Cacat Kayu Akibat Pengeringan Di Dalam Tanur

15
Universitas Gadjah Mada 1 BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR 9.1. Penampilan dan Kualitas Kayu Penampilan kayu menjadi indikasi bagi kualitas kayu, sehingga penampilan tersebut berpengaruh terhadap penggunaan kayu, baik pada saat kayu itu diolah menjadi kayu gergajian sebagai bahan konstruksi maupun diolah menjadi produk-produk lain yang terbuat dari kayu. Penampilan kayu yang berpengaruh tersebut meliputi: mats kayu, gambaran berupa garis-garis lingkaran tahun, corak kulit dan mineral, kantong-kantong saluran damar, keberadaan kayu reaksi (kayu kompresi dan kayu tank), arch serat (lurus, terpuntir atau berpadu). Penampilan tersebut berpengaruh secara langsung terhadap derajat dan nilai setiap individu papan. Penampilan yang tidak menguntungkan terhadap kayu seringkali disebut sebagai cacat kayu. Oleh karena itu, banyak proses penggergajian dalam kerangka pembentukan papan kayu dari kayu gelondong, seringkali dimaksudkan pula sebagai sarana untuk menghilangkan penampilan alami yang tidak menguntungkan atau cacat tersebut. Dengan demikian, penggergajian juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai papan suatu surtomen kayu. Cacat-cacat yang mengurangi derajat, kualitas dan nilai kayu gergajian tersebut sering berkembang dalam setiap proses pengolahan kayu. Cacat kayu tidak hanya dalam proses pembalakan di dalam kawasan hutan dan penggergajian di dalam kilang pengergajian, tetapi cacat tersebut juga berkembang di dalam proses pengeringan, permesinan kayu dan penanganan kayu secara mekanis lainnya serta pengerjaan akhir berupa pemolesan kayu (wood finishing). Dalam berbagai lingkungan yang memungkinkan bagi pemunculan cacat kayu tersebut diatas, pokok bahasan saat ini hanya akan dipusatkan pada cacat yang berkembang selama proses pengeringan. Dengan pokok bahasan ini, proses pengeringan akan diarahkan dan dikendalikan agar terjadinya cacat dapat dihindarkan. Kalau tidak menungkinkan demikan, maka pengendalian tersebut dilakukan agar perkembangan cacat tersebut ditekan sehingga pada ukuran yang sekecil mungkin. Hal ini disebabkan karena cacat kayu sudah tentu berkonsekuensi pada nilai ekonomi Tingkat kehati-hatian dalam latihan untuk menguasai kiat dan metode atau tata-cara penghindaran terhadap terjadinya cacat pengeringan ini, sangat bergantung pada penggunaan akhir terhadap kayu basil pengeringan. Dalam membatasi perkembangan cacat-cacat khusus pada pengeringan, operator tanur harus menentukan prosedur tertentu yang juga untuk menghindari pemunculan cacat lainnya yang mungkin menurunkan nilai kayu sebagai bahan baku untuk dioleh lebih lanjut. Operator harus selalu memodifikasi prosedur pengeringan untuk menahan kehilangan bahan kayu karena adanya berbagai jenis cacat yang menimpa kayu.

description

cacat kayu

Transcript of Cacat Kayu Akibat Pengeringan Di Dalam Tanur

  • Universitas Gadjah Mada 1

    BAB 9

    CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR

    9.1. Penampilan dan Kualitas Kayu

    Penampilan kayu menjadi indikasi bagi kualitas kayu, sehingga penampilan tersebut

    berpengaruh terhadap penggunaan kayu, baik pada saat kayu itu diolah menjadi kayu gergajian

    sebagai bahan konstruksi maupun diolah menjadi produk-produk lain yang terbuat dari kayu.

    Penampilan kayu yang berpengaruh tersebut meliputi: mats kayu, gambaran berupa garis-garis

    lingkaran tahun, corak kulit dan mineral, kantong-kantong saluran damar, keberadaan kayu

    reaksi (kayu kompresi dan kayu tank), arch serat (lurus, terpuntir atau berpadu). Penampilan

    tersebut berpengaruh secara langsung terhadap derajat dan nilai setiap individu papan.

    Penampilan yang tidak menguntungkan terhadap kayu seringkali disebut sebagai cacat kayu.

    Oleh karena itu, banyak proses penggergajian dalam kerangka pembentukan papan kayu dari

    kayu gelondong, seringkali dimaksudkan pula sebagai sarana untuk menghilangkan

    penampilan alami yang tidak menguntungkan atau cacat tersebut. Dengan demikian,

    penggergajian juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai papan suatu surtomen

    kayu.

    Cacat-cacat yang mengurangi derajat, kualitas dan nilai kayu gergajian tersebut sering

    berkembang dalam setiap proses pengolahan kayu. Cacat kayu tidak hanya dalam proses

    pembalakan di dalam kawasan hutan dan penggergajian di dalam kilang pengergajian, tetapi

    cacat tersebut juga berkembang di dalam proses pengeringan, permesinan kayu dan

    penanganan kayu secara mekanis lainnya serta pengerjaan akhir berupa pemolesan kayu

    (wood finishing).

