cacing 3.pdf

7
Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 125 PERAN CACING TANAH KELOMPOK ENDOGAESIS DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI PENGOLAHAN TANAH LAHAN KERING Subowo G. Balai Penelitian Tanah, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123 Telp. ( 0251) 8336757, Faks. ( 0251) 8321608, E-mail: [email protected] Diajukan: 25 Januari 2011; Diterima: 13 Mei 2011 I ndonesia yang berada di kawasan vulkanik tropis basah dengan bentuk lahan bergelombang, sebagian besar memiliki kemiringan lereng yang cukup tinggi dan didominasi oleh tanah lahan kering marginal. Pengembangan pertanian lahan kering memerlukan pengolahan tanah yang intensif agar daya dukung tanah untuk tanaman tetap tinggi. Pada tanah tropis basah, setelah pem- bukaan lahan dan pengolahan tanah, kandungan humus menyusut secara cepat dan habitat fauna tanah rusak sehingga kesuburan tanah menurun tajam (Martin 1991). Ketergantungan pada pasokan pupuk dari luar dan upaya memperbaiki sifat fisik tanah secara mekanis semakin besar sehingga pengelolaan usaha tani menjadi mahal. Mekanisasi menggunakan alat berat untuk pengolahan tanah selain dapat memadatkan tanah lapisan bawah juga mengganggu populasi organisme tanah, terutama makro- dan mesofauna. Subowo et al. (1988) menyatakan, pada tanah Oxisol di Jambi pemulihan populasi fauna tanah 2 tahun setelah pembukaan lahan lebih cepat pada pembukaan lahan secara manual dibanding yang dibuka dengan menggunakan alat berat. Abbot et al . (1979) dalam McCredie et al. (1992) me- laporkan, kondisi fisik tanah lahan budi daya merosot sangat tajam dan fauna ABSTRAK Tanah lahan kering di Indonesia didominasi tanah berlereng dengan lapisan bawah padat, lapisan atas tipis, serta miskin bahan organik dan fauna tanah. Pengolahan tanah lahan kering berlereng secara mekanis selain dapat memadatkan tanah lapisan bawah dan menurunkan populasi fauna tanah, juga mahal dan sulit dilakukan. Aktivitas cacing tanah yang membuat liang di dalam tanah dengan memakan massa tanah dan bahan organik dapat mencegah pemadatan tanah serta mencampur tanah lapisan atas dan bawah (bioturbasi). Liang-liang cacing tanah meningkatkan infiltrasi dan aerasi serta menurunkan aliran permukaan dan erosi. Melalui kasting, cacing tanah kelompok endogaesis meningkatkan stabilitas agregat tanah, mengonservasi bahan organik, dan menempatkan hara maupun bahan organik di daerah rhizosfir sehingga nilai fungsi hara maupun bahan organik untuk pertumbuhan tanaman menjadi efektif. Dengan pemberian bahan organik yang cukup jumlah dan jenisnya serta penempatan yang tepat, cacing tanah endogaesis dapat meningkatkan efisiensi pengolahan tanah dan memperbaiki kesuburan tanah lahan kering. Untuk itu, perlu penelitian mengenai potensi cacing tanah kelompok endogaesis, kesesuaian habitat, cara perbanyakan, cara inokulasi, dan cara perbaikan habitat sesuai permasalahan yang perlu diatasi. Kata kunci: Lahan kering, pengolahan tanah, pemadatan tanah, cacing tanah endogaesis ABSTRACT The role of endogeic earthworms to increase upland soil tillage efficiency Indonesian upland soils are dominated by sloping soils having high compaction layer in subsoil, thin top soils, poor organic matters, and low fauna. Mechanical sloping upland soil tillage beside increases subsoil compaction and reduces soil fauna population, is also expensive and difficult to be operated. Burrowers earthworm which consume soils and organic matters will prevent soil compaction and mix the soil materials between top and subsoils. The holes of earthworm increase water infiltration and soil aeration, decrease run-off and erosion. Casting of endogeic earthworm increases soil aggregate stability, conserves soil organic matter, and lays nutrients and organic matters in rhizosfer area so that the nutrients and organic matters can function effectively for plant growth. Application of appropriate kind, amount and placement of organic matters in soil as an earthworm food will increase soil tillage efficiency and upland soil fertility. Therefore, research on the potential of endogeic earthworm, habitat suitability, rearing method, inoculation systems, and habitat improvement as the soil problems are important. Keywords: Upland, soil tillage, soil compaction, endogeic earthworm

description

hgyty7f

Transcript of cacing 3.pdf

  • Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 125

    PERAN CACING TANAH KELOMPOK ENDOGAESISDALAM MENINGKATKAN EFISIENSI PENGOLAHAN

    TANAH LAHAN KERING

    Subowo G.

    Balai Penelitian Tanah, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123Telp. (0251) 8336757, Faks. (0251) 8321608, E-mail: [email protected]

    Diajukan: 25 Januari 2011; Diterima: 13 Mei 2011

    Indonesia yang berada di kawasanvulkanik tropis basah dengan bentuklahan bergelombang, sebagian besarmemiliki kemiringan lereng yang cukuptinggi dan didominasi oleh tanah lahankering marginal. Pengembangan pertanianlahan kering memerlukan pengolahantanah yang intensif agar daya dukungtanah untuk tanaman tetap tinggi.

    Pada tanah tropis basah, setelah pem-bukaan lahan dan pengolahan tanah,

    kandungan humus menyusut secara cepatdan habitat fauna tanah rusak sehinggakesuburan tanah menurun tajam (Martin1991). Ketergantungan pada pasokanpupuk dari luar dan upaya memperbaikisifat fisik tanah secara mekanis semakinbesar sehingga pengelolaan usaha tanimenjadi mahal.

