Buta Kortikal

15
BAB I PENDAHULUAN Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi keparahan dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina. Sebenarnya penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak selalu pada korteks. diperkenalkan istilah ganguan visual korteks (cortical visual impairment) untuk anak-anak untuk menghindari kesan negatif dari prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009). Namun pada beberapa artikel, penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal dianggap sama. Walaupun pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada anak-anak sedangkan buta kortikal digunakan pada orang dewasa. Untuk angka kejadian buta kortikal pada orang dewasa, belum ada jumlah yang pasti. Namun untuk anak-anak sudah banyak penelitian yang dilakukan sehubungan gangguan visual kortikal atau buta kortikal. Buta kortikal adalah penyebab utama gangguan penglihatan bilateral pada anak-anak di negara-negara barat. Insidennya pada anak-anak telah meningkat. Ini mencerminkan metode yang lebih baik untuk mengidentifikasi buta akibat lesi pada susunan saraf pusat. Penyakit ini tidak membahayakan kehidupan. Dari penelitian di lima negara-negara Nordik, Rosenberg tercatat bahwa jumlah kerusakan otak untuk semakin banyak kasus anak tunanetra. Dalam studi lain dari Liverpool, Rogers menemukan bahwa gangguan visual kortikal

description

semoga berguna

Transcript of Buta Kortikal

Page 1: Buta Kortikal

BAB I

PENDAHULUAN

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari

korteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi keparahan

dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina.

Sebenarnya penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak selalu pada korteks.

diperkenalkan istilah ganguan visual korteks (cortical visual impairment) untuk anak-anak

untuk menghindari kesan negatif dari prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009).

Namun pada beberapa artikel, penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal

dianggap sama. Walaupun pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada

anak-anak sedangkan buta kortikal digunakan pada orang dewasa.

Untuk angka kejadian buta kortikal pada orang dewasa, belum ada jumlah yang pasti. Namun

untuk anak-anak sudah banyak penelitian yang dilakukan sehubungan gangguan visual

kortikal atau buta kortikal. Buta kortikal adalah penyebab utama gangguan penglihatan

bilateral pada anak-anak di negara-negara barat. Insidennya pada anak-anak telah meningkat.

Ini mencerminkan metode yang lebih baik untuk mengidentifikasi buta akibat lesi pada

susunan saraf pusat. Penyakit ini tidak membahayakan kehidupan. Dari penelitian di lima

negara-negara Nordik, Rosenberg tercatat bahwa jumlah kerusakan otak untuk semakin

banyak kasus anak tunanetra. Dalam studi lain dari Liverpool, Rogers menemukan bahwa

gangguan visual kortikal adalah penyebab paling umum penurunan visual pada anak dengan

gangguan saraf asosiasi (49% dari populasi penelitian). The Oxford Register of Early

Childhood Impairments melaporkan kejadian secara keseluruhan gangguan penglihatan

bilateral sebesar 0,14%, dengan 29,5% dari kasus disebabkan gangguan visual kortikal dan

14,1% karena nystagmus: penyebab utama kedua penurunan populasi penelitian ini. Di

California Utara, gangguan visual juga ditemukan menjadi penyebab utama gangguan

penglihatan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun.

Page 2: Buta Kortikal

BAB II

BUTA KORTIKAL

2.1 Definisi

Buta kortikal adalah gangguan penglihatan yang sementara atau menetap dikarenakan adanya

gangguan jaras visual posterior dan atau kerusakan di lobus oksipital di otak. Selain itu, dari

literatur yang berbeda, buta kortikal adalah tipe kebutaan yang terjadi akibat masalah di otak.

Kondisi ini tercipta karena menurunnya fungsi penglihatan akibat gangguan fungsi korteks.

Orang yang mempunyai mata yang berfungsi normal dan baik, bisa saja mengalami buta

kortikal.

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari

korteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi

keparahan dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras

genikulokalkarina. Sebenarnya penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak

selalu pada korteks. Sebagai tambahan, derajat dari gangguan visual pada buta kortikal

sangat bervariasi dan jarang buta total, sehingga diperkenalkan istilah ganguan visual

korteks (cortical visual impairment) untuk anak-anak untuk menghindari kesan negatif dari

prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009). Namun pada beberapa artikel,

penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal dianggap sama. Walaupun

pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada anak-anak sedangkan

buta kortikal digunakan pada orang dewasa.

2.2 Etiologi

Penyebab tersering adalah oklusi kedua arteri serebral posterior dengan infark oksipital

medial yang bilateral (Cummings, 2002). Buta kortikal sementara jarang tapi tetap tercatat

sebagai komplikasi dari angiografi koroner dengan mekanisme yang belum dimengerti

(Fazel, 2009). Selain itu didapati juga penyebabnya adalah oklusi arteri basilaris (Melamed,

1974).

