BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS … Back SKDR 2016 Final.pdf · segera turun ke...
-
Upload
duongnguyet -
Category
Documents
-
view
307 -
download
18
Transcript of BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS … Back SKDR 2016 Final.pdf · segera turun ke...
BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Minggu Epidemiologi Ke-52 Tahun 2016 (Data Sampai Dengan 6 Januari 2017) Website: skdr.surveilans.org Dikeluarkan oleh: Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen Pencegahan & Pengendalian Penyakit
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Buletin SKDR Minggu ke-52 ini adalah gambaran kinerja kumulatif SKDR di Indonesia menurut propinsi sejak minggu 1 sampai minggu ke-52 tahun 2016. Buletin ini ditujukan sebagai feedback atau umpan balik kinerja SKDR bagi seluruh Dinas Kesehatan Provinsi. SKDR adalah salah satu program di Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang masuk sebagai salah satu indikator Renstra Kementerian Kesehatan. Target indikator sinyal kewaspadaan dini yang direspons pada tahun 2016 adalah sebesar 70%, namun secara nasional target ini tahun 2016 belum tercapai tetapi dari 34 propinsi ada 14 propinsi yang mencapai target yaitu: Aceh, Bali, Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta, Gorontalo, Jakarta, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, NTB, Riau, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan.
Gambar 1: Prosentase Alert Yang Direspons dalam SKDR Tahun 2016
Sebagaimana tercantum dalam Pedoman Sistem Kewaspadaan dan Respon, tujuan dari SKDR adalah:
Menyelenggarakan Deteksi Dini KLB bagi penyakit menular.
Stimulasi dalam melakukan pengendalian KLB penyakit menular.
Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB.
Memonitor kecenderungan penyakit menular. Menilai dampak program pengendalian penyakit
Tahun 2016, secara nasional kelengkapan laporan SKDR sebesar 78% dan ketepatan laporan sebesar 66%. Informasi kelengkapan dan ketepatan laporan memiliki arti yang penting dalam surveilans maupun SKDR. Dalam SKDR kelengkapan laporan memiliki arti seberapa besar/ banyak sebuah sistem dapat menangkap alert (signal kewaspadaan). Semakin tinggi kelengkapan laporan maka akan semakin
banyak alert yang ditangkap oleh sistem. Ketepatan laporan memiliki arti seberapa cepat alert diketahui oleh kabupaten, propinsi maupun pusat. Semakin tinggi ketepatan laporan maka semakin cepat kabupaten, propinsi atau pusat mengetahui adanya alert sehingga semakin cepat pula alert diverifikasi maupun direspons. Namun kenyataannya tidak ada korelasi antara ketepatan laporan dengan kecepatan alert direspons. Misal satu propinsi memiliki kelengkapan dan ketepatan laporan sebesar 80% dan menangkap alert sebesar 70 tetapi tidak serta merta kabupaten melakukan verifikasi alert yang muncul dalam sistemnya pada hari itu. Mungkin besok atau lusa kabupaten baru melakukan verifikasi. Ada juga kabupaten yang sama sekali tidak melakukan verifikasi terhadap alert yang muncul.
