Cara Kerja CAPD

7
A. Cara Kerja CAPD a. Pemasangan Kateter untuk Dialisis Peritoneal Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat keluar masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke dalam rongga perut (peritoneum). Akses ini berupa kateter yang “ditanam” di dalam rongga perut dengan pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah pusar. Lokasi dimana sebagian kateter muncul dari dalam perut disebut “exit site”. Sebelum pemasangan kateter peritoneal, dokter mencuci dan mendesinfeksi abdomen. Anastesi lokal diberikan di daerah tengah abdomen sekitar 5 cm di bawah umbilicus. Dokter membuat insisi kecil dan kateter multinilon dimasukkan ke dalam rongga peritoneum. Kemudian, daerah tersebut ditutup dengan balutan. Proses pemasangan: Mula-mula, alat perangkat harus disiapkan. Ini terdiri dari alat baxter “dineal”R61L” yang besar dengan tetes rangkap dimana diikatkan dua kantong cairan dialysis 1 L. Dari pipa umum, alat tetes rangkap ada suatu pipa tambahan yang menuju ke belakang, ini untuk meng“syphon off” cairan dari peritoneum. Seluruh pipa harus terisi dengan cairan yang dipakai. Sebuah kantong pengumpulan steril yang besar (paling sedikit volume 2 L) diikatkan pada pipa keluar. Kemudian, anastesi local (lignocain 1-2%) disuntikkan ke linea alba antara pusar atau umbilicus dan symphisis pubis, biasanya kira- kira 2/3 bagian dari pubis. Bekas luka pada dinding abdominal harus dihindari dan kateter dapat dimasukkan sebelah lateral dari selaput otot rectus abdominus. Anastesi local yang diberikan cukup banyak (10-15 ml) dan yang paling penting untuk meraba peritoneum dan mengetahui bahwa telah diinfiltrasi, bila penderita gemuk, sebuah jarum panjang (seperti jarum cardiac atau pungsi lumbal) diperlukan untuk menganastesi peritoneum.

description

gj

Transcript of Cara Kerja CAPD

Page 1: Cara Kerja CAPD

A. Cara Kerja CAPD

a. Pemasangan Kateter untuk Dialisis Peritoneal

Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat keluar

masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke dalam rongga perut

(peritoneum). Akses ini berupa kateter yang “ditanam” di dalam rongga perut dengan

pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah pusar.  Lokasi dimana sebagian kateter

muncul dari dalam perut disebut “exit site”.

Sebelum pemasangan kateter peritoneal, dokter mencuci dan mendesinfeksi

abdomen. Anastesi lokal diberikan di daerah tengah abdomen sekitar 5 cm di bawah

umbilicus. Dokter membuat insisi kecil dan kateter multinilon dimasukkan ke dalam rongga

peritoneum. Kemudian, daerah tersebut ditutup dengan balutan.

Proses pemasangan:

Mula-mula, alat perangkat harus disiapkan. Ini terdiri dari alat baxter “dineal”R61L”

yang besar dengan tetes rangkap dimana diikatkan dua kantong cairan dialysis 1 L. Dari

pipa umum, alat tetes rangkap ada suatu pipa tambahan yang menuju ke belakang, ini untuk

meng“syphon off” cairan dari peritoneum. Seluruh pipa harus terisi dengan cairan yang

dipakai. Sebuah kantong pengumpulan steril yang besar (paling sedikit volume 2 L)

diikatkan pada pipa keluar.

Kemudian, anastesi local (lignocain 1-2%) disuntikkan ke linea alba antara pusar atau

umbilicus dan symphisis pubis, biasanya kira-kira 2/3 bagian dari pubis. Bekas luka pada

dinding abdominal harus dihindari dan kateter dapat dimasukkan sebelah lateral dari selaput

otot rectus abdominus. Anastesi local yang diberikan cukup banyak (10-15 ml) dan yang

paling penting untuk meraba peritoneum dan mengetahui bahwa telah diinfiltrasi, bila

penderita gemuk, sebuah jarum panjang (seperti jarum cardiac atau pungsi lumbal)

diperlukan untuk menganastesi peritoneum.

