Bulletin Ats-Tsabat edisi 6
-
Upload
alikta-hasnah-safitri -
Category
Documents
-
view
217 -
download
4
description
Transcript of Bulletin Ats-Tsabat edisi 6
Nyatalah sudah, bahwa agama kita Islam di Hindia ini
tidak dapat bantuan dari siapapun. Orang muslimin
yang kaya-kaya, mereka banyak yang suka menetapi
perintah agamanya, yaitu tidak suka membantukan
harta bendanya buat menguatkan keislaman kita.
Begitu juga, orang yang pandai-pandai tentang
pengetahuan Islam. Mereka tidak suka melebarkan
kepandaiannya untuk bangsanya, yang masih ada di
dalam kegelapan. Hanyalah kepandaiannya seolah-
olah dibuat diri sendiri. Malahan, ada juga yang
kepandaiannya buat kudung menipu atau akalan guna
kemelikannya sendiri. Itulah sebabnya bangsa kita
Muslimin yang masih bodoh-bodoh, banyak yang
terjerumus dalam tipu daya orang yang sengaja
menghisap pada kita. Yaitu meninggalkan agama
Islam, membalik agama lain. Karena anti-kita (Islam)
tahu jikalau bumi putera bersatu, agama Islam sudah
tentu menjadi kuat. Dan tidak mudah dihisap
darahnya, dari itu anti-kita lantas membikin akal-
akalan buat menipu daya supaya bumi putera jangan
satu agama Islam.
Hai saudara kita kaum Muslimin, awaslah perkataan
kita yang tersebut di atas. Hendaklah Tuhan dalam
Qur'an begini bunyinya :
Innamal mu'minunalladhina amanu billahi
MEDAN MOESLIMIN- Itu suatu pesawat kita-kaum
Muslimin guna meyakinkan tentang keluasan agama
Islam akan tetapi kendati kita tahu agama kita-Islam
itu suatu senjata kemanusiaan. Maka kalau
penjatuhannya tidak dijalankan, boleh kita bilang
Medan Muslimin sia-sia saja. Sedang anti-kita,
penyamun agama Islam, semakin giat merajalela di
tanah ki ta Hindia. Reegering juga t idak
memperdulikan tentang seruan kita kaum Muslimin
untuk nasib agama kita di Hindia sini.
Pemerintah Hindia Belanda sudah mengakui bumi
putera ini termasuk kaum Islam, tetapi pemerintah
juga membuka tanah Hindia seolah-olah sebagai pasar,
baik perkara pencaharian maupun agama. Jadi,
pemerintah tidak suka dan tidak mau melarangnya.
Salah satu agama yang dilebarkan dalam tanah airnya
orang beragama, jadi meskipun agama apa saja yang
akan gunakan tipu daya untuk bangsa kita (kaum
islam) itulah mudah sekali dijalankannya. Dari itu,
haraplah bangsa kita, kaum muslimin, mesti fikir
sendiri, tidak perlu meminta-minta pada pemerintah
karena tuan-tuan pembaca toh mengerti bahwa nasib
kita bumi putera ini memang di poster ke kanan dan
kiri oleh orang-orang yang mempunyai kekuatan agar
supaya kita gampang dihisapnya.
Ats-Tsabat 6 / 9-2013 1
SERUAN KITAoleh : Hadji Misbach*
dikutip dengan perubahan ejaan dari Medan Moeslimin 4 (terbit di Solo tahun 1918)
Ats-TsabatEdisi 6 / 09-2013
Buletin Jum’at Group KAMMI Lintas Generasi
mengertikan orang, sifat agama Islam di Hindia
kalang kabut, geraknya suara Pers dan pergerakan di
tanah jawa amat bertambah-tambah serunya.
Maka oleh sebab itu, bisa juga merintangi pergerakan
kita (Islam), karena sifatnya keadilan bukan
keadilannya sesama manusia. Artinya hanyalah
semata-mata dengan keadilan kekuatan, jadi sudah
barang tentu selama kita muslimin belum mempunyai
kekuatan nanti agama kita di Hindia ini akan berbuah
bagus bagi bangsa kita Orang jawa. Marilah saudara-
saudara kaum muslimin memperendahkan perintah
Tuhan sebagai yang kita lukiskan tersebut diatas.