    Mekanisasi menggunakan alat beratuntuk pengolahan tanah selain dapatmemadatkan tanah lapisan bawah juga

    mengganggu populasi organisme tanah,terutama makro- dan mesofauna. Subowoet al. (1988) menyatakan, pada tanah Oxisoldi Jambi pemulihan populasi fauna tanah2 tahun setelah pembukaan lahan lebihcepat pada pembukaan lahan secaramanual dibanding yang dibuka denganmenggunakan alat berat. Abbot et al.(1979) dalam McCredie et al. (1992) me-laporkan, kondisi fisik tanah lahan budidaya merosot sangat tajam dan fauna

    ABSTRAK

    Tanah lahan kering di Indonesia didominasi tanah berlereng dengan lapisan bawah padat, lapisan atas tipis, sertamiskin bahan organik dan fauna tanah. Pengolahan tanah lahan kering berlereng secara mekanis selain dapatmemadatkan tanah lapisan bawah dan menurunkan populasi fauna tanah, juga mahal dan sulit dilakukan. Aktivitascacing tanah yang membuat liang di dalam tanah dengan memakan massa tanah dan bahan organik dapat mencegahpemadatan tanah serta mencampur tanah lapisan atas dan bawah (bioturbasi). Liang-liang cacing tanah meningkatkaninfiltrasi dan aerasi serta menurunkan aliran permukaan dan erosi. Melalui kasting, cacing tanah kelompokendogaesis meningkatkan stabilitas agregat tanah, mengonservasi bahan organik, dan menempatkan hara maupunbahan organik di daerah rhizosfir sehingga nilai fungsi hara maupun bahan organik untuk pertumbuhan tanamanmenjadi efektif. Dengan pemberian bahan organik yang cukup jumlah dan jenisnya serta penempatan yang tepat,cacing tanah endogaesis dapat meningkatkan efisiensi pengolahan tanah dan memperbaiki kesuburan tanah lahankering. Untuk itu, perlu penelitian mengenai potensi cacing tanah kelompok endogaesis, kesesuaian habitat, caraperbanyakan, cara inokulasi, dan cara perbaikan habitat sesuai permasalahan yang perlu diatasi.

    Kata kunci: Lahan kering, pengolahan tanah, pemadatan tanah, cacing tanah endogaesis

    ABSTRACTThe role of endogeic earthworms to increase upland soil tillage efficiency

    Indonesian upland soils are dominated by sloping soils having high compaction layer in subsoil, thin top soils, poororganic matters, and low fauna. Mechanical sloping upland soil tillage beside increases subsoil compaction andreduces soil fauna population, is also expensive and difficult to be operated. Burrowers earthworm which consumesoils and organic matters will prevent soil compaction and mix the soil materials between top and subsoils. Theholes of earthworm increase water infiltration and soil aeration, decrease run-off and erosion. Casting of endogeicearthworm increases soil aggregate stability, conserves soil organic matter, and lays nutrients and organic mattersin rhizosfer area so that the nutrients and organic matters can function effectively for plant growth. Applicationof appropriate kind, amount and placement of organic matters in soil as an earthworm food will increase soil tillageefficiency and upland soil fertility. Therefore, research on the potential of endogeic earthworm, habitat suitability,rearing method, inoculation systems, and habitat improvement as the soil problems are important.

    Keywords: Upland, soil tillage, soil compaction, endogeic earthworm

  • 126 Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011

    tanah yang memiliki ukuran panjang > 2mm menurun, padahal fauna tanah sangatbermanfaat bagi vegetasi alami untukmenjaga kondisi fisik tanah.

    Barus dan Suwardjo (1988) melapor-kan, upaya menurunkan kepadatan tanahdengan mekanisasi hanya mampu meng-gemburkan tanah sampai kedalaman < 10cm dan berlangsung sementara. Hal inikarena tanah lapisan atas miskin bahanorganik dan populasi organisme tanahmengalami penurunan atau musnah se-hingga stabilitas agregat yang terbentukbersifat labil. Barus et al. (1988) jugamelaporkan, pengolahan tanah Haplor-thox dengan alat berat meningkatkankepadatan tanah sampai lapisan bawah(Tabel 1). Pemulihan kembali aktivitasorganisme tanah, terutama fauna tanahpada lahan pertanian intensif pentingdilakukan.

    Cacing tanah geofagus endogaesisdalam siklus hidupnya dapat membuatliang dalam tanah dengan memakan massatanah dan bahan organik. Aktivitas cacingtanah akan menghancurkan atau men-cegah terjadinya pemadatan tanah danmengangkat liat maupun bahan-bahanlain dari horison argilik kembali ke lapisanatas (bioturbasi). Kepadatan tanah secaranyata dapat menurunkan berat, volume,kerapatan dan panjang akar, serta nisbahantara akar dan batang (Rakhman dan Ito1996). Fanning dan Fanning (1989) me-nyatakan, pedoturbasi oleh fauna tanahdapat mencegah terbentuknya horisonargilik pada beberapa ekosistem. Semen-tara itu Scholes et. al. (1994) menyatakan,untuk memperbaiki dan mempertahankankesuburan tanah tropis dapat dilakukandengan memanipulasi populasi biologitanah. Namun demikian, masih sedikitpenelitian tentang peran cacing tanah padaekosistem tanah pertanian tropis dantanggapannya terhadap kegiatan pertani-an modern (Reddy et al. 1995).

    Berdasarkan jenis makanannya, secarafungsional cacing tanah dikelompokkanmenjadi tiga, yaitu 1) litter feeder (pe-makan bahan organik sampah, kompos,pupuk hijau), 2) limifagus (pemakan tanahsubur/mud atau tanah basah), dan 3)geofagus (pemakan tanah). Berdasarkantempat hidupnya, cacing tanah dikelom-pokkan menjadi 1) epigaesis (hidup dipermukaan tanah), 2) anasaesis (hidupdengan liang permanen di dalam tanah),dan 3) endogaesis (hidup di dalam tanahdengan membuat liang terus-menerus).Spesies cacing tanah epigaesis dananasaesis banyak ditemukan di daerahsubtropis, dan di daerah tropis yangdominan adalah endogaesis (meso- danoligohumik) (Lavelle 1983 dalam Lavelledan Barois 1988).

