Buletin Suplai PKNI #1

36
eDiSi 01 • NOVembeR 2011 BAHAYA PENDEKATAN PEMIDANAAN BAGI KORBAN PERDAGANGAN GELAP NARKOTIKA KOMITMEN INDONESIA INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR

description

Edisi Perdana Buleting PKNI

Transcript of Buletin Suplai PKNI #1

Page 1: Buletin Suplai PKNI #1

eDiSi 01 • NOVembeR 2011

BAHAYA PENDEKATAN PeMIDANAAN BAGI KORBAN PERDAGANGAN GELAPnarkotika

KOMITMEN INDONeSIA

INSTITUSI PENERIMA WAJIB lAPOR

Page 2: Buletin Suplai PKNI #1

http://pkni.orghttp://pkni.orghttp://pkni.orghttp://pkni.orghttp://pkni.orghttp://pkni.org

> CLICK NOW!!!

Page 3: Buletin Suplai PKNI #1

3

DaFtaR iSi

FituR utama 05

KONGRES PKNI IIPada tanggal 28 September sampai 1 Oktober 2011 lalu, mengambil tempat di kota gudeg Yogyakarta, Kongres Nasional PKNI ke-2 diselenggarakan.

ISu NaSiONal 08

KOMITMENINDONESIAKoalisi Masyarakat Pemerhati Permasalahan Narkotika Indonesia

iSu DaeRaH 12

PERTEMANAN UNTUK PERUBAHAN SOSIALAturan hukum di In do ne sia masih menempatkan pengguna napza sebagai kri minal.

iSu DaeRaH 14

TOLAKPEMENJARAAN PENGGUNA NAPZA (TOPPAN) SUMATERA UTARA

Melihat tingginya tingkat penggunaan Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif) di Indonesia

iSu iNteRNaSiONal 16

PELUNCURAN BUKUCHILDREN OF THE DRUG WAR

galeRi PKNi 18

iSu KeSeHataN 20

METADONVS HEPATITIS C?

iSu HuKum 22

BAHAYA PENDEKATAN PEMIDANAAN BAGI KORBANPERDAGANGAN GELAP NARKOTIKA

FAQ & FACT 25

HealtY FOOD 27

iPWl 30

DaFtaR iSi

"YANG KAMI BUTUHKAN BUKAN PENJARA.

TETAPI HAK KAMI AKAN LAYANAN KESEHATAN,

PENDIDIKAN DAN KESEMPATAN BERKARYA".

Page 4: Buletin Suplai PKNI #1

4

Perankomunitas atau Pkni?KetiKa manusia hidup berdampingan satu sama lain, maka berbagai kepentingan akan saling bertemu. Pertemuan kepentingan antara manusia tak jarang, menimbulkan perselisihan. Perselisihan yang ditimbulkan bisa berakibat fatal, apabila tidak ada sarana untuk mendamaikannya. Langkah awal ini adalah proses untuk menuju sebuah sistem tatanan hukum. Tujuan dibentuknya hukum dalam sebuah negara adalah untuk memperoleh keadilan. Pembuat hukum dari Romawi Kuno percaya bahwa hukum yang baik harusnya secara mutlak dipatuhi, sementara hukum yang memiliki celah untuk diabaikan dan tidak dipatuhi oleh masyarakat luas adalah hukum yang buruk. Inilah yang terjadi di beberapa generasi menanggapi hukum narkotika bahkan sampai saat sekarang.

Ratifikasi konvensi narkotika menjadi tindak kejahatan luar biasa menunjukkan kalau pemerintah ambigu dalam menangani masalah narkotika. Di satu sisi pemerintah mendengungkan pendekatan kesehatan terhadap pengguna napza, satu sisi lagi menetapkan tindakannya sebagai kejahatan luar biasa. Tidak adanya mekanisme yang jelas dan kuat dalam penggolongan pengedar dan pengguna napza. Pasal 14 (4) dari Konvensi PBB mengenai peredaran gelap narkotika dan psikotropika (1988) menyatakan bahwa negara anggota harus mengadopsi langkah-langkah yang tepat yang ditujukan untuk menghapuskan atau mengurangi permintaan narkotik dan psikotropika illegal, dengan tujuan untuk mengurangi penderitaan manusia dan menghapuskan insentif finansial untuk perdagangan yang tidak sah. Konvensi tersebut mendorong untuk dilakukannya adopsi pendekatan yang berorientasi pada kesehatan bagi penggunaan obat-obatan terlarang serta ketergantungan napza. Pendekatan berorientasi kesehatan meliputi: pendidikan, informasi, konseling, integrasi social, farmakologis, psikososial dan layanan pasca rawat.

Negara-negara yang menjatuhkan hukuman keras untuk kepemilikan dan penggunaan pribadi memiliki lebih banyak pemakai napza di dalam penjara. Hal seperti ini sudah terbukti tidak efektif dan sama sekali tidak memberikan efek jera. Penjara sebagai tempat belajar ke tingkat yang lebih tinggi dalam hal napza, dan sudah bukan merupakan rahasia kalau penjara menjadi surga buat para pengguna dan menjadi tempat ideal untuk mengatur peredaran gelap napza di luar penjara. Saat ini model acuan untuk sistem pengobatan yang lebih efektiflah yang menjadi pilihan. Bukan pengobatan yang mengurangi atau membatasi kebebasan, bukan pengobatan yang memberikan stigmatisasi. Melainkan pengobatan yang menawarkan prospek yang lebih baik untuk masa depan individu dan masyarakat. Perawatan ketergantungan napza yang mengikuti standar etika dan keilmuan sebagai perawatan berbasis kesukarelaan dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.

Salam hangat, Edo Agustian

Penanggung Jawab:

Edo Agustian

editor

Edo Wallad

Suhendro Sugiharto

KoresPonden

Hasiholan Tobing

Ferdinand Bukit

Marvin Dirk

Merly Yuanda

Andri Priyanto

Ari Ardiansyah,

Ricky Ronaldo Rusly

Herru Pribadi

Harry Hasman

Teddy Dwi Darma

Farid Satria

Nicky M. Kaliey

Rudhy Wedhasmara

Indra Riesdianto

Frederick H. A. Malada

Made Petradi

Kontributor

Frederick H. A. Malada

Hasiholan Tobing

Titis Firmansyah

Patrician Gregorius

Totok Yuliyanto, S.H

sekretariat nasional PKni

Jl. Loader No. 2

Komp. Bina Marga Bogor

tlp: 0251-3972170

Fax: 0251-8329368

e-mail: [email protected]

http://pkni.org

CatataN ReDaKSi

Page 5: Buletin Suplai PKNI #1

5

kongres Pkni ii

PaDa taNggal 28 SePtembeR SamPai 1 OKtObeR 2011 lalu,meNgambil temPat Di KOta YOgYaKaRta,

KONgReS NaSiONal PKNi Ke-2 DiSeleNggaRaKaN.

HOTEL GRAGE, YOGYAkARTA (28 SePtembeR - 1 OKtObeR 2011)

KONgReS PKNI ini dihadiri oleh 19 anggota kelompokyaitu: JARKONS Medan, Super PM Medan, PKN Kepri, KIPAS dari Bengkulu, PKN Lampung, PKN Bogor, Rumah Cemara Bandung, PANAZABA Bandung, Hak Azazi Sukabumi, FORKON Jakarta, MMC Jakarta, PERFORMA Semarang, EJA Surabaya, KOPENHAM Mojokoerto, IKON Bali, PKN KALSEL, PKN Makasar, PKN Sulut, dan AKSI NTB.

Masing-masing anggota PKNI yang sudah tervalidasi tersebut diwakili oleh 2

sampai 3 orang anggota kelompoknya. Adapun tujuan dari diadakannya kongres kali ini adalah untuk: mengesahkan kelompok anggota yang sudah tergabung dalam PKNI dan sudah tervalidasi, mengesahkan addendum Anggaran Dasar perubahan dan memilih kepengurusan baru yaitu perangkat dan struktur organisasi.

HaRi Ke-1, Rabu 28 SePtembeR 2011

Kongres hari pertama dimulai dengan pemutaran video

dokumentasi para anggota PKNI mengenai pendapat dan harapan mereka terhadap PKNI.

Kemudian kongres memulai agenda pertama dengan meminta kesepakatan mekanisme kongres.

Lanjutan dari agenda kongres adalah laporan Koordinator Nasional (Kornas) kepada Dewan Pengurus (DWP) berupa slide yang berisikan perjalan Kornas dan BPN (Badan Pekerja Nasional) dari tahun 2009-2011. Kemudian DWP diwakili oleh Lili Herawati sebagai Koordinator melakukan

FituR utama

http://pkni.org

Page 6: Buletin Suplai PKNI #1

6

FituR utama

pengesahan anggota PKNI yang sudah tervalidasi. Diresmikan 19 kelompok menjadi anggota sah PKNI. Agenda dilanjutkan dengan pemilihan 3 pimpinan sidang dan yang terpilih adalah: Adhe Azria dari PKN Bogor, Hasiholan Tobing dari JARKONS, dan Beni dari KIPAS. Acara kemudian dilanjutkan dengan laporan DWP yang diiringi dengan apresiasi DWP pada Kornas dan BPN. Hari

pertama sidang ditutup dengan pembahasan Anggaran Dasar baru yang hanya sampai pada penentuan tata tertib sidang.