Suatu insisi kecil (sedikit lebih pendek dari garis tengah kanula) dibuat di kulit dengan

pisau nomor 11. Kateter peritoneal kemudian didorong masuk ke ruang peritoneal dengan

gerakan memutar (seperti sekrup). Sewaktu sudah masuk, pisau ditarik 1 inci dan kateter

diarahkan ke pelvis. Kdang-kadang dinding atau selaput peritoneum terasa sebagai dua

lapis yang dapat dibedakan, keduanya harus ditembus sebelum menarik pisau dan

mengarahkan kateter. Pada waktu ini, harus segera dijalankan atau dialirkan 2 L cairan dan

diperhatikan reaksi penderita, minimalkan rasa tidak nyaman. Segera setelah cairan ini

masuk, harus di “syphon off” untuk melihat bahwa system tersebut mengalir lancar,

sesuaikan posisi kateter untuk menjamin bahwa aliran cukup baik. Beberapa inci dari kateter

akan menonjol dari abdomen dan ini dapat dirapikan bila perlu. Namun paling sedikit 1 atau

2 inci harus menonjol dari dinding perut. Hal ini kemudian dikuatkan ditempat dengan

Page 2: Cara Kerja CAPD

elastoplas. Dengan tiap trokat ada suatu pipa penyambung yang pendek yang

menghubungkan kateter ke alat perangkat.

b. Pemasukan Ciran Dialisat

Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk

dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Ketika

dialisat berada di dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan

kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat.

Sekitar 2 L dialisat dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh kemudian disambungkan

dengan kateter peritoneal melalui selang.dialisat steril dibiarkan mengalir secepat mungkin

kedalam rongga peritoneum. Dialisat steril 2 L dihabiskan dalam waktu 10 menit. Kemudian

klem selang ditutup. Osmosis cairan yang maksimal dan difusi –solut/butiran ke dalam

dialisat mungkin terjadi dalam 20-30 menit. Pada akhir dwell-time (waktu yang diperlukan

dialisat menetap di dalam peritoneum), klem selang dibuka dan cairan dibiarkan mengalir

karena gravitasi dari rongga peritoneum ke luar (ada kantong khusus). Cairan ini harus

mengalir dengan lancar. Waktu drainase (waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan

semua dialisat dari rongga peritoneum) adalah 10-15 menit. Drainase yang pertama

mungkin berwarna merah muda karena trauma yang terjadi waktu memasang kateter

peritoneal. Pada siklus ke-2 atau ke-3, drainase sudah jernih dan tidak boleh ada lagi

drainase yang bercampur dengan darah. Setelah cairan dikeluarkan dari rongga peritoneum,

siklus yang selanjutnya harus segera dimulai. Pada pasien yang sudah dipasang kateter

peritoneal, sebelum memasukkan dialisat kulit diberi obat bakterisida. Setelah dialisis

selesai, kateter dicuci lagi dan ujungnya ditutup dengan penutup yang steril.

Zat-zat racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat

melalui selaput rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai “alat

penyaring”, proses perpindahan ini disebut Difusi.

Page 3: Cara Kerja CAPD

Cairan dialisat mengandung dekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan untuk

menarik kelebihan air, proses penarikan air ke dalam cairan dialisat ini disebut Ultrafiltrasi.

c. Proses Penggantian Cairan Dialisis

Proses ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan waktu singkat (± 30

menit). Terdiri dari 3 langkah:

1. Pengeluaran cairan

Cairan dialisat yang sudah mengandung zat-zat racun dan kelebihan air akan

dikeluarkan dari rongga perut dan diganti dengan cairan dialisis yang baru. Proses

pengeluaran cairan ini berlangsung sekitar 20 menit.

