Buletin Terobosan Edisi 354

12
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa menghilangkan makna dan tujuan. TëROBOSAN ADVERSITING Sekapur Sirih, Libur Telah Tiba, Halaman 2 Surat Pembaca, Halaman 2 Sikap, Lembah Kedegilan, Halaman 3 Laporan Utama, Melirik Persiapan Simposium PPI Timteng Afrika, Halaman 4 Laporan Utama, IJMA Mengadakan Semesta Menuli, Halaman 5 Layar, Membaca Antologi Cerpen Informatika, Halaman 6 Analisa, Skenario Penggagalan Kebangkitan Islam di Mesir, Halaman 7 Opini, Kepentingan Lawan Kepentingan, Halaman 8 Opini, Tolak Intervensi Parpol di PPMI, Kenapa Tidak?,Halaman 9 Opini, Kedalaman dan Ketajaman Analis, Halaman 10 Kolom, Priorisasi Definisi, Halaman 11 Edisi 354 2 Juli 2013 Selamat Membaca! Santai dan penting dibaca Tajam tanpa melukai Kritis tanpa menelanjangi Simposium PPI Timteng Afrika dan Semesta Menulis Kegiatan mulai bergeliat, berbagai tokoh nasional diundang, dana besar pun diperlukan... Simak Laporan Utama hal 4-5

description

Buletin Terobosan adalah media independen yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.

Transcript of Buletin Terobosan Edisi 354

Page 1: Buletin Terobosan Edisi 354

Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi

mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa

menghilangkan makna dan tujuan.

TëROBOSAN

AD

VER

SITI

NG

Sekapur Sirih, Libur Telah

Tiba, Halaman 2

Surat Pembaca, Halaman 2

Sikap, Lembah Kedegilan,

Halaman 3

Laporan Utama, Melirik

Persiapan Simposium PPI

Timteng Afrika, Halaman 4

Laporan Utama, IJMA

Mengadakan Semesta Menuli,

Halaman 5

Layar, Membaca Antologi

Cerpen Informatika, Halaman 6

Analisa, Skenario Penggagalan

Kebangkitan Islam di Mesir,

Halaman 7

Opini, Kepentingan Lawan

Kepentingan, Halaman 8

Opini, Tolak Intervensi Parpol

di PPMI, Kenapa

Tidak?,Halaman 9

Opini, Kedalaman dan

Ketajaman Analis, Halaman 10

Kolom, Priorisasi Definisi,

Halaman 11

Edisi 354 2 Juli 2013

Selamat Membaca!

Santai dan penting dibaca

Tajam tanpa melukai

Kritis tanpa menelanjangi

Simposium PPI Timteng

Afrika dan Semesta Menulis Kegiatan mulai bergeliat, berbagai tokoh nasional

diundang, dana besar pun diperlukan...

Simak Laporan Utama hal 4-5

Page 2: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

Surat Pembaca

Libur Telah Tiba!

Ada Rubrik Tentang Indonesia ngga?

Membaca TëROBOSAN-edisi cetak khususnya

- itu seperti melahap makanan yang sudah lama

diidam-idamkan. Langsung habis. Saya berharap

TëROBOSAN mempertahankan keistimewa-

annya; 1. Tema-tema yang diangkat menarik,

kadang bahkan tak terduga. Memantik kepekaan

terhadap lingkungan sosial. Seperti tema SGS

beberapa edisi lalu yang saya acungi jempol. Juga

edisi liburan, menarik. 2. Beberapa terobosan

juga dilakukan oleh TëROBOSAN, seperti

mengeluarkan terbitan online (versi pdf) untuk

pertama kalinya di lingkungan masisir (entah

karena buletin Masisir online yg pertama saya

baca adalah TëROBOSAN). 3. Greget media yang

kritis, kupasan yang mendalam, analisa yang kuat

Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Tsabit Qodami. Pemimpin Redaksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pemimpin Perusahaan: Erika

Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: A. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septianingsih. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01159319878 (Tsabit), 01122217176 (Fahmi), 01148433704 (Erika)

termasuk keistimewaan TëROBOSAN

dibanding media-media lain.

Beberapa poin tersebut saya

maksudkan sebagai contoh saja. Saya dan

semua pembaca pastinya mengharapkan

TëROBOSAN makin baik setiap edisinya

pada keistimewaan yg telah dimiliki dan

lainnya.

Usulan saya: ada rubrik tentang tanah

air, tak usah tentang politik dan berita-

berita nasional yang dapat disimak dan

berserakan di situs portal berita. Tentang

aktivitas WAAG Indonesia misalnya, atau

isu keagamaan di tanah air.

Kepada kru, selamat melanjutkan

kontribusi media untuk Masisir yang lebih

baik. Media dengan konten yang kuat, akan

menemukan pembacanya sendiri. Intinya,

orang keren, baca TëROBOSAN!.

Fatimah Insani Dzikra

Terimakasih uni Fatimah yang selalu

mengikuti perkembangan di buletin

TëROBOSAN setiap terbitannya, dengan

tanggapan dari pembaca kami pun

termotivasi untuk selalu berbuat yang

terbaik dalam menghadirkan informasi

kepada pembaca.

Sebenarnya rubrik tentang Indonesia

sudah ada rubrik Strategi yang ditulis oleh

para pimpinan TëROBOSAN, namun karena

kurangnya SDM di dalam tubuh kami maka

rubrik itu pun baru satu kali kita berikan

dalam satu tahun ini.

Kami usahakan kedepannya akan kami

aktifkan rubrik itu.

Redaksi

Coba Adakan Survei!

Kesan saya selama di Mesir saya belum

pernah melihat media 'arus bawah' yang

seberani TëROBOSAN dalam mengungkap

problematika Masisir, terutama terkait

problematika TKW dan seberapa besar

pengaruh menjamurnya Dunia Bisnis

Masisir terhadap intelektualitas Masisir. Be-

rani!.

Pesan saya, kedepanya harus lebih be-

rani mengungkap hal-hal yang memang

harus diungkap. Kalau kemarin (lupa bulan

apa) telah melakukan survei (yang terkait

TKW dan pengaruh menjamurnya Dunia

Bisnis masisir terhadap intelektualitas

masisir) coba kedepanya survei dijadikan

prioritas. Banyak hal2 yang pelu disurvei

dalam lingkup Masisir. Semisal yang

tujuannya untuk menguak eksistensi

Masisir kaitanya dengan NKRI. Disurvei,

untuk tingkat masisir seberapa persen yang

setuju dengan NKRI, seberapa persen yang

setuju/tak setuju dengan diterapkanya

syari'ah di Indonesia. Nanti dari sini kita

dapat sedikit meraba seberapa besar

potensi destruktif dan konstruktif Masisir

ketika telah pulang ke Indonesia.

Oh ya, terus ada lagi, kalau mahasiswa

Indonesia kecenderunganya kan kuliah

untuk menjadi pegawai, lah,,, saya pengen

tau kalau mayoritas Masisir kuliah itu untuk

mencari ijazah untuk kerja, menjadi

pengusaha, menjadi da'i atau apa? ini

menurut saya harus disurvei lagi.

Muhammad Amrullah

Terimakasih mas Amrullah atas idenya.

Sebenarnya survey memang hal yang bagus,

namun kami akui hal itu juga berat untuk

dilakukan. Pada edisi 352 tentang olah raga

Masisir dan HUT kekeluargaan kami telah

mengadakan survey ke seluruh

kekeluargaan, karena kurangnya tenaga

maka survey itu pun baru bisa selesai dalam

waktu tiga minggu.

Insya Allah akan kami tampung

usulannya, dan jika keadaan memungkinkan

kami adakan survei-survei lain.

Redaksi

02

Express Copy

Menerima segala jenis

fotokopi

Mahatthah Mutsallas,

Hay `Asyir

Building 102 Sweesry.

Hp: 01001726484

Ujian baru saja kita tinggalkan. Laiknya jamur

yang tumbuh subur setelah musim hujan,

kegiatan Masisir pun kembali semarak,

menandakan bahwa dunia Masisir adalah dunia

yang tidak pernah tidur.

PPMI mengadakan Indonesian Games,

Simposium Internasional PPI Timur Tengah dan

Afrika, malam Kreasi Mahasiswa Indonesia,

ditambah lagi Ikatan Jurnalis Masisir beserta tim

mengadakan kegiatan Semesta Menulis yang

menghadirkan beberapa tokoh penulis dan pe-

nyiar radio dari Indonesia. Itu pun belum

dihitung dengan berbagai acara yang diadakan

oleh masing-masing organisasi.

Dalam edisi ini kami mencoba memberikan

sedikit gambaran tentang persiapan beberapa

acara di atas.

Kami juga membuka kesempatan bagi anda

yang ingin memperdalami dunia jurnalistik atau

hanya sekedar belajar menulis untuk bergabung

bersama tim redaksi kami. Anda bisa

menghubungi kontak redaksi yang tertera di

bawah.

Selamat membaca! [ë]

Page 3: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

S i k a p

03

Lembah Kedegilan Peradaban ini sangatlah mengharapkan

kaum terpelajarnya. Sarjana Islam klasik

telah membuktikan hal ini. Laju langkah

peradaban dunia ribuan tahun lalu telah

berhasil mereka dorong dengan hasil karya

buku yang berjilid-jilid. Namun sayang, ide

besar sarjana klasik Islam kini harus berhenti

karena mandegnya generasi penerus. Malah

karya Islamis klasik ini akhirnya

dikembangkan oleh mereka dari bangsa lain.

Merekalah yang menjadi penerus, sarjana

barat. Berbagai penemuan mutakhir sarjana

barat telah membuat kalangan Islam terseok-

seok karena tertinggal jauh di belakang. Jika

memang demikian kesimpulannya, kita

seharusnya sangat berduka cita atas

keterbelakangan yang tengah mengancam

kita.

Mengerucut dalam masa yang lebih

kekinian, juga dunia yang lebih kecil

skalanya. Mari kita tengok Masisir, yang

merupakan intelektual sekaligus Islamis.

Ceritanya berawal dari liarnya dunia maya

yang merengsek dalam kehidupan Masisir,

lalu lahirlah berbagai jejaring sosial. Hampir

setiap kepala Masisir mempunyai akun

jejaring sosial karena mudahnya akses. Jika

harus menimbang antara sisi postif dan

negatif yang ditimbulkan dari lahirnya

jejaring ini, bisa saja setiap dari kita akan

menemukan takaran yang berbeda. Bisa saja

kita menemukan poin positif, namun juga

bisa sebaliknya yaitu negatif, atau kesetaraan

takaran keduanya.