Pada lanjutan kongres di hari ke-2 dan ke-3 agenda masih membahas tentang pembenahan Anggaran Dasar baru. Anggaran Dasar baru ini dibahas dengan sangat detailnya sehingga ke depan nanti organisasi ini akan berjalan dengan koridor

yang sudah jelas sehingga mempunyai batasan-batasan yang harus dipatuhi anggota. Pada Anggaran Dasar yang baru juga masuk perangkat baru dalam organisasi yaitu Dewan Pengawas. Hingga akhirnya ada 15 bab anggaran dasar yang berisi 53 pasal.

Pada hari ke-4 Kongres yang berlangsung hari Sabtu 1 Oktober 2011, agenda kongres dilanjutkan dengan

Page 7: Buletin Suplai PKNI #1

7

FituR utama

pemilihan Dewan Pengurus, Dewan Pengawas, dan Koordinator Nasional. Pemilihan Dewan Pengurus dimulai pada pukul 09.00 dengan mekanisme yang sudah ditetapkan dalam Anggaran Dasar sehari sebelumnya. Untuk kepengurusan periode baru Dewan Pengurus dipilih berdasarkan wilayah pulau besar di Indonesia anggota kelompok berada, yaitu: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan mekanisme tersebut, pimpinan sidang menetapkan pada tanggal 1 Oktober 2011 pukul 09.25 Dewan Pengurus PKNI adalah sebagai berikut:

SumAtErA: Hasiholan Kristanto TobingJAwA: Aditya WardhanaKAlimAntAn: Harry ChristianSulAwESi: Samuel NugrahanuSA tEnggArA & BAli: Frederick H. A. Malada

Agenda kemudian dilanjutkan dengan Pemilihan Dewan Pengawas. Pemilihan dimulai pada pukul 09.55. Pemilihan dilakukan tertutup dengan media kertas yang akan

dituliskan nama bakal calon dan calon yang akan dipilih.Terdapat 6 Bakal Calon yaitu Hadi Yusfian, Totonta Kaban, I Made Adi Mantara, Merly Yuanda, Rudy Wedhasmara, serta Edo Agustian. Dari 6 bakal calon tersebut dua orang yaitu: Totonta Kaban dan Edo Agustian telah menyatakan tidak bersedia untuk dicalonkan; Sehingga calon Dewan Pengawas berkurang menjadi empat orang.

Dari pemungutan suara terhadap 4 calon yang tersisa tersebut akhirnya pimpinan sidang menetapkan pada tanggal 1 Oktober 2011 pukul 10.50 terpilih tiga Dewan Pengawas PKNI baru:

1. i made Adi mantara2. rudhy wedhasmara3. merly Yuanda

Agenda kemudian dilanjutkan dengan Pemilihan Koordinator Nasional. Pemilihan dipimpin oleh Dewan Pengurus yang baru terpilih. Pemilihan dimulai setelah makan siang dengan cara tertutup sama seperti saat pemilihan Dewan Pengurus.

Bakal Calon yang dipilih oleh para konstituen adalah: Totonta Kaban, Lili Herawati, Edo Agustian, Benny Ardiansyah, dan Hadi Yusfian.

Setelah ditanyakan kesedian dari bakal calon maka calon

yang bersedia mengikuti pemilihan sebagai calon Koordinator Nasional adalah :

1. Edo Agustian2. Hadi Yusfian

Sebelum pemilihan dimulai Yvonne Sibuea sebagai Koordinator dari PERFORMA dan Lili Herawati koordinator dari PANAZABA menyatakan tidak akan memakai hak suaranya dalam pemilihan Koordinator Nasional PERFORMA dan PANAZABA memutuskan untuk mengundurkan diri dari keanggotaan PKNI. Mengenai kelengkapan administrasi peng-unduruan diri dari keanggotaan PKNI akan menyusul.

Setelah pengunduran diri dari dua anggota PKNI tersebut konstituen PKNI saat ini berjumlah 17 kelompok.

Pemilihan Koordinator Na sio-nal dilakukan berdasarkan hak suara dari 17 anggota kelompok tersebut. Hasil dari pemilihan suara adalah sebagai berikut: Edo Agustian mendapatkan 13 suara, Hadi Yustian men-dapat kan 2 suara, sedang 2 suara sisa menyatakan abstain. Berdasarkan pemungutan suara tersebut maka Dewan Pengurus menetapkan pada tanggal 1 Oktober 2011, pukul 14.30 Koor dinator Nasional PKNI yang terpilih adalah: Edo Agustian.

Page 8: Buletin Suplai PKNI #1

8

SeiRiNg dengan permasalahan kebijakan napza yang terkait dengan aspek-aspeknya seperti hukum kesehatan, Hak Asasi Manusia dan banyak lainnya yang kerapkali tidak konsisten implementasinya, tiga jaringan yang terkait yaitu PKNI, Jangkar, dan IKAI duduk bersama dan membentuk KOMITMEN INDONESIA. Untuk membahas isu-isu yang diusung oleh KOMITMEN INDONESIA redaksi melakukan wawancara pada

tokoh-tokoh di tiga jaringan tersebut.

Sebagai awal Sam Nugraha dari PKNI menyatakan bahwa, hukum napza yang ada sekarang secara umum masih belum optimal di satu sisi masih banyak ban-dar-bandar besar be lum tertangkap di sisi lain ma-sih banyak pecandu yang seharusnya mendapat layanan rehabilitasi malahan mendapatkan layanan Lapas. Sedangkan Sahrul Syah atau yang biasa dipanggil Gogon

dari Jangkar mengatakan permasalahan sebetulnya dalam implementasi hukum Napza di Indonesia sejak 10 tahun ketika pertama M.O.U. BNN dan KPAN di tahun 2001-2002 adalah pelayanan untuk komunitas terutama untuk kesehatan dasar. Seharusnya tanpa adanya Undang Undang narkotika, semuanya itu menjadi tanggung jawab negara. Jadi sebelum masuk ke ranah hukum perlu dipilah dulu, apakah layanan kesehatan yang ada, apabila

Komitmen indonesia

KOALISI MASYARAKAT PemerHati

PermasaLaHanNARKOTIKA

inDonesia

iSu NaSiONal

Page 9: Buletin Suplai PKNI #1

9

sudah baik di tata cara layanan kesehatan baru kita bisa bicara hukum.

Menurut Gogon ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menghadapi carut-marutnya hukum napza di Indonesia, yaitu;

1. Melakukan konsolidasi nasional yang hakiki.

2. Kertas posisi masyarakat sipil harus dikeluarkan.Contohnya: Komitmen Indonesia dalam hal ini, harus jelas posisinya ada untuk mengkritisi atau untuk membantu memecahkan permasalahan.

3. Mengeluarkan Roadmap. Apabila Komitmen Indonesia bisa menge-luarkan roadmap; itu nantinya akan membantu sekali apakah kebijakan itu sudah selaras atau belum.

Sementara Narendra N. Lobbie yang akrab disapa Lobbie dari IKAI berpendapat bahwa hukum narkotika di Indonesia nampak seperti “ambigu”, hal ini tercermin di dalam seluruh isi undang-undang no. 35 (UU35) yang mengulas dan mengatur mengenai permasalahan

narkotika. Semangat yang digaung-gaungkan oleh “sang penerbit” undang-undang adalah ingin menyelamatkan pecandu dari terali besi dikarenakan pecandu adalah korban. “Ruh” dari filosofi tersebut nampaknya kandas apabila kita menilik dari pasal per pasal yang terdapat di dalam UU35, dimana seakan-akan terdapat “jawab menjawab” diantaranya, yang kemudian berujung pada pemidanaan juga. Hal ini tergambar jelas melalui pasal yang menyebutkan mengenai ‘kepemilikan’, dimana pasal itulah yang dilihat menjadi sosok “penjaga gawang” terbaik yang kemudian dijadikan “kiblat” bagi para aparat penegak hukum di Indonesia dalam rangka “menyelamatkan pecandu”.

Sementara untuk assessment yang menunjukan seseorang itu pecandu atau bukan menurut Sam Nugraha, secara internasional sudah ada DSM atau “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders” yang bisa jadi rujukan untuk seseorang itu disebut pecandu atau bukan. Sementara lebih jauh Narendra Lobbie menjelaskan bahwa di negara-negara maju sudah menginisiasi berbagai macam instrumen yang

dapat menjustifikasi dengan jelas untuk menunjukkan apakah seseorang itu pecandu atau bukan. Di dalam keilmuan adiksi hal ini dikenal dengan sebutan ‘skrining’. Instrumen yang umum dikenal adalah DAST (Drug Abused Screening Test). Dan hal ini pun masih dapat diperkuat dengan dilanjutkan melalui sesi ‘Asesmen’ untuk mengulas dan mengidentifikasi lebih dalam segala permasalahan yang ada, agar dapat terlihat jelas kebutuhan program rawatan yang diperlukan melalui instrumen yang umum dikenal adalah ASI (Addiction Severity Index).

Sedangkan Gogon berpendapat seharusnya ada core team yang melibatkan LSM dalam melakukan assessment ketika menentukan seseorang itu pecandu atau bukan, yang bisa memformulasikan apakah dia harus menjalani hukuman atau diversi. Masalahnya sekarang stakeholder, law enforcement, dan praktisinya belum sinkron karena masing-masing punya pandangan masing-masing. Jadi harus ada roundtable meeting yang melibatkan semua pihak dalam memecahkan masalah.