Dari suatu web, dituliskan juga penyebab dari buta kortikal yang pada dasarnya juga akan

membuat lesi di korteks penglihatan yakni:

Ensefalopati hipoksik atau iskemik

Creutzfeld-Jakob disease

Page 3: Buta Kortikal

Progressive multifocal leukoencephalopathy

Bilateral infiltrating tumours, contoh: glioma

Dalam sebuah buku, buta kortikal bisa dikarenakan perdarahan serebral, tumor, infark pada

vena, cardiopulmonary arrest, emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi

(Milner, 2006).

Untuk buta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau coronary

arteriography, obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi

(Devinsky).

2.3 Klasifikasi

Adapun pembagian buta kortikal yaitu buta kortikal total dan buta kortikal parsial. Pada buta

kortikal proses visual masih lebih bagus dari buta kortikal total. Lapangan pandang dan

ketajaman penglihatan bisa saja normal tapi terjadi gangguan pada korteks asosiasi berakibat

ketidakmampuan melihat objek secara normal.

2.4 Patogenesis

Terlebih dahulu akan dibahas sistem visual bagaimana seseorang dapat melihat dengan

normal. Sistem ini terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikus, traktus optikus,

korpus genikulatum lateral (CGL) radiatio genikulo-kalkarina, korteks kalkarina primer,

korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel

batang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. Gelombang mencetuskan impuls yang

dihantarkan oleh serabut-serabut sel di striatum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi

pada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam.

Proyeksi cahaya di luar makula menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi sesuatu

benda yang terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup,

apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat

gambaran penglihatan yang kembar (diplopia). Nervus optikus memasuki ruang intrakranium

melalui foramen optikum. Di daerah tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan

kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan lagi

perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat kedua nervi

optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan khiasma. Di situ serabut-serabut nervus

Page 4: Buta Kortikal

optikus yang menghantarkan impuls visuil dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi

yang sama.

Setelah mengadakan pergabungan tersebut nervus optikus melanjutkan perjalanannya sebagai

traktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut - serabut nervus optikus dari kedua belah

sisi itu berdasarkan karena nervus optikus adalah berkas saraf optikus (sebelum khiasma)

yang terdiri dari seluruh serabut optikus yang berasal dari retina mata kiri atau kanan,

sedangkan traktus optikus ialah berkas serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan

nasal retina sisi kontralateral dan sebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral.

Serabut–serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale merupakan jaras visual,

sedangkan yang menuju ke kolikulus superior menghantar impuls visual membangkitkan

refleks optosomatik. Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls

visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut –serabut genikulo kalkarina, yaitu juluran

ganglion yang menyusun korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarina.

Korteks kalkarina ialah korteks perseptif visual primer (area 17). Setibanya impuls visual di

situ terwujudlah suatu sensasi visual sederhana. Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19

sensasi visual itu mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan.

Untuk impuls yang menuju kolikulus superior akan diteruskan ke kompleks inti pre tektal.

Neuron interkalasi menghubungkan kompleks inti pretekral dengan inti Edinger Westphal,

neuron inter kalasi ini ada yang menyilang dan ada yang tidak menyilang. Neuron eferent

parasimpatik, berjalan bersama N III, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk

m.obiliquus inferior dan akhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap disini, serabut

post ganglioner (n.ciliaris brevis) menuju m.sfingter pupillae (Japardi).

Secara sederhana, proses visualisasi dapat dilihat dari gambar dibawah ini (Milner, 2006).

Page 5: Buta Kortikal

Sehingga jika terjadi lesi di korteks, refleks pupil terhadap cahay masih ada karena refleks

pupil diatur oleh hubungan nervus optikus yang pergi ke kolikulus superior untuk diteruskan

ke kompleks inti pre tektal tanpa menyinggahi bagian korteks. Namun secara otomatis, tidak

terwujud sensasi visual dan penglihatan. Pada tes opto-kinetik-nystagmus, tidak akan

dijumpai karena dimana fase lambatnya di kontrol oleh daerah perieto-oksipital dan fase

cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral.

2.5 Tanda dan Manifestasi Klinis

Dari patogenesis di atas dapat disimpulkan tanda dan manifestasi klinis dari buta kortikal

adalah:

a) Kehilangan ketajaman visual

b) Respon pupil masih ada

c) Presepsi visual hampir tidak ada

d) Optokinetik nistagmus tidak ditemui

e) Tidak adanya atrofi atau edema papil (funduskopi normal) (Cummings, 2002).