Di sini kami hendak mengajak pembaca

untuk membincangkan dua kutub timbangan

logika ini. Kami ingin mengajak anda menilik

kembali fenomena munculnya akun jejaring

sosial semisal Gue Masisir, Kicau Masisir,

Peduli Masisir dan lain sebagainya. Pada

awalnya semua pihak tidak menaruh

kecurigaan yang berarti. Lalu setelah keluar

kicauan, post dan status yang merugikan

banyak pihak, kegerahan pun mulai

mengerumuni Masisir. Misalnya dengan

keluarnya press release dari DPP PPMI 18 Juni

lalu. Rasanya hal ini patut menjadi alasan

tersendiri bagi kita untuk berkabung.

Lahirnya akun dunia maya yang

mengatasnamakan Masisir telah mencemooh

harapan besar yang dialamatkan kepada

kaum terpelajar. Sehingga sungguhlah

menakutkan sudut yang harus kita hadapi

karena hal di atas. Setidaknya dari kasus ini

akan lahir dua poin yang mengancaman kita.

Pertama, kaum Masisir tengah

dihadapkan dengan pengaburan fakta.

Pengungkapan fakta yang seharusnya

menjadi tujuan dari informasi telah berubah

arah. Walhasil, kaburlah fakta yang

seharusnya dihadirkan dengan prinsip

jurnalisme. Informasi telah lahir dengan jalan

hitam. Kiranya mari kita analogikan dengan

kasus zat formalin. Semisal ini, anda tahu kan

makanan yang dicampur zat formalin yang

sering muncul di televisi? Misalnya dalam

acara investigasi kasus makanan atau jajanan

pasar. Menakutkan bukan?

Kita katakan menakutkan karena zat yang

digunakan untuk konsumsi tubuh ini

bukanlah sesuai aturan yang berlaku.

Formalin digunakan untuk menghasilkan

bentuk makanan yang menarik. Sehingga

siapa yang melihat akan tertarik dengannya.

Namun jika diteliti dunia medis, siapa

menyantap makanan yang dicampur formalin

sungguhlah kesehatannya dalam keadaan

terancam. Demikian pula jika informasi

mengalami formalisasi. Fakta yang dilahirkan

akan membunuh konsumennya secara

perlahan, atau bisa membuat konsumennya

terancam penyakit serius.

Poin kedua, kedewasaan berpikir dan

bertindak Masisir telah dikalahkan oleh

kenyataan. Lahirnya akun dunia maya yang

masuk keseharian Masisir bisa menjadi titik

kekalahan kita. Jika kicauan semisal ini bisa

mempengaruhi opini publik Masisir, maka

terbuktilah kekalahan kita. Mungkin ada

pendapat yang berkilah jika kicauan

semacam itu diajukan untuk dalih

mendewasakan kepedulian sosial kita.

Namun cobalah kita lihat dari sudut pandang

seutuhnya. Apakah tindakan semacam ini

adalah merupakan tindakan yang terpelajar?

Karena pada prinsipnya kita tidak akan

bisa mengidentifikasi kicauan yang kemudian

memicu kontroversi ini. Termasuk dalam

kaegori apakah itu? Jika yang dimaksudkan

adalah berita, maka tercederailah dunia

jurnalistik kita. Alasanya, apakah telah

dibenarkan pemberitaan dengan tanpa

pijakan baku seperti ini? Karena apa yang

mereka kicaukan jelas tidak memenuhi kode

etik jurnalistik. Sebelas poin tersebut akan

menjadi piagam tak berarti jika tindakan

semacam ini kita benarkan. Sungguh

menohok, mengingat status kita sebagai

agent of change, generasi harapan negeri kita.

Kebenaran butuh keberanian

Mungkin demikian hal yang perlu kita

pahami di sini. Kita butuh keberanian untuk

satu tujuan, kebenaran. Para rasul telah

mempertaruhkan nyawa dengan

menunjukkan keberanian kepada manusia

yang tersesat demi satu tujuan, kebenaran.

Para pejuang kemerdekaan juga demikian,

mereka melumpuhkan penjajahan yang jelas

tidak pernah disahihkan. Jelas tidaklah

mungkin kebenaran akan terungkap tanpa

adanya keberanian. Juga demikian halnya

dengan kritik dan pemberitaan yang adil.

Akan menjadi masalah jika kicauan akun liar

tanpa sosok yang menggelontorkannya.

Adakah nama yang menampakkan mukanya?

Jika ada pihak yang dirugikan, siapakah yang

akan bertanggung jawab akan kicauan akun

itu? Lalu kepada siapa peraduan akan dituju?

Sebenarnya kasus akun semisal di atas

tidak hanya melanda kaum Masisir. Warga

yang jumlahnya jauh lebih besar, Indonesia

sudah akrab dengan akun abal-abal semisal

ini, triomacan2000 misalnya. Saya katakan ini

merugikan karena membodohi masyarakat

tentang pemberitaan. Coba saja tengok kode

etik jurnalistiknya, jelaslah tidak memenuhi.

Sudahkah pemberitaan proporsional dan

berimbang? Apakah hal semacam ini bisa

dikatakan menghormati pihak terkait? Atau

banyak lainnya lagi. Sungguh tidak, semisal

ini tidaklah lebih dari sekedar pembodohan

atau pengkerdilan masyarakat semata.

Memilukan bukan?

Namun anehnya, mengapa bisa lahir

kasus serupa dalam dunia Masisir ini?

Bukankah Masisir kita seharusnya jauh lebih

mengerti tentang kedewasaan dan

kematangan? Karena pola pikir kaum

terpelajar sejatinya haruslah terbenam dari

apa yang sudah didalami bertahun-tahun.

Sayang sekali jika sampai kita harus jatuh

karena adanya kedegilan yang ceroboh.

Jika boleh kami mengajukan pandangan,

kekaburan ini bisa lahir dari dua

kemungkinkan. Pertama, minimnya

pengetahuan akan prinsip menghadirkan

fakta atau penginformasian. Di sinilah letak

prinsip jurnalisme yang seharusnya kita

junjung tinggi sebagai kaum terpelajar.

Sedangkan yang kedua, adalah adanya

kepentingan yang kemudian mengubah

niatan baik informasi. Jika demikian, yang

terjadi selanjutnya adalah pelintiran tujuan.

Sekarang tinggal kita kategorikan saja,

termasuk yang manakah kesesuaian kasus

dengan keadaan kita sekarang ini sebagai

Masisir. Sudah saatnya kita berperilaku

terpelajar, memilah dan memilih setiap

sesuatu. Jangan sampai jatuh dalam lembah

kedegilan semisal ini. Jika tidak, bersiaplah

untuk mengalami masa pikir kekerdilan. [ë]

Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap

suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

Page 4: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

Laporan Utama

04

Melirik Persiapan Simposium Internasional PPI Timteng Afrika

Ujian baru saja usai, berbagai macam

kegiatan pun mulai bermunculan pertanda

Masisir memang tidak bosan untuk terus

bergerak. Salah satu kegiatan itu adalah

acara Simposium Internasional PPI Timur

Tengah dan Afrika yang dijadwalkan mulai

pada tanggal 4 hingga 7 Juli 2013. Apa latar

belakang diadakannya acara akbar tersebut?

Dan sejauh mana persiapan panitia

pelaksana? Berikut liputan yang berhasil

dihimpun oleh kru TëROBOSAN.

Pelaksanaan Simposium Internasional

Timur Tengah dan Afrika ini merupakan

salah satu poin yang disepakati dalam

simposium PPI dunia di India yang dihadiri

oleh Presiden PPMI Jamil Abdul Latif dan

ketua Wihdah PPMI Nurul Chasanah pada

tahun 2012 lalu. Saat itu disepakati agar PPI

dunia yang terbagi menjadi tiga kawasan

(Asia-Oceania, Amerika-Eropa dan Timur

Tengah-Afrika) mengadakan simposium

pada masing-masing kawasan sebagai tindak

lanjut dari simposium PPI dunia tersebut.

Dan untuk PPI kawasan Timur Tengah dan

Afrika terpilihlah Mesir sebagai tuan rumah

untuk acara kali ini.

Muhammad Latif, selaku ketua panitia

acara ini menjelaskan bahwa Simposium

Internasional PPI dunia tahun 2012 lalu telah

membahas masalah demokrasi, maka pada

Simposium Internasional kali ini akan

dimbahas beberapa tema besar yang lebih

spesifik. Dan tema besar yang akan dibahas

pada simposium kali ini adalah tentang

pendidikan, demokrasi dan penanggulangan

terorisme.

Panitia secara khusus mengundang

beberapa tokoh yang memang berkecimpung

dalam bidang-bidang tersebut. Untuk tema

penanggulangan terorisme misalnya, panitia

mengundang bapak Brigjen Mar Prang Very

Kunto, Direktur Konvensi Perangkat Hukum

Internasional Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sedang

untuk membahas tentang demokrasi dan

pendidikan yang akan memjadi pembicara

adalah mantan Ketua MK (mahkamah

Konstitusi) bapak Prof. Dr. Muhammad

Mahfudz MD. Hal ini menurut Latif untuk

membuktikan bahwa para mahasiswa

Indonesia yang belajar di luar negeri tetap

memiliki perhatian yang serius terhadap

permasalahan yang ramai di tanah air.

Lebih lanjut mahasiswa Azhar asal

Jakarta ini menjelaskan bahwa panitia juga

mengundang beberapa BEM (Badan

Eksekutif Mahasiswa) dari beberapa

Universitas di Indonesia, salah satunya BEM

Universitas Negeri Medan yang telah siap

dan bersedia mengirim beberapa orang

utusannya.

Setidaknya terdapat empat pihak yang

terlibat dalam Simposium Internasional

Timur Tengah dan Afrika ini. Pertama adalah

perwakilan dari PPI kawasan Timur Tengah

dan Afrika serta PPMI Mesir selaku tuan

rumah kegiatan ini, kedua adalah Ikatan

Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4),

beberapa utusan BEM dari beberapa

Universitas di Indonesia dan terakhir

perwakilan mahasiswa Indonesia di kawasan

Timur Tengah dan Afrika yang tidak

memiliki komunitas PPI di negara tersebut,

seperti Qatar dan Tanzania.