Gambar 2: Prosentase Kelengkapan Dan Ketepatan Laporan SKDR Tahun 2016
Sesungguhnya verifikasi alert bermanfaat dalam SKDR. Pertama apabila alert yang muncul tersebut datanya tidak benar atau tidak valid maka kabupaten/kota dapat melakukan verifikasi ke puskesmas dan memperbaiki datanya sehingga kebenaran data di SKDR dapat terjamin. Kedua apabila alert yang muncul dan datanya benar maka kabupaten/kota dapat segera melakukan assessment dan segera turun ke lapangan untuk penyelidikan epidemiologi apabila diperlukan. Tabel 1: Jumlah Alert Kumulatif Minggu 1-52 Thn 2016
Ya Belum Ya Tidak Ya Tidak
Acute Flacid Paralysis (AFP) 406 253 153 34 372 203 203
Gigitan Hewan Penular Rabies 15076 10189 4887 147 14929 8985 6091
Kluster Penyakit yang tidak lazim 591 279 312 5 586 154 437
Malaria Konfirmasi 9412 4046 5366 17 9395 2848 6564
Suspek Antrax 76 67 9 12 64 49 27
Suspek Campak 20207 11655 8552 307 19900 9780 10427
Suspek Difteri 360 182 178 50 310 144 216
Suspek Flu Burung Pada Manusia 184 96 88 1 183 74 110
Suspek HFMD 4158 2598 1560 20 4138 2111 2047
Suspek Kolera 79 35 44 2 77 24 55
Suspek Leptospirosis 1322 643 679 9 1313 369 953
Suspek Meningitis/Encephalitis 13 10 3 13 4 9
Suspek Tetanus 343 177 166 8 335 135 208
Suspek Tetanus Neonatorum 124 75 49 11 113 37 87
Grand Total 52351 30305 22046 623 51728 24917 27434
Status Verifikasi KLB Respons <24 jam
Penyakit
Total
Alert
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Secara nasional alert kumulatif minggu 1-52 tahun 2016, berdasarkan data yang diverifikasi oleh kabupaten/kota, dari 52.351 alert yang ada, sebanyak 623 alert adalah KLB. Tabel 2: Jumlah Alert Terverifikasi Sebagai KLB
PENYAKIT Jumlah Alert
Jumlah Kasus
Acute Flacid Paralysis (AFP) 34 34 Gigitan Hewan Penular Rabies 147 287 Kluster Penyakit yang tidak lazim 5 92 Malaria Konfirmasi 17 357
Suspek Antrax 12 88 Suspek Campak 307 2171 Suspek Difteri 50 64 Suspek Flu Burung Pada Manusia 1 3 Suspek HFMD 20 65 Suspek Leptospirosis 9 24 Suspek Tetanus 8 9
Suspek Tetanus Neonatorum 11 11 Jumlah 623 3207
Dalam SKDR, sebagian besar jenis penyakit merupakan suspek kecuali malaria yang statusnya sudah konfirmasi (baik secara RDT maupun mikroskopis). Oleh karena itu perlu laboratorium yang berperan sebagai laboratorium surveilans yang mendukung SKDR ini di setiap kabupaten atau propinsi atau regional yang ditunjuk. Untuk penyakit tertentu tidak semua kasus harus diperiksa sampelnya oleh laboratorium tetapi saat diperlukan saja misalnya apabila muncul alert atau ada peningkatan kasus yang bermakna. Tetapi ada juga penyakit tertentu yang harus dikonfirmasi setiap kasusnya misalnya setiap kasus AFP dibuktikan apakah desebabkan oleh virus polio atau bukan. Oleh karena itu seluruh kasus AFP yang dilaporkan harus diambil sampelnya dan diperiksa ke laboratorium rujukan nasional yang ditunjuk. Tabel 3: Jumlah Alert Direspon Menurut Provinsi Tahun 2016
PROVINSI KLB Respon <24 jam Jumlah Alert Direspon
ACEH 29 495 939
BALI 2 2917 2929
BANGKA BELITUNG 15 281 360
BANTEN 18 475 488
BENGKULU 8 274 327
DI YOGYAKARTA 6 1543 1551
GORONTALO 21 409 453
JAKARTA 20 1557 1889
JAMBI 29 984 1035
JAWA BARAT 55 1453 1983
JAWA TENGAH 21 661 1103
JAWA TIMUR 60 581 833
KALIMANTAN BARAT 65 611 791
KALIMANTAN SELATAN 10 355 435
KALIMANTAN TENGAH 3 671 741
KALIMANTAN TIMUR 12 549 747
KALIMANTAN UTARA 7 182 183
KEPULAUAN RIAU 2 316 363
LAMPUNG 18 1067 1197
MALUKU 3 113 129
MALUKU UTARA 1 66 88
NUSA TENGGARA BARAT 3 413 512
NUSA TENGGARA TIMUR 9 727 1206
PAPUA 3 278 365
PAPUA BARAT 5
RIAU 29 1702 1771
SULAWESI BARAT 57 167
SULAWESI SELATAN 19 1187 1368
SULAWESI TENGAH 66 611 811
