Cara Menyampaikan Aspirasi
-
Upload
adriano-joshua -
Category
Documents
-
view
77 -
download
1
description
Transcript of Cara Menyampaikan Aspirasi
CATATAN DEDEN MUALO
jika belajar kita akan salah selanjutnya benar,mulailah!dan membaca adalah modal untuk memberbaiki kesalahan.
Selasa, 31 Januari 2012
AKSI DAN PENYAMPAIAN ASPIRASI ( DEMONSTRAS I) DI INDONESIA
Sejak diberdirikannya Negara Indonesia dengan menggunakan
sistem demokrasi yaitu termuat dalam UUD 1945 yang intinya
”Kedaulatan Adalah di tangan Rakyat” walau awalnya dibatasi oleh
kedudukan MPR RI sebelum perubahan yaitu” MPR Sebagai
Penjelmaan Seluruh Rakyat Indonesia Dan Merupakan Lembaga
Tertinggi Negara, Pemegang dan Pelaksana Sepenuhnya Kedaulatan”
Namun melalui perubahan UUD 1945 selama empat kali dari tahun
1999 (pertama), tahun 2000 (kedua), tahun 2001 (ketiga ) dan pada
perubahan keempat tahun (2002). Barulah ditemukan rumusan
demokrasi negara Indonesia dalam UUD 1945 BAB (1) bentuk dan
kedaulatan pasal 1 ayat (2) yaitu “Kedaulatan Berada di Tangan
Rakyat dan Dilaksanakan Menurut Undang-Undang Dasar”
Pelaku utama demokrasi bukanlah parpol, majelis dan dewan
perwakilan rakyat, pemerintah atau lembaga apapun yang lain.
Pemeran utama demokrasi adalah rakyat,1. Rakyat sendiri yang
menentukan nasibnya untuk mengatur sendiri dengan bebas disegala
kegiatan publik baik politik, ekonomi, penegakan hukum sosial dan
lain-lain. Dalam teori masyarakat demokratis, pemerintahan
mendapatkan “kekuasaan yang sah berkat persetujuan dari yang
diperintah”(deklarasi of endependence). Karena tidak ada alasan bagi
Negara untuk eksis selain untuk melayani kepentingan rakyat.2
Banyak momentum yang telah tercatat dalam sejarah bangsa ini untuk
mewujudkan kepentingan rakyat.
Sejarah perjuangan rakyat dengan sadar untuk mengatur dirinya
atas pemerintahan yang gagal memberikan jaminan kesejahtraan,
kebebasan HAM dan penegakan hukum. Tercatat sejak pemerintahan
presiden pertama Indonesia (Soekarno ) yang mengangkat harkat
rakyatnya yang menderita namun jatuh karena ketidak beresan
ekonomi,3 dan lemahnya intergritas bangsa dari rongrongan partai
komonis Indonesia tahun 1966. Akibatnya dengan adanya Surat
Perintah Sebelas Maret (supersemar) Soekarno mengundurkan diri
dan selanjutnya digantikan oleh Soeharto yang memimpin Negara
selama 32 tahun dari tahun 1966 hingga 1998. Namun kekuasaan
presiden kedua ditumbangkan dengan kesepakatan bersama rakyat
dalam aspirasinya adalah demokrasi dan pemerintahan yang bersih
bebas korupsi, kolosi dan nepotisme, militer harus professional dan
dwi fungsi ABRI akan ditinggalkan, tidak ada lagi badan ekstra
yudisial, konglomerasi dihapuskan, ekonomi kerakyatan dan turunkan
harga BBM, Penghormatan atas hak asasi manusia, pers bebas dan
segala janji penuh harapan.4 Dengan satu tema menuntut adanya
reformasi dan akhirnya lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh
ribuan mahasiswa dan demonstran, akhirnya memaksa Presiden
Soeharto melepaskan jabatannya. Hingga Habibi dan Abdurahman
Wahid sampai Sosilo bangbang yodoyono sebagai presiden
selanjutnya masih belum mampu menjawab suara rakyat Indonesia.
