CA Kolorektal

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika setelah kanker paru, dengan angka kejadian 146.940 kasus baru pada tahun 2004 dan 56.730 orang diantaranya meninggal dunia. 1 Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada data pasti berapa insiden karsinoma kolorektal. Menurut Sjamsuhidajat dari evaluasi data-data di Departemen Kesehatan mendapatkan 1,8 per 100.000 penduduk. 2 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di RSUD Arifin Achmad pada tahun 2005-2006 didapatkan insiden karsinoma kolorektal yaitu 52 kasus dan 43 kasus diantaranya merupakan karsinoma rektum. 3 Sedangkan data dari. Insedensinya dari tahun ke tahun semakin meningkat, tahun 2005 mencatatkan sejumlah 39 orang diikuti tahun 2006 sebanyak 68 orang dan tahun 2007 adalah sebanyak 103 orang. 4 Angka mortalitas yang tinggi pada kanker kolorektal salah satunya disebabkan karena sebagian besar pasien datang berobat sudah dalam stadium 1

Transcript of CA Kolorektal

Page 1: CA Kolorektal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia

dan penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika setelah kanker paru,

dengan angka kejadian 146.940 kasus baru pada tahun 2004 dan 56.730 orang

diantaranya meninggal dunia.1 Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat

kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada data pasti berapa insiden karsinoma

kolorektal. Menurut Sjamsuhidajat dari evaluasi data-data di Departemen

Kesehatan mendapatkan 1,8 per 100.000 penduduk.2 Berdasarkan data yang

diperoleh dari penelitian di RSUD Arifin Achmad pada tahun 2005-2006

didapatkan insiden karsinoma kolorektal yaitu 52 kasus dan 43 kasus

diantaranya merupakan karsinoma rektum.3 Sedangkan data dari. Insedensinya

dari tahun ke tahun semakin meningkat, tahun 2005 mencatatkan sejumlah 39

orang diikuti tahun 2006 sebanyak 68 orang dan tahun 2007 adalah sebanyak

103 orang.4

Angka mortalitas yang tinggi pada kanker kolorektal salah satunya

disebabkan karena sebagian besar pasien datang berobat sudah dalam stadium

lanjut atau sudah terjadi komplikasi sehingga hasil akhir dari penatalaksanaan

yang dilakukan oleh dokter jauh dari yang diharapkan. Terapi bedah paling

efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir, namun sebagian

besar penderita datang dalam keadaan stadium lanjut sehingga pilihan terapi

hanya paliatif saja.2,5

1

Page 2: CA Kolorektal

1.2 Batasan Masalah

Tinjauan pustaka ini membahas tentang anatomi dan fisiologi, etiologi,

faktor risiko, gejala klinis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan dan

prognosis dari kanker kolorektal.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami anatomi dan fisiologi, etiologi, faktor risiko, gejala klinis,

klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis dari kanker

kolorektal.

2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran.

3. Memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin

Achmad Provinsi Riau.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan adalah metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada

beberapa literatur.

2

Page 3: CA Kolorektal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi

2.1.1 Anatomi

Kolon dibagi dalam caecum, appendik vermiformis, kolon asenden, kolon

transversum, kolon desenden dan sigmoid. Rektum menduduki bagian posterior

rongga pelvis kemudian melanjutkan diri sebagai anus.6

Gambar 1. Anatomi kolorektal.7

Suplai darah kolon terutama melalui A.mesenterika superior dan inferior.

A.mesenterika superior memberikan 3 cabang utama, yaitu A.iliokolika, A.kolika

dekstra dan A.kolika media, yang mensuplai darah untuk kolon bagian kanan

yaitu caecum, kolon asenden, dan 2/3 proksimal kolon transversum.

A.mesenterika inferior bercabang ke A.kolika sinistra, A.hemoroidalis superior

dan A.Sigmoid yang mendarahi kolon bagian kiri yaitu 1/3 distal kolon

transversum, kolon sigmoid dan proksimal rektum. A.hemoroidalis inferior

merupakan cabang dari A.pudenda interna mendarahi distal rektum dan anus.8

3

Page 4: CA Kolorektal

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting

diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam

reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa.

