Cara Kerja CAPD
-
Upload
zakaria-kaka -
Category
Documents
-
view
315 -
download
8
description
Transcript of Cara Kerja CAPD
A. Cara Kerja CAPD
a. Pemasangan Kateter untuk Dialisis Peritoneal
Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat keluar
masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke dalam rongga perut
(peritoneum). Akses ini berupa kateter yang “ditanam” di dalam rongga perut dengan
pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah pusar. Lokasi dimana sebagian kateter
muncul dari dalam perut disebut “exit site”.
Sebelum pemasangan kateter peritoneal, dokter mencuci dan mendesinfeksi
abdomen. Anastesi lokal diberikan di daerah tengah abdomen sekitar 5 cm di bawah
umbilicus. Dokter membuat insisi kecil dan kateter multinilon dimasukkan ke dalam rongga
peritoneum. Kemudian, daerah tersebut ditutup dengan balutan.
Proses pemasangan:
Mula-mula, alat perangkat harus disiapkan. Ini terdiri dari alat baxter “dineal”R61L”
yang besar dengan tetes rangkap dimana diikatkan dua kantong cairan dialysis 1 L. Dari
pipa umum, alat tetes rangkap ada suatu pipa tambahan yang menuju ke belakang, ini untuk
meng“syphon off” cairan dari peritoneum. Seluruh pipa harus terisi dengan cairan yang
dipakai. Sebuah kantong pengumpulan steril yang besar (paling sedikit volume 2 L)
diikatkan pada pipa keluar.
Kemudian, anastesi local (lignocain 1-2%) disuntikkan ke linea alba antara pusar atau
umbilicus dan symphisis pubis, biasanya kira-kira 2/3 bagian dari pubis. Bekas luka pada
dinding abdominal harus dihindari dan kateter dapat dimasukkan sebelah lateral dari selaput
otot rectus abdominus. Anastesi local yang diberikan cukup banyak (10-15 ml) dan yang
paling penting untuk meraba peritoneum dan mengetahui bahwa telah diinfiltrasi, bila
penderita gemuk, sebuah jarum panjang (seperti jarum cardiac atau pungsi lumbal)
diperlukan untuk menganastesi peritoneum.
Suatu insisi kecil (sedikit lebih pendek dari garis tengah kanula) dibuat di kulit dengan
pisau nomor 11. Kateter peritoneal kemudian didorong masuk ke ruang peritoneal dengan
gerakan memutar (seperti sekrup). Sewaktu sudah masuk, pisau ditarik 1 inci dan kateter
diarahkan ke pelvis. Kdang-kadang dinding atau selaput peritoneum terasa sebagai dua
lapis yang dapat dibedakan, keduanya harus ditembus sebelum menarik pisau dan
mengarahkan kateter. Pada waktu ini, harus segera dijalankan atau dialirkan 2 L cairan dan
diperhatikan reaksi penderita, minimalkan rasa tidak nyaman. Segera setelah cairan ini
masuk, harus di “syphon off” untuk melihat bahwa system tersebut mengalir lancar,
sesuaikan posisi kateter untuk menjamin bahwa aliran cukup baik. Beberapa inci dari kateter
akan menonjol dari abdomen dan ini dapat dirapikan bila perlu. Namun paling sedikit 1 atau
2 inci harus menonjol dari dinding perut. Hal ini kemudian dikuatkan ditempat dengan
elastoplas. Dengan tiap trokat ada suatu pipa penyambung yang pendek yang
menghubungkan kateter ke alat perangkat.
b. Pemasukan Ciran Dialisat
Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk
dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Ketika
dialisat berada di dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan
kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat.
Sekitar 2 L dialisat dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh kemudian disambungkan
dengan kateter peritoneal melalui selang.dialisat steril dibiarkan mengalir secepat mungkin
kedalam rongga peritoneum. Dialisat steril 2 L dihabiskan dalam waktu 10 menit. Kemudian
klem selang ditutup. Osmosis cairan yang maksimal dan difusi –solut/butiran ke dalam
dialisat mungkin terjadi dalam 20-30 menit. Pada akhir dwell-time (waktu yang diperlukan
dialisat menetap di dalam peritoneum), klem selang dibuka dan cairan dibiarkan mengalir
karena gravitasi dari rongga peritoneum ke luar (ada kantong khusus). Cairan ini harus
mengalir dengan lancar. Waktu drainase (waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan
semua dialisat dari rongga peritoneum) adalah 10-15 menit. Drainase yang pertama
mungkin berwarna merah muda karena trauma yang terjadi waktu memasang kateter
peritoneal. Pada siklus ke-2 atau ke-3, drainase sudah jernih dan tidak boleh ada lagi
drainase yang bercampur dengan darah. Setelah cairan dikeluarkan dari rongga peritoneum,
siklus yang selanjutnya harus segera dimulai. Pada pasien yang sudah dipasang kateter
peritoneal, sebelum memasukkan dialisat kulit diberi obat bakterisida. Setelah dialisis
selesai, kateter dicuci lagi dan ujungnya ditutup dengan penutup yang steril.
