C Spektrofotometri Derivatif

11
VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, penentuan kadar teofilin dalam sampel yang terdiri dari campuran parasetamol dan teofilin dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri derivatif karena serapan maksimum dari parasetamol dan teofilin berada pada panjang gelombang yang berdekatan. Spektrum yang tumpang tindih (overlapping) menyebabkan kesulitan dalam penetapan kadar teofilin karena terganggu oleh serapan parasetamol. Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling tumpang tindih tersebut sehingga teofilin dapat ditetapkan kadarnya tanpa terganggu oleh serapan parasetamol (Wulandari dkk., 2008). Prinsip dari metode spektrofotometri UV-Vis derivatif dalam penentuan kadar teofilin ini adalah pembuatan spektra derivat dari spektra serapan normal salah satu konsentrasi parasetamol. Dari spektra derivat parasetamol, dapat diperoleh panjang gelombang zero crossing parasetamol, yaitu panjang gelombang dimana parasetamol memberikan absorbansi bernilai 0, sedangkan teofilin memberikan absorbansi lebih dari 0. Apabila pada derivat pertama tidak diperoleh panjang gelombang zero crossing, maka dilanjutkan dengan pembuatan spektra derivat kedua. 1

description

Farmasi

Transcript of C Spektrofotometri Derivatif

Page 1: C Spektrofotometri Derivatif

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, penentuan kadar teofilin dalam sampel yang terdiri

dari campuran parasetamol dan teofilin dilakukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri derivatif karena serapan maksimum dari parasetamol dan teofilin

berada pada panjang gelombang yang berdekatan. Spektrum yang tumpang tindih

(overlapping) menyebabkan kesulitan dalam penetapan kadar teofilin karena

terganggu oleh serapan parasetamol. Metode spektrofotometri derivatif dapat

digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling tumpang tindih

tersebut sehingga teofilin dapat ditetapkan kadarnya tanpa terganggu oleh serapan

parasetamol (Wulandari dkk., 2008).

Prinsip dari metode spektrofotometri UV-Vis derivatif dalam penentuan

kadar teofilin ini adalah pembuatan spektra derivat dari spektra serapan normal

salah satu konsentrasi parasetamol. Dari spektra derivat parasetamol, dapat

diperoleh panjang gelombang zero crossing parasetamol, yaitu panjang

gelombang dimana parasetamol memberikan absorbansi bernilai 0, sedangkan

teofilin memberikan absorbansi lebih dari 0. Apabila pada derivat pertama tidak

diperoleh panjang gelombang zero crossing, maka dilanjutkan dengan pembuatan

spektra derivat kedua.

Langkah awal penentuan kadar teofilin dalam sampel dilakukan dengan

penyiapan larutan baku parasetamol dan larutan baku teofilin. Namun dalam

praktikum kali ini tidak dilakukan pembuatan larutan baku parasetamol dan

teofilin karena untuk praktikum spektrofotometri derivatif kita hanya mengolah

data. Data tersebut berasal dari spektromofotometri simultan. Absorbansi dari

masing-masing larutan baku tersebut dibaca pada rentang panjang gelombang 220

– 299 nm. Dari hasil absorbansi yang diperoleh dibuat kurva standar dari masing-

masing larutan baku untuk menentukan panjang gelombang yang memberikan

absorbansi maksimum. Pembuatan spektra standar ini bertujuan agar praktikan

dapat menurunkan spektrum derivatif dari kurva standar parasetamol dan teofilin.

Adapun kurva standar dari parasetamol dan teoflin adalah sebagai berikut.

1

Page 2: C Spektrofotometri Derivatif

200

209

218

227

236

245

254

263

272

281

290

299-0.05

00.05

0.10.15

0.20.25

0.3

Spektra Parasetamol

Panjang Gelombang (nm)

Abs

orba

nsi

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Spektra Teofilin

Panjang Gelombang (nm)

Abs

orba

nsi

Berdasarkan kurva standar parasetamol di atas, didapatkan absorbansi

maksimum pada panjang gelombang 242 nm. Walaupun terlihat bahwa pada

panjang gelombang 203 nm parasetamol memberikan absorbansi maksimum,

namun yang dianggap sebagai panjang gelombang maksimum adalah pada 242

nm. Hal ini disebabkan karena pada panjang gelombang di sekitar 203 nm, rentan

akan adanya pengotor yang ikut terbaca absorbansinya. Sedangkan dari kurva

standar teofilin, panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 275 nm.