Yaitu membantukan harta benda dan diri kita untuk
berjalan kepada Tuhan Allah, karena kalau kita
menggunakan perintah Tuhan tersebut, sudah barang
tentu agama Islam di Hindia ini semakin kurusnya,
sebab banyak rintangan yang sengaja memecahkan
perasaaan kaum Muslimin. Itulah sebabnya kita orang
muslimin harus melawan dengan sekeras-kerasnya,
contohlah bergeraknya junjungan kita Kandjeng Nabi
Muhammad saw yang menjalankan titah Tuhan
dengan tidak memperdulikan payah susah yang
terdapat olehnya, dan tiada takut sakit mati tentang
membebaskan perbuatan sewenang-wenang, dan
menuntun kita manusia dengan berjalan yang utama,
agar supaya jangan ada orang yang berani aja bagi
sesama manusia.
Barangkali cukup ini dahulu seruan kita pada
pembaca, terutama pula untuk pembantu kita,
bagaimanakah haluan kita di atas, harap mengerti
sendiri!
Siapa yang merampas agama Islam. Itulah yang wajib
kita BINASAKAN!
*Hadji Misbach adalah tokoh Pergerakan Islam di Solo,
Menerbitkan surat kabar Medan Moselimin tahun 1915 dan
Islam Begeraka tahun 1917. Ketua SATV
warasulihi summa lam yartabu biamwalihim wa
anfusihim fi sabilillahi ula ika humusodikun
|“Pemeluk yang sesungguhnya adalah mereka yang
setia kepada Allah dan Rasul-Nya dan tak pernah ragu,
dan siapa yang berjuang demi Allah dengan harta dan
dirinya. Maka, itulah kesetiaannya yang benar”
(49:15)|
Artinya, sesungguhnya sekalian orang mukminin yang
sama percaya kepada Tuhan Allah, dan kepada utusan
Allah dan tiada syak lagi akan kepercayaan orang
mukmin hendaklah membantukan harta bendanya dan
dirinya, untuk berjalan kepada Tuhan Allah. Demikian
jika kamu semua sungguh-sungguh mengaku orang
mukmin.
Nah sekarang nyatalah bahwa perintah Tuhan, kita
mesti bergerak bersama-sama, artinya yang kaya
membantukan harta bendanya, yang pintar
membantukan kepintarannya dan dirinya. Agar supaya
bangsa kita Islam tidak kena tipu dayanya orang yang
sengaja merusak agama Islam.
Kembali tentang sifatnya perintah, jikalau kita dakwa
pemerintah itu memihak agama Kristen, sudah barang
tentu pemerintah bilang “tidak”, itulah bukan barang
baru. Betul pemerintah tak turut campur hal agama,
tapi kalau kita tahu agama Kristen di Hindia ini
terbantu oleh beberapa kapitalisme, bukan
pemerintah, tetapi kapitalis. Kapitalis dapat
perlindungan dari pemerintah, apakah ini bukan satu
sulapan yang sungguh halus?
Sebagaimana pembaca telah maklum, bahwa pesawat
kita MEDAN MOSELIMIN selamanya tempat
permusyawaratan yang halus-halus saja, itulah juga
kita puji sekali. Cuma saja suara kita sekarang tidak
bisa halus bagai talingan Regeering, sebab zaman
sudah amat sukarnya, sedang adanya penindasan
malahan bertambah banyak dan beratnya. Politik yang
dilakukan di Hindia pada waktu ini, amatlah tidak
Ats-Tsabat 6/ 9-2013 2
Meskipun definisi negara-bangsa di Indonesia sebenarnya muncul dari komunitas tak terbayang, menurut tesis dari Benedict Anderson. Yaitu komunitas yang semula tidak berencana hidup dalam negara , bahasa dan kebangsaan yang sama.