Lebih lanjut ia menjalaskan bahwa

pengurusan visa dari sekitar 35 peserta,

seluruhnya diproses oleh panitia. Dan untuk

proses pengiriman undangan bagi para

peserta diserahkan kepada Atase Pendidikan

KBRI Kairo.

Berbagai rentetan acara akan digelar,

“Pada hari pertama akan dilaksanakan dialog

publik, jadi seluruh Masisir bisa turut hadir.”

Tutur Latif saat diwawancarai kru

TëROBOSAN. Acara pada hari itu

direncanakan akan dilaksanakan di

Auditorium Shalah Kamil dengan bapak

Mahfud MD sebagai salah satu pembicara.

Ia melanjutkan, “Pada tanggal 5 Juli

diadakan Sidang Komisi dan close meeting

khusus peserta dari PPI guna membahas

program kerja ke depan. Sedang pada hari

ketiga, acara dilaksanakan outdoor. Di

antaranya kunjungan ke beberapa instansi di

Mesir seperti Darul Ifta’, dekan Ushuluddin,

juga parlemen Wafidin. Dan pada hari

terakhir, khusus untuk city tour.”

Terkait persiapan panitia, Latif mengaku

bahwa persiapan panitia hingga saat ini telah

mencapai 80%. Mulai dari tempat,

akomodasi, hingga konfirmasi dengan Bapak

Dubes, Atdik dan Ibu Pensosbud.

Untuk estimasi dana kegiatan ini, ia

menjelaskan bahwa diperkirakan kebutuhan

dana mencapai angka 83.000 Le. Dana ini

diperoleh melalui proposal ke KBRI,

sumbangan dari para pejabat homestaff KBRI

dan juga sumbangan dari beberapa pihak

swasta. Selain itu juga panitia melakukan

kerjasama dengan beberapa pihak. Di

antaranya, untuk masalah hotel, panitia

bekerjasama dengan Wisma Nusantara, ICMI

dan KBRI, sehingga peserta yang diundang

tidak perlu mengeluarkan dana untuk

penginapan dan makan. Namun dari tiap

peserta masing-masing utusan dikenakan

biaya pokok 30 USD dan 50 USD bagi yang

mengikuti City Tour.

Sementara untuk dana akomodasi dan

tiket pembicara Latif menyatakan bahwa

biaya tersebut menggunakan biaya dari

masing-masing pembicara, sedangkan untuk

hotel panitia bekerjasama dengan KBRI

dalam pengurusan birokrasinya.

Masih menurutnya, acara simposium kali

ini pun akan melahirkan kesepakatan berupa

resolusi Simposium Internasional Timur

Tengah dan Afrika. Resolusi ini nantinya

akan ditindaklanjuti dengan menyerahkan

hasilnya kepada beberapa lembaga terkait,

khususnya yang berada di DPR.

Terakhir, kepada kru TëROBOSAN,

panitia mengaku bahwa dikarenakan salah

satu yang akan menindaklanjuti hasil

resolusi adalah dari pihak DPR. Maka panitia

sengaja mengundang salah seorang anggota

DPR RI, yaitu Bapak Ir. Muhammad Najib,

M.Sc. dari Komisi I DPR yang sekaligus

seorang pengamat politik Timur Tengah.

Latif mengaku terdapat banyak kendala

dalam proses pelaksanaan simposium

internasional ini, dan salah satu kendala

yang terbesar saat ini adalah waktu.

Meskipun persiapan telah dilakukan panitia

sejak bulan Maret, namun waktu

pelaksanaan simposium yang terlalu dekat

dengan ujian tetap menjadi kendala

tersendiri. Terlebih lagi proses konfirmasi

kepastian dan kesediaan para narasumber

dan peserta yang dilakukan oleh panitia itu

bertepatan dengan waktu ujian termin dua.

Di antara para narasumber juga terdapat

beberapa orang narasumber yang mendadak

membatalkan dirinya, padahal di antara

mereka sebelumnya ada yang telah

mengkonfirmasi kehadirannya sejak

Desember 2012. Pihak panitia mengaku

tidak mengetahui alasannya. Namun dengan

bantuan Atdik, sekarang sudah ada

pengganti pembicara tersebut.

Bahkan beberapa jam sebelum berita ini

diterbitkan, bapak Mahfud M.D. menuliskan

dalam akun twitter pribadinya bahwa ia

membatalkan kesediaannya untuk

menghadiri acara ini dikarenakan situasi

keamanan Mesir yang belum terkendali.

Saat dihubungi melalui telfon, Latif

mengiyakan hal ini. Ia menjelaskan bahwa

berita pembatalan ini datangnya mendadak,

karena beberapa saat sebelumnya ia telah

mendapat kepastian bahwa bapak Mahfud

M.D. tetap bersedia untuk datang tanpa ada

perubahan. Ia juga terus berusaha untuk

menghubungi bapak Mahfud M.D. untuk

memastikan dan memohon kembali

kesediaannya agar dapat menghadiri acara

ini. “Nanti kalo ada kabar lagi akan ana

kabari, yang penting doanya aja yah!”[ë]

Ainun, Erika.

Page 5: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

Laporan Utama

05

IJMA mengadakan Semesta Menulis, Biaya Besar Menjadi Kendala

Beberapa hari terakhir, setiap malam

kafe `Ashir di daerah Gami selalu ramai oleh

para pengunjung. Tempat ini menjadi pilihan

para Masisir untuk sekedar mengobrol atau

berkumpul dengan teman sejawatnya. Siapa

sangka bahwa di antara banyak kerumunan

itu terdapat sebuah meja yang dikelilingi

oleh para punggawa dari media-media

Masisir yang berkumpul untuk mengonsep

sebuah perhelatan akbar untuk para peminat

dunia tulis menulis di Masisir. Kumpulan

para penulis itu menamakan diri mereka

dengan IJMA, Ikatan Jurnalis Masisir yang

baru didirikan hampir satu tahun yang lalu.

Asal usul munculnya acara ini berangkat

dari fenomena masisir khususnya di dunia

Jurnalistik dan media-media yang ada di

masisir. Dalam beberapa kali perkumpulan

antar media yang diadakan oleh IJMA, para

anggota itu membicarakan tentang masalah

yang terjadi di komunitas Masisir yaitu

kurangnya geliat Masisir dalam dunia

jurnalistik. Dari perbincangan sejak lebih

dari satu tahun silam ini akhirnya

menelurkan sebuah ide untuk mengadakan

acara yang bisa menarik minat Masisir untuk

masuk ke dalam dunia tulis menulis. Maka

terbentuklah sebuah konsep kegiatan yang

bertajuk “Semesta menulis”.

Dari mulai empat bulan yang lalu,

Agussusanto, salah seorang Jurnalis masisir

yang mencetuskan ide acara ini mulai

membentuk sebuah jaringan untuk

berhubungan kepada beberapa orang penulis

Indonesia di Twiter. Dan orang yang pertama

dihubungi adalah Pipiet Senja karena Pipiet

Senja adalah sosok penulis yang bertahan

begitu lama dalam dunia tulis menulis dari

masa orde lama sampai sekarang dan

kiprahnya telah diakui.

Sebenarnya, sebelum acara kali ini

diselenggarakan, acara yang serupa pernah

diselenggarakan juga pada tahun 2005 oleh

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia

(ICMI) Orsat Kairo, yang pada saat itu

mengundang Pipiet Senja, Irwan Kelana dan

Gola Gong sebagai pemateri. Ternyata

dampak yang terasa setelah adanya acara ini

begitu terlihat, hal itu ditandai dengan

adanya penerbitan buku-buku dan buletin

seakan geliat Masisir dalam dunia tulis

menulis terlihat.

Agus, salah seorang ketua panitia

menjelaskan bahwa rangkaian acara ini

rencananya akan dilaksanakan secara

berturut-turut pada tanggal 4, 5, 6 dan 8 Juli

2013. Acara ini terbagi menjadi dua yaitu

pelatihan intensif yang berlangsung selama

dua hari pada tanggal 5 dan 6 dan talk show

yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli

nanti. Pada pelatihan intentsif ini para

peserta akan dipisahkan pada kelas-kelas

sesuai dengan minat dan kecenderungan

mereka. Terdapat tiga kelas dalam kelas

intensif ini, yaitu kelas fiksi, kelas jurnalistik

dan kelas broadcasting. Acara puncak

tanggal 8 Juli nanti pun akan dimeriahkan

dengan pengumuman pemenang Ijma Award

2013, sebuah penghargaan kepada media

dan para insan media terbaik tahun ini yang

terdiri dari tujuh nominasi; empat nominasi

untuk media Masisir terbaik, satu nominasi

untuk media Masisir terfavorit dan dua

nominasi untuk insan media terbaik.

Rangkaian acara yang bertemakan

”Dengan sepenggal Tulisan, Kita ubah

Peradaban” ini akan diisi oleh tujuh orang

pemateri yang terdiri dari penulis, jurnalis

dan penyiar radio. Tujuh orang pemateri itu

adalah: Drs. H. Zulhaqi Hafidz, M.M, chairman

of broad director di Radio Republik

Indonesia (RRI); Kabul Budiono, Direktur

RRI siaran luar negri Voice Of Indonesia;

Anhar Ahmad, Direktur keuangan LPP RRI;

Nismah, Protokol/penerjemah, Etti

Hadiawati, atau yang kita kenal dengan

Pipiet Senja, seorang penulis dengan 130

buah karya; Irwan Kelana, redaktur senior

dari harian Republika, dan Dra. Hj. Sastri

Yunizarti Bakry, Akt. Msi., presiden Penulis

Melayu dan inspektur khusus di

Kementerian Dalam Negeri.

Tujuan dari acara ini sendiri adalah

untuk membangkitkan kreativitas Masisir

dalam dunia jurnalistik dan tulis menulis.

Sebagai mahasiswa al-Azhar yang dalam

sistem perkuliahannya tidak mengenal

skripsi ataupun tesis, itulah yang

mengharuskan masisir untuk belajar lebih

dalam khususnya dalam dunia tulis menulis.

Begitu juga dengan carut marut media yang

semakain tidak karuan, seharusnya

mahasiswa al-Azhar mengetahui sejauh

mana peran media dalam dunia

kemahasiswaan.

Acara ini memakan biaya yang tidak

sedikit. Agus menjelaskan bahwa perkiraan

dana yang dibutuhkan untuk acara ini adalah

sebesar 41.000 LE., angka itu sudah

termasuk biaya persiapan acara, tempat

tinggal pemateri, kebutuhan dan akomodasi

mereka selama mereka berada di Mesir.