    Dalam berbagai lingkungan yang memungkinkan bagi pemunculan cacat kayu tersebut

    diatas, pokok bahasan saat ini hanya akan dipusatkan pada cacat yang berkembang selama

    proses pengeringan. Dengan pokok bahasan ini, proses pengeringan akan diarahkan dan

    dikendalikan agar terjadinya cacat dapat dihindarkan. Kalau tidak menungkinkan demikan,

    maka pengendalian tersebut dilakukan agar perkembangan cacat tersebut ditekan sehingga

    pada ukuran yang sekecil mungkin. Hal ini disebabkan karena cacat kayu sudah tentu

    berkonsekuensi pada nilai ekonomi Tingkat kehati-hatian dalam latihan untuk menguasai kiat

    dan metode atau tata-cara penghindaran terhadap terjadinya cacat pengeringan ini, sangat

    bergantung pada penggunaan akhir terhadap kayu basil pengeringan. Dalam membatasi

    perkembangan cacat-cacat khusus pada pengeringan, operator tanur harus menentukan

    prosedur tertentu yang juga untuk menghindari

    pemunculan cacat lainnya yang mungkin menurunkan nilai kayu sebagai bahan baku untuk

    dioleh lebih lanjut. Operator harus selalu memodifikasi prosedur pengeringan untuk menahan

    kehilangan bahan kayu karena adanya berbagai jenis cacat yang menimpa kayu.

  • Universitas Gadjah Mada 2

    9.2. Pengaruh Suhu terhadap Kekuatan Kayu

    Suhu yang tinggi mengurangi dan menurunkan kekuatan kayu, terutama bila kayu

    tersebut mempunyai kadar air yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang diberlakukan terhadap

    kayu dan semakin tinggi kadar air kayu serta semakin panjang jangka waktu (durasi)

    pengeringan, semakin besar pula pengurangan kekuatan kayu.

    Untuk sebagian besar penggunaan kayu, pengurangan dalam hal kekuatan kayu

    tidaklah signifikan. Pengeringan pada temperatur sampai dengan 160 F (65 C) mengurangi

    sangat sedikit kekuatan kayu selama siklus pengeringan berlangsung secara normal. Meskipun

    demikian, apabila diinginkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi, suhu yang lebih tinggi dari

    160 F seharusnya tidak diterapkan. Kayu untuk pesawat terbang, raket tenis, tangga, alat

    pemukul, tangkai senapan dan produk-produk sejenisnya tergolong ke dalam kategori ini.

    Pengaruh temperatur terhadap kekuatan kayu telah dipikirkan dan diperhitungkan ketika

    memilih dan mempersiapkan skedul pengeringan, dan hal itu telah dibicarakan dalam bab 8.

    Oleh karena itu, ketika menggunakan skedul, operator tanur pengering tidak. perlu

    memperhatikan pengaruh panas terhadap kekuatan kayu yang sedang dikeringkan.

    9.3. Variabilitas Cacat Kayu yang Terjadi Selama Proses Pengeringan

    Cacat yang terjadi selama proses pengeringan dikelompokkan menjadi tiga kelas

    berdasarkan penyebabnya, yaitu 1. penyusutan, 2. jamur dan 3. kemikalia dalam kayu. Cacat

    yang berkaitan dengan penyusutan biasanya bertambah dan menjadi lebih serius ketika

    pengeringan menggunakan suhu bola kering yang tinggi secara berlebihan atau depresi suhu

    bola basah yang besar selama tahap-tahap kritis dalam proses pengeringan. Cacat oleh jamur

    biasanya terjadi ketika digunakan temperatur yang rendah dan kelembaban relatif yang tinggi

    dalam pengeringan kayu basah. Noda kimiawi yang terjadi pada kayu selama proses

    pengeringan terutama sehubungan dengan pengaruh panas terhadap zat ekstraktif kayu.

  • Universitas Gadjah Mada 3

    9.4. Cacat yang Berkaitan dengan Pengerutan

    Banyak cacat yang dihubungkan dengan penyusutan kayu sepanjang proses

    pengeringannya. Mengetahui bagian kayu yang mengalami cacat, waktu terjadinya cacat dan

    mengapa cacat ini terjadi akan memungkinkan operator untuk mengambil tindakan untuk

    menjaga agar cacat ini terjadi pada tingkatan yang minimal. Pengeringan tanur seringkali

    dipersalahkan atas terjadinya cacat. Oleh karena itu, dalam usaha pengeringan kayu dilakukan

    dengan mengkombinasikan pengeringan dalam tanur pengering tersebut dengan pengeringan

    secara alami, meskipun sebagian besar cacat dapat terjadi selama berlangsungnya

    pengeringan masing-masing proses tersebut. Dalam tanur pengering, cacat dapat ditekan

    dengan memodifikasi kondisi pengeringan. Sementara itu, dalam pengeringan secara alami

    pengurangan terjadinya cacat dilakukan dengan menunpuk kayu secara benar dengan

    mengikuti prosedur penumpukan yang telah dibakukan

    Cacat kayu yang diakibatkan oleh penyusutan dapat menampilkan diri dalam berbagai

    perwujudan. Wujud cacat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu retak

    dan perubahan bentuk. Retak antara lain mencakup retak permukaan, retak ujung pecah

    ujung, koleps (collaps), retak dalam, dan retak pada lingkaran pertumbuhan. Sementara itu.

    Cacat perubahan bentuk sortimen kayu antara lain mencakup pembusuran, pemelengkungan

    dan pengenjangan.