Mengenai PP wajib lapor

iSu NaSiONal

Page 10: Buletin Suplai PKNI #1

10

iSu NaSiONal

Sam Nugraha mengatakan, “Wajib lapor bisa baik, bisa jadi buruk. Setiap peraturan yang dibuat selalu punya dua sisi. Akan menjadi lebih buruk kalau yang mengoperasikannya bukan orang-orang yang punya kualitas yang baik dan dengan sudut pandang untuk perbaikan. Wajib lapor itu bukan untuk menghukum, tapi supaya pecandu mendapatkan perawatan, bahkan dari Kemenkes sudah dinyatakan seperti itu.”

Senada dengan itu Lobbie mengatakan PP wajib lapor adalah peraturan pemerintah yang mengandung “seribu makna”. Karena di dalamnya ada makna ingin membantu pecandu dalam mendapatkan haknya di dalam rawatan yang ditanggung oleh negara, ada juga makna mengenai pembatasan jumlah hak rehab dengan hitungan dua kali masa rehab (yang sebetulnya juga janggal terdengar, karena kontra dengam konsep bahwa kecanduan adalah sebagai suatu penyakit), ada juga makna kriminalisasi terhadap keluarga yang tidak melaporkan anggota keluarganya yang belum cukup umur, dan lain sebagainya. PP ini dapat menjadi “blunder” bagi

“sang penerbit” apabila tidak diantisipasi dengan segala sarana dan prasarana yang memadai dan mumpuni.

Mengenai layanan kesehatan, secara spesifik Gogon dari Jangkar menerangkan Harm Reduction adalah layanan kesehatan yang sangat minim tapi secara empati seharusnya cukup berkualitas karena kita memberikan layanan kesehatan pada komunitas pecandu yang terjangkit HIV, dengan kita melakukan pendekatan dan berbagi informasi tentang kesehatan itu valuenya sudah bagus.

Sedangkan Lobbie memilih untuk fokus ke “track” yang berhubungan dengan “rawatan kecanduannya”. Menurutnya di negara Indonesia tercinta terjadi fenomena unik yang berkaitan dengan program “rawatan kecanduan” bagi para pecandu, dimana rehabilitasi dipisahkan menjadi dua sisi bergantung pada para pemegang kuasa yang berkaitan erat dengan peran dan kebijakannya, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Continuum of care sudah menjadi program komperehensif yang difokuskan pada seorang pecandu demi membantu kepulihannya, apakah hal ini

pun juga sudah dilakukan oleh para pemegang kuasa tersebut? Peran koordinasi antar instansi menjadi suatu hal yang mutlak dilakukan untuk menjaga rangkaian Continuum of care bagi kepulihan seorang pecandu.

Tidak hanya itu, pemegang peran sentral terhadap layanan rehabilitasi bagi pecandu tidak hanya dimiliki oleh Kemenkes dan Kemensos saja, jagad layanan rehabilitasi menjadi semakin marak dan meriah dengan adanya peran BNN yang ikut berperan tidak kalah penting di dalam layanan rehabilitasi untuk pecandu. BNN pun membawa warna tersendiri di dalam penanganan permasalahan bagi pecandu, dimana di dalamnya terjadi banyak peran yang super lengkap, sebut saja mulai dari pencegahan, penegakkan hukum, pemberantasan, rehabilitasi, hingga ke intelijennya. Semaraknya para pemegang kuasa di dalam penanganan permasalahan layanan rehabilitasi ini sudah tentu memiliki tumpuan harapan dari masyarakat mengenai layanan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dari pecandu.

Belum berhenti sampai di situ mengenai fenomena unik

Page 11: Buletin Suplai PKNI #1

11

iSu NaSiONal

tentang layanan rehabilitasi bagi pecandu di Indonesia, bahkan hingga terjadi perbedaan yang cukup besar antara dua falsafah “ Harm Reduction” dengan “Totally Abstinence”. Ironisnya, hal ini menjadi perbedaan yang membuat “kubu-kubu” diantaranya, dan “lucunya” hal tersebut bahkan menjadi suatu pemaknaan khusus bagi kata rehabilitasi itu sendiri. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat luas pun mulai dirasa, terjadi polemik yang tak berujung antara makna “layanan kesehatan” dengan “rehabilitasi” bagi para pecandu, yang selayaknya hal tersebut dimaknai sebagai suatu rangkaian Continuum of care untuk membantu kepulihan bagi pecandu, tetapi oleh berbagai kalangan justru dibuat terpisah akibat dari kepentingan-kepentingan mereka ataupun pemahaman “spesifik” yang dimilikinya. Permasalahan kecanduan adalah hal yang kompleks, hal ini tergambarkan di dalam makna “Addiction is chronic relapsing brain disease”, abstinensia adalah suatu visi ideal yang pada hakikatnya dimiliki oleh seorang insan manusia seutuhnya, hanya saja pemenuhan kebutuhan program layanan

mutlak kembali kepada kebutuhan bagi seorang pecandu tersebut, sehingga pecandu dapat memperoleh kembali kepulihanya untuk memperbaiki kehidupannya.

Kondisi ini menimbulkan anggapan bahwa diperlukan Leading Sector yang dapat mengawal secara utuh dan profesional agar tidak terjadi perbedaan paham maupun falsafah yang dampaknya justru bukan hanya merumitkan pecandu saja, namun merumitkan masyarakat luas di Indonesia.

Sementara menurut Sam, rehabilitasi di Indonesia banyak yang belum memenuhi persyaratan sebagai contoh; sifat rehabilitasi itu sukarela, sementara yang ada sekarang itu mandatory bukan voluntary. Banyak tempat rehab yang menangani orang relaps dengan hal seperti punishment bukan untuk memotivasi, sementara poin sebenarnya adalah bagaimana rehab tersebut mengakomodir kebutuhan sesuai dengan kapasitas mereka dan permasalahan yang dimiliki.

Sam mengatakan dalam pertemuan 3 jaringan ini sudah disepakati, Jangkar terlibat di Kebijakan terkait Harm Reduction, IKAI terlibat di seputar layanan untuk rehab

dan PKNI sekitar isu Hak Asasi Manusianya. Jadi PKNI akan menjalani fungsi kontrol terkait kebijakan, sedangkan IKAI dan Jangkar adalah perpanjangan tangan dalam hal layanan pengurangan dampak buruk dan rehabilitasi.

KOMITMEN INDONESIA adalah sebuah gabungan kekuatan dari tiga jaringan supaya suara tiga jaringan ini jadi bulat dan lebih terdengar, dan gerakan serta kekuatannya lebih besar.

Lebih jauh Gogon menjabarkan posisi 3 jaringan Komitmen Indonesia sangatlah strategis dalam kebijakan napza. Karena 3 jaringan ini sangat representatif pada aspek-aspek terkait penanggulangan narkotika. Ada PKNI dengan advokasi dan program-program yang memperkuat jaringan, ada IKAI yang membantu untuk penguatan pemahaman mengenai adiksi untuk pecandu, keluarga termasuk penguatan pelatihan keadiksian bagi tingkatan institusi dan Jangkar yang bergerak di bidang Harm Reduction, dan tiga jaringan ini akan saling bersinergi dan saling mempromosikan jaringan yang lainnya.

Page 12: Buletin Suplai PKNI #1

12

iSu DaeRaH

atuRaN hukum di In do-ne sia masih menempatkan pengguna napza sebagai kri-minal. Ini terlihat dari sekian banyaknya pengguna napza yang mendapatkan hukuman penjara dengan dakwaan atas kepemilikan napza. Demikian juga dengan para penegak hukum, belum melakukan pe-nerapan hukum yang lebih humanis tehadap korban pe-nyalahgunaan napza. Para pengguna tetap dikirm ke pen jara. Lebih parah lagi bah-wa dengan pemenjaraan, me reka juga kehilangan hak-nya atas kesehatan. Tanpa

bisa mendapatkan haknya atas layanan kesehatan yang memadai, korban napza akan rentan sekali tertular penyakit seperti HIV dan Hepatitis C. Program pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik (harm reduction) yang didengungkan masih mendapatkan hambatan dari pihak kepolisian . Kepolisian memandang program harm reduction khususnya Layanan Alat Suntik Steril seperti melegalkan tindakan kriminal penyalahgunaan napza. Kalau sudah ada paradigma seperti ini di pihak kepolisian menjadi

tantangan tersendiri bagi kerja-kerja organisasi berbasis komunitas korban napza untuk membela hak-hak korban napza agar mendapatkan hak kesehatannya, dalam hal ini mendapatkan vonis untuk rehabilitasi atau perawatan untuk penyakit adiksinya.

Vonis rehab seperti yang diperjuangkan sekarang ini sepertinya akan sulit diterapkan kalau kita dari organisasi berbasis komunitas tidak berusaha terus menerus untuk merubah paradigma tersebut. Strategi yang dapat digunakan tidak hanya melalui pertemuan

Pertemanan untuk

PerubaHan sosiaL

Page 13: Buletin Suplai PKNI #1

13

iSu DaeRaH

atau rapat-rapat tetapi bisa dimulai dengan pendekatan informal (berkawan/bermitra) seperti misalnya secara rutin mendatangi para pemangku kebijakan seperti dir narkoba Polda/Polres, Lapas, Kemenhukham, penyedia layanan rehabilitasi, rumah sakit dan puskesmas di masing-masing wilayah untuk berdiskusi. Strategi seperti ini kelihatannya berat dan melelahkan tapi efektif untuk merubah paradigma mereka agar paham bahwa adiksi/kecanduan adalah suatu penyakit kronis yang dapat kambuh kapan saja sehingga membutuhkan perawatan kesehatan yang memadai.

