Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

26
BULLETIN SAYYIDUL AYYAM | EDISI KE-3 | JANUARI 1

description

 

Transcript of Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

Page 1: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 1

Page 2: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

2 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Daftar Isi

Daftar Isi........................................................................2Salam Redaksi...............................................................3

Hot Topic Perjalanan Politik dan Penegakan Hukum Pasca Reformasi di Indonesia..................................................4

Fokus Hebatnya Indonesia dalam Berdemokrasi........8

Sosok Raja Jawa Tanpa Mahkota................................12

Dialog Kita dan Pluralisme............................................16

Puisi Anak Zaman........................................................19

Renungan Masih Perlukah Perayaan Itu?..........................20

English For Fun (EFF) Mental Patient...................................................23

Perspektif Pemimpin dalam Ilustri Kata............................24

Penanggung JawabAfif Husen, Lc.

Kontributor/PenyuntingRendika Agustianto

Kontributor/PenyuntingNadia Abdurrahman

Design/LayoutFadhlurrahman Armi, Lc.

Page 3: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

Alhamdulillah. Puji syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Shalawat kepada Nabi Muhammad Shallal-lahu alaihi wa sallam.

Telah terbit Buletin bulanan Sayyidul Ayyam PPI Maroko Edisi ke Tiga Bulan Januari ini, dengan segala kekuran-gannya. Kami dari pihak redaksi sangat berterima kasih kepada para penulis dan kontributor. Yang telah bersedia menyumbangkan ide dan gagasannya untuk dipublikasikan di buletin ini.

Pihak redaksi pun terus berusaha memperbaiki kin-erjanya agar dapat menyajikan hidangan bacaan yang lebih bermutu dan berkualitas kepada para pembaca yang budiman

Pada akhirnya, kami harapkan saran dan kritik dari se-mua pihak. Silahkan menghubungi pihak redaksi yang merupakan bagian dari Departemen Media Informasi PPI Maroko 2014/2015.

Terima kasih dan selamat membaca.Semoga bermanfaat.

Redaksi

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 3

Salam Redaksi

Page 4: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

hot topic

4 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Perjalanan Politik dan Penegakan Hukum Pasca Reformasi di IndonesiaTuntutan reformasi yang dimotori para mahasiswa pada tahun 1998 akibat terjadinya krisis di bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial telah memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya pada bulan Mei 1998 dan digan-tikan oleh BJ. Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden RI.

Tujuan reformasi yang paling utama adalah tercapainya kehidupan masyarakat Indo-nesia yang lebih baik atas dasar dan nilai-nilai demokrasi, keadilan sosial dan hukum, perbaikan ekonomi dan kesejahteraan yang merata bagi rakyat Indonesia. Namun, perkembangan politik pasca reformasi dan penegakan hukum yang sering disebut sebagai panglima negara apakah telah sesuai atau masih jauh dari harapan masyarakat.

Sidang paripurna Majelis Permusya-waratan Rakyat (MPR) menetap-kan Zulkifli Hasan sebagai Ketua MPR terpilih peri-ode 2014-2019

www.aktualpost.com

Page 5: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 5

Politik Indonesia Pasca Reformasi Dibandingkan dua masa se-belumnya, orde lama dan orde baru, kehidupan politik Indonesia pasca reformasi berjalan mengarah kepada hal yang lebih baik. Manisnya buah dari demokrasi mulai terasa di berba-gai bidang. Khusus bidang politik dan ketatanegaraan gerakan reformasi di Indo-nesia telah m e n c a p a i beberapa p r e s t a s i besar. Prof. DR. Budi Winarno, MA dalam bukunya yang berjudul Sistem Politik Indonesia Era Reformasi menyebutkan beberapa prestasi bidang politik pasca refor-masi antara lain, perubahan dalam pemilihan umum (Pemilu) yang lebih demokratis setelah gerakan refor-masi dan jatuhnya rezim Soeharto, yaitu pada pemilu 1999. Ketika pada masa orde baru, pemilu hanya di-jadikan alat legitimasi kekuasaan Soeharto. Namun, pada pemilu 1999 partisipasi poli-tik diberikan ruang yang lebih luas. Par-tisipasi masyararakat juga tinggi untuk me-milih partai politik dan wakil-wakil yang akan menduduki jabatan-jabatan publik tanpa adanya intervensi.

Reformasi di bidang politik juga terasa dengan adanya amandemen UUD 1945 pada tahun 2002 yang menegaskan bah-wa presiden dan wakil presiden tidak

lagi dipilih MPR, tapi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Seba-gai realisasi dari amandemen UUD 45 tersebut, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden pertama RI pilihan langsung rakyat Indonesia. Menjadi bagian realisasi amandemen UUD 45, presiden han-ya dapat dijatuhkan oleh parlemen

jika terbukti dapat melakukan

p e l -ang-g a -r a n h u -

k u m . Diband-

ingkan den-gan masa sebelumnya

walaupun presiden merupakan mandataris MPR, tetapi pada keny-ataanya MPR tidak mempunyai kekuatan signifikan untuk meminta pertanggungjawaban presiden.

Reformasi di bidang politik juga menyentuh sistem kepartaian di Indonesia dengan menganut sis-

tem multi partai dan keterbukaan peluang lebih luas bagi partai-partai tersebut untuk berkembang dan menyentuh grass roots rakyat Indo-nesia. Berbeda dengan pada masa

orde baru, dimana partai politik di-batasi upayanya untuk berkembang dan melaksanakan fungsi-fungsinya secara maksimal dalam sistem poli-tik demokrasi. Sungguhpun sistem multi partai bukan hal baru dalam perjalanan perpolitikan Indonesia, namun tuntutan reformasi seakan menghendaki Indonesia tetap men-ganut sistem multi partai, setidaknya untuk beberapa dekade ke depan.

Di antara perubahan positif yang lain sebagai buah dari reforma-si adalah pada otoritas penyelengga-raan pemerintah daerah. Dengan la-hirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Penyelenggara Daerah memiliki wewenang lebih luas dalam menentukan perbaikan dan pemban-gunan daerah serta dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah. Berbeda dengan yang terjadi sebe-lumnya di masa orde baru, dimana pemerintah daerah hanya diberi pelu-ang untuk mendapatkan pendapatan dari pajak daerah yang kecil, semen-

tara pendapatan daerah yang be-sar dikuasai pusat sehingga mereka merasa dicurangi.