Sejarah Reformasi telah berlalu sepuluh tahun lebih walau
tuntutan reformasi telah ada realisasinya namun rakyat masih bersuara
menegaskan eksistensinya akan demokrasi dan kesejahtraan. Cita-cita
Negara kesejahtraan (walfare state ) berdasarkan hukum makin kabur.
Korupsi terus dibicarakan5, kolusi dan nepotisme semakin mengakar
baik institusi negeri maupun suwasta, kebijakan pemerintah menaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) dan banyaknya pengangguran baik
karena sempitnya lowongan pekerjaan maupun terjadinya pemutusan
hubungan kerja (PHK) artinya Rakyat semakin jauh dari
kesejahteraan. Kemiskinan dan pemiskinan membawa di kalangan
masyarakat di berbagai daerah. Jika diukur dari kondisi rakyat
Maluku, tugas pokok atau pelayanan pemerintah maluku terhadap
rakyat di bidang kesejahtraan sosial, pendidikan (Edukatif) dan
penegakan hukum belum terlaksana dengan baik. Maka
konsekuensinya rakyat berhak marah dan berteriak menyuarakan
aspirasinya dengan aktif bahkan bisa jadi dapat merubah dan
menggantikan kekuasaan yang memerintah. Dari berbagai kasus
buruknya pelayanan sosial, edukatif (pendidikan ) kesejahteraan
ekonomi dan penegakan hukum di Indonesia, namun yang menjadi
track record buruknya kinerja pemerintahan adalah dalam hal
penegakan hukum karena berbagai kasus korupsi dan kriminal belum
jelas penangannya.
Selama masih ada penindasan, penghisapan terhadap rakyat oleh
kekuasaan maka akan terus bertamba aksi-aksi masa, karena hanya
dengan ini cara yang efektif menurut rakyat. Dalam bahasanya Tan
Malaka mengatakan idealisme tak akan mati selama masih ada
perjuangan kelas.6 Seharusnya pemimpin dan penguasa negeri ini
yang mendapatkan legitimasi rakyat, menghargai amanah yang telah
rakyat percayakan kepada mereka. Bukan, malah memanfaatkan
kelemahan rakyat untuk kepentingan pribadi.
Suara rakyat dengan mendelegasikan kepada demonstran telah
mengantarkan banyak kasus di meja hukum dan telah berhasil
mengontrol, menekan dengan mengoreksi kebijakan pemerintah untuk
melayani rakyat dengan pelayan yang memandai. Walau kemerdekaan
menyampaikan aspirasi adalah hak seluruh rakyat Indonesia namun
gerakan turun di jalanan lebih dominan dilakukan kelompok
kelompok mahasiswa atau aktivis. Peran aktivis mahasiswa dan
pemuda selalu mewarnai dinamika perpolitikan Negara Indonesia,
suatu kelajiman sebagai generasi dan kelompok paling militan, kritis,
dan vokal .
Fenomena Unjuk rasa menyimpang banyak persepsi baik dari
kalangan pemerintahan penguasa hingga masyarakat akar rumput.
Fenomena Demonstrasi sebagai perjuangan moral dalam merebut hak
rakyat mendapatkan keadilan, kesejahtraan dari kekuasaan yang
menyimpang dari fungsinya. Dalam hal ini, aksi demonstrasi dalam
menyampaikan aspirasi bisa jadi sebagai sarana amar ma'ruf nahi
mungkar dan jihad. Kaitannya sebagai sarana amar ma'ruf nahi
mungkar dan jihad, Demonstrasi dapat digunakan untuk melakukan
perubahan menuju suatu nilai dan sistem yang lebih baik.7 Suatu
Pergerakan dengan idialisme yang tinggi, memperjuangan kebenaran
dan keadilan bagi seluruh rakyat dengan tidak memihak atau di
sebabkan atas kepentingan pribadi juga menjunjung nilai agama dan
dalam bingkai demokrasi.
