Case File : Hamil Dengan Kistoma Ovarii
-
Upload
jamatul-firdaus -
Category
Documents
-
view
151 -
download
0
description
Transcript of Case File : Hamil Dengan Kistoma Ovarii
I. REKAM MEDIK
A. Anamnesis
1. Identifikasi :
Nama : Ny. I
Med.Rec/Reg : 820608/RI14013526
Umur : 34 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Dalam kota
MRS : 19 Mei 2014 ( Pkl 06.23 WIB)
2. Riwayat perkawinan :
1 kali 7 tahun
3. Riwayat Reproduksi :
Riwayat menarche 13 tahun, siklus haid teratur, siklus 28 hari, lama 7 hari
HPHT : Lupa
4. Riwayat kehamilan/melahirkan :
1. 2007, Aterm, ♂, 2800g, bidan, spontan, sehat
2. 2011, Aterm, ♂, 2800g, bidan, spontan, sehat
3. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu : DM disangkal, Hipertensi disangkal
6. Riwayat gizi / sosioekonomi : Sedang/Cukup
7. Anamnesis khusus (autoanamnesis)
Keluhan utama : Hamil kurang bulan dengan perut mules dan benjolan di
perut
1
Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak 7 jam yang lalu os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang
hilang timbul makin lama makin kuat (+) tapi masih jarang. Riwayat keluar
darah lendir (-). Riwayat keluar air-air (-). Sejak kehamilan ini os mengeluh
terdapat benjolan pada perut kanan bawah yang makin lama makin
membesar. Riwayat nyeri pada perut selama kehamilan disangkal, os hanya
mengeluh perut dirasakan sesak. Os selama ini hanya kontrol hamil ke
bidan. Sekitar 1 bulan yang lalu os kontrol hamil ke SpOG di RS
Muhammadiyah Palembang dan dikatakan terdapat kista indung telur kiri
ukuran 9 cm. R/ kontrasepsi (+) susuk KB (3 tahun) dan suntik KB 1 bulan
(2 tahun). R/ nafsu makan menurun (-), R/ berat badan turun (-) R/ BAB
dan BAK biasa. Os mengaku hamil kurang bulan dan gerakan anak masih
dirasakan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum : baik Berat badan : 62 kg
Kesadaran : kompos mentis Tinggi badan : 151 cm
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg Tipe badan : piknikus
Nadi : 80 x / menit Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 36,5 °C
b. Keadaan khusus
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak ada
Toraks : jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada
paru-paru: sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada, wheezing
tidak ada
Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien sulit dinilai
Ekstremitas: edema pretibial -/-, varises tidak ada, refleks fisiologis +/+,
refleks patologis -/-
2. Pemeriksaan obstetri
2
Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 19 Mei 2014 pukul
6.23 WIB didapatkan :
Pemeriksaan luar
Abdomen cembung, lemas, simetris, Fundus uteri 2 jari di bawah
processus xyphoideus (30 cm), letak janin memanjang, punggung di
kanan, presentasi kepala, penurunan U 5/5, His 2x/10’/15”, DJJ
129x/menit, taksiran berat janin 2635 gram, massa sulit dinilai, nyeri
tekan (-), tanda cairan bebas (-), asites (-).
Inspekulo
Portio lividae, OUE terbuka 1cm, Flour (-), Fluxus (-),
Erosi/Laserasi/Polip (-)
Pemeriksaan dalam
Porsio lunak, posisi medial, pendataran 50%, pembukaan 1 cm, ketuban
(+), terbawah kepala, penurunan HI, penunjuk sutura sagitalis lintang,
Pemeriksaan panggul
Promontorium tidak teraba, konjungata diagonalis >13 cm, konjungata
vera >11,5 cm, linea innominata teraba 1/3-1/3, sakrum konkaf, spina
ischiadika tidak menonjol, arkus pubis >90o, dinding samping lurus
dengan kesan panggul luas.
Indeks Tokolitik :Kontraksi : 1
Ketuban pecah : 0
Perdarahan : 0
Pembukaan : 1
Total : 2
C. Diagnosa kerja :
G3P2A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan PPI + kistoma ovarii, janin
tunggal hidup presentasi kepala.
D. Prognosis:
Ibu : Dubia
Anak : Dubia
3
E. Terapi :
1. Konservatif
2. Observasi his, DJJ dan tanda vital ibu
3. IVFD RL gtt xx/menit
4. Inj. Deksamethasone 2 x 6 mg
5. Nifedifine 4 x 10 mg
6. Lab: darah rutin, urin rutin
7. R/ USG konfirmasi
USG ( AT )/ Tgl. 20.05. 2014
Gambar 1. USG dan CTG Ny. I
Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
Biometri janin :
BPD : 8,8 cm HC : 30,5 cm EFW : 2903 gram
AC : 32,7 cm FL : 6,9 cm
Ketuban cukup SP : 4,8 cm
4
Plasenta di korpus posterior
BPP : FT 2, FB 2, FM 2, NST 2, ICA 2 = 10
Tampak massa kistik memenuhi kavum douglas berbatas tegas, ukuran sulit
dinilai karena kehamilannya, septa (-), papil (-), dan arus darah (-) yang
kemungkinan suatu neoplasma ovarium kistik
Kesan : Hamil 36 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala + BPP 10 +
neoplasma ovarium kistik
F. Pemeriksaan Penunjang LABORATORIUM : (19.05.2014) :
Darah rutin Hb : 11,1 g% Trombosit : 141.000/mm3
Hematokrit : 31 vol% Hitung jenis : 0/2/0/76/14/8 Leukosit : 8.200/mm3 ImunoserologiAFP : 251.30 IU/mL CEA : 1.01 ng/mLCA 125 : 42.15 U/mL
F. Follow Up:
Tanggal Waktu
Pemeriksaan Tindakan
19.05.201411.20 WIB
Kel : perut mulesStatus presens: KU baik, CM, TD 120/70 mmHg, N 80x/m, RR 20 x/m, T 36,80CPL: Abdomen cembung, lemas, simetris, tifut 2 jari bawah proc. Xiphoideus (30 cm), his 2x/10’/25”, djj 128 x/menit, taksiran berat janin 2635 gram, massa sulit dinilai, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), asites (-).VT: Porsio lunak, posisi medial, pendataran 80%, pembukaan 3 cm, ketuban (+), terbawah kepala, penurunan HI-II, penunjuk UUK kanan lintang.D/: G3P2A0 hamil 36 minggu inpartu kala I fase laten dengan kistoma ovarii, janin tunggal hidup presentasi kepala.