SULAWESI TENGGARA 3 193 261
SULAWESI UTARA 48 1001 1219
SUMATERA BARAT 19 1324 1628
SUMATERA SELATAN 11 1482 1763
SUMATERA UTARA 8 377 665
Jumlah 623 24912 30305
Tabel 4: Frekuensi KLB dalam SKDR Thn 2016
Provinsi/ Penyakit Frek KLB
ACEH
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 26
Suspek Difteri 1
Suspek Tetanus Neonatorum 1
BALI
Gigitan Hewan Penular Rabies 1
Suspek Campak 1
BANGKA BELITUNG
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 14
BANTEN
Kluster Penyakit yang tidak lazim 3
Malaria Konfirmasi 2
Suspek Campak 9
Suspek Difteri 1
Suspek Leptospirosis 1
Suspek Tetanus 1
Suspek Tetanus Neonatorum 1
BENGKULU
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Malaria Konfirmasi 2
Suspek Campak 4
Suspek Difteri 1
DI YOGYAKARTA
Suspek Campak 5
Suspek HFMD 1
GORONTALO
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 1
Suspek Antrax 11
Suspek Campak 2
Suspek Difteri 1
Suspek HFMD 5
JAKARTA
Suspek Campak 17
Suspek Difteri 2
Suspek HFMD 1
JAMBI
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 6
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 18
Suspek HFMD 2
Suspek Tetanus 1
JAWA BARAT
Acute Flacid Paralysis (AFP) 5
Suspek Campak 33
Suspek Difteri 14
Suspek HFMD 1
Suspek Kolera 1
Suspek Tetanus 1
JAWA TENGAH
Acute Flacid Paralysis (AFP) 3
Suspek Campak 14
Suspek HFMD 1
Suspek Leptospirosis 3
JAWA TIMUR
Acute Flacid Paralysis (AFP) 8
Suspek Campak 31
Suspek Difteri 17
Suspek Tetanus 1
Suspek Tetanus Neonatorum 3
KALIMANTAN BARAT
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 41
Suspek Campak 16
Suspek Difteri 1
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Provinsi/ Penyakit Frek KLB
Suspek HFMD 1
Suspek Tetanus Neonatorum 5
KALIMANTAN SELATAN
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 1
Suspek Campak 6
Suspek Difteri 2
KALIMANTAN TENGAH
Gigitan Hewan Penular Rabies 2
Suspek Campak 1
KALIMANTAN TIMUR
Acute Flacid Paralysis (AFP) 4
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 3
Suspek Difteri 1
Suspek HFMD 2
Suspek Tetanus Neonatorum 1
KALIMANTAN UTARA
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Suspek Campak 6
KEPULAUAN RIAU
Suspek Campak 2
LAMPUNG
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 1
Suspek Campak 15
Suspek Tetanus 1
MALUKU
Gigitan Hewan Penular Rabies 3
MALUKU UTARA
Malaria Konfirmasi 1
NUSA TENGGARA BARAT
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 1
NUSA TENGGARA TIMUR
Gigitan Hewan Penular Rabies 6
Malaria Konfirmasi 2
Suspek Campak 1
PAPUA
Malaria Konfirmasi 3
RIAU
Acute Flacid Paralysis (AFP) 2
Gigitan Hewan Penular Rabies 3
Suspek Campak 18
Suspek Difteri 5
Suspek Tetanus 1
SULAWESI SELATAN
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 6
Suspek Antrax 1
Suspek Campak 7
Suspek Difteri 1
Suspek Flu Burung Pada Manusia 1
Suspek HFMD 2
SULAWESI TENGAH
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 39
Kluster Penyakit yang tidak lazim 2
Suspek Campak 21
Suspek Difteri 1
Suspek HFMD 1
Suspek Kolera 1
SULAWESI TENGGARA
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 2
SULAWESI UTARA
Gigitan Hewan Penular Rabies 28
Suspek Campak 12
Suspek Difteri 1
Provinsi/ Penyakit Frek KLB
Suspek HFMD 1
Suspek Leptospirosis 5
Suspek Tetanus 1
SUMATERA BARAT
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 2
Suspek Campak 15
Suspek Difteri 1
SUMATERA SELATAN
Gigitan Hewan Penular Rabies 2
Suspek Campak 6
Suspek HFMD 2
Suspek Tetanus 1
SUMATERA UTARA 8
Acute Flacid Paralysis (AFP) 1
Gigitan Hewan Penular Rabies 5
Malaria Konfirmasi 1
Suspek Campak 1
Berikut ini adalah tren penyakit tingkat nasional berdasarkan kelompok penyakitnya.