Agak sedikit berbeda dari buta kortikal parsial, dimana gejala klinis yang timbul adalah:

a) motion blindness

b) achromatopsia

Page 6: Buta Kortikal

c) agnosia

d) visuospatial disorientation atau Balint's syndrome

Perjalanan untuk menjadi buta kortikal ini bisa perlahan-lahan, bisa juga secara akut. Untuk

perlahan-lahan contohnya pada orang stroke unilateral pada lobus oksipital mungkin akan

berkembang pengurangan presepsi visual secara kontralateral dan menjadi buta kortikal

dalam 3-4 tahun. Perkembangan ini berhubungan dengan umur yang lebih tua, riwayat

keluarga mengenai penyakit vaskular, penyakit jantung, merokok, diabetes melitus, perluasan

infark sampai ke area sylvian dan tanpa adanya kemajuan penglihatan setelah stroke yang

sesisi (Lam, 2009). Jika terjadi secara mendadak bisa dikarenakan oklusi arteri serebral

posterior (Devinsky). Sangat sering terjadi pada buta kortikal penglihatan imajinasi dan

penglihatan seperti mimpi.

Oklusi arteri serebral posterior bilateral atau oklusi bagian rostral a.basilaris menimbulkan

buta kortikal dengan denial of blindness (sindroma Anton) dimana penglihatan, dan persepsi

cahaya tetapi refleks cahaya normal, tetapi seringkali masih tersisa sedikit sekali penglihatan

terutama untuk obyek yang dikenalnya (Toll, 1984), penderita buta tetapi menyangkal

kebutaannya,melaporkan pengalaman-pengalaman visual, bertindak tanduk seperti

penglihatannya normal afasia amnestik, gangguan memori baru yang berat, konfabulasi dan

deteriorisasi intelektual. Bila areal 18 dan 19 (psychic visual area) juga rusak, maka timbul

agnosia visual (tidak mampu mengenal/memberi nama pada obyek yang dilihat tetapi masih

dapat mengenalnya dengan perabaan, penciuman atau didengarkan suaranya) prosopagnosia,

halusinasi visual yang berbentuk, polinopsia (masih melihat bayangan/wajah setelah

objeknya menghilang), allthesia (bayangan visual ditransposisikan dari lapang pandang satu

sisi ke sisi lain), central dazzle (intoleransi terhadap cahaya tanpa rasa nyeri) (Japardi).

2.6 Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan bantuan gambaran CT-Scan atau MRI. Dari

anamnesa ditemui penurunan ketajaman visual bisa secara tiba-tiba maupun perlahan.

Penurunan ketajaman visual terjadi pada ke dua mata. Tingkat penurunan bervariasi. Dari

pemeriksaan funduskopi, tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan refleks pupil, masih

dijumpai seperti orang normal. Optokinetik nistagmus tidak dijumpai lagi. Pada gambaran

CT-Scan atau MRI baru dijumpai kelainan atau lesi pada korteks oksipital.

Page 7: Buta Kortikal

2.7 Diagnosa Banding

Adapun diagnosa banding untuk buta kortikal adalah adanya lesi di jaras visual bagian lebih

awal, visual agnosia, histeria (Duke). Untuk membedakan apakah kerusakan di jaras visual

lebih awal bisa dari hasil pemeriksaan funduskopi atau ada tidaknya reaksi pupil atau

optokinetik nystagmus. Jika refleks pupil tidak ada yang disertai penurunan ketajaman

penglihatan, maka lesi berada di jaras awal dari retina sampai ke daerah tuber sinerium

(tangkai hipofise). Perlu diingat, pada buta kortikal hasil pemeriksaan funduskopi dalam

batas normal. Hati-hati dalam membedakan buta kortikal dengan histeria. Pada histeria,

dijumpai pura-pura buta yang bertujuan menarik perhatian. Namun perbedaan paling utama

adalah tidak adanya lesi pada korteks yang nampak dari hasil CT Scan atau MRI.

2.8 Pengobatan

Pengobatan pada buta kortikal adalah menghilangkan etiologi dari buta kortikal. Sedangkan

untuk pengobatan khusus untuk keadaan buta kortikal tidak ada. Jika penyebabnya adalah

stroke, maka dilakukan pengobatan untuk stroke. Sehingga jika strokenya teratasi, maka

keadaan buta kortikal juga akan terperbaiki.

2.9 Prognosis

Pada penelitian Aldrich, ditemui prognosis terbaik dijumpai pada pasien dibawah 40 tahun,

tanpa riwayat hipertensi atau diabetes melitus dan tanpa adanya hubungan dengan gangguan

memori, bahasa, dan kognitif. Dari penelitian tersebut disimpulkan prognosis buruk dijumpai

pada buta kortikal akibat stroke dan bila adanya abnormalitas biooksipital pada pemeriksaan

CT-Scan (Aldrich, 1987).

