestesi spninal Insisi pfanenstiel dari kulit hingga mukosa, fascia dirobek secara tumpul sampai menembus peritoneum. Insisi uterus untuk membuka plika, kemudian diperluas secara tumpul. Ketuban dipecahkan.Pukul 09.20 WIBLahir hidup neonatus perempuan dengan meluksir kepala, BB 2800 g, PB 48cm.Pukul 09.30 WIB Plasenta lahir lengkap dengan BP 500 g Dilakukan penjahitan uterus secara jelujur dengan benang asukril. Dilakukan penjahitan plika secara jelujur dengan plain. Pendarahan dirawat, luka operasi ditutup lapis demi lapis.Pukul 10.30 WIB Operasi selesaiDiagnosis pra bedah : G4P2A1 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Memanjang janin tunggal hidup presentasi kepalaDiagnosis pasca bedah: P3A1 Post SC atas indikasi Kala I Fase Laten Memanjang Tindakan: Seksio Sesaria

3.9. FOLLOW UPTabel 3.2 follow upSenin, 7 Juli 2014Pk. 09.00 WIBS :Mules seperti ingin melahirkan

O :KU : tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisDJJ : 132x/mVS : TD 130/80 mmHg Nadi 88 x/menit RR 22 x/menit Suhu 36 CPL : TFU 4 jari bawah prossesus xhipoideus Lendir (-), darah (-)PD : Portio Kuncup

A : G4P2A0 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup, Presentasi Kepala

P : IVFD RL gtt XX Citrosol tab (hisap) Cek Laboratorium & Urine Evaluasi dalam 6 jam

Senin, 7 Juli 2014Pk. 17.00 WIBS :Nyeri perut hilang timbul.

O :KU : BaikKesadaran: compos mentisDJJ : 133x/mVS : TD 120/80 mmHg Nadi 80 x/menit RR 20 x/menit Suhu 36 CPL : TFU 4jari bawah prossesus xhipoideusPD : Pembukaan 1 cm

AG4P2A1 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup, Presentasi Kepala

P IVFD RL gtt XX Citrosol tab (hisap) evaluasi kembali 6 jam

Selasa, 8 Juli 2014Pk. 08.00 WIBS :Nyeri perut hilang timbul

O :KU : baikKesadaran: compos mentisVS : TD : 110/70 mmHg Nadi 80 x/menit RR 22 x/menit Suhu 36 0CPL : TFU 4 jari bawah prossesus xhipoideus DJJ 133x/mPD Pembukaan 1 cm

A : G4P2A1 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup, Presentasi Kepala

P : Observasi KU dan VS IVFD RL gtt XX Pemasangan Kateter Persiapan Operasi

Rabu, 9 Juli 2014Pk. 08.00 WIBS :Sakit luka operasi

O :KU : BaikKesadaran: compos mentisVS : TD 120/80 mmHg Nadi 80 x/menit RR 22 x/menit Suhu 36,8 0CPL : TFU 2 jari bawah pusat Perdarahan (+) normal Lokea rubra (+) Kontraksi uterus (-) BU (+)

A :P3A1 post SC atas indikasi Inpartu Kala I Fase Laten Memanjang

P : Observasi KU dan Vital Sign IVFD RL + Pitogin 2amp gtt XX/m Ceftriaxone 2x1gr IV Metronidazole 3x500mg IV Asam Traneksamat B comb C Diet tinggi karbohidrat tinggi protein Mobilisasi bertahap

Kamis, 10 Juli 2014Pk. 08.00 WIBS :Sakit luka operasi, perut terasa kencang, belum BAB

O :KU : BaikKesadaran: compos mentisVS : TD 120/80 mmHg Nadi 81 x/menit RR 24 x/menit Suhu 36,3 0CPL : TFU 2 jari bawah pusat Perdarahan (+) normal Lokea rubra (+) Kontraksi uterus (-) BU (+)

A :P4A1 post SC atas indikasi Inpartu Kala I Fase Laten Memanjang

P : Aff IVFD Aff DC Rencana Pulang Pemberian terapi oral Ciprofloxacin 3x500 mg Asam Mefenamat 3x500mg Metronidazole 3x500mg