- Obs. TVI, his, djj- Persiapan SC cito
Konsul PDL (19.05.2014)
Kesan : saat ini cor dan pulmo fungsional kompensata
Konsul Anestesi (19.05.2014)
Kesan : ASA I (acc operasi dengan toleransi anestesi)
5
RUMAH SAKIT UMUM PUSATMOHAMMAD HOESINPALEMBANG Kebidanan dan Penyakit Kandungan
LAPORAN OPERASI
Bangsal : Kebidanan VK Nomor : 26/Emg-Obs/V/14
Nama : Ny. Indriyani taqwa Umur : 37 thn
Ruang Operasi I II III IV Medrek/REG 820608/ 14013526Akut/Emergensi Tanggal : 18 Mei 2014
Pembimbingdr. H. Azhari, SpOG (K)
Operator: dr. Samsul Arifin Perawat Instrumen :Hani, Amdkep
Asisten II : dr. Alhadi Arlim
Nama Ahli Anestesi : dr. Agustina, Sp.An
Jenis Anestesi : General anestesi Obat- obat Anestesi : Propofol 100mg
Diagnosa Pre-Bedah : G3P2A0 hamil 36 minggu inpartu kala I fase laten dengan Neoplasma ovarium kistik JTH presentasi kepala
Indikasi Operasi :Distosia jalan lahir
Diagnosa Pasca Bedah : P3A0 post SSTP a.i Distosia jalan lahir ec NOK + Salfingooforektomi sinistra + Tubektomi pomeroy tuba kanan
Jenis Operasi : Seksio Sesaria Transperitonealis Profunda + Salfingooforektomi sinistra + Tubektomi pomeroy
Disinfeksi Kulit dengan : Alkohol 70% dan Betadine Jaringan Yang diambil :Dikirim ke P A : Ya Tidak
Jam Operasi Dimulai Pukul 13.20 WIB
Jam Operasi SelesaiPukul 14.30 WIB
Lama Operasi Berlangsung70 menit
Jenis Bahan :Yang dikirim ke laboratorium Untuk Pemeriksaan : -
Cara Operasi (Bila perlu dengan Gambar) (Bila perlu dengan Gambar)
Singkatan Kelainan yang ditemukan dengan gambar ( Laporan lengkap lihat di sebelah )
6
Laporan Operasi lengkap (riwayat perjalanan operasi yang terperinci dan lengkap).
Laporan Operasi lengkap (riwayat perjalanan operasi yang terperinci dan lengkap)
Pukul 13.20 WIB Operasi dimulaiPenderita terlentang dalam keadaan spinal general. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril. Dilakukan insisi Pfannenstiel 2 jari di atas simfisis kemudian insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus sebesar kehamilan aterm. Diputuskan untuk melakukan SSTP dengan cara sbb:
Insisi SBR linier + 3 cm secara tajam kemudian ditembus secara tumpul sampai menembus cavum uteri, kemudian diperlebar ke lateral secara tumpul. Ketuban cukup, jernih, bau (-)
Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala. Pukul 13.25 WIB Lahir neonatus hidup laki-laki, BB 2900g, PB 47 cm AS 8/9 FTAGA. Ke dalam cairan infus dimasukan oksitosin 20 IU. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.Pukul 13.30 WIB Plasenta lahir lengkap, BP 490g, PTP 49 cm, ukuran Ø 17x28 cm. Dilakukan pembersihan kavum uteri dengan kassa. Kemudian dilanjutkan penjahitan dengan cara sebagai berikut:
Dilakukan penjahitan satu lapis SBR secara jelujur dengan Vicryl no. 1 Dilakukan reperitonealisasi dengan benang plain catgut 2.0 Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
Dilakukan eksplorasi massa kista, tampak massa ukuran 15 x 8 cm, yang mengalami perlengketan dengan uterus bagian posterior, sebagian ligamentum latum kiri dilakukan lisis berhasil
diputuskan untuk dilakukan salfingooforektomi sinistra, dengan cara sebagai berikut
Pemasangan kassa besar basah 1 buah Menjepit, memotong dan mengikat ligamentum infundibulopelvikum sinistra dengan chromic
catgut no 0 Menjepit, memotong dan mengikat ligamentum ovarii proprium dan pangkal tuba sinistra
dengan chromic catgut no 0 Semua jaringan di-PA-kan Perdarahan di rawat semestinya Dilakukan tubektomi secara pomeroy pada tuba kanan Perdarahan dirawat sementara
Dilanjutkan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut : Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain cat gut no.2.0 Otot dijahit secara satu-satu dengan plain cat gut no.2.0 Fascia dijahit secara jelujur dengan Vicryl no.1 Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan vicryl no3.0 Luka operasi ditutup dengan sofratulle dan opsite
Pukul 14.30 WIB Operasi selesai
Cairan masuk : Cairan Keluar :RL : 1000 Cc Urine : 200 CcDarah : - Cc Darah : 300 CcTotal : 1000 Cc Total : 500 Cc
Diagnosis pra bedah : G3P2A0 hamil 35 minggu inpartu kala I fase laten dengan Neoplasma ovarium kistik JTH presentasi kepala
Diagnosis pasca bedah : P3A0 post SSTP a.i distosia jalan lahir ec NOK + Salfingooforektomi sinistra + Tubektomi pomeroy tuba kanan
Tindakan : Seksio Sesaria Transperitonealis Profunda + Salfingooforektomi sinistra + Tubektomi pomeroy
7
8Instruksi Pasca bedah :
1. IVFD RL gtt xx/menit + Oksitosin 20 IU2. Observasi TVI (TD, N, RR, T, perdarahan)3. Cek HB bila HB <10 gr % transfusi s/d HB >10 gr4. Kateter menetap catat i/o 24 jam5. Mobilisasi bertahab6. Diet bertahab7. Asi on demand
Pembuat laporan
(dr. Samsul Arifin)
8. Obat: Inj Ceftriaxone 1 g (IV) Pronalges supp 3x1 Alinamin 3x1 Metronidazol inf 3 x 500mg Ketokonazole tab 3 x 400mg
Pembimbing
(dr. H. Azhari, SpOG (K))
II. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat ?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan kehamilan dengan kistoma ovarium ?
III. ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?
Pasien ini didiagnosa pada saat masuk dengan G3P2A0 hamil 35 minggu belum
inpartu dengan PPI + kistoma ovarii, janin tunggal hidup presentasi kepala.
Dari anamnesa didapatkan riwayat benjolan pada perut yang makin membesar
dan telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi oleh SpOG di RS
Muhammadiyah dan dinyatakan hamil kurang bulan dengan kista indung telur
kiri. Dari pemeriksaan didapatkan dari pemeriksaan luar Abdomen cembung,
lemas, simetris, Fundus uteri 2 jari di bawah processus xyphoideus (30 cm), letak
janin memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, penurunan U 5/5, His
2x/10’/15”, DJJ 129x/menit, taksiran berat janin 2635 gram, massa sulit dinilai,
nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), asites (-).
Kejadian massa pada adneksa dilaporkan bervariasi dari 1 : 81 sampai
dengan 1:2500 kelahiran hidup. Sejak ditemukannya ultrasonografi yang
digunakan sebagai komponen pemeriksaan kehamilan yang rutin, dilaporkan
kejadian massa pada adneksa dalam kehamilan kira-kira 1%. Kebanyakan peneliti
mendefinisikan massa adneksa dalam kehamilan adalah massa yang simpleks atau
kompleks berukuran 4-6 cm yang ditemukan persisten setelah melampaui usia
kehamilan trimester I.
Karena massa pada adneksa biasanya asimptomatik, maka kebanyakan
dideteksi pada pemeriksaan dalam atau pemeriksaan USG prenatal. Sebelum
penggunaan ultrasonografi secara meluas, massa adneksa dalam kehamilan
biasanya tidak terdiagnosa hingga saat dilakukan seksio sesaria atau pada saat post
partum atau kalau sudah terjadi komplikasi akut berupa torsi, ruptur, perdarahan
atau infeksi.1,2
Permulaan asuhan antenatal selama kehamilan dini membantu para klinisi
mengidentifikasi abnormalitas adneksa melalui pemeriksaan pelvis yang hati-hati.
Pemeriksaan bimanual serial dan penilaian sonografi berikutnya dari kecurigaan
lesi ovarium harus dilakukan agar dapat diberikan manajemen yang tepat. Dalam
9
suatu seri yang dikumpulkan dari 382 pasien yang memerlukan operasi
abnormalitas ovarium dalam kehamilan, 45% didiagnosis selama trimester
pertama, 24% selama trimester kedua, dan 31% selama inpartu, persalinan, atau
masa nifas. Seperti yang dicatat oleh Buttery dkk 30% dari 164 tumor-tumor
ovarium yang berhubungan dengan kehamilan dideteksi dengan pemeriksaan
pelvis rutin pada pasien-pasien yang asimptomatis, dimana 62% terjadi selama
trimester pertama dan lebih dari 90% selama awal trimester kedua, yang
menggambarkan perlunya penilaian antenatal dini.3-6
Tabel 1. Presentasi dan definisi bedah tumor ovarium menurut status gestasi6
Pada pasien ini oleh karena pasien tidak melakukan pemeriksaan antenatal dengan
baik maka diagnosis suatu kistoma ovarii baru dapat ditegakkan pada trimester akhir.
Dari anamnesa pasien baru melakukan pemeriksaan kehamilan pada usia kehamilan 6
bulan dengan pemeriksaan USG oleh SpOG menunjukkan adanya suatu kista ovarium
sinistra dan hasil pemeriksaan USG kedua setelah pasien MRS dimana sulit untuk
melakukan pengukuran massa kista ovarium yang sudah memenuhi kavum douglas.