2. Memasukkan cairan

2 L cairan dialirkan pada kira-kira setiap 45-60 menit, biasanya hanya memakan waktu

5 menit untuk mengalirkan. Cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut melalui kateter.

Page 4: Cara Kerja CAPD

3. Waktu tinggal

Sesudah dimasukkan, cairan dialisat dibiarkan ke dalam rongga perut selama 4-6

jam, tergantung dari anjuran dokter. Atau cairan ditinggal dalam ruang peritoneum untuk

kira-kira 20 menit dan kemudian 20 menit dibiarkan untuk pengeluaran. Setelah itu, 2 L

cairan lagi dialirkan. Hal ini diulang tiap jam untuk 36 jam atau lebih lama bila perlu.

Suatu catatan, keseimbangan kumulatif dari cairan yang mengalir ke dalam dan keluar

harus dilakukan dengan dasar tiap 24 jam. Suatu kateter “Tenchoff” yang fleksibel dapat

dipakai juga dapat ditinggal secara permanen untuk CAPD dari penderita yang

mengalami gagal ginjal tahap akhir.

Proses penggantian cairan di atas umumnya diulang setiap 4 atau 6 jam (4 kali

sehari), 7 hari dalam seminggu.

B. Prinsip-prinsip CAPD

CAPD bekerja berdasrkan prinsip-prinsip yang sama seperti pada bentuk dialisis

lainnya, yaitu: difusi dan osmosis. Namun, karena CAPD merupakan terapi dialisis yang

kontinyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaan yang stabil.

Page 5: Cara Kerja CAPD

Nilainya tergantung pada fungsi ginjal yang masih tersisa, volume dialisa setiap hari, dan

kecepatan produk limbah tesebut diproduksi. Fluktuasi hasil-hasil laboritorium ini pada

CAPD tidak bergitu ekstrim jika dibandingkan dengan dialysis peritoneal intermiten karena

proses dialysis berlangsung secara konstan. Kadar eletrilit biasanya tetap berada dalam

kisaran normal.

Semakin lama waktu retensi, kliren molekul yang berukuran sedang semakin baik.

Diperkirakan molekul-molekul ini merupakan toksik uremik yang signifikan. Dengan CAPD

kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah, seperti ureum, akan

berdifusi lebih cepat dalam proses dialysis daripada molekul berukuran sedang, meskipun

pengeluarannya selama CAPD lebih lambat daripada selama hemodialisa. Pengeluaran

cairan yang berlebihan pada saat dialysis peritonial dicapai dengan menggunakan larutan

dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi sehingga tercipta gradient

osmotic. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia dengan bebepara ukuran

volume, yaitu mulai dari 500 ml hingga 3000 ml sehingga memungkinkan pemulihan dialisat

yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik pasien. Semakin tinggi

konsentrasi glukosa, semakin besar gradient osmotic dan semakin banyak cairan yang

dikeluarkan. Pasien harus diajarkan cara memilih larutan glukosa yang tepat berdasarkan

asupan makanannya.

Pertukaran biasanya dilakukan empat kali sehari. Teknik ini berlangsung secara

kontinyu selama 24 jam sehari, dan dilakukan 7 hari dalam seminggu. Pasien melaksanakan

pertukaran dengan interval yang didistribusikan sepanjang hari (misalnya, pada pukul 08.00

pagi, 12.00 siang hari, 05.00 sore dan 10.00 malam). Dan dapat tidur pada malam harinya.

Setipa pertukaran biasanya memerlukan waktu 30-60 menit atau lebih; lamanya proses ini

tergantung pada lamanya waktu retensi yang ditentukan oleh dokter. Lama waktu penukaran

terdiri atas lima atau 10 menit periode infus (pemasukan cairan dialisat), 20 menit periode

drainase (pengeluaran ciiran dialisat) dan waktu rentensi selama 10 menit, 30 menit atau

lebih.