Gambar 3: Tren Kelompok Penyakit PD3I Minggu 1-52 2016
Gambar 4: Tren Kelompok Penyakit Gangguan Pencernaan Minggu 1-52 2016
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Gambar 5: Tren Kelompok Penyakit Gangguan Pernafasan Minggu 1-52 2016
Gambar 6: Tren Kelompok Penyakit Zoonosis Minggu 1-52 2016
Gambar 7: Tren Kelompok Penyakit Tular Vektor Minggu 1-52 2016
Diare Akut: Tahun 2016, insiden diare tertinggi di Provinsi Papua Barat. Walaupun insiden diare tinggi di Papua Barat tetapi tidak ada laporan adanya KLB Diare sepanjang tahun 2016. Berbeda dengan Propinsi Papua walaupun insiden diare lebih rendah tetapi pernah dilaporkan adanya KLB Diare di Kabupaten Keerom.
Gambar 8: Peta Insiden Diare Akut Tahun 2016
Gambar 9
Malaria konfirmasi: Secara nasional insiden tertinggi malaria berada di Propinsi Papua dan Papua Barat kemudian diikuti oleh NTT dan Maluku. Tren 3 minggu ke belakang menunjukkan penurunan kasus. Gambar 10: Peta Insiden Malaria Konfirmasi Tahun 2016
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Suspek Demam Dengue: Tahun 2016 propinsi dengan insiden tertinggi adalah jambi, D.I. Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua Barat. Secara nasional sejak minggu ke-9 sampai dengan minggu 52 tren menurun tetapi awal tahun sampai minggu ke-9 (Januari-Februari) tren meningkat. Gambar 11: Peta Insiden Suspek Demam Dengue Tahun 2016
Suspek Pneumonia: Secara nasional tahun 2016, insiden tertinggi berada di Provinsi Papua sedangkan tren pneumonia secara nasional stabil. Gambar 12: Peta Insiden Pneumonia Tahun 2016
Suspek Disentri: insiden tertinggi di Papua Barat sedangkan tren secara nasional relatif stabil. Gambar 13: Peta Insiden Disentri Tahun 2016
Suspek Demam Tifoid: insiden tertinggi di Papua dan Papua Barat, sedangkan tren secara nasional menunjukan sedikit penurunan dibanding minggu ke-51.
Gambar 14: Peta Insiden Demam Tifoid Tahun 2016
Jaundis Akut: Tahun 2016, Jumlah kasus terbanyak sebagian besar berada di Pulau Jawa yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa penyakit yang dapat masuk ke dalam jaundis akut adalah suspek hepatitis. Jadi apabila ada peningkatan kasus jaundis akut maka dapat berindikasi adanya peningkatan kasus suspek hepatitis.
Gambar 15: Peta Kasus Jaundis Akut Tahun 2016
Suspek Chikungunya: Jumlah kasus tertinggi berada di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Papua. Tren 2016, secara nasional menurun.
Gambar 16: Peta Kasus Suspek Chikungunya Tahun 2016
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Suspek Flu Burung: Jumlah kasus suspek FB pada manusia dilaporkan di beberapa propinsi tetapi kasus tertinggi dilaporkan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Suspek Flu Burung pada manusia adalah kasus ILI yang memiliki riwayat kontak dengan unggas atau produk unggas. Dari 54 alert Suspek Flu Burung pada manusia yang telah diverifikasi ternyata hanya 1 alert benar (data minggu ke-13) yaitu berasal dari Puskesmas Empagae, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu 3 kasus suspek flu burung pada manusia, dengan gejala demam, batuk, dan pilek dan punya riwayat kontak dengan unggas peliharaan yang mati mendadak.
Gambar 17: Peta Kasus Suspek Flu Burung Pada Manusia Tahun 2016
Suspek Campak: Insiden suspek campak rata-rata tertinggi berada di Pulau Jawa khususnya di Propinsi Jawa Barat. Secara nasional tahun 2016, suspek campak menunjukan tren meningkat. Dalam SKDR propinsi yang terindikasi KLB Campak dengan frekuensi tertinggi adalah Jawa Barat (33 kali) dan Jawa Timur (31 kali). Campak merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Efikasi vaksin campak adalah sebesar 85%. Artinya bila cakupan imunisasi campak mencapai 100% maka masih ada potensi 15% sasaran yang tidak memiliki kekebalan walaupun sudah mendapat imunisasi campak. Dalam jangka waktu 5 tahun maka akumulasi anak balita yang tidak memiliki kekebalan terhadap campak akan bertambah banyak ditambah dengan jumlah sasaran pada tahun kelima. Oleh karena itu maka setiap 5 tahun sekali di setiap daerah perlu melakukan crash program campak. Untuk itu setiap kabupaten perlu merencakan waktu pelaksanaan crash program campak dan kebutuhan vaksin serta biaya operasionalnya.