BAB IVPEMBAHASAN

Pada tanggal 07 Juli 2014, Ny. D.A berusia 28 tahun, berkebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, dirujuk dari UPT Puskesmas Srikaton dengan keluhan sakit perut hilang timbul sejak tanggal 6-07-2014 malam. Lebih kurang 6 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang, hilang timbul, frekuensi sakit tidak sering, riwayat keluar air-air disangkal, riwayat keluar darah dan lendir disangkal. Gerakan janin masih dirasakan. Hari pertama haid terakhir : 15-07-2013. Selama kehamilannya penderita rutin memeriksa kehamilannya ke Posyandu. Selama pemeriksaan kehamilan dikatakan keadaan janin sehat dan tekanan darah normal. Pemeriksaan USG tidak pernah dilakukan. Konsumsi obat-obatan selama kehamilan ada, yaitu obat penambah darah dan vitamin dari posyandu.Os menikah satu kali dan lamanya 12 tahun. Os menarche pada usia 15 tahun, dengan siklus teratur, 28 hari, lamanya 5 hari. Hari pertama haid terakhir tanggal 15 Oktober 2013. Riwayat penyakit yang pernah diderita tidak ada. Riwayat operasi tidak ada, riwayat abortus tidak ada. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/m, respirasi 22 x/m, suhu 36 C, dan keadaan organ lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 4 jari dibawah procesus xipoideus, bagian terbawah kepala yang ditandai dengan terabanya bagian yang keras dan bulat, kaki teraba di fundus uteri. Detak jantung janin 132 kali/menit teratur, his 2 kali dalam 15 menit. Pada pemeriksaan dalam obstetri didapatkan pendataran 0%, pembukaan orifisium uterus eksternum belum ada. Pada pemeriksaan USG didapatkan janin dengan presentasi kepala dan pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal.Berdasarkan uraian diatas mengenai hasil anamnesis, pemeriksaan fisik-obstetri dan pemeriksaan penunjang bahwa diagnosis awal pada pasien ini kurang tepat. Diagnosis yang benar yaitu G4P2A1 hamil aterm belum inpartu, janin tunggal hidup presentasi kepala. Karena pada amamnesis dan pemeriksaan fisik belum menunjukkan adanya tanda-tanda inpartu seperti belum adanya pembukaan serviks, keluarnya lendir dan darah serta his dengan frekuensi 2x/10 menit dengan durasi lebih dari 20 detik. Setelah dilakukan pemberian tab Citrosol didapatkan pembukaan serviks 1 cm, namun his masih tidak adekuat, dan belum adanya keluar darah dan lendir pervaginam. Sehingga Os dapat dikatakan belum inpartu.Pada penatalaksanaan pasien ini sudah tepat karena os sudah dilakukan induksi dengan evaluasi selama 2x6 jam tetap tidak ada kemajuan dalam fase persalinan. Untuk itu diambil keputusan dengan terminasi kehamilan dengan seksio sesarea karena Os tetap tidak memasuki fase aktif setelah pemberian 2x1/2 tab citrosol dalam 2x6 jam.

BAB VPENUTUP

4.1 Simpulan1. Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi.2. Diagnosis pasien Ny.D.A belum tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstetrik serta pemeriksaan penunjang.3. Penatalaksanaan pasien Ny.D.A sudah tepat dengan terminasi kehamilan melalui seksio sesarea berdasarkan observasi selama 12 jam tetap tidak ada perkembangan dalam persalinan.

4.2 Saran1. Tenaga Medis harus tepat menatalaksana persalinan dengan partus lama dalam meminimalisir komplikasi untuk bayi dan ibu.2. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pengetahuan tentang gejala, komplikasi dan penatalaksanaan dari partus lama.

DAFTAR PUSTAKA1. Cunningham, F.G, et al. 2010. Williams Obstetric, 23rd edition. Mc Graw Hill: New York

2. Enkin, et al. 2000. A Guide to Effective care in Pregnancy and Child Birth, 3rd Edition. Oxfod University Press: London

3. Hinelo, Fardila, dkk. 2013. Luaran Partus Lama di BLU RSU Prof. DR. R D. Kandou Manado. Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

4. Maharani, Putri. 2010. Partus Kasep. Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

5. Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius: Jakarta. hal . 303 309.

6. Manuaba I. A, et al. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta

7. Mochtar, R. Partus Lama dan Partus Terlantar. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Hal . 384 386

8. Mose, J.C dan Alamsyah, M. 2010. Bab I Persalinan Lama dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi keempat. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

9. Pereiro, Gabriela. 2013. Partus Kasep. Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

10. Saifudin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

11. Simarmata. 2011. Diagnosis dan Tatalaksana Persalinan Lama. Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas TanjungPura.

12. Wiknjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

13. WHO. 2006. Managing Prolonged and Obstructed Labour. Education for Safe Motherhood, 2nd edition. Department of Making Pregnancy safer. WHO: Geneva

14. Yulianti, D. 2006. Buku Saku Manajemen dan Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. EGC : Jakarta

28

19