Bisa juga, ditafsir sebagai reaksi atas tebalnya tembok
kekuasaan sehingga aspirasi mahasiswa tidak bisa tersalurkan. Untuk
itu,Demonstrasi harus ribut dulu biar didengar. Kalau demo dilakukan
dengan santun, jangan harap akan didengarkan. Meskipun kita punya
mekanisme perwakilan seperti DPR, namun tidak berarti aspirasi
rakyat akan didengarkan dengan cepat. Buktinya, ada begitu banyak
aspirasi yang mengalir begitu saja, tanpa didengarkan. Nah, demo
rusuh bisa dilihat sebagai siasat mereka untuk didengarkan. Meskipun
demo ini dampaknya sangat disayangkan sebab merugikan banyak
pihak, termasuk mahasiswa/demonstran sendiri,8. Gerakan para
demonstran yang di warnai dengan aksi bentrok bentrokan sebagai
cara untuk di dengar terjebak pada metode aksi yang monoton walau
hasilnya akan mempercepat kinerja pemerintahan maupun penguasa
negeri ini.
Selain itu, Gerakan demonstrasi telah terjebak dalam aksi-aksi
mediatik yang manipulatik dan menyesatkan. Hal ini digambarkan
ketika masa demonstrasi beraksi untuk menyampaikan aspirasi selalu
mengandalkan media masa baik elektronik maupun cetak untuk
mengespos aksi yang dilakukan. Memang demonstrasi membutuhkan
media untuk memberitakan aksi dan aspirasi kepada khalayak umum.
Namun Pada bagian terburuknya ketika aksi demonstrasi yang
mediatik itu berjalan dan tidak ada media yang menyerotinnya,
gerakan tersebut harus beruba bentrok-bentrokan dan rusak-rusakan
sehingga bisa menjadi berita yang hangat di berbagai media. Bagi
para jurnalis,aksi anarkis adalah lahan berita yang paling cepat
tayang. Di sini terjadi simbiosis mutualisme antara media dan
mahasiswa itu. Para mahasiswa itu memahami watak para pengelola
media yang memegang kalimat sakti “Bad news is good news.”
Mereka menyajikan good news demi berita yang segera tayang di
semua televisi.9 Aksi demostrasi model ini dipakai oleh kelompok
kelompok aktivis pragmatis, tidak mengindahkan aturan yang berlaku.
Gerakan ini biasanya membawa isuh isuh yang telah usang dan elitis
namun memilik nilai kebenaran dan keadailan. Bagi demonstran Aksi
demonstrasi tidak akan berhasil menekan pemerintah jika tidak
diekspos di media dengan tebuka.
Demonstarsi dapat dijadikan komoditas politik yang berorientasi
pada perolehan materi dan kekuasaan. Sering di sebutnya dengan
demonstrasi yang ditunggangi oleh kepentingan politik untuk merebut
dan menjatuhkan citra seorang pemimpin pemerintahan yang sedang
menjabat.
Aksi demonstrasi oleh mahasiswa banyak ditunggangi oleh
kepentingan politik,apalagi ketika momen-momen pilkada,para
politisi akan memakai jasa demonstran untuk menjatuhkan lawan-
lawan politik.
Dengan kwantitas demonstrasi yang semakin bertambah dari
tahun ke tahun, kita bisa mengukur kwalitas demonstrasi tersebut.
Berkaitan dengan pembacaan ini, kebutuhan perangkat dan
perlengkapan aksi seperti memobilisasi masa, logistik, konsumsi,
megapon atau sound system, spanduk, poster, membutuhkan anggaran
yang besar. sehingga kordinatur lapangan (korlap) akan mencari
pendonor yang berkepentingan dengan isuh yang disampaikan untuk
menfasilitasi demostrasi yang akan berlangsung. Hal yang wajar,
Namun demonstran akan terjebak pada jebakan kemenangan yang
pragmatis. Demonstran akan merasa telah menang menyuarakan
aspirasi namun disisi lain terjebak oleh kepentingan para politisi yang
mempolitisir aksi tersebut. Demonstrasi model ini dikontrol ketertiban
dan kelancarannya oleh para politisi. Artinya damai dan tidaknya aksi
tersebut tergantung kehendak sang politisi. Disisi lain, anggota
demonstran sendiri akan menjadi korban kepentingan pemimpin
demonstrasi. Diistilahkan oleh mahasiswa, demonstrasi tanpa nasi
hilang kosentrasi. berkorban untuk kepentingan politisi untuk nasi
satu bungkus adalah hal yang lajim terjadi di kalangan aktivis
demonstran.