Gejala yang paling umum tumor jinak ovarium dalam kehamilan adalah nyeri
abdomen. Yang paling lazim, penyebab nyeri abdomen adalah distensi kapsul
ovarium, iskemia jaringan, dan iritasi atau inflamasi peritoneum abdominal, yang
kadang-kadang memerlukan operasi emergensi.1,7
Pertumbuhan lesi kistik yang cepat pada ovarium juga berakibat terjadinya
distensi yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan abdomen. Selanjutnya, nyeri
juga dapat terjadi akibat puntiran adneksa yang menyebabkan iskemia jaringan
dan mungkin juga dijumpai peningkatan suhu tubuh yang ringan dan lekositosis.
10
Referensi Pasien berdasarkan trimesterPertama Kedua Ketiga Nifas
Buttery dkk. 80 44 23 17White 12 15 10 11
Sivanesaratnam dkk. 9 3 9 6Teoh dkk. 17 7 14 2
Stryuk & Treffers 49 13 18 10Hopkins & Duchon 5 8 10 -
Total 172 90 84 36% 45 24 22 9
Jubb 6 12 9 6Creasman 1 3 7 6
Total 7 15 16 12% 14 30 32 24
Apakah torsi betul-betul terjadi lebih sering selama kehamilan berlanjut menjadi
perdebatan, tak terdapat korelasi yang nyata antara tipe histologi dan ukuran
tumor dengan frekuensi terjadinya torsi. Namun demikian, klinis menunjukkan
bahwa torsi ovarium selama kehamilan terutama antara 10 dan 15 minggu, dimana
ukuran dan mobilitas baik pada uterus hamil maupun ovarium pada titik ini
selama kehamilan merupakan predisposisi untuk terjadi rotasi.
Selain itu nyeri dapat pula diakibatkan oleh iritasi peritoneum abdominal oleh
komponen-komponen yang dilepaskan dari kista ovarium yang ruptur atau infeksi
pada massa adneksa yang intak. Sebaliknya, ruptur kista ovarium dengan
penyebaran darah ke dalam abdomen umumnya menyebabkan nyeri akut dan
terkadang mual dan muntah.
Obstruksi persalinan, distensi abdomen, masa abdomen yang dapat diraba, dan
maskulinisasi pada luteoma kehamilan merupakan gambaran klinik tambahan
pada tumor ovarium dalam kehamilan.8
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
Distosia karena tumor ovarium dapat terjadi bila tumor tersebut menghalangi
lahirnya janin pervaginam. Pada tumor previa sebagian atau seluruh tumor terletak
dalam kavum Douglasi. Membiarkan persalinan berlarut-larut mengandung
bahaya pecahnya tumor (bila tumor kistik) atau ruptur uteri (bila tumor solid) dan
atau infeksi intrapartum. Apabila permulaan persalinan ditemukan tumor ovarium
dalam kavum Douglasi, boleh dicoba dengan hati-hati apakah tumor dapat
diangkat ke atas rongga panggul sehingga tidak menghalangi persalinan. Apabila
percobaan itu tidak berhasil atau persalinan sudah maju sehingga percobaan
reposisi lebih sukar dan lebih berbahaya sebaiknya dilakukan seksio sesaria yang
diikuti dengan pengangkatan tumor. Pada tumor ovarium yang tidak merupakan
halangan bagi persalinan pervaginam, persalinan dibiarkan berlangsung spontan
dan tumor diangkat dalam masa nifas. Dalam masa ini ada kemungkinan terjadi
putaran tangkai tumor yang memerlukan tindakan pembedahan segera.9
Pada pasien ini dugaan suatu tumor previa karena didapati adanya massa
tumor pada cavum douglasi dari hasil pemeriksaan ultrasonografi dan tumor
kemungkinan menghalangi turunnya kepala. dimana penurunan kepala berada
pada Hodge I sehingga besar kemungkinan janin sulit dilahirkan pervaginam.
Pada pasien ini awalnya diputuskan untuk dilakukan tatalaksana ekspektatif
11
terlebih dahulu mengingat masa gestasi 36 minggu, dan tidak dijumpai kondisi
maternal, fetal maupun waktu untuk mengakhiri kehamilan segera. Tidak
dijumpai adanya keluhan terkait massa ovarium, pemeriksaan ultrasonografi yang
menunjukkan tidak adanya arah keganasan serta imunoserologi (tumor marker)
yang sensitif terhadap massa ovarium tidak meningkat atau hanya meningkat
sedikit (CEA : 1.01 ng/mL dan CA 125 : 42.15 U/mL) serta indeks tokolitik 2
mejadi pertimbangan untuk dilakukan ekspektatif. Gary S. dkk. menyatakan
pertimbangan manajemen konservatif/ekspektatif massa ovarium dalam
kehamilan memiliki risiko kanker kecil antara 0.9% dan 3%, selain itu kriteria
sonografi diyakini mampu menstratifikasi risiko secara baik.1
Dalam perkembangannya, selang 5 jam kemudian pasien mengalami inpartu,
maka diputuskan untuk dilakukan seksio sesaria segera dengan pertimbangan
ditakutkan terjadi distosia karena massa tumor memenuhi kavum douglas
sehingga diyakini menyulitkan proses persalinan pervaginam. Selain itu,
kemungkinan terjadinya ruptur kista dan infeksi intrapartum. Pada pasien ini
risiko terjadinya ruptur kista cukup besar mengingat diameter tumor yang cukup
besar yaitu sekitar 15 x 8 cm (hasil operasi). Massa tumor ovarium kemudian
dilakukan salfingooforektomi sinistra dan tubektomi Pomeroy pada tuba kanan.