Gambar 18: Peta Insiden Suspek Campak Tahun 2016
Tabel 5: Cakupan Imunisasi Campak Tahun 2014-2016
PROPINSI 2016 2015 2014 ACEH 29,1 69,6 82,8 SUMATERA UTARA 47,4 90,1 92,5
SUMATERA BARAT 44,1 77,8 82,6 RIAU 33,4 80,9 87,1 JAMBI 52,7 102,5 97,6
SUMATERA SELATAN 36,5 101,4 95,0 BENGKULU 57,3 87,3 91,1
LAMPUNG 46,2 100,2 102,4 DKI JAKARTA 59,3 98,9 99,2 JAWA BARAT 50,9 98,2 105,7
JAWA TENGAH 68,7 100,5 98,0 DI YOGYAKARTA 72,1 97,4 78,5
JAWA TIMUR 70,5 97,0 99,9 KALIMANTAN BARAT 46,3 83,3 88,3 KALIMANTAN TENGAH 20,4 77,2 90,0
KALIMANTAN SELATAN 45,1 82,2 69,5 KALIMANTAN TIMUR 45,3 91,7 83,5
SULAWESI UTARA 32,0 85,4 84,5 SULAWESI TENGAH 37,8 78,4 85,2 SULAWESI SELATAN 71,8 88,9 93,4
SULAWESI TENGGARA 37,1 82,1 78,1 BALI 79,2 99,4 97,6
NUSA TENGGARA BARAT 58,1 102,1 101,0 NUSA TENGGARA TIMUR 18,7 75,2 69,2 MALUKU 44,4 82,6 84,7
PAPUA 10,2 62,4 61,0 BANTEN 54,4 89,0 93,9
MALUKU UTARA 22,8 73,8 78,7 GORONTALO 39,6 91,2 89,0 BANGKA BELITUNG 38,5 99,2 92,4
PAPUA BARAT 9,8 73,7 70,2 KEPULAUAN RIAU 38,7 88,9 102,8 SULAWESI BARAT 41,4 77,8 83,7
KALIMANTAN UTARA 30,1 75,0 INDONESIA 51,9 92,3 94,7
Sumber: Subdit Imunisasi
Suspek Difteri: Tahun 2016, data SKDR menunjukkan adanya laporan suspek difteri dari puskesmas. Dari 155 alert yang telah diverifikasi, hanya 49 alert (31,6%) adalah benar suspek difteri. Sebagian besar alert muncul di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Riau.
Gambar 19: Peta Kasus Suspek Difteri Tahun 2016
Tabel 6: Hasil Verifikasi Alert Suspek Difteri Thn 2016
PROVINSI Hasil Verifikasi Alert
Benar Susp. Difteri Bukan Sup. difteri
ACEH 1 3
BANTEN 1
BENGKULU 1 1
DI YOGYAKARTA 1
GORONTALO 1
JAKARTA 2 6
JAWA BARAT 14 11
JAWA TENGAH 1
JAWA TIMUR 17 51
KALIMANTAN BARAT 1
KALIMANTAN SELATAN 2
KALIMANTAN TENGAH 2
KALIMANTAN TIMUR 1 3
LAMPUNG 2
NUSA TENGGARA BARAT 1
PAPUA 3
RIAU 5 8
SULAWESI SELATAN 3
SULAWESI TENGAH 1
SULAWESI UTARA 1
SUMATERA BARAT 1 6
SUMATERA SELATAN 2
SUMATERA UTARA 2
JUMLAH 49 106
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Gambar 20: KLB Difteri Tahun 2016
Sumber: Event Based Surveillance
Tabel 7: Cakupan Imunisasi DPT-HB-Hib Tahun 2016
PROPINSI BAYI BATITA
DPT-HB-Hib (1) DPT-HB-Hib (2) DPT-HB-Hib (3) DPT-HB-Hib
ACEH 70,2 72,2 68,1 16
SUMATERA UTARA 74,0 71,9 71,3 51
SUMATERA BARAT 84,9 83,5 82,2 45
RIAU 79,2 77,8 77,1 29
JAMBI 100,4 99,8 100,0 58
SUMSEL 98,9 100,2 97,4 39
BENGKULU 90,3 105,9 87,4 64
LAMPUNG 90,3 89,7 89,6 51
DKI JAKARTA 95,8 96,0 95,3 67
JAWA BARAT 97,9 96,3 95,6 53
JAWA TENGAH 98,4 98,6 98,2 79
DI YOGYAKARTA 101,2 99,6 98,7 77
JAWA TIMUR 95,9 95,2 93,8 81