Dalam hal ini kepolisian harus mampu mendeteksi informasi
dilaksanakannya demonstras, agar tidak di intervensi oleh pihak pihak
yang sengaja mempolitisir aksi tersebut. Dalam perkap No 9 tahun
2008 Tentang Tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan
penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum pasal 14
hurup (b) yaitu bahwa kepolisian bertugas “menjamin kebebasan
penyampaian pendapat dari intervensi pihak lain” untuk itu kepolisian
harus mengefektifkan fungsi intelejensi dalam mendeteksi informasi
baikyang berkaitan dengan isuh demonstrasi maupun potensi anarkis
daris demonstrasi yang akan berlansung.
Gerakan masa yang berdalil membawakan suara rakyat namun
dibelakangnya cenderung merusak semangat dan tujuan demonstrasi
itu sendiri. Dengan memanfaatkan kebebasan menyampaikan
pendapat untuk menghidupi kepentingan kelompok dan golongan.
Demonstrasi sebagai kebebasan setiap warga namun
pelaksanaannya terbagi dalam kelompok kelompok dengan idealisme
dan fokus isuh yang dibawakan. Pembagian Kelompok-Kelompok
Demonstran yang menjembatani suara rakyat yakni:
1. Kelompok Sosialis: Pada kelompok ini unjuk rasa di dalamnya
mengandung unsur protes terhadap perbedaan tingkat sosial dan tidak
ada gerakan yang menamakan dirinya sosial tanpa menyatakan protes
semacam itu10. Lebih cenderung mengangakat isu-isu sosial berupa
kesejahtraan ekonomi, yang berlangsung secara demokratis dan
bertujuan untuk kemerdekaan, kesejahtraan, dan kebahagiaan11. Di
sisi lain Idialisme kaum sosial, menurut Wiliam Moris dan Jhon
Ruskin bukanlah suatu program politik atau ekonomi kerakyatan,
melainkan satu pemberontakan terhadap kehidupan yang kotor,
membosankan, dan miskin di bawa kapitalisme industri, dalam
kelompok unjuk rasa yang dinamakan kelompok sosialis banyak
menghuni kampus-kampus dan mendapatkan sumbangsi pengetahuan
sosialis dari hasil kajian kelompok.
2. Kelompok Nasionalis: Pada kelompok ini unjuk rasa di dalamnya
mengandung isu-isu penguatan rasa-identitas yang sangat mendalam
antara warga Negara.
3.Kelompok Agamis:Pada kelompok ini unjuk rasa terfokus untuk
membawa isuh-isuh agama yakni mengenai perjuangan simbol-
simbol agama ataupun penegakan (moral) masyarakat beragama.
Pada umumnya aksi turun di jalan merupakan hak masyarakat
yang merdeka dalam menyuarakan aspirasi sebagai kontrol
pemerintah dalam menentukan nasib bangsa dan rakyat yang
berdaulat. Hadirnya kelompok-kelompok demonstran dengan
memfokuskan pada satu isu mewarnai dinamika demokrasi di Negara
Indonesia. Aktifitas kelompok-kelompok dalam berdemonstrasi ini
selalau memunculkan idelaisme yang kuat namun kaku, karena
perhatiannya pada satu permasalahan saja sedangkan di Negara ini
banyak masalah yang membutuhkan kekuatan bersama untuk
merubahnya dengan demonstrasi.