P e n e g a k a n Hukum Pasca Reformasi

U m u r gerakan refor-masi hingga saat ini hampir meny-

entuh 2 dekade, namun melihat upaya penegakan hukum oleh para penegak hukum seperti jauh pang-gang dari api. Cita-cita reformasi untuk menjadikan hukum sebagai

Page 6: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

6 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

panglima atau memposisikannya di tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga saat ini sangat belum maksimal. Suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hu-kum yang stagnan. Kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya sering kali diskriminatif, atau biasa yang kita dengar dengan istilah ta-jam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupa-kan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di neg-eri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu men-jerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat.

Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas yang da-pat memberi keadilan bagi rakyat, tetapi juga diperm-ainkan layaknya barang dagangan. Meski suara anak bangsa ini sudah serak meneriak-kan penegakan hukum, namun hasilnya tetap saja mengecewa-kan. Hukum yang seharusnya men-jadi alat pemba-haru masyarakat, telah menjelma menjadi semacam mesin pembunuh karena disokong oleh perangkat hukum yang morat marit termasuk interpretasi hu-

kum yang dangkal. Lembaga per-adilan sebagai benteng keadi-lan lebih mirip ‘lokalisasi’ yang dihuni oleh para ‘pelacur hukum’.Meskipun harapan realisasi penega-kan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan, namun sesungguhnya perjalanan reformasi hukum baru mulai menjumpai titik terang saat Pemilu 2004 menghasilkan pemer-intahan yang legitimate dimana presiden dan wakil presiden untuk pertama kalinya dipilih langsung oleh rakyat. Kehadiran komisi-komisi pembantu negara memberi gam-baran bahwa ada agenda kuat dalam mewujudkan reformasi hukum.

Beberapa komisi pembantu negara yang dimaksudkan dapat memberi secercah harapan bagi tere-alisasinya penegakan hukum adalah lahirnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Penyiaran Independen (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pem-berantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman Nasion-al (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Pengawas Persain-

gan Usaha (KPPU), dan Komisi Na-sional Perlindungan Anak (KOMNAS Anak) menunjukkan adanya pemba-

ruan dalam praktek ketatanegaraan.

Titik Catatan Politik dan Penegakan Hukum Pasca Reformasi

Perjalanan politik pasca reformasi selanjutnya bukan tanpa cela. Prof. DR. Budi Winarno, MA kembali memberi catatan sejumlah keburukan yang terjadi dalam per-jalanan perpolitikan Indonesia pasca reformasi antara lain, pertama; Refor-masi terkesan hanya terjadi pada ku-litnya saja. Hal ini terjadi karena refor-masi sistem politik hanya menyentuh pada dimensi struktur dan fungsi-fungsi politiknya saja (biasanya dalam bentuk konstitusi) tidak pada semangat kebudayaan yang meling-kupi pendirian sistem politik tersebut. Padahal konstitusi bukan hanya sek-edar dokumen-dokumen belaka mel-ainkan suatu komitmen, keberpiha-kan, dan makna-makna yang hidup dalam sepanjang perjalanan sejarah.Kedua; Ketiadaan talenta politik yang mengawal reformasi. Sebagai contoh, keberhasilan reformasi di Turki, sangat ditentukan oleh peran

kuat dan kecerdasan Mustafa Kemal. Namun, di Indonesia tal-enta seperti ini nampaknya tidak ada. Amien Rais yang sempat dianggap sebagai tokoh kunci dalam reformasi 1998, tidak masuk dalam struktur eksekutif. Keberadaannya dalam lem-baga seperti MPR membuatnya tidak mampu berbuat banyak untuk mengendalikan jalannya reformasi, karena agenda refor-masi justru sangat ditentukan oleh kapasitas eksekutif dan legislatif. Sementara di lemba-ga-lembaga eksekutif dan leg-

islatif tidak memiliki orang-orang yang diharapkan dapat mengawal reformasi, bahkan banyak diantara

Page 7: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 7

mereka adalah orang-orang pemeg-ang kekuasaan di era rezim orde baru yang sarat akan budaya KKN.Terkait penegakan hukum, meski-pun masyarakat Indonesia menaruh harapan besar setelah bergulirnya reformasi dengan lahirnya sejumlah komisi pembantu negara, namun banyak kalangan kerap mempertan-yakan efektifitasnya. Seperti disebut-kan oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD dalam makalahnya yang berjudul Ke-niscayaan Reformasi Hukum: Upaya Menjaga Jati Diri dan Martabat Bang-sa bahwa komisi-komisi pembantu negara belum memberikan dampak yang signifikan terhadap agenda reformasi di bidang hukum meski tidak boleh dikatakan tidak berperan.

Keprihatinan masyarakat belum beru-bah melihat realitas kepastian hukum masih ditegakkan melalui pendeka-tan undang-undang atau pendekatan legislatif, belum melalui penegakan hukum oleh pengadilan sebagai benteng terakhir masyarakat pencari keadilan. Hingga masa pemerinta-han sekarang ini, reformasi hukum belum dilaksanakan dengan sung-guh-sungguh. Terbukti, masih dilaku-kannya kebiasaan-kebiasaan lama melalui praktik korupsi undang-un-dang, tidak tuntasnya masalah pen-egakan hukum terhadap pelangga-ran HAM, dan terlebih kasus korupsi.

Oleh :

Subi Nur Isnaini , MA.

Mahasiswi Program DoktoralUniversitas Moulay Ismail , Meknes.

Dan Seorang Ibu

Page 8: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

Fokus

8 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

HEBATNYA INDONESIA DALAM BERDEMOKRASI

Masih ingat panasnya suhu politik menjelang pemilihan Presiden RI kemaren?Seperti apa wajah Demokrasi Indonesia ?

Saling hujat, saling adu argumen, saling berseteru, saling curiga ,saling..saling...dst. Apalagi di zaman internet , butuh informasi apa ya tinggal searching saja , me-nambah arus suasana berubah men-jadi status waspada . Yang dulunya teman sekarang berbalik menjadi lawan karena hanya berbeda pilhan. Yang bikin heran lagi, orang – orang yg dulunya apatis dengan politik , dari anak – anak sampai aki – aki, rame – rame ikut ambil bagian, walau cuman sekedar meramai-kan acara yg di gelar 5 tahunan itu. Yah. Begitu kira – kira rentetan ser-

emonial politik Indonesia. Walaupun di dengar agak ngeri, tapi realitanya mereka bertemanan lagi pasca haja-tan di tutup. Ini menujukan bahwa Du-nia Politik di Indonesia bisa di bilang apik. Sehingga pada proses pemili-han berlangsung suasana pun tetap kondusif sampai usai dan di umum-kannya Presiden terpilih secara sah.