Pertimbangan pembedahan segera menurut Gary S. dkk. pada pasien dengan
massa ovarium dalam kehamilan sesuai dengan indikasi : (1). Kecurigaan
keganasan dan/atau massa berukuran (>8-10cm), (2). Keluhan simptomatik dan
(3). Peningkatan risiko torsio/ruptur/obstruksi saat persalinan. Trauma, khususnya
selama inpartu dan persalinan, torsi, perdarahan intrakista spontan, dan infeksi
selama masa nifas adalah faktor predisposisi terjadinya ruptur. Ruptur kista luteal
dengan dijumpainya hemoperitoneum tampaknya terjadi dengan frekuensi yang
sama dan dominan selama awal kehamilan, di mana teratoma matur, kistadenoma,
dan kista endometriotik atau kista lainnya lebih menonjol untuk ruptur pada akhir
kehamilan, khususnya selama inpartu, persalinan, dan masa nifas. Pengangkatan
massa tumor segera setelah seksio sesaria mengingat besarnya kemungkinan
terjadinya torsi tumor akibat involusi uteri. 1,7,8
3. Bagaimanakah penatalaksanaan kehamilan dengan kistoma ovarium?
Paling sedikit 15% pasien hamil menderita suatu tumor adneksa dengan
diameter melebihi 5 cm, yang terkadang memerlukan tindakan bedah emergensi.
12
Penyebab yang umum adalah torsi adneksa yang mengelilingi ligamentum
suspensorium, yang berakibat pada nekrosis vaskuler dengan edema progresif,
infark, nekrosis, dan nyeri. Penyebab akut abdomen yang lain yaitu perdarahan
intrakista, ruptur tumor yang disertai hemoperitonium atau peritonitis kimia, dan
infeksi (tak terkecuali pasca persalinan).
Pada kondisi yang non emergensi, manajemen tumor ovarium dalam
kehamilan tergantung dari : (1). Usia gestasi, (2). Risiko pasien terhadap
timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan tumor ovarium selama periode
antepartum, inpartum, persalinan atau masa nifas, (3). Risiko yang mungkin
terjadi berupa tersamarnya proses keganasan.1,9-12
Gambar 2. Penatalaksanaan tumor ovarium selama kehamilan10
Penanganan kasus-kasus massa adneksa dalam kehamilan yang didiagnosa
secara ultrasonografi masih tetap kontroversial. Beberapa peneliti menganjurkan
eksisi pembedahan semua massa adneksa yang ditemukan dalam trimester II
Signifikan Minimal
Eksplorasi
emergensi
Evaluasi
Risiko rendah Risiko tinggi
Trimester I-II Trimester II & III akhir Trimester I-II Trimester III
Observasi Viabilitas janin Explorasi Viabilitas janin
Resolusi Persisten
Observasi Eksplorasi (15-20 minggu)
Partus normal Tumor jalan lahir, bekas SC, Cervix tidak matang
Eksplorasi 48-72 jam Eksplorasi (Seksio seasrea)
Tumor ovarium dengan kehamilan
13
kehamilan karena kira-kira 6% adalah keganasan. Beberapa peneliti lainnya
dengan menggunakan teknologi ultrasonografi yang lebih maju dapat menentukan
karakteristik tumor yang cenderung ganas sehingga tindakan konservatif serta
pengawasan yang ketat dapat dilaksanakan.
Sebagian besar massa adneksa yang dideteksi selama kehamilan bersifat jinak.
Diagnosa banding dengan kelainan patologi ovarium yang lain dapat dibuat
dengan ultrasonografi. Lavery dkk mendapati lesi-lesi ovarium yang kistik atau
tampak solid yang melebihi 2 cm (rata-rata area 15,2 cm2) pada 7,6% dari 964
pasien yang di USG selama 10 minggu pertama kehamilan. Dalam penelitian
tersebut 0,7% dari 254 pasien diperiksa diantara minggu ke-11 dan ke-20 didapati
dengan tumor ovarium. Selanjutnya, hanya 8 dari 94 pasien (8,5%) yang ditemui
pembesaran ovarium dengan USG yang memerlukan pembedahan. Sehingga,
setelah deteksi pembesaran ovarium selama trimester pertama dan awal trimester
kedua kehamilan, para ahli obstetri seharusnya mengatur untuk pemeriksaan fisik
dan USG dan mengantisipasi penyembuhan spontan. Namun, jika ukuran lesi
tetap atau membesar, eksisi bedah diindikasikan dan lebih disukai dilakukan
antara minggu ke-15 dan 20 kehamilan.
Demikian juga identifikasi abnormalitas adneksa risiko rendah selama fase
lanjut trimester kedua atau trimester ketiga memungkinkan observasi yang hati-
hati, termasuk USG periodik sampai viabilitas janin dapat diketahui.12-14
Tumor-tumor yang dianggap berisiko yaitu lesi dengan diameter melebihi 10
cm (khususnya risiko torsi pada awal trimester kedua), kapsul yang tebal, pinggir
vegetatif, septa internal multipel, konsistensi yang solid atau bernodul,
penambahan ukuran, dan adanya tanda infiltrasi pada cul-de-sac, fiksasi adneksa
atau asites. Bila lesi risiko tinggi dideteksi selama saat akhir trimester pertama
atau pada fase awal trimester ketiga, penundaan terapi bedah dianjurkan untuk
mempertinggi keselamatan janin.11-13
Tabel 2. Gambaran histologis massa adneksa yang didiagnosa dalam kehamilan11
14
Keganasan ovarium menduduki angka 2 - 6% dari seluruh massa adneksa
persisten yang didiagnosa selama kehamilan. Karsinoma ovarium epitelial
biasanya ditemui pada wanita tua dan relatif jarang pada usia reproduksi. Kejadian
karsinoma ovarium yang didiagnosa selama kehamilan berkisar 1 dari 18.000
sampai dengan 1 dari 25.000 kehamilan. Karsinoma ovarium yang sering
ditemukan pada saat kehamilan adalah kistadenokarsinoma serosum dan
musinosum, disgerminoma, dan granulosa sel.11
Bromly dan Bennacerraf mengklasifikasikan massa adneksa yang persisten
(4 cm atau lebih) kira-kira 85% jinak, dan 10,7% dicurigai ganas. Dari yang
diduga ganas secara USG hanya 7% yang benar-benar ganas. Ciri-ciri keganasan
adalah massa kompleks, gambaran padat bercampur kistik, noduler, batas tidak
tegas, septa yang tebal atau massa padat yang mengandung echo yang tidak
teratur. Hogston dan Lilform menyatakan bahwa konsistensi tumor yang
kompleks, multilokulare, berdinding tebal, atau semisolid harus diangkat pada saat
kehamilan.