    Retak permukaan merupakan kegagalan ikatan antar dinding sel yang biasanya terjadi

    pada sel jari-jari kayu, pada permukaan bidang gergajian kayu gergajian atau pada benda-

    benda yang lain yang terbuat dari kayu. Retak ini juga dapat terjadi pada saluran damar dan

    kantong-kantong mineral. Retak tersebut jarang muncul pada ujung-ujung bahan yang

    digergaji secara tangensial yang berketebalan maksimum 6/4 inci, tetapi akan muncul pada

    ujung-ujung bahan yang digergaji secara tangensial atau radial dengan ketebalan yang lebih

    dari 6/4 inci.

    Kegagalan ini biasanya terjadi pada tahap awal proses penggergajian, tetapi dalam

    beberapa kayu jarum, bahaya retak permukaan ini terjadi setelah tahap awal pengeringan.

    Retak permukaan berkembang karena permukaan kayu gergajian menjadi terlalu kering,

    sebagai akibat dari kelembaban yang terlalu rendah. Pada sortimen kayu gergajian yang sisi

    lebarnya terbentuk dari bidang gergajian tangensial dan yang ukuran lebar relatif besar serta

    sortimen ini relatif tebal, maka sortimen yang tebal itu akan cenderung lebih mudah mengalami

    retak permukaan pada sisi tangensial tersebut dibandingkan dengan sortimen yang tipis dan

    sempit.

  • Universitas Gadjah Mada 4

    Beberapa retak permukaan yang telah terjadi akan dapat tertutup lagi selama

    proses pengeringan berlangsung, terutama pada sortimen kayu yang berasal dari golongan

    kayu dawn. Pada produk-produk yang mempersyaratkan permukaan kayu yang direka-oles

    (dipoles) secara sempurna, seperti halnya pada beberapa bentuk bingkai hiasan interior,

    kabinet dan mebel, adanya retak permukaan yang tertutup kembali itu tetap tidak

    dikehendaki. Retak permukaan yang demikian ini mungkin akan terbuka lagi dalam

    beberapa hal selama penggunaan, karena adanya fluktuasi kondisi atmosfir. Retak

    permukaan yang dangkal tidak perlu diperhatikan, karena retak tersebut akan hilang oleh

    libasan akibat penyerutan pada bagian tersebut selama proses permesinan terhadap

    permukaan kayu.

    Dalam penggunaan beberapa produk kayu seperti raket tenis, pegangan pada

    berbagai peralatan, dan komponen struktur bangunan, maka retak permukaan yang

    terbuka maupun yang tertutup, akan cenderung meningkat menjadi pecah. Ada produk-

    produk kayu lain yang dapat memberi toleransi bagi keberadaan retak permukaan yang

    telah tertutup ini. Produk kayu yang dimaksud antara lain berupa papan lantai dan

    beberapa produk furniture, atau produk kayu lainnya yang nilainya tidak dipengaruhi oleh

    retak permukaan yang telah tertutup lagi.

    Dalam proses pengeringan yang dilakukan secara kombinasi antara pengeringan

    secara alami dan pengeringan di dalam tanur pengering, kayu sebagai bahan balm yang

    telah mengalami retak permukaan selama proses pengeringan secara alami, tidak boleh

    dibasahi atau didedah pada kelembaban relatif yang sangat tinggi sebelum atau selama

    pengeringan selanjutnya di dalam tanur pengering. Hal itu disebabkan beberapa perlakuan

    tersebut seringkali akan memperlebar, memperdalam dan memperpanjang dimensi retak.

    Material yang mempunyai retak terbuka tidak pelu dibasahi lagi setelah pengeringan

    dengan tanur, karena pendedahan yang berkelanjutan terhadap kondisi pabrik akan

    mengeringkan permukaan yang basah dan memperlebar retak.

    Sebagaimana retak permukaan, Retak Ujung pada umumnya terjadi pada jari-jari

    kayu, tetapi terletak pada permukaan ujung batang atau sortimen kayu. Retak ini juga

    terjadi pada tahap awal pengeringan, dan dapat diminimalisasikan dengan menggunakan

    kelembaban relatif yang lebih tinggi. Bahan yang mengalami retak ujung tidak boleh

    dibasahi atau dikenai kelembaban relatif yang sangat tinggi sebelum, selama atau setelah

    proses pengeringan.

    Kecenderungan untuk mengalami retak ujung menjadi lebih besar pada semua

    jenis kayu seining dengan meningkatnya ketebalan dan kelebaran dimensi sortimen kayu.

    Berdasarkan atas alasan ini, permukaan ujung bahan yang tebal atau lebar dan harus

    dilapisi pada bagian ujungnya. Popor senjata merupakan salah sate contoh bagi bends

    yang terbuat dari kayu yang bentuknya persegi atau bujur sangkar. Di camping itu, terdapat

  • Universitas Gadjah Mada 5

    pula beberapa contoh lain yang dapat disebutkan sebagai contoh atas barang-barang

    khusus yang berukuran lebih pada sisi lebarnya. Pelapisan ujung harus dilakukan pada

    potongan baru atau potongan yang masih segar, agar pengaruh lapisan itu terekspresi

    secara paling efektif. Pelapisan seperti itu bahkan jugs harus dilakukan pada permukaan

    ujung kayu yang masih berkondisi segar, meskipun ujung tersebut belum mengalami retak.

    Sikap ini dilakukan untuk mencegah terjadinya retak ujung pada sortimen kayu. Untuk

    memperjelas pemahaman terhadap retak permukaan maka disajikan gambar berikut:

    Gambar 16. Retak ujung pada sortimen kayu.

    Sumber Rasmussen (1961).

    Pecah Ujung biasanya dihasilkan dari perkembangan lebih lanjut dari retak ujung.