Terus, Apasih rahasia kesuksesannya?

Sebagai negara yang pen-duduknya di dominasi umat islam. Di mana mengatur negara memakai

sistem demokrasi. Indonesia mampu memainkan peran politik dengan agama secara selaras berjalan ber-gandengan tanpa harus me-ngesa-mpingkan dan memisahkan keduan-ya ( skuler ). Hal ini yang di tegaskan Imam Syafi’i rahimahulloh dan di ko-mentari oleh Ibnu Aqil al – Hambali dalam kitabnya Al – funun.

“La siyasat illa ma waafaqa al-syar’u”. Artinya Tidak ada politik kecuali se-makna dengan Islam.

Karikatur Para Elite Partai, Politikus dan Pemimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 9: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 9

Politik adalah sebagai fasili-tator masyarakat untuk mendekat-kan kepada kasejahteraan dan menghindari dari kekisruhan. Meski-pun tidak ada ayat Qur’an ataupun hadits yg bericara mengenainya ( secara spesisik ,-pen ). Di samping se-bagai negara yang cukup bisa di jadikan panutan dalam berpolitik islami, Indonesia juga bisa mentat-biq-kan demokrasi sebagai asas politik bernegara. Karena sejatinya demokrasi itu adalah kemaslahatan. Kemaslatan yang bisa di rasakan oleh rakyat. Bukan sekedar menyu-arakan kebebasan. Sehingga men-

gartikan demokrasi adalah lawan dari otoriter. Maka pantas saja Pres-iden AS; Barack Obama : “ melalui pemilihan yang adil dan bebas ini, rakyat Indonesia sekali lagi telah menunjukan komitmen mereka ter-hadap demokrasi “

Karena sampai saat ini ban-yak negara – negara yang notabe-nya islam sebagai agama resmi belum mampu untuk merealisasikan demokrasi secara sempurna, den-gan berasaskan kekuatan rakyat ke-cuali Indonesia. Mesir, Irak, Suriah, Yaman, Afghanistan, Turkey ump-amanya. Adalah sebagian contoh riil dimana Islam dan Demokrasi tak bersahabat dalam sebuah negara . Sehingga menimbulkan konflik yang parah dan berkepanjangan.

Dari sini, timbul Fatwa sebagian ulama, Cendikiawan muslim secara tegas menolak Demokrasi dan men-gajak untuk kembali ke jalan Agama.

“Kesadaran adalah Matahari

Kesabaran adalah BumiKeberanian adalah

CakrawalaPerjuangan adalah pelaksana kata-kata”

Salah satu momen dalam sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

Page 10: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

10 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

sebab Agama sudah mengajarkan untuk bermusyawarah, ini sudah leb-ih dari cukup ketimbang Demokrasi yang hanya menimbulkan perpeca-han dan kehancuran, apapun ala-sanya. Sehingga barang siapa yang meninggalkan ini ( bermusyawarah ) dan lebih memilih demokrasi. Maka ia berdosa karena telah melakukan hal yang tidak di syari’atkan oleh agama.

Padahal, Musyawarah dalam islam itu adalah sebuah asas dan pedoman bukan konstitusi . Di mana musyawarah adalah anjuran islam dalam berpolitik yang masih umum tanpa adanya spesifikasi yang mengarah ke sebuah aturan.

Seperti apa wajah Demokrasi Indonesia? Demokrasi adalah sebuah aturan dalam berpolitik yang mengedepan-kan sistem pememilihan pemimpin, sebagai wakil rakyat dalam sebuah lingkungan untuk mengurusi per-soalan lingkungan tersebut atas kehendak rakyat. Dan rakyat ada-lah tuan rumah dalam sebuah ton-tonan pewayangan yang berjudul Demokrasi. Walau yang mengatur narasi perpolitikan adalah dalang yang mereka pilih, tapi tetap kendali ada pada kekuasaan rakyat. Sehing-ga ketika ada kebijakan pemimpin yang tidak sesuai dengan rakyat, konsekuensinya adalah ia bisa di makzulkan.

“Demokrasi adalah alat. Alat untuk mencapai masyarakat adil-makmur yang sempurna. Pemilu adalah alat. Alat untuk menyempur-nakan demokrasi itu.Jadi, pemilu sekedar alat untuk me-nyempurnakan alat.”(Soekarno, Presiden pertama RI)

Sebagai penggagas Demokrasi Ir. Soekrano ingin rakyat indonesia hidup dengan adil dan makmur yang sempurna. Itu adalah cita – cita yang harus di wujudkan secara nyata bukan sekedar retorika belaka. Terlebih sebagai tempat transaksi kepentingan.

Demokrasi matang bisa di ukur dari sikap seorang presiden yang secara legowo memilih un-tuk tidak mempertahankan ketika di tuntut mundur dari jabatannya oleh rakyatnya sendiri , dengan kata lain, ia tidak menginginkan adanya pep-erangan antar militer dan rakyatnya.yang akhirnya berujung dengan per-tumpahan darah. Karena sekali lagi Demokrasi adalah kepunyaan rakyat.

Ir. Soekarno dan KH. Abdur-rahman Wahid ( Gus Dur ) misalnya, adalah contoh pemimpin demokrasi sejati yang pernah di miliki Indone-sia. Keduanya mampu membawa Indonesia untuk mengerti apa haki-katnya berdemokrasi. Tahun 1967 adalah saksi bisu. Dimana seorang presiden per-tama Indonesia di kudeta oleh jen-dralnya sendiri, dengan beralasan surat yang di sebut “ supersemar “ yg sampai saat ini isinya hanya Soehar-to-lah yang tahu. tapi dengan lapang dada dan kearifan beliau lebih me-milih opsi untuk mengorbankan dirin-ya sebagai tumbal sejarah. Dari pada harus meilhat Negerinya berlumuran darah akibat perpecahan yang sudah susah payah ia memperjuangkannya untuk bersatu. Walaupun sebenarn-ya saat itu beliau bisa mempertahan-kan kedudukannya dengan bantuan Militer yang setia kepadanya.