    Dalam upaya meningkatkan efisiensipengolahan tanah lahan kering, cacingtanah kelompok endogaesis penting untukdimanfaatkan. Selain memperbaiki sifatfisik tanah dan mengonservasi bahanorganik tanah, cacing tanah juga me-ningkatkan kesuburan tanah secara alamidan berlangsung secara terus-menerus.

    MEKANISME CACINGTANAH ENDOGAESISMENGOLAH TANAH

    Tanah lahan kering di Indonesia di-dominasi oleh Ultisol dengan luas lebihkurang 45,8 juta ha atau 24% luas daratanIndonesia (Subagyo et al. 2000). Ultisolmempunyai topografi berombak sampaiberbukit dengan horison argilik/kandik,bersifat masam, Al dapat ditukar tinggi,kejenuhan basa rendah, dan didominasiliat kaolinit (Hardjowigeno 1993). Adanyahorison argilik dengan kepadatan yangtinggi dan dekat permukaan tanah akanmenghambat laju perkolasi air hujan

    maupun penetrasi akar tanaman. Apabilaterjadi hujan, tanah lapisan atas akan cepatmenjadi jenuh air dan selanjutnya akanmengalami erosi dan pencucian. Demikianpula kegiatan penyiapan lahan denganmenggunakan alat berat akan menambahkepadatan tanah lapisan bawah danmenurunkan populasi fauna tanah. Lal(1986) menyatakan, kepadatan tanahmerupakan masalah penting pada tanahpertanian tropis. Talaohu et al. (1988)melaporkan erosi tanah selama satu musimtanam kacang tanah pada pembukaanlahan dengan alat berat lebih tinggi di-bandingkan dengan cara manual (Tabel 2).

    Pelapukan bahan organik dan pen-cucian hara di daerah tropis basah ber-langsung intensif sehingga kandunganbahan organik tanah cepat menurun danpH tanah menjadi masam. Sudharto et al.(1988) menyatakan, inokulasi cacing tanahpada Haplorthox Jambi yang baru dibukasecara mekanis tidak mampu hidup.Kandungan bahan organik tanah yangrendah akan menekan populasi orga-nisme tanah dari kelompok detritivorsehingga populasi cacing tanah padatanah lahan pertanian intensif menjadirendah dan perbaikan kesuburan tanahsecara alami tidak dapat berlangsung.Penurunan jumlah dan kualitas bahanorganik serta aktivitas biologi dan ke-anekaragaman fauna tanah merupakanbentuk degradasi tanah yang penting diwilayah tropis basah (Lal 1995). Tergang-gunya aktivitas biologi tanah menye-babkan pendauran hara dan perbaikansifat fisik dan kimia tanah secara alamitidak berjalan sebagaimana mestinya.

    Liang cacing tanah meningkatkaninfiltrasi dan aerasi, menurunkan aliranpermukaan dan erosi. Pembuatan liang didalam tanah tidak hanya untuk men-dukung pergerakan cacing tanah meng-hindari tekanan lingkungan, tetapi jugasebagai tempat menyimpan dan mencernamakanan (Schwert 1990). Setelah melaluipencernaan, sisa-sisa bahan yang ter-makan dilepaskan kembali sebagai buang-an padat (kasting). Dengan adanya per-baikan aerasi tanah, respirasi akar tanamanmaupun mikroba aerobik berlangsungdengan baik. Selain itu, cacing tanahendogaesis geofagus mampu mengon-sumsi bahan organik dari fraksi ringansampai berat, selanjutnya diakumulasidalam kasting dan dideposit di daerahrhizosfir. Dalam kasting yang padat danstabil, C-organik terlindung dari dekom-posisi untuk dilepaskan sebagai CO2.

    Tabel 1. Perkembangan kepadatan tanah setelah pembukaan lahan padaHaplorthox.

    Pembukaan lahanKepadatan setelah 3 bulan (kpa) Kepadatan setelah 2 tahun (kpa)

    015 cm 1530 cm > 30 cm 015 cm 1530 cm > 30 cm

    Manual 27,8 43,3 46,7 34,9 59,2 47,4Tanah dibalik, di- 65,7 55,4 82,0 80,6 58,5 86,2 olah dan dirata- kan traktor

    Sumber: Barus et al. (1988).

  • Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 127

    Dengan demikian, nilai fungsi dan sebaranbahan organik untuk mendukung per-tumbuhan tanaman menjadi lebih efektifdan lestari.

    Pemberian bahan organik dan kapur1,2 g/cm3 ke dalam tanah secara vertikalsampai lapisan bawah yang lebih padatdalam terarium meningkatkan aktivitaspenggalian tanah oleh Pheretima hupien-sis sampai lapisan bawah dan kasting yangdihasilkan ditimbun dalam liang-liang didalam tanah. Pada perlakuan dengan me-nempatkan bahan organik di permukaantanah, kasting yang dihasilkan banyakditimbun di permukaan tanah (Subowo2002; Gambar 1).

    Cacing tanah dapat ditemukan padalahan kering masam sampai alkali,biasanya hidup pada tanah berteksturhalus (liat, liat berdebu atau lempungberdebu) dan jarang ditemukan padatanah berpasir (Fender dan Fender 1990).Aktivitas cacing tanah sangat membutuh-kan bahan organik sebagai pakan, juganaungan dan air. Cacing tanah yang dapatmembuat liang di dalam tanah dapatmengolah tanah secara biologi dan ber-langsung terus-menerus sesuai dengandaya dukung dan tidak merusak akar. Padakondisi kering (musim kemarau), cacingtanah akan menutup mulut liang untukmencegah kehilangan air melalui eva-porasi. Sebaliknya pada saat tergenang(musim hujan), cacing akan membukamulut liang untuk mempercepat evaporasi(drainase).

