C08wsa1.pdf
Transcript of C08wsa1.pdf
KARAKTERISTIK SOSIS IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT
PROTEIN KEDELAI DAN KARAGENAN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DAN FREEZING
Oleh :
Setyo Agus Widodo C34103049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SETYO AGUS WIDODO. Karakteristik Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai dan Karagenan pada Penyimpanan Suhu Chilling dan Freezing. Dibimbing oleh Anna C. Erungan dan Ella Salamah. Ikan kurisi merupakan salah satu ikan hasil tangkap samping yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia diantaranya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan proses pengolahan pasca panen. Sosis ikan merupakan salah satu jenis produk yang dapat dikembangkan. Sosis yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah sosis dengan bahan baku daging atau ayam, sedangkan sosis dengan bahan baku ikan belum banyak dikenal. Penelitian ini bertujuan untuk mengupayakan pengembangan diversifikasi produk olahan perikanan menjadi produk olahan berupa sosis ikan serta untuk mengetahui karakteristik sosis ikan kurisi dengan kombinasi penambahan isolat protein kedelai dan karagenan. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama untuk mengetahui sosis dengan tekstur terbaik. Sosis terpilih kemudian digunakan dalam penelitian tahap kedua, yaitu penyimpanan pada suhu chilling dan freezing.
Hasil analisis sensori pada parameter warna, penampakan, aroma dan rasa menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada parameter tekstur, nilai tertinggi pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebesar 1%. Hasil analisis kekuatan gel diperoleh nilai terbesar pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1% yaitu sebesar 673,75 g/cm2. Hasil analisis kekerasan diperoleh nilai terbesar pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan 1% yaitu sebesar 986,13 g/cm2. Hasil analisis elastisitas diperoleh nilai terbesar pada sosis komersil sebesar 95,30 g/cm2. Nilai tertinggi analisis stabilitas emulsi terdapat pada sosis komersil, yaitu 90,34%. Nilai kadar air terbesar pada perlakuan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0,5% sebesar 63,33%. Nilai kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebesar 2,65%. Nilai analisis protein tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan isolat protein kedelai dan karagenan yaitu 14,995%. Nilai analisis lemak tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 0% dan karagenan 1% yaitu 0,78%. Nilai perhitungan kadar karbohidrat tertinggi pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 0,5% dan karagenan 1% sebesar 21,93%. Nilai pH sosis selama penyimpanan terjadi penurunan setiap minggunya. Jumlah mikroorganisme yang terdapat pada sampel menunjukkan peningkatan tiap minggunya, baik pada penyimpanan chilling maupun freezing.
KARAKTERISTIK SOSIS IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT
PROTEIN KEDELAI DAN KARAGENAN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DAN FREEZING
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Setyo Agus Widodo
C34103049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : KARAKTERISTIK SOSIS IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI DAN KARAGENAN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DAN FREEZING
Nama : Setyo Agus Widodo
NRP : C34103049
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Anna C. Erungan, MS Dra. Ella Salamah, M.Si NIP: 131 601 219 NIP:131 788 597
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 31 Januari 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul “Karakteristik Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai dan Karagenan pada Penyimpanan Suhu Chilling dan Freezing” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi.
Bogor, Februari 2008
Setyo Agus Widodo
NRP C34103049
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 06 Agustus 1985.
Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak Suranto dan Ibu Sri Mulyati. Pendidikan formal
dimulai dari TK Mardisiwi II pada tahun ajaran 1990-1991
dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri
Sindurjan I pada tahun 1991-1997. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan sekolah
ke SLTP Negeri I Purworejo sampai tahun 2000. Setelah lulus SLTP penulis
melanjutkan pendidikan di SMU N 3 Purworejo dan lulus tahun 2003.
Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk IPB (USMI). Selama menjadi
mahasiswa, penulis turut aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan di IPB
maupun diluar IPB, diantarnya Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan
(HIMASILKAN), Fisheries Processing Club (FPC) Organisasi Kedaerahan
Mahasiswa Purworejo (GAMAPURI), dan fgW Student Forum. Penulis juga aktif
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, antara lain kepanitian Orientasi
Mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan sebagai anggota bidang
keamanan, kepanitiaan Field trip Ekologi Perairan sebagai Koordinator Lapangan
untuk jurusan THP, Kepanitiaan Field trip Biologi Laut sebagai Koordinator
Lapangan untuk jurusan THP, Kepanitiaan Olimpiade Mahasiswa IPB, dan
berbagai kepanitiaan lain. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah
Rekayasa Industri Hasil Perikanan (tahun 2004-2005), asisten mata kuliah
Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan (tahun 2006-2007), serta asisten Teknologi
Proses Thermal Hasil Perikanan (tahun 2006-2007).
Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis
skripsi yang berjudul ”Karakteristik Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai dan Karagenan pada Penyimpanan
Suhu Chilling dan Freezing” sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana
Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakteristik Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) dengan Penambahan
Isolat Protein Kedelai dan Karagenan pada Penyimpanan Suhu Chilling dan
Freezing”. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Dengan segala keikhlasan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS dan Ibu Dra. Ella Salamah, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si
selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. DIKTI dalam program SP4 yang telah memberikan dukungan materiil kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
4. Keluargaku tercinta, Ayahanda Suranto B.E, Ibunda Sri Mulyati B.E,
kakak-kakakku Setyo Haryadi Suranto Putro, Setyo Prihandono, Endah
Rahayu Setianingrum, serta adikku Setyo Budi Laksono yang telah
memberikan dorongan baik berupa doa, motivasi, dan materi yang tak
terhingga kepada penulis. Kalian adalah hal terbaik dalam hidupku.
5. Pimpinan PT. Markaindo Selaras dan juga Bapak Diding Darojat, atas segala
bantuan yang diberikan sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.
6. Bu Ema, Bu Rubiyah, Pa Sobirin, Bu Yati, dan Kiki yang telah membantu
penulis selama penelitian.
7. Terry Ayu Adrianny yang selalu ada disampingku dan mendukungku dalam
suka maupun dukaku, berat maupun ringanku, dan kuat maupun lemahku.
Semoga kebersamaan kita tidak akan lekang dimakan waktu.
8. Sahabat-sahabatku THP ‘40 (Ira, Pisuko, Deden, Aal, Lianny, Taufik, Yunita,
Wida, Dian, Merry, Gami, Nono, Lisda, Angling, dll) untuk kebersamaan dan
bantuan yang telah diberikan, kakak-kakaku THP ’39 (Mas Dwi Santoso,
Mas Joko), serta adik-adikku THP ‘41 dan THP ’42 atas persahabatan,
motivasi, dan bantuan yang diberikan selama penulis mengerjakan penelitian
dan penulisan skripsi ini.
9. Yacob JS, Budi P, Dumadi S dan Oki D atas persahabatan yang indah.
Semoga persahabatan kita tidak akan pernah hilang.
10. Sahabat sekaligus saudaraku C3 291, Sinung, Sofyan, Venta yang menjadi
keluarga pertamaku saat mengawali Studi di IPB.
11. Warga Wisma Persia, Swardi Sitio, Permana Giri, Norman S, Syamsul,
Agung S. Mukti, N-pe, Suyadi, Anton, Tito, teman-teman satu angkatan
GAMAPURI, dan keluarga besar GAMAPURI yang selalu ada untuk penulis.
12. Semua pihak yang terlibat dalam pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi
penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pihak yang
memerlukan. Amin.
Bogor, Februari 2008
Setyo Agus Widodo
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii
1. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
2.1 Deskripsi Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) ................................. 5
2.2 Sosis ......................................................................................................... 6
2.2.1 Klasifikasi sosis ............................................................................. 6 2.2.2 Emulsi............................................................................................ 7 2.2.3 Bahan pengikat dan bahan pengisi ................................................ 9 2.2.4 Tapioka ..........................................................................................10 2.2.5 Susu skim......................................................................................11 2.2.6 Isolat protein kedelai .....................................................................11 2.2.7 Karagenan......................................................................................12 2.2.8 Bahan tambahan atau bahan pembantu .........................................14 2.2.9 Selongsong ....................................................................................16 2.2.10 Pembuatan sosis...........................................................................16 2.2.11 Komposisi kimia sosis .................................................................18
2.3 Penyimpanan ............................................................................................19
2.3.1 Penyimpanan suhu chilling............................................................20 2.3.2 Penyimpanan suhu beku (Freezing) ..............................................22
3. METODOLOGI .............................................................................................23
3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................23
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................23
3.3 Tahapan Penelitian ...................................................................................23
3.4. Prosedur Penelitian...................................................................................24
3.5 Prosedur Analisis .....................................................................................27
3.5.1 Uji sensori ......................................................................................27 3.5.2 Analisis sifat fisik ..........................................................................27
3.5.1.1 Uji lipat (Nasran dan Tambunan 1974 dalam Purwandari 1999) ............................................................27
3.5.1.2 Uji gigit (Istihastuti et al. 1998)......................................27 3.5.1.3 Kekuatan gel (Bourne 1982) ...........................................28
3.5.1.4 Kekerasan (Ranggana 1986) ...........................................28 3.5.1.5 Elastisitas (Ranggana 1986)............................................28 3.5.1.6 Stabilitas emulsi (AOAC 1995) .......................................28
3.5.3 Analisis sifat kimia ........................................................................29 3.5.3.1 Analisis pH.......................................................................29 3.5.3.2 Analisis kadar air (AOAC 1995)......................................29 3.5.3.3 Anaisis kadar abu (AOAC 1995) .....................................30 3.5.3.4 Kadar protein (AOAC 1995)............................................30 3.5.3.5 Kadar lemak (AOAC 1995) .............................................30 3.5.3.6 Kadar karbohidrat (Winarno 1997) ..................................31
3.5.4 Analisis mikrobiologi (Fardiaz 1987)...........................................31
3.6 Rancangan Percobaan ..............................................................................32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................35
4.1 Karakteristik Sosis ...................................................................................35
4.1.1 Mutu Sensori .................................................................................35 4.1.2 Sifat Fisik ......................................................................................41
4.1.2.1 Uji lipat.............................................................................41 4.1.2.2 Uji gigit ............................................................................42 4.1.2.3 Kekuatan gel.....................................................................43 4.1.2.4 Kekerasan .........................................................................44 4.1.2.5 Elastisitas..........................................................................46 4.1.2.6 Stabilitas emulsi ...............................................................47
4.1.3 Sifat Kimia.....................................................................................48 4.1.3.1 Nilai pH (sebelum penyimpanan).....................................48 4.1.3.2 Kadar air ...........................................................................49 4.1.3.3 Kadar abu..........................................................................51 4.1.3.4 Kadar protein ....................................................................52 4.1.3.5 Kadar lemak......................................................................53 4.1.3.6 Kadar karbohidrat .............................................................54
4.2 Karakteristik Sosis Selama Penyimpanan ......................................................... 55
4.2.1 Nilai pH (setelah penyimpanan) ....................................................56 4.2.2 Total Mikroba (Total Plate Count atau TPC)................................57
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................60
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................60
5.2 Saran.........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................61
LAMPIRAN ........................................................................................................67
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) ........................................ 5
2. Komposisi kimia bahan pengikat dan bahan pengisi .......................................10
3. Analisis kandungan gizi susu skim per 100 g bahan .......................................11
4. Standar mutu karagenan...................................................................................12
5. Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya ............20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus).......................................................... 5
2. Pengaruh suhu terhadap fase lag pada pertumbuhan bakteri ..........................21
3. Diagram alir pembuatan sosis ikan (Modifikasi ASEAN – CANADA Project 1995) ..................................................................................................25
4. Diagram penelitian tahap I dan tahap II pembuatan sosis ikan kurisi.............26
5. Histogram nilai rata-rata uji sensori warna .....................................................36
6. Histogram nilai rata-rata uji sensori penampakan...........................................37
7. Histogram nilai rata-rata uji sensori tekstur ....................................................38
8. Histogram nilai rata-rata uji sensori aroma.....................................................39
9. Histogram nilai rata-rata uji sensori rasa ........................................................40
10 Histogram nilai rata-rata uji lipat .....................................................................41
11 Histogram nilai rata-rata uji gigit.....................................................................42
12 Histogram nilai rata-rata kekuatan gel .............................................................43
13 Histogram nilai rata-rata kekerasan .................................................................45
14 Histogram nilai rata-rata elastisitas..................................................................46
15 Histogram nilai rata-rata stabilitas emulsi........................................................47
16 Histogran rata-rata nilai pH sosis sebelum penyimpanan ................................49
17 Histogram nilai rata-rata kadar air ...................................................................50
18 Histogram nilai rata-rata kadar abu..................................................................51
19 Histogram nilai rata-rata kadar protein ............................................................52
20. Histogram nilai rata-rata kadar lemak.............................................................54
21. Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat ....................................................55
22. Nilai pH sosis ikan kurisi selama penyimpanan .............................................56
23. Kurva pertumbuhan bakteri selama penyimpanan..........................................57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tabel scoresheet uji organoleptik skala hedonik sosis ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) ..........................................................................64 2. Tabel scoresheet uji lipat sosis ikan kurisi
(Nemipterus nematophorus) ..........................................................................65 3. Tabel scoresheet uji gigit sosis ikan kurisi
(Nemipterus nematophorus)..........................................................................66 4. Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter
aroma .............................................................................................................67
5. Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter rasa..68
6. Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter
warna..............................................................................................................69
7. Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter
tekstur ............................................................................................................70
8. Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter penampakan ...................................................................................................71
9. Rekapitulasi data hasil uji lipat ......................................................................72
10. Rekapitulasi data hasil uji gigit ......................................................................73
11. Analisis ragam analisis sensori skala hedonik ...............................................76
12. Uji lanjut Tukey analisis sensori parameter tekstur .......................................76
13. Analisis ragam uji lipat dan gigit ...................................................................76
14. Uji lanjut Tukey parameter uji lipat ...............................................................77
15. Uji lanjut Tukey parameter uji gigit...............................................................77
16. Analisis statistik uji kekuatan gel...................................................................78
17. Uji lanjut Tukey kekuatan gel sosis ikan kurisi .............................................78
18. Analisis statistik uji kekerasan.......................................................................76
19. Uji lanjut Tukey kekerasan sosis ikan kurisi..................................................79
20. Analisis statistik uji elastisitas .......................................................................79
21. Analisis statistik uji stabilitas emulsi .............................................................78
22. Uji lanjut Tukey stabilitas emulsi sosis ikan kurisi........................................80
23. Rekapitulasi data rata-rata hasil uji proksimat ...............................................81
24. Analisis statistik uji kadar air.........................................................................81
25. Uji lanjut Tukey kadar air sosis ikan kurisi ...................................................81
26. Analisis statistik uji kadar abu .......................................................................82
27. Uji lanjut Tukey kadar abu sosis ikan kurisi..................................................82
28. Analisis statistik uji kadar protein..................................................................82
29. Uji lanjut Tukey kadar protein sosis ikan kurisi ............................................83
30. Analisis statistik uji kadar lemak ...................................................................83
31. Analisis statistik uji kadar karbohidrat...........................................................83
32. Rekapitulasi nilai pH sebelum penyimpanan.................................................84
33. Rekapitulasi nilai pH sebelum penyimpanan.................................................84
34. Rekapitulasi uji TPC untuk penyimpanan sosis.............................................84
35. Daya simpan sosis ikan pada suhu chilling dan freezing...............................85
25. Alat-alat yang digunakan ...............................................................................86
26. Sosis hasil penelitian ......................................................................................89
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan hasil tangkap samping merupakan ikan yang tertangkap dalam suatu
operasi penangkapan ikan tertentu yang sebenarnya tidak ditujukan untuk
menangkap ikan tersebut. Jenis ikan yang ikut tertangkap pada umumnya kurang
memiliki nilai ekonomis, sehingga para nelayan sering tidak membawa ikan hasil
tangkap samping tersebut ke pelabuhan. Masalah yang menyebabkan rendahnya
nilai ekonomis ikan tersebut adalah bentuk dan ukuran yang kurang menarik, dan
secara tradisional ikan tersebut tidak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
(Moeljanto 1994). Beberapa spesies yang merupakan hasil tangkap ikutan atau
hasil tangkap samping berukuran kecil yang dapat ditingkatkan pemanfaatannya
adalah ikan kurisi, sangeh, selanget, selar kuning, senangi dan spesies ikan lainnya
(Naamin dan Sumiono 1983).
Pengukuran kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat melalui tingkat
konsumsi energi dan protein. Menurut Soedjana, Rusastra, dan Sudaryanto
(1998), pemerintah berupaya meningkatkan konsumsi protein hewani dengan
meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat melalui penerbitan pedoman
umum Gerakan Makan Ikan sebagai sumber protein hewani (Gema Insani).
Pedoman umum ini diterbitkan berdasarkan keputusan Direktorat Jendral
Perikanan No. IK.310/DI.3310/1997. Tujuan gerakan Gema Insani ini adalah
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaksaan
pembangunan. Salah satu programnya adalah dengan adanya diversifikasi pangan
dan gizi melalui ketersediaan pangan dan gizi yang berasal dari ikan.
Rendahnya konsumsi ikan oleh masyarakat disebabkan oleh daya beli
yang rendah, kurang pengetahuan pasca panen hasil perikanan karena
membutuhkan tenaga dan waktu preparasi yang banyak, kurangnya pengetahuan
tentang gizi ikan terhadap kesehatan, rendahnya ketersediaan ikan di daerah
terutama yang jauh dari sentra produksi ikan atau susah dijangkau oleh kendaraan
atau alat transportrasi umum. Oleh karena itu, teknologi diversifikasi pengolahan
ikan perlu dikembangkan dan diaplikasikan agar konsumsi ikan dimasyarakat
Indonesia meningkat. Pengolahan ikan merupakan salah satu cara untuk
menyelamatkan hasil panen yang disertai dengan usaha peningkatan penerimaan
konsumen melalui rasa, aroma, dan penampakan produknya. Kegiatan
diversifikasi dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pemanfaatan hasil
perikanan agar mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi, selain itu bertujuan
untuk memperpanjang daya simpannya.
Salah satu upaya diversifikasi pada olahan ikan adalah dengan pembuatan
sosis ikan. Sosis yang banyak beredar dipasaran saat ini adalah sosis sapi dan
sosis ayam, sedangkan pemanfaatan ikan sebagai bahan baku pembuatan sosis
masih belum dikembangkan oleh masyarakat. Padahal protein yang terkandung
dalam daging ikan sangat tinggi mutunya dan murah harganya. Disamping itu
kandungan gizi ikan yang rendah kolesterol (mempunyai EPA dan DHA yang
tinggi). Lebih lanjut, tingkat konsumsi masyarakat secara umum sekarang ini
telah berubah dari konsumsi red meat seperti daging sapi dan kambing, menjadi
konsumsi white meat seperti daging ikan. Hal ini terkait dengan isu-isu kesehatan
dalam konsumsi daging sapi dan ayam, seperti kasus flu burung pada unggas, sapi
gila (mad cow) pada sapi yang dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi
oleh manusia, sehingga potensi berkembangnya produk sosis yang terbuat dari
bahan dasar ikan akan tinggi.