Harus dibangun situasi politik di antara para pemangku kebijakan untuk mendukung perubahan sosial yang kita lakukan. Dalam merintis sebuah perubahan sosial, akan sangat baik bila kita memiliki banyak mitra. Namun kita juga perlu menentukan mana mitra ideologis, mitra strategis, dan mitra taktis. Jangan sampai mitra taktis dijadikan mitra strategis yang karena memiliki banyak sumber daya, maka kita beranggapan mereka dapat mengubah kebijakan publik – padahal

yang bisa dipengaruhi hanya kebijakan kelompok kita karena memberikan dana bersyarat. Pertemanan dengan pihak-pihak yang memiliki sumber daya ini (taktis) sebaiknya dijalin ketika sudah menentukan dengan mantap gagasan dan strategi kelompok dan sudah menjalin hubungan dengan mitra-mitra ideologis sehingga gagasan terus dimatangkan dan sudah menentukan siapa saja yang akan dijadikan mitra strategis.

Ini bukan berarti bahwa hubungan dengan mitra-mitra taktis hanya berasaskan pada manfaat yang dapat dipetik untuk kepentingan kelompok. Hubungan

pertemanan dengan ketiga jenis mitra tersebut perlu juga dilandaskan pada kesetaraan dan saling menghormati. Dan akhirnya, berkawan/bermitra serta melakukan aksi bersama adalah penting untuk menjaga agar isu yang dibawakan tidak diabaikan masyarakat luas. Ketika dikaitkan dengan pelibatan partisipasi aktif masyarakat luas yang memiliki kesadaran kritis atas keadaan yang terjadi, menjalin pertemanan merupakan langkah awal menuju perubahan yang kita cita-citakan bersama.

Penulis:Frederick H.A. Malada

Page 14: Buletin Suplai PKNI #1

14

iSu DaeRaH

meliHat tingginya tingkat penggunaan Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif) di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara dengan bertambahnya jumlah kasus pemenjaraan bagi pengguna napza, mendorong komunitas pengguna napza di Kota Medan, Sumatera Utara dan masyarakat umum mempertanyakan Implementasi UU 35 Tahun 2009 Pasal 127 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04 Tahun 2010, karena selama dikeluarkannya Undang-Undang Narkotika dan SEMA tersebut belum ada satu kasus tertangkapnya seorang pengguna napza yang mendapatkan vonis Rehabilitasi di Sumatera Utara. Semakin tingginya peredaran napza, semakin tinggi pula pengguna napza bertambah serta semakin maraknya tindakan kriminalitas yang dilakukan pengguna

napza untuk memenuhi kebutuhannya.

Jumlah kasus penya lah-gunaan napza di Sumatera Utara yang terlaporkan terus meningkat. Pada tahun 2004 berjumlah 1.303 kasus, tahun 2005 berjumlah 2.809 kasus, pada tahun 2006 berjumlah 3.207 kasus, kasus pada tahun 2007 berjumlah 2.958 kasus, tahun 2008 kasus berjumlah 2.666 dan tahun 2009 berjumlah 2.802 kasus (Sumber : Dit Napza Polda Sumut).

Fakta yang paling memprihatinkan adalah semakin banyaknya remaja yang memulai perkenalannya dengan napza pada usia yang sangat muda. Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian yang serius adalah semakin meningkatnya populasi pengidap HIV/AIDS, Hepatitis, Infeksi menular seksual di kalangan pecandu napza dengan cara suntikan (IDU).

Sebagian besar pengguna Napza di Kota Medan, Su ma-tera Utara pernah merasakan yang namanya dinginnya kamar di penjara serta hak kebebasannya diambil kadang hak akan kesehatannya tidak terpenuhi karena kurangnya dana anggaran ke institusi Lembaga Pemasyarakatan. Dan hasilnya kebanyakan dari pemenjaraan itu bukan me-nyelesaikan masalah peng-gunaan napzanya, bahkan bisa dibilang banyak orang menjadi pengguna napza setelah keluar dari penjara tetap akan kembali menggunakan napza, Maka dari itu PENJARA bukanlah solusi terbaik untuk pengguna napza dalam penangganan penyakit kronis kecanduannya melainkan sebagai tempat yang bisa membuat pengguna napza lebih “parah” dari yang biasanya.

REHABILITASI merupakan solusi yang bijaksana untuk kawan-kawan pengguna

toLakPemenjaraan

Pengguna naPza (toPPAn) SumAterA utArA

Page 15: Buletin Suplai PKNI #1

15

iSu DaeRaH

napza dikarenakan didalam rehabilitasi dapat membantu memicu perubahan prilaku, pola pikir untuk menjadi lebih baik dan mendapatkan layanan kesehatan yang lebih maksimal. Dan mengikis adanya pe-lang garan Hak Azasi Manusia seperti penyiksaan dan pe mu-kulan kepada pengguna napza, pelecehan seksual bagi female drugs user, pendidikan yang terputus karena menggunakan napza sehingga hak akan pen-didikannya hilang juga meng-hapus stigma dan diskriminasi pada pengguna napza.

Akhirnya teman-teman pengguna napza Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang di Sumatera Utara mengambil inisiatif untuk melakukan AKSI DAMAI dalam memperingati Hari Anti Napza(HANI) di bulan Juni 2011 kemarin, adapun aksi ini bertujuan menyuarakan hak-hak pengguna napza yang disepakati oleh teman-teman pengguna napza sebagai bentuk keprihatinan akan kebijakan yang belum berpihak kepada pengguna napza dengan menamakan aksi TOLAK PEMENJARAAN PENGGUNA NAPZA(TOPPAN).

Aksi damai “TOPPAN” dilaksanakan serentak ke beberapa tempat seperti Kantor DPRD Sumatera Utara dan Pengadilan Negeri Sumatera Utara, untuk rute aksi damai ini berkumpul di

Lapangan Benteng depan kantor DPRD Sumatera Utara dan berjalan masuk bersama-sama ke kantor DPRD Sumatera Utara, aksi damai ini yang terlaksana sangat tertib disambut oleh Komisi-E DPRD Sumatera Utara dari partai PDIP dengan menerima tuntutan dari aksi TOPPAN. Beliau menyambut baik aksi ini dan mendukung penuh bahwa Pengguna napza harus di rehabiitasi.

Setelah diterima di Komisi-E partai DPRD Sumatera Utara, TOPPAN melanjutkan aksi damai ke Pengadilan Negeri Sumatera Utara yang bertujuan agar para hakim-hakim yang terhormat mempunyai hati yang bijaksana dalam memutuskan sidang kepada pengguna napza agar putusan untuk pengguna napza di rehabiitasi bukan di penjara.

Aksi di Pengadian Negeri Sumatera Utara pun berjalan lancar dan tertib serta diterima baik oleh HUMAS Pengadilan Negeri Sumatera Utara, TOPPAN memberikan

tuntutannya ke Humas Pengadilan Negeri Sumatera Utara dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pengadilan yang memutuskan seorang pengguna napza yang ketangkap untuk menjalani hukuman di rehabiitasi. Dalam aksi TOPPAN juga menyuarakan adanya pengadilan khusus pengguna napza atau DRUGS COURT.

Aksi TOPPAN berakhir di Pengadilan Negeri Sumatera Utara dan peserta aksi pulang dengan damai serta tertib. Aksi ini didukung beberapa unsur masyarakat sipil dan organisasi masyarakat yang peduli akan napza seperti: masyarakat umum, kelompok pengguna napza suntik, kelompok peng-guna napza lainnya, komunitas metadon Medan, LSM peng giat Harm Reduction dan pihak-pi-hak yang peduli pada pengguna napza di Medan dan Kab.Deli Serdang, Sumatera Utara.

Penulis:

Hasiholan Tobing

Page 16: Buletin Suplai PKNI #1

16

iSu iNteRNaSiONal

tHe Mannheim Centre for Criminology mengadakan seminar khusus untuk menandai penerbitan buku Children of the Drug War karangan Damon Barrett. Acara itu dilaksanakan pada hari Selasa, 22 November 2011. Di Moot Court Room, New Academic Building, Lincoln’s Inn Fields. Dipandu langsung oleh Damon Barrett. Di acara peluncuran buku itu ada juga pembicara; Jennifer Fleetwood (Mothers and Children of the Drug War : A View from a Women’s Prison in Quito, Ecuador), Steve Rolles (After the War on Drugs : How Legal Regulation of Production and Trade Would Better Protect Children), Michael Shiner (Taking Drugs Together: Early Adult Transitions and the Limits of Harm Reduction in England and Wales).

Children of the Drug War adalah sebuah koleksi unik dari esai orisinil yang menyelidiki dampak dari perang terhadap napza pada anak-anak, remaja, dan keluarganya. Dengan kontribusi dari seluruh dunia, menyediakan perspektif

berbeda dan mengutilisasi jangkauan yang luas dari gaya dan pendekatan termasuk studi etnografi, akun personal, dan wawancara. Pada intinya buku ini pempertanyaakan beberapa pertanyaan mendasar dalam masalah sistem kebijakan pengendalian napza, seperti;

• Apasajayangdiakibatkandari perang terhadap napza pada anak-anak dan remaja?

• Apakahperlindunganpada anak dari napza adalah justifikasi solid untuk kebijakan yang ada sekarang?

• Jenisketakutandanpradugaapa saja yang ada sehubu-ngan dengan hal napza dan perdagangan napza?

• Bagaimanaanak-anakdanremaja bisa ditempatkan dalam garis terdepan kebijakan napza?

Untuk detail lebih lanjut bisa dilihat di http://www.childrenofthedrugwar.org/

Buku ini terbagi menjadi empat bagian tematik yaitu: • Produksidanperdagangan

• Ras,kelas,danperangkathukum.