Namun biaya itu belum mencakup tiket

untuk tujuh orang pemateri sebesar 110 juta

rupiah.

Dana sebesar itu belum semuanya

tersedia. Hingga sampai berita ini

diterbitkan, jumlah dana terbesar yang akan

didapatkan oleh panitia berasal dari RRI

yang telah berjanji akan menanggung

keperluan tiket penerbangan beberapa orang

penulis masing-masing sebesar 1.500 dolar.

Adapun sisanya, Agus menjelaskan bahwa

dana itu didapat dari berbagai sponsor yang

rela membantu demi kelancaran acara ini,

seperti Indomie, Transferindo dan juga dari

Bina Sarana Informatika (BSI).

Hingga berita ini diterbitkan, KBRI belum

menyumbangkan dana untuk keperluan

acara ini. Mengenai hal ini Agus berujar, “Kita

harapkan KBRI bisa membantu kita. Dan

kami benar-benar membutuhkan bantuan

itu. Kami juga mengaharapkan KBRI untuk

mengadakan penyambutan tamu-tamu ini.

Tamu tamu ini termasuk tamu negara, jadi

kami harapkan KBRI bisa turut membantu

kelancaran acara ini.” Ia selanjutnya

menjelaskan bahwa program ini juga

termasuk dari program KBRI yaitu program

untuk mencerdaskan anak-anak bangsa, ujar

pria yang berasal dari Sumatera Selatan ini.

Pembentukan panitia untuk acara ini

baru dilakukan dua puluh hari sebelum acara

ini terhitung dari pembukaan pada tanggal 4

Juli nanti, sebelumnya panitia hanyalah

sebuah tim kecil yang terdiri utusan IJMA

dan IKPM yang kemudian membentuk team

dan menjalin kerjasama dengan beberapa

organisasi kekeluargaan. Total panitia ada 25

orang yang diambil dari semua kalangan

Masisir baik dari yang senior maupun junior.

Kendala terbesar dalam rangkaian acara

ini terdapat pada besarnya biaya yang harus

disiapkan untuk persiapan acara dan biaya

para pemateri dari mulai akomodasi, uang

saku dll. “Sebenarnya acara ini merupakan

acara yang nekad tanpa ada uang sedikit pun,

kami coba untuk berani melobi sana sini

untuk menyelenggarakan acara ini.” Ujar

Agussusanto di sela-sela perbincangannya

dengan kru TëROBOSAN.[ë] Heni, Luthfi.

Salah satu pamflet acara Semesta Menulis

Page 6: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

L a y a r

06

Membaca Antologi Cerpen Informatika

Oleh: Abdul Wahid Satunggal*

Membaca karya sastra baik cerpen

ataupun novel seperti sedang menyelami

dunia baru yang menyajikan kemungkinan-

kemungkinan lain. Dunia imajinasi memang

unik diperbincangkan. Ia bisa mewakili

sebuah keadaan yang bahkan keadaan itu

belum tentu terjadi. Meski begitu, nilai atau

pesan yang terkandung di dalamnya,

merupakan pantulan dari kehidupan sehari-

hari. Jadi, dunia imajinasi memang tidak

seratus persen lepas dari dunia nyata.

Karya sastra setidaknya bertugas

memotret kejadian-kejadian yang tak

terjamah publik. Hal-hal kecil dan remeh yang

terlihat biasa, justru terlihat menarik ketika

dialirkan kedalam dunia sastra. Sastra

memotret seluruh fenomena kehidupan, dia

bebas tidak terikat satu medium. Dia

berkeliaran kemana-mana. Seperti burung

yang hidup di belantara hutan. Begitupun

sepertinya yang terjadi dalam Kumpulan

Cerpen Informatika yang sempat terbit

beberapa bulan yang lalu, namun belum

sempat terpublikasikan.

Antologi ini memuat sebelas karya dengan

tema yang sangat beragam. Unsur

romantisme cukup kental di sana. Tema

ketuhanan, persahabatan, cinta, nostalgia dan

tema sosial lain yang turut mewarnai buku ini.

Seperti dalam cerpen Pak Karman yang ditulis

Shofan Najmu, dimana cerpen ini menjadi

pembuka. Cerita yang disajikan sungguh unik,

pembaca akan dibawa kedalam sebuah

konflik yang mengagetkan. Sesuatu yang tak

terduga. Apalagi tema yang diangkat

merupakan tema hangat yang sedang marak

diperbincangkan. Walau dengan diksi yang

terbilang sederhana, narasi yang cukup datar,

namun pesan yang tersirat sungguh kuat dan

tegas. Cukup satir sebagai cerpen pembuka.

Kemudian anda akan memasuki dunia

persahabatan segerombolan pengemis di

sudut kota Napoli, Italia. Rencana busuk para

elit kota itu membuat Sandro –salah satu

pengemis dari gerombolan tersebut- menelan

getir yang amat sangat. Mereka bukan cuma

membohongi sahabat baiknya, Claudio,

mereka juga telah menginjak-injak harga diri

para pengemis di kota itu. Yah pergolakan

yang cukup rumit, dunia persahabatan

pengemis yang konyol, cerita ini ditulis Umar

Abdullah, dengan judul Kopi Gantung, berada

di urutan ke tiga. Nada sindiran yang kerap

dipakai para cerpenis untuk menohok

penguasa lalim, juga ternyata dipakai oleh

Umar sebagai tema inti dari cerpennya.

Sebagaimana karya sastra yang sulit

dipisahkan dari tempa percintaan.

Nampaknya tema itu pun telah mendominasi

buku ini. Ada sekitar empat cerita yang

bertemakan romansa percintaaan. Salah

satunya terdapat dalam cerita Adam dan

Surat Terakhirnya yang digubah oleh Fitra

Yuzarni. Bagi penulis, cerita romansa ala

nostalgia ini cukup melankolis. Kisah seorang

perempuan yang menyaksikan kematian sang

kekasih yang sedang melawan kebiadaban

Israeal atas kezalimannya kepada rakyat

Palestina. Walau tema seperti ini (perempuan

ditinggal pergi kekasihnya) terbilang cukup

sering dan nyaris berulang-ulang. Namun

Fitra mampu menyajikan dengan cara lain,

ada ketajaman makna dan keapikan diksi, juga

detil yang membuat cerpen ini berbeda

dengan yang lain. Lihat kalimat pembuka di

paragraf pertama “Kalian pernah lihat ribuan

bahkan jutaan tumpukan kardus berjejer rapi

dengan warna yang sama, bak barisan

sekelompok tentara?”. Bagaimana jejeran

kardus itu disamakan dengan sejejeran

tentara. Anda tentu kaget

menganalogikannya.

Selanjutnya, buku ini juga memuat satu

karya unik. Cerpen berjudul Dag Dig Dug yang

ditulis Fajar Pradika, nyaris datar dalam

narasi namun penuh teka-teki. Dan

penggambaran tokoh dengan karakternya

masing-masing bisa dikatakan mirip dengan

naskah drama. Karakter Budi yang oon tapi

kocak, Rayan dengan gaya pendiam nan ‘cool’

dan Hamid lebih serius dalam bertindak.

Membagi karakter yang beragam dalam

sebuah cerita bukan sesuatu yang mudah.

Tapi Cerpen ini bisa menggambarkan bahwa

pengkategorian karakter itu ada dan hidup.

Cerpen ini memang bertema sosial yang

dicampuri unsur komedi.

Beberapa cerita di atas yang penulis sebut,

cukup mewakili unsur romantisme yang

terdapat dalam buku ini. Namun begitu, dari

keseluruhan cerita yang ada, penulis belum

menemukan tema surealis atau realisme

magis yang menjadi topik utama dalam suatu

cerita. Rata-rata tema yang diangkat, berawal

dari sebuah realita. Walaupun tema surealis

sejatinya bukan sebuah keharusan -

pengarang bebas menentukan temanya

sendiri. Tidak heran jika buku ini bukan

sekedar penghibur, lain waktu bisa menjadi

pelipur lara: ketika pembaca menemukan

kisah yang sama dalam salah satu cerpen ini.

Dan mungkin ini juga yang membuat judul

antologi ini ‘Puzzle Kehidupan’ atau bisa kita

terjemahkan: lika-liku kehidupan.

Dan yang terlihat sedikit mengganjal dari

antologi ini justru judul besar yang terdengar

kurang nyaman di telinga. Puzzle Kehidupan,

hemat penulis, kata ‘Puzzle’ terdengar seperti

sebuah permainan kanak-kanak yang kurang

cocok jika disandingkan dengan karya sastra,

terlebih dengan tema sosial yang terdapat

dalam buku ini. Namun begitu, judul ini bisa

mencakup keseluruhan tema cerita yang ada.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam sinopsis

cerita yang terdapat di sampul belakang.

Puzzle Kehidupan, antologi cerpen yang

diterbitkan oleh Informatika cukup menjadi

angin segar sebagai pengingat mungkin juga

penggebrak aktifitas sastra yang dikatakan

sempat mandeg di tengah dinamika Masisir.

Pada masanya Masisir mencapai

kegemilangan dalam dunia kepenulisan

secara umum dan dunia sastra secara khusus.

Terbukti dengan banyaknya komunitas-

komunitas sastra yang cukup marak dan

beberapa karya yang lahir dari pena Masisir.

Sehingga muncullah novelis sekelas

Habiburrahman dan beberapa novelis muda

lain, Indra Gunawan, El-Vandi, Salim Fillah

dsb. Sebaiknya kemunculan mereka bisa jadi

pelajaran buat generasi muda yang sempat

asing dengan dunia sastra. Maka dari itu

Informatika mencoba menerbitkan sekaligus

membuktikan bahwa sastra di tengah Masisir

belum benar-benar mati.

Seperti juga yang terdapat dalam kata

pengantar buku ini. Tentu disamping

subjektifitas karya dari para penulis sendiri,

pihak penerbit rupanya ingin menyuguhkan

satu dogma, bahwa sudah saatnya kita

mengulang kata, mengulang cerita. Dalam

artian, kembali ke pada geliat sastra yang

sudah asing lagi ditemukan di meja-meja

diskusi. Semoga dengan adanya penerbitan

antologi ini, seperti di pembukaan awal, bisa

menyindir kawan-kawan yang lain untuk

menerbitkan buku, atau minimal meramaikan

berbagai event sastra.