Komponen penyusun dalam pembuatan sosis diantaranya adalah
emulsifier (bahan pengemulsi) dan bahan pengikat (Binder). Sosis yang dijual
dipasaran, pada umumnya menggunakan bahan pengikat berupa sodium
tripolifosfat yang merupakan salah satu jenis bahan tambahan makanan yang
terbuat dari bahan kimia sintetik. Seperti yang telah diketahui bersama, apabila
bahan kimia dikonsumsi secara terus menerus, maka akan dapat menimbulkan
efek yang kurang baik bagi kesehatan, diantaranya adalah dapat menyebabkan
timbulnya penyakit degenerati seperti kanker, sehingga diperlukan suatu bahan
yang dapat menggantikan fungsi dari sodium tripolifosfat tersebut.
Bahan pengemulsi yang banyak digunakan dalam pembuatan sosis adalah
kasein, akan tetapi harga kasein itu sendiri mahal, sehingga sosis hanya
dikonsumsi oleh orang dari kalangan menengah ke atas saja. Untuk itu,
diperlukan jenis bahan pengemulsi lain yang dapat menggantikan fungsi dari
kasein, dengan harga yang lebih murah, tetapi memiliki fungsi yang sama sebagai
bahan pengemulsi, sehingga sosis dapat dinikmati tidak hanya oleh orang dari
kalangan menengah ke atas saja, tetapi juga dari kalangan menengan ke bawah.
Banyak sekali bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi dan
bahan pengikat, diantaranya adalah isolated soy protein (isolat protein kedelai)
dan tepung karagenan. Isolat protein kedelai didesain untuk dapat menggantikan
sebagian protein larut garam pada daging, mengikat air dan minyak, menstabilkan
emulsi, dan membantu mempertahankan struktur pada produk olahan daging.
Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk, sebagai pembentuk
gel atau penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi, terutama pada
produk-produk jelly, permen, sirup, dodol, nugget, produk susu, bahkan untuk
industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, dan pakan ternak.
Suatu bahan pangan pada umumnya mudah mengalami kerusakan.
Kerusakan bahan makanan diantaranya disebabkan oleh bakteri-bakteri pembusuk
yang membuat makanan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk menjaga
agar makanan tetap aman untuk dikonsumsi, maka harus disimpan pada kondisi
dimana bakteri tersebut tidak dapat tumbuh. Metode penyimpanan yang dapat
dilakukan adalah dengan pendinginan (chilling) dan pembekuan (freezing), karena
pada kondisi tersebut, aktivitas pembusukan bakteri akan dapat dihambat.
1.2 Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengupayakan
pengembangan diversifikasi produk olahan perikanan, khususnya ikan kurisi,
menjadi produk olahan berupa sosis ikan, selain itu juga untuk mengganti
bahan-bahan kimia yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis yang dapat
menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan, dengan bahan-bahan alami yang
lebih aman bagi kesehatan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1) Mengetahui karakteristik fisik sosis ikan kurisi diantaranya stabilitas emulsi,
kekuatan gel, elastisitas, dan kekerasan.
2) Mengetahui daya awet sosis ikan kurisi yang disimpan pada suhu chilling dan
freezing.
Hipotesis Ho : Penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan
pengaruh terhadap sifat sensori dari sosis yang dihasilkan.
H1 : Penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh
terhadap sifat sensori dari sosis yang dihasilkan.
Ho’ : Penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan
pengaruh terhadap sifat fisik dari sosis yang dihasilkan.
H1’ : Penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh
terhadap sifat fisik dari sosis yang dihasilkan.
Ho’’ : Penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan
pengaruh terhadap sifat kimia dari sosis yang dihasilkan.
H1’’ : Penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh
terhadap sifat kimia dari sosis yang dihasilkan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
Menurut Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap (2001), klasifikasi ikan
kurisi adalah sebagai berikut:
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Nemipteridae
Genus : Nemipterus
Spesies : Nemipterus nematophorus
Gambar 1 Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
(http://www.pipp.dkp.go.id)
Ikan kurisi memiliki nilai gizi yang tinggi. Komposisi kimia ikan kurisi
(Nemipterus nematophorus) menurut Sedayu (2004) disajikan pada Tabel 1:
Tabel 1 Komposisi ikan kurisi (Nemipterus nematophorus)
Komposisi % Berat basah Kadar air 79,55 Kadar abu 0,97
Kadar protein 16,85 Kadar lemak 2,2
Sumber: Sedayu (2004)
Ikan kurisi tergolong dalam ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah.
Ikan yang tergolong berlemak rendah dan berprotein tinggi memiliki kandungan
protein 15-20% dan kandungan lemaknya kurang dari 5% (Stansby 1963).
Ikan kurisi memiliki badan langsing agak gepeng. Kepala tanpa duri,
bagian depannya tak bersisik. Sirip punggung berjari-jari keras 10, dan 9 lemah.
Jari-jari keras pertama dan kedua tumbuh memanjang seperti serabut (cambuk),
demikian juga jari-jari teratas lembaran sirip ekornya. Sirip dubur berjari-jari
keras 3, dan 7 jari-jari lemah (http://www.pipp.dkp.go.id).
Ikan kurisi termasuk ikan buas, makanannya organisme dasar
(cacing-cacing kecil, udang, moluska). Hidup di dasar, karang-karang, dasar
lumpur atau lumpur pasir pada kedalaman 10-50 m. Warna kepala dan gigir
punggung kemerahan. Ban-ban warna kuning diselang-seling ban warna merah
mawar membujur badan sampai batang ekornya. Satu totol kuning terdapat pada
awal garis rusuk. Ukuran dapat mencapai panjang 25 cm, umumnya 12-18 cm
(http://www.pipp.dkp.go.id).
Daerah penyebarannya hampir terdapat di seluruh perairan Indonesia.
Disamping memiliki nama Indonesia, ikan kurisi juga memiliki nama lokal,
diantaranya adalah kerisi (PPN Pemangkat), krese (PPN Brondong), tuyul
(PPP Banjarmasin), krisi (PPP Sungai Liat), gorara (PPN Bitung), boce
(PPN Palabuhan Ratu), juku eja (PPN Ambon), kerisi (PPN Tanjung Pandan),
abangan, kempongan (PPP Tegalsari) (http://www.pipp.dkp.go.id).
2.2. Sosis
2.2.1 Klasifikasi sosis
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang secara
harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman, karena pada awal
pembuatannya sosis dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging. Proses
pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan cukup karena dimaksudkan untuk
mengawetkan daging segar yang tidak dapat dikonsumsi pada saat itu saja
(Rust 1987). Proses pembuatan sosis sekarang ini tidak lagi sebatas memberikan
garam dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini sosis dibuat
dari daging yang digiling dan diberikan bumbu dan biasanya dibentuk menjadi
bentuk yang simetris (Tauber 1985).
Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water atau o/w). Emulsi
adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang
molekul-molekul kedua cairan itu tidak berbaur tetapi saling antagonistik
(Winarno 1997).
Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dikelompokkan ke dalam enam
kelas, yaitu: sosis segar, sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap,
sosis masak, sosis kering dan semi kering serta difermentasi dan sosis spesialis
daging masak (Kramlich 1971).
Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah, dilumatkan atau digiling,
diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong
serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa
ditambahkan bahan-bahan lain atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan di dalam
selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak. Sosis kering
dan agak kering dibuat dari daging yang ditambahkan bahan-bahan lain dan
dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi
dalam keadaan dingin atau setengah masak (Soeparno 1998).
2.2.2 Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang
lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi
saling antagonik. Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur
tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Pada
suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi
yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut
media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase, yang biasanya
terdiri dari air, dan bagian ke tiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar
butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno 1997). Jika air sebagai fase
pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi, emulsi ini disebut sebagai emulsi
minyak dalam air (O/W), sebaliknya jika minyak sebagai fase pendispersi dan air
sebagai fase tersispersi, maka emulsi jenis ini disebut emulsi air dalam minyak
(W/O) (deMan 1997).
Struktur dasar emulsi adalah campuran dari bagian-bagian daging halus
yang tersebar sebagai emulsi lemak dalam air (Pomeranz 1991). Tiga tipe protein
yang berperan dalam pembentukan emulsi sosis adalah 1) protein sarkoplasma
yang larut dalam air, namun kurang larut dalam larutan garam, 2) aktin dan miosin
yang sangat larut dalam garam, namun tidak larut dalam air, 3) protein lainnya
misalnya mioglobin yang larut dalam air dan garam (Wilson et al 1981).
Hasil emulsi yang baik dapat diperoleh dengan cara memecah atau
melumatkan daging prerigor bersama-sama dengan es, garam dan bahan curing,
kemudian disimpan beberapa jam sehingga proses ekstraksi protein lebih efisien.
Emulsi akan stabil apabila lemak telah terselubungi oleh protein, pemanasan
emulsi akan mengkoagulasi protein sehingga protein akan mengikat lemak dalam
suspensi dan menstabilkan emulsi (Pomeranz 1991).
Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan dalam sistem emulsi
atau terdapat keseragaman molekul fase pendispersi dan fase terdispersi dalam
kondisi baik. Kestabilan emulsi terjadi apabila suatu partikel terdispersi yang
terdapat dalam bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan
partikel lain dan membentuk lapisan yang terpisah. Untuk mendapatkan emulsi
yang pekat dan stabil dari kedua cairan, baik sistem minyak dalam air (o/w) atau
air dalam minyak (w/o), maka diperlukan komponen ketiga, yaitu bahan
pengemulasi. Fungsi dari komponen ketiga adalah untuk mempercepat atau
mempermudah terjadinya proses emulsi dan memberikan atau meningkatkan
kestabilan emulsi. Pengemulsi merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu
menurunkan tegangan antar permukaan, antara permukaan udara-cairan dan
cairan-cairan. Kemampuan ini merupakan akibat dari struktur molekul pengemulsi
yang mengandung dua bagian yang jelas, satu bagian mempunyai sifat polar atau
sifat hidrofil, bagian yang lain bersifat non polar atau hidrofob. Jumlah
pengemulsi yang dibutuhkan tergantung dari besarnya ukuran partikel emulsi,
semakin kecil ukuran partikel emulsi, maka jumlah pengemulsi yang dibutuhkan
akan meningkat (deMan 1997).
Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi,
ukuran partikel lemak, pH, viskositas emulsi, jumlah dan tipe protein yang larut
(Kramlich 1971).
Penggilingan dan pemanasan yang berlebihan serta terlalu cepat akan
mengakibatkan terjadinya pemecahan emulsi. Hal ini disebabkan oleh diameter
partikel lemak yang semakin kecil dan permukaan lemak yang semakin besar,
sehingga protein tidak cukup untuk menyelubungi semua partikel lemak. Lemak
yang tidak terselubungi akan keluar dari emulsi sehingga akan terpisah dan keluar
dari sosis (Kramlich 1971).
2.2.3 Bahan pengikat dan bahan pengisi
Bahan pengikat dan bahan pengisi adalah bahan bukan daging yang
ditambahkan ke dalam sosis dengan tujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi,
mengurangi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan,
memperbaiki cita rasa serta mengurangi biaya produksi (Kramlich 1971).
Bahan pengisi yang ditambahkan ke dalam pembuatan sosis terdiri dari
tepung-tepungan yang mempunyai kandungan pati yang tinggi, namun kandungan
proteinnya rendah. Bahan pengisi mempunyai kemampuan untuk mengikat
sejumlah besar air, namun kemampuan emulsifikasinya rendah (Albert
et. al. 2001). Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan sosis
adalah tepung serealia, ekstrak pati, dan sirup jagung atau padatannya.
Kandungan pati dalam bahan tersebut tinggi tetapi kadar proteinnya rendah,
sehingga mempunyai kemampuan untuk mengikat air, tetapi tidak berperan dalam
mengemulsi lemak (Wilson et al. 1981).
Bahan pengikat merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan ke
dalam pembuatan sosis yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan
mengemulsikan lemak. Bahan pengikat menurut asalnya dibedakan menjadi
bahan pengikat hewani dan bahan pengikat nabati. Bahan pengikat hewani
merupakan produk susu yang meliputi susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa
lemak rendah kalsium, dadih susu, dan sodium kaseinat. Bahan pengikat nabati
yang sering digunakan dalam pembuatan sosis adalah produk kedelai
(Kramlich 1971). Bahan pengikat dan bahan pengisi ditambahkan ke dalam
formulasi pembuatan sosis dengan tujuan untuk: (1) Mengurangi harga formulasi,
(2) Memperbaiki hasil masakan, (3) Memperbaiki karakteristik irisan,
(4) Memperbaiki aroma, (5) Menambah kandungan protein, (6) Memperbaiki
stabilitas emulsi, (7) Memperbaiki proses pengikatan lemak, (8) Meningkatkan
pengikatan air (Tauber 1985).
Bahan pengikat pada sosis ikan adalah 5-10% dari berat bahan (Amano
1965 dalam Tanikawa 1971). Komposisi Kimia beberapa macam bahan pengikat
dan pengisi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia bahan pengikat dan bahan pengisi
Jenis bahan Air (%) Protein (%) Lemak
(%) Abu (%)
Karbohidrat (%)
Susu skim1) 3,00 38,00 1,00 7,00 51,00
Pengikat Isolat protein kedelai2)
5,91 88,30 2,32 0,87 1,60
Tapioka3) 12,00 0,50 0,30 0,20* 86,90 Maizena3) 5,46 9,89 1,29 0,61 85,75 Sagu4) 10,20 0,31 0,25 0,18 89,06
Pengisi
Terigu5) 12,00 13,30 2,00 - 71,00 Sumber: 1)Ockerman (1983)
2)Christina (1996) 3)Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1989) 4) Tasman (1981) 5)Sebrell dan Hagerty (1982) *Swinkels (1985)
2.2.4 Tapioka
Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari ubi kayu (Manihot esculenta)
melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan
pengeringan. Pati merupakan komponen utama tepung tapioka dan merupakan
senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga untuk memodifikasi rasa
tepung tapioka mudah dilakukan (Rusmono 1983 diacu dalam Suwardian 2005).
Tapioka memiliki sifat yang sangat mirip dengan amilopektin karena
tapioka sebagian besar terdiri atas amilopektin. Sifat – sifat amilopektin antara
lain (Tjoroadikosoemo 1986):
1) Dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukkan penampakan yang sangat
jernih sehingga dapat meningkatkan mutu penampilan produk akhir.
2) Pada suhu normal, pasta dari amilopektin tidak mudah menggumpal dan
kembali menjadi keras.
3) Mempunyai daya perekat yang tinggi sehingga pemakaiaan pati dapat
dihemat.
Tapioka dapat digunakan diberbagai industri pangan. Industri pangan
yang menggunakan tepung tapioka diantaranya adalah (Grace 1969 diacu dalam
Nurochmawati 2003):
1) Langsung dimakan sebagai makanan, custard dan bentuk makanan lainnya.
2) Sebagai pengental (thikener) seperti soup, makanan bayi, saus dan lain-lain.
3) Sebagai pengisi (filler) untuk memadatkan kandungan soup, pil tablet, es krim
dan lain-lain.
4) Sebagai bahan pengikat (binder) untuk menggabungkan massa dan
mencegahnya dari penguapan selama pemasakan (sosis dan daging olahan).
2.2.5 Susu skim
Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu
kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et. al. 1987). Aroma
produk yang ditambah susu skim dapat meningkat akibat adanya kandungan
laktosa dalam susu skim tersebut (Karmas 1977). Susu skim dapat juga
digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat adesif dan menambah nilai
gizi (Wilson et al. 1981). Komposisi kimia susu skim disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis kandungan gizi susu skim per 100 g bahan
Kandungan Satuan Jumlah Energi Kal 362 Protein Gram 35,6 Lemak Gram 1,0 Karbohidrat miligram 52,0 Vitamin A S.I 0,04 Air Gram 3,5 Vitamin B1 Miligram 0,35 Ca Miligram 1300 P Miligram 1030 Fe miligram 0,6
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1989)
2.2.6 Isolat protein kedelai
Isolat protein kedelai adalah produk dari protein kedelai bebas lemak atau
berlemak rendah (bisa dibuat dari kedelai utuh) yang diolah sedemikian rupa
sehingga kandungan proteinnya tinggi. Menurut definisinya, kandungan protein
pada isolat protein kedelai minimum 95%. Isolat protein kedelai sangat
dibutuhkan dalam industri pangan, karena banyak sekali digunakan untuk
formulasi berbagai jenis makanan. Yang diinginkan dari isolat protein kedelai
adalah sifat fungsional proteinnya. Sifat ini menentukan pemakaian atau fungsi
produk tersebut dalam berbagai produk makanan (Koswara 2005).
Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling
murni, karena kadar proteinnya minimum 95 % dalam berat kering. Produk ini
hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh
lebih baik dibandingkan dengan konsentrat kedelai dan tepung kedelai
(Koswara 2005).
Isolat protein kedelai biasanya digunakan sebagai bahan campuran dalam
makanan olahan daging dan susu. Isolat protein kedelai baik sekali digunakan
dalam formulasi berbagai produk makanan, juga sebagai bahan pengikat dan
pengemulsi dalam produk-produk daging (Koswara 2005).
2.2.7 Karagenan
Karagenan merupakan salah satu contoh dari zat aditif yang sering
ditambahkan dalam makanan. Food and Agricultural Organization (FAO), Food
Chemical Codex (FCC), dan European Economic Community (EEC) menetapkan
selang standar untuk produk karagenan yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Standar mutu karagenan
Spesifikasi FAO FCC EEC Zat volatile/kadar air (%) Maks 12 Maks 12 Maks 12 Sulfat (%) 15-40 18-40 15-40 Viskositas pada larutan 1,5 % Min 5 cp Min 5 cp Min 5 cp Kadar abu (%) 15-40 Maks 35 15-40 Kadar abu tak larut asam (%) maks 2 Maks 1 Maks 2
Pb (ppm) Maks 10 Maks 10 Maks 10 As (ppm) Maks 3 Maks 3 Maks 3 Cu+Zn(ppm) - - Maks 50
Logam berat
Zn (ppm) - - Maks 25 Sumber : A/S Kobenhvsn pektifabrik (1978) dalam alpis (2002)
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstrak dari beberapa anggota
Rhodophyceae dengan menggunakan air panas (Greer et al. 1984 diacu dalam
Harun 1993). Berdasarkan unit penyusunnya, karagenan dapat dibagi menjadi
lima kelompok, yaitu: kappa-, iota-, lamda-, mu-, nu-karagenan. Dari lima
kelompok tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomi yaitu kappa-, iota-,
dan lamda- karagenan (Towle 1973).