• Keluargadankebijakannapza

• Penggunaannapzadanketergantungan

teNtaNg PembiCaRa:Damon Barrett adalah analis

senior Hak Asasi Manusia di Harm Reduction International.

Jennifer Fleetwood adalah pengajar kriminologi di University of Kent.

Steve rolles adalah analis kebijakan senior di Transform Drug Policy Foundation.

michael Shiner adalah peng-ajar kriminologi dan kebijakan sosial senior di London School of Economics.

Buku ini dipublikasikan oleh International Debate Education Association (iDebate Press). Untuk edisi cetak bisa dibeli di amazon.com, amazon.co.uk dan gerai-gerai lainnya. Sedangkan buku lengkap dalam format pdf yang terbagi dalam 4 bagian itu bisa di download atau dibaca online di http://www.childrenofthedrugwar.org/p/download.html

PeluNcuRAN BuKu CHiLDren of tHe Drug War

Page 17: Buletin Suplai PKNI #1

17

Page 18: Buletin Suplai PKNI #1

18

galeRi

Page 19: Buletin Suplai PKNI #1

19

Page 20: Buletin Suplai PKNI #1

20

iSu KeSeHataN

PeNgguNa Opiat dalam bentuk perawatan terapi metadon dapat dengan sukses disembuhkan dari infeksi virus Hepatitis C (HCV) kronis dan hasilnya sama dengan pasien yang tak menggunakan metadon, demikian data yang diungkapkan European AIDS Conference ke-13 (EACS 2011) di Belgrade.

Penggunaan napza suntik dengan cara berbagi peralatan suntik adalah faktor utama dalam penularan HIV dan HCV. Dan menurut perkiraan ada sekitar 30% orang terinfeksi HIV juga terpapar HCV. Koinfeksi diasosiasikan dengan proses penyakit yang lebih cepat dan respons yang buruk pada terapi interferon, tetapi hasil dari pengguna opiat substitusi seperti metadon belum pernah diteliti dengan baik.

Beberapa ahli kesehatan

selama ini terkesan enggan untuk melakukan perawatan terhadap pengguna napza aktif maupun yang sudah tidak aktif sebagian besar dengan alasan dengan buruknya ketaatan dalam perawatan- tetapi petunjuk perawatan yang ada sekarang menyatakan bahwa penggunaan Napza bukanlah merupakan kontraindikasi dan pasien harus dievaluasi atas dasar individu, bukan

berdasarkan sejarah peng gu-naan Napza.

Karin Neukam dari Rumah Sakit Universitario de Valme di Seville, Spanyol, dan koleganya membandingkan respons dari perawatan diantara pasien hepatitis C –sebagian besar adalah pengguna Napza suntik- yang mendapatkan atau tidak mendapatkan perawatan terapi metadon.

Studi kelompok prospektif ini melibatkan 214 pasien hepatitis c kronis, di klinik rawat jalan rumah sakit universitas di Seville yang memulai perawatan interveron pegilasi ditambah ribavirin antara bulan Januari 2003 hingga Mei 2010.

Hanya lebih dari sepertiga partisipan (38%) dalam perawatan metadon dan 62 % tidak menggunakan metadon. Mayoritas dari dua kelompok tersebut punya sejarah dalam

metaDon vs

HePatitis C?ORaNg YaNg meNgKONSumSi metaDON DaPat meNjalaNi PeNgObataN

uNtuK HCV DeNgaN SuKSeS.

Page 21: Buletin Suplai PKNI #1

21

iSu KeSeHataN

penggunaan Napza suntik, persentasi dalam penerima metadon adalah (84% vs 63%).

Partisipan kebanyakan adalah laki-laki (88% di kelompok metadon, dan 77% di kelompok non-metadon) dan usia rata-rata adalah 42 tahun. Sekitar 25 % dari dua kelompok adalah HIV positif. Penerima perawatan metadon sedikit banyak memiliki pola gen IL28B “CC” dan memiliki sirosis, tapi juga secara signifikan memiliki HCV genotipe 1 atau 4 yang sulit disembuhkan.

HaSil 1. Hampir semua peserta dari

kedua kelompok dilaporkan 80% atau lebih memiliki ketaatan yang baik dalam terapi hepatitis C.

2. Di analisa yang disengaja dalam perawatan, tingkat dari respons virus berlanjut (sustained virological response/SVR), atau tidak terdeteksinya HCV RNA dalam jangka berkelanjutan selama 24 minggu setelah selesai, adalah serupa dari dua kelompok baik bagi pengguna metadon maupun bukan pengguna metadon. • Keseluruhan:48%pada

dua kelompok;• Genotipe1atau4:

masing-masing 35% vs 42%;

• Genotipe2atau3:masing-masing 69% vs 65%,.

3. Pola yang sama terlihat di analisa on-treatment:• Keseluruhan:masing-

masing 57% vs 59% ;• Genotipe1atau4:

masing-masing 39% vs 48%;

• Genotipe2atau3:masing-masing76% vs 71%.

4. Orang dengan koinfeksi HIV/HCV, dengan dasar HCV RNA tinggi, pola gen IL28B yang tidak menguntungkan, dan memiliki dasar sirosis lebih sedikit untuk meraih respons yang berkelanjutan.

5. Faktor lain seperti gender, sejarah penggunaan Napza suntik, depresi, dan dosis ribavirin tidak secara signifikan diasosiasikan dengan respons perawatan.

6. Hasil yang lain hampir mengalami kesamaan dalam kelompok pengguna metadon dan bukan pengguna metadon; • Post-treatmentrelapse:

masing-masing 11% vs 12%;

• Terobosanvirological:1% pada kedua kelompok;

• Responsyangtidakberlaku: masing-masing 22% vs 21%;

• Diskontiniusukarela:masing-masing 12% vs 11%;

• Kejadianyangmasing-masing merugikan: 5% vs 7%.

“Efisiensi dari HCV terapi di antara pengguna metadon dan yang tidak menggunakan metadon ditemukan mendapatkan hasil yang mirip” peneliti menyimpulkan “Pasien yang dalam perawatan metadon harus secara setara dipertimbangkan dalam perawatan interferon pegilasi plus ribavirin.”

Penemuan ini meng indi-ka sikan bahwa penggunaan metadon tidak seharusnya menjadi pertimbangan kon-traindikasi dalam perawatan hepatitis C.

Stefan Mauss dari Heinrich-Heine University di Duesseldorf mengatakan bahwa ini adalah studi yang sangat penting, dan khususnya negara Eropa timur membutuhkan data seperti ini untuk meyakinkan pada ahli kesehatan dan masyarakat umum bahwa pasien hepatitis C yang menggunakan metadon dapat sukses disembuhkan.

AfiliAsi PenelitiHospital Universitario de Valme, Unit of Infectious Diseases and Microbiology, Seville, Spain; Ambulatory Care Centre for Drug Addiction ANTARIS, Dos Hermanas, Spain; Centro Penitenciario Sevilla, Medical Services, Alcalá de Guadaira, Spain; Hospital Universitario de Valme, Unit of Investigation, Seville, Spain.

RefeRensiK Neukam, JA Mira, I Gila bert, et al. Methadone Maintenance Therapy Does Not Influence on the Outcome of Chronic Hepatitis C Treatment with Pegylated Interferon and Ribavirin. 13th European AIDS Conference (EACS 2011). Belgrade, October 12-15, 2011. Abstract PS7/5.

Page 22: Buletin Suplai PKNI #1

22

iSu HuKum

bila Adik saya terlambat datang dan obat saya habis (subuxone), saya terpaksa mencari alternatif (narkotika ilegal)” tanpa ragu YW, Terdakwa yang dituduh memiliki, menguasai, atau menyimpan narkotika tersebut menjawab ketika ditanya Hakim, bagaimana memenuhi kebutuhan narkotika selama dalam Penahanan di Kepolisian maupun di Rumah Tahanan. Beberapa pengunjung dan Terdakwa yang sedang menunggu sidang tertegun mendengar penjelasan tersebut, sebab biasanya

Terdakwa akan menjawab sudah tidak menggunakan narkotika lagi sejak didalam Penahanan. Fakta yang tidak bisa ditutupi ketika Pengguna Narkotika (end user) yang memiliki ketergantunga ditahan, sel-sel, jeruji, sipir dan berbagai peraturan tidak bisa membatasi narkotika untuk masuk kedalam dan akhirnya digunakan oleh pengguna narkotika dan mungkin juga merembet kepada orang yang sebelumnya tidak menggunakan narkotika. Hilangnya masa depan karena cap kriminal, tingkat tekanan yang tinggi terhadap kasus

yang dihadapi, ketidakpedulian keluarga dan minimnya aktivitas mengakibatkan penggunaan narkotika didalam rutan dan penjara, menjadikan narkotika menjadi pelampiasan, walaupun program rumatan metadon sudah mulai masuk kedalam rumah tahanan. Kondisi tersebut, tidaklah dapat dipungkiri atau ditutupi.