Page 8: Buta Kortikal

BAB III

KESIMPULAN

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari

korteks visual di oksipital (V1). Penggunaan istilah buta kortikal dengan gangguan visual

kortikal sering disamakan namun beberapa ada juga yang membedakan. Istilah buta kortikal

lebih ditujukan ke orang dewasa, sedangkan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada

pasien anak-anak. Adapun etiologi dari buta kortikal adalah tumor, infark pada vena,

cardiopulmonary arrest, emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi. Untuk

buta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau coronary

arteriography, obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi. Buta

kortikal dapat terjadi tiba-tiba maupun perlahan tergantung pada etiologi.

Derajat penurunan ketajaman visual bervariasi. Refleks pupil yang masih ada dikarenakan

diatur oleh hubungan nervus optikus yang pergi ke kolikulus superior untuk diteruskan ke

kompleks inti pre tektal tanpa menyinggahi bagian korteks. Pada tes opto-kinetik-nystagmus,

tidak akan dijumpai karena dimana fase lambatnya di kontrol oleh daerah perieto-oksipital

dan fase cepatnya di kontrol oleh lobus frontal ipsilateral. Karena kerusakan terjadi di

korteks, maka tidak ditemui kelainan pada funduskopi.

Diagnosa ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan atau MRI

yang memperlihatkan lesi di korteks oksipitalis. Adapun diagnosa banding buta kortikal

adalah lesi di jaras visual lebih awal, histeria, dan visual agnosia. Pengobatan pada buta

kortikal tergantung pada penyakit yang mendasarinya.

Pada penelitian Aldrich, ditemui prognosis terbaik dijumpai pada pasien dibawah 40 tahun,

tanpa riwayat hipertensi atau diabetes melitus dan tanpa adanya hubungan dengan gangguan

memori, bahasa, dan kognitif. Dari penelitian tersebut disimpulkan prognosis buruk dijumpai

pada buta kortikal akibat stroke dan bila adanya abnormalitas biooksipital pada pemeriksaan

CT-Scan.

Page 9: Buta Kortikal

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, Michael S., Alessi, Anthony G., Beck, Roy W. dan Sid Gilman. Cortical blindness:

Etiology, Diagnosis, and Prognosis. Annals of Neurology 21(2): 149-158. Available at:

http://deepblue.lib.umich.edu/handle/2027.42/50318 [Accessed 27 Maret 2010]

Fazel, Farhad dan Ali Abdalvand. Transien Cortical Blindness: A Ust Know Complication of

Coronary Angiography: A Case Report. ARYA Atherosclerosis Journal. 2009. 49-50

Available at:

http://crc.mui.ac.ir/arya/arya/sounds/1691/1691_0.pdf [Accessed 27 Maret 2010]

Cummings, Jeffrey L. dan Michael R. Trimble. Neuropsychiatry and Behavioral Neurology

Second Edition. American Psychiatry Publishing. 2002. 110. Available at:

http://books.google.co.id/books?

id=oJy8MlIicxEC&pg=PA110&dq=cortical+blindness&cd=1#v=onepage&q=cortical

%20blindness&f=false [Accessed 27 Maret 2010]

Devinsky, Orrin dan Mark D’esposito. Neurology of Cognitive and Behavioral Disorder. 133.

Available at: http://books.google.co.id/books?

id=eCXgtVIsUYkC&pg=PA133&dq=cortical+blindness&lr=&cd=14#v=onepage&q=ortical

blindness&f=false [ Accessed 4 April 2010]

Elder, Stewart Duke. Text-book of Ophthalmology: The neurology of vision, motor and optical anomalies. 3642

Japardi, Iskandar. Kelainan Neurooptalmologi Pada Pasien Stroke. FK USU. Available at:

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi16.pdf [Accessed 4 April

2010]

Lam, Byron L.Cortical Blindness. 2009. Available at:

http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp [ Accessed 8 april 2010]

Page 10: Buta Kortikal

Melamed, E., Abraham F.A., dan S. Lavy. Cortical Blindness as a Manifestation of Basilar

Artery Occlusion. Europan Neurology, Vol.11. Kargel. Yerussalem. 22-29. Available at:

http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?Doi=114302 [Accessed 4 April 2010]

Milner, A. David dan Melvyn A. Goodale. The Visual Brain in Action.Oxford University

Press. New York. 2006. 69-75. Available at:

http://books.google.co.id/books?id=8JpDxvVaghEC&pg=PA67&dq=cortical+blindness&lr=&cd=11#v=onepage&q=cortical%20blindness&f=false [Accessed 4 April 2010]

http://www.gpnotebook.co.uk/simplepage.cfm?ID=1167720514&linkID=10990&cook=no

[Accessed 4 April 2010]