Perbedaan fraksi satu dengan yang lain didasarkan pada jumlah
3,6-anhydro-D-galaktosa yang terkandung serta posisi dari gugus ester sulfat.
Kappa karagenan terdiri atas unit-unit ulangan antara ikatan 1,3 dari unit
D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhydro-D-galaktosa. Iota
karagenan terdiri atas unit-unit ulangan antara ikatan 1,3 dari D-galaktosa-4-sulfat
dan ikatan dari unit 3,6-anhydro-D-galaktosa-2 sulfat, sedangkan lamda-
karagenan terdiri atas unit-unit ulangan antara ikatan 1,3 dari unit D-galaktosa-2
sulfat dan ikatan 1,4 dari unit D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman 1983).
Karagenan banyak mengandung ester sulfat, sehingga untuk mengimbas
pembentukan gel diperlukan kation seperti K, Ca, Na dan lain-lainnya (Chapman
dan Chapman 1980). Jumlah sulfat pada karagenan berkisar antara 18 % sampai
40%.
Karagenan merupakan suatu jenis galaktan dan umum digunakan pada
industri makanan, khususnya sebagai emulsifier pada industri minuman.
Karagenan juga dimanfaatkan pada industri kosmetik, tekstil, obat-obatan, cat dan
juga sebagai materi dasar dari aromatic diffuser (Chapman dan Chapman 1980).
Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk sebagai pembentuk
gel, penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi, terutama pada
produk-produk jelly, permen, sirup, dodol, nugget, produk susu, bahkan untuk
industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, dan pakan ternak (Suptijah 2002
diacu dalam Ariyani 2005).
Karagenan dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena mengandung
gugus sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya dan bersifat
hidrofilik yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya (Moirano 1977).
Berdasarkan sifatnya yang hidrofilik tersebut, maka penambahan karagenan dalam
produk emulsi akan meningkatkan viskositas fase kontinu sehingga emulsi
menjadi stabil (Frasier dan Parker 1985).
Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih tinggi, sedangkan pada pH
yang lebih rendah dari 7 stabilitas karagenan menurun, khususnya dengan
peningkatan suhu. Pada pH yang lebih rendah dari 7, polimer karagenan
terhidrolisa sehingga kemampuan membentuk gel menjadi hilang. Namun
demikian, dalam praktek penerapannya, suatu gel terbentuk pada pH kurang dari 7
dan hidrolisa terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil (Glickman 1983). Tidak
adanya 3,6 anhydro-D-galaktosa dalam karagenan hanya menyebabkan larutan
menjadi kental dan tidak membentuk gel (Greer et al. 1984 diacu dalam Harun
1993).
2.2.8 Bahan tambahan atau bahan pembantu
Bahan tambahan atau bahan pembantu adalah bahan yang sengaja
ditambahkan atau diberikan ke dalam suatu adonan dengan maksud atau tujuan
tertentu, misalkan untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa
(Winarno et. al. 1980).
1) Garam
Garam bisa terdapat secara alami dalam makanan atau ditambahkan dalam
pengolahan dan penyajian makanan. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu
banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan
rasa produk menjadi terlalu asin (Buckle et al. 1987). Secara umum pada
pembuatan sosis, jumlah garam yang ditambahkan adalah 2-3% (Rust 1987).
Nilai penting dalam keberhasilan pembuatan sosis adalah kemampuan dari
garam untuk melarutkan protein otot. Kelarutan protein ini menjalankan fungsi
sebagai emulsifier dimana akan menyelubungi partikel lemak dan mengikat air
serta dalam menjaga kestabilan dari emulsi sosis. Dalam menjalankan fungsi
membantu mengikat air, garam juga membantu mempertahankan produk yang
dihasilkan (Kramlich 1971).
2) Gula
Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat
yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya
digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu
(Buckle et al. 1987).
Pemberian gula akan mempengaruhi cita rasa yaitu meningkatkan rasa
manis, kelezatan, dapat mempengaruhi aroma, tekstur daging dan mampu
menetralisir garam yang berlebihan serta penambah energi. Selain itu gula
memiliki daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan
kelembaban relatif (ERH) dan mengikat air sehingga dapat berfungsi sebagai
pengawet. Adanya glukosa, sukrosa, pati dan lain-lain dapat meningkatkan cita
rasa pada makanan serta menimbulkan rasa khusus pada makanan
(Buckle et al. 1987). Gula jika dipanaskan akan bereaksi dengan asam amino
sehingga terbentuk warna coklat yang membuat bahan lebih menarik
(Winarno 1997).
Gula berfungsi untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi gula yang
tinggi dalam curing berfungsi sebagai bahan preservatif (Soeparno 1992).
3) Bawang Putih
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan Bawang putih mengandung
senyawa pembentuk aroma dan juga senyawa-senyawa berkhasiat lainnya.
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasanya ditambahkan ke dalam
makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan
selera makan. Bau khas pada bawang putih berasal dari senyawa allisin. Selain
itu, bawang putih juga mengandung protein, lemak, vitamin B dan C, serta
mineral, yaitu kalium, fosfat, besi, dan belerang (Wibowo 1999).
4) Air atau Es
Air merupakan salah satu bahan yang umumnya ditambahkan dalam
adonan sosis. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan sosis adalah
20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es
(Forrest et al. 1975). Penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk
(1) melarutkan garam dan mendistribusikan secara merata ke seluruh bagian
massa daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu
pembentukan emulsi, dan (4) mempertahankan suhu daging agar tetap rendah
selama penggilingan dan pembuatan adonan (Kramlich 1971).
5) Lemak
Penambahan lemak pada pembuatan sosis ikan bertujuan untuk
memperoleh produk sosis ikan yang kompak, tekstur yang empuk, rasa dan
adonan yang lebih baik. Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis ikan
berkisar antara 5-25% (Amano 1965).
Jumlah lemak yang ditambahkan harus seimbang dengan jumlah air dan
protein. Apabila jumlah yang ditambahkan terlalu sedikit, maka akan
menghasilkan sosis yang keras dan kering, sebaliknya apabila penambahan lemak
berlebihan, maka akan menghasilkan sosis yang keriput dan lunak, karena selama
pemasakan terjadi kehilangan lemak (cooking loss) yang tinggi sehingga sebagian
lemak akan terpisah (Wilson 1981). Jumlah penambahan lemak dalam
pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan
penanganan, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% dari bobot
daging (Kramlich. 1971).
2.2.9 Selongsong
Selongsong atau casing adalah sarung pembungkus yang digunakan untuk
membungkus dan membentuk sosis. Casing sendiri dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
casing hewan, casing kolagen, casing selulosa dan tabung plastik
(Price dan Bernand 1987).
Selongsong diperlukan sebagai wadah pembentuk sosis dan menentukan
bentuk serta ukuran sosis yang dihasilkan. Selongsong alami terutama dihasilkan
dari saluran pencernaan ternak misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Pada
dasarnya selongsong alami adalah kolagen. Selongsong ini mudah sekali rusak
oleh mikroorganisme sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau
digarami, dalam keadaan basah mudah ditembus oleh asap atau cairan.
Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu selulose, kolagen yang dapat
dimasak, kolagen yang tidak dapat dimasak, dan plastik. Selongsong buatan
mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan selongsong alami
(Soeparno 1992).
2.2.10 Pembuatan sosis
Pada pembuatan produk daging olahan, daging yang digunakan adalah
daging yang memiliki nilai komersial yang rendah. Daging yang akan digiling
sebaiknya didinginkan terlebih dahulu sampai suhu -2oC, sehingga suhu
penggilingan dapat dipertahankan tetap dibawah 22oC yang bertujuan untuk
mencegah terdenaturasinya protein sebagai emulsifier utama (Muchtadi 1989).
Prinsip pembuatan sosis ikan meliputi penyiangan, pencucian, filleting, penirisan,
penggilingan bersama bahan pengikat dan bumbu-bumbu, pemasukan ke dalam
casing, pengukusan dan penggorengan. Pemasakan sosis ini bertujuan untuk
menyatukan komponen-komponen dalam adonan sosis, menetapkan warna dan
menonaktifkan mikroba (Tanikawa 1971). Tahapan pembuatan sosis ikan adalah
sebagai berikut:
1) Penyiangan dan pencucian
Penyiangan merupakan tahap pembuangan bagian yang tidak diperlukan
dari ikan seperti isi perut, sirip ekor, serta daging bagian perut. Penyiangan dan
pencucian pada dasarnya betujuan untuk menghilangkan segala kotoran, darah,
lendir, dari ikan yang merupakan sumber bakteri pembusuk maupun bakteri
patogen.
2) Filleting
Filleting merupakan tahap pemisahkan daging ikan dari tulang-tulangnya,
dengan kata lain mengambil dagingnya saja, atau mengambil bagian yang dapat
dimakan dalam hal ini dilakukan pembuangan kulit.
3) Penggilingan
Selesai filleting dilakukan penggilingan menggunakan mesin penggiling
daging yang bertujuan untuk menghaluskan atau melembutkan daging sehingga
memudahkan pencampuran bahan-bahan lain untuk membentuk adonan. Selama
penggilingan akan timbul panas akibat gesekan antara ikan dengan alat giling,
sehingga mengakibatkan denaturasi dari aktomiosin, oleh sebab itu perlu adanya
penambahan es (Suzuki 1981). Penggilingan daging bertujuan untuk memperkecil
ukuran partikel, memperoleh daging giling yang berukuran seragam,
mengekstraksi protein larut dalam air dan larutan garam serta untuk proses
emulsifikasi (Brown dan Toledo 1975).
4) Pengadonan
Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar
agar semua bahan tercampur merata atau homogen. Mutu adonan antara lain
dipengaruhi oleh jumlah dan lemak yang ditambahkan, lama pengadukan yang
baik biasanya antara 15-25 menit (Tanikawa 1971).
Suhu sangat berperan dalam menjaga kestabilan adonan. Pada suhu antara
15-20oC emulsi yang terbentuk akan mulai pecah. Oleh karena itu, pada saat
penghancuran daging dan pengadonan ditambahkan es dan lemak pada akhir
proses pengadonan (Wilson 1981).
5) Pengisian dalam selongsong
Adonan yang sudah homogen dimasukkan ke dalam selongsong atau
casing yang masih dalam bentuk panjang, untuk itu perlu diikat menjadi bentuk
yang kecil dan seragam, berukuran kurang lebih 10-15 cm.
6) Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem
jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan
(Harris dan Karmas 1989). Adapun tujuan dari pengukusan adalah untuk
mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak.
Gelatinisasi merupakan pengembangan dan proses tidak teratur yang
terjadi dalam granula-granula pati selama pemasakan dengan air. Pengembangan
granula-granula pati selama pemasakan disebabkan oleh penetrasi air dan
dehidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah mencapai suhu kritis.
Pengembangan pati akan menghasilkan pasta yang kenyal dan gel yang kaku. Pati
yang kandungan amilopektinnya tinggi atau kandungan amilosanya rendah akan
membentuk produk yang lengket (Winarno 1997).
2.2.11 Komposisi kimia sosis
1) Protein
Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging
(Soeparno 1994). Kadar protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging,
jumlah dan jenis bahan pengikat yang ditambahkan (Rompis 1998). Protein
dalam daging berdasarkan kelarutannya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
protein sarkoplasma yang larut dalam air, protein miofibril yang larut dalam
larutan garam dan protein stroma yang tidak larut dalam larutan garam
(Ockerman 1983). Berdasarkan SNI, kadar protein sosis daging minimal adalah
13% (DSN pada SNI No. 01-3820-1995).
2) Air
Air merupakan komponen terpenting dalam bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa. Kadar air sosis dapat
dipengaruhi oleh jumlah pati atau tepung dan jumlah air es yang ditambahkan
dalam pembuatan sosis (Rompis 1998). Berdasarkan SNI kadar air pada sosis
daging tidak lebih dari 67% (DSN pada SNI No. 01-3820-1995).
3) Lemak
Kadar lemak sosis dapat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah daging serta
jumlah lemak yang ditambahkan ke dalam pembuatan sosis (Rompis 1998).
4) Karbohidrat
Kadar karbohidrat pada sosis dapat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah
bahan pengisi yang ditambahkan. Kandungan karbohidrat daging segar umumnya
kurang dari 1% dari berat daging dan biasanya dalam bentuk glikogen dan asam
laktat (Rompis 1998).
5) Abu
Kadar abu sosis dapat berasal dari daging sebagai bahan utama, tepung,
STPP (sodium tripolifosfat) dan garam yang ditambahkan. Abu atau mineral
dalam daging umumnya terdiri dari kalsium, fosfor, iron, magnesium, sodium,
sulfur, klorin dan potasium. (Forrest et al. 1975).
2.3 Penyimpanan
Cara Pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu
pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan biasanya akan
mengawetkan bahan hanya dalam berapa hari atau minggu saja tergantung dari
jenis bahan pangannya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan
untuk beberapa bulan atau kadang-kadang beberapa tahun (Koswara 2006).
Perbedaan yang lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal
pengaruhnya terhadap aktivitas mikroba dalam bahan pangan. Penggunaan suhu
rendah dalam pengawetan bahan tidak dapat menyebabkan kematian mikroba
sehingga bila bahan pangan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan dibiarkan
mencair kembali (thawing) pertumbuhan mikroba pembusuk dapat berjalan
dengan cepat (Koswara 2006).
Penggunaan suhu rendah terutama untuk beberapa hasil pertanian tertentu
perlu mendapat perhatian kerena kerusakan fisiologis dapat lebih cepat terjadi
terutama justru pada suhu rendah, misalnya kerusakan akibat proses pendinginan
(chilling injuries) dan kerusakan proses pembekuan (freezing injuries)
(Koswara 2006).
2.3.1 Penyimpanan suhu chilling
Istilah penyimpanan suhu dingin diartikan sebagai penggunaan suhu
rendah dalam kisaran 1 oC sampai 3,5 oC, suhu yang jauh melebihi permulaan
pembekuan otot, tetapi masih berada dalam suhu optimum -2 oC dan 7 oC bagi
pertumbuhan mikroorganisme psikrofilik (Buckle et al. 1987).
Makanan yang di-chilling adalah makanan yang disimpan dalam kondisi
es yang mencair pada 0 oC atau direfrigerasi pada temperatur diatas suhu freezing
(-1 oC) sampai suhu 5 oC. Pada temperatur ini, bakteri psychotrops masih dapat
tumbuh dan pada akhirnya dapat merusak makanan, tetapi pada fase lag-nya
(dari fase pertumbuhan bakteri) akan mengalami pertambahan panjang, kecepatan
pertumbuhannya akan menurun. Hal ini dapat menyebabkan daya simpan
makanan meningkat lebih lama melebihi daya simpan makanan yang disimpan
pada suhu kamar (Garbutt 1997).
Daya simpan makanan akan tergantung pada (Garbutt 1997):
1) Kontaminasi awal.
2) Komposisi makanan.
3) Penanganan atau pengolahan lain yang dilakukan.
4) Temperatur pendinginan.
Penyimpanan yang optimum adalah mendekati suhu freezing sedemikian
mungkin yang dilakukan pada semua rantai dari produksi sampai konsumsi.
Berdasarkan reaksi pertumbuhannya terhadap suhu, mikroorganisme dapat
dikelompokkan menjadi 5 kelompok, seperti yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya
Suhu Pertumbuhan (oC) Kelompok Mikroorganisme
Minimum Optimum maksimum
Psikrofilik -15 10 20 Psikrotrof -5 25 35 Mesofil 5 - 10 30 - 37 45 Thermofil 40 45 - 55 60 - 80 Thermotrof 15 42 - 46 50
Sumber Buckle et al., (1987)
Pendinginan dengan menggunakan suhu chilling, akan memperlambat
pertumbuhan dan melemahkan daya tahan mikroba, sedangkan pendinginan
dengan suhu freezing, selain faktor suhu rendah yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, juga akan terjadi reduksi aktivitas air (Aw) (Gauld 1989).
Temperatur mempunyai pengaruh penting pada fase lag dari kurva
pertumbuhan bakteri. Ketika temperatur diturunkan sampai suhu chilling, tidak
hanya kecepatan pertumbuhan yang akan menurun, tetapi juga fase lag
pertumbuhan bakterinya juga akan memanjang (Garbut 1997). Pengaruh suhu
terhadap fase lag pertumbuhan bakteri disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap fase lag pada pertumbuhan bakteri
Penyimpanan pada suhu chilling dapat menyebabkan kerusakan
(chilling injury) pada sel-sel mikroba. Ada 2 tipe chilling injury, yaitu
(Garbutt 1997):
1) Cold shock (kerusakan sel secara langsung).
Tingkat kerusakan sel tergantung pada kecepatan pendinginan yang
dilakukan dengan pendinginan cepat. Kerusakan sel bakteri pada tipe ini
diakibatkan oleh rusaknya struktur dari membran sel yang menyebabkan adanya
kelainan sel-sel penting hasil metabolisme, seperti asam amino dan ATP. Sel-sel
yang berada pada fase tumbuh aktif lebih rentan daripada sel yang sudah pada fase
stasioner.
2) Idirect chilling injury
Hal ini berhubungan dengan bahan makanan yang disimpan pada
temperatur dingin dalam waktu lama dan tidak bergantung pada kecepatan
pendinginan. Kerusakan sel-sel bakteri ini disebabkan oleh adanya kekurangan
10 20 30 40 50 60 70
25 oC 10 oC
0 oC
Temperatur dibawah minimum
Waktu (jam)
pada pertukaran materi dengan lingkungannya yang mengakibatkan akumulasi
produk-produk metabolisme yang bersifat toksik dan atau karena kehabisan
bahan-bahan metabolit sel yang penting, seperti ATP yang mengakibatkan
kerusakan sel-sel dan akhirnya dapat menyebabkan kematian bakteri
2.3.2 Penyimpanan suhu beku (Freezing)
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku.
Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24oC,
Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC.
Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit, sedangkan
pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 - 72 jam (Koswara 2006).