Pengguna narkotika selalu saja menjadi korban, tidak saja telah menjadi korban ketidakmampuan negara membendung peredaran gelap narkotika yang mengakibatkan pengguna menjadi eksploitasi

baHaYaPenDekatan

PemiDanaan bagi

korban PerDagangan geLaP

narkotika

Page 23: Buletin Suplai PKNI #1

23

iSu HuKum

ekonomi dan kesehatan. Pengguna Narkotika juga menjadi korban dalam sistem pemberantasan peredaran gelap narkotika, yang dijalankan oleh pemerintah melalui UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kebijakan perang terhadap Narkotika, memiliki banyak implikasi besar salah satunya adalah dengan menyamaratakan pengguna narkotika dengan pihak yang menarik keuntungan dari peredaran gelap narkotika. Kebijakan narkotika yang tidak jelas ini mengakibatkan beberapa pihak dapat menarik keuntungan, baik dengan cara pemerasan, jual beli pasal, kenaikan pangkat, backing Bandar, jual beli kebebasan dll. Menjadikan kasus-kasus narkotika menjadi ATM berjalan bagi pihak yang memiliki kekuasaan atau diberikan kuasa oleh pemerintah.

Stigma yang terus diperburuk dengan mengatakan peredaran gelap narkotika adalah kejahatan serius seperti korupsi dan terorisme membuat pihak-pihak yang melakukan pemberantasan seperti diatas angin, pihak yang mengkritik kemudian dicap terlibat dalam peredaran gelap narkotika, seperti yang dialami oleh pihak yang mencoba mengangkat isu kegunaan tanaman gan-ja malah dipandang sebelah mata, pemerintah bukannya sibuk melakukan penelitian

terhadap manfaat tanaman ganja malahan sibuk mencari siapa pihak dibelakangnya. Penggiat Hak Asasi Manusia, Peradilan yang bersih, Pakar Hukum, Advokat dll yang biasa bersuara kencang ketika terjadinya penyalahgunaan kekuasaan negara, harus hati-hati dalam mengemas isu dalam mengkritik kebijakan narkotika. Beruntunglah gerakan korban narkotika semakin lama, semakin berani muncul kepermukaan untuk menyeruakan fakta-fakta pelanggaran hak manusia, penyalahgunaan kekuasaan dan memberikan kesadaran terhadap orang-orang disekelilingnya.

Kebijakan narkotika di Indonesia, diatur dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dualisme dalam memandang pengguna narkotika sangat terlihat didalamnya. Di satu sisi Memberantas Peredaran Gelap Narkotika dan di sisi lain menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan Pecandu Narkotika. Tujuan yang seharusnya menjadi panduaan dalam pasal-pasal di dalamnya, menghilangkan “penyalahguna narkotika”, Pasal 54 UU Narkotika hanya menyatakan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”,

sedangkan penyalah-guna kemudian beralih kepada pemidanaan dengan ancaman 4 tahun bila menggunakan narkotika golongan I, 2 tahun bila menggunakan narkotika golongan II dan 1 tahun bila menggunakan narkotika golongan III.

Melalui Ketentuan ancaman pidana penjara dibawah 5 tahun, Penyalahgunaan Narkotika tidaklah dianggap sebagai kejahatan serius/berat dan tidak perlu ditahan selama proses hukum berlangsung (lihat Pasal 21 KUHAP) sehingga apabila ingin melakukan pemulihan baik secara medis dan sosial dapat dilakukan dan secara tujuan sistem pemidanaan sudah selesai dilakukan, sehingga tidak perlu dibawa kepersidangan, atau yang trend disebut diversi.

Penyidik dan Penuntut Umum, tidak mau begitu saja melepas pengguna narkotika, mereka lebih senang menggunakan Ketentuan “Keranjang sampah” dengan menggunakan Pasal yang didalamnya terdapat unsur delik menguasai, memiliki atau menyimpan narkotika dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan denda 800 juta untuk narkotika golongan I baik yang tanaman maupun bukan tanaman, hanya karena pengguna belum sempat atau sisa menggunakan narkotika yang akhirnya ditemukan

Page 24: Buletin Suplai PKNI #1

24

dan akhirnya menjadi barang bukti. Tujuan UU Narkotika untuk melakukan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap penyalahguna menjadi kandas, karena hakim terpaksa mengambil putusan pidana minimal dan tertutup kemungkinan memberikan putusan rehabilitasi, sehingga menumpuklah pengguna narkotika didalam sel-sel penjara bersama dengan pengedar narkotika yang menurunkan pasal dengan memanfaatkan penggunaan delik tersebut.

Boleh saja, penyidik, penuntut umum maupun hakim merasa bangga telah menyelesaikan kasus kejahatan narkotika dengan mengirimkan Pengguna kedalam Penjara, namun implikasi selanjutnya menjadi permasalahan bagi Departemen Hukum dan HAM khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang menangani Penjara dan Tempat Penahanan, belum lagi Menteri Kesehatan yang harus merasa bersalah karena tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan yang baik terhadap pengguna narkotika, yang oleh kesehatan dikategorikan sebagai penyakit. UU Narkotika sangat jelas yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang menjalankan urusan pemerintah dibidang kesehatan, walaupun dalam UU Narkotika memberikan kewenangan

kepada Badan Narkotika Nasional untuk melakukan pemberantasan.

Pola pikir yang menyamaratakan antara Pengguna Narkotika sama dengan Pihak yang melakukan perdagangan gelap narkotika, tidak akan menyelesaikan permasalahan peredaran gelap narkotika namun semakin membawa upaya pemberantasan narkotika menjadi alat penghancuran masa depan korban peredaran gelap narkotika dan berpotensi melanggar hak mereka sebagai manusia. Pendekatan kesehatan dan sosial akan selalu menjadi anak tiri terhadap upaya pemulihan dan mengembalikan Mereka kedalam ranah sosial. Seharusnya belajar dari pengalaman kebijakan yang lalu, pemerintah secara tegas menarik batas antara korban penyalahgunaan narkotika dengan pelaku pedagang gelap narkotika, dengan menerapkan kebijakan yang terpisah baik secara regulasi maupun pihak yang ditunjuk dalam penanganannya.

Kebijakan terhadap korban perdagangan gelap narkotika seharusnya hanya melalui pendekatan kesehatan dan sosial semata, sarana-sarana tempat pemulihan, upaya masyarakat untuk membantu pemulihan seharusnya dibantu oleh pemerintah sebagai bentuk penyediaan hak kesehatan

bagi masyarakatnya, tanpa perlu ditakut-takuti dengan pemidanaan. Penyadaran masyarakat untuk membantu mereka dari penggunaan narkotika perlu dilakukan inisiasi dan bukannya ditakut-takuti dengan slogan kampung bebas narkotika. Kewenangan penanganan terhadap korban peredaran gelap narkotika lebih sesuai bila diberikan kepada pihak yang mengurusi bidang kesehatan, sosial, pemberdayaan masyarakat dll dan bukan bidang penegakan hukum, sehingga pendekatan lebih humanis dan upaya pemulihan jauh dari keterpaksaan.

Apabila pemerintah benar-benar ingin melakukan pemberantasan gelap narkotika, dengan menyerahkan penanganan korban peredaran gelap narkotika kepada pihak diluar penegak hukum, mengakibatkan penegak hukum memiliki energi yang cukup besar dalam membongkar pihak-pihak yang menarik keuntungan dari peredaran gelap narkotika, termasuk pihak-pihak yang selama ini menjadi backing pengedar-pengedar narkotika dan mencegah masuknya atau keluarnya narkotika ilegal dari Indonesia.

totoK YuliYAnto, S.HAdvokat dan Pemerhati Kebijakan Narkotika Aktif di Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)

iSu HuKum

Page 25: Buletin Suplai PKNI #1

25

FAQ & FACT

Heroin faQ

ApAkAh AndA AkAn menjAdi pecAndu setelAh sAtu dosis heroin?

Kebanyakan kasus tidak. Sifat kecanduan heroin seringkali dilebih-lebihkan oleh media, didukung oleh ancaman kesehatan tragis bagi penggunaan dalam jang-ka panjang karena pri lakunya. Meski begitu se per ti halnya alkohol, nikotin, am fetamin, dan kokain, he roin adalah obat yang sa ngat adiktif dengan efek se duk tif baik ke fisik maupun ke psikis. Kemampuannnya

meng hadirkan kenyamanan untuk para penggunanya kerap-kali mengakibatkan kecanduan secara psikologis, jauh sebelum kecanduan fisik terasa.

aPaKaH guNaKaN HeROiN taNPa DiSuNtiK, aKaN meNgHiNDaRi aDiKSi?

Semua cara dalam pe ma -kaian heroin cepat atau lam bat akan akibatkan ke canduan, pengguna ke rap kali percaya bahwa peng gunaan dengan cara meng hisap atau menghirup heroin tak mempunyai efek

yang intens dan cepat seperti menyuntikan ke intravena, tapi pada kenyataannya heroin akan berakhir di otak tempat adiksi dan toleransi terbentuk.

aPa YaNg DimaKSuD DeNgaN “CHaSiNg tHe DRagON/NgeDRag”?

Frase “chasing the dragon/ngedrag” merujuk pada menghisap asap heroin yang dipanaskan di kertas timah dengan media kertas uang yang digulung atau bong. Cara ini juga bisa menghasilkan overdosis dan kecanduan.

Page 26: Buletin Suplai PKNI #1

26

FAQ & FACT

aPa PeNgaRuH HeROiN Ke tubuH?

Tubuh memiliki opiat yang bertugas sebagai pain-killer sendiri yang disebut endorfin, yang dikeluarkan di saat tubuh mengalami cedera. Heroin dikonversi oleh otak menjadi morfin lalu terikat ke dalam reseptor endorfin di seluruh tubuh, membuat sensasi hangat dan nyaman yang luar biasa.

aPa PeRbeDaaN HeROiN COKlat DaN PutiH?