    Oleh karena itu, bila perkembangan lebih lanjut secara berlebihan atas retak ujung dapat

    dihindari, maka pecah ujung tampaknya akan berkurang intensitasnya. Penempatan

    ganjalganjal secara berderet menuju ke tingkat yang lebih atas pada bagian yang paling

    ujung dari setiap papan atau sortimen kayu yang sedang dikeringkan, akan membantu

    mengurangi berkembangnya pecah ujung.

    Koleps (Collapse) yang disebut jugs salah-bentuk adalah beberapa distorsi

    pada permukaan kayu atau perataan sel-sel pada permukaan kayu. Dalam jumlahnya yang

    sedikit, cacat ini mungkin sulit untuk dideteksi atau bahkan tidak mungkin untuk dideteksi.

    Keberadaan cacat kolep ini sering terlihat sebagai lekukan atau alur atau bagian

    mengombak atau menggelombang pada permukaan kayu.

    Koleps mungkin disebabkan oleh dua hal. Pertama, tegangan pengeringan yang

    menekan (kompresi) pada bagian interior kayu, sehingga bagian ini mengalami gaya

    penekanan. Kedua, tegangan cairan pada rongga sel kayu yang semula terisi sepenuhnya

    oleh air. Kedua kondisi ini teijadi pada awal proses pengeringan. Koleps biasanya tidak

    terlihat pada permukaan kayu, sampai pada proses pengerjaan kayu berikutnya. Cacat ini

    pada umumnya berkaitan dengan temperatur bola kering yang tinggi secara berlebihan

    pada tahap awal pengeringan. Apabila cacat koleps terjadi pada proses pengeringan di

    dalam tanur, maka penurunan terhadap temperatur pada tahap awal proses pengeringan

    harus dilakukan, terutama pada pengeringan yang diberlangsungkan terhadap muatan

  • Universitas Gadjah Mada 6

    berikutnya yang terdiri atas jenis kayu dan karakter yang sama. Untuk memperjelas

    pemahaman terhadap koleps maka disajikan gambar berikut:

    Gambar 17. Koleps atau salah bentuk

    Sumber Rasmussen (1961).

    Koleps merupakan cacat yang serius dan oleh karena itu jika memungkinkan, cacat

    ini harus dihindarkan. Dalam konteks inilah perlu disakan untuk menggunakan skedul

    pengeringan khusus yang memang dirancang untuk mengurangi kehadiran kolep tersebut,

    terutama pada kayu yang rentan. Beberapa kayu yang rentan terhadap cacat ini pada

    umumnya dikeringkan secara alami, sebelum dikeringkan dengan tanur pengering.

    Retak dalam atau Honey-comb merupakan celah internal di dalam kayu yang

    disebabkan karena kegagalan tarik menarik dalam arah serat. Hal ini biasanya terjadi pada

    jari-jari kayu. Cacat ini dihasilkan karena penggunaan suhu yang tinggi secara berlebihan

    dalam periode waktu yang terlalu panjang, ketika air bebas masih berada di dalam rongga

    sel. Sementara itu, kayu mungkin tidak sungguh-sungguh gagal sampai dengan

    pertengahan perjalanan proses pengeringan atau perjalanan lebih lanjut dalam proses

    pengeringan. Pengurangan kekuatan kayu mungkin dimulai pada setiap langkah pada

    perjalanan proses pengeringan bila suhu disetel pada kondisi yang sungguh-sungguh

    tinggi secara berlebihan. Oleh karena itu, retak-dalam dapat dikendalikan pada tingkat

    yang minimum dengan menghindarkan penyetelan suhu bola kering yang terlalu tinggi dari

    awal proses

    Pengeringan sampai dengan proses pengeringan yang ditandai dengan sudah

    terevaporasinya semua air-bebas dari seluruh bagian kayu. Untuk memperjelas

    pemahaman terhadap retak-dalam maka disajikan gambar berikut:

  • Universitas Gadjah Mada 7

    Gambar 18. Retak dalam (honeycomb) pada sortimen kayu.

    Sumber Rasmussen (1961).

    Retak permukaan dan retak ujung yang dalam, yang oleh kondisi tertentu kedua

    retak itu telah tertutup kembali secara rapat pada bagian permukaan bahan, meskipun

    masih tetap terbuka pada bagian bawah permukaan tersebut. Dua jenis retak permukaan

    tersebut seringkali juga disebut sebagai retak-dalam. Kegagalan atau kerusakan ini juga

    sering disebut retak leher botol.

    Retak-dalam dapat menghasilkan kehilangan yang cukup banyak dalam arah

    panjang. Meskipun demikian, retak-dalam pada beberapa kasus tidak dapat dideteksi pada

    bagian permukaan papan atau kayu gergajian. Oleh karena itu, retak-dalam sulit untuk

    ditemukan sebelum kayu yang mengalami retak-dalam ini sedang berada pada proses

    pengerjaan kayu yang menggunakan mesin pengolah. Akan tetapi, sortimen kayu yang

    mengalami beberapa retak-dalam, seringkali mempunyai menampakkan permukaan kayu

    yang bergelombang atau berombak. Retak-dalam sangat sering berasosiasi (hadir secara

    bersama) dengan koleps, terutama terjadi pada sortimen kayu yang berada pada muatan

    yang ditempatkan pada posisi tertentu di dalam tanur pengering. Pada posisi tertentu itulah

    terjadi terkonsentrasi kelembaban udara yang tinggi selama proses pengeringan

    berlangsung. Dengan demikian, disadari bahwa di dalam tanur pengering terdapat bagian

    atau wilayah pengeringan yang bervariasi kondisi suhu dan kelembabannya, meskipun

    skedul suhu dan kelembaban yang dioperasikan adalah sama di dalam tanur pengering

    tersebut.