Mutu bahan pangan yang dibekukan akan menurun dengan kecepatan yang
tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya
sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik
sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18oC, kecuali bahan
pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 3oC maka
kecepatan kerusakan akan berlipat ganda (Irving dan Sharp 1976 diacu dalam
Koswara 2006).
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2007
di Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan dan Unit Produksi, Laboratorium
Organoleptik, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor,
serta laboratorium Kimia Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan selama pembuatan sosis diantaranya pisau,
panci, baskom, food processor, grinder, selongsong, dan stuffer untuk
memasukkan adonan dalam selongsong serta steamer yang digunakan untuk
mengukus. Alat yang digunakan untuk analisis diantaranya cawan kosong,
desikator, timbangan analitik, oven, tanur, termometer, erlenmeyer, gelas kimia,
pH meter, bunsen, labu lemak, pipet, labu kjeldahl, alat pemanas, kertas saring,
soxhlet, dan Rheoner RE 3305.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sosis meliputi ikan kurisi
(Nemipterus nematophorus) dengan bahan pengikat karagenan, bahan pengisi
tepung tapioka, emulsifier isolat protein kedelai, minyak masak, susu skim, air es,
bawang putih, garam dan gula. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah
aquades, HCl 0,2 N, HCl 1N, Plate Count Agar (PCA), NaCl, garam fisiologis,
larutan bufer pH 4.0 dan 7.0, H2SO4, tablet kjeltab, dan petroleum benzene.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian tahap pertama
dan penelitian tahap kedua. Trial and error dilakukan sebelum penelitian tahap
pertama untuk mengetahui komposisi bahan pembentuk sosis yang dapat diterima
oleh konsumen. Komposisi bahan mengalami perubahan berulang kali hingga
diperoleh rasa yang baik.
Penelitian tahap pertama dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sosis
dengan tekstur terbaik. Penelitian tahap pertama dengan perlakuan kombinasi
penambahan isolat protein kedelai sebagai bahan emulsifier dan karagenan
sebagai bahan pengikat. Konsentrasi emulsifier terdiri dari 3 taraf, yaitu 0%;
0,5%; 1%, dan untuk bahan pengikat, terdiri dari 3 taraf, yaitu 0%; 0,5%; 1%.
Ulangan dilakukan sebanyak 2 kali. Uji yang dilakukan untuk menentukan
komposisi emulsifier dan bahan pengikat terpilih yaitu dengan uji sensori (warna,
penampakan, tekstur, aroma, dan rasa), uji fisik (uji lipat, uji gigit, kekuatan gel,
kekerasan, dan elastisitas), uji stabilitas emulsi, serta analisis proksimat (kadar air,
abu, protein, lemak, dan karbohidrat).
Sosis dengan perlakuan terpilih dari penelitian tahap pertama, digunakan
untuk penelitian tahap II. Pada penelitian tahap II dilakukan penyimpanan sosis
terpilih pada suhu chilling dan freezing. Penyimpanan dilakukan selama 2 bulan
dan pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu dengan melakukan uji
total mikrobiologi dengan metode total plate count (TPC) serta analisis pH.
Pengamatan dilakukan sebanyak sembilan titik yang dimulai dari H-0 atau pada
minggu ke-0 hingga H-9 atau minggu ke-8.
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1 Proses pembuatan sosis
Ikan kurisi yang akan digunakan dilakukan penghilangan bagian-bagian
yang tidak digunakan seperti isi perut, sirip ekor, serta daging bagian perut,
kemudian dilakukan pemisahan dari tulang atau duri serta kulit (filleting skinless),
setelah itu digiling menggunakan mesin penggiling daging untuk mendapatkan
daging ikan lumat. Selama penggilingan, suhu ikan dijaga agar tetap dingin,
dengan cara baskom tempat menampung hasil gilingan, diisi dengan es batu
dalam kantong plastik untuk menjaga kualitas daging lumat dari terjadinya
denaturasi protein aktomiosin oleh panas yang timbul dari gesekan antara daging
yang digiling dengan mesin penggiling. Langkah selanjutnya dilakukan
pencampuran garam dan gula untuk membentuk gel dari daging, serta bahan
pengikat yaitu karagenan, bahan emulsifier yaitu isolat protein kedelai dan bahan-
bahan yang lain (minyak, tapioka, air es, dan bawang putih), kemudian diaduk
hingga rata. Pada tahap ini dilakukan penambahan air es sebanyak 15% dari berat
daging. Proses pengadonan dilakukan hingga terbentuk adonan yang homogen,
kemudian adonan dimasukkan ke dalam selongsong dengan menggunakan stuffer.
Adonan yang telah dimasukkan ke dalam selongsong kemudian diikat
menggunakan tali, panjang sosis dibuat berkisar antara 10-15 cm. Sosis yang
telah terbentuk kemudian dikukus dengan menggunakan alat steam selama 20
menit dengan suhu 90 - 100oC, setelah itu sosis diangkat dan didinginkan.
Diagram alir pembuatan sosis ikan kurisi disajikan pada Gambar 3.
Keterangan : = awalan/akhiran; = proses = data
Ikan kurisi
Penyiangan
Pemfiletan
Penggilingan
Pencampuran
Daging lumat
Minyak masak, garam, gula, bawang putih.
Bread crumb, tepung tapioka, air es.
Pemasukan ke dalam selongsong
Pengukusan
Pendinginan
Pengemasan
Pembekuan
*
Gambar 3 Diagram alir pembuatan sosis ikan (Modifikasi ASEAN – CANADA Project 1995)
Keterangan : = awalan/akhiran; = proses = data
Tapioka, minyak masak, air es, garam, gula, bawang putih
Penyiangan
Pemfiletan
Penggilingan
Pencampuran
Pemasukan ke dalam selongsong
Pengukusan
Penyimpanan selama 2 bulan
Ikan Kurisi
Daging lumat
Bahan pengikat (karagenan): 0%; 0,5%; 1% Emulsifier (ISP) : 0%; 0,5%; 1%
Uji sensori, uji lipat, uji gigit
Uji TPC
Sosis Ikan Kurisi
Gambar 4 Diagram alir penelitian tahap I dan tahap II
Pembuatan sosis ikan kurisi Kombinasi perlakuan diberi kode sebagai berikut:
A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0%.
A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0%.
A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0%.
A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5%.
A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5%.
A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5%.
A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1%.
A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1%.
A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%.
3.5 Prosedur Analisis
3.5.1 Uji sensori
Uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan yang
menggunakan skala hedonik, dimana dalam uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan terhadap sosis yang
disajikan. Skala hedonik yang diperoleh ditransformasikan menjadi skala
numerik dengan angka menurut tingkat kesukaan. Skala hedonik yang digunakan
berkisar antara 1-9. Sosis dinilai 25 orang panelis semi terlatih dan tidak terlatih
yang dipilih secara acak, dengan sudah cukup mengenal sosis.
3.5.2 Analisis sifat fisik
3.5.2.1 Uji lipat (Nasran dan Tambunan 1974 diacu dalam Purwandari 1999)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis. Uji ini
dilakukan dengan cara mengiris sosis setebal 4-5 mm, yang hasil irisannya dilipat
dengan tangan, diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada
tidaknya keretakan pada sosis ikan.
3.5.2.2 Uji gigit (Istihastuti et al. 1998)
Uji gigit (teeth cutting test) ini memberikan taksiran secara subjektif.
Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sosis antara gigi seri atas
dan bawah, sosis yang di uji mempunyai ketebalan 4 – 5 mm, nilai skor sebagai
atribut pengujian dalam hubungannya dengan uji gigit berkisar dari 1 – 5.
3.5.2.3 Kekuatan gel (Bourne 1982)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rheoner RE 3305. Sosis
diletakkan dibawah probe berbentuk silinder pada tempat penekanan, dengan sisi
lebar ke atas dan dilakukan penekanan. Tekanan menekan sampel dengan probe
silinder. Kecepatan laju penekanan 3 mm per menit dan dibandingkan 1 : 1
dengan laju kertas grafik. Beban maksimal yang digunakan adalah 50 kg.
Kekuatan gel merupakan kalibrasi ((97/5,025 g cm-1)/0,1923 cm2) yang dikalikan
dengan jarak dalam sentimeter sampai permukaan pecah.
3.5.2.4 Kekerasan (Ranggana 1986)
Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau
produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan alat rheoner RE 3305. Cara kerjanya yakni sosis
diletakkan dibawah jarum penusuk, kemudian penusukan dilakukan pada sosis
sebanyak lima kali pada lima titik yang berbeda. Pada saat penusukan tersebut
digunakan sejumlah gaya sebesar 60 gr sampai terjadi perubahan bentuk pada
produk tersebut. Hasil setiap penusukan ditunjukkan dalam bentuk kurva. Nilai
kekerasan (gf) produk diukur dengan cara menghitung jarak penembusan (mm)
jarum rheoner RE 3305 berbanding dengan waktu penembusannya (s).
3.5.2.5 Elastisitas (Ranggana 1986)
Elastisitas adalah laju perubahan bentuk ke bentuk semula setelah gaya
untuk merubah bentuk tersebut dipindahkan. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan alat rheoner RE 3305. Sosis diletakkan dibawah plunger rheoner
RE 3305 yang berbentuk silinder dengan luas permukaan penekanan 22,6 cm2.
penekanan elastisitas dilakukan sebanyak dua kali sehingga ketebalan yang
diperoleh 5mm/menit dan berbanding 1:1 dengan laju kertas grafik penekanan
ke-2 (H2) dibagi dengan tinggi puncak grafik penekanan yang pertama (H1).
3.5.2.6 Stabilitas emulsi (AOAC 1995)
Prinsip pengukuran kestabilan emulsi yang dilakukan adalah mengukur
kestabilan emulsi sosis terhadap perubahan suhu yang ekstrem. Sosis yang
dihasilkan dihancurkan dengan menggunakan mortar, lalu ditimbang sebanyak 5 g
dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45oC selama satu jam, kemudian
dimasukkan dalam pendingin bersuhu dibawah 0oC selama satu jam. Sampel
dimasukkan lagi ke dalam oven pada suhu 45oC selama satu jam dan dibiarkan
sampai beratnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan
terjadinya pemisahan air dari emulsi. Air yang terpisah diserap dengan kertas
serap. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat
kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase terpisah terhadap emulsi
keseluruhan. Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
( ) 100%xemulsibahantotalBerattersisayangfaseBeras%SE =
Berat fase yang tersisa = (berat emulsi pengovenan ke-2 + cawan) – berat cawan.
Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) – berat cawan.
3.5.3 Analisis sifat kimia
3.5.3.1 Analisis pH
Sebanyak ± 10 gram sosis dan 90 ml akuades dihomogenkan. Alat
pengukur pH (pH meter) dihidupkan dengan menekan tombol on, kemudian
dikalibrasi pada larutan buffer pH 4,0 dan 7,0 caranya dengan memasukkan
elektroda ke dalam larutan pH 4,0, tekan tombol cal, kemudian elektroda
diangkat, dibilas dengan akuades, dilap dengan kertas tisu, kemudian dikalibrasi
pada pH 7,0. Setelah itu pH larutan diukur dengan cara memasukkan elektroda
pada campuran sampai angka yang tertera stabil.
3.5.3.2 Analisis kadar air (AOAC 1995)
Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama
30 menit dengan suhu 105oC, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit,
kemudian ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sosis dimasukkan ke dalam cawan
kemudian dikeringkan dalam oven 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan
dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang kembali.
Kadar air ditentukan dengan rumus :
Kadar air basis basah (%) = 1
21W
WW − x 100 %
Keterangan : W1 = berat contoh awal (gram)
W2 = berat contoh setelah dikeringkan (gram)
3.5.3.3 Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, lalu
didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram
sosis ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan, diletakkan dalam tanur
pengabuan, dibakar hingga diperoleh abu berwarna abu-abu. Pengabuan
dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu 400oC dan yang kedua pada
suhu 550oC. Cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar abu ditentukan dengan rumus :
Kadar abu (%) = BA x 100 %
Keterangan : A = Berat abu (gram) B = Berat contoh (gram)
3.5.3.4 Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl-mikro. Sosis
ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian
dimasukkan tablet kjeltab dan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut
diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 4100 C dan didekstruksi hingga warna
larutan menjadi kuning bening. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, lalu
didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml dan dititrasi dengan
HCl 0,2 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
Perhitungan:
%N = ( )
100%xsampelmg
14,007xNxA HClB−
% protein = %N x faktor konversi
Keterangan:
A = mL titrasi sampel
B = mL titrasi blanko
Faktor konversi = 6,25
3.5.3.5 Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dan ditimbang. Sosis
sebanyak 3 gram dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam alat
ekstraksi soxhlet. Hexan ditambahkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan
ekstraksi selama 16 jam pada suhu sekitar 40oC sampai pelarut yang turun
kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak
didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap, selanjutnya labu lemak hasil
ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105o C. Labu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang.
100%x(g)sampelberat(g)lemakberatlemakKadar =
( ) labuberatlemaklabuberatlemakBerat −+=
3.5.3.6 Analisis kadar karbohidrat (Winarno 1997)
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu
dengan menggunakan rumus:
Kadar karbohidrat = 100% - (kadar lemak +kadar protein + kadar air + kadar abu)
3.5.4 Analisis mikrobiologi (Fardiaz 1987)
Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah dengan penentuan TPC
(Total Plate Count) dengan metode agar tuang. Prinsip metode ini adalah sel
bakteri dalam sampel ditumbuhkan pada medium agar dan diinkubasi selama
24-48 jam. Sel bakteri akan tumbuh membentuk koloni yang dapat dilihat secara
visual, sehingga dapat langsung dihitung.
Mula-mula cawan petri, tabung reaksi dan pipet disterilisasi dalam oven
pada suhu 180ºC selama 2 jam. Media Plate Count Agar (PCA) dibuat dengan
cara melarutkan 8 g PCA dalam 400 ml aquades. Media tersebut disterilkan
dalam autoklaf suhu 121ºC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah
disterilisasi, suhu media dipertahankan 45-55ºC dalam penangas air untuk
menjaga agar media tidak membeku. Pembuatan larutan pengencer (garam
fisiologis) dengan cara melarutkan 8,5 g NaCl dalam 1 liter aquades yang
kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.
Sebanyak 10 g sosis dihaluskan lalu dilarutkan dalam 90 ml larutan
pengencer steril sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dari larutan tersebut
dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml
larutan pengencer steril untuk memperoleh pengenceran 10-2. Demikian
seterusnya sampai diperoleh pengenceran 10-5, sesuai dengan pendugaan tingkat
kebusukan sosis ikan pada saat pengamatan. Dari tiap pengenceran, dipipet 1 ml
dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setiap pengenceran dilakukan secara
duplo. Lalu setiap ke dalam cawan petri tersebut digerakkan diatas meja dengan
gerakan melingkar agar media PCA merata. Setelah PCA membeku, cawan petri
diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 30ºC selama 48 jam.
Setelah waktu inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dapat dihitung
dengan jumlah koloni yang diterima 30-300 koloni per cawan.
Nilai TPC produk sosis ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
npengencerafaktor1x
cawankolonijumlahcawanperKoloni =
3.6 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor yang pertama adalah
konsentrasi bahan pengikat dalam hal ini karagenan, yang terdiri dari tiga taraf
yaitu 0%; 0,5%; 1% sedangkan faktor yang kedua adalah konsentrasi emulsifier
dalam hal ini isolat protein kedelai yang terdiri dari tiga taraf, yaitu dari 0%;
0,5%; 1%. Adapun perumusan matematikanya menurut Steel dan Torrie (1989)
adalah sebagai berikut:
( ) ijijjiij εαββαμY ++++=
Keterangan:
i = 1, 2
j = 1, 2
Yij = Hasil pengamatan dari faktor ke-1 ulangan ke-i, faktor ke-2 ulangan ke-j
µ = Rata-rata sebenarnya
αi = Pengaruh faktor pertama (konsentrasi bahan emulsifier) dan ulangan ke-i
βj = Pengaruh faktor kedua (konsentrasi bahan pengikat) dan ulangan ke-j
(αβ)ij = Pengaruh dari interaksi faktor ke-1 dengan faktor ke-2
εij = Galat dari percobaan
Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho = perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak signifikan
H1 = perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan signifikan
Analisis non parametrik dilakukan untuk pengujian sensori skala hedonik
dan skala mutu hedonik menggunakan model matematika Kruskal Wallis yang
dilanjutkan dengan dengan uji lanjut Tukey untuk melihat perbedaan dan
hubungan antar perlakuan. Panelis yang digunakan tergolong dalam panelis semi
terlatih. Model matematika uji Kruskal-Wallis sebagai berikut :
H = ⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡∑
+ ini
nnR 2
)1(12 -3(n+1)
H´ = Pembagi
H
Pembagi = 1- nnn
T)1)(1( +−
∑ dengan T = )1)(1( +− tt
Keterangan : n = jumlah data
ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i
Ri2 = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H´ = H terkoreksi
H = simpangan baku
t = banyaknya pengamatan yang seri
Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai x2 hitung
dengan x2 tabel. Cara mencari x2 tabel adalah sebagai berikut :
1) Mencari derajat bebas dengan rumus db = (p-1)
dimana db = derajat bebas
p = banyaknya perlakuan
2) Nilai x2 tabel diperoleh dari data tabel.
Jika x2 hitung > x2 tabel = tolak Ho = uji lanjut Multiple Comparison
Jika x2 hitung < x2 tabel = gagal tolak Ho
Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata
selanjutnya dilakukan uji lanjut Tukey dengan rumus sebagai berikut (steel dan
Torrie 1991):
Rumus Uji Multiple Comparison :
RjRi − >< Zα/2p 6
)1( +nk p= k(k+1)/2
Keterangan :
Ri : rata-rata rangking perlakuan ke-i
Rj : rata-rata rangking perlakuan ke-j
k : banyaknya ulangan
n : jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Sosis
4.1.1 Mutu sensori
Uji sensori adalah uji dengan menggunakan indra yang terdapat pada
manusia. Disebut uji sensori karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan
sensorik pada organ indra (Soekarto 1990). Uji sensori yang dilakukan pada
penelitian tahap I ini adalah uji kesukaan, yang meliputi warna, penampakan,
tekstur, aroma, dan rasa. Uji dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
tanggapan panelis terhadap semua produk yang dihasilkan dan tingkat
kesukaannya.
1) Warna
Uji sensori warna ditujukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap warna sosis yang dihasilkan. Warna penting bagi banyak makanan, baik
makanan yang tidak diproses maupun makanan yang diproses. Bersama-sama
dengan bau, rasa, dan tekstur, warna memegang peran penting dalam penerimaan
makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan 1997).