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Buletin

Prestasi, Keluarga Informatika.

Page 7: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

A n a l i s a

07

Skenario Penggagalan Kebangkitan Islam di Mesir

Oleh: Harun al-Rasyid*

Setahun berlalu masa kepemimpinan

Muhammad Mursi, Presiden Mesir pertama

dari kalangan sipil, gonjang-ganjing

perpolitikan ternyata belum usai.

Perseteruan dua kekuatan antara

poros Islam dan poros Nasionalis

(Liberal-Sekuler) yang

memposisikan dirinya

berseberangan dengan pemerintah

terus berlanjut. Berawal dari

ketidakpuasan kelompok

nasionalis atas hasil pemilu yang

dimenangkan oleh poros Islam

khususnya Ikhwanul Muslimin

(IM) dan Salafy, membuat mereka

terus melakukan upaya untuk

mendepak kekuatan ini dari

pemerintahan.

Memilih Ikhwanul Muslimin

sebagai rival utama membuka

peluang bagi oposisi meraih

dukungan dari banyak pihak yang

berseberangan dengan gerakan Islam

ini. Pro status quo seakan mendapat kekuatan

baru untuk melanjutkan misi mereka

menyingkirkan IM dan Salafy. Kelompok

Koptik pun ditakut-takuti dengan wacana

diskriminasi kaum minoritas dan Islamisasi

negara serta isu konflik sektarian yang

sengaja dibuat.

Kekhawatiran terhadap konsep Islam

yang dianggap radikal, menimbulkan

semacam ketakutan akan berdirinya neo-Iran

di Mesir. Perspektif ini kemudian dibawa ke

ranah publik dan dijadikan alasan kuat untuk

mengggoyang pemerintahan.

Wacana ini telah bergulir sejak lama,

seiring dengan perdebatan terkait arah masa

depan negara pasca revolusi dan tarik

menarik landasan asasi konstitusi baru. Poros

kekuatan Islam yang diwakili Ikhwanul

Muslimin, Salafy, Jamaah Islamiyah, dan faksi

Islam lainnya sepakat menjadikan Syariat

Islam sebagai pilar asasi konstitusi negara.

Namun di pihak lain, kubu oposisi sekuler dan

liberal menentang ide ini. Termasuk Koptik

yang merasa terancam dengan isu

diskriminasi dan sektarian.

Perdebatan ini semakin meruncing ketika

presiden memberikan kewenangan penuh

kepada Dewan Konstitusi untuk

menyelesaikan rancangan konstitusi baru

secepat mungkin, bahkan sampai referendum

digelar perdebatan pun tak kunjung usai.

Ketidakpuasan oposisi terhadap hasil

referendum akhirnya berkembang menjadi

“mosi tidak percaya”. Mereka mengajukan

petisi pengunduran diri Mursi dari jabatan

presiden dan mempercepat pelaksanaan

pemilihan presiden yang baru. Mursi dinilai

telah gagal membawa masa depan Mesir dan

menuduh Mursi sebagai diktator baru,

menggantikan Mubarak.

Gerakan Tamarrud

Gerakan pemberontak Tamarrud

merupakan aksi massif kelompok oposisi

menghimpun dukungan dari semua kalangan

untuk menyatukan suara menuntut

lengsernya pemerintahan Mursi, menekan

Ikhwanul Muslimin dan poros pro pemerintah

serta menyerukan percepatan pemilu

presiden. Gerakan ini mulai muncul 26 April

2013 di Tahrir Square dan mendapat

dukungan dari pimpinan Front Penyelamat

Nasional (Jabhah Inqadz), diantaranya:

Hamdeen Sabahi (pendiri Aliansi Politik

Bangsa), Muhammad El Baradei (pimpinan

Partai Dustur), Sayid Badawi (pimpinan Partai

Wafd) dan yang lainnya.

Aksi Tamarrud menetapkan 30 Juni

sebagai garis merah realisasi tuntutan

pelengseran Mursi, walaupun pimpinan

oposisi Hamdeen Sabbahi sendiri tak terlalu

yakin dengan batas waktu ini. Ia hanya

menyebutnya sebagai perjuangan yang

panjang menyukseskan revolusi 25 Januari

yang belum sempurna.

Namun gerakan yang diklaim ‘aksi damai’

ini telah digagalkan sebelum waktunya oleh

pengusungnya sendiri dengan melakukan

kekerasan fisik, perusakan fasilitas umum

hingga menciderai beberapa kader Ikhwan.

Beberapa orang dinyatakan meninggal dunia

dan luka-luka sejak dimulainya gerakan ini.

Dalam demo mereka beberapa hari lalu media

memberitakan adanya aksi penyebaran foto

Mubarak dan sejumlah aksi kriminal lainnya.

Apa yang dinginkan oposisi?

Target aksi-aksi yang dilakukan kubu

oposisi sejatinya adalah rangkaian upaya

untuk menggagalkan proyek Kebangkitan

Islam yang sedang dicoba terapkan di Mesir.

Mereka tentu memahami bahwa untuk

melawan apalagi melengserkan

Mursi saat ini adalah perkerjaan

sia-sia. Mereka tidak punya alasan

kuat untuk menjatuhkan Mursi,

sementara mereka juga telah

gagal meraih dukungan publik.

Maka dengan menciptakan

kekacauan dan instabilitas politik

cukup menunjukkan kepada

dunia bahwa pengusung azas

Islam telah gagal dan Syariat

Islam tidak cocok diterapkan di

Mesir. Di sisi lain, kekerasan demi

kekerasan yang mereka lakukan

di jalanan adalah upaya untuk

menjebak pemerintah untuk

bertindak lebih keras, hingga

menurunkan aparat guna

menghadapi huru-hara

sebagaimana yang dilakukan

Mubarak pada demo 25 Januari. Dengan

demikian mereka punya alasan untuk

menuduh Mursi diktator sebagaimana

Mubarak.

Dengan seruan demo 30 Juni, gerakan

pemberontakan ‘Tamarrud’ akan menyeret

Mesir pada salah satu dari dua kondisi;

Pertama: Terjadinya perang saudara dan

pertumpahan darah antara kubu pendukung

dan penentang presiden Mursi di jalanan,

sementara militer dan polisi tidak ikut

campur dan membiarkan. Hal ini sudah

terlihat beberapa waktu belakangan, di

antaranya penyerangan preman Tamarrud

terhadap kubu islamis pendukung Mursi di

beberapa daerah yang mengakibatkan korban

luka-luka bahkan meninggal dunia. Beberapa

kantor Ikhwan pun tidak luput dari serangan

massa.

Kedua: Polisi dan militer akan masuk

sebagai penengah, lalu mengambil alih

pemerintahan dengan alasan menyelamatkan

stabilitas negara. Namun opsi ini

kemungkinannya sangat kecil karena

pemerintahan militer telah ditolak oleh

rakyat, rakyat tidak menerima militer masuk

ke ranah politik.

Tarik Menarik Kepentingan

Kesuksesan revolusi 25 Januari dan

proyek Kebangkitan Islam di Mesir memiliki

pengaruh besar baik di tingkat nasional Mesir,

regional maupun internasional. Untuk skala

nasional keberhasilan revolusi ini akan

mengikis habis akar-akar rezim lama dan

pengaruh pemikiran liberal dan sekuler yang

sedang diperjuangkan oleh oposisi. Terlebih

Sekelompok demonstran berjalan menuju Masjid Rabi`ah al-`Adawiyah tempat para

pendukung pemerintahan Mursi melakukan aksi damai

Do

c: f

aceb

oo

k.c

om

/sin

aim

esir

Lanjut ke hal 9...

Page 8: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

Kepentingan Lawan Kepentingan

Oleh: Fahmi Hasan Nugroho*

O p i n i

08

Sekitar satu bulan yang lalu, Masisir

sempat diributkan oleh kasus keracunan

yang menimpa beberapa mahasiswa al-Azhar

yang tinggal di asrama. Karena telah

terbumbui aroma politik, isu itu pun

kemudian meluas hingga sampai pada

kesimpulan bahwa beberapa kelompok Islam

ingin menguasai dan memberikan

pengarunya di al-Azhar.

Informasi ini bisa saja benar dan bisa juga

salah. Namun sangat disayangkan, informasi

ini ternyata digunakan oleh beberapa pihak

dalam tubuh Masisir untuk menyudutkan

kelompok yang memang berafiliasi secara

tidak langsung kepada kelompok Islam

tersebut. Sekelompok orang seolah sengaja

menyalakan api pergesekan yang ia pun tidak

tahu akan sebesar apa api ini membara.

Sebagian pihak terbawa oleh isu ini,

dampaknya mereka pun ikut bereaksi karena

tak rela institusi tempat ia belajar dikuasai

oleh kepentingan politik. Kelompok yang

merasa tersudutkan pun juga bereaksi,

berbagai status dan tulisan terlihat di jejaring

sosial sebagai reaksi atas pemberitaan

tersebut. Masa ujian yang seharusnya tenang

pun menjadi sedikit beriak.

Pergesekan antara dua pihak ini dipicu

karena sebuah berita. Pihak pertama menelan

mentah kabar ini kemudian bereaksi dengan

menentang siapapun yang berafiliasi kepada

kelompok Islam itu. Pihak kedua pun

menolak mentah-mentah berita ini, mereka

menyalahkan pihak yang asal percaya

tentang kabar itu tanpa ada klarifikasi,

mereka pun meyalahkan media itu karena

telah menyebar fitnah dan mengambil

sumber dari media-media sekuler.

Kita harus bisa jeli dan kritis dalam

menilai sebuah informasi, karena tidak

dipungkiri bahwa media informasi sering kali

diwarnai dengan kepentingan berbagai pihak.

Dalam surat al-Hujurat ayat enam Allah

memberikan kita petunjuk dalam mencerna

sebuah informasi. Kita diajari agar selalu

bersikap kritis, tidak asal mempercayai

sebuah berita ataupun asal menolaknya. Kita

diarahkan untuk bersikap skeptis,

menempatkan setiap informasi pada titik

‘ragu’ yang memiliki kemungkinan benar dan

salah agar kemudian kita mencari tahu

kebenaran dari informasi itu.

Sering kali kita menyalahkan media

informasi karena memberikan berita yang

kurang seimbang dan menyudutkan

kelompok kita, kita pun menyalahkan pihak

yang asal menelan begitu saja berita itu tanpa

ada usaha tabayun. Namun kita juga sering

lupa bahwa terkadang kita pun asal

mempercayai kabar yang menyudutkan pihak

yang memang kurang kita sukai.