Penggunaan tumor marker untuk membedakan keganasan atau bukan pada
tumor adneksa yang ditemukan saat hamil tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Ninof dan kawan-kawan melaporkan pada 16% wanita hamil normal
akan ditemui peningkatan kadar antigen CA 125. Kadar tumor marker CA 125
akan menurun dengan makin meningkatnya usia gestasi. CA 125 akan ditemui
juga pada cairan amnion dalam konsentrasi yang tinggi. Disamping itu beberapa
tumor marker akan meningkat konsentrasinya pada wanita hamil dibandingkan
wanita normal yaitu HCG, AFP, laktat dehidrogenase, dimana hanya 0,2%
disertai dengan keganasan.
15
Gambaran Histologis Jumlah PersentaseCystadenoma 549 33
Dermoid 451 27Paraovarian/paratubal 204 12Functional 237 14Endometrioma 55 3Benign stromal 28 2
Leiomyoma 23 1,5Luteoma 8 0,5
Miscellaneous 55 3
Total 1648 100
Pemeriksaan indeks morfologi tumor dapat digunakan untuk membedakan
massa adneksa yang cenderung ganas dengan melakukan penilaian pada tiga
kategori utama : volume tumor, struktur dinding tumor dan struktur septa
tumor.11,14
DePriest dkk. dalam penelitiannya yang meliputi 121 pasien mendapatkan
indeks morfologi 3.64 ± 2.98 untuk tumor ovarium jinak dan 8.46 ± 2.48 untuk
tumor ganas ovarium dengan nilai mean 9.5. Dari penelitiannya didapatkan hasil
dengan nilai indeks morfologi kurang dari 5 menunjukkan tumor tersebut jinak
dengan nilai prediksi positifnya 100%, sedangkan dengan nilai indeks morfologi
lebih dari 5 menunjukkan tumor ovarium tersebut ganas dengan nilai prediksi
negatifnya 45%. Nilai ini tidak berbeda dengan yang didapat oleh Sassone dkk.
Lim dkk mendapatkan nilai salah negatif 7% dengan menggunakan indeks
morfologi USG dalam meramalkan suatu tumor jinak, sedangkan beberapa
peneliti lain melaporkan secara bersamaan yaitu antara 5% - 9%. Meningkatkan
sensitifitas, spesifisitas dan akurasi dari pemeriksaan indeks morfologi maka
sebaiknya dikombinasi dengan indeks resistensi dan indeks pulsasi.12,14
Tabel 3. Indeks morfologi Tumor Ovarium14
Skor 0 1 2 3 4Volume < 10 cm3 10-50 cm3 > 50-200 cm3 >200-500 cm3 > 500 cm3
Struktur dinding kista
≤ 3 mm,licin
> 3 mm,licin
Papil ≤ 3 mm Papil ≥ 3 mm Dominan Padat
Struktur Septa Septa(-) Tipis 3 mm Tebal 3 mm -1cm
Padat > 1 cm Dominan Padat
Wheeler dan flicker dengan menggunakan color dopler USG, keganasan dapat
didiagnosa bila didapati gambaran : septa yang irreguler, indeks pulsasi yang
rendah <0,1 dan resistensi indeks yang rendah. Dengan USG beresolusi tinggi
sensitifitas dalam menentukan keganasan sebesar 96,6%, spesifisitas 77%, nilai
duga negatif 99%. Selain dengan USG dapat digunakan juga MRI. Lowe dan
kawan-kawan meneliti penggunaan MRI pada kehamilan cukup aman bagi fetus.
Dengan MRI dapat dilihat gambaran anatomi maternal dan fetus baik yang normal
maupun abnormal secara lebih jelas dan rinci. Gambaran magnetik resonance
dengan resolusi tinggi pada potongan melintang akan memberikan gambaran yang
rinci tentang karakteristik tumor. Gambaran patologi anatomi juga dapat
dipengaruhi oleh kehamilan, pada tumor serosa yang borderline disertai dengan
kehamilan secara mikroskopik akan menunjukkan gambaran malignansi, dan
16
biasanya akan mengalami regresi setelah proses persalinan.14
Penatalaksanaan tumor ovarium pada kehamilan sampai saat ini masih
kontroversi. Seperti sudah disebut diatas, kira-kira 1% wanita hamil pada
pemeriksaan USG akan didapatkan adanya massa pada adneksa. Kebanyakan
massa pada adneksa yang didiagnosa saat kehamilan biasanya berhubungan
dengan proses kehamilannya. Antara lain korpus luteum, atau kista theka lutein,
yang kebanyakan akan mengalami regresi pada trimester II. Oleh karena itu
kebanyakan ahli akan melakukan tindakan konservatif, dengan melakukan
observasi serial dengan USG saja.