Secara visual, faktor warna tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat
menentukan sebelum mempertimbangkan faktor lain (Winarno 1997). Dalam
proses pembuatannya, sosis ini tidak ditambahkan dengan pewarna, baik alami
maupun sintetik, sehingga warna yang dihasilkan adalah putih.
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter warna dari sosis yang
dihasilkan berkisar antara 5,44-6,08 (agak suka sampai suka). Nilai rata-rata
tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai
sebesar 1% dan karagenan 0% sebesar 6,08 (suka). Berdasarkan hasil uji Kruskal-
Wallis (Lampiran 11) pada parameter warna sosis ikan menunjukkan perlakuan
penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh
yang berbeda (α=0,05). Hal ini terjadi karena sosis yang umumnya ditemui
adalah sosis yang berwarna, misalnya merah, sedangkan sosis yang dihasilkan
dari penelitian ini adalah sosis yang berwarna putih karena tidak menggunakan
bahan pewarna, baik sintetik maupun alami. Histogram nilai rata-rata analisis
sensori skala hedonik terhadap parameter warna disajikan pada Gambar 5.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 5 Histogram nilai rata-rata uji sensori warna
Bagi panelis semua sosis yang diujikan memiliki nilai warna yang
cenderung sama dan cenderung agak disukai. Tepung karagenan dan isolat
protein kedelai tidak memberikan pengaruh terhadap warna dari sosis yang
dihasilkan. Karagenan memiliki warna yang putih kecoklatan.
2) Penampakan
Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai konsumen
dalam mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan baik atau disukai,
maka konsumen melihat karakteristik lainnya (aroma, rasa, dst). Meskipun
Keterangan: ISP 0% = Isolat protein kedelai 0% ISP 0,5% = Isolat protein kedelai 0,5% ISP 1% = Isolat protein kedelai 1%
6,08a
5,56a5,44a 5,8a6,04a
5,96a5,8a
5,76a5,76a
01234567
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi
penampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen (Soekarto 1985).
Nilai rata-rata uji sensori pada parameter penampakan dari sembilan
perlakuan yang dihasilkan berkisar antara 6-6,32 (suka). Nilai rata-rata paling
tinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai
0,5% dan karagenan 0% sebesar 6,32 (suka) dan terendah pada sosis dengan
perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0%
sebesar 6 (suka). Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap
parameter penampakan disajikan pada Gambar 6.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 6 Histogram nilai rata-rata uji sensori penampakan.
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) didapatkan pengaruh
penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (α = 0,05). Dengan kata lain perlakuan penambahan isolat
protein kedelai dan karagenan tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap
penampakan dari sosis, hal ini diduga karena sosis yang dihasilkan memiliki
penampakan yang seragam, sehingga penilaian panelis tidak jauh berbeda.
3) Tekstur
Tekstur adalah halus atau tidaknya suatu irisan pada saat disentuh dengan
jari atau indra pengecap oleh panelis. Aspek yang dinilai pada kriteria tekstur
adalah kasar serta halusnya, dan empuk tidaknya sosis yang dihasilkan.
6,28a6,32a6a 6,04a6,24a
6,16a6,04a6,2a
6,04a
01234567
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
Karaginan 0% Karaginan 0,5% karaginan 1%
Tekstur makanan dapat dievaluasi dengan uji mekanika (metode
instrumen) atau dengan analisis secara penginderaan menggunakan alat indera
manusia sebagai alat analisis. Dalam banyak kasus, terdapat kesulitan untuk
mengaitkan hasil yang diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan
instrumen dan alat indera. Kemampuan protein untuk menyerap dan menahan air
mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur dari suatu makanan
(Rompis 1998).
Nilai rataan uji sensori parameter tekstur dari sosis yang dihasilkan
berkisar antara 5,64-6,68 (agak suka sampai suka). Nilai rataan tertinggi terdapat
pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan
karagenan 1% sebesar 6,68 (suka). Hal ini diduga karena penggunaan karagenan
dan isolat protein kedelai dapat meningkatkan tekstur dari sosis yang dihasilkan.
Karagenan dapat meningkatkan daya mengikat air sehingga dapat memperbaiki
tekstur produk (Keeton 2001). Nilai rata-rata terendah pada perlakuan
penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% sebesar 5,64 (agak
suka). Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap parameter
tekstur disajikan pada Gambar 7.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 7 Histogram nilai rata-rata uji sensori tekstur.
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) untuk parameter tekstur pada sosis
ikan kurisi menunjukkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan
6,44ab
6,28ab
5,92ab 6,04
ab5,84
ab6,16ab
6,12ab 6,68
b
5,64a
0
1
2
3
4
5
6
7
8
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05) terhadap sosis
yang dihasilkan. Uji lanjut Tukey (Lampiran 12) diketahui bahwa sosis dengan
perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% berbeda nyata
(α = 0,05) dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan
1%, sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (α = 0,05).
Matulis et. al. (1995) melaporkan bahwa penggunaan isolat protein kedelai dapat
membuat tekstur menjadi rapuh. Tekstur sosis yang rapuh terjadi akibat tidak
cukup kuatnya lemak atau minyak terikat oleh protein. Protein dari isolat protein
seharusnya mengikat lemak, tetapi dengan adanya karagenan, maka protein akan
lebih kuat mengikat karagenan, karena karagenan dapat berikatan dengan protein.
Isolat protein kedelai bersifat higroskopis. Jika adonan ditambahkan dengan isolat
protein kedelai, maka isolat protein tersebut akan menyerap air dalam adonan.
Air dalam adonan menyebabkan proses gelatinisasi menjadi kurang sempurna,
sehingga sosis yang dihasilkan menjadi cenderung keras.
4) Aroma
Pada umumnya kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri
pangan menganggap sangat penting dilakukan uji aroma karena dapat dengan
cepat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai
(Soekarto 1985). Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik
terhadap parameter aroma disajikan pada Gambar 8.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
5,16a4,92a
4,72a 5a5,16a5,08a
4,76a5a5,04a
0
1
2
3
4
5
6
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
5,4a5,24a
5,2a 5,52a5,52a5,68a5,36a5,72a
5,4a
01234567
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
Gambar 8 Histogram nilai rata-rata uji sensori aroma.
Nilai rataan uji sensori parameter aroma dari sosis yang dihasilkan
berkisar antara 4,72-5,16 (biasa sampai agak suka). Nilai rataan tertinggi pada
sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0%
serta perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5% yang
memiliki nilai sama yaitu 5,16 (agak suka), nilai terendah pada sosis dengan
perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 4,72
(biasa).
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) didapatkan bahwa
perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan
pengaruh yang berbeda (α = 0,05) terhadap aroma dari sosis yang dihasilkan.
Aroma pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa
volatil kompleks yang berasal dari bumbu yang ditambahkan.
5) Rasa
Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk, dalam hal
ini terkait dengan selera konsumen. Konsumen bersedia membayar mahal pada
makanan yang enak atau yang mereka sukai, tanpa mempertimbangkan komposisi
gizi dan sifat-sifat objektif lainnya (Rompis 1998).
Maghfiroh (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan
suatu produk diterima atau tidak oleh konsumen adalah dari segi rasa. Walaupun
parameter penilaian yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak disukai, maka produk
akan ditolak. Histogram nilai rata-rata analisis sensori skala hedonik terhadap
parameter rasa disajikan pada Gambar 9.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 9 Histogram nilai rata-rata uji sensori rasa.
Nilai rataan uji sensori parameter rasa dari sosis yang dihasilkan berkisar
antara 5,2 hingga 5,72 (agak suka). Nilai rataan tertinggi pada sosis dengan
perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1% sebesar 5,72
(agak suka) sedangkan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat
protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 5,2 (agak suka).
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) perlakuan
penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (α = 0,05) terhadap rasa dari sosis yang dihasilkan. Rasa pada
bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil
kompleks.
4.1.2 Sifat fisik
4.1.2.1 Uji lipat
Uji lipat bertujuan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis secara
subjektif. Uji lipat dilakukan terhadap produk untuk mengetahui kualitas
kekuatan gel. Uji lipat secara luas digunakan oleh industri karena sederhana dan
dengan cepat dapat menunjukkan kekuatan gel. Metode ini cocok untuk
memisahkan antara gel bermutu tinggi dan rendah, tetapi tidak sensitif untuk
membedakan antara gel yang bermutu baik dengan gel yang bermutu sangat baik
(Sarrizki 2004). Histogram nilai rata-rata uji lipat disajikan pada Gambar 10.
4,8c4,88c4,76c 4,76c
4,64bc
3,96a4,76c4,88c
4,16ab
0
1
2
3
4
5
6
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 10 Histogram nilai rata-rata uji lipat
Nilai rataan uji lipat berkisar antara 3,96 hingga 4,88 (retak bila dilipat
setengah lingkaran sampai tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran). Nilai
tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan
karagenan 0% serta penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1%
yang memiliki nilai sama (tidak retak jika dilipat seperempat lingkaran),
sedangkan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein
kedelai 0,5% dan karagenan 0,5% (retak bila dilipat setengah lingkaran).
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 13) diperoleh bahwa
pengaruh perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05), dengan
kata lain, perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan
memberikan pengaruh yang tidak sama. Uji lanjut Tukey (Lampiran 14)
menyatakan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan
karagenan 0% serta perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan
karagenan 1% memiliki nilai tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang
lain.
4.1.2.2 Uji gigit
Uji gigit (cutting test) memberikan taksiran secara subjektif untuk
mengetahui kekuatan gel dan kekenyalan sosis ikan. Histogram nilai rata-rata uji
gigit disajikan pada Gambar 11.
7,12 a7 a6,92 a 7 a
6,08 a6,68 a 6,88 a6,76 a
6,04 a
012345678
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i
karaginan 0% karaginan 0,5 % karaginan 1%
538,84545,13a
630,88bc 618,63b624,75b637bc 637bc
655,38bc 673,75c
539a
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%Konsentrasi perlakuan
Nila
i kek
uata
n ge
l (g
cm)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 11 Histogram nilai rata-rata uji gigit
Nilai rataan uji gigit berkisar antara 6,04 hingga 7,12 (dapat diterima
sampai cukup kuat). Nilai tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan
isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0% sebesar 7,12 (cukup kuat) sedangkan
nilai terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0%
dan karagenan 1% sebesar 6,04 (dapat diterima).
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 13) diperoleh bahwa
pengaruh perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (α = 0,05) terhadap uji gigit,
dengan kata lain, perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan
memberikan pengaruh yang sama.
4.1.2.3 Kekuatan gel
Hasil analisis statistik (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kombinasi
penambahan karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh terhadap
kekuatan gel dari sosis yang dihasilkan (α : 0,05). Nilai rata-rata uji kekuatan gel ini
berkisar antara 538,84 g cm (pada sosis pembanding) sampai 673,75 g cm pada sosis
dengan perlakuan karagenan 1% dan isolat protein kedelai 0,5%. Histogram nilai
rata-rata kekuatan gel disajikan pada Gambar 12.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 12 Histogram nilai rata-rata kekuatan gel
Semakin tinggi konsentrasi tepung karagenan dan isolat protein kedelai, maka
kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin besar. Karagenan juga memiliki fungsi
sebagai stabilizer, sehingga dengan adanya penambahan karagenan akan dapat
meningkatkan kekuatan gel dari sosis. Kekuatan gel yang dihasilkan dimungkinkan
karena adanya interaksi antara karagenan dan isolat protein kedelai, dimana kedua
bahan tersebut berikatan kuat, sehingga akan terbentuk gel yang kuat. Seperti yang
telah disebutkan diatas bahwa karagenan lebih bersifat water binding, dan isolat
memiliki tingkat kepolaran yang tinggi yang dapat membentuk matriks yang kuat
apabila berikatan dengan air, sehingga secara tidak langsung karagenan akan mengikat
protein dari isolat protein yang kemudian akan membuat gel menjadi lebih kuat.
Semakin banyak gugus polar dari unit-unit asam amino protein, maka semakin
hidrofilik protein tersebut dan berarti semakin rendah kemampuannya dalam menyerap
lemak, sebaliknya semakin banyak gugus non polar yang dimiliki protein berarti
semakin rendah sifat hidrofiliknya atau semakin lipofilik dan semakin besar
kemampuannya dalam mengikat minyak atau lemak (Yulianti 2003).
Lin et. al. (1974) menyatakan bahwa daya serap lemak akan semakin
meningkat dengan semakin tingginya kandungan sisi non polar dari protein, selain itu
dinyatakan juga bahwa persentase penyerapan lemak menurun dengan meningkatnya
kelarutan protein dalam air. Pada sosis dengan perlakuan isolat protein kedelai 1% dan
karagenan 1%, kekuatan gel yang dihasilkan menurun, hal ini dimungkinkan terjadi
karena protein seharusnya mengikat lemak dalam jumlah besar, tetapi dengan adanya
karagenan membuat ikatan antara lemak dan protein menjadi lebih sedikit yang
kemudian akan menyebabkan lemak menjadi banyak yang hilang ketika proses
pemasakan. Salah satu komponen dalam pembentukan gel adalah lemak, sehingga
apabila lemak yang terikat tidak optimal, maka akan dihasilkan sosis dengan gel yang
lemah, dengan kata lain sosis memiliki sifat yang rapuh.
4.1.2.4 Kekerasan
Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu tekstur sosis. Menurut
Ranggana (1986), kekerasan didifinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk
menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang
diinginkan. Kekerasan dalam penelitian ini dinyatakan dalam besarnya gaya yang
424,7
845,25bc
312,38a
679,88ab
869,75bc
790,13bc 753,38bc
575,75ab
704,13bc
986,13c
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1000,00
1200,00
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%Konsentrasi perlakuan
Nila
i kek
eras
an (g
cm
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil
dikeluarkan untuk memotong sosis. Semakin besar gaya yang digunakan
menunjukkan semakin keras sosis tersebut.
Hasil analisis statistik (Lampiran 18) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan
penambahan karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh nyata terhadap
kekerasan dari sosis yang dihasilkan (α : 0,05). Nilai rata-rata uji kekerasan ini berkisar
antara 312,38 g cm pada sosis dengan perlakuan tanpa penggunaan isolat protein
kedelai dan karagenan, sampai 986,13 g cm pada sosis dengan perlakuan penambahan
karagenan 1% dan isolat protein kedelai 1%. Histogram nilai rata-rata kekerasan
disajikan pada Gambar 13.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata
Gambar 13 Histogram nilai rata-rata kekerasan
Isolat protein kedelai mempunyai sifat higroskopis. Semakin tinggi kadar isolat
protein kedelai yang ditambahkan, maka akan semakin banyak air dalam adonan yang
akan terserap. Sosis yang ditambah dengan isolat protein kedelai dan karagenan
memiliki tekstur yang lebih keras jika dibandingkan dengan sosis yang tidak ditambah
dengan isolat protein kedelai dan karagenan, hal ini disebabkan penambahan isolat
protein kedelai akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein yang
menyebabkan tekstur menjadi lebih kompak. Lin et al. (1974) menyatakan bahwa
produk yang ditambahkan dengan isolat protein kedelai akan memiliki tekstur yang
lebih keras dibanding produk yang tidak ditambah dengan isolat protein kedelai. Dari
95,30
94,36a94,48a
93,64a93,73a
94,27a
94,66a
94,6a
94,2a
94,62a
92,50
93,00
93,50
94,00
94,50
95,00
95,50
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i ela
stisit
as (%
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil
histogram terlihat bahwa semakin tinggi kadar isolat protein yang ditambahkan, maka
tingkat kekerasan dari sosis juga akan semakin meningkat.
4.1.2.5 Elastisitas
Elastisitas atau yang sering disebut juga dengan kekenyalan adalah
rheologi produk pangan terhadap daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang
bersifat dapat merubah bentuk (Soekarto 1990). Gaya tekan terhadap produk
mula-mula menyebabkan perubahan produk, baru kemudian memecahkan produk
tersebut setelah mengalami perubahan. Sifat ini sangat penting kaitannya dengan
mutu produk pangan yang berbetuk gel.
Hasil pengukuran rheoner 3305 terhadap sembilan sosis yang diuji
diperoleh nilai kekenyalan yang tidak jauh berbeda. Nilai tertinggi adalah pada
sosis komersil sebesar 95,30 sedangkan nilai terendah pada sosis dengan
perlakuan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0% sebesar 93,64. Histogram
nilai rata-rata elastisitas disajikan pada Gambar 14.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 14 Histogram nilai rata-rata elastisitas.
Hasil analisis statistik (Lampiran 20) menyatakan bahwa elastisitas sosis
dengan perlakuan penambahan isolat protein dan karagenan pada konsentrasi yang
berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α : 0,05).
90,3484,88abc86,15abc
84,5ab 83,32ab85,84abc88,2bc
81,29a
89,7c
84,38ab
0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00
100,00
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%Konsentrasi perlakuan
Nila
i sta
bilit
as e
mul
si (%
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1% komersil
Elastisitas sosis tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan protein tetapi ada
faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi. Selain itu, elastisitas erat kaitannya
dengan kandungan air, tekstur akan berubah dengan berubahnya kandungan air.
Selain kandungan air, ada faktor lain yang juga berperan terhadap elastisitas,
diantaranya adalah kandungan lemak, protein, dan gula (Potter 1973).
4.1.2.6 Stabilitas emulsi
Kestabilan emulsi diukur dengan mengukur daya tahan kestabilannya
terhadap perubahan suhu yang ekstrem. Analisis statistik (Lampiran 21)
memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan
karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0,05) terhadap
stabilitas emulsi. Nilai tertinggi terdapat pada sosis komersil, yaitu sebesar
90,34% sedangkan nilai terendah yaitu pada sosis dengan perlakuan penambahan
isolat protein kedelai dan karagenan sebesar 1% yaitu 81,29%. Semakin besar
kadar isolat protein dan karagenan yang ditambahkan ke dalam adonan, maka
stabilitas emulsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Stabilitas emulsi hanya
meningkat pada perlakuan penambahan isolat protein sebesar 0% dan karagenan
0,5%. Hal ini dimungkinkan karena pada perlakuan tersebut stabilitas emulsi
mencapai titik optimal, yang terlihat dari nilai yang dihasilkan merupakan nilai
terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lain. Histogram
nilai rata-rata stabilitas emulsi disajikan pada Gambar 15.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 15 Histogram nilai rata-rata stabilitas emulsi.