KALBAR 84,5 82,6 80,8 47
KALTENG 76,7 74,1 71,6 27
KALSEL 81,2 80,3 78,9 42
KALTIM 93,7 93,1 92,0 58
SULAWESI UTARA 84,3 82,4 81,2 41
SULTENG 84,2 81,4 79,7 41
SULSEL 92,4 92,3 91,5 67
SULTRA 84,5 83,1 80,9 43
BALI 99,8 97,3 97,3 84
NTB 97,8 97,7 97,1 64
NTT 51,4 49,2 47,5 19
MALUKU 72,0 69,6 66,2 43
PAPUA 37,5 34,5 32,5 8
BANTEN 93,9 90,8 89,7 56
MALUKU UTARA 66,2 65,5 64,5 26
GORONTALO 80,0 77,3 77,6 47
BANGKA BELITUNG 90,5 89,3 88,4 49
PAPUA BARAT 59,6 49,3 45,4 12
KEPULAUAN RIAU 76,0 75,5 74,3 46
SULAWESI BARAT 68,9 67,5 65,3 42
KALTARA 64,8 60,5 58,0 39
INDONESIA 89,4 88,4 87,1 56
Sumber: Subdit Surveilans
Suspek Pertusis: Jumlah kasus tertinggi dilaporkan oleh Bengkulu dan Jawa Barat. Berikut ini adalah daftar puskesmas yang melaporkan kasus pertusis.
Gambar 21: Peta Kasus Suspek Pertusis Tahun 2016
AFP (Accute Flaccyd Paralysis) : merupakan kasus lumpuh layuh mendadak pada anak usia <= 15 tahun yang disebabkan bukan karena ruda paksa. Tujuan dari penemuan kasus AFP adalah untuk membuktikan apakah kelumpuhan tersebut disebabkan oleh virus polio atau bukan. Angka penemuan kasus AFP ini minimal 2/100.000 populasi anak usia <= 15 tahun. Semakin tinggi angka penemuan kasus AFP maka semakin baik sistem surveilansnya. Jumlah penemuan kasus AFP terbanyak di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Dari 473 alert AFP sebanyak 47% adalah benar AFP.
Gambar 22: Peta Kasus AFP Tahun 2016
Tabel 8: Hasil Verifikasi Alert AFP Tahun 2016
PROPINSI Hasil Verifikasi
Tdk Benar Total
ACEH 3 8 11
BALI 1 1
BANGKA BELITUNG 1 1 2
BANTEN 20 10 30
BENGKULU 15 1 16
DI YOGYAKARTA 2 6 8
GORONTALO 2 7 9
JAKARTA 2 2
JAMBI 1 12 13
JAWA BARAT 60 26 86
JAWA TENGAH 31 17 48
JAWA TIMUR 48 26 74
KALIMANTAN BARAT 1 1
KALIMANTAN SELATAN 6 1 7
KALIMANTAN TENGAH 2 2
KALIMANTAN TIMUR 1 7 8
KALIMANTAN UTARA 1 1
KEPULAUAN RIAU 1 1
LAMPUNG 4 16 20
MALUKU 6 6
MALUKU UTARA 1 1
NUSA TENGGARA BARAT 1 11 12
NUSA TENGGARA TIMUR 8 8
PAPUA 1 1 2
PAPUA BARAT 1 1
RIAU 11 11
SULAWESI SELATAN 2 6 8
SULAWESI TENGAH 5 7 12
SULAWESI TENGGARA 4 3 7
SULAWESI UTARA 6 3 9
SUMATERA BARAT 7 12 19
SUMATERA SELATAN 5 17 22
SUMATERA UTARA 9 6 15
Total 251 222 473
GHPR (Gigitan Hewan Penular Rabies): adalah salah satu faktor risiko munculnya kasus rabies pada manusia. Semakin tinggi jumlah kasus GHPR di wilayah maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya kasus rabies apalagi suatu daerah tersebut adalah wilayah tertular rabies pada hewan. Secara nasional jumlah kasus GHPR tertinggi ada di Provinsi Bali, setiap minggu rata-rata kasus GHPR antara 300-400 gigitan.