Begitu pula KH.Abdurrahaman Wahid, pada saat

menjabat Presiden RI, baru berumur 18 bulan harus meninggalkan istana ke-presidenan. Dengan alasan yang intinya adalah praktek konspirasi menjijikan yang di lontarkan oleh MPR RI. Yang sengaja menodai kon-stitusi dan demokrasi Indonesia. Se-cara santai beliau keluar dari Istana dengan memakaikan kaos dan cela-na pendek. Meskipun Gus Dur punya pendukung banyak yang mayoritas warga NU. Beliau lebih memilih un-tuk meninggalkan kedudukan. Kare-na bagi belaiu kedudukan hanyalah titipan dari-Nya tak usah di bela mati – matian.

Sejarah Indonesia tentang Demokrasi adalah perjalanan yang tidak mudah dan butuh waktu lama untuk memprosesnya. Karena ke-sadaran pemimpin dan rakyat-lah yang termahal untuk menuju kesta-bilitasan berdemokrasi sejati. Dalam gubahan penyair kondang tanah air WS. Rendra tentang harapan keari-fan bangsa.

Kesadaran adalah MatahariKesabaran adalah Bumi

Keberanian adalah CakrawalaPerjuangan adalah pelaksana kata-

kata Mungkin harapan para penggede Indonesia sudah sedikit mulai terlihat. Yakni tentang kesa-daran dalam berdemokrasi. Terbukti dengan keikut sertaan orang – orang yang alergi politik atau minal apatisi-yiin, secara serempak membaur dan bergaul dengan politik yg selama ini di dalam benak mereka adalah “ politik = kotor “.

Page 11: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 11

Tidak adanya peristiwa yang anarkhis yang memakan korban jiwa. Di sini menunjukan bahwa seakan – akan perayaan demokrasi teru-tama pemilhan Presiden yg di helat 5 tahuan itu akan menjadi sebuah demokrasi yang penuh dengan kea-manan fisik. Lambat laun akan beru-bah menjadi budaya berpolitik yang santun. Meski harus mengorbankan tenaga, pikiran dan harta sekalipun, tidak lain hanyalah untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih sejahtera dan berdaulat di atas kakinya sendiri di masa mendatang.

Dan ini akan menjadi gebra-kan yang spektakuler di kancah per-politikan Dunia. Kenapa tidak?. Bu-kankah Demokrasi model seperti ini yang di dambakan oleh para peng-gagas demokrasi baik dari kaum Yu-nani atau Skulerism.

Demokrasi itu sebuah budaya dan falsafah hidup, bukan melulu di arti-kan konstitusi

Terakhir. Penulis berharap semoga kedepan Indonesia men-jadi Bangsa yang mampu berpolitik yang bersih. Mampu berdemokrasi yang baik. Dan yang terpenting ada-lah karakteristik keindonseiaan yang menempel di keduanya smoga tidak lekang di makan zaman. Yakni kes-antunan dan kesatuan. Demi menuju NKRI yang kaffah.

Endnote:1. . fikr islamy wa qodloyana siyasi-yah al – mu’ashirah. Dr. Ahmad Raisuni. Hal 93 – 94.2. Majalah deutsche welle. Terbit 24 juli 20143. al - wajiiz ti tafsir al – Quran al –

Oleh: Kuntoro Shobirin

Penulis sedang me-nyelesaikan studi s1 nya di Universi-tas Sidi Muhammad BinAbdillah (SDMBA) Fes, Maroko

Aziz . qodli ibn Athiyah al- Andalusy. Hal. 53 Vol. 24. siyasah syar’iyyah. Dr. Yusuf al – Qordlowi. Hal 33.

Page 12: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

sosok

12 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Raja Jawa T a n p a Mahkota

Mengingat Bangsa Indonesia, tentunya tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berjuang demi kebangkitan, kemerdekaan, serta harkat mar-tabat ibu pertiwi. Di masa sekarang, tak asing lagi nama Soekarno, bapak proklamator yang kala itu sungguh berpengaruh, bahkan di mata dunia in-ternasional. Di balik sosok fenomenal Ir. Soekarno, ada seseorang yang ke-hadirannya cukup penting dalam rentetan sejarah tanah air, dan kemudian menjadi mertua dari Presiden Pertama Republik Indonesia.1

Page 13: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 13

Bernama lengkap Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto, pahlawan nasional sekarang lebih dikenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto, De Ongekroonde van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota” adalah julukan pemerintah kolonial Belanda untuknya. Lahir di desa bakur, Kabupaten Po-

norogo, Jawa Timur, tepatnya 16 Agustus 1882. Tjok-roaminoto terlahir di kalangan terpandang, ayahnya

yang bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Namun

lingkup keluarganya justru membuatnya ber-fikir bahwa itu semua adalah feodalisme. Karena memutuskan untuk tidak berkarir seperti ayahnya, gelar ’’Raden Mas’’ pun di hapus dari namanya.

2

Secara formal Tjokroaminoto menem-

puh pendidikannya di OSVIA (Opleidingsschool voor Inlandsch Ambtenaren) di Magelang dan tamat ta-

hun 1902. Kemudian melanjutkan sekolahnya di Pamong Praja, sekolah untuk menjadi pegawai pemerintahan di zaman Belanda.

Tahun 1905-1910, ia menempuh sekolah Sipil malam, Burgerlijke Avondschool (BAS) di Surabaya. Pendidikan Islam didapatnya

dari rumahnya sendiri dan dari orang-orang sekitar dae-rah Madiun hingga Magelang.

3

“Kita diberi makan

bukan hanya kare-na kita dibutuhkan

susunya.”

Page 14: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

14 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Memilih hidup mandiri di surabaya di jalaninya dengan bekerja keras, mulai dari kuli pelabuhan, hingga bekerja di pabrik gula. Tjokroaminoto memiliki kemam-puan di bidang sastra Jawa dan bahasa asing (Belanda dan Inggris). Selain itu, ia juga mengasah kemampuan jurnalistiknya dengan menjadi wartawan beberapa surat kabar seperti: Bintang Soerabaya, Utusan Hindia, dan direktur-redaktur Fajar Asia.