Menyalahkan orang lain karena kesalahan

yang kita lakukan juga. Jadi, lagi-lagi yang

berperan adalah kepenti-ngan kan?

Kepentingan dari media informasi dan

kepentingan dari pembaca informasi?

Seperti kabar yang baru-baru ini tersebar

di jejaring sosial, isu intervensi partai politik

terhadap PPMI yang dibahas oleh beberapa

akun di Twitter. Sebagian pihak terlihat

antusias dengan kabar tersebut, menelan

mentah kabar itu tanpa mau tahu klarifikasi

dari pihak PPMI. Sebagian lain bertanya-

tanya dan menunggu apa jawaban dari PPMI

atas tersebarnya isu tersebut. Jika anda telah

membaca rentetan twitter itu maka saya

ingin bertanya, apakah berita yang

disebarkan oleh akun tersebut memang

sebuah “berita” atau merupaka sebuah

“penafsiran terhadap sebuah berita”?

Kita perlu belajar tentang jurnalistik,

perlu tahu tentang dunia informasi yang

banyak terlihat perbedaan kepentingan di

dalamnya. Kita perlu belajar cara dan aturan

dalam menyebarkan sebuah berita. Jika kita

menyaksikan Presiden PPMI mendapatkan

uang dari satu pihak kemudian kita

memberitahukan kepada orang lain bahwa

dia mendapatkan uang dari pihak itu, maka

itu adalah sebuah berita, menceritakan apa

yang sebenarnya terjadi.

Namun jika kita melihat kejadian yang

sama, kemudian kita tafsirkan kejadian itu

dengan kemungkinan-kemungkinan yang

terlintas tanpa bertanya kepada pihak

pertama, lalu menyebarkan penafsiran berita

tadi kepada orang lain, itu sama sekali

bukanlah sebuah berita. Jika penafsiran itu

salah maka itu adalah sebuah fitnah, dan jika

penafsiran itu benar maka tetap saja itu

bukan sebuah berita karena tidak memiliki

sandaran yang jelas.

Prinsip yang paling dasar di dalam

jurnalistik adalah unsur sebuah berita, 5W

dan 1H. What? Ada kejadian apa? Who? Siapa

yang terlibat? When? Kapan berlangsung?

dan Where? Di mana terjadinya? Untuk empat

poin ini, kita bisa mendapatkannya dari

berbagai sumber meski bukan dari orang

pertama. Kita bisa bertanya kepada orang

yang menyaksikan kejadian itu, ataupun kita

bisa mencarinya melalui media jejaring

sosial.

Namun untuk dua point terakhir, Why?

Kenapa? Apa tujuannya? Dan How?

Bagaimana kejadiannya?, kita harus

mendapatkannya langsung dari pihak yang

terkait. Banyak berita yang simpang siur

karena kesalahan dalam dua poin ini. Itulah

kenapa dalam berbagai kasus para wartawan

selalu mengejar orang pertama untuk

mendapatkan informasi yang valid. Orang

pertama pun biasanya mengadakan jumpa

pers, mengeluarkan press release sebagai

penjelasan resmi dari pihak yang terkait

untuk menyuarakan perkara dari sudut

pandang orang pertama agar tidak terjadi

fitnah dan kesimpangsiuran. Penafsiran

tentang sebuah perkara harusnya memiliki

sandaran yang jelas agar tidak terjadi fitnah.

Selain perlu belajar menuliskan berita,

kita juga perlu untuk belajar membaca berita.

Kita tahu bahwa media informasi seri-ng kali

terbungkus dengan berbagai macam

kepentingan, namun hal itu jangan sampai

membuat kita lantas tidak percaya

sepenuhnya terhadap media tersebut.

Kita sering menilai bahwa sebagian media

-media besar Indonesia cenderung

mendiskreditkan Islam, saat dua kejadian

yang sama terkadang mereka mengangkat

dan melebihkan porsi satu berita dari yang

lain. Unjuk rasa Indonesia tanpa FPI,

Indonesia tanpa JIL, Muktamar Khilafah HTI,

konflik Suni Syiah, Ahmadiah, kasus korupsi

PKS. Lantas, apakah karena itu kita kemudian

tidak lagi mempercayai apa yang diberitakan

oleh media-media tersebut? Lalu kemudian

kita hanya mempercayai berita yang tidak

merugikan kita dan sesuai dengan kebenaran

dari sudut pandang kita. Bukankah itu juga

merupakan kepentingan?

Dalam satu kasus kita bisa melihat dua

hingga tiga sudut pandang berita yang

berbeda-beda. Jika kita hanya mempercayai

satu dari tiga itu maka kita akan kehilangan

kemungkinan kebenaran kasus dari dua

sudut pandang yang lain. Mempercayai

sebuah informasi karena kepentingan yang

kita miliki itu sama buruknya dengan

menyebarkan sebuah informasi karena sesuai

(atau disesuaikan) dengan kepentingan

sendiri.

Kadar penilaian sebuah berita tidak

terdapat pada kepentingan. Jika seperti itu,

maka tidak ada lagi kebenaran dalam berita,

yang ada hanya kepentingan dan kepenti-

ngan. Kita perlu membaca berita dari sumber

manapun, kemudian kita letakkan informasi

itu pada titik ‘ragu’ tadi untuk kemudian kita

bandingkan antara satu dan yang lain. Setelah

itu barulah kita mengambil kesimpulan dan

memutuskan berita mana yang layak kita

percayai.

Pengetahuan tentang kaidah jurnalistik

itu penting bagi anda yang hidup di era media

informasi. Semoga bermanfaat.

*Penulis adalah pemimpin redaksi buletin

TëROBOSAN.

Page 9: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

O p i n i

Tolak Intervensi Parpol di PPMI Mesir, Kenapa Tidak?

Oleh: Herman Yusuf*

Di tengah pro dan kontra Presiden SBY

akan mengumumkan kenaikan harga BBM

(Bahan Bakar Minyak) di Indonesia,

Mahasiswa Indonesia di Mesir dihebohkan

dengan keluarnya press release dari Presiden

PPMI Mesir yang disebarkan via media sosial

Facebook tertanggal 18 Juni 2013. Press

release itu berisi tentang “Bantahan atas

tuduhan akun anonim twitter @guemasisir

terhadap Presiden PPMI Mesir”.

Kegalauan Presiden Jamil atas kultwit

akun @guemasisir yang mengangkat judul:

“Presiden Jamil Menerima Dana Parpol?”,

yang sudah terkumpul di link berikut: http://

chirpstory.com/li/90221 terlihat pada

bantahan 5 poin yang sudah dijelaskan

dengan lugas oleh DPP PPMI Mesir Periode

2012-2013 melalui press release-nya.

Sudah menjadi kelaziman bahwa politik

Mahasiswa Indonesia di Mesir ini menjadi hot

topic menjelang pemilu mahasiswa yang akan

digelar sekitar 1,5 bulan lagi. Di mana

“pemerintahan” PPMI tahun ini yang

dipimpin oleh Saudara Jamil-Delfa juga akan

menggelar LPJ (Laporan

Pertanggungjawaban) akhir masa jabatannya.

“Lawan-lawan politik” Jamil-Delfa

memanfaatkan isu uang ini untuk melakukan

aksi black campaign dengan menyerang

melalui dunia maya, terlepas benar atau

tidaknya Presiden Jamil menerima aliran

dana dari parpol yang diserahkan oleh

Mahfudz Siddiq (PKS) dalam acara Dialog

kebangsaan pada tanggal 21/11/2012 di

KBRI Kairo.

Namun setelah membaca press release

PPMI di poin lima yang berbunyi: “Terkait

bantuan dana dari Komisi 1 DPR RI kepada

DPP PPMI itu murni bantuan biasa yang tidak

bermotif apapun. DPP PPMI tidak mengajukan

proposal dana kepada Komisi 1 DPR RI dan

pemberian dana dari Komisi 1 DPR RI murni

inisiatif mereka yang diwakili oleh Bapak

Mahfud Siddiq kepada DPP PPMI kala itu dan

pemberian dananya pun disaksikan oleh

banyak perwakilan masyarakat Indonesia di

Mesir, baik dari unsur KBRI maupun

mahasiswa setelah acara dialog kebangsaan

dengan Komisi 1 DPR RI.”

Terlepas dari pro dan kontra terkait dana

tersebut, sebagai rakyat yang awam terhadap

masalah politik, saya pribadi melihat hal ini

terasa janggal. Karena dulu ketika Saudara

Jamil sebelum menjabat di PPMI, ia berkoar-

koar “Tolak intervensi parpol di PPMI” dan

bahkan saya bangga kepadanya waktu itu.

Namun sekarang saya melihat beliau lebih

condong kepada pemimpin yang -maaf-

“Pragmatis”. Kenapa? Karena dalam politik

manapun kita tidak bisa mengelak apa yang

namanya “kontrak politik”, terlepas PPMI

membantah hal itu. Namun secara moral

Presiden Jamil telah “cacat”, karena ia tidak

konsisten dengan apa yang diperjuangkan di

PPMI Mesir yang ingin menolak intervensi

parpol di dalamnya. Intervensi yang saya

maksudkan di sini tidak hanya kontrak

politik, namun juga semua hal yang berbau

parpol PPMI harus bisa mengatakan TIDAK.

Saya pribadi tidak mempermasalahkan

PPMI tahun ini atau tahun depan boleh

menerima kembali dana dari manapun,

karena memang PPMI adalah “lahan basah”

yang bisa menerima dan mengajukan

proposal dana kemanapun demi terwujudnya

program kerja di pemerintahannya. Namun

sebagai lembaga dan organisasi induk

seharusnya PPMI memiliki independensi

untuk menolak apapun pemberian materi

dari parpol, karena akan membuat

ketidakstabilan politik di ranah Masisir.

Bukan hanya itu, seharusnya MPA/BPA

PPMI mengeluarkan regulasi tentang

gratifikasi yang boleh diterima oleh DPP

PPMI Mesir dalam masa jabatannya, atau

bahkan PPR (Panitia Pemilu Raya) MPA PPMI

berhak menanyakan dana kampanye capres/

cawapres PPMI untuk menghindari

intervensi parpol di PPMI.