    Kretzschmar (1991) melaporkan, pro-duksi kasting cacing tanah endogaesismeningkat dengan bertambahnya ke-padatan tanah. Pada kepadatan 247 kpadengan tekanan isapan air 0 kpa (kapa-sitas lapang), cacing tanah endogaesismampu menghasilkan kasting tertinggi.Akar tanaman hanya mampu menembus

    tanah pada kepadatan 100 kpa (Marshalldan Holmes 1975). Kegiatan penyiapanlahan pertanian dengan menggunakanalat berat dapat memadatkan tanah > 100kpa sehingga menghambat penetrasi akarke lapisan bawah.

    PERLINDUNGAN BAHANORGANIK TANAH

    Peran penting bahan organik di dalamtanah adalah sebagai pemasok hara bagi

    tanaman, meningkatkan kapasitas per-tukaran ion, memantapkan agregat, me-ningkatkan kapasitas tanah menahan air,dan sebagai sumber energi biota tanah.Cacing tanah detritifora (pemakan se-rasah bahan organik), bersifat selektifdalam memilih bahan organik (palatabi-litas), bergantung pada nilai C:N, kan-dungan lignin, dan polifenol. Sementaracacing tanah yang bersifat geofagus(pemakan bahan tanah) tidak secara nyatadipengaruhi oleh faktor palatabilitas jenisbahan organik (Hendriksen 1990). De-ngan demikian, cacing tanah geofagusdapat melakukan proses pencernaanterhadap segala bentuk C-organik yangada di dalam tanah.

    Pelepasan C-organik harian melaluiekskresi mukus dari permukaan tubuh dankotoran cacing tanah berkisar antara 0,20,5% dari total biomassa cacing tanah(Scheu 1991). Cacing tanah geofagusdapat mencerna bahan organik dalamspektrum yang luas dan 1019% terasi-milasi dalam biomassa dan sisanya di-lepaskan kembali melalui kasting (Lavelledan Barois 1988). Di savana Lamto (Ivory-USA), komunitas cacing tanah geofagusmampu mencerna tanah 8001.100 t/ha/tahun, terutama pada tanah lapisan atas,

    Gambar 1. Kemampuan jelajah Pheretima hupiensis dalam tanah pada terariumselama 9 minggu dengan berbagai perlakuan (Subowo 2002).

    A = kapur + tanah, bahan organik (BO) di permukaan tanah, B = kapur + BO permukaan tanahC = kapur vertikal, BO permukaan tanah, D = kapur + BO vertikal

    500

    400

    300

    200

    100

    0

    100

    200

    300

    400

    Total luas jelajahcacing tanah

    (cm2)

    A B

    CD

    Kasting1030 cm010 cm

    Tabel 2. Pengaruh cara pembukaan lahan terhadap erosi tanah selama satumusim tanam kacang tanah di Jambi.

    Sistem pembukaan lahanErosi tanah (t/ha/musim)

    Tanpa tanaman Dengan tanaman

    Manual 4,20 0,54Tunggul dipotong gergaji mesin, 143,80 1,85 tanah dibalik dan diolah traktorTunggul dipotong gergaji mesin, 59,60 1,43 tanah dibalik, diolah dan diratakan traktor

    Sumber: Talaohu et al. (1988).

  • 128 Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011

    sehingga > 60% humus pool tanah lapisanatas hingga kedalaman 10 cm telahmengalami pencernaan oleh cacing tanah(Lavelle 1978 dalam Martin 1991). Pen-cernaan oleh cacing tanah menghasilkankotoran yang merupakan makroagregatstabil dan agregat ini dapat bertahanlebih dari 1 tahun (Blanchart et al. 1991dalam Martin 1991). Kandungan C-organik pada kotoran cacing dua kali lebihtinggi pada lapisan 05 cm dan tiga kalilebih banyak pada lapisan 510 cm di-banding tanah di sekitarnya.

    Hasil penelitian Martin (1991) menun-jukkan, mineralisasi C dari kotoran cacingtanah Millsonia anomala (tropicalgeophagous earthworm) di laboratoriumempat kali lebih rendah (3%/tahun) di-banding pada tanah kontrol (11%/tahun).Untuk jangka panjang, M. anomala secaranyata dapat memperlambat penurunan C-organik tanah. Laju dekomposisi bahanorganik tanah menurun karena C-organikterlindung dalam kasting yang padat danhidrofobik. Selanjutnya Monreal et al.(1997) menyatakan, dekomposisi bahanorganik yang lambat, erosi tanah yangrendah, adanya pasokan C-organik daribiomassa tanaman maupun dari eksudatorganisme tanah yang diikuti tingginyaefisiensi penggunaan C-organik olehorganisme tanah berperan penting dalammenjaga kelestarian fungsi bahan organikdi dalam tanah. Tetap tingginya kandung-an C-organik di dalam tanah tropis basahdapat mendukung kelestarian nilai fungsibahan organik untuk meningkatkan pro-duktivitas tanah. Dengan kemampuanmenekan laju dekomposisi bahan organik,cacing tanah endogaesis dapat dimanfaat-kan untuk mencegah penyusutan bahanorganik tanah secara cepat.

    PROSES PENINGKATANKESUBURAN TANAH

    Sebagian besar tanah di Indonesia meru-pakan tanah lahan kering dan memilikilapisan subsoil yang padat sehingga akartanaman sulit menembus lapisan bawah.Ketebalan tanah lapisan atas yang tipisserta bahan organik tanah yang cepat ter-dekomposisi dan tidak terdistribusi sampaike lapisan bawah menyebabkan hara tidaktersebar merata dan pH tanah rendah(masam). Akar tanaman akan cenderungberada di lapisan atas sehingga hara tidakefektif tersedia untuk tanaman dan tegak-an tanaman menjadi lemah, terutama untuk

    tanaman tahunan. Lubis (1992) mela-porkan, tanaman kelapa sawit robohmerupakan salah satu gangguan alamipada usaha perkebunan kelapa sawit diIndonesia yang sebagian besar berada ditanah Podsolik Merah Kuning akibat ren-dahnya daya dukung tanah untuk tanam-an maupun organisme detritivor, termasukcacing tanah. Hama penyakit tular tanahsebagai parasit akar berkembang denganbaik, terutama dari kelompok jamur be-nang seperti Fusarium yang menyerangakar. Pemberantasan hama penyakit tulartanah menggunakan pestisida sulitdilakukan dan mahal. Pengolahan tanahuntuk memperbaiki sifat fisik dan kimiaserta pengendalian hama penyakit tulartanah mutlak diperlukan agar produksipertanian tetap tinggi dan lestari.