Sedangkan, UUD 45 adalah pranata kebangsaan kita. Hidup berbangsa dan bernegara agar lurus dan sesuai dengan Pancasila, harus mengikuti tata nilai yang diatur oleh negara. Karena tujuan Pancasila untuk menyatukan keberagaman dalam negara serta pemikiran dan cita-cita bersama, maka rakyat Indonesia harus paham dan patuh pada UUD 45. Rakyat harus mengerti urgensi dari konstitusi tersebut. Sehingga, rakyat sejak SD sampai Perguruan Tinggi, dididik dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Sedangkan untuk mengenal dan cinta kepada Pancasila, diajarkan pendidikan Pancasila. Kalau di masyarakat, dulu disebut Penataran P4.
Lima Pilar BernegaraJadi, empat pilar yang selama ini kita kenal sebenarnya hanyalah satu pilar saja. Yaitu Pancasila, dasar negara kita. Di dalam Pancasila, gagasan tentang tiga pilar yang lain sudah ada. Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI diwakili sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sedangkan, empat sila yang lain mewakili gagasan dari UUD 45. Yaitu, tujuan yang termuat dalam Preambule. Sehingga, lima pilar sesungguhnya merupakan landasan bernegara yang keliru. Karena tidak menjelaskan fondasi bernegara yang baru, alih-alih malah mengulang intisari dari Pancasila itu sendiri.
Dalam pengajian Maiyyah tadi malam, Cak Nun lantas menawarkan tesis baru. Setelah beberapa saat mengkritik filsafat dari empat pilar itu, ia menawarkan konsep lima pilar. Yang terdiri dari; rakyat, militer, intelektual, budayawan dan agamawan.
Mengapa harus lima pilar? Lebih terlihat sebagai perwakilan dari kelompok-kelompok dalam rakyat ketimbang sebuah konsep bernegara? Karena, lima pilar itulah yang sebenarnya berperan sebagai pilarnya negara. Para teknokrat dari berbagai sektor-sektor kehidupan. Itulah pilar yang sebenarnya.
aya terperanjat ketika mendengar pernyataan Cak Nun dalam pengajian Mocopat Syafaat tadi Smalam. Tepatnya, komentarnya tentang empat
pilar negara kita. Ia mengatakan, empat pilar adalah fondasi bernegara yang keliru. Mengapa? Karena, empat pilar yang tersusun dari Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, sebenarnya, tidak tepat disebut empat pilar. Karena terdiri dari satu pilar saja.
Empat pilar (tiang) negara itu ibarat tubuh manusia. Terdiri mulai tubuh manusia, tangan, kaki dan mulut. Tetapi keempatnya tidak bisa dibagi. Karena merupakan bagian dari substansi yang satu: tubuh manusia. Bukannya mata itu bagian dari manusia? Begitu pula kaki dan tangan?
Seharusnya yang dimaknai empat pilar itu adalah susunan empat tiang yang menopang negara. Empat tiang yang memiliki fungsi dan tugas yang berbeda supaya bisa saling mengisi dan melengkapi. Ibarat filosofi bangunan rumah Islam yang berpondasi aqidah dan ibadah, bertiang shalat dan beratap dakwah dan jihad. Bukan seperti itu kan?
Nah, kalau kita selidiki lebih dalam, ternyata empat pilar itu hanya penjabaran dari satu pilar: Pancasila. Saya sebut pilar pusat. Sedangkan, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI adalah maksud dan tujuan dari Pancasila itu sendiri. Saya sebut pilar perifer.
NKRI kalau kita telisik, sebenarnya adalah format negara ideal yang dicita-citakan oleh para founding father kita melalui Pancasila. Bentuk negara yang meniscayakan persatuan dan harmonisasi diantara masyarakat Indonesia yang plural. Kenapa harus NKRI? Supaya perbedaan suku, agama, ras dan bahasa, bisa dipersatukan. Supaya hasrat untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk menjaga ketertiban dunia tercapai.
