Case Kecil PPOK Dr Philemon
-
Upload
angelin-rittho-papayungan -
Category
Documents
-
view
15 -
download
4
description
Transcript of Case Kecil PPOK Dr Philemon
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Laporan Kasus Kecil
PPOK Eksaserbasi Akut dengan Bronkopneumonia dengan Hepatitis B Kronis
Dokter Pembimbing: Dr. Philemon Konoralma, Sp.PD
Disusun oleh:
Desrainy Inhardini Gunadiputri
11-2013-136
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Mardi Rahayu
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran
udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.1 Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama
kematian di dunia sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker.2,3
PPOK sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis
faktor risiko dan gejala, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan penunjang seperti radiologi,
spirometri, laboratorium darah rutin, analisa gas darah, dan mikrobiologi sputum.
Penatalaksanaan PPOK meliputi pemberian obat-obatan (bronkodilator, antiinflamasi, antibiotik,
mukolitik, dan antitusif), rehabilitasi, terapi oksigen, hingga operasi paru jika memang diperlukan.2
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak,
teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronkus dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya.
Pada saat ini definisi hepatitis B kronik adalah adanya persistensi virus hepatitis B lebih dari 6 bulan.
Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia, dan kebanyakan pasien ini
tidak mengalami keluhan ataupun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati kronik.
LAPORAN KASUS
Laki-laki 57 tahun sesak 4 hari. OS sering sesak sejak 1 tahun lalu, terutama jika sedang beraktivitas.
Sesak dirasakan baik siang maupun malam hari, dan tidak berkurang dengan posisi duduk. Keluhan
disertai batuk berdahak warna kuning terutama pada pagi hari, dan demam. Batuk tidak disertai
darah, tidak terdapat penurunan berat badan, dan tidak ada keluhan berkeringat malam hari. Tidak
terdapat bengkak pada ekstremitas.
OS pernah dirawat di RS karena sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat asma dan alergi disangkal
pada OS dan keluarga. Pasien pernah menjalani pengobatan di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru) selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh. Riwayat penyakit liver diakui. Riwayat
hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung disangkal. Riwayat merokok diakui. OS bekerja sebagai
tukang sapu sekolah. Pajanan debu dan asap kendaraan diakui.
1
OS tampak sakit sedang dan dyspneu. Kesadaran compos mentis. Gizi baik, berat badan normal.
Tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 109 kali/menit, frekuensi napas 30 kali/menit, suhu
37,5oC, saturasi O2 93%. Kepala normocephal, terlihat sianosis pada bibir. Pada mata, telinga,
hidung, tenggorokan, dan leher tidak ditemukan kelainan. JVP tidak meningkat. Dada simetris, tidak
ada retraksi sela iga, tidak terdapat lesi, tidak nyeri tekan, perkusi sonor, suara napas vesikuler,
ekspirasi memanjang, terdengar wheezing pada kedua lapang paru dan ronkhi basah halus pada lobus
bawah paru kanan dan kiri, dan lebih keras pada sisi sebelah kanan. Pada abdomen tidak didapatkan
kelainan. Ekstremitas normal, akral sedikit dingin, tidak sianosis dan tidak edema.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis kerja PPOK eksaserbasi akut dengan bronkopneumonia dan
hepatitis B kronik.
DISKUSI / PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipikirkan kemungkinan PPOK eksaserbasi akut
dengan bronkopneumonia dan hepatitis B kronik, dengan diagnosis diferensial untuk gejala sesak
yaitu asma bronkiale eksaserbasi akut, TB paru, dan gagal jantung kronik. Sementara hepatitis B
kronik dapat dibedakan menjadi hepatitis B kronik aktif dan carrier HBV inaktif. Untuk menegakkan
diagnosis, dapat diusulkan laboratorium darah rutin, foto rontgen toraks, spirometri, pemeriksaan
sputum BTA, pemeriksaan bakteriologis sputum, analisa gas darah, EKG, SGOT dan SGPT.
Pada anamnesis pasien sering sesak sejak 1 tahun lalu, dan memberat sejak 4 hari lalu terutama
ketika beraktivitas. Keluhan disertai batuk berdahak warna kuning dan demam. OS pernah dirawat di
RS karena sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat merokok diakui. Os bekerja sebagai tukang sapu
sekolah. Pajanan debu dan asap kendaraan diakui.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan frekuensi napas 30 kali/menit, suhu 37,5oC, saturasi O2 93%,
sianosis pada bibir, ekspirasi memanjang, terdengar wheezing pada kedua lapang paru dan ronkhi
basah halus pada lobus bawah paru kanan dan kiri, serta akral sedikit dingin.