Zat-zat racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat
melalui selaput rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai “alat
penyaring”, proses perpindahan ini disebut Difusi.
Cairan dialisat mengandung dekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan untuk
menarik kelebihan air, proses penarikan air ke dalam cairan dialisat ini disebut Ultrafiltrasi.
c. Proses Penggantian Cairan Dialisis
Proses ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan waktu singkat (± 30
menit). Terdiri dari 3 langkah:
1. Pengeluaran cairan
Cairan dialisat yang sudah mengandung zat-zat racun dan kelebihan air akan
dikeluarkan dari rongga perut dan diganti dengan cairan dialisis yang baru. Proses
pengeluaran cairan ini berlangsung sekitar 20 menit.
2. Memasukkan cairan
2 L cairan dialirkan pada kira-kira setiap 45-60 menit, biasanya hanya memakan waktu
5 menit untuk mengalirkan. Cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut melalui kateter.
3. Waktu tinggal
Sesudah dimasukkan, cairan dialisat dibiarkan ke dalam rongga perut selama 4-6
jam, tergantung dari anjuran dokter. Atau cairan ditinggal dalam ruang peritoneum untuk
kira-kira 20 menit dan kemudian 20 menit dibiarkan untuk pengeluaran. Setelah itu, 2 L
cairan lagi dialirkan. Hal ini diulang tiap jam untuk 36 jam atau lebih lama bila perlu.
Suatu catatan, keseimbangan kumulatif dari cairan yang mengalir ke dalam dan keluar
harus dilakukan dengan dasar tiap 24 jam. Suatu kateter “Tenchoff” yang fleksibel dapat
dipakai juga dapat ditinggal secara permanen untuk CAPD dari penderita yang
mengalami gagal ginjal tahap akhir.
Proses penggantian cairan di atas umumnya diulang setiap 4 atau 6 jam (4 kali
sehari), 7 hari dalam seminggu.
B. Prinsip-prinsip CAPD
CAPD bekerja berdasrkan prinsip-prinsip yang sama seperti pada bentuk dialisis
lainnya, yaitu: difusi dan osmosis. Namun, karena CAPD merupakan terapi dialisis yang
kontinyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaan yang stabil.
Nilainya tergantung pada fungsi ginjal yang masih tersisa, volume dialisa setiap hari, dan
kecepatan produk limbah tesebut diproduksi. Fluktuasi hasil-hasil laboritorium ini pada
CAPD tidak bergitu ekstrim jika dibandingkan dengan dialysis peritoneal intermiten karena
proses dialysis berlangsung secara konstan. Kadar eletrilit biasanya tetap berada dalam
kisaran normal.
Semakin lama waktu retensi, kliren molekul yang berukuran sedang semakin baik.
Diperkirakan molekul-molekul ini merupakan toksik uremik yang signifikan. Dengan CAPD
kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah, seperti ureum, akan
berdifusi lebih cepat dalam proses dialysis daripada molekul berukuran sedang, meskipun
pengeluarannya selama CAPD lebih lambat daripada selama hemodialisa. Pengeluaran
cairan yang berlebihan pada saat dialysis peritonial dicapai dengan menggunakan larutan
dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi sehingga tercipta gradient
osmotic. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia dengan bebepara ukuran
volume, yaitu mulai dari 500 ml hingga 3000 ml sehingga memungkinkan pemulihan dialisat
yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik pasien. Semakin tinggi
konsentrasi glukosa, semakin besar gradient osmotic dan semakin banyak cairan yang
dikeluarkan. Pasien harus diajarkan cara memilih larutan glukosa yang tepat berdasarkan
asupan makanannya.
Pertukaran biasanya dilakukan empat kali sehari. Teknik ini berlangsung secara
kontinyu selama 24 jam sehari, dan dilakukan 7 hari dalam seminggu. Pasien melaksanakan
pertukaran dengan interval yang didistribusikan sepanjang hari (misalnya, pada pukul 08.00
pagi, 12.00 siang hari, 05.00 sore dan 10.00 malam). Dan dapat tidur pada malam harinya.
Setipa pertukaran biasanya memerlukan waktu 30-60 menit atau lebih; lamanya proses ini
tergantung pada lamanya waktu retensi yang ditentukan oleh dokter. Lama waktu penukaran
terdiri atas lima atau 10 menit periode infus (pemasukan cairan dialisat), 20 menit periode
drainase (pengeluaran ciiran dialisat) dan waktu rentensi selama 10 menit, 30 menit atau
lebih.