Bhinneka Tunggal Ika adalah karakter ideal dari masyarakat Indonesia. Karena mustahil negara yang plural dibangun dari rakyat yang berpikir dan berkehendak tunggal, homogen, apalagi anti pluralitas. Maka, mind set rakyat harus diluruskan, dijernihkan dan dibangun kesadaran pluralitas.
Ats-Tsabat 6/ 9-2013 3
KEKELIRUAN 4 PILAR oleh : Zulfikhar (Pegiat Forum Diskusi Kultural Yogyakarta)
Kita bisa lihat, peran –saya sebut- para teknokrat itu . dalam sejarah bangsa kita. Jangan lupa, kemerdekaan Indonesia bukan saja karya dari para pejuang (militer) dan kaum founding father (intelektual), seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, dan lain-lain. Tetapi juga oleh peran para kyai dan ulama, seperti KH Hasyim Asyari –keputusan Revolusi Jihad, Haji Imam Bonjol dan lain-lain.
Soekarno pernah memperkenalkan konsep 'Tri Sakti'. Yaitu: berdaulat dalam berpolitik, mandiri dalam ekonomi serta berkepribadian dalam budaya. Kita semua tahu dan sadar, bahwa politik dan ekonomi kita sekarang menganaktirikan bangsa sendiri. Budaya kita pun dirongrong oleh gaya hidup materialistis. Padahal, kalau kita mau jujur, sebenarnya bangsa Indonesia seharusnya tidak seperti itu.
Sebenarnya, budaya bangsa Indoensia adalah keberpihakan kepada kemanusiaan dan kesederhanaan. Kita adalah bangsa yang dikenal dengan filsafat sosialnya: gotong-royong. Kenapa gotong-royong? Bukan individualisme seperti di Barat? Karena sejak dulu kita terbiasa hidup dalam kebersamaan. Memikul beban dan nasib yang cenderung sama. Berbudaya dan beragama yang relatif sama. Oleh karena itu, keadaan tersebut pada akhirnya mendorong kita untuk saling tolong-menolong. Sehingga, muncul keberpihakan kultural yang selanjutnya terbangun menjadi budaya.
Nah, disinilah sebenarnya kunci utama untuk menangkal pengaruh dari luar. Kalau kita mau hidup rukun dan sejahtera seperti dulu, maka gotong-royong niscaya menjadi budaya yang selalu dipertahankan. Kalau mau hidup makmur, maka kita harus cinta kepada produk anak bangsa, bukan asing. Disinilah peran budayawan menjadi penting. Menyadarkan rakyat tentang keberadaan dan fungsi sosialnya. Makanya, Rendra, Cak Nun dan budayawan-budayawan yang lain mempunyai pengaruh signifikan dalam kebudayaan moderen kita saat ini. Ketika, pesan-pesan mereka didengarkan dan dipercaya oleh rakyat, maka perubahan terjadilah.
Saya pikir –dan sepakat dengan Cak Nun- lima pilar inilah yang mesti dibangun oleh bangsa ini. Kelima aktor tersebut harus berada dalam konstelasi kebangsaan yang setara. Saling kerja-sama, melengkapi dalam harmonisasi yang abadi. Sehingga, tidak ada lagi dalam sejarah, militer berkuasa dan mendirikan negara fasis, atau agamawan –seperti di belahan dunia lain- yang berkuasa dan mendirikan negara teokrasi. Lima pilar itulah yang mewujudkan maksud dan tujuan Pancasila serta demokrasi kerakyatan yang bangsa ini cita-citakan.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Jadan, 18 September 2013
Ats-Tsabat 6/ 9-2013 4
Bulletin Ats-Tsabat diterbitkan oleh admin Group facebook ‘KAMMI Lintas Generasi. InsyaAllah akan terbit setiap hari Jum’ at. Isi dari bulletin ini akan diambil dari berbagai posting digroup KAMMI Lintas Generasi dan sumber lain. Hal ini sekaligus menjadi himbauan kepadawarga group KLG untuk mari memposting hal-hal positif, konstruktif, sehingga semakinmenguatkan ke-Islam-an dan ke-KAMMI-an kita. Silahkan menggandakan dan menyebarkanBulletin ini