Saya pribadi belum melihat kesuksesan

pemerintahan Saudara Jamil-Delfa di tahun

ini. Karena saya melihat masih banyak PR

yang belum terselesaikan seperti masalah

keamanan, kesejahteraan mahasiswa, moral

(hubungan antara mahasiswa-mahasiswi

yang sudah mulai “cair”) dan efek kebijakan

yang dilakukan selama ini skalanya masih

lokal dan efeknya tidak terlalu besar.

Permasalahan yang muncul menjadi tambal

sulam dan masisir semakin acuh tak acuh

terhadap PPMI. Masisir saat ini berpikir

bagaimana bisa belajar dengan baik dan

belajar mempertahankan hidup dengan

pontang-panting mencari beasiswa dan

bahkan harus bekerja karena sudah tidak

dikirim orang tua.

Tidak mudah memang, memegang

organisasi induk seperti PPMI, karena kita

sudah masuk dalam ranah politik, dan politik

itu adalah ‘aadatu al-Taghyir (alat untuk

memegang kebijakan). PPMI menjadi sorotan

publik secara luas. Sebagai pemimpin yang

baik harus bisa mendengarkan curhat

rakyatnya, membuka ruang seluas-luasnya

untuk berdialog dengan seluruh elemen

masisir. Menjadi sangat lucu kalau akun

twitter @ppmimesir tidak aktif selama 71

hari, bahkan jarang menyapa dan merespon

keluhan masisir secara langsung di media

social, itu sangat ironi sebagai pejabat publik.

Harapan saya pribadi, ke depan PPMI

Mesir bukan lembaga yang sifatnya seperti

EO (Event Organizer) yang jago membuat

kegiatan “wah“ dan show of force saja

sehingga menyedot banyak dana dan energi.

PPMI itu di mata saya adalah organisasi yang

harus menggandakan jaringan dan link,

sifatnya eksternal bahkan dengan pihak

wafidin secara umum. Kalau bisa membuat

suatu agenda khusus dengan Pemerintahan

Mesir mengkaji studi banding masalah

pendidikan dan sosial bahkan budaya dan

memberikan masukan positif sebagai

rekomendasi untuk DPR RI dan pemerintah

di Indonesia.

Wallahulmuwafiq ila aqwamit Thariq

*Penulis adalah Mahasiswa yang sedang

“nyantri” di Universitas al-Azhar

09

proses hukum atas para mafia yang telah

menjual negara untuk kepentingan mereka.

Keberhasilan Mesir juga memiliki

pengaruh besar terhadap negara-negara

kawasan dan Jazirah Arab. Negara-negara

Arab Spring yang hari ini masih jalan di

tempat akan menjadikan Mesir sebagai

sampel kesuksesan revolusi dan kebangkitan

Islam. Sementara rezim absolut yang

berkuasa di negara-negara Arab lainnya akan

merasa terancam jika revolusi semakin

meluas, sebagaimana yang pernah terjadi di

Bahrain dan Yaman.

Kekhawatiran terhadap dampak

suksesnya revolusi Mesir mendorong banyak

pihak berupaya menggagalkan proyek ini.

Intelijen Mesir beberapa waktu lalu berhasil

mengungkap keterlibatan salah satu negara

teluk mengakomodir kerusuhan yang terjadi

di Mesir. Hal yang paling mencolok adalah

tudingan dan cacian oknum kepolisian Dubai

terhadap pemerintahan Mesir. Ada apa

sebenarnya?

Kesuksesan Kebangkitan Islam di Mesir

dan Timur Tengah adalah ancaman serius

bagi kepentingan asing di kawasan,

khususnya masa depan Israel di tanah

Palestina. Kecemasan ini sudah berkali-kali

diungkap pihak Israel. Dengan adanya

akumulasi kepentingan ini bisa disimpulkan

bahwa tujuan utama skenario kudeta bukan

sekedar melawan pemerintahan Mursi, tapi

juga bagaimana menggagalkan proyek

kebangkitan Islam.

*Penulis adalah anggota kajian timur

tengah SINAI (Studi Informasi Alam Islami)

Page 10: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

Kedalaman dan Ketajaman Analisis

Oleh: Ahmad Satriawan Hariadi*

O p i n i

Jika ada konsensus mengenai penemu

ilmu Sosiologi, maka para khalayak akan

sepakat bahwa sosok Ibnu Khaldun-lah yang

paling pantas digelari Bapak Sosiologi. Namun

kita terkadang merasa cukup dengan

mengetahui bahwa Ibnu Khaldun adalah

Bapak Sosiologi, tidak lebih, kemudian berlalu

begitu saja.

Tetapi tahukan kita, bagaimana Ibnu

Khaldun bisa menjadi demikian? Apa saja hal-

hal baru yang dipersembahkan? Bagaimana

metodenya dalam menguraikan kejadian-

kejadian historis, berikut tanggapan-

tanggapan kritisnya? Apa saja gagasan-

gagasan inovatifnya dalam ilmu Filsafat

Sejarah dan Ilmu Sosiologi? Nihil! Kita

rupanya lebih nyaman dengan hal-hal ringan

yang tidak memeras otak, sehingga

mencukupkan diri dengan tahu bahwa Ibnu

Khaldun adalah penulis buku Muqaddimah

dan Bapak Sosiologi.

Salah satu hal yang paling menonjol dari

karakter Ibnu Khaldun (732-808H) dalam

setiap tulisannya adalah kedalaman dan

ketajaman analisisnya. Lihatlah salah satu

hukumnya yang masih bisa kita rasakan

hingga sekarang. Ia berpendapat bahwa

bangsa yang ditaklukkan (terbelakang),

senantiasa meniru bangsa yang

menaklukkannya (maju) dari segala aspek;

apakah itu simbol, pakaian, agama, gaya

hidup, hari-hari besar, dan lain-lain (2009:

157). Inilah yang membedakan Ibnu Khaldun

dengan para sejarawan, baik yang

mendahuluinya, maupun mereka yang datang

setelah masa Ibnu Khaldun.

Jika para sejarawan sebelum Ibnu

Khaldun menguraikan kejadian-kejadian

secara naratif dan masih terbawa pengaruh

ulama Hadis dalam perihal metode; seperti

Tarikh al-Umam wa al-Muluk karya Ibnu Jarir

(224-310H), bahkan sampai pada sejarawan

yang semasa dengan Ibnu Khaldun; seperti

Ibnu Katsir (701-774H) dalam al-Bidayah wa

al-Nihayah, maka sejarawan yang datang

setelah Ibnu Khaldun—secara langsung

maupun tidak langsung—terpengaruh dengan

metode brilian Ibnu Khaldun. Jika anda tidak

percaya, lihatlah metode yang digunakan oleh

sejarawan-sejarawan setelahnya; semisal Al-

Maqrizy (764-845H) dalam Khithath-nya,

kemudian Al-Suyuthy (849-911H) dalam

Husnul Muhadharah-nya.

Namun terlalu naif rasanya jika hanya

menarasikan inovasi-inovasi Ibnu Khaldun

dalam bidang Filsafat Sejarah dan Sosiologi,

tanpa mendatangkan hal-hal baru dan sisi-sisi

positif dari kehidupan ilmiahnya, yang penulis

rasa lebih mengena dan mendatangkan

manfaat. Adapun hal menarik yang pantas

untuk kita angkat kali ini adalah kedalaman

dan ketajaman analisis Ibnu Khaldun. Karena

melalui kedalaman dan ketajaman analisis

inilah, Ibnu Khaldun mendapat tempat yang

begitu spesial di hati para penikmat sejarah.

Merupakan sunatullah, jika kedalaman

analisis merupakan buah dari keluasan ilmu

dan wawasan. Anda tidak mungkin datang

dengan analisis yang dalam, jika pengetahuan

anda terhadap sesuatu yang anda analisis,

masih abal-abalan. Kemudian tindak lanjut

dari kedalaman analisis tersebut adalah

ketajaman analisis. Sebab, semakin dalam

analisis seseorang, semakin bertambah

keberanian seseorang untuk membuat

kesimpulan yang jujur dan kritis, tanpa

memikirkan risiko yang bakal menimpanya.

Orientasinya pun hanya untuk menyampaikan

hakikat dan kebenaran, tanpa pandang bulu.

Inilah yang terlihat jelas dari tabiat Ibnu

Khaldun dan orang-orang yang mengikuti ide-

idenya.

Dengan tabiat yang demikian, Ibnu

Khaldun tidak segan-segan untuk

menghukumi bahwa orang Arab tidak akan

memperoleh kekuasaan kecuali dengan embel

-embel agama, atau pengaruh yang signifikan

dari agama (2009: 161). Begitu juga ketika ia

menghukumi bahwa kebanyakan pembawa

panji-panji ilmu pengetahuan dalam Islam

adalah orang-orang non-Arab (2009: 614).

Demikan pula halnya dengan ratusan hukum

lainnya yang ia catat di dalam

Muqaddimahnya, yang secara tidak langsung

menujukkan keberanian dan kelugasannya.

Dengan metode kedalaman dan ketajaman

analisis yang ia warisi dari Ibnu khaldun, Al-

Maqrizy tidak berpikir panjang untuk menulis

pembahasan khusus mengenai akhlak dan

prilaku orang Mesir, meskipun dia sendiri

adalah orang Mesir asli.

Di dalam Khithtath-nya ia mengatakan

(1998: 1/146), "Adapun mengenai perilaku

mereka (orang Mesir), maka yang paling

menonjol adalah selalu mengikuti syahwat,

gemar berburu kelezatan, tersibukkan oleh

kebatilan, acuh tak acuh, dan suka

meremehkan, percaya dengan hal-hal mistis,

tidak memiliki keteguhan hati, tidak

mempunyai semangat, berpengalaman dalam

hal tipu daya dan muslihat, suka mencari

muka… Akibatnya, kebiasaan mereka

semacam ini menjadi terkenal di mana-mana,

bahkan menjadi adagium."

Di lain tempat, Al-Maqrizy (1998: 1/137)

juga berpendapat bahwa kondisi geografis

Mesir-lah yang berperan penting dalam

menjadikan sebagian besar penduduk Mesir

penakut dan bermental kerdil. Oleh karena

itu, singa pun tidak sudi untuk tinggal di Bumi

Kinanah ini. Binatang-binatang, seperti anjing

pun ikut-ikutan menjadi penakut dan

kehilangan taring dibanding anjing di negeri

lainnya. Namun Al-Maqrizy pun tidak lupa

bahwa ada juga sebagian kecil orang Mesir

yang diberikan berbagai kelebihan oleh Allah;

seperti akhlak yang mulia dan perlindungan

dari berbagai macam keburukan.