Heroin murni kebanyakan berwarna putih. Sementara heroin jalanan berwarna coklat akibat ketidakmurnian dan proses penuaan. Tapi penting juga diingat tidak ada jaminan soal kemurnian heroin lewat penglihatan mata biasa.

aPaKaH beNaR HeROiN YaNg aDa SeKaRaNg meNjaDi lebiH Kuat?

Kemurnian itu beragam. Tergantung pada ketersediaan. Bandar cenderung mengurangi kemurnian ketika stok terbatas. Tapi secara general, iya. Heroin sekarang memang lebih murni dan membuat resiko menjadi overdosis lebih besar. Ini sebagian diakibatkan karena mantan kartel kokain sekarang merambah ke pasar heroin.

aPaKaH beNaR KebaNYaKaN PeCaNDu teRiNFeKSi ViRuS HiV?

Tidak. Sekitar 10% dari pecandu di London, sebagai contoh, terinfeksi HIV, tapi 50% terinfeksi Hepatitis B dan 90% terinfeksi Hepatitis C. HIV serta Hepatitis B&C menular melalui praktik penggunaan jarum suntik yang tidak aman, sepeti berbagi jarum bekas.

DaRimaNa HeROiNbeRaSal?

Di Amerika Serikat, heroin berasal dari Mexico, Kolombia, dan Republik Dominika, dan daerah segitiga emas di Asia Tenggara (Burma, Thailand, Laos). Sedangkan sebagian besar heroin di Inggris Raya berasal dari Afghanistan, Iran, Pakistan dan Turki.

Heroin Facts

• Untukmendukungprilakukecanduannya, pengguna di pantai timur Amerika Serikat seperti New York dan Philadelphia sering mengumpulkan besi bekas untuk kemudian dijual. Dari sinilah asal kata nama “junkies” berasal.

• Asalkataheroinadalahbahasa Jerman, Heroisch

yang berarti Heroik. Karena sensasi yang dirasakan pengguna membuat mereka merasa heroik.

• Heroindulusempattersediadi pasar dan digunakan sebagai sirup obat batuk.

• Dibutuhkanhanya3haripenggunaan reguler heroin untuk seseorang menjadi kecanduan heroin. Di titik ini pengguna akan mengalami sindroma putus obat (sakaw) bila dia berhenti memakai.

• Adalebihdari1.2jutapengguna musiman heroin di Amerika Serikat, dan lebih dari 200.000 orang yang sudah dikategorikan sebagai pecandu.

• Rata-ratapecandumenggunakan 150mg dan 250mg heroin perharinya.

• Adabanyakpenggunaheroindi dunia yang seharusnya mendapatkan perawatan, tapi tidak mendapatkannya.

• Lebihdari80%pengguna heroin suntik menggunakannya dengan teman, tapi 80% dari kasus overdosis ditemukan paramedik sendirian.

Sumber: http://www.thegooddrugsguide.com/heroin/faq.htm, http://www.heroinaddiction.ws/Heroin_Facts.htm

Page 27: Buletin Suplai PKNI #1

27

HealtHY FOOD

PeDomanumum

gizi seimbangPeNgetaHuaN maSYaRaKat teNtaNg PemiliHaN

maKaNaN YaNg baiK uNtuK meNCaPai HiDuP SeHat DiPeNgaRuHi OleH bebeRaPa FaKtOR aNtaRa laiN, eKONOmi, SOSial,

buDaYa, KONDiSi KeSeHataN DaN laiN SebagaiNYa.

Page 28: Buletin Suplai PKNI #1

28

HealtHY FOOD

Untuk pemenuhan gizi, makanan yang bagaimanakah yang baik buat kita? Setiap masyarakat mempunyai masalah gizi berbeda tergantung tingkat sosial ekonominya. Pada keluarga kaya dan tinggal diperkotaan, masalah gizi yang sering dihadapi adalah kelebihan gizi yang disebut gizi lebih. Anggota keluarga ini berisiko tinggi untuk mudah menjadi gemuk dan rawan penyakit jantung, darah tinggi, diabetes dan kanker.

Pada keluarga dengan tingkat sosial ekonominya rendah atau sering disebut keluarga miskin, umumnya sering menghadapi masalah kekurangan gizi yang disebut gizi kurang. Risiko penyakit yang mengancamnya adalah penyakit infeksi terutama diare dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), rendahnya tingkat intelektual dan produktifitas kerja.

Di Indonesia pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna padatahun 1950 dan sampai sekarang pedoman ini masih dikenal oleh sebagian anak sekolah dasar. Slogan 4 sehat 5 sempurna saat itu sebenarnya adalah merupakan bentuk implementasi PUGS.Dalam pedoman umum gizi seimbang terdapat 12 (dua

belas) pesan yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Makanlah aneka ragam makanan,

2. Makanlah makanan yang memberi kecukupan energi.

3. Pilihlah makanan berkadar lemak sedang dan rendah lemak jenuh.

4. Pakai garam beryodium. 5. Makanlah makanan

sumber zat besi.6. Berikan ASI saja kepada

bayi sampai umur 4 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya.

7. Biasakan makan pagi. 8. Minumlah air bersih, aman

yang cukup jumlahnya. 9. Lakukan aktifitas fisik

secara teratur. 10. Hindari Alkohol. 11. Makanlah makanan yang

aman bagi kesehatan. 12. Bacalah label pada

makanan yang dikemas.

KOnseP DAsAR GiZi seiMBAnG

Gizi berasal dari bahasa arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Ilmu Gizi adalah ilmu yang mempelajari cara memberikan

makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal.

Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, menyusui

Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral) dalam jumlah cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar proses faali dalam tubuh. Apabila kelompok zat gizi tersebut diuraikan lebih rinci, maka terdapat lebih dari 45 jenis zat gizi.

Secara alami, komposisi zat gizi setiap jenis makanan memiliki keunggulan dan kelemahan tertentu. Beberapa makanan mengandung tinggi karbohidrat tetapi kurang vita-min dan mineral. Sedangkan be berapa makanan lain kaya vi-tamin C tetapi miskin vitamin A.

Apabila konsumsi makan an sehari-hari kurang ber ane-ka ragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara

Page 29: Buletin Suplai PKNI #1

29

HealtHY FOOD

asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang seimbang. Jadi, untuk mencapai asupan zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan.

Keterangan di atas juga berarti ada saling ketergantungan antar zat gizi. Misalnya penyerapan yang optimun dari asupan vitamin A memerlukan kehadiran lemak sebagai zat pelarut dan mengangkut vitamin A ke seluruh bagian tubuh. Selain itu, apabila cadangan mangan (Mn) di dalam tubuh kurang, maka vitamin A juga tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal. Contoh lain, diperlukan vitamin C yang cukup dalam makanan untuk meningkatkan penyerapan zat besi (Fe).

Pada masa lampau, susu seringkali mendapat pujian, karena bernilai gizi tinggi. Makanan lain dinilai rendah

karena kurang bergizi. Sesuai konsep keterkaitan antar zat gizi, sudah saatnya penilaian kualitas makanan yang didasarkan pada pengagungan terhadap kandungan zat gizi mulai ditinggalkan. Kini saatnya memasyarakatkan adanya ketergantungan antar zat gizi atau antarberbagai jenis makanan. Setiap jenis makanan memiliki peranan masing-masing dalam menyeimbangkan asupan zat gizi sehari-hari.

Peranan berbagai kelompok bahan makanan secara jelas tergambar dalam logo gizi seimbang yang berbentuk kerucut (Tumpeng). Dalam logo tersebut bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam ilmu gizi dipopulerkan dengan istilah “Tri Guna Makanan”.

Keanekaragaman makanan dalam hidangan sehari - hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu jenis makanan sumber zat tenaga(seperti: beras, jagung, gandum) satu jenis makanan sumber zat pembangun (makanan nabati, seperti daging, tahu) dan satu jenis makanan sumber zat pengatur (sayuran atau buah-buahan). Ini adalah penerapan prinsip penganekaraman yang

minimal. Yang ideal adalah jika setiap kali makan siang dan makan malam, hidangan tersebut terdiri dari 4 kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah). Dengan makanan yang seimbang dan serat yang cukup (25 – 35 gram/hari) dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya penyakit degeneratif seperti misalnya, jantung koroner, darah tinggi, diabetes melitus, dan sebagainya.

Sebagai kesimpulan, untuk mencapai asupan gizi yang lengkap dan seimbang, kita perlu mengkonsumsi aneka ragam jenis bahan makanan. Ingat, mengkonsumsi hanya satu jenis makanan dalam jangka waktu relatif lama, dapat menderita berbagai penyakit kekurangan zat gizi atau gangguan kesehatan.

Oleh karena itu, setiap individu seyogyanya dapat memanfaatkan aneka ragam makanan yang tersedia di lingkungannya. Makanan yang dapat merugikan kesehatan seyogyanya dihindari, kecuali apabila ketentuan agama memang tegas-tegas melarang.