Berdasarkan literatur, absorbansi maksimum parasetamol terletak pada panjang

gelombang 245 nm dalam pelarut asam dan 257 nm dalam pelarut basa,

sedangkan absorbansi maksimum teofilin terletak pada panjang gelombang 270

nm dalam pelarut asam dan 275 nm dalam pelarut basa (Moffat et al., 2005). Dari

hasil yang diperoleh, sudah mendekati hasil pada literatur.

2

Page 3: C Spektrofotometri Derivatif

Setelah diperoleh kurva standar dari masing-masing komponen, selanjutnya

dibuat spektra derivatif pertama dari parasetamol untuk menentukan panjang

gelombang zero crossing dari parasetamol. Dalam hal ini panjang gelombang zero

crossing parasetamol adalah panjang gelombang di mana parasetamol tidak

memberikan serapan (Absorbansi = 0), sedangkan teofilin memberikan serapan

tertentu. Pada spektra derivatif pertama, sumbu y merupakan perbandingan selisih

absorbansi pada dua panjang gelombang yang berdekatan (dA

dλ ), sedangkan

sumbu x merupakan rata-rata dari dua panjang gelombang yang berdekatan

tersebut. Spektra derivat pertama dari parasetamol dan teofilin yang diperoleh

adalah sebagai berikut.

201.5207.5

213.5219.5

225.5231.5

237.5243.5

249.5255.5

261.5267.5

273.5279.5

285.5291.5

297.5

-0.08

-0.06

-0.04

-0.02

0

0.02

0.04

Derivat I Parasetamol dan Teofilin

Derivat I Paracetamol Derivat I Teofilin

Panjang Gelombang Rata-rata (nm)

Der

ivat

I

Pada derivat pertama zero crossing telah ditemukan sehingga tidak perlu lagi

untuk mencari panjang gelombang zero crossing pada derivat kedua. Sumbu y

merupakan perbandingan antara dA/dλ, sedangkan sumbu x merupakan rata-rata

dari dua panjang gelombang yang berdekatan tersebut.

Dari data derivatif pertama di atas, didapat panjang gelombang zero

crossing parasetamol pada 240,5 nm, yang merupakan nilai rata-rata dari 2

3

Page 4: C Spektrofotometri Derivatif

panjang gelombang yaitu 239 nm dan 242 nm. Dalam penentuan panjang

gelombang zero crossing pada parasetamol yang perlu diperhatikan adalah nilai

derivat(dA

dλ) , harus sama dengan 0. Apabila terdapat lebih dari satu derivat II

parasetamol yang bernilai 0, maka penentuan panjang gelombang zero crossing

dapat dilakukan dengan melihat derivat II teofilin yang bernilai paling besar.

Namun pada percobaan kali ini panjang gelombang zero crossing yang diperoleh

hanya satu yaitu pada panjang gelombang 240,5 nm.

Setelah diperoleh panjang gelombang zero crossing, selanjutnya dibuat

kurva baku teofilin atau kurva kalibrasi yang bertujuan untuk menguji linieritas

dari konsentrasi terhadap absorbansi. Pada praktikum ini dibuat larutan seri

teofilin dengan kadar 0,75 mg%; 1,25 mg%; 1,75 mg%; 2,25 mg%; 2,75 mg%,

dan 3,25 mg% yang nantinya akan dibaca pada panjang gelombang yang jika

dirata-ratakan menghasilkan panjang gelombang zero crossing, yaitu pada

panjang gelombang 240,5 nm dari rata-rat 239 dan 242 nm. Dari hasil absorbansi

yang diperoleh dihitung derivat pertama, kemudian dibuat kurva baku antara

konsentrasi dengan derivat pertama dari seri larutan teofilin.

Karena hubungan linier hanya ditunjukkan oleh data ketiga sampai kelima

(dengan seri kadar 0,75 mg%; 1,25 mg%; dan 1,75 mg%), maka untuk

menetapkan kadar, dibuat kurva kalibrasi dari ketiga data tersebut. Kurva baku

antara konsentrasi dengan dA/dλ dari seri larutan teofilin dapat digambarkan

sebagai berikut.