    Dengan memberikan bahan organikyang cukup dan menempatkannya secaratepat, cacing tanah dapat membuat liangdi dalam tanah dan melakukan pengolahantanah dengan mencampur bahan organikdan tanah hingga lapisan bawah sertamenghasilkan kasting yang didepositkanpada rhizosfir. Subowo et al. (2003) menya-takan, pada kondisi normal/ideal pem-buatan liang oleh cacing tanah endogaesisP. hupiensis lebih ditentukan oleh ke-tersediaan kapur (Ca), sedangkan padakondisi kekeringan lebih membutuhkanfosfat (P).

    Edwards dan Lofty (1972) dalamSchwert (1990) menyatakan, sebagianbesar bahan mineral yang dicerna cacingtanah dikembalikan ke dalam tanah dalambentuk kotoran (kasting) yang lebihtersedia bagi tanaman. Dalam kasting,

    kandungan Ca, Mg, dan K dapat ditukarserta K dan Mo tersedia meningkat.Subowo (2002) menyatakan, kasting P.hupiensis dari Ultisol mempunyai indeksstabilitas agregat, pH, kapasitas tukarkation, Ca, dan Mg lebih tinggi dibandingtanah di sekitarnya (Tabel 3), dan kastingtersebut didepositkan kembali dalam liangcacing yang ditinggalkan. Hal ini menun-jukkan bahwa cacing tanah endogaesismampu berperan sebagai agens pengum-pul hara dan bahan organik tanah danselanjutnya didistribusikan ke rhizosfir se-hingga dapat lebih tersedia bagi tanaman.

    Akar tanaman dapat menembus tanahlapisan bawah melalui liang cacing yangkaya hara. Aktivitas organisme aerobik,seperti bakteri Rhizobium dan Azotobac-ter yang mampu menambat N2-udarameningkat yang selanjutnya dapat me-ningkatkan hasil tanaman. Adanya Ndalam bentuk NH4

    + , K, dan pH yang tinggipada kasting akan menekan jamur benang(fungi) sehingga dapat melindungi akartanaman dari serangan Fusarium. Subowo(2002) melaporkan, populasi P. hupiensisberkorelasi nyata dan positif denganproduksi kedelai, berat bintil, dan beratakar lapisan bawah (2030 cm) yangsebelumnya merupakan horizon argilik.

    Cacing tanah berperan dalam dekom-posisi bahan organik, baik secara lang-sung sebagai pemakan bahan organikmaupun secara tidak langsung denganmencampur bahan organik ke dalam ta-nah dan merangsang aktivitas mikro-organisme pada kotorannya dan sekitarliang. Pemberian cacing tanah Lognettiasphagnetorum pada humus mor steril dari

    Tabel 3. Sifat fisik dan kimia kasting Pheretima hupiensis dan tanah disekitarnya pada Palehumults.

    Parameter Kasting P. hupiensis Tanah di sekitar

    Sifat fisikAgregat (%) 90,00 56,00Indeks stabilitas agregat 476,00 221,00

    Sifat kimiapH: H2O 6,70 4,55

    KCl 6,00 3,85Kation dapat ditukar (me/100 g)

    Ca 13,59 7,61Mg 1,41 1,05K 0,43 0,12Na 0,82 0,11

    KTK 13,20 10,12Al3

    + (me/100 g) 0,00 2,66

    Sumber: Subowo (2002).

  • Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 129

    hutan Mirtillus spruce meningkatkankandungan NH4

    + dan NO3- kurang lebih

    18% dibanding tanpa pemberian cacingtanah (Abrahamsen 1990).

    Hendrix et al. (1987) dalam Parmeleeet al. (1990) menyatakan, cacing tanahmempunyai andil 30% terhadap totalrespirasi heterotrofik pada sistem tanpaolah tanah dan hanya 5% pada sistem olahtanah pada musim dingin. Sementaramenurut Spain et al. (1992) dalam Lavelleet al. (1992), pertumbuhan tanaman budidaya di daerah tropis dapat diperbaikidengan kehadiran cacing tanah geofagus.

    Brata (1999) menyatakan, inokulasicacing tanah pada Oxic Dystropepts me-ningkatkan laju infiltrasi dan K dapatditukar serta menurunkan Al dapat ditukar.Oleh karena itu, perbaikan pasokan bahanorganik tanah dan pengendalian kadar airtanah yang sesuai untuk mendukungaktivitas cacing tanah akan memperbaikikesuburan tanah secara alami dan ber-kelanjutan.

    Melalui pencernaan cacing tanah,sejumlah besar partikel tanah dan bahanorganik dicampur dengan mikroorganismeyang hidup di dalam pencernaan cacing,dan selanjutnya dilepaskan kembalisebagai kotoran (kasting). Cacing tanahsering kali dianggap memiliki manfaatyang sangat besar di dalam tanah. Liang-liang yang dihasilkan berperan sebagaisaluran udara dan air atau tempat menem-bus akar tanaman serta memiliki strukturgranula, berpori, dan stabil. Beberapa pe-neliti menyatakan, kotoran cacing lebihstabil dibanding agregat alami tanah(Peele 1940; Swaby 1949 dalam Didden1990). Diperkirakan kotoran cacing tanahuntuk denitrifikasi berkontribusi 10,1%dari 29,3 kg/ha/tahun pada tanah yangtidak dipupuk dan didrainase sampai22% dari 82,5 kg/ha/tahun pada tanahyang dipupuk tanpa drainase. Umumnyakerapatan dan biomassa cacing tanahpada sistem pertanian tanpa olah tanah70% lebih tinggi dibanding sistempertanian dengan pengolahan tanah(Parmelee et al. 1990). Subowo (2002)melaporkan, inokulasi cacing tanah P.hupiensis 70 ekor/m2 pada Palehumultstanpa pengolahan tanah meningkatkanhasil kedelai 18,5% dibanding denganpengolahan tanah dalam (020 cm).