Jadi selama keganasan kolon belum mencapai muskularis mukosa, kemungkinan

besar belum ada metastasis. Kolon disarafi oleh sistem saraf otonom yaitu sistem

saraf simpatis dan parasimpatis, kecuali sfingter ani eksterna yang berada dalam

kontrol volunter.8

Gambar 2. Vaskularisasi colon7

2.1.2 Fisiologi

Fungsi utama kolon adalah mengabsorbsi air, vitamin dan elektrolit,

melakukan penyimpanan feses dan kemudian mendorongnya keluar, mensekresi

mukus dan aktifitas bakteri. Kolon mengabsorbsi air dan elektrolit dengan

kapasitas sekitar 1500-2000mk air/hari. Mukus disekresikan untuk melumas dan

melindungi mukosa. Bakteri kolon berfungsi untuk mensintesis vitamin K dan

beberapa vitamin B serta berperan dalam proses pembusukan dan fermentasi yang

menghasilkan flatus.8

2.2 Epidemiologi

Kanker kolorektal merupakan kanker kedua terbanyak di Amerika serikat.

American Cancer Society melaporkan terdapat 104.950 kasus baru kanker kolon

dan 40.340 kasus baru kanker rektal pada tahun 2005 di Amerika Serikat, dan

4

Page 5: CA Kolorektal

menyebabkan kematian pada 56.290 penderita. WHO melaporkan pada tahun

2005 terdapat 980.000 kasus baru kanker kolorektal didunia, dimana 500.000

penderita dilaporkan meninggal dunia tiap tahunnya.9

Tidak ada perbedaan insidensi kolorektal pada pria dan wanita, namun usia

merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kenker ini. Usia yang

berisiko tinggi adalah usia lebih dari 40 tahun untuk kanker kolon dan usia lebih

dari 70 tahun untuk kanker rektal, namun beberapa kasus dilaporkan terjadi pada

usia muda.9,10

2.3 Etiologi

Penyebab pasti kanker kolorektal hingga kini tidak diketahui karena ada

banyak faktor yang berperan dalam menimbulkan kanker kolorektal ini. Tetapi

faktor-faktor yang kini dipercaya mengawali munculnya karsinoma kolon

diantaranya adalah efek mutagen dari feses, intake daging yang berlebihan dan

asam empedu yang tinggi dalam kolon. Kanker kolorektal timbul melalui interaksi

yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan dimana faktor

lingkungan multiple bereaksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang

didapat dan berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal terjadi

sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan

sel. Perubahan kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya

karsinoma melibatkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel. 11

Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom yang berujung

pada kanker kolorektal yakni :11

1. Instabilitas kromosom

Instabilitas kromosom (cromosamal instability atau CIN) yang merupakan

hasil perubahan-perubahan besar pada kromosom seperti transkolasi,

amplifikasi, delesi dan berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai

dengan hilangnya heterezigositas pada DNA yang berdekatan dengan

lokasi-lokasi kelainan tersebut.

Awal proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi

pada gen adenomatous polyposis coli (APC). Kelainan APC yang sporadik

maupun yang familial seperti familial adenomatous polyposis coli (FAP).

5

Page 6: CA Kolorektal

Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan

pengobatan proliferasi yang selanjutnya berkembang menjadi adenoma.

Mutasi pada proto oncogene selular K-ras yang biasanya terjadi pada

adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan

pertumbuhan sel yang tidak normal.

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi

gen supresor tumor p53. Pada keadaan normal protein gen p53 akan

menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen

p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat mengalami

repiklasi yang menghasilkan sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih

parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada

kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterozygosity). Hal

ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti

DCC (deleted in colon cancer) merupakan tahap akhir dari tranformasi

kearah keganasan.

Sering kali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan

bermetastasis yang merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon

tidak selalu membutuhkan semua jenis mutasi tersebut di atas dan

tampaknya masih ada kerusakan genetik yang lain yang berperan namun

belum ditemukan sampai saat ini. Bagaimanapun juga model mutasi yang

dijelaskan di atas dapat menjadi landasan kerangka konsep untuk

memahami proses karsinogen KKR.

2. Instabilitas mikrosatelit dan HNPCC

Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN) dimana

terjadi peningkatan resiko terjadinya mutasi-mutasi noktah (point

mutations) yang mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNA secara

acak sepanjang genom.

Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari

instabilitas mikrosatelit dimana mutasi pada gen MRR (Mismatch repair)

yang berfungsi memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (face pasca

mitosis). Sel-sel yang kehilangan aktivitas perbaikan ketidakcocokan

(MMR) ini tampaknya masih memerlukan mutasi sebelum mengalami

6

Page 7: CA Kolorektal

karsinogenesis oleh semua sel kolon mempunyai satu gen yang lengkap

maka mutasi somatik kedua di perlukan sebelum fungsi MMR hilang.

Mekanisme second hit ini yang menjelaskan tidak munculnya poliposis

pada HNPCC. Sekarang ini 5 gen MMR telah di identifikasikan yaitu: h

MSH2, h MLH1, h PMS1, h PMS2, h dan h MSH6.

HNPCC dapat dibedakan melalui KKR sporadis biasanya muncul pada

usia lebih muda (±40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih

tinggi (18% vs 6%), letak tumor sebelah kana (60% - 80% vs 25%) dan

lebih sering tumor mucinosa (35% vs 20%), HNPCC di bagi dalam 2

varian yaitu: Syndroma lynch I dan II.

2.4 Faktor Resiko

Adapun faktor risiko terjadinya kanker kolorektal antara lain:7,12,13,14,15

Umur diatas 40 tahun

IBD (Inflamatory Bowel Diseases), seperti : kolitis ulseratif dan penyakit

Crohn.

Riwayat keluarga.

Hereditary poliposis syndromes

Familial plyposis (high risk)

Gardner’s syndrome (high risk)

Turcot’s syndrome (high risk)

Peutz-Jeghers syndrome (low to moderate risk)

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit

keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda,

ditemukan polip dalam jumlah sedikit.

Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan

yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan

rektum.

Ras atau latar belakang etnis: orang kulit hitam Amerika (African

Americans) dan Yahudi di daerah Eropa Timur

7

Page 8: CA Kolorektal

Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat dan lamanya waktu

transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal  meningkatkan risiko

kanker kolorektal.

Rokok dan alkohol

Riwayat polip

Perubahan pada mikroflora kolon

- Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa

diet juga memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi

bakteri apapun pada isi usus normal menjadi karsinogen.

Kolitis Ulserosa (>> usia 20-30 tahun)

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada

mukosa kolon yang dapat meluas kebagian proksimal bersifat difus. Pada

kolitis ulserosa yang berat, mengenai semua mukosa usus serta ileum

terminalis ikut meradang yang disebut “back wash ileitis”. Kolitis ulserosa

terjadi pada garis antara rektum dan kolon yang dapat menyebabkan

nekrosis. Hal ini sering menyebabkan permukaan mukosa ditandai

adanaya perdarahan.

Kolitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta dan

kemudian beberapa abses bersatu membentuk ulkus melibatkan mukosa

dan submukosa. Secara histopatologis, tampak distribusi sel radang pada

kolitis ulserosa lebih dari setengah kelenjar mukosa dan adanya kongesti

pembuluh darah. Kolitis ulserosa yang kronis merupakan resiko terjadinya

karsinoma.

Kolitis ulserosa pada beberapa kasus akan menetap pada daerah

rektum (proctitis ulseratif). Namun beberapa keadaan dapat menyebar

kebagian proksimal dan kadang melibatkan seluruh kolon (pankolitis).

Kolitis ulserosa dibagi menjadi 3 tahap ;

8

Page 9: CA Kolorektal

1. Kolitis ulserosa dini aktif

Pada kolitis ulserosa dini aktif, tampak jumlah elemen kelenjar mukosa

berkurang atau menghilang dan vaskularisasi pada lamina propia

bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan

sel radang dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses radang

meluas pada submukosa.

2. Kolitis ulserosa kronik aktif

Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses

penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta

jumlahnya berkurang, pada lamina propia mengalami hiperplasia,

muncul dalam bentuk pseudopolip.

3. Kolitis ulserosa tenang

Pada stadium tenang, mukosa akan lebih tipis. Bila kolitis ulserosa

berlangsung lama dapat dijumpai displasia atau prakenker. Sehingga

kolitis ulserosa resiko tinggi untuk terjadinya kanker kolorektal.