    Kegagalan Lingkaran Pertumbuhan merupakan cacat yang terjadi secara paralel

    dengan lingkaran tahun, baik berada dalam lingkaran atau di antara lingkaran

    pertumbuhan. Dalam penampilannya, kegagalan ini mirip dengan luka bacokan, yang

    terjadi pada pohon yang masih berdiri atau dalam pohon ketika pohon tersebut ditebang.

    Biasanya kegagalan mencakup beberapa lingkaran pertumbuhan, dimulai dari salah satu

    lingkaran pertumbuhan dan memotong melintang lingkaran pertumbuhan yang lain

    sepanjang jari-jari kayu. Hal ini dapat terjadi sebagai kegagalan pada permukaan ujung

    papan pada tahap awal pengeringan. Cacat ini akan membesar, baik menuju ke arah

  • Universitas Gadjah Mada 8

    dalam maupun menuju ke arah panjang, sejalan dengan berlanjutnya proses pengeringan.

    Kegagalan ini jugs dapat terjadi secara internal, disebabkan oleh cacat indung madu

    (retak-dalam) dan melemahnya ikatan antara lingkaran tahun ketika penerapan suhu tinggi

    dalam proses pengeringan. Kegagalan lingkaran dapat ditahan pada tingkat minimum

    dengan pelapisan ujung kayu atau dengan penggunaan skedul pengeringan yang diwarnai

    dengan kelembaban relatif yang lebih tinggi pada awal proses pengeringan dan suhu bola

    kering yang lebih rendah. Untuk memperjelas pemahaman terhadap kegagalan lingkaran

    pertumbuhan maka disajikan gambar berikut:

    Gambar 19. Cacat kegagalan lingkaran

    pertumbuhan. Sumber Rasmussen (1961).

    Pecah Kotak Hati merupakan cacat berupa pecah yang terdapat pada hati atau

    empulur kayu. Pecah ini mulai berkembang pada tahap awal proses pengeringan dan

    perkembangan menjadi bertambah buruk dan parah sejalan dengan kondisi kayu yang

    semakin kering. Pecah ini disebabkan oleh perbedaan antara besarnya pengerutan

    tangensial dan radial pada bagian kayu yang berada di sekitar empulur. Perbedaan

    besarnya penyusutan tersebut menyebabkan beberapa tegangan pada permukaan yang

    sama pada bagian tertentu pada kayu, dan hal inilah yang membuat kayu mengalami

    pecah. Cacat ini tidak mungkin dapat dihindarkan, bahkan memberi perlindungan secara

    alami untuk melindungi kayu terhadap cacat ini tidak mungkin untuk dilakukan. Cacat

    pecah hati dapat diilustrasikan dalam gambar berikut.

  • Universitas Gadjah Mada 9

    Gambar 20. Pecak kotak hati (pecah pada bagian empulur)

    Sumber Rasmussen (1961).

    Melengkung merupakan salah satu bentuk cacat perubahan bentuk pada sortimen

    kayu. Cacat ini berkembang sejalan dengan mengeringnya kayu. Perkembangan cacat ini

    terlihat dari distorsi dalam hal ukuran dan bentuk yang dialami oleh sortimen kayu yang

    bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengerutan dalam sumbu radial,

    tangensial, dan longitudinal. Pemelengkungan demikian menjadi lebih hebat dan

    bertambah menjadi lebih buruk yang disebabkan oleh dua hal. Pertama ketidak-teraturan

    arah serat pada sortimen kayu atau adanya serat kayu yang terdistorsi. Kedua, atas

    kehadiran kayu yang tidak normal di dalam sortimen kayu.

    Memangkuk merupakan distorsi papan yang di dalamnya terdapat deviasi

    pelengkungan terhadap garis lurus pada arah lebar papan. Cacat ini mulai menampakkan

    diri pada tahap sangat awal proses pengeringan dan menjadi berkelanjutan memburuknya

    sejalan dengan terus berlangsungnya proses pengeringan. Pemangkokan disebabkan oleh

    pengerutan pada arah paralel lingkaran pertumbuhan lebih besar daripada panyusutan

    pada arah melintang lingkaran pertumbuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa

    semakin besar perbedaan antara pengerutan tangensial dan radial, semakin besar pula

    derajat pemangkukan yang terjadi pada sortimen kayu tersebut. Sebuah papan yang

    digergaji secara tangensial yang dipotong dari posisi di dekat kulit, memiliki kecenderungan

    untuk memangkok yang lebih kecil daripada papan yang sama yang dipotong dari daerah

    yang berada di dekat hati. Papan hasil gergajian tangensial memangkok ke arah

    permukaan yang paling dekat dengan kulit. Pemangkokan mungkin mengakibatkan

    kehilangan yang cukup berlebihan atas volume kayu selama proses permesinan terhadap

    sortimen kayu yang dimaksud. Cacat ini dapat dikurangi dalam beberapa hal dengan

    membuat modifikasi terhadap skedul pengeringan untuk menghindarkan pengeringan yang

  • Universitas Gadjah Mada 10

    kelewat batas. Di samping itu, cacat ini dalam beberapa hal dapat dihindarkan dengan cara

    pengeringan alami terhadap persediaan bahan sebelum bahan tersebut dikeringkan dalam

    tanur pengering. Metode atau cara terbaik untuk mengontrol perkembangan cacat

    pemangkokan ialah dengan penumpukan yang baik atau dengan praktek-praktek

    penumpukan yang mengikuti prosedur penumpukkan secara benar. Sortimen berupa

    papan yang semakin tipis, maka papan tersebut akan semakin besar kecenderungannya

    untuk menderita cacat memangkok.