Selama pembuatan adonan sosis maupun emulsi, protein mempunyai dua
fungsi, yaitu menyelubungi lemak dan mengikat air. Jika hal ini tidak terpenuhi,
maka sosis yang dihasilkan tidak akan stabil dan emulsi yang dihasilkan akan
pecah selama pemasakan (Rust 1987). Semakin tinggi konsentrasi karagenan,
maka akan semakin banyak lemak yang terlepas, sehingga stabilitas emulsi juga
akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ariyani (2005),
bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka semakin banyak
lemak yang terlepas sehingga stabilitas emulsinya semakin rendah. Hal ini dapat
disebabkan karagenan lebih berfungsi sebagai water binding (pengikat) air daripada
sebagai pengikat lemak (fat binding). Hal ini dapat ditunjukkan dengan tidak larutnya
karagenan dalam lemak, tetapi karagenan dapat berikatan dengan protein, baik protein
yang berasal dari daging, susu skim, maupun protein yang berasal dari penambahan
isolat protein. Semakin tinggi aktivitas emulsi yang dimiliki suatu isolat protein,
menunjukkan semakin baik kemampuannya dalam membentuk emulsi, dengan
demikian isolat tersebut dapat berfungsi sebagai emulsifier yang baik. Isolat protein
kedelai memiliki tingkat kepolaran tinggi yang akan menyebabkan fase protein-air
membentuk matriks yang lebih kuat, sehingga butiran-butiran lemak yang dapat
diselubungi akan semakin banyak, akibatnya emulsi akan lebih stabil. Pada produk
yang kaya lemak, lemak akan diikat oleh kutub positif protein. Penambahan karagenan
menyebabkan protein akan lebih mengikat karagenan dan air sehingga ikatan lemak
oleh protein menjadi berkurang. Hal ini mengakibatkan pada saat pengovenan selama
pengujian stabilitas emulsi banyak lemak yang lepas. Semakin banyak lemak yang
terlepas pada saat pemasakan maka stabilitas emulsi akan menurun dan akhirnya akan
pecah.
4.1.3 Sifat kimia
4.1.3.1 Nilai pH (sebelum penyimpanan)
Salah satu faktor yang menentukan dalam pembuatan sosis masak adalah
pH. Pengukuran pH sosis bertujuan untuk mengetahui kualitas sosis yang
dihasilkan.
6,73 6,79 6,836,81 6,82 6,957,06 7,08 7,09
012345678
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i pH
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
Nilai rata-rata pH sosis yang dihasilkan berkisar antar 6,73 hingga 7,09.
Nilai tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein
kedelai 1% dan karagenan 1%, sedangkan nilai terendah terdapat pada sosis
dengan perlakuan tanpa penambahan isolat protein kedelai dan karagenan.
Histogran rata-rata nilai pH sebelum penyimpanan disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Histogran rata-rata nilai pH sosis sebelum penyimpanan
Rata-rata nilai pH dari sembilan sosis yang dihasilkan cenderung
mengalami peningkatan. Terlihat bahwa semakin meningkatnya konsentrasi
karagenan yang digunakan, maka nilai pH dari sosis juga akan semakin
meningkat. Hal ini karena karagenan akan stabil pada pH 7, dan pada saat pH
lebih rendah dari 7 maka polimer karagenan akan terhidrolisa sehingga
kemampuan membentuk gel menjadi berkurang.
4.1.3.2 Kadar air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia
dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan, kesegaran, dan daya tahan
bahan tersebut (Winarno 1997).
Kemampuan daging mengikat air disebabkan oleh adanya protein otot.
Sekitar 34% dari protein ini larut air. Bagian-bagian utama protein daging berupa
bahan struktur. Hanya sekitar 3% dari kemampuan otot mengikat air total
60,35a 60,93ab 62,48ab63,33b 63,23b 62,41ab
62,47ab 62,94b 63,1b
0
10
2030
40
50
60
70
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i kad
ar a
ir (%
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
disebabkan oleh protein yang larut air (deMAn 1997). Komponen otot mengikat
air terutama disebabkan oleh aktomiosin yang merupakan komponen utama dari
miofibril. Histogram nilai rata-rata kadar air disajikan pada Gambar 17.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 17 Histogram nilai rata-rata kadar air
Nilai rata-rata kadar air berkisar antara 60,35% sampai 63,33%. Nilai
tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan isolat protein kedelai 0% dan
karagenan 0,5% sedangkan nilai terendah terdapat pada sosis dengan perlakuan
tanpa penambahan isolat protein kedelai dan karagenan.
Analisis statistik pada kadar air (Lampiran 24) menunjukkan bahwa
kombinasi pemberian karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh nyata
(α : 0,05) terhadap kadar air dari sosis yang dihasilkan. Uji lanjut Tukey
(Lampiran 25) menyatakan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0%
dan karagenan 0% memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α : 0,05) terhadap
perlakuan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1%, isolat protein kedelai 1% dan
karagenan 1%, isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5%, serta isolat protein
kedelai 0% dan karagenan 0,5%. Sedangkan perlakuan lainnya tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata.
Kadar air pada sosis erat hubungannya dengan pengikatan air oleh protein,
yaitu pengikatan air yang tinggi akan mengurangi pelepasan air selama pemasakan,
dengan demikian kadar air sosis akan tinggi. Begitu pula sebaliknya, kemampuan
pengikatan air yang rendah akan menyebabkan tingginya tingkat kehilangan air selama
pemasakan, sehingga kadar air dari sosis menjadi rendah (Rompis 1998).
Perbedaan kadar air diduga karena air terperangkap dalam matriks karagenan
yang terbentuk selama proses pemanasan. Hal ini disebabkan tepung karagenan
memiliki gugus sulfat yang dapat mengikat air. Kandungan gugus sulfat yang berada
pada karagenan bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya dan bersifat hidrofilik
yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya (Mairano 1977 diacu dalam
Santoso 2007).
4.1.3.3 Kadar abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu, karena dalam proses pembakaran,
bahan-bahan organik akan terbakar habis, sedangkan bahan anorganik tidak, itulah
sebabnya disebut dengan abu (Winarno 1997).
Kadar abu daging berhubungan erat dengan kadar air dan kadar protein
pada suatu jaringan bebas lemak (Forrest et. al. 1975). Mineral yang tidak larut
berasosiasi dengan protein, karena mineral terutama berasosiasi dengan bagian
non lemak, daging tak berlemak biasanya memiliki kandungan mineral atau abu
yang tinggi. Histogram nilai rata-rata kadar abu disajikan pada Gambar 18.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
2,65b
2,14a2,11a2,13a
2,06a 2,08a2,27a2,17a
2,08a
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i kad
ra a
bu (%
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
13,63c13,57bc 13,53bc
13,9c 15d13,6bc
13,41abc 13,1ab12,96a
02468
10121416
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i kad
ar p
rote
in (%
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
Gambar 18 Histogram nilai rata-rata kadar abu.
Nilai rata-rata kadar abu berkisar antara 2,06% sampai 2,65%. Nilai
tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan tanpa penambahan isolat protein
kedelai dan karagenan, sedangkan nilai terendah terdapat pada sosis dengan
perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5%.
Analisis statistik pada kadar abu (Lampiran 26) menunjukkan bahwa
kombinasi penambahan karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh
yang nyata (α : 0,05 ) terhadap kadar abu dari sosis yang dihasilkan, setelah dilakukan
uji lanjut Tukey (Lampiran 27), terlihat bahwa beda nyata (α : 0,05 ) terjadi pada
semua jenis perlakuan. Karagenan merupakan polisakarida yang memiliki kadar abu
yang tinggi, sehingga akan mempengaruhi kadar abu dalam analisis proksimat dari
sosis.
4.1.3.4 Kadar protein
Selama preparasi adonan sosis atau emulsi, protein daging memiliki dua
fungsi: 1) melapisi atau mengemulsi lemak, dan 2) mengikat air. Jika keduanya
tidak terpenuhi, sosis tidak akan stabil dan pecah selama pemasakan (Rust 1987).
Beberapa sifat fungsional penting dari protein dalam makanan
berhubungan dengan air dan protein. Sifat fungsional ini termasuk kelarutan,
penyerapan dan pengikatan air, kekentalan, dan gelasi (Hardman 1989).
Histogram nilai rata-rata kadar protein disajikan pada Gambar 19.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 19 Histogram nilai rata-rata kadar protein.
Nilai rata-rata kadar protein berkisar antara 12,96% sampai 14,995%.
Nilai tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein
kedelai 0,5% dan karagenan 0,5%, sedangkan nilai terendah terdapat pada sosis
dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1%.
Analisis statistik terhadap kadar protein (Lampiran 28) menunjukkan bahwa
kombinasi penambahan karagenan dan isolat protein kedelai memberikan pengaruh
yang nyata (α : 0,05) terhadap kadar protein dari sosis yang dihasilkan. Uji lanjut
Tukey (Lampiran 29) yang dilakukan memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan
isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5% berbeda nyata dengan perlakuan yang
lain.
Histogram diatas memperlihatkan kadar protein dari sosis yang dihasilkan.
Setiap penambahan karagenan sebesar 0,5% akan meningkatkan kadar protein
dari sosis, sedangkan pada penambahan karagenan sebesar 1% akan menurunkan
kadar protein dari sosis. Hal ini menunjukkan bahwa kadar optimum sosis yang
dihasilkan adalah pada sosis yang di tambah dengan karagenan sebesar 0,5%.
4.1.3.5 Kadar lemak
Penambahan lemak berpengaruh terhadap tekstur dan rasa sosis, namun
juga dapat menjadi masalah dalam pengolahan, sehingga pada proses pengolahan
sosis, lemak harus dijaga agar tidak terjadi pemisahan. Kelembutan, kekerasan,
juga dipengaruhi oleh kandungan lemak (Price dan Bernand 1987).
Jenis dan jumlah minyak atau lemak yang ditambahkan akan
mempengaruhi emulsi adonan sosis serta sifat fisika dan kimia dari sosis.
Keseimbangan konsentrasi lemak dan air merupakan bahan penolong untuk
memperoleh produk emulsi daging yang baik (Suffle 1968).
Nilai rata-rata kadar lemak dari sosis berkisar antara 0,38% sampai 0,78%.
Nilai tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein
kedelai sebesar 0% dan karagenan 1%, sedangkan nilai terendah terdapat pada
sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 1% dan
karagenan 0%.
Analisis statistik terhadap kadar lemak (Lampiran 30) menunjukkan bahwa
kombinasi penambahan karagenan dan isolat protein kedelai tidak memberikan
pengaruh yang nyata (α : 0,05) terhadap kadar lemak dari sosis yang dihasilkan.
Histogram nilai rata-rata kadar lemak disajikan pada Gambar 20.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata
Gambar 20 Histogram nilai rata-rata kadar lemak
Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya pemecahan emulsi.
Hal ini disebabkan diameter lemak semakin kecil dan permukaan lemak semakin besar,
sehingga protein tidak cukup untuk menyelubungi semua partikel lemak. Lemak yang
tidak terselubungi oleh protein tersebut akan keluar dari emulsi, sehingga akan terpisah
dan keluar dari sosis (Kramlich 1971).
4.1.3.6 Kadar karbohidrat
Karbohidrat selain sebagai sumber kalori utama juga mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna,
dan tekstur (Winarno 1997).
Karbohidrat dengan fungsinya yang berganda memegang peran penting
dalam berbagai pengolahan pangan. Karbohidrat merupakan bahan yang secara
alami memiliki fungsi memberikan tekstur yang baik. Dalam berbagai produk
baru, karbohidrat tetap dirancang sebagai komponen yang memperkuat struktur
produk pangan (Rompis 1998).
0,4a0,5a
0,38a
0,52a0,49a
0,41a
0,78a
0,53a 0,54a
00,10,20,30,40,50,60,70,80,9
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%
Konsentrasi perlakuan
Nila
i kad
ar le
mak
(%)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
21,48a 21,65a
21,3a21a
20,72a21,79a
20,71a21,93a
20,93a
0
5
10
15
20
25
ISP 0% ISP 0,5% ISP 1%Konsentrasi perlakuan
Nila
i kad
ar k
arbo
hidr
at (%
)
karaginan 0% karaginan 0,5% karaginan 1%
Pengujian karbohidrat dilakukan dengan metode by different, yaitu dengan
cara mengurangkan 100% dengan total rata-rata komponen lain (air, abu, protein,
dan lemak). Nilai rata-rata kadar karbohidrat berkisar antara 20,71% sampai
21,93%. Nilai tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat
protein kedelai sebesar 0,5% dan karagenan 1%, sedangkan nilai terendah pada
sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 0% dan
karagenan 1%. Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat disajikan pada
Gambar 21.
Keterangan: adanya huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
Gambar 21 Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat
Analisis statistik terhadap kadar karbohidrat (Lampiran 31) menunjukkan
bahwa kombinasi penambahan karagenan dan isolat protein kedelai tidak memberikan
pengaruh yang nyata (α : 0,05) terhadap kadar karbohidrat dari sosis yang dihasilkan.
Hal ini karena karagenan dan isolat protein kedelai memiliki kadar karbohidrat yang
kecil, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap total karbohidrat yang terkandung
dalam setiap sosis.
4.2 Karakteristik Sosis selama Penyimpanan
Beberapa rangkaian uji telah dilakukan sehingga diperoleh sosis terpilih
dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebanyak 1%.
Pertimbangan dalam pemilihan sosis dengan perlakuan ini adalah karena sosis
012345678
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9Minggu ke-
Nila
i pH
Chilling Freezing
terpilih memiliki nilai kekuatan gel yang hampir sama dengan pembanding. Sosis
ikan belum memiliki standar yang pasti dalam segala jenis uji baik fisik maupun
kimia, sehingga diambil keputusan untuk membandingkan sosis hasil penelitian
dengan sosis komersil yang ada di pasaran. Kekuatan gel digunakan sebagai
parameter untuk menentukan sosis terpilih karena sosis merupakan produk gel dan
emulsi. Nilai uji emulsi dari sosis pembanding dengan sosis terpilih terdapat
sedikit perbedaan, tetapi apabila didukung dengan uji organoleptik, sosis dengan
perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan sebanyak 1%
merupakan sosis yang paling disukai oleh panelis.
4.2.1 Nilai pH (setelah penyimpanan)
Nilai pH merupakan ukuran keadaan asam atau basa suatu bahan, dan
sering digunakan sebagai indikator kerusakan bahan makanan, karena
pengontrolan nilai pH merupakan salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan
organisme pembusuk (Gaman dan Sherrington 1992).
Nilai pH sosis ikan kurisi selama penyimpanan memperlihatkan rata-rata
penurunan setiap minggunya. Nilai pH yang cenderung menurun ini diduga
disebabkan oleh pecahnya lemak menjadi asam-asam lemak dan karena hidrolisa
mikrobiologis oleh kapang atau bakteri ataupun karena reaksi oksidasi yang
terjadi akan menghasilkan senyawa-senyawa dengan berat molekul yang rendah,
seperti asam, lemak, alkohol, dan karbonil (Labuza 1998 diacu dalam
Subyantoro 1996). Kurva nilai pH sosis disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22 Nilai pH sosis ikan kurisi selama penyimpanan
y = 0,9843Ln(x) + 0,7031R2 = 0,8683
01234567
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Minggu ke -
Loga
ritm
ik b
akte
ri
Chilling Freezing Log. (Freezing)
Penyimpanan dengan suhu chilling menunjukkan penurunan nilai pH yang
lebih cepat tejadi daripada penurunan nilai pH pada penyimpanan suhu freezing.
Hal ini terjadi karena pada suhu chilling masih banyak bakteri psikrofilik yang
dapat bertahan hidup, dimana bakteri merupakan salah satu penyebab turunnya
nilai pH dari suatu makanan. Mikroorganisme psikrofilik mempunyai
kemampuan untuk tumbuh pada suhu lemari es, terutama di antara 0 – 5oC. Jadi
penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik sebelum maupun sesudah
pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikroba
(Buckle et. al. 1987).
4.2.2 Total Mikroba (Total Plate Count atau TPC)
Bahan pangan jarang sekali dijumpai dalam keadaan steril, walaupun ada
beberapa bahan pangan yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Dengan
demikian, keberadaan mikroorganisme berperan dalam penentuan mutu bahan
pangan. Mutu mikroba dalam suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan
jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikroba ini
menentukan ketahanan atau daya simpan dari produk tersebut ditinjau dari
kerusakannya oleh mikroba dan keamanan pangan dari mikroorganisme
ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat dalam produk tersebut
(Buckle et. al. 1987).
Jumlah total mikroorganisme akan menentukan mutu dari produk pangan,
dimana jumlah total mikroorganisme yang lebih rendah dari batas aman
menunjukkan bahwa produk tersebut aman untuk dikonsumsi. Batas maksimum
untuk jumlah total mikroorganisme untuk setiap produk pangan berbeda-beda.
Kurva pertumbuhan bakteri selama penyimpanan disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23 Kurva pertumbuhan bakteri selama penyimpanan
Kurva pertumbuhan mikroba selama penyimpanan memperlihatkan jumlah
bakteri yang tumbuh pada suhu chilling lebih besar daripada penyimpanan dengan
suhu freezing, selain itu laju pertumbuhan bakteri pada suhu chilling juga lebih
cepat daripada pertumbuhan bakteri pada suhu freezing. Hal ini dapat terjadi
karena pada suhu chilling masih banyak bakteri yang dapat tumbuh, terutama
bakteri jenis psikrofilik, dimana bakteri ini dapat hidup pada kisaran suhu -15oC
hingga suhu 20oC dengan suhu optimum pertumbuhan pada suhu 10oC
(Buckle et al. 1987).
Penyimpanan dengan suhu chilling hanya akan melemahkan daya tahan
dari bakteri itu saja, sedangkan penyimpanan pada suhu freezing akan dapat
menghambat pertumbuhan dari bakteri (Buckle et al. 1987). Pendinginan dengan
menggunakan suhu chilling, akan memperlambat pertumbuhan dan melemahkan
daya tahan mikroba, sedangkan pendinginan dengan suhu freezing, selain faktor
suhu rendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, juga akan terjadi
reduksi aktivitas air (aw) (Gauld 1989).
Konsentasi oksigen dan lingkungan juga mempengaruhi jenis jasad renik
yang dapat tumbuh dalam bahan makanan. Penggunaan pengemas yang tidak
kedap udara berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat
dalam sosis, terutama mikroorganisme aerob. Selain itu beberapa jasad renik
bersifat heterotrof atau dapat hidup dimana saja. Bakteri memerlukan nutrien
untuk kehidupan dan pertumbuhannya. Sosis merupakan produk pangan yang
kaya akan protein. Protein merupakan salah satu substrat yang baik bagi
pertumbuhan bakteri (sumber nitrogen), terutama bagi bakteri proteolitik.