Individu yang memiliki faktor risiko direkomendasikan untuk dilakukan

screening, dengan strategi sebagai berikut:16

FOBT (Fecal Occult Blood Test) setahun sekali, jika hasil FOBT positif,

maka harus diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi, atau fleksibel

sigmoidoskopi dan Barium Enema dengan kontras

Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

FOBT plus fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

Kolonoskopi setiap 10 tahun

2.5 Gejala klinis

Pada stadium awal, kanker kolorektal jarang menimbulkan gejala klinis.13

Gejala kanker kolorektal yang paling sering adalah perubahan pola defekasi,

perdarahan per anus (hematokezia), nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat

badan. KKR umumya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul

9

Page 10: CA Kolorektal

sebagai bagian dari komplikasi. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai

letak kanker.8,11

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek Klinis

Nyeri

Defekasi

Obstruksi

Darah pada feses

Feses

Dispepsia

Memburuknya KU

Anemia

Kolitis

Karena Penyusupan

Diare/diare berkala

Jarang

Samar

Normal/diare

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu

Obstruksi

Karena obstruksi

Konstipasi progresif

Hampir selalu

Samar atau makroskopis

Normal

Jarang

Lambat

Lambat

Proktitis

Tenesmus

Tenesmus terus menerus

Tidak jarang

Makroskopis

Perubahan bentuk

Jarang

Lambat

lambat

Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker.8

2.6 Klasifikasi penderajatan kanker kolorektal

Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:8

Dukes A Terbatas di mukosa

Dukes B Menembus muskularis mukosa

Dukes C

C1

C2

Metastasis ke kelenjar getah bening

KGB didekat tumor primer

KGB jauh

Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal

Tabel 2. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.7

10

Page 11: CA Kolorektal

Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.7

Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM

untuk karsinoma kolorektal:17

T   : Tumor Primer   

To    :   Tidak ada bukti ada tumor primer.

Tx    :   Tumor primer sulit dinilai.

Tis    :   Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.

T1    :    Tumor mengenai submukosa.

T2    :    Tumor mengenai propia muskularis.

T3    :    Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa

jaringan perirektal

T4    :   Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.

N    :    Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx     :    Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.

No    :    Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.

N1    :    Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.

N2    :    Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.

M  :    Metastasis (anak sebar) jauh

Mx :    Metastasis tak dapat dinilai.

Mo    :    Tak ditemukan metastasis jauh.

M1    :    Ditemukan metastasis jauh.

11

Page 12: CA Kolorektal

Staging Group

Stage T N M Dukes

0 Tis No Mo -

I T1 No Mo A

T2 No Mo A

IIA T3 No Mo B

IIB T4 No Mo B

IIIA T1-T2 N1 Mo C

IIIB T3-T4 N1 Mo C

IIIC Any T N2 Mo C

IV Any T Any N M1 D

Tabel 3. Staging TNM menurut AJCC.17

Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:18

Direct extension

Hematogenous metastasis

Regional lymph node metastasis

Transperitoneal metastasis

Intraluminal metastasis

2.7 Diagnosis

Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, colok dubur, pemeriksaan laboratorium, kolonoskopi dan

rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini

sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Diagnosis pasti

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi. Pemeriksaan tambahan

seperti pemeriksaan urologi, hepar dan paru dilakukan untuk melihat metastasis

kanker kolorektal.8

Anamnesis yang teliti harus dilakukan dengan perhatian khusus pada

perubahan pola defekasi, baik diare maupun konstipasi, nyeri perut, perdarahan

dari anus, penurunan berat badan, dan faktor predisposisi. Keluhan utama dan

pemeriksaan klinis didapat adanya perdarahan peranum disertai peningkatan

12

Page 13: CA Kolorektal

frekuensi defekasi dan atau diare selama minimal 6 minggu, perdarahan peranum

tanpa gejala anal.3,19

Pada periksaan fisik perlu diperhatikan adanya anemia, tonjolan di

abdomen, tanda-tanda obstruksi mekanik usus, nyeri tekan, pembesaran kelenjar

limfe, pembesaran hepar serta keadaan gizi pasien. Pemeriksaan colok dubur

merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

menilai keutuhan sfingter ani, ukuran, fiksasi, ulserasi serta memperkirakan

perluasan tumor ke kelenjar limfe pada rektum 1/3 tengah dan distal. Tumor dapat

diraba dengan colok dubur pada 90% kasus.2,19

Pemeriksaan Penunjang yang membantu penegakan diagnosis antara lain:

a. Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan

hasil normal. Perdarahan intermiten dan polip yang besar dapat dideteksi

melalui darah samar feses atau anemia defisiensi Fe. Pemeriksaan fungsi hepar

dan ginjal, biasanya memberikan hasil normal, kecuali bila sudah metastasis ke

hepar. Pemeriksaan tumor marker seperti Carsinoembrionic antigen (CEA) dan

Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9) juga membantu menegakkan diagnosa.9,11

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi

50% polip kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering

sulit untuk divisualisasi, sehingga pemeriksaan rektosigmoidoskopi

masih diperlukan.11karsinoma kolon sinistra terlihat sebagai fixed filling

defect, sedangkan pada kolon dekstra terlihat sebagai constriction atau

massa intraluminal.18

Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat

akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsy pada lesi yang

mencurigakan pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai >95%

pasien. Kolonoskopi mempunyai sensitivitas (95%) dan spesifisitas

(99%) paling tinggi dibandingkan modalitas yang lain untuk mendeteksi

polip adenomatous.

13

Page 14: CA Kolorektal

c. Evaluasi Histologi

Gambaran mikroskopik dari adenokarsinoma kolorektal bervariasi, mulai dari

well differentiated sampai poorly differentiated struktur kelenjar.9

2.8 Diferensial Diagnosa

Diagnosis banding dari kanker kolorektal adalah:12

Diverticular disease

Stricture

IBD

Infectious atau inflammatory lesions

Adhesions

Metastasis karsinoma

Extrinsic masses (kista, abses)

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker kolorektal antara lain:11

Kemoprevensi

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) termasuk aspirin dianggap

berhubungan dengan penurunan mortalitas KKR. Beberapa OAINS seperti

sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insiden

berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatous

Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker

dikalangan pemakai OAINS namun bukti yang mendukung manfaat pemberian

aspirin dan OAINS lainnya untuk mencegah KKR sporadic masih lemah.

Endoskopi dan operasi

Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan polipektomi.

Bila ukuran <5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsy atau

elektrokoagulasi bipolar. Disamping polipektomi KKR dapat diatasi dengan

operasi. Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon asenden,

kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden diatasi

14

Page 15: CA Kolorektal

dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat

diangkat dengan tidakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas

akibat operasi sekitar 5%.

Terapi ajuvan

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.

Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi KKR

setelah operasi. Pasien Duke A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu

terapi adjuvan. Pasien KKR Duke C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara

signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease

free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada KKR Duke B.

2.10 Prognosis

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor

pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan

tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.8

Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari

stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun

adalah sebagai berikut:12

   1.    Dukes’ A 5-yr survival, >80%

   2.    Dukes’ B 5-yr survival, 60%

   3.    Dukes’ C 5-yr survival, 20%

   4.    Dukes’ D 5-yr survival, 3%

Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:12

Stage TNM classification 5-year survival

I T1-2, N0, M0 >90%

IIA T3, N0, M0 60%-85%

IIB T4, N0, M0 60%-85%

IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%

IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%

15

Page 16: CA Kolorektal

Stage TNM classification 5-year survival

IIIC T(any), N2, M0 25%-65%

IV T(any), N(any), M1 5%-7%

Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.12

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

16

Page 17: CA Kolorektal

Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan

penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika.

Penyebab pasti kanker kolorektal hingga kini tidak diketahui, timbul melalui

interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan.

Gejala dan tanda klinis kanker kolorektal bervariasi sesuai letak kanker.

Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, colok dubur, dan pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan kanker kolorektal terdiri dari kemoprevensi, kolonoskopi dan

operasi serta terapi ajuvan.

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor.

3.2 Saran

Penyuluhan kepada masyarakat luas mengenai pola hidup sehat dalam upaya

pencegahan terjadinya kanker kolorektal

Perlunya dilakukan screening pada masyarakat yang berisiko tinggi untuk

deteksi dini kanker kolorektal

17