    Membusur (Bow) adalah suatu deviasi pelengkungan lebar terhadap garis lurus

    yang ditarik dari ujung yang satu terhadap ujung yang lain dalam satu papan. Cacat ini

    diasosiasikan dengan pengerutan longitudinal dalam kayu yang berasal dari posisi yang

    berdekatan dengan empulur pohon. Di samping itu, cacat membusur juga cenderung

    terjadi pada sortimen yang mengandung kayu tekan atau kayu tarik, yaitu sortimen kayu

    yang berasal dari bagian batang pohon yang merunduk. Cacat membusur juga terjadi pada

    sortimen kayu yang arahnya tegak lurus arah serat kayu. Cacat ini dapat dikendalikan

    dengan prosedur yang sama dengan prosedur yang digunakan untuk mengurangi

    pemangkokan.

    Melekuk (Crook) adalah deviasi pelengkungan pada sisi tebal terhadap garis lurus

    yang ditarik dari ujung yang satu ke ujung yang lain pada suatu papan. Penyebab melekuk

    sama dengan penyebab pada pembusuran. Cacat ini lebih sulit untuk dihindarkan daripada

    pemangkokan atau pembusuran.

    Memuntir (Twist) merupakan perputaran atau pembelitan pada tepi papan

    sedemikian serupa sehingga empat sudut pada setiap permukaan kayu tidak lagi berada

    dalam satu bidang datar. Hal ini terjadi dalam kayu yang tersusun atas serat-serat yang

    berarah spiral, serat yang berombak, serat yang berarah miring secara diagonal, serat

    yang terdistorsi atau serat berpadu. Kayu gergajian yang mengandung karakter serat

    demikian kadang-kadang dapat dikeringkan secara merata dengan menggunakan prosedur

    penumpukan yang benar.

    Pembentukan diamon atau cacat mengintan merupakan sebuah bentuk

    pemuntiran yang ditemukan dalam ujung kayu yang berbentuk bujur sangkar. Dengan

    demikian, cacat mengintan sering terjadi pada sortimen kayu yang dalam proses

    pengeringannya, penampang melintang kayu yang semula berbentuk bentuk bujur sangkar

    berubah menjadi bentuk jajaran genjang tertentu, yang kemudian bentuk jajaran genjang

    terseebut diasumsikan sebagai sebuah bentuk diamond. Cacat ini dihasilkan dari

    perbedaan antara besarnya pengerutan dalam arah radial dan arah tangensial dalam

    bidang bujur sangkar yang di dalamnya terdapat lingkaran-lingkaran tahun mengarah

    secara diagonal dari sudut yang satu ke sudut yang lain di dalam bidang bujur-sangkar

    tersebut. Berbagai bentuk pemuntiran diilustrasikan pada gambar berikut:

  • Universitas Gadjah Mada 11

    Gambar 21. Cacat melengkung, melekuk, membusur, memuntir,

    menggenjang, memangkuk.

    Sumber Rasmussen (1961).

    Retak pada Mata Kayu merupakan suatu kondisi yang sering dilihat sebagai cacat.

    Retak ini muncul dalam serat akhir suatu mata kayu yang terdapat pada jari-jari kayu (Lihat

    Gambar 22). Cacat ini dihasilkan dari perbedaan pengerutan paralel dan arah melintang

    lingkaran pertumbuhan dalam mata kayu. Cacat ini terjadi dalam tahap awal pengeringan

    dan diperparah oleh penggunaan kelembaban relatif yang terlalu rendah. Mata kayu yang

    retak dapat dikendalikan dengan penggunaan kelembaban relatif yang lebih tinggi dan

    dengan pengeringan pada kadar air yang lebih tinggi, akan tetapi hal ini hampir tidak

    mungkin dihalangi atau dihindarkan.

    Mata Kayu yang Lepas merupakan cacat yang dialami oleh sortimen kayu, karena

    hal ini mengkakibatkan adanya lubang pada permukaan sortimen kayu tersebut. Mata

    kayu, baik mata kayu yang mati maupun mata kayu yang hidup, selalu lepas dari sortemen

    kayu selama proses pengeringannya (Lihat Gambar 23). Hal ini disebabkan oleh

    kenyataan bahwa mata kayu tidak tumbuh pada kayu di sekitarnya, tetapi hanya ditempati

    oleh kulit dan empulur. Mata kayu mengalami pengerutan yang sangat besar dalam dua

    arah permukaan kayu, yaitu seluruh arah lebar dan sepanjang arah panjang. Sementara

    itu, papan yang menjadi tempat bagi mata kayu tersebut akan mengkerut secara cukup

    besar pada arah lebar, tetapi mengerut secara sangat sedikit pada arah panjang. Sebagai

    konsekuensi atas kedua hal itu, maka mata kayu yang telah mengering akan memiliki

    dimensi yang lebih kecil daripada dimensi lobang yang dibentuk oleh mata kayu tersebut.