Kandungan karbohidrat juga merupakan sumber karbon dan energi bagi bakteri.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada sosis terpilih
adalah pH. Nilai pH sosis terpilih yang relatif netral (7,09) merupakan media
yang cocok untuk tumbuhnya bakteri. Hampir semua mikroorganisme tumbuh
baik pada pH pangan antara 6,6 dan 7,5 (netral). Daging dan pangan hasil laut
lebih mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, karena pH pangan tersebut
mendekati 7,0 (Gaman dan Sherrington 1992).
Dari pengamatan terhadap sosis yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa sosis
yang disimpan menggunakan suhu freezing masih layak untuk dikonsumsi hingga
minggu ke-8. Pendugaan umur simpan untuk sosis yang disimpan pada suhu
freezing mengikuti persamaan y = 0,9843Ln(x) + 0,7031. Sosis yang disimpan
pada suhu chilling sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi pada minggu ke-4, hal
ini disebabkan karena jumlah bakteri yang tumbuh sudah melebihi ambang batas
yang ditentukan dalam SNI bahan pangan, yaitu sebesar 1 x 105.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ikan kurisi dapat dikembangkan sebagai suatu produk olahan yang berupa
sosis ikan. Karagenan sebagai bahan pengikat dan isolat protein kedelai sebagai
bahan pengemulsi dapat digunakan dalam proses pembuatan sosis ikan.
Penggunaan karagenan dan isolat protein kedelai dapat menggantikan bahan-
bahan kimia yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis yaitu sodium
tripolifosfat. Sosis terpilih adalah sosis dengan penambahan karagenan sebesar
1% dan isolat protein kedelai 1%. Berdasarkan uji sensori, sosis ini adalah sosis
yang paling disukai oleh panelis, sedangkan dari hasil uji fisik yang dilakukan,
sosis ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sosis komersil yang ada
dipasaran dari segi kekuatan gelnya, walaupun dari segi stabilitas emulsi, sosis
terpilih memiliki nilai yang lebih rendah. Hasil analisis fisik dari segi elastisitas,
sosis terpilih memiliki nilai yang hampir sama dengan sosis komersil walaupun
dari segi kekerasan, sosis terpilih adalah sosis yang paling keras.
Selama penyimpanan, nilai pH sosis cenderung mengalami penurunan tiap
minggunya. Penurunan nilai pH pada penyimpanan suhu chilling lebih cepat
terjadi daripada penurunan nilai pH pada penyimpanan freezing. Nilai lempeng
total bakteri menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih cepat pada penyimpanan
chilling daripada penyimpanan freezing. Sosis yang disimpan pada suhu freezing
hingga minggu ke-8 masih layak untuk dikonsumsi ditinjau dari nilai total
mikrobanya, sedangkan pada penyimpanan suhu chilling, sosis sudah tidak layak
untuk dikonsumsi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengemasan dengan
menggunakan vakum agar diketahui pengaruh perbedaan penyimpanan dengan
menggunakan vakum dan penyimpanan non vakum.
DAFTAR PUSTAKA
Albert ED et al. 2001. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Francisco
Alpis. 2002. Mempelajari pembuatan kloro karagenan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan penambahan beberapa konsentrasi KOH dan KCl [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Amano K. 1965. Fish Sausage Manufacturing. Di dalam Borgstorm, G. Editor. Fish as Food Volume III. Academic Press. New York.
[AOAC] Assotiation of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. 16th editions. Assotiation of Official Analytical Chemis. Inc. Arlington. Virginia.
Ariyani FS. 2005. Sifat fisik dan palatabilitas sosis daging sapi dengan penambahan karagenan [Skripsi]. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bourne MC. 1982. Food Texture and Viscosity. Departemen of Food Science and Technology. Academic Press. Inc. New York.
Brown DD, Toledo RT. 1975. Relation ship between chooping, temperatures, fat and water binding in coomunited meat batters. J. Food Sci. 40(6): 1061-1063.
Buckle et al. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo, H. Dan Adiono, penerjemah. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Chapman VJ, Chapman MA. 1980. Seaweed and Their Uses. Chapman and Hall in Assosiation with Metheun, Inc. New York.
Christina MA. 1996. Pengaruh penggunaan isolat protein kedele yang termodifikasi secara enzimatik terhadap mutu sponge cake dan minuman [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, penerjemah. ITB PRESS. Bandung.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap. 2001. Nemipterus nemathophorus. www.pelabuhanperikanan.co.id [5 juni 2007].
[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995. Sosis Daging. Jakarta.
Fardias S. 1987. Petunjuk Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI), IPB. Bogor.
Fashier LR, Parker NS. 1985. How Do Food Emulsion Stabilizers Work?. CRISRO Food Research Quaerterly. 45 (2): 33-39.
Forrest JCM, Aberle ED, Hedrick HB, Judge MD, Merrel MA. 1975. Principle of Meat Science. WH. Freeman. San Francisco.
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar ilmu pangan, nutrisi, dan mikrobiologi. Gardjito, dkk, penerjemah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Garbutt J. 1997. Essential of Food Micribiology. Arnold. London.
Gauld GW. 1989. Mechanism of Action of Food Preservation Procedures. Di edit oleh G. W. Gauld. Elsevier Applied Science. London.
Glicksman M. 1983. Food Hidrocolloids. CRC Press. Florida.
Hardman TM. 1989. Water and Food Quality. Elsevier Applied Science. London.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit ITB. Bandung.
Harun RR. 1993. Pengaruh konsentrasi KOH dan lama perendaman terhadap rendemen mutu karagenan dari Eucheuma cottonii [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=10&idsp=70[3 juni 2007].
Istihastuti T, Nazori D, Ratnawati. 1998. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Jelly. BPPMHP. Jakarta.
Karmas E. 1977. Sausage Products Technology. Noyes Data Corporation, Park Ridge. New Jersey.
Keeton JT. 2001. Formed and Emulsion Product. Di dalam AR Sham (Ed). Poultry Meat Processing. CRC Press. Botta Raton
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Koswara S. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai (teori dan praktek). [terhubung berkala]. www.ebook pangan.com[28 juli 2007].
Koswara S. 2006. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah. [terhubung berkala]. www.ebook pangan.com. [28 juli 2007].
Kramlich WE. 1971. Sausage Product. In :Price J.S. and B.S. Schweigert (Eds.). 1987. The Science of Meat Product. W. H. Freeman and Co., San Francisco.
Lin MY, Humbert ES, Sosulki FW. 1974. Certain Functional properties of Sun Flower Meal Products. J Food Science. 39: 368.
Maghfiroh I. 2000. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik nugget dari ikan patin (Pangasius pangasius) [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Matulis RJ, Mc Keith FK, Sutherland JW, Brewer MS. 1995. Sensory Characteristics of Frankfurtehs As Affected By Salt, Fat, Soy Protein and Carrageenan. J. Food Science 60 (1).
Moeljanto. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moirano TW. 1977. Sulphated polysaccharides In Food Colloids. The Avi Publishing. West Port. Connecticut. P:347-381.
Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Naamin N, Sumiono B. 1983. Hasil Samping (By Cacth) pada Penangkapan Udang di Perairan Arafuru dan Sekitarnya. Laporan LPLL No. 24/1982.BPPL, Jakarta: 45-55.
Nurochmawati. 2003. Studi pembuatan edible film dari karagenan serta Uji aplikasinya [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ockerman HW. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed. Dept. of Animal Science. The Ohio State University and the Ohio Agricultural Reserch and Development Center. Ohio.
Osman EM. 1967. Carbohydrate. In : Fennema O.R. (Ed.). Principle of Food Science. Part I : Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition. Departement of Food Science and Human Nutrition. Washington University. Academic Press, Inc. Washington.
Potter NN. 1973. Food Science. The AVI Publ Co. Inc., Wetsport, Connecticut.
Price JF, Bernand, S. S. 1987. The Science of Meat and Meat Product. Third Edition. San Francisco.
Radley JA. 1976. Strach Production Technology. Applied Science Publishers, Ltd., London.
Rompis JEG. 1998. Pengaruh kombinasi bahan pengikat dan bahan pengisi terhadap sifat fisik, kimia serta palatabilitas sosis sapi. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ranggana S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and Vagetables Product. Tata Mc Graw Hill Publisher Co. Ltd. New Delhi.
Rust RE. 1987. Sausage Product. In : The Science of Meat and Meat Product, 3rd Ed. J.F. Price and B.S. Schweigert (Ed.). Food and Nutrition Press, Inc., West Port Conecticut.
Santoso D. 2007. Karakteristik sosis ikan bawal tawar (Colossoma Macropomum) dengan penambahan karagenan [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sarrizki M. 2004. Pengaruh jenis tepung dan konsentrasi pengemulsi terhadap sifat fisiko-kimia sosis ikan patin (Pangasius pangasius) [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sebrel WH, J. J. Hagerty. 1982. Makanan dan Gizi. Terjemahan: Tim Penerjemah Tira Pustaka. Tira Pustaka. Jakarta.
Sedayu BB. 2004. Pengaruh lama waktu penyimpanan beku daging lumat ikan kurisi (Nemipterus nemathophorus) terhadap mutu fisiko-kimia surimi [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soedjana TD, Rusastra IW, Sudaryanto. 1998. Penawaran, Permintaan, dan Konsumsi Pangan Hewani di Indonesia. dalam Winarno FG et. al. (Eds). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IV. 17-20 Februari 1999. Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Soekarto ST. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press. Bogor.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Stansby ME. 1963. Industry Fishery Technology. Reinhold Publishing Corp. NewYork.
Steel RGD, Torrie JH. 1986. Prinsip dan Prosedur Statistika. Bambang Sumantri, penerjemah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Subyantoro RW. 1996. Pengaruh cara pengemasan, suhu, dan waktu penyimpanan terhadap sifat fisiko dan organoleptik corned beef dalam kemasan plastik fleksibel [Skripsi]. Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suffle RL. 1968. Meat Emulsion. Advance In Food Research. 10: 105-160.
Suwardian. 2005. Pemanfaatan gonad bulu babi dan tepung tapioka sebagai bahan pembuatan kerupuk teluk cumi [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Prosessing Technology. Applied Science Publishing. Ltd. London.
Swinkels JJM. 1985. Sources of Strach, It’s Chemistry and Physics.in : Van Beynum, g.M.A. and J.A. Roels (Eds). 1985. Strach Conversion technology. Macel-Dekker. New York.
Tanikawa E. 1971. Marine Produckt in Japan. Koseisha. Koseikaku. Tokyo.
Tasman A. 1981. Mempelajari pembuatan biscuit dari campuran tepung sagu dan kedelai.[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tauber. (1985). Sausage. Didalam Disroisier Nw (Ed). Element of Food Technology. Westport. The AVI Publishing Co. Connecticut.
Tjokroadikosoemo PS. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia. Jakarta.
Towle GA. 1973. Carrageenan. Industrials Gums. Academic Press. London.
Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Charcarinus Limbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan Sosis [Tesis]. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jones CRV. 1981. Meat and Meat Product; Factor affeecting quality control. Applied Science Publishers, London and New Jersey.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.
Winarno FG, Srikandi F, Dedi F. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Jakarta.
Yulianti T. 2003. Mempelajari pengaruh karakteristik isolat protein kedelai terhadap mutu sosis [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1 Tabel scoresheet uji organoleptik skala hedonik sosis ikan kurisi (Nemipterus nematophorus)
Tabel Score Sheet Uji Organoleptik Skala Hedonik Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
Score sheet orlep skala hedonik Tanggal : Nama : Instruksi : Nyatakan penilaian anda pada kolom yang tersedia
Kode sample Spesifikasi A1B1 A2B1 A3B1 A4B1 A1B2 A2B2 A3B2 A4B2 Aroma Rasa Warna Tekstur Penampakan
Kode sample Spesifikasi A1B3 A2B3 A3B3 A4B3 A1B4
Aroma Rasa Warna Tekstur Penampakan
Sumber: Soekarto (1985) Keterangan 9. Amat sangat suka sekali 8. Amat sangat suka 7. Sangat suka 6. Suka 5. Agak suka 4. Biasa 3. Agak tidak suka 2. Tidak suka 1. Sangat tidak suka
Lampiran 2 Tabel scoresheet uji lipat sosis ikan kurisi (Nemipterus nematophorus)
Tabel Score Sheet Uji Lipat Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
Tanggal : Nama : Instruksi : Beri tanda (√) anda pada kolom yang tersedia
Kode sample Penilaian A1B1 A2B1 A3B1 A4B1 A1B2 A2B2 A3B2 5 = tidak retak jika dilipat seperempat
lingkaran
4 = tidak retak jika dilipat setengah lingaran
3 = retak jika dilipat setengah lingkaran 2 = putus menjadi dua bagian jika dilipat
setengah lingkaran
1 = pecah menjadi bagian-bagian kecil jika ditekan dengan jari tangan
Kode sample Penilaian A4B2 A1B3 A2B3 A3B3 A4B3 A1B4 5 = tidak retak jika dilipat seperempat
lingkaran
4 = tidak retak jika dilipat setengah lingaran 3 = retak jika dilipat setengah lingkaran 2 = putus menjadi dua bagian jika dilipat
setengah lingkaran
1 = pecah menjadi bagian-bagian kecil jika ditekan dengan jari tangan
Sumber: Soekarto (1985)
Lampiran 3 Tabel scoresheet uji gigit sosis ikan kurisi (Nemipterus nematophorus)
Tabel Score Sheet Uji Gigit Sosis Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus)
Tanggal : Nama : Instruksi : Beri tanda (√) anda pada kolom yang tersedia
Kode sampel Nilai Sifat kekenyalan A1B1 A2B1 A3B1 A4B1 A1B2 A2B2 A3B2 10 Amat sangat kuat 9 Sangat kuat 8 Kuat 7 Cukup kuat 6 Dapat diterima
5 Dapat diterima, sedikit kuat
4 Lemah 3 Cukup lemah 2 Sangat lemah
1 Tekstur seperti bubur, tidak ada kekuatan
Kode sampel Nilai Sifat kekenyalan A4B2 A1B3 A2B3 A3B3 A4B3 A1B4 10 Amat sangat kuat 9 Sangat kuat 8 Kuat 7 Cukup kuat 6 Dapat diterima
5 Dapat diterima, sedikit kuat
4 Lemah 3 Cukup lemah 2 Sangat lemah
1 Tekstur seperti bubur, tidak ada kekuatan
Sumber: suzuki (1981)
Lampiran 4 Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter aroma
kode sampel Panelis
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3 1. 3 3 5 4 4 3 4 4 5 2. 5 5 5 5 5 5 6 5 5 3. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4. 5 5 6 6 5 5 5 5 6 5. 2 2 2 2 2 2 2 2 2 6. 5 5 5 4 5 6 5 5 6 7. 6 6 4 5 6 4 6 4 3 8. 5 5 6 6 4 3 4 4 3 9. 3 3 3 5 5 5 5 4 4
10. 4 3 4 3 3 3 5 5 3 11. 4 5 6 6 6 4 4 4 4 12. 5 6 5 4 5 6 5 5 4 13. 6 6 6 6 5 6 6 6 6 14. 6 6 7 7 6 6 6 7 7 15. 4 5 4 5 5 7 4 4 4 16. 6 6 8 6 6 7 6 7 7 17. 6 7 7 7 7 7 6 7 7 18. 7 7 8 6 8 7 7 6 6 19. 5 6 6 7 7 6 6 7 5 20. 3 4 4 6 7 5 6 4 3 21. 5 3 5 5 5 4 5 6 6 22. 5 5 5 4 5 6 5 5 5 23. 5 6 5 6 6 6 6 7 6 24. 5 5 4 3 3 4 3 3 3 25. 4 5 5 5 5 4 5 5 5