    Gambaran di atas menunjukkan bahwakeberadaan cacing tanah pada tanah tro-pis basah mampu memperbaiki sifat fisik,kimia, dan biologi tanah yang selanjutnyamemperbaiki kesuburan tanah. Perlu

    diupayakan teknologi produksi inokulancacing tanah sebagai pupuk hayati untukmemudahkan aplikasinya di lapangan.

    TEKNOLOGI PRODUKSIPUPUK HAYATI CACINGTANAH

    Cacing tanah merupakan organisme ta-nah heterotrof, bersifat hermaproditbiparental. Dalam sistem taksonomi hewan,cacing tanah termasuk filum Anelida, kelasOligochaeta, famili Lumbricidae danMegascolecidae.

    Setelah melakukan kopulasi, cacingtanah akan membentuk kokon sebagaitempat berkembangnya embrio padaklitelum (Schwert 1990). Kokon selan-jutnya dilepaskan ke dalam tanah danmenetas/pecah setelah embrio terbentuksecara sempurna. Kopulasi dan produksikokon biasanya dilakukan pada bulan-bulan panas (Colleman dan Crossley1996). Wibowo (2000) mendapatkankoleksi kokon di Ultisol Lampungsebanyak 22 butir/m2 pada musim hujandan 8 butir/m2 pada musim kemarau.

    Baret (1947) dalam Kuhnelt (1976)melakukan pembiakan (rearing) kokonEisenia foetida dalam kotak kayu yangdiisi tanah. Anakan cacing tanah menetasdari kokon setelah 23 minggu inkubasidan 23 bulan kemudian anakan tersebuttelah dewasa. Selama 1 tahun, setiappasang cacing mampu menghasilkan 150kokon.

    Apabila kondisi tidak baik (kekeringandan panas), kokon dapat bertahan tidakmenetas dan menunggu sampai kondisimenjadi lebih baik (Minnich 1977). Cacingtanah merupakan fauna tanah yangmampu hidup panjang, 110 tahun(Colleman dan Crossley 1996). Cacingtanah endogaesis hanya mampu meng-hasilkan kokon sedikit (313 butir/tahun)demikian pula jumlah individu setiapkokon (13 ekor). Teknologi produksi ko-kon berikut bahan pembawa/pelindungyang sesuai untuk produksi pupuk hayatiperlu diteliti lebih mendalam.

    Perbanyakan cacing tanah endogaesis(Pontoscolex corethrurus) dalam bakmenghasilkan 12.000 ekor/m2/tahun (1,62,8 kg) dengan biaya 3,6 euro/kg. Jikaperbanyakan dilakukan dengan koleksilapang dengan hand sorting, biayanyaberkisar antara 6125 euro/kg cacinghidup. Media untuk perbanyakan cacingtanah endogaesis adalah campuran tanah

    dan bahan organik 3:1 dan diberi 40 ppmfosfat (Senapati et al. 1999). Inokulasi P.corethrurus 15 ekor setelah 75 minggumenghasilkan 206 kokon pada kondisikapasitas lapang. Perbanyakan dapatdilakukan secara bertahap, dari skala kecil(kotak) sampai skala besar (lapang).

    TEKNOLOGI APLIKASICACING TANAH

    Cacing tanah pada prinsipnya dapat di-temukan pada tanah lahan kering masamsampai alkali yang memiliki air cukup.Jenis-jenis cacing tanah asli biasanyahidup pada tanah bertekstur halus,umumnya liat, liat berdebu atau lempungberdebu, dan jarang ditemukan pada ta-nah berpasir. Umumnya cacing hiduppada pH 4,56,6, tetapi dengan bahanorganik tanah yang tinggi mampu ber-kembang pada pH 3 (Fender dan Fender1990).

    Cacing tanah membutuhkan kelembap-an yang cukup, dan tidak mampu hiduppada kondisi kering atau daerah padangpasir (Schwert 1990). Air diperlukan untukekskresi, pembasahan kulit untuk respi-rasi, dan melicinkan tubuh untuk bergerakdalam liang. Namun, sebagian cacingtanah mampu bertahan hidup pada kondisikering dengan berdiam diri selama be-berapa bulan atau berada pada kondisidiapause.

    Daniel (1991) menyatakan, suhu dantekanan air tanah yang optimum bagiLumbricus terrestris untuk mengonsumsimakanan adalah pada 22oC dan -7 kpa, danpada -40 kpa sudah tidak mampu makan.Cacing tanah tidak memiliki mekanismeuntuk melindungi diri terhadap perubahantekanan isapan air tanah. Isapan air tanahsampai 60 kpa tidak menurunkan beratcacing. Isapan air tanah 167 kpa merupa-kan kondisi perbedaan maksimum antarakandungan air dalam cacing tanah dengankadar air tanah, dan bila melebihi 620kpa cacing tanah mengalami diapause(Kretzschmar dan Bruchou 1991).

    Cacing tanah endogaesis merupakancacing tanah yang hidup dan berkembangdi dalam tanah dengan aktif melakukanpenggalian tanah dengan mengonsumsimassa tanah. Kasting didepositkan diliang yang ditinggalkan, baik liang verti-kal maupun horizontal. Cacing tanahendogaesis umumnya memiliki pigmentasiyang rendah sehingga sangat peka ter-hadap sinar matahari, terutama sinar

  • 130 Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011

    ultraviolet. Pada saat musim kawin, cacingberada di permukaan tanah pada malamhari. Oleh karena itu, inokulasi di lapangsebaiknya dilakukan pada malam hari ataupada saat sinar matahari teduh.