  • Universitas Gadjah Mada 12

    Hal ini akan memungkinkan sangat seringnya mata kayu itu terlepas dari sortimen kayu

    gergajian, pada saat kayu gergajian tersebut diolah atau dikerjakan lebih lanjut dalam

    proses permesinan berikutnya. Tidak ada satu pun cars yang dapat dilakukan untuk

    melindungi terlepasnya mata kayu mati dari sortimen kayu selama proses pengeringannya.

    Meskipun demikian, bila kayu gergajian tidak dikeringkan sampai pada kadar air yang

    rendah sebelum kayu tersebut dikerjakan dengan mesin, maka mata kayu akan lebih

    mampu bertahan pada sortimen kayu gergajian.

    Gambar 22. Pecah pada mato. kayu Gambar 23. Mata kayu yang lepas

    Sumber Rasmussen (1961). Sumber Rasmussen (1961).

    Cacat pengerasan pada bagian luar sortimen kayu (Case Hardening) merupakan

    hasil yang tidak dapat dielakkan dari tegangan pengeringan yang berasosiasi dengan

    pengerutan. Tegangan akan hadir saat kayu mengering secara tidak merata. Ada yang

    setuju tetapi ada pula yang tidak setuju ketika case hardening ini dikatagorikan sebagai

    cacat. Case hardening akan dilihat sebagai cacat atau bukan cacat, sangat bergantung

    pada penggunaan akhir bahan kayu yang telah mengering tersebut. Kayu gergajian yang

    telah mengalami case hardening akan sulit diproses dengan mesin. Case hardening dapat

    dihilangkan, sehingga sortimen kayu akan terbebas dari cacat ini. Cara pemulihannya

    dilakukan dengan menerapkan perlakuan pengkondisian (conditioning treatment) pada

    tahap akhir proses pengeringan ketika sortimen kayu tersebut masih dikeringkan dalam

    tanur pengering kompartemen.

    9.5. Cacat yang Berhubungan dengan Penularan Jamur

  • Universitas Gadjah Mada 13

    Ada tiga bush cacat yang berkaitan dengan penularan atau serangan jamur, yaitu

    jamur noda kayu gubal, jamur pembusuk (decay) dan jamur pembuluk (mold). Semua

    cacat akibat serangan jamur ini, sebagaimana telah didiskusikan pada bagian awal, dapat

    terjadi selama berlangsungnya proses pengeringan dengan tanur, apabila kondisi suhu

    dan kelembaban udara dalam tanur pengering itu sesuai dengan habitat bagi

    pertumbuhan dan perkembangan jamur tersebut.

    Noda biru yang diakibatkan oleh jamur penoda kayu gubal (sap), yang oleh

    karena itu jamur ini lebih dikenal sebagai jamur penyebab noda biru, akan dikatagorikan

    sebagai cacat pada beberapa penggunaan kayu gergajian. Kayu gubal dari beberapa

    spesies kayu yang sangat rentan terhadapnya (Gambar 117). Cacat ini terjadi pada tahap

    awal proses pengeringan. Hal ini disebabkan oleh jamur yang pertumbuhannya

    tergantung pada tiga faktor, yaitu makanan, kelembaban udara dan suhu yang cocok,

    dapat menemukan kondisi yang sesuai dengan persyaratan pertumbuhannya. Apabila

    salah satu faktor tersebut tidak sesuai, maka noda itu tidak akan terjadi. Jamur tumbuh

    paling cepat antara suhu 75 F dan 85 F pada kayu yang memiliki kadar air 20% atau

    lebih.

    Noda sap dapat dikurangi secara subtansial dan seringkali dapat dihilangkan

    secara tuntas melalui pengeringan yang cepat terhadap kayu gergajian yang masih

    segar, baik pengeringan secara alami dengan sirkulasi udara yang cepat, atau

    pengeringan dengan tanur pada temperatur 150 F atau lebih. Bila kayu gergajian yang

    masih segar harus dikeringkan dalam tumpukan yang sulit dan sebelum dikeringkan

    tumpukan itu berada pada suatu kondisi yang kondusif bagi serangan atau penularan

    jamur penoda sap, maka kayu tersebut harus diperlakukan atau disemprot dengan cairan

    kimia beracun, yang sering disebut fungisida.

    9.6. Cacat yang Berhubungan dengan Bahan Kimia di dalam Kayu

    Ekstraktif di dalam kayu mengalami perubahan kimia selama proses pengeringan

    yang mungkin menyebabkan perubahan warna pada permukaan kayu. Warna ini sering

    disebut sebagai noda kimiawi. Ekstraktif ini mengalir ke luar bersama dengan

    perpindahan air dari bagaian dalam kayu ke bagian permukaan kayu, karena ekstraktif

    tersebut melarut di dalam air. Apabila air menguap dari permukaan kayu, maka zat

    ekstraktif akan diendapkan pada permukaan kayu. Mekanisme inilah yang menyertai

    terbentuknya noda kimia pada permukaan kayu. Di samping itu, noda peda permukaan

    kayu juga berkait dengan adanya kandung resin atau damar pada kayu. Apabila damar

    yang ada tidak mengalami pengerasan di dalam saluran damar itu selama proses

    pengeringan kayu berlangsung, sehingga damar itu mengalir ke luar menuju ke

    permukaan kayu dan mengalami pengerasan pada permukaan tersebut, maka akan

  • Universitas Gadjah Mada 14

    mungkin akan menimbulkan kesulitan. Kesulitan itu timbul terutama pada produk-produk

    kayu yang akan diperlakukan permukaannya dengan penggunaan vernis dan cat serta

    perekat atau pengikat lainnya untuk melekatkan kayu.