Jumlah 118 123 129 127 129 125 126 125 119 Rata2 4,72 4,92 5,16 5,08 5,16 5 5,04 5 4,76
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 5 Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter rasa
Kode sampel Panelis
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3 1. 5 5 4 7 4 3 6 6 6 2. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3. 4 4 3 5 4 4 3 3 3 4. 5 5 6 6 6 6 6 6 5 5. 6 5 6 6 6 7 5 7 6 6. 2 4 2 4 2 6 3 4 4 7. 6 6 6 4 4 2 4 6 7 8. 5 5 5 6 5 4 3 4 3 9. 4 4 3 3 6 7 6 5 4
10. 4 4 4 5 5 4 5 5 5 11. 2 4 5 6 6 3 5 6 3 12. 5 5 6 5 6 6 6 6 5 13. 7 5 6 5 7 7 7 5 5 14. 5 6 8 6 5 6 5 6 7 15. 6 7 6 7 6 5 5 6 5 16. 8 7 6 7 6 7 7 6 6 17. 6 7 7 7 7 8 6 8 7 18. 6 7 8 7 8 8 7 7 6 19. 7 6 6 7 6 6 7 6 7 20. 3 3 5 6 7 5 6 7 4 21. 5 4 4 5 5 5 5 6 6 22. 7 6 6 7 5 6 5 5 6 23. 6 5 5 5 6 6 6 6 6 24. 7 6 7 6 5 6 5 5 6 25. 5 7 7 6 7 7 8 8 8
Jumlah 130 131 135 142 138 138 135 143 134 Rata2 5,2 5,24 5,4 5,68 5,52 5,52 5,4 5,72 5,36
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 6 Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter warna
Kode sampel Panelis
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3 1. 4 5 5 4 5 4 4 4 4 2. 5 5 5 5 6 6 5 5 5 3. 5 4 7 5 4 4 3 4 6 4. 7 7 7 8 8 8 8 8 8 5. 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6. 7 7 7 7 7 7 7 7 8 7. 5 5 4 6 5 4 6 4 6 8. 5 5 6 6 6 5 5 5 4 9. 4 4 5 4 5 6 5 4 4
10. 3 3 3 5 4 4 3 5 3 11. 5 3 6 6 6 4 5 5 5 12. 6 5 6 6 6 6 5 6 5 13. 5 6 6 7 7 6 7 3 7 14. 6 7 7 6 6 6 6 6 7 15. 4 7 7 6 6 6 6 6 7 16. 7 7 7 7 6 7 6 8 6 17. 5 7 7 7 6 7 7 8 7 18. 6 7 7 6 8 6 7 7 6 19. 6 6 6 6 6 7 6 6 6 20. 4 3 5 6 7 5 7 7 4 21. 6 6 6 5 6 5 5 5 6 22. 6 6 6 6 6 5 5 5 6 23. 7 6 7 7 7 8 7 7 6 24. 6 6 6 6 6 6 6 6 6 25. 6 6 7 6 6 7 7 7 7
Jumlah 136 139 152 149 151 145 144 144 145 Rata2 5,44 5,56 6,08 5,96 6,04 5,8 5,76 5,76 5,8
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 7 Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter tekstur
Kode sampel Panelis
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3 1. 4 5 5 4 4 5 4 5 7 2. 5 6 6 5 5 6 5 6 6 3. 7 8 8 7 6 5 6 5 7 4. 7 7 7 8 8 8 8 8 8 5. 6 6 6 5 5 6 6 6 8 6. 7 8 7 8 8 6 8 8 8 7. 5 5 4 4 2 4 4 5 7 8. 4 5 6 6 5 5 4 4 6 9. 6 5 6 6 6 6 6 6 6
10. 5 6 5 5 5 4 3 5 5 11. 7 7 7 7 6 6 6 6 6 12. 7 7 6 6 6 6 6 7 6 13. 7 6 7 5 6 6 6 4 6 14. 6 7 7 7 6 6 5 7 7 15. 6 7 7 7 6 6 4 4 7 16. 7 6 8 7 6 6 7 7 7 17. 7 7 7 7 6 8 5 8 7 18. 6 7 8 8 8 7 7 7 7 19. 5 7 7 6 7 7 5 7 6 20. 3 4 5 6 7 5 6 6 7 21. 6 6 6 5 5 6 5 6 6 22. 6 6 6 6 5 6 5 6 7 23. 7 7 7 7 7 7 7 7 7 24. 6 6 6 6 5 6 6 6 6 25. 6 6 7 6 6 8 7 7 7
Jumlah 148 157 161 154 146 151 141 153 167 Rata2 5,92 6,28 6,44 6,16 5,84 6,04 5,64 6,12 6,68
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 8 Rekapitulasi dan hasil uji organoleptik skala hedonik pada parameter penampakan
Kode sampel Panelis
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3 1. 4 5 5 4 5 4 4 4 4 2. 6 6 6 6 6 7 6 6 6 3. 7 8 8 8 7 2 6 6 7 4. 7 7 7 8 8 7 8 8 8 5. 6 6 8 6 6 6 6 6 6 6. 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7. 5 5 4 4 4 4 5 5 6 8. 5 5 6 6 6 5 5 5 4 9. 6 6 6 6 6 6 6 5 6
10. 5 6 5 5 5 5 3 5 5 11. 6 5 7 6 6 5 6 6 5 12. 6 6 6 6 6 7 6 7 6 13. 7 7 5 5 6 7 6 5 6 14. 6 6 7 7 6 7 7 7 7 15. 6 6 7 7 6 6 5 5 5 16. 6 8 6 7 6 7 7 7 6 17. 7 7 6 7 7 8 6 8 7 18. 7 7 8 6 8 7 7 8 6 19. 6 7 6 6 6 6 7 6 7 20. 4 4 5 6 7 5 7 6 4 21. 5 6 5 5 6 6 5 6 6 22. 6 7 6 6 6 6 5 6 6 23. 7 7 7 7 7 7 7 7 7 24. 6 6 6 6 6 6 6 6 6 25. 6 7 7 6 6 7 7 7 7
Jumlah 150 158 157 154 156 151 151 155 151 Rata2 6 6,32 6,28 6,16 6,24 6,04 6,04 6,2 6,04
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 9 Rekapitulasi data hasil uji lipat
Kode sampel Panelis A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3
1. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2. 5 5 5 5 5 5 4 5 5 3. 5 5 5 5 3 5 3 5 5 4. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6. 5 5 5 5 3 5 5 5 5 7. 5 4 5 5 3 5 5 4 3 8. 4 4 4 3 4 5 4 4 4 9. 5 5 5 5 4 5 5 5 5
10. 3 5 5 5 3 3 3 5 5 11. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 12. 5 5 5 5 3 5 4 5 5 13. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 14. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 15. 5 5 5 5 5 4 4 5 3 16. 5 5 5 5 3 5 4 4 5 17. 5 5 5 4 5 4 3 5 5 18. 5 5 3 5 4 5 3 5 5 19. 5 5 5 5 3 5 4 5 5 20. 3 5 4 3 3 4 4 5 4 21. 5 5 5 5 3 5 3 5 5 22. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 23. 4 5 5 3 3 5 3 5 5 24. 5 5 5 5 4 4 5 5 5 25. 5 4 4 3 3 5 3 5 5
Jumlah 119 122 120 116 99 119 104 122 119 Rata2 4,76 4,88 4,8 4,64 3,96 4,76 4,16 4,88 4,76
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 10 Rekapitulasi data hasil uji gigit
Kode sampel Panelis A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2 A1B3 A2B3 A3B3
1. 6 5 6 7 7 7 6 7 7 2. 6 7 7 6 6 6 6 6 6 3. 9 8 8 9 6 6 5 6 8 4. 7 7 7 8 8 8 6 8 7 5. 8 5 7 4 6 5 4 7 5 6. 4 6 5 5 3 4 4 5 5 7. 8 7 10 8 5 9 9 7 7 8. 7 5 5 6 6 6 6 6 6 9. 9 9 9 8 8 9 7 9 8
10. 6 6 6 8 7 7 7 8 8 11. 6 7 8 7 5 9 4 8 8 12. 8 8 8 7 6 6 5 5 6 13. 6 7 5 7 6 7 7 8 8 14. 5 6 7 7 6 5 7 6 7 15. 5 6 7 6 6 4 4 4 5 16. 8 8 7 8 7 8 7 8 7 17. 7 8 7 7 7 8 5 9 7 18. 7 8 8 7 7 8 7 7 7 19. 8 6 7 5 6 8 6 8 7 20. 7 9 8 6 6 8 6 6 6 21. 8 8 8 7 7 8 7 8 8 22. 7 7 8 6 5 7 5 5 8 23. 4 4 4 4 3 5 6 4 5 24. 8 8 7 6 5 7 7 6 7 25. 9 10 9 8 8 10 8 8 9
Jumlah 173 175 178 167 152 175 151 169 172 Rata2 6,92 7 7,12 6,68 6,08 7 6,04 6,76 6,88
Keterangan: A1B1 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0% A2B1 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0% A3B1 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0% A1B2 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 0,5% A2B2 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 0,5% A3B2 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 0,5% A1B3 : Isolat protein kedelai 0% dan karaginan 1% A2B3 : Isolat protein kedelai 0,5% dan karaginan 1% A3B3 : Isolat protein kedelai 1% dan karaginan 1%
Lampiran 11 Analisis ragam analisis sensori skala hedonik Uji statistik (a,b) Aroma Rasa Warna Tekstur Penampakan x2 2,507 3,555 6,189 15,830 1,722 db 8 8 8 8 8 Asymp. Sig. ,961 ,895 ,626 ,045 ,988
a Uji Kruskal-Wallis b Variabel kelompok: Perlakuan Lampiran 12 Uji lanjut Tukey analisis sensori parameter tekstur Tekstur
α = .05 Perlakuan N 1 2
a1b3 25 5,64 a2b2 25 5,84 5,84a1b1 25 5,92 5,92a3b2 25 6,04 6,04a2b3 25 6,12 6,12a1b2 25 6,16 6,16a2b1 25 6,28 6,28a3b1 25 6,44 6,44a3b3 25 6,68Sig. ,212 ,160
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 25,000. Lampiran 13 Analisis ragam uji lipat dan gigit Uji statistik (a,b) Uji Lipat Uji Gigitx2 41,194 16,231db 8 8Asymp. Sig. ,000 ,039
a Uji Kruskal-Wallis b variabel kelompok: Perlakuan
Lampiran 14 Uji lanjut Tukey parameter uji lipat Uji Lipat
α = .05 Perlakuan N 1 2 3
a2b2 25 3,96 a1b3 25 4,16 4,16 a1b2 25 4,64 4,64a1b1 25 4,76a3b2 25 4,76a3b3 25 4,76a3b1 25 4,80a2b1 25 4,88a2b3 25 4,88Sig. ,972 ,164 ,919
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 25,000. Lampiran 15 Uji lanjut Tukey parameter uji gigit Uji Gigit
α = .05 Perlakuan N
1 a1b3 25 6,04a2b2 25 6,08a1b2 25 6,68a2b3 25 6,76a3b3 25 6,88a1b1 25 6,92a2b1 25 7,00a3b2 25 7,00a3b1 25 7,12Sig. ,130
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 25,000.
Lampiran 16 Analisis statistik uji kekuatan gel
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 35381,944(a) 8 4422,743 31,844 ,000 Intercept 7156805,556 1 7156805,556 51529,000 ,000 PERLAKUAN 35381,944 8 4422,743 31,844 ,000 galat 1250,000 9 138,889 Total 7193437,500 18 Corrected Total 36631,944 17
a R2 = ,966 (Adjusted R Squared = ,936) Lampiran 17 Uji lanjut Tukey kekuatan gel sosis ikan kurisi
Kekuatan Gel
Subset Perlakuan N
1 2 3 a3b3 2 550,0000 a1b1 2 556,2500 a3b1 2 631,2500 a1b2 2 637,5000 a2b1 2 643,7500 643,7500a2b2 2 650,0000 650,0000a3b2 2 650,0000 650,0000a1b3 2 668,7500 668,7500a2b3 2 687,5000Sig. 1,000 ,143 ,070
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan. Kuadrat rata-rata (eror) = 138,889. a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 2,000. b Alfa = ,05. Lampiran 18 Analisis statistik uji kekerasan
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 632329,278(a) 8 79041,160 7,883 ,003Intercept 9826483,347 1 9826483,347 980,061 ,000PERLAKUAN 632329,278 8 79041,160 7,883 ,003galat 90237,625 9 10026,403 Total 10549050,250 18 Corrected Total 722566,903 17
a R2 = ,875 (Adjusted R Squared = ,764)
Lampiran 19 Uji lanjut Tukey kekerasan sosis ikan kurisi Kekerasan
Subset Perlakuan N 1 2 3
a1b1 2 318,7500 a1b3 2 587,5000 587,5000 a2b1 2 693,7500 693,7500 693,7500a2b3 2 718,5000 718,5000a2b2 2 768,7500 768,7500a1b2 2 806,2500 806,2500a3b1 2 862,5000 862,5000a3b2 2 887,5000 887,5000a3b3 2 1006,2500Sig. ,067 ,182 ,155
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan. Kuadrat rata-rata(eror) = 10026,403. a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 2,000. b Alfa = ,05. Lampiran 20 Analisis statistik uji elastisitas
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 2,370(a) 8 ,296 ,536 ,804
Intercept 166612,630 1 166612,630 301461,288 ,000
PERLAKUAN 2,370 8 ,296 ,536 ,804 galat 4,974 9 ,553 Total 166619,974 18 Corrected Total 7,344 17
a R2 = ,323 (Adjusted R Squared = -,279)
Lampiran 21 Analisis statistik uji stabilitas emulsi
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 100,846(a) 8 12,606 7,499 ,003Intercept 131150,518 1 131150,518 78015,735 ,000PERLAKUAN 100,846 8 12,606 7,499 ,003galat 15,130 9 1,681 Total 131266,494 18 Corrected Total 115,976 17
a R2= ,870 (Adjusted R Squared = ,754) Lampiran 22 Uji lanjut Tukey stabilitas emulsi sosis ikan kurisi
Stabilitas Emulsi
Subset Perlakuan N
1 2 3 a3b3 2 81,2900a3b2 2 83,3150 83,3150a1b3 2 84,3750 84,3750a1b1 2 84,4950 84,4950a3b1 2 84,8750 84,8750 84,8750a2b2 2 85,8350 85,8350 85,8350a2b1 2 86,1500 86,1500 86,1500a1b2 2 88,1950 88,1950a2b3 2 89,7000Sig. ,066 ,065 ,069
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan. Kuadrat rata-rata (eror) = 1,681. a. Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 2,000 b Alfa = ,05.
Lampiran 23 Rekapitulasi data rata-rata hasil uji proksimat
K. air K. Abu Protein Lemak KarbohidratA1B1 60,35 2,65 13,63 0,4 21,48A2B1 60,93 2,14 13,57 0,5 21,65A3B1 62,48 2,11 13,53 0,38 21,3A1B2 63,33 2,13 13,89 0,52 21A2B2 63,23 2,06 14,99 0,49 20,72A3B2 62,41 2,08 13,60 0,41 21,79A1B3 62,47 2,27 13,41 0,78 20,71A2B3 62,94 2,17 13,10 0,53 21,93A3B3 63,1 2,08 12,96 0,54 20,93
Lampiran 24 Analisis statistik uji kadar air
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 17,735(a) 8 2,217 5,607 ,009Intercept 70067,713 1 70067,713 177207,166 ,000PERLAKUAN 17,735 8 2,217 5,607 ,009galat 3,559 9 ,395 Total 70089,007 18 Corrected Total 21,294 17
a R2 = ,833 (Adjusted R Squared = ,684) Lampiran 25 Uji lanjut Tukey kadar air sosis ikan kurisi Kadar Air
Subset Perlakuan N
1 2 a1b1 2 60,3450 a2b1 2 60,9250 60,9250a3b2 2 62,4100 62,4100a3b1 2 62,4750 62,4750a1b3 2 62,7700 62,7700a2b3 2 62,9400a3b3 2 63,1000a2b2 2 63,2250a1b2 2 63,3300Sig. ,057 ,060
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan. Kuadrat rata-rata (eror) = ,395. a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 2,000. b Alfa = ,05.
Lampiran 26 Analisis statistik uji kadar abu
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model ,658(a) 8 ,082 36,743 ,000 Intercept 87,781 1 87,781 39207,506 ,000 PERLAKUAN ,658 8 ,082 36,743 ,000 galat ,020 9 ,002 Total 88,460 18 Corrected Total ,678 17
a R2 = ,970 (Adjusted R Squared = ,944) Lampiran 27 Uji lanjut Tukey kadar abu sosis ikan kurisi Kadar Abu
Subset Perlakuan N 1 2 3
a2b2 2 2,0650 a3b2 2 2,0800 a3b3 2 2,0800 a3b1 2 2,1100 a1b2 2 2,1250 a2b1 2 2,1450 a2b3 2 2,1700 a1b3 2 2,4500 a1b1 2 2,6500Sig. ,464 1,000 1,000
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan. Kuadrat rata-rata (eror) = ,002. a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 2,000. b Alfa = ,05. Lampiran 28. Analisis statistik uji kadar protein
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 5,466(a) 8 ,683 38,418 ,000Intercept 3344,257 1 3344,257 188055,678 ,000PERLAKUA 5,466 8 ,683 38,418 ,000galat ,160 9 ,018 Total 3349,883 18 Corrected Total 5,626 17
a R2 = ,972 (Adjusted R Squared = ,946)
Lampiran 29 Uji lanjut Tukey kadar protein sosis ikan kurisi
Kadar Protein
Subset Perlakuan N 1 2 3 4 A3B3 2 12,9600 A2B3 2 13,0950 13,0950 A1B3 2 13,4100 13,4100 13,4100 A3B1 2 13,5250 13,5250 A2B1 2 13,5700 13,5700 A3B2 2 13,5950 13,5950 A1B1 2 13,6300 A1B2 2 13,8950 A2B2 2 14,9950 Sig. ,110 ,066 ,077 1,000
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan. Kuadrat rata-rata (error) = ,018. a Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 2,000. b Alfa = ,05. Lampiran 30 Analisis statistik uji kadar lemak
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model ,229(a) 8 ,029 ,659 ,716 Intercept 4,641 1 4,641 106,938 ,000 PERLAKUAN ,229 8 ,029 ,659 ,716 galat ,391 9 ,043 Total 5,261 18 Corrected Total ,620 17
a R2 = ,370 (Adjusted R Squared = -,191) Lampiran 31 Analisis statistik uji kadar karbohidrat
Uji pengaruh dua subjek
sumber Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan
Corrected Model 4,903(a) 8 ,613 1,212 ,387 Intercept 8105,616 1 8105,616 16032,557 ,000 PERLAKUAN 4,903 8 ,613 1,212 ,387 galat 4,550 9 ,506 Total 8115,069 18 Corrected Total 9,453 17
a R2 = ,519 (Adjusted R Squared = ,091)
Lampiran 32 Rekapitulasi nilai pH sebelum penyimpanan Kode Sampel Nilai pH
A1B1 6,73A2B1 6,79A3B1 6,83A1B2 6,81A2B2 6,82A3B2 6,95A1B3 7,06A2B3 7,08A3B3 7,09
Lampiran 33 Rekapitulasi nilai pH setelah penyimpanan
Minggu ke - Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Chilling 7,09 7,20 6,90 6,83 6,70 6,40 6,13 6,08 5,90 5,70 Freezing 7,09 7,00 6,98 6,89 6,94 6,91 6,80 6,78 6,74 6,70
Lampiran 34 Rekapitulasi uji TPC untuk penyimpanan sosis
Perlakuan (pengenceran) Chilling Freezing Minggu
ke- ulangan 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5
1 6 2 1 0 0 6 2 1 0 0 0 2 7 4 0 1 0 7 4 0 1 0 1 98 45 20 9 3 12 3 3 0 0 1 2 69 39 15 10 2 14 5 0 0 0 1 TBUD 230 120 53 13 26 10 3 0 0 2 2 TBUD 169 76 21 9 20 12 2 0 0 1 TBUD TBUD 169 65 21 35 15 6 0 0 3 2 TBUD TBUD 97 46 19 29 13 2 29 13 1 TBUD TBUD 97 50 38 38 19 8 0 0 4 2 TBUD TBUD TBUD 65 34 36 15 9 0 0 1 - - - - - 44 7 3 1 0 5 2 - - - - - 14 9 7 2 0 1 - - - - - 50 19 16 4 0 6 2 - - - - - 33 12 12 6 0 1 - - - - - 60 26 12 3 0 7 2 - - - - - 25 10 5 1 0 1 - - - - - 65 36 15 6 0 8 2 - - - - - 32 23 11 3 0
Lampiran 35 Daya simpan sosis ikan pada suhu chilling dan freezing.
Perlakuan Minggu ke- Chilling Freezing 0 0,7 x 101 0,7 x 101 1 8,35 x 102 1,3 x 102
2 1,99 x 104 2,3 x 102 3 1,33 x 105 3,2 x 102
4 5,75 x 105 3,7 x 102
5 - 4,0 x 102
6 - 4,15 x 102
7 - 4,25 x 102
8 - 4,85 x 102
Lampiran 36 Alat-alat yang digunakan
Rheoner 3305
Steamer
Food Processor
Lampiran 37 Sosis hasil penelitian