    Inokulasi cacing tanah endogaesis dilapangan dapat menggunakan cacingtanah dewasa atau kokon. Inokulasidengan kokon dilakukan dengan mem-benamkan kokon di dalam tanah dan kadarair tanah dijaga pada kondisi kapasitaslapang. Bersamaan dengan inokulasi,diberikan bahan organik yang cukupjumlah maupun jenisnya pada tempat yangsesuai dengan area jelajah cacing yangdikehendaki. Untuk melakukan pengo-lahan tanah dalam, bahan organik harusjuga tersedia pada lapisan tersebut denganpermukaan bahan organik tetap terbukaagar pelepasan gas ke udara tetap terjaga.

    Senapati et al. (1999) menyatakan,untuk meningkatkan hasil tanaman, dapatdiinokulasikan cacing tanah >30 ekor/m2.Agar efisien, inokulasi cacing tanah endo-gaesis dilakukan terkonsentrasi padaarea sempit, selanjutnya secara bertahapdikembangkan ke area yang lebih luasdengan memindahkannya langsung ataumemperbaiki habitat agar cacing tanahbermigrasi. Demikian pula inokulasidengan kokon sehingga aplikasinya lebihmudah dan murah.

    KESIMPULAN

    Tanah lahan kering di Indonesia di-dominasi tanah berlereng, erosi danpencucian hara berlangsung intensif,kandungan bahan organik dan populasi

    fauna tanah rendah. Pengolahan tanahsecara mekanis sulit dilakukan danefisiensi pemupukan rendah.

    Pemberdayaan cacing tanah kelompokendogaesis diikuti pemberian bahanorganik yang tepat jenis, jumlah, danpenempatannya mampu menurunkankepadatan tanah, mengonservasi bahanorganik tanah, dan mengonsentrasikanhara pada rhizosfir secara alami. Dengandemikian, pengolahan tanah lahan keringuntuk meningkatkan kesuburan danproduktivitas tanah menjadi lebih efisiendan lestari. Inventarisasi dan evaluasipotensi cacing tanah kelompok endo-gaesis, kesesuaian daya dukung habitat,cara perbanyakan, cara inokulasi, sertaperbaikan habitat diperlukan untukmengarahkan aktivitas jelajah cacingtanah sesuai dengan yang dikehendaki.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abrahamsen, G. 1990. Influence of Cognettiasphagnetorum (Oligochaeta: Enchytraeidae)on nitrogen mineralization in homogenizedmor humic. Biol. Fertil. Soils 9: 159162.

    Barus, A. dan H. Suwardjo. 1988. Rehabilitasitanah padat akibat pembukaan lahan secaramekanis dengan tanaman penutup dan pe-ngolahan tanah. hlm. 716. Laporan HasilPenelitian Pascapembukaan Lahan Menun-jang Transmigrasi di Kuamang Kuning,Jambi. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

    Barus, A., Sutono, dan H. Suwardjo. 1988.Pengaruh tanaman penutup dan pengolahantanah terhadap pertumbuhan dan produksikedelai pada beberapa cara pembukaan lahan.hlm. 127136. Laporan Hasil PenelitianPascapembukaan Lahan Menunjang Trans-migrasi di Kuamang Kuning, Jambi. PusatPenelitian Tanah, Bogor.

    Brata, K.R. 1999. The introduction of earth-worm as biological tillage agent for theimprovement of soil physical and chemicalproperties in upland agriculture. p. 8085.Proc. International Seminar Toward Sustain-able Agriculture in Humid Tropics Facing21st Century, Bandar Lampung, Indonesia,2728 September 1999.

    Colleman, D.C. and D.A. Crossley, Jr. 1996.Fundamentals of Soil Ecology. AcademicPress, San Diego, New York, Boston, Lon-don, Sydney, Tokyo, Toronto. p. 98105.

    Daniel, O. 1991. Leaf litter consumption andassimilation by juveniles of Lumbricusterrestris L. (Oligochaeta, Lumbricidae) underdifferent environmental conditions. Biol.Fertil. Soils (12): 202208.

    Didden, W.A.M. 1990. Involvement of Enchy-traeidae (Oligochaeta) in soil structure

    evolution in agricultural fields. Biol. Fertil.Soils (9): 152158.

    Fanning, D.S. and M.C.B. Fanning. 1989. Soilmorphology, genesis, and classification. JohnWiley and Sons, New York, Chichaster, Bris-bane, Toronto, Singapore. 365 pp.

    Fender, W.M. and D. McKey-Fender. 1990.Oligochaeta: Megascolecidae and otherearthworms from western North America.p. 379391. In D.L. Dindal (Ed.). SoilBiology Guide. A Wiley-Interscience Publ.,John Wiley & Sons, New York, Chichaster,Brisbane, Toronto, Singapore.

    Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah danPedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.274 hlm.

    Hendriksen, N.B. 1990. Leaf litter selection bydetritivor geophagous earthworms. Biol.Fertil. Soils 10: 1721.

    Kretzschmar, A. 1991. Burrowing ability of theearthworm Aporrectodea longa limited bysoil compaction and water potential. Biol.Fertil. Soils 11: 4851.

    Kretzschmar, A. and C. Bruchou. 1991. Weightresponse to the soil water potential of theearthworm Aporrectodea longa. Biol. Fertil.Soils 12: 209212.

    Kuhnelt, W. 1976. Soil Biology, with specialreference to the animal kingdom. Faber andFaber, London. p. 355.

    Lal, R. 1986. Soil surface management in thetropics for intensive land use and highsustained production. Adv. Soil Sci. Vol. 5.Springer Verlag, New York. p. 242.

    Lal, R. 1995. Sustainable management of soilresources in the humic tropics. United Na-

    tions Univ. Press, Tokyo, New York, Paris.p. 2529.

    Lavelle, P. and I. Barois. 1988. Potential use ofearthworms in tropical soils. In Edward andNeuhauser (Eds.). Earthworm in Waste andEnvironmental Management. SPB AcademicPubl., the Hague, the Nederlands. p. 273279.