Karir Tjokro berawal setelah ia bertemu dengan Haji Samanhudi, pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI), di Surabaya pada 1912. Saat itu Tjokro meng¬usulkan agar nama SDI diu bah menjadi Sarekat Is¬lam - tanpa mening-galkan misi dagangnya – agar lebih luas cakupannya. Usul itu langsung diteri-ma dan ia diminta menyusun anggaran dasar SI. Tanggal 10 September 1912 SI pun resmi berdiri dengan Sa¬manhudi menjadi ketua dan Tjokro menjadi komi¬saris untuk Jawa Timur.

4

5

8

Oleh :Mohammad Ahkam Oktobrilyan

Penulis adalah Mahasisswa s1 di Fakultas Syariah Univ. Qarawiyyin

Page 15: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 15

Selain kemerdekaan Indonesia, pokok gagasan Tjokro yang terkenal adalah pentingnya kebebasan berpolitik serta perlunya membangkitkan kesadaran akan hak-hak kaum pribumi. Ia ingin bangsa Indonesia memiliki pemerin¬tahan sendiri dan terbebas dari belenggu penjajahan.

Paling tidak, untuk tahap awal, bangsa Indonesia bisa menyalurkan suaranya dalam masalah politik, misalnya, lewat pembentukan sebuah parlemen sebagai perwujudan prinsip demokrasi. Tak lama setelah ia mengusulkan pembentukan sebuah parlemen, tepatnya pada 1918, pemerintahan kolonial Belanda bersedia membentuk Dewan Rakyat (Volksraad).

Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar sia-sat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan. Tjokroeaminoto kemudian meninggal pada umur 52 tahun, yaitu tanggal 17 Desember 1934. Di-makamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.

Begitulah seorang guru bangsa yang mencita-citakan pekik kemerdekaan dan kebangkitan nasional yang hakiki. Beliaulah salah satu pendahulu yang telah mencetak kader-kader pemimpin bangsa. Sekalipun pada akhirnya terjadi per-tikaian dan tragedi di antara murid-muridnya, ia tetaplah dipandang sebagai sosok yang membangkitkan bangsa ini dari cengkeraman penjajah.

6

“Kita diberi makan bukan hanya karena kita dibutuh-kan susunya.”

Itulah ekspresi patriotisme Haji Oemar Said Tjokromaninoto untuk menentang penghisapan dan eksploitasi oleh pemerintahan kolonial. Pemikiran ialah yang melahirkan berbagai macam ideologi bang-sa indonesia pada saat itu, rumah ia sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimba ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Musso, Soekarno, Kertosoewirjo. Rumah bersejarah bersejarah ini terle-tak di Jalan Peneleh 7 no 29-31 Surabaya. Rumah ini berada disalah satu gang kecil di peneleh.

“Tjokroaminoto adalah salah satu guru saya yang amat saya hormati. Ke-pribadian dan Islamisme¬ nya sangat menarik hati saya.” ungkap Ir. Soekar-no atas kekaguman padanya. Ir. Soekarno juga terinspirasi dari bagaimana Tjokroaminoto berorasi dengan nada yang menggebu-gebu. Dari berba-gai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno.

Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah “jika kalian ingin men-jadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator” perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya yaitu Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun, dan ter-tawa menyaksikannya.

7

8

Page 16: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

dialog

16 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Kita dan Pluralisme

Each man wants to have a special God of his own, or at least a special God for his native land. Each nation wishes to confine in its own temples Him, whom the world cannot contain. Can any temple compare with that which God Himself has built to unite all men in one faith and one religion?

Kutipan di atas diambil dari sebuah cerita pendek karya seorang penulis Rusia, Leo Tolstoy. Dalam “ The Coffee House of Surat” , Tolstoy menggambarkan dengan ciamik, sketsa kecil perselisihan antar aga-ma yang telah terjadi berabad-abad lamanya. Pertentangan tentang “sia-pa yang paling benar?” atau “siapa

yang akan diselamatkan?” sudah sejak lama menjadi bumbu konflik, yang seringkali berujung pada pep-erangan.

Tolstoy mengilustrasikan, bagaimana “pride” membutakan para pemeluk agama. Bahwa sikap terlalu membangga-banggakan keyakinan,

menjadi penyebab perselisihan dan perpecahan antar ummat manusia. “Setiap manusia menginginkan Tu-han yang spesial, dan menganggap bahwa tempat ibadah mereka-lah yang paling suci. “ begitu kurang lebih terjemahan kalimat di atas.

Di akhir cerita, Tolstoy me-

Oleh: Muhammad Rizky HK S.S.IPenulis adalah Alumni S1 Fakultas DirasatIslamiyyah UIN Syarif Hidayatullah JakartaSedang menempuh program Master di Jurusan Aqidah wa al-Adyan di Universitas Hassan II Ain Chock CasablancaEmail : [email protected]

Page 17: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

“The lamps are different but the

light is same”

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 17

Kita dan Pluralisme

munculkan sosok murid Confusius, yang membuat semua pemeluk agama terdiam. Ia menggambarkan dunia dan seisinya, adalah “ tempat ibadah yang paling suci” dimana se-mua agama bisa menyembah-Nya

dengan berbagai cara. Bahwa tidak ada satu tempat ibadah dari agama manapun, yang memiliki lampu secerah matahari, ukiran seluas samudra,dengan hati manusia se-bagai kitab sucinya, dan cinta serta kasih sayang sebagai ritualnya.Bumi, adalah tempat ibadah bagi se-mua agama tanpa terkecuali. Masjid, gereja, Loji, Kuil dan semua tempat ibadah bagi semua Agama. The higher a man’s conception of God,the better will he know Him. And the bet-ter he knows God, the nearer will he draw to Him, imitating His goodness, His mercy, and His love of man. Se-makin tinggi pemahaman seseorang tentang Tuhan, akan membawanya meniru kebaikan dan kecintaan Tu-han terhadap manusia.