4

Page 5: C Spektrofotometri Derivatif

1,75 2,25 2,750

0.0000020.0000040.0000060.000008

0.000010.0000120.0000140.0000160.000018

0.00002

Kurva Kalibrasi Teofilin

Konsentrasi (mg%)

Abs

orba

nsi

Dari kurva baku di atas, diperoleh persamaan linier yaitu:

y = 0,0000043x + 0,00000517; dimana y =

dAdλ

dan x = konsentrasi (mg%)

Kadar teofilin dalam sampel ditentukan dengan terlebih dahulu membaca

absorbansi sampel pada panjang gelombang 218 nm, 221 nm dan 224 nm. Data

absorbansi yang diperoleh adalah pada panjang gelombang 218 nm absorbansi

sampel bernilai 0,406; pada panjang gelombang 221 nm absorbansi sampel

bernilai 0,371; dan pada panjang gelombang 224 nm absorbansi sampel bernilai

0,379. Data absorbansi diatas mengalami kejanggalan yaitu absorbansi pada

panjang gelombang 224 nm bernilai lebih besar daripada absorbansi pada panjang

gelombang 221 nm, dimana seharusnya semakin tinggi panjang gelombang maka

absorbansi akan semakin mengecil. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan

adanya akumulasi zat-zat pengotor yang terdapat dalam kuvet pada saat

pencucian. Kuvet juga mudah terkontaminasi oleh penguapan pelarut, mudah

terkena debu dan lemak bila dipegang langsung, dan mudah tergores. Keaadan

tersebut dapat menurunkan sifat transmisi dan akibatnya ketelitian menurun

(Fatimah, 2003), sehingga saat ingin mengamati dalam panjang gelombang

berbeda, absorbansi dari zat pengotor itu yang terbaca.

5

Page 6: C Spektrofotometri Derivatif

Dari data absorbansi yang diperoleh, dihitung derivat pertama sehingga

diperoleh nilai dA

dλ . Nilai tersebut dimasukkan ke persamaan kurva baku

teofilin untuk mendapatkan kadar teofilin yang terdapat dalam sampel. Kadar

teofilin yang diperoleh adalah 1,3293 mg%. Dari hasil yang diperoleh

menandakan bahwa kadar teofilin yang ada pada campuran sangat sedikit, ini

disesbabkan karena

VIII.KESIMPULAN

VIII.1 Kurva standar dari paracetamol dapat dilihat sebagai berikut:

-0.050

0.050.1

0.150.2

0.250.3

Spektra Parasetamol

Panjang Gelombang (nm)

Abs

orba

nsi

Kurva standar dari teofilin dapat dilihat sebagai berikut:

-0.20

0.20.40.60.8

1

Spektra Teofilin

Panjang Gelombang (nm)

Abs

orba

nsi

VIII.2 Panjang gelombang zero crossing adalah 240,5 nm.

6

Page 7: C Spektrofotometri Derivatif

VIII.3 Persamaan regresi linier yang diperoleh berdasarkan data

pengamatan adalah y = 0,0000043x + 0,00000517; dimana y =

d2 Adλ2

dan x = konsentrasi (mg%). Kurva baku dari larutan standar teofilin

dapat digambarkan sebagai berikut:

0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 3.250

0.0002

0.0004

0.0006

0.0008

Kurva Kalibrasi Teofilin

Konsentrasi (mg%)

Abs

orba

nsi

VIII.4 Kadar teofilin dalam sampel adalah 1,3293 mg%

7

Page 8: C Spektrofotometri Derivatif

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Fatah, A.M. 2008. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif Untuk Penetapan

Kadar Dekstrometorfan Hidrobromida Dalam Tablet Obat Batuk.

Yogyakarta : Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada.

Fatimah, Soja Siti. 2003. Kalibrasi dan Perawatan Spektrofotometer UV-Vis.

Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Hayun, H. dan Yenti. 2006. Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan

Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza secara

Spektrofotometri Derivatif. Jakarta: Departemen Farmasi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Moffat, C. A., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs

and Poisons. Great Britain: Pharmaceutical Press.

Naldi, Eki. 2010. Penetapan Kadar Campuran Ibuprofen dan Parasetamol dalam

Sediaan Tablet secara Volumetri. Medan: Fakultas Farmasi Universitas

Sumatra Utara.

Pratiwi, Putri. 2011. Optimasi Fase Gerak Metanol-Air dan Laju Alir pada

Penetapan Kadar Campuran Teofilin dan Efedrin HCl dalam Tablet

dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan:

Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara.

Widjaja, I Nyoman Kadjeng, I Made Siaka, Cokorda Istri Sri Arisanti, dan Ni

Made Pitri Susanti. 2007. Buku Ajar Kimia Analisis Farmasi. Bukit

Page 9: C Spektrofotometri Derivatif

Jimbaran: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Udayana.

Wulandari, M. G. D., Regina D. Friamitra, Christine Patramurti. 2008. Penetapan

Kadar Kafein Dalam Campuran Parasetamol, Salisilamida, dan Kafein

Secara Spektrofotometri Derivatif. Yogyakarta: Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.