Dahulu setiap wanita hamil yang didiagnosa adanya massa adneksa yang
persisten sampai dengan trimester II dilakukan intervensi bedah. Rasionalisasi
tindakan ini adalah untuk menetapkan diagnosa keganasan dan mencegah
komplikasi seperti ruptur, torsi, dari tumor dan mencegah terjadinya distosia atau
kegagalan kehamilan.
Beberapa peneliti akhir-akhir ini lebih menganjurkan penggunaan USG untuk
membedakan karakteristik tumor ovarium yang berisiko tinggi untuk keganasan
dengan yang tidak potensial ganas yang mana dapat dilakukan penatalaksanaan
secara ekspektatif.
Kista simpleks yang persisten dapat juga ditatalaksanai dengan drainase
perkutaneus atau pervaginam dengan tuntunan USG, tindakan ini akan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi seperti ruptur, torsi, nyeri dan
perdarahan atau persalinan yang terhambat. Aspirasi kista simpleks perkutaneus
dengan tuntunan USG relatif aman, kejadian komplikasi seperti infeksi dan
perdarahan cukup rendah. Tindakan ini dapat menghindarkan intervensi bedah
pada saat kehamilan. Platek dkk. melakukan drainase perkutaneus kista simpleks
pada 5 orang pasien, 3 diantaranya dilakukan pada keadaan torsi dari kista, dan 2
dilakukan untuk menghindari obstruksi persalinan.13
Hess melaporkan 15 dari 54 pasien yang dioperasi karena adanya kista ovarii
yang persisten atau pembedahan darurat, didapatkan bahwa pembedahan yang
dilakukan atas dasar adanya kedaruratan akan lebih banyak menimbulkan
komplikasi obstetri. Dari 15 pasien yang dioperasi, 6 atas indikasi ruptur kista, 7
karena torsi, dan 1 oleh karena infark dan lebih dari 6 penderita yang dilakukan
tindakan pada trimester I, ada 50% mengalami abortus spontan. Dari 5 yang
dilakukan pada trimester II, 1 mengalami abortus spontan. Empat yang dilakukan
17
pada akhir semester II dan III, keseluruhannya mengalami partus prematurus.
Pada penelitian Hess dkk. pada 54 kasus yang dilakukan pembedahan darurat
dan elektif ternyata keluaran yang jelek lebih sering terjadi pada kasus-kasus yang
dilakukan pembedahan darurat. Oleh karena itu peneliti menganjurkan
pembedahan sebaiknya dilakukan secara elektif pada pasien-pasien yang
ditemukan adanya massa dengan ukuran lebih dari 6 cm. 11,12
Bila tindakan pembedahan perlu dilakukan pada pasien-pasien tanpa
komplikasi akut sebaiknya dilakukan pada minggu 15 sampai dengan 20
kehamilan. Kista yang fisiologis biasanya sudah mengalami resolusi pada saat ini.
Dan bila diperlukan tindakan ooforektomi, fungsi plasenta sudah dapat
menggantikan fungsi hormonal korpus luteum. Bila mungkin, operasi ditunda
sampai melewati trimester pertama atau sampai maturitas janin terjadi jika tumor
didiagnosis selama paruh akhir kehamilan.13
Prosedur operatif dilakukan dengan tepat, melalui insisi vertikal, manipulasi
uterus dikurangi, dan bantuan ahli onkologi digunakan untuk menilai terapi bedah
yang sesuai jika ditemui proses kegansan. Yang juga penting adalah menghindari
hipotensi dan hipoksia dengan memperhatikan hidrasi, oksigenasi, intubasi, posisi
ibu, dan monitoring intraoperatif. Selanjutnya monitoring pasca operasi yang
kontinyu terhadap iritabilitas pasca operasi setelah usia gestasi 20 minggu
merupakan hal yang rutin dan digunakan obat tokolitik.
Efikasi penggunaan progesteron sebelum usia gestasi 20 minggu untuk
mengurangi keguguran masih terus diperdebatkan. Namun, pengangkatan korpus
luteum sebagian atau seluruhnya sebelum plasenta memproduksi progesteron yang
cukup dapat menyebabkan evakuasi uterus spontan. Hills dkk. mengadakan
penilaian retrospektif dan mendapatkan bahwa abortus tidak berkurang bila
digunakan progesteron sebelum atau setelah operasi. Sebaliknya, Karpathios dkk
menggunakan isoksuprin dan progesteron secara bersamaan sebelum 20 minggu
dan mendapatkan hasil yang baik. Hopkins dan Duchon memberikan progesteron
saja sebelum dan sesudah operasi pada trimester pertama dan awal trimester kedua
dimana tidak terjadi abortus. Sayangnya, tak ada uji kontrol prospektif yang
dilakukan untuk menilai progesteron setelah operasi adneksa, sehingga efikasinya
masih tetap belum diketahui.13,15
Prosedur pembedahan yang dilakukan adalah insisi sedemikian rupa sehingga
mengoptimalkan lapangan operasi dengan manipulasi uterus seminimal mungkin.