Pluralisme K i s a h yang tertu-ang dalam “ The C o f f e e House of Surat” , m e n j a d i pengantar yang baik untuk mengenal Pluralisme. Di samp-ing itu, Gus Dur, Nurkholis Majid, dan cendekiawan muslim Indone-sia lainnya, telah memperkenalkan pluralisme lewat panggung ilmiah. Sementara jauh sebelumnya, para Founding Fathers Indonesia mem-perkenalkan Bhinneka Tunggal Ika, atau yang dipopulerkan dengan isti-lah Unity In Diversity. Pluralisme secara bahasa terdiri dari kata plural (majemuk), dan isme (paham) sehingga dapat dipahami sebagai keberagaman pa-ham keagamaan atau kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang ber-beda-beda dalam suatu kelompok masyarakat dengan tetap memperta-hankan identitas atau ajaran masing-masing agama.

Pluralisme, dalam pandan-gan Nurkholis Majid, tidak dapat hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita adalah maje-muk (Plural), beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi. Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekadar sebagai. “kebaikan negatif ” (negative good), hanya dilihat dari fungsinya untuk meredam fanatisme. Pluralisme bai-

knya diartikan sebagai “pertalian se-jati keragaman dalam ikatan ikatan keadaban”

Pluralisme adalah bagian yang menyatu dengan per-

adaban, didasari pada konsep persamaan dasar agama-agama, kalimat-un sawa. Bahwa hakikat agama adalah sama dan

kepada setiap golongan dari kalangan umat manu-

sia Allah memberikan syir`ah (atau syarî’ah, yakni, jalan) dan

minhâj (cara) yang berbeda-beda. Perbedaan agama-agama ini secara teologis memang disebabkan ka-rena Allah tidak menghendaki umat manusia itu satu dan sama semua dalam segala hal. Allah malah meng-hendaki agar manusia dalam per-bedaan yang bisa membawa rahmat ini, saling berlomba lomba menuju kepada berbagai kebaikan.

Dalam hal ini, kita bisa mengambil garis batas perbedaan antara toleransi dan pluralisme. Tol-eransi, lebih mengarah kepada sikap dan perbuatan , sedangkan plural-isme, adalah kesadaran batiniah, yang menjadi landasan dari sikap toleransi. Kesadaran tentang ke-samaan konsep dan tujuan semua agama, akan melahirkan sikap toler-ansi beragama, yang lebih jauhnya, diharapkan mampu meredam konflik antar ummat beragama di dunia.

Pluralisme di Indonesia

Term Pluralisme kerap men-jadi diskursus yang mengasyikkan untuk dibahas. Tema ini semakin hangat, ketika ada sebagian golon-gan yang menolak keberadaannya di Indonesia. Golongan ini melabeli Pluralisme sebagai “virus” yang

Page 18: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

18 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

membahayakan pemikiran generasi Muda Islam. Penolakan semakin meng-gelora, ketika MUI mengeluarkan fatwa anti-pluralisme. MUI mengang-gap paham ini sebagai sebuah -isme yang mengajarkan bahwa semua agama sama, Pluralisme dianggap menyebarkan paham sinkretisme (penyatuan semua agama) yang dikhawatirkan merusak akidah um-mat Islam. Selain itu, identitas plu-ralisme yang terkesan ‘barat banget’ menyebabkan sebagian golongan Islam di Indonesia, mengambil sikap waspada dan hati-hati.– (Merujuk pada : Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 7/Munas VII/MUI/11/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Aga-ma) –.

Tetapi pada umumnya, kon-sep Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi tetap satu), sudah dapat diterima secara luas. Kerukunan beragama, sikap toleransi dan saling menghargai, sudah menjadi identi-tas masyarakat muslim di Indonesia. Tak salah jika ada yang mengata-kan “Mengkampanyekan pluralisme beragama terhadap ummat Islam Indonesia, seperti mengajari ikan be-renang”

Sikap saling menghargai ini, didasari pada konsep “Laa ikraaha fiddiin” , dan “Lakum diinukum wa liya diin” , yang sudah mendarah daging dari generasi ke generasi. Dimotori Islam tradisi ala Nahdhatul Ulama, dan modernisasi ala Muham-madiyah, serta berbagai organisasi keIslaman . Stabilitas ini kemudian menjadi terganggu, tatkala muncul sebagian golongan “garis keras” yang terkadang tak bisa memahami kemajemukan.

Kasus penyerangan warga syiah, enyerangan terhadap rumah ibadah, dan sikap intoleran dalam berbagai bentuk, menjadi alarm waspada un-tuk kelangsungan keberagaman di Indonesia. Karenanya, Pluralisme sebagai paham tentang kemajemu-kan (plural) dirasa perlu keberadann-ya, bukan sebagai ‘misi terselubung’ penyatuan agama-agama , tetapi se-bagai penjabaran konsep Bhinneka Tunggal Ika.

Pluralisme ala Indonesia, dis-andarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang menjamin hak berkeyaki-nan dan beragama berdasarkan sila (1) Pancasila dan pasal 28E ayat (1) , pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Dan bukan berlandaskan pada relativitas kebenaran semata. Hal ini, menjawab kekhawatiran sebagian golongan akan timbulnya kerusa-kan akidah. Tentu, dengan berbagai catatan, perlunya penanaman akidah yang benar, diikuti dengan pendidi-kan nilai Islam yang universal. Islam rahmatan li al-aalamin.

Laa Ikraaha Fi-al-diin.

Manusia, secara fitrah dic-iptakan berbeda, baik fisik maupun jasmani. Perbedaan pemikiran dan fisik ini, seyogyanya menyadarkan kita akan kebesaran Allah Subhaan-ahu wa ta’ala. Bahwa perbedaan, adalah sesuatu yang ada secara ala-mi. Kita tak perlu menghakimi orang lain berdasarkan agamanya. Tapi menilai orang lain dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Bahwa agama manapun,pada intinya mengajarkan kebaikan.

Dari kisah di atas, Tolstoy

mengingatkan kita, untuk memeluk agama seperti memeluk seorang kekasih, Kita hanya perlu menam-bah kecintaan terhadap apa yang kita yakini, bukan dengan menjelek-jelekkan apa yang diyakini orang lain. The lamps are different but the light is same, Begitu kata Jalaluddin al-Rumi. Setiap agama mengajarkan kebaikan, dan setiap pemeluk agama yang taat, akan menyebarkan kebai-kannya kepada seluruh manusia.