Pasien dengan PPOK eksaserbasi akut ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang
semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat
juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue, dan gangguan susah tidur.3 Dalam
menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan onset biasanya pada usia pertengahan,
perkembangan gejala bersifat progresif lambat, riwayat pajanan seperti merokok polusi udara, sesak
2
saat melakukan aktivitas, dan hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali
normal).2
Disingkirkan DD asma bronkial karena sebelumnya pasien tidak pernah mengalami serangan asma,
tidak memiliki riwayat atopi, dan tidak ada riwayat keluarga dengan asma maupun atopi/alergi. Pada
asma biasanya serangan dicetuskan oleh suatu pemicu (alergen, iritan, latihan fisik, emosi), terjadi
episode akut yang dipisahkan oleh episode bebas gejala, dan episode nokturna umum terjadi. Selain
itu, asma biasanya muncul pada onset usia muda, dan obstruksi bersifat reversibel. Disingkirkan DD
TB paru karena batuk tidak disertai darah, tidak terdapat penurunan berat badan, dan tidak ada
keluhan berkeringat malam hari. Disingkirkan DD gagal jantung kronik karena sesak tidak membaik
dengan posisi duduk, tidak ada riwayat penyakit jantung sebelumnya, tidak terdapat tanda-tanda
kongesti seperti edema pada ekstremitas, dan JVP tidak meningkat.
Bronkopneumonia dipikirkan karena ronki basah halus yang terdapat pada lobus bawah paru kanan
dan kiri, serta adanya demam. Secara umum individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. 4 PPOK merupakan faktor predisposisi terjadinya
bronkopneumonia yang terutama disebakan karena Haemophilus influenzae.5
Hepatitis B kronik didapatkan dari anamnesis bahwa pasien pernah terkena penyakit liver, dan
didapatkan HBsAg 213.67 yang menandakan bahwa pasien pernah terinfeksi virus hepatitis B. Untuk
membedakan hepatitis B kronik yang masih aktif dan carrier HBV inaktif perlu dilakukan tes SGOT-
SGPT. Pada hepatitis B kronik aktif didapatkan HBsAg positif kenaikan SGPT yang menetap atau
intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda penyakit hati kronik. Pada biopsi hati didapatkan
gambaran peradangan yang aktif. Sementara pada carrier HBV inaktif, HBsAg positif dengan
konsenstasi SGPT normal dan tidak didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat
kelainan jaringan yang minimal.6
Pengobatan yang diberikan adalah nebulisasi ipratropium bromida 0,5 mg dan salbutamol sulfat 3
mg, budesonide 200 mcg, aminofilin IV 500 mg/hari, erdosteine 300 mg 3x1, bromhexine HCl 3x10
ml, dan ciprofloxacin IV 500 mg 2x1, oksigen 3L/menit.
Ipratropium bromida dan salbutamol sulfat merupakan kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
3
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
Budesonide digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan
bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
Aminofilin merupakan golongan xantin. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
Erdosteine merupakan mukolitik. Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
Bromhexine HCl merupakan antitusif. Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.1,2
Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon. Diberikan sebagai antibiotik empirik
karena ciprofloxacin merupakan antibiotik spektrum luas dan dapat digunakan untuk infeksi saluran
napas bawah.7
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Indikasi
pemberikan oksigen adalah Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%.1
RINGKASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipikirkan kemungkinan PPOK eksaserbasi akut
dengan bronkopneumonia dan hepatitis B kronik, dengan diagnosis diferensial untuk gejala sesak
yaitu asma bronkiale eksaserbasi akut, TB paru, dan gagal jantung kronik. Sementara hepatitis B
kronik dapat dibedakan menjadi hepatitis B kronik aktif dan carrier HBV inaktif. Untuk menegakkan
diagnosis, dapat diusulkan laboratorium darah rutin, foto rontgen toraks, spirometri, pemeriksaan
4
sputum BTA, analisa gas darah, mikrobiologi sputum, EKG, SGOT dan SGPT. Pengobatan yang
diberikan adalah nebulisasi ipratropium bromida 0,5 mg dan salbutamol sulfat 3 mg, budesonide 200
mcg, aminofilin IV 500 mg/hari, erdosteine 300 mg 3x1, bromhexine HCl 3x10 ml, dan
ciprofloxacin IV 500 mg 2x1, oksigen 3L/menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK): pedoman
diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf pada tanggal 26 Juni 2014.
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengendalian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Diunduh dari http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1357/1/BK2008-
Sep12.pdf pada tanggal 27 Juni 2014.
3. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009: 2225-7.
4. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika; 2007: 67-70.
5. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009: 2196-205.
6. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009: 653-60.
7. Olson J. Belajar mudah farmakologi. Jakarta: EGC; 2003: 142.p
5
6
1 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK): pedoman diagnosis
& penatalaksanaan di Indonesia. Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
ppok/ppok.pdf pada tanggal 26 Juni 2014.
2 Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengendalian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Diunduh dari http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1357/1/BK2008-
Sep12.pdf pada tanggal 27 Juni 2014.
3 Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009: 2225-7.
4 Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007: 67-70.5 Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009: 2196-205.
6 Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009: 653-60.
7 Olson J. Belajar mudah farmakologi. Jakarta: EGC; 2003: 142.