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Gambar 23: Peta Kasus GHPR Tahun 2016
Suspek Anthrax: anthrax adalah salah satu penyakit zoonosis pada hewan yang dapat menular ke manusia. Manusia dapat tertular anthrax melalui kontak langsung dengan hewan yang menderita anthrax misal kontak saat menyembelih, membersihkan maupun mengolah dan mengkonsumsi daging tersebut. Manusia juga dapat tertular anthrax melalui lingkungan yang mengandung spora anthrax. Tahun 2016, SKDR menangkap beberapa kasus suspek anthrax yang dilaporkan oleh puskesmas. Tahun 2016, KLB klinis anthrax dilaporkan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan sebanyak 10 orang pada bulan Maret, di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolanago dengan jumlah kasus sebanyak 52 orang pada bulan April-Mei.
Gambar 24: Peta Kasus Suspek Antraks Tahun 2016
Gambar 25: Peta KLB Anthrax Tahun 2016
Suspek Leptospirosis: Kasus tertinggi di Jawa Barat dan Jawa Tengah sedangkan secara nasional tren leptospirosis meningkat dibandingkan minggu ke-51. Hanya sebagaian kecil saja kasus diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Berikut ini adalah daftar puskesmas yang melaporkan adanya suspek leptospirosis.
Gambar 26: Peta Kasus Suspek Leptospirosis Tahun 2016
Suspek Kolera: dilaporkan ada di Papua dengan jumlah 3 kasus berasal dari Puskesmas Dawai, Kecamatan Yapen Timur, Kabupaten Yapen dan statusnya belum diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten.
Gambar 27: Peta Kasus Suspek Kolera Tahun 2016
Klaster penyakit tdk diketahui: tertinggi dilaporkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang seluruhnya belum diverifikasi oleh kabupaten.
Gambar 28: Peta Kasus Klaster Penyakit Tdk Diketahui Tahun 2016
Meningitis/Encephalitis: Kasus tertinggi dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah.
POSKO KLB/SKDR PUSAT Sub Direktorat Surveilans
Telp. 62-21-4265974, Fax. 62-21-42802669 Email : [email protected]; [email protected]
Gambar 29: Peta Kasus Suspek Meningitis/ Encephalitis Tahun 2016
Suspek TN: Kasus tertinggi dilaporkan berasal dari provinsi Jawa Barat
Gambar 30: Peta Kasus Suspek TN Tahun 2016
Suspek Tetanus: Kasus tertinggi dilaporkan berasal dari provinsi Jawa Timur
Gambar 31: Peta Kasus Suspek Tetanus Tahun 2016
ILI: insiden tertinggi Papua Barat dan Jawa Tengah.
Gambar 32: Peta Insiden ILI Tahun 2016
HFMD: insiden tertinggi di Aceh, Kalimantan Selatan.
Gambar 33: Peta Insiden HFMD Tahun 2016
Rekomendasi: 1. Verifikasi alert lebih dioptimalkan oleh kabupaten/kota
karena angka nasional masih dibawah target. 2. Provinsi maupun kabupaten/kota wajib melihat dan
melakukan verifikasi setiap hari terhadap kasus. 3. Dalam melakukan verifikasi dan respon perlu
meningkatkan koordinasi dan peran dari lintas program maupun lintas sektor yang ada di setiap tingkat.
4. Verifikasi penyakit zoonotik dan PD3I lebih diprioritaskan.
Kesimpulan: Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons sudah cukup baik untuk menangkap sinyal kewaspadaan dari pukesmas namun kabupaten/kota perlu meningkatkan lagi upaya verifikasi atau respons terhadap sinyal yang muncul dalam SKDR.
(Analisa: oleh Edy Purwanto, SKM, M.Kes)
-o0o-