Sumber: http://gizi.depkes.go.id/pugs/index.shtml

Page 30: Buletin Suplai PKNI #1

30

iPWl

INSTITUSI PENERIMAWajib LaPor

uNDaNg-uNDaNg no 35 tahun 2009 tentang narkotika, khususnya pasal 55 menyebutkan tentang kewajiban lapor diri pecandu narkotika pada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Secara lebih rinci hal tersebut dijelaskan pada Peraturan Pemerintah no: 25 tahun 2011, mengenai Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Melalui program wajib lapor diharapkan Pecandu akan memperoleh bantuan medis, intervensi psikososial, dan informasi yang diperlukan untuk meminimalisasikan resiko yang dihadapinya, serta memperoleh rujukan untuk perawatan lanjutan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang bersangkutan. Dengan demikian Program Wajib Lapor diharapkan memberi kontribusi nyata atas penanggulangan dampak buruk yang sering

dialami pecandu narkotika.Sesuai dengan pasal 2

Peraturan Pemerintah no:25 tahun 2011 tersebut, tujuan dari program wajib lapor tersebut adalah:1. Memenuhi hak pecandu

narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial;

2. Mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan tanggungjawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya; dan

3. Memberikan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut maka IPWL atau Institusi Penerima Wajib Lapor yaitu Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit dan/atau rehabilitasi

medis diperlukan untuk ditetapkan oleh Pemerintah melalui Menteri Kesehatan.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan tersebut ditetapkan Institusi Penerima Wajib Lapor yang ditunjuk serta berfungsi untuk;1. Menerima pelaporan

pecandu narkotika;2. Melakukan pendataan

pecandu narkotika;3. Melakukan assessment

terhadap pecandu narkotika untuk mengetahui kondisi pecandu narkotika;

4. Melakukan rangkaian pengobatan dan/atau perawatan guna kepentingan pemulihan pecandu narkotika berdasarkan rencana rehabilitasi atau melakukan rujukan kepada institusi yang memiliki kemampuan;

5. Melaporkan informasi pecandu narkotika pada Kementrian yang terkait;

6. Melaksanakan tugas atau kewajiban lainnya sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 25 tentang pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Page 31: Buletin Suplai PKNI #1

31

lembaga PeNeRima iPWl

Daftar InstItusI PenerIma WajIb LaPorLamPIran KePutusan menterI Kesehatan

nomor : 1305/menKes/sK/VI/20

no Propinsi institusi Penerima wajib Lapor

1 aceh 1. RSJ Provinsi Aceh 2. RSUD Cut Nyak Dien 3. RSUD Jantho 4. Puskesmas Kuto Baro 5. Pyskesmas Johan Pahlawan I 6. Puskesmas Kota Malaka 7. Puskesmas Langsa Barat

2 bali 8. RSUP Sanglah 9. BPKJ Provinsi Bali 10. Puskesmas Kuta I 11. Puskesmas Tabanan III 12. Puskesmas Abiansemal I 13. Puskesmas Ubud I 14. Puskesmas Ubud II

3 bangka belitung 15. RSJ Sungai Liat

4 banten 16. RSUD Tangerang 17. RSUD Serang 18. Puskesmas Cibodasari - Banten 19. Puskesmas Jalan Emas - Banten 20. Puskesmas Cipondoh - Banten 21. Puskesmas Ciputat - Banten

5. bengkulu 22. RSJKO Bengkulu

6 di Yogyakarta 23. RSUP DR. Sardjito - DI Yogyakarta 24. RS Grhasia - DI Yogyakarta 25. Puskesmas Umbul Harjo - DI Yogyakarta 26. Puskesmas Gedung Tengen - DI Yogyakarta 27. Puskesmas Banguntapan II

7 dKi Jakarta 28. RSKO Jakarta 29. RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta 30. RSUP Fatmawati Jakarta 31. RSUD Duren Sawit DKI Jakarta 32. Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok

Page 32: Buletin Suplai PKNI #1

32

lembaga PeNeRima iPWl

no Propinsi institusi Penerima wajib Lapor dKi Jakarta 33. Puskesmas Kecamatan Gambir 34. Puskesmas Kecamatan Tebet 35. Puskesmas Kecamatan Jatinegara 36. Puskesmas Kecamatan Tambora Jakarta 37. Puskesmas Kecamatan Koja Jakarta 38. Puskesmas Kecamatan Cengkareng 39. Puskesmas Kecamatan Kemayoran 40. Puskesmas Kecamatan Senen - DKI Jakarta 41. Puskesmas Kecamatan Kramat Jati - DKI Jakarta 42. Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan 43. Puskesmas Kecamatan Johar Baru - DKI Jakarta 44. Poliklinik BNN - DKI Jakarta

8 gorontalo 45. RSUD Prof. dr. H. Aloei Saboe

9 Jambi 46. RSJ Daerah Provinsi Jambi 47. RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi 48. RSUD H. Hanafie Kabupaten Bungo 49. RSUD KH. Daud Arif Kab. Tanjung Jabung Barat 50. Puskesmas Tanjung Pinang Kota Jambi

10 Jawa barat 51. RSUP Hasan Sadikin - Bandung 52. RSUD Tasikmalaya - Jawa Barat 53. RSUD Syamsudin Sukabumi - Jawa Barat 54. RSJD Provinsi Jawa Barat 55. RS Marzoeki Mahdi 56. RSUD Kota Bekasi - Jawa Barat 57. RSUD Gunung Jati Cirebon - Jawa Barat 58. Puskesmas Sukmajaya Depok - Jawa Barat 59. Puskesmas Bogor Timur 60. Puskesmas Salam Kota Bandung 61. UNITRA BNN Lido Sukabumi - Jawa Barat

11 Jawa tengah 62. RSUP dr. Kariadi 63. RSUD Dr. Muwardi Surakarta 64. RSUD Dr. Margono Soekarjo Purwokerto 65. RSJ Soejarwadi Klaten 66. RSJD Amino Gondohusodo Semarang 67. RS RA Kartini Jepara 68. RS Prof. Dr. Soeroyo Magelang 69. Puskesmas Manahan Surakarta 70. Puskesmas Poncol Semarang

Page 33: Buletin Suplai PKNI #1

33

lembaga PeNeRima iPWl

no Propinsi institusi Penerima wajib Lapor Jawa tengah 71. Puskesmas Sidorejo Lor Salatiga 72. Puskesmas Cilacap Selatan

12 Jawa timur 73. RSU Dr. Soetomo Surabaya 74. RSJ Menur Surabaya - Jawa Timur 75. RSUD Dr. Sjaiful Anwar Malang 76. RSUD Dr. Soedono Madiun Jawa Timur 77. RSJ Radjiman Wedyodiningrat Lawang 78. RSUD Soebandi Jember Jawa Timur 79. Puskesmas Manukan Kulon Surabaya Jawa Timur 80. Puskesmas Jagir Surabaya Jawa Timur 81. Puskesmas Kendal Sari Malang Jawa Timur 82. Puskesmas Gondang Legi Malang Jawa Timur

13 Kalimantan barat 83. RSUD Sudarso Pontianak 84. RSJ Alianyang Pontianak Kalimantan Barat 85. RSJ Singkawang

14 Kalimantan selatan 86. RSJ Sambang Lihum Banjarmasin 87. Puskesmas Kecamatan Pekauman Banjarmasin

15 Kalimantan tengah 88. BPKJ Kalawa Atei

16 Kalimantan timur 89. RSKDAtma Husada Mahakam 90. RSUD A.W. Syahanie Samarinda 91. RSUDDr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan 92. UNITRAButterfly (UPTD DKK Balikpapan) 93. RSU Tarakan 94. RS Bontang 95. RSPerikesit Tenggarong

17 Kepulauan riau 96. RSUD Kota Batam

18 Lampung 97. RSJ Lampung 98. RSU Abdoel Moloek 99. Puskesmas Kedaton 100. Puskesmas Sukaraja 101. Puskesmas Rajabasa Indah 102. Puskesmas Metro 103. Puskesmas Kotabumi II

19 Maluku 104. RSKD Promal

20 Maluku utara 105. RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie, Ternate

Page 34: Buletin Suplai PKNI #1

34

lembaga PeNeRima iPWl

no Propinsi institusi Penerima wajib Lapor

21 ntb 106. RSJ Provinsi NTB

22 ntt 107. RS Prof. Yohanes Kupang

23 Papua 108. RSJ Abepura 24 Papua barat 109. RSUD Manokwari

25 riau 110. RSU Petala Bumi Riau 111. RSJ Tampan

26 sulawesi barat 112. RSUD Provinsi Sulawesi Barat

27 sulawesi selatan 113. RS Khusus Dadi Makassar 114. RSU Dr. Wahidin Makassar 115. RSUD Andi Makasau Pare-Pare Sulawesi Selatan 116. Puskesmas Kasikasi Makassar 117. Puskesmas Jumpandang Baru Makassar 118. Puskesmas Jongaya Makassar

28 sulawesi tengah 119. RSJ Palu

29 sulawesi tenggara 120. RSJ Dr. Suparto Hardjo Husodo

30 sulawesi utara 121. RSUP Manado 122. RS Khusus Ratumbuysang

31 sumatera barat 123. RSJ H.B. Saanin Padang 124. RS M. Jamil Padang 125. Puskesmas Kota Bukittinggi

32 sumatera selatan 126. Puskesmas Kutaraya Kabupaten Oki 127. RS dr. Ernaldi Bahar Palembang 128. Puskesmas Prabumulih Timur Kota Prabumulih

33 sumatera utara 129. RSUP H. Adam Malik Medan 130. Puskesmas Tanjung Morawa Deli Serdang 131. RSJ Medan

Page 35: Buletin Suplai PKNI #1

give us Peace D

rugs w

ar is over... if you wan

t it

!

Human rightsFor people who use drugs

Page 36: Buletin Suplai PKNI #1

JARKONS Medan, Super PM Medan, PKN Kepri, KIPAS - Bengkulu,PKN Lampung, PKN Bogor, Rumah Cemara Bandung, Hak Azazi Sukabumi,

FORKON Jakarta, MMC Jakarta, EJA Surabaya, KOPENHAM Mojokoerto, IKON Bali,PKN PROP KALSEL, PKN Makasar, PKN Sulut, dan AKSI NTB.