Catatan : The coffee house of surat karya Leo Tolstoy dapat diunduh di:(http://www.goodreads.com/ebooks/download/17404209-eleven-stories)

UUD 1945 bisa diunduh di :(https://docs.google.com/file/d/0B9UluGSPHNZ2MjllYTFjMzktZTQwMC-00NzcxLTgyYjAtYzliYzA1MGJhNWVk/edit?pli=1 )

Pemikiran Cak Nur dikutip dari Mem-baca Nurkholis Madjid- Budhy Muna-war Rahman(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCAQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.abad-demokrasi.com%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Febook%2FMembaca%2520Nurcholish%2520Madjid_0.pdf&ei=70S2VJSzKYOwaYesguAB&usg=AFQjCNGrgTI4i9ZjV9D3xApfCbroARfFBQ&bvm=bv.83640239,d.d2s)

Page 19: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

puisi

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 19

Anak ZamanOleh: Jazmi Rafsanjani - 25 Robiul awwal 1436H - Fes

sulaman pena dalam detak jantung dunia

semua terasa sama dan tak lagi bisa terasa

malam tak lagi malam - pagi tak lagi pagihanya sebuah putaran bumi dan matahari

mata yg tak lagi kuasa untuk menyelami lautan tuhanbunyi tamparan harapan merajut masa depan dari gelapn-

ya hutansemangat yg akan terus mengasah ketajaman

layaknya setan yg tak pantang menyerah hingga akhir zamanbisikan bumi mulai tak mengerti apa yg sebenarnya terjadidalam pergulatan manusia mulai memakan daging saudaranya dalam sunyisemua akan terhenti ketika manusia mulai mengetahui siapa diri mereka sendiribukan lagi menghakimi tanpa adanya solusi pujian dan hinaan layaknya jaminan kesejateraan untuk raky-at yg penuh omong kosongberpacu tak kenal letih dalam keringat usaha dan tetesan air mata doa

alam pun berdecak kagum hingga malaikat pun menari seraya mengamini

bukan lagi bualan anak anak ingusan - bukanlah sebuah lamunan pengangguran

Page 20: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

renungan

20 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Penghujung tahun dan hari pertama tahun masehi, merupakan momen yang sangat berharga dan bahagia bagi sebagian orang. Mereka pun menyiapkan sega-la sesuatu dengan berbagai macam pesta untuk menyam-butnya.

Di negeri kita, saat malam pergantian tahun baru masehi, para pemuda biasanya menggelar berba-gai pesta. Di antara mereka, ada yang begadang sampai larut malam untuk menunggu pukul 00.00 WIB tiba. Apa-bila waktunya tiba, mereka bergem-bira dan dengan meniup terompet serta berpesta ria dengan kembang api. pawai sepeda motor pun dimu-lai dengan menarik gas sepenuhnya disertai yel-yel yang memekakkan telinga. Dan pada hari pertama tahun masehi, mereka menghadirkan atau-pun menghadiri panggung-panggung

hiburan konser music yang di gelar di berbagai tempat di alul-alun, THR (tempat hiburan raky-at), maupun di tempat rekreasi lain-nya.

Campur baur antara para muda-mudi, bergandengan tangan dengan lawan jenis yang memang telah direncanakan sebelumnya oleh pasangan tersebut, canda dan tawa, isapan rokok bagaikan asap

dari cerobong pabrik ada di mana-mana, serta ber-

bagai minuman men-jadi teman akrab yang senantiasa menyertai mereka. Televisi, ra-dio, dan para pemilik pusat perbelanjaan

tidak mau absen dari ikut serta memeriahkan

tahun baru hingga berbagai promo, diskon besar-besaran di-

adakan dalam rangka menyambut natal dan tahun baru masehi.

Hingga kebanyakan orang terbuai, tidak sadar ikut hanyut ter-bawa arus kehidupan sementara ini dengan begitu meriah acara yang digelar oleh mereka untuk menyam-but kedatangan tahun baru masehi tersebut. Mereka tidak melihat ber-bagai macam dilemma keagamaan, social, dan masyarakat yang timbul karenanya. Mereka tidak tau bahwa perayaan tahun baru tersebut tidak ada tuntunannya dari baginda besar kita semua ialah Rasulullah shallal-lahu ‘alaihi wa sallam.

Andaikan semua sadar bah-wa semua itu hanyalah pemborosan dan membuang-buang harta untuk hal yang sia-sia dan tidak ada man-faatnya sama sekali bagi diri sendiri maupun orang disekitarnya.

Fenomena seperti ini meru-pakan realita kehidupan yang sen-

Masih Perlukah Perayaan Itu?!?

“Andaikan semua sadar bahwa semua

itu hanyalah pemborosan dan membuang-buang harta untuk hal yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya sama sekali bagi

diri sendiri maupun orang disekitarnya.”

Page 21: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 21

antiasa berulang setiap pergantian tahun, bahkan dari tahun ke tahun semakin bertambah semarak dan makin tidak terkendalikan arusnya. Tahun ini, wallahu a’lam apakah yang akan terjadi dan mewarnai awal

tahun baru masehi di negeri kita ini.Yah, mungkinkah kita masih meraya-kan tahun baru semeriah sebelumn-ya...kita mendapat banyak sekali musibah yaitu kota Bandung yang terendam sungai, negeri Aceh meng-ingat tsunami, Cilacap pun demikian, Pasar batik terbesar klewer Solo ju-seru banjir api...ditambah lebih dari seratus saudara kita hilang bersama Airasia... apakah kita senang dengan bencana atau musibah seperti itu?!? Jawabannya pasti tidak.Maka jangan lah kita sebagai umat muslim menunggu adzab baru meng-hentikan hal itu tetapi, sebaiknya kita melakukan sesuatu agar adzab itu tidak di turunkan kepada kita semua dengan cara mencegahnya, yaitu meningkatkan rasa keimanan kita

kepada Allah azza wa jalla dan tidak merayakan sesuatu yang berlebihan sehingga Allah tidak suka akan hal itu.Jikalau kita bisa meminta pada se-bagian orang yang masih meng-

hambur-hamburkan uangnya untuk peringatan tahun baru tersebut lebih baik dana tersebut di alihkan yang awalnya untuk peringatan tahun baru sebaiknya dan sepantasnya dana itu untuk saudara-saudara kita yang mengalami ujian tersebut. Itulah hal yang mungkin di anggap bermanfaat bagi sekitarnya.Kita sebagai seorang muslim yang memiliki kecemburuan besar terha-dap agamanya, tentu saja tidak setu-ju dengan semua perayaan tahun baru tersebut dan tentu saja tidak setuju bila hal itu terjadi di tengah keluarga kita. Kita semua harus tahu bahwa pergantian tahun merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Al-lah yang tiada tara, yang hanya di pahami oleh orang-orang yang be-