18
Intervensi yang dilakukan dapat berupa laparoskopi, laparotomi dengan
kistektomi sampai dengan laparotomi staging yang komprehensif. Insisi vertikal di
garis tengah digunakan untuk memungkinkan eksplorasi bagi reseksi yang sesuai
dengan manipulasi uterus yang minimal. Saat kavum abdomen dibuka cairan
asites diambil untuk sampel atau dilakukan bilasan peritonium cul-de-sac dan
kuadran kanan atas untuk pemeriksaan sitologi. Semua visera secara sistematis di
inspeksi dan dipalpasi, perlengketan dibebaskan, dan setiap ada kecurigaan
perlengketan atau lesi, dilakukan eksisi untuk pemeriksaan histologi. Ovarium
dinilai untuk menentukan apakah perlu dilakukan reseksi parsial, ooforektomi,
atau tindakan bedah lain yang lebih luas.15
Penatalaksanaan bedah pada karsinoma ovarium dengan kehamilan sama
dengan penderita karsinoma ovarium yang tidak hamil. Oleh karena kebanyakan
karsinoma ovarium yang didiagnosa pada kehamilan biasanya masih dalam
stadium I, maka tindakan yang dianjurkan adalah unilateral ooforektomi atau
salpingoooforektomi, omentektomi dan limfadenektomi pelvis dan paraaorta.16,17
Jika pasien tetap asimptomatis dan normal, tidak banyak peristiwa persalinan
diantisipasi dan dialami, atau suatu massa ovarium secara awal didiagnosis selama
persalinan rutin atau periode segera setelah persalinan, eksplorasi bedah sebaiknya
segera dilakukan 48 sampai 72 jam setelah persalinan.14,18
IV. KESIMPULAN
1. Diagnosa pada kasus ini yaitu suatu kehamilan dengan kistoma ovarii yang
ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang diperkuat dengan
hasil pemeriksaan USG.
2. Penatalaksanaan pada kasus ini dengan terminasi perabdominam tepat karena
pada kasus ini ditemui adanya massa tumor di kavum douglas dimana tumor
menghalangi turunnya bagian terbawah janin yang kemungkinan dapat
menyebabkan distosia. Terminasi kehamilan pada kasus ini juga ditujukan untuk
mengantisipasi terjadinya persalinan yang berlarut-larut yang dapat
meningkatkan risiko ruptur tumor dan infeksi intrapartum. Selain itu,
dilaksanakannya salfingooforektomi sinistra bersamaan tubektomi pada tuba
kanan untuk mengurangi morbiditas maternal.
3. Penatalaksanaan kehamilan dengan tumor ovarium pada kondisi yang non
emergensi tergantung dari : (1). Usia gestasi; (2) Risiko pasien terhadap
19
timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan tumor ovarium selama periode
antepartum, inpartum, persalinan atau masa nifas; (3). Risiko yang mungkin
terjadi berupa tersamarnya proses keganasan.
4. Bila tindakan pembedahan harus dilakukan pada pasien-pasien tanpa komplikasi
akut maka sebaiknya pembedahan dilakukan pada minggu 15 sampai dengan 20
kehamilan. Bila memungkinkan, operasi ditunda sampai melewati trimester
pertama atau sampai maturitas janin terjadi jika tumor didiagnosis selama paruh
akhir kehamilan.
RUJUKAN
1. Gary S, Leiserowitz. Managing Ovarian Masses During Pregnancy. CME Review Article. 2006, Volume 61, Number 7: 463-470.
2. Mitchel Hoffman, Robyn Sayer. Adnexal Mass In Pregnancy. A Guide To Management. OBG Management. March 2007; 27-44.
3. Tommaso Bignardi, et al. The Management Of Ovarian Pathology In Pregnancy. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 23 (2009) 539–548
4. Chung A, Birnbaum SJ. Ovarian cancer associated with pregnancy. Obstet Gynaecol 1973; 41: 211-214
5. Buttery BW, Beischer NA, Fortune DW, et al. Ovarian tumors in pregnancy. Med J Aust 1973; 1: 1345-1349
6. White KC. Ovarian tumors in pregnancy: a private hospital 10 year survey. Am J Obstet Gynaecol 1973; 116: 544-550
7. Sivanesaratnam V, Ang LT, Sinnathuray TA. Ovarian tumors complicating pregnancy in a malaysian study. Med J Malaysia 1976; 30: 291-295
8. Karpathios S, lolis D, Tzigounis D, et al.. Ovarian neoplasms and pregnancy. Int Surg 1977; 62: 80-81
9. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001
10. Teoh SH, Lim E, Vengadasalam D. Ovarian tumors in pregnancy: a review. Singapore Med J 1984; 25: 165-167
11. Sinnathuray TA. Ovarian tumors in pregnancy: a clinicopathologic study of 19 surgically proven cases in a Southeast Asian hospital. Int Surg 1971; 55: 422-430
12. Portuondo JA, Gimenez B, Rivera JM, et al. Clinical and pathologic evaluation of 342 benegin ovarian tumors. Int J Gynaecol Obstet 1984; 22: 263-267
13. Creasman WT, Rutledge F, Smith JP. Carcinoma of the ovary associated with pregnancy. Obstet Gynaecol 1971; 38: 111-116
14. Ballard CA. Ovarian tumors associated with pregnancy termination patients. Am J Obstet Gynaecol 1984; 149: 384-387
15. Jubb ED. Primery ovarian carcinoma in pregnancy. Am J Obstet Gynaecol 1963; 85: 345-35416. Berek JS, Hacke NF. Practical gynecologic oncology. 3rd ed. Philadelphia – Baltimore – New
York – London: Lippincott Williams & Wilkins, 200017. Ben - Zion Taber. Manual of gynecologic and obstetric & emergencies. 2nd ed. Philadelphia –
London – Toronto : WB. Saunders Company, 199418. Managing complications in pregnancy and childbirth ( Integrated management of pregnancy and
childbirth ) World Health Organization (WHO), 2000
20