    Lavelle, P., G. Melendez, B. Pashanasi, and R.Schaefer. 1992. Nitrogen mineralization andreorganization in casts of geophagous tro-pical earthworm Pontoscolex corethrurus(Glossoscolecidae). Biol. Fertil. Soils 14: 4953.

    Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaesis guineensis,Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Perke-bunan Marihat, Bandar Kuala. 435 hlm.

    Marshall, T.J. and J.W. Holmes. 1975. SoilPhysics. Cambridge Univ. Press, Cambridge,New York, New Rochelle, Melbourne,Sydney. 374 pp.

    Martin, A. 1991. Short and longterm effects ofthe endogeic earthworm Millsonia anomala(Omodeo) (Megascolecidae, Oligochaeta) oftropical savanna, on soil organic matter. Biol.Fertil. Soils 11: 234238.

    McCredie, T.A., C.A. Parker, and I. Abbott.1992. Population dynamic of the earth-worm Aporrectodea tropezoides (Annelida:Lumbricidae) in Western Australia pasture.Soil. Biol. Fertil. Soils 12: 285289.

    Minnich, J. 1977. Behavior and habitat of theearthworm. p. 115149. In the EarthwormBook; How to Raise and Use Earthworm forYour Farm and Garden. Rodale Press Emma-naus, P.A.

  • Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 131

    Monreal, C.M., R.P. Zentner, and J.A. Robertson.1997. An analysis of soil organic matter dy-namics in relation to management, erosionand yield of wheat in longterm crop rota-tion plots. Can. J. Soil Sci. 77(4): 553563.

    Parmelee, R.W., M.H. Beare, W. Cheng, P.F.Hendrix, S.J. Rider, D.A. Crossley Jr, andD.C. Coleman. 1990. Earthworm and en-chytraeids in conventional and no-tillageagroecosystems: A biocide approach to assestheir role in organic matter breakdown. Biol.Fertil. Soils 10: 110.

    Rakhman, M.H. and M. Ito. 1996. Effect ofcompaction on soil three phase distributionand soybean growth in ando soils. Japan J.Trop. Agric. 40(4): 182188.

    Reddy, M.V., V.P.K. Kumar, V.R. Reddy, P.Balashouri, D.F. Yule, A.L. Cogle, and L.S.Jangawad. 1995. Earthworm biomass res-ponse to soil management in semiaridtropical Alfisols agroecosystems. Biol. Fertil.Soils 19: 317321.

    Scheu, S. 1991. Mucus excretion and carbonturnover of endogeic earthworms. Biol.Fertil. Soils 12: 217220.

    Scholes, M.C., M.J. Swift, O.W. Heal, P.A.Sanchez, J.S. Ingram, and R. Dalal. 1994.Soil fertility research in respons to thedemand for sustainability. p. 115. In P.L.Woomer and M.J. Swift (Eds.). The Bio-

    logical Management of Tropical Soil Fer-tility. John Wiley & Sons, New York,Chichaster, Brisbane, Toronto, Singapore.

    Schwert, D.P. 1990. Oligochaeta: Lumbricidae.p. 341356. In D.L. Dindal (Ed.). SoilBiology Guide. A Wiley Interscience Publ.,John Wiley & Sons, New York, Chichaster,Brisbane, Toronto, Singapore.

    Senapati, B.K., P. Lavelle, S. Giri, and B. Pasha-nasi. 1999. Soil Earthworm Technologiesfor Tropical Agroecosystems. p. 199237.In Lavelle, P., L. Brussard, and P. Hendrix(Eds.) Earthworm Management in TropicalAgroecosystems CABI Publ.

    Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000.Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. hlm.2165. Dalam Tim Puslittanak (Ed.) Sum-ber Daya Lahan Indonesia dan Pengelola-annya. Pusat Penelitian dan PengembanganTanah dan Agroklimat, Bogor.

    Subowo, M. Suhardjo, dan H. Suwardjo. 1988.Pengaruh humus hutan dan pestisida tanahterhadap pemulihan kesuburan tanah rusakakibat pembukaan lahan secara mekanis.hlm. 3745. Laporan Hasil Penelitian Pasca-pembukaan Lahan Menunjang Transmigrasidi Kuamang Kuning, Jambi. Pusat PenelitianTanah, Bogor.

    Subowo. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah (Phe-retima hupiensis) untuk Meningkatkan Pro-

    duktivitas Ultisols Lahan Kering. Disertasi,Program Pascasarjana Institut PertanianBogor. 94 hlm.

    Subowo, A. Kentjanasari, dan E. Sumantri. 2003.Aktivitas cacing tanah (Pheretima hupien-sis) pada bahan tanah Ultisol lapisan atas diterarium. hlm. 137156. Prosiding SeminarNasional Inovasi Teknologi SumberdayaTanah dan Iklim. Buku II. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor.

    Sudharto, T., H. Suwardjo, A. Barus, dan D.Supardy. 1988. Pemberian cacing tanah(Perionyx excavatus, E. Perr.) dalam usaharehabilitasi lahan rusak akibat pembukaanlahan secara mekanis. hlm. 9398. LaporanHasil Penelitian Pascapembukaan LahanMenunjang Transmigrasi di Kuamang Ku-ning, Jambi. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

    Talaohu, S.D., H. Suwardjo, dan A. Barus. 1988.Pengaruh cara pembukaan lahan terhadaperosi serta pertumbuhan dan hasil kacangtanah. hlm. 6775. Laporan Hasil PenelitianPascapembukaan Lahan Menunjang Trans-migrasi di Kuamang Kuning, Jambi. PusatPenelitian Tanah, Bogor.

    Wibowo, S. 2000. Keragaman dan PopulasiCacing Tanah pada Lahan dengan BerbagaiMasukan Bahan Organik di Daerah Lampung.Tesis, Program Pascasarjana Institut Perta-nian Bogor. hlm. 203.