rakal yang memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, dalam sebagian firman-Nya yang artinya: “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tan-da bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mere-ka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau men-ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”(Qs.Ali Imron[3]: 190-191).Selain itu, semakin bertambahnya usia seorang muslim seharusnya ia semakin sadar akan memanfaat-kan waktu dengan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat di dunia dan akhirat serta menjauhkan dirinya dari sesuatu yang membahayakan. Hendaklah kita mengingat seberapa pendeknya masa hidup kita di dunia yang waktunya bisa di bilang hanya sementara ini, ketika seorang muslim memasuki tahun baru, ia akan meng-ingat bahwa ia semakin mendekati akhir masa hidup di dunia ini. bila senantiasa mengingat hal ini, maka kita pun akan semakin bersemangat mencari bekal untuk mendapatkan kebahagiaan ukhrowi (akhirat) yang kehidupannya akan kekal abadi.Berbahagialah dengan keislaman kita, agama kita berbeda dengan agama lain, sehingga dilarang me-nyerupai orang kafir, terlebih lagi jika kita juga mengikuti cara beragaman-ya kaum kafir. Oleh karena itu, hen-daknya setiap muslim meninggalkan perayaan tahun baru dan penang-galan ala kafir. Sebaiknya kita meng-hidupkan penanggalan islam dalam rangka meninggikan syiar dan izzah

Page 22: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

22 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

islam serta kaum muslimin. Selain itu hendaknya kita mengingat kebe-sara dan keagungan-Nya sehingga menambah rasa takut, cinta dan ber-harap akan ridho-Nya. Karena tanpa ridho-Nya kita tak akan mendapat-kan keberkahan apapun yang kita jalani di dunia ini.Sebelum adzab adzab selanjutnya yang menimpa negeri kita, marilah kita senantiasa meningkatkan hubungan baik kita kepada sang Maha Kuasa atas segala-galanya salah satunya menipiskan kemeria-han menyambut tahun baru tersebut.

Marrakech, 1 Januari 2015

Oleh : Imroatul ‘Alimatun Nafi’ah

Penulis adalah Mahasiswi s1 di Fakultas Adab dan HumanioraUniv. Cadi Iyyad, Marrakech

Page 23: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

english for fun

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 23

John and David were both patients in a Mental Hospital. One day, while they were walking, they passed the hospital swimming pool and

John suddenly dove into the deep end. He sank to the bottom and stayed there. David promptly jumped in and saved him, swimming to the bottom of the pool and pulling John out.

The medical director came to know of David’s heroic act. He immedi-ately ordered that David be discharged from the hospital as he now

considered him to be OK. The doctor said, “David, we have good news and bad news for you!

The good news is that we are going to discharge you because you have regained your sanity. Since you were able to jump in and save another

patient, you must be mentally stable. “The bad news is that the patient that you saved hung himself in the

bathroom and died after all.” David replied, “Doctor, John didn’t hang himself. I hung him there to

dry.”

Mental Patient

Kontributor (Muhammad R HK)

Page 24: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

24 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari

Pemimpin dalam Ilustrasi Kata

P e m i m p i n

bukan orang kelaparan yang hanya ingin

mengisi perutnya saja. Atau pedagang yang hanya ingin balik

modal atau mencari untung saja. Mencari untung demi dan untuk rakyakn-

ya itu baik, tetapi kebanyakan para pemimpin mencari untung pada rakyatnya

yang justru sangat tidak baik.

Seharusnya kita kalut dan merunduk ketika ditawarkan menjadi seorang

pemimpin. Tidak malah meringis nafsu, atau melakukan ta-

syakuran dan pesta.

P e m i m p i n yang waras adalah yang melayani rakyat, bukan dilayani rakyat. Yang menghidupi rakyat, bukan dihidupi

rakyat. Pemimpin yang waras, adalah yang meletakan akal, hati dan jiwa raganya dialas kaki2 rakyatnya.

Memang tidak akan ada pemimpin yang sempurna dan bebas dari salah dan

dosa. Karena manusia bukan malaikat ataupun Tuhan. Tetapi minimal jan-

gan menjadi pemimpin yang berkelakuan seperti hewan.

3

4

Page 25: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

perspektiF

BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari 25

Pemimpin dalam Ilustrasi Kata

Pemimpin itu dipilih, seperti Tuhan memilih para nabi2NYA. Bukan mengajukan dirinya

sendiri untuk dipilih, seperti yang aku lihat dipanggung negeriku. Aku ingin tertawa dengan hal ini, tapi kata temanku ini bukan lawakan yang

pantas untuk ditertawakan.

Menjadi pemimpin, bukan ajang kompetisi panjat pinang, saling bere-but injak menginjak dan sikut menyikut. Dan lebih parahanya, kompetenya

banyak diikuti oleh mereka atau malah saya sendiri yang hanya ingin membuncitkan perutnya saja. Yang hanya ingin mengambil

hadiahnya saja yang menggantung.

D i z a m a n saya, pemimpin itu raja yang harus

dilayani. Padahal sepengetahuan cetek saya, pemimpin adalah pelayan atau pembantu dari majikanya atau rajanya, yakni

rakyat. Sehingga menjadi hal lumrah dizaman saya, menjadi pemimpin adalah gambaran akan limpahan kemewahan, kehormatan, kekuasaan dsb.

Bukan refleksi dari pengabdian, kesusahpayahan, kerja keras dsb. Kita boleh memimpin dan menjadi pemimpin, namun dengan tidak berlagak

layaknya majikan yang memiliki budak, karena itu memang pemahaman yang keliru dan terbalik. Tak salah menjadi pemimpin, tanpa merubah

wajah seperti serigala kelaparan, yang menyulap kepala2 rakyat dengan kambing atau rusa.

1

2

Afif Husen, Lc.Penulis adalah mahasiswa program Master Ilmu aqaid wa al-Adyan di Univ. Hassan II Casablanca

Page 26: Buletin Sayyidul Ayyam Edisi ke-3 Tahun 2015

26 BuLLetin sayyiduL ayyam | edisi Ke-3 | januari