    Noda biru merupakan noda yang terjadi pada banyak kayu jarum, terutama pada

    Pinus merkusii dan Pinus panderusa. Warna ini sangat bervariasi dari biru muda ke biru

    sangat gelap. Noda ini hanya mempengaruhi penampilan kayu, tetapi ticlak

    mempengaruhi kekuatan kayu. Noda biru dipercaya bahwa disebabkan oleh reaksi kimia

    yang berlangsung dalam ekstraktif larut dalam air yang kemudian terkonsentrasi dan

    didepositkan selama pengeringan. Noda ini mungkin berkembang di dalam sortimen kayu

    maupun pada permukaan sortimen tersebut. Perendaman kayu dalam air panas mungkin

    merupakan salah satu cara untuk menghilangkan beberapa noda. Meskipun demikian,

    pemasakan seperti ini juga memungkinkan untuk mendedah wilayah yang bernoda itu

    menjadi berwarna yang lebih gelap.

    Noda ini dapat dikurangi secara nyata melalui tiga cara. Pertama, setelah pohon

    ditebang, balak (log) yang dihasilkannya segera dipotong dan digergaji menjadi kayu

    gergajian dan proses itu yang dilakukan secepat mungkin, yakni tanpa ada waktu jeda

    terhadap aktifitas penebangan. Kedua, pengeringan kayu gergajian dilakukan sesegera

    mungkin, juga tanpa penundaan waktu dari aktifitas penggergajian. Ketiga, proses

    pengeringan dilakukan dengan menggunakan temperatur suhu bola basah yang tidak

    melebihi dari 130 F, dan kelembaban relatif serendah mungkin tetapi masih dapat

    ditoleransi oleh bahan kayu tanpa menyebabkan retak ujung dan retak permukaan yang

    berlebihan, di samping itu juga mengatur suhu bola basah tidak melebihi 120 F selama

    proses pengeringan berlangsung.

    Noda pembekasan ganjal terjadi pada beberapa kayu selama proses

    pengeringannya, baik dengan pengeringan udara secara alami maupun dengan tanur

    pengering. Pewarnaan yang bervariasi dalam hal warna ini, mungkin terjadi pada

    permukaan atau bagian di bawah permukaan papan di bawah ganjal atau muncul sebagai

    coretan gelap yang sempit pada permukaan tepi ganjal. Kadang-kadang pewarnan bekas

    ganjal dapat dihilangkan dengan perlakuan permukaan atau pengampelasan.

    Pembekasan ganjal dipercaya sebagai hal yang berhubungan dengan konsentrasi

    substansi ekstraktif atau perubahan kimiawinya selama proses pengeringan. Meskipun

    anjuran untuk mencegahnya telah dikemukakan, tidak berarti bahwa perlindungan

    terhadap diskolorasi ini telah diketahui. Prosedur perlakuan tertentu akan menghilangkan

    penodaan karena ganjal. Hal ini meliputi penggunaan ganjal yang kering, dan ukurannya

    relatif sempit atau menggunakan ganjal yang beralur untuk mengurangi luasnya daerah

    kontak. Disamping itu, sikap untuk secepat mungkin memulai untuk mengeringkan kayu

    gergajian yang masih segar juga dianj urkan..

  • Universitas Gadjah Mada 15

    Perubahan warna lainnya yang terjadi selama pengeringan terhadap beberapa

    spesies kayu muncul berasosiasi dengan gerakan kimia. Salah satu contoh adalah

    pemunculan warna merah muda pada kayu hickory, yaitu pewarnaan dengan warna merah

    muda yang tidak berefek terhadap kekuatan kayu, tempi dikategorikan sebagai cacat untuk

    beberapa penggunaan. Pemerah-mudaan dapat dilindungi penyebarannya dengan

    penggunaan skedul pengeringan khusus. Meskipun secara efektif dapat mengontrol

    diskolorasi, skedul khusus ini juga tidak efisien karena memperpanjang jangka waktu

    pengeringan secara signifikan.

    Bumbungan lunak (saluran damar) merupakan saluran resin atau kantong resin

    yang terdapat pada semua jenis pinus, Douglas fir, spruce dan western larch. Selama kayu

    ini mengalami proses pengeringan, beberapa substansi yang mudah menguap mengalami

    evaporasi di dalam kantong resin. Proses demikian akan menvebabkan pengerasan pada

    resin tersebut. Apabila bumbungan ini tidak mengeras sepenuhnya, maka sebagian resin

    akan menetes ke luar atau meluber menuju kepada permukaan kayu kitaka kayu tersebut

    berada pada penggunaan atau pemanfaatannya. Bumbungan dapat dipadatkan atau

    dikeraskan sepenuhnya dengan menggunakan temperatur160 F atau lebih pada proses

    pengeringannya.

    Daftar Pertanyaan

    1. Uraian hubungan antara penampilan dan kualitas kayu

    2. Jelaskan pengaruh suhu terhadap kekuatan kayu

    3. Sebutkanlah berbagai cacat kayu yang terjadi selama proses pengeringan

    4. Sebutkan berbagi cacat pengeringan yang berkaitan dengan pengerutan

    5. Sebutkan berbagai cacat pengeringan yang berhubungan dengan penularan jamur

    6. Sebutkan berbagai cacat pengeringan yang berhubungan dengan zat ekstraktif kayu