Selain Al-Maqrizy, sejarawan yang

lainnya; seperti Al-Suyuthy, juga terpengaruh

dengan metode kedalaman dan ketajaman

analisis Ibnu Khaldun di dalam Husnul

Muhadharah-nya. Bahkan dengan tanpa rasa

canggung ia menulis bab tersendiri mengenai

penyebab orang Mesir menjadi terhina dan

lalim (1968: 2/336-339).

Al-Suyuthy kemudian menyebutkan

bahwa suatu hari Sa'ad ibn Abi Waqqash

pernah diutus Khalifah Utsman ibn Affan ke

Mesir. Namun orang-orang Mesir melarang

Sa'ad untuk memasuki kota Fusthath. Sa'ad

pun berkata kepada mereka, "Dengarkanlah

apa yang kukatakan kepada kalian!" Tetapi—

karena tabiat suka meremehkan—mereka

tidak mau mendengar. Akhirnya Sa'ad pun

berdoa kepada Allah untuk kehinaan mereka.

Al-Suyuthy kemudian berkomentar, "Sa'ad

adalah orang yang terkenal dengan doanya

yang selalu terijabah oleh Allah, sebab Nabi

pernah berdoa untuknya: Ya Allah

kabulkanlah doa Sa'ad jika ia meminta kepada

-Mu."

Terlepas dari akurasi analisis Al-Maqrizy

dan Al-Suyuthy di atas, penulis hanya ingin

menekankan bahwa seorang sejarawan, dan

kaum terpelajar secara umum, harus benar-

benar memiliki kedalaman dan ketajaman

analisis dalam berbagai aspek kegiatan

ilmiahnya. Karena dengan memiliki

kedalaman dan ketajaman analisis, seseorang

tidak akan pernah ragu-ragu, apalagi menjadi

pengecut untuk menyampaikan kebenaran

yang diyakininya. Sehingga mau tidak mau,

kaum terpelajar kita harus lebih banyak

belajar, lebih peka, dan lebih rasional.

Semua orang pun tahu, betapa pahitnya

kebenaran. Al-Maqrizy dan Al-Suyuthy pun

harus tetap kukuh dan seobjektif mungkin

dalam tulisan ilmiah mereka berdua. Meski

terkadang harus terkesan mendiskreditkan

bangsa dan tanah air mereka sendiri, sesuatu

yang paling sensitif setelah keyakinan. Inilah

contoh betapa pentingnya kedalaman dan

ketajaman analisis dalam membentuk

karakter ilmiah yang superioris, pemberani

dan disegani.

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal

Himmah PPMI, mahasiswa tingkat tiga

fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah.

10

Page 11: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

K o l o m

11

Priorisasi Definisi Oleh: Zulfahani Hasyim*

Kita sering melontarkan kalimat; “jangan

menilai buku dari covernya”, namun

pernahkah kita membuat aplikasi dari

kalimat-kalimat inspiratif seperti ini?

Kehidupan adalah lahan subur tumbuh

kembangnya permasalahan, namun sejauh

mana kita berani memposisikan diri sebagai

observator terhadap masalah kehidupan

tersebut? Atau malah kita lebih rela menjadi

“korban” permasalahan tersebut? Dan di

setiap masalah pasti mengandung definisi

khusus tentang sesuatu atau satu hal, juga

makna-makna yang ambigu dan bahkan bias

lagi samar. Lantas sejauh mana kita sanggup

menilai dan mendefinisikan setiap hal yang

kita temui dengan metodologi ilmiah dan

obyektif? Tulisan ini akan mencoba sedikit

mengingatkan kita pada pentingnya definisi

suatu masalah.

Menghadapi pertentangan adalah

konsekuensi dari kehidupan manusia di

dunia. Apapun bentuk dan konteksnya,

pertentangan kadang justru menjadi media

paling logis untuk menjelaskan eksistensi

manusia itu sendiri, bahkan alam semesta.

Apa yang bisa kita pahami dari ‘tinggi’ jika

kita tidak pernah memahami apa itu ‘rendah’.

Bahkan pengetahuan manusia adalah

susunan pertentangan itu sendiri. Karena

proses mengetahui dan memahami adalah

proses menyusun pertentangan agar lebih

rapi dan terstruktur. Bahkan pada tataran

keyakinan metafisis manusia juga harus

bersandar pada pertentangan. Misal saja, soal

kebaikan yang hanya bisa dipahami semerta

kita memahami keburukan.

Proses memahami segala hal di dalam

hidup bagi seorang manusia dengan melalui

jalan mempertentangkan adalah proses

paling purba dalam sejarah manusia. Dan

proses ini pada akhirnya menentukan posisi

sikap manusia. Jika pengetahuan memberi

konsekuensi penyikapan seorang manusia

terhadap apa yang dia ketahui, mungkinkah

kita menarik nilai obyektif dari sesuatu yang

diketahui?

Lantas muncul pertanyaan mendasar

pada masalah pengetahuan, seberapa

pentingkah kita menaruh perhatian terhadap

makna?

Sebagai masyarakat modern kita kadang

justru lebih menyukai subordinasi sesuatu

hal dibanding mendefinisikan hal tersebut

terlebih dahulu. Atau lebih suka

mengklasifikasi dan membagi-bagi suatu hal

ke dalam hal-hal yang lebih spesifik atau

parsial. Ini pola pikir modern yang dibangun

oleh filsafat pragmatisme yang menyebar

menjelang akhir abad ke 19 Masehi baik di

Timur mau pun di Barat. Pada akhirnya kita

lebih gemar mengkomparasikan banyak hal

dan tidak menemukan satu pijakan obyektif

dalam menelaah suatu masalah.

Penelaahan masalah, membedahnya, dan

mencarikan solusinya membutuhkan satu

instrumen dasar yang tidak bisa kita elakkan,

yaitu definisi. Barangkali di sini kita akan

sedikit menemukan jalan terang tentang

jawaban dari pertanyaan kedua yang penulis

ajukan di atas.

Definisi mendudukan level pertama

sebuah pengetahuan. Tanpa definisi

pengetahuan kita tidak akan membentuk

sebuah batasan yang bisa dijelaskan dan

dicarikan korelasinya. Dan dari sini klasifikasi

akan berjalan dengan baik. Namun

permasalahan manusia modern hampir-

hampir sama yaitu kehilangan kemampuan

mendefinisikan apapun. Kegagalan dalam

mengambil pengertian dari sesuatu hal bisa

berakibat tidak bisa menjelaskannya dan

tidak bisa memecahkan masalah tersebut.

Namun kenyataan justru semakin buruk

tatkala kita justru menerapkan pola pikir di

mana definisi sebuah masalah itu tidak

penting. Pada akhirnya kita akan membuat

keputusan-keputusan ceroboh pada apa saja

yang kita hadapi. Misal, tanpa mengetahui

apakah hakikat sebuah mobil kita sudah

terlebih dahulu memberikan klaim dan

justifikasi bahwa mobil itu benda berbahaya.

Akhirnya keputusan yang kita ambil terhadap

mobil ini pun sangat lah ceroboh.

Kita sering mendapati keadaan seperti ini

baik secara mikro personal mapun makro

sosial. Di tengah kehidupan bernegara,

bangsa kita pun masih terlalu sering

mengesampingkan strukturalisasi masalah

yang dihadapi oleh negara. Akhirnya proses

penyelesaian masalahnya pun akan tumpang

tindih. Contoh kecil misal bentrok antar umat

beragama. Di sini kita selalu mengambil jalan

pintas dalam menghakimi sebuah masalah

seperti fenomena Ahmadiyah dan Syiah. Kita

lupa pada konsep ilmiah yang terstruktur

rapi dalam definisi dan batasan. Dan pada

akhirnya kita melakukan tindakan-tindakan

ceroboh yang bukan menyelesaikan masalah,

namun sebaliknya justru memperlebar

masalah.

Maka dari itu posisi tindak pendefinisian

adalah sesuatu yang menyelamatkan kita dari

kecerobohan dan ketergesaan dalam

bersikap. Sikap memprioritaskan definisi

masalah dari pemberian solusi masalah

merupakan sikap ilmiah dan terhormat.

Kita bisa juga mengambil beberapa hal-

hal yang sering kali lekat dengan hidup kita,

semisal kita menuduh si fulan liberal,

sudahkah kita membuat batasan dan definisi

obyektif tentang kata ‘liberal’? Atau jangan-

jangan liberal dalam paham di antara kita

masih ada banyak perbedaan? Lantas

bagaimana kita bisa mendefinisikan ‘liberal’

secara obyektif?

Di sinilah jawaban pertanyaan pertama

baru tersingkap. Masyarakat modern yang

sudah terpengaruh pemikiran filsafat post-

modern seringkali memposisikan semua hal

yang ada di sekitarnya dalam kacamata self-

center. Maksudnya adalah semua hal yang

ada di sekitar kita akan dipandang dari sudut

pandang kita sendiri tanpa mempedulikan

sudut pandang orang lain. Ini barangkali

akibat budaya filsafat post-modern yang lebih

mengutamakan subyek daripada obyek.

Fokus terhadap subyek dalam memahami

sesuatu bisa berakibat fatal dalam

mendefinisikan sesuatu. Seperti dalam

contoh di atas, bahwa ketika kita menilai si

fulan itu liberal, semerta kita hanya

memahami ‘liberal’ dari sudut pandang diri

kita sendiri atau dari golongan kita sendiri,

maka makna obyektif dari ‘liberal’ tidak akan

kita dapatkan. Satu-satunya cara

mendapatkan obyektifitas makna dari suatu

hal dengan presisi yang paling akurat adalah

dengan meletakan hal yang ingin kita

definisikan itu sebagai esensi wujud yang

menyendiri lalu meletakan diri kita dalam

esensi wujud ini dan bukan dari luar esensi

wujud ini. Lebih dari itu jika kita mengikuti

pendapat Francis Bacon menyoal hakikat

pengetahuan, maka kita harus melepaskan

diri dari anggapan-anggapan yang muncul

dari pengetahuan kita yang sebelumnya.

Dengan begitu kita akan bersih dari

subyektifitas dan bisa memberi nilai obyektif

terhadap obyek yang hendak kita definisikan.

Namun lagi-lagi ini adalah hal yang sangat

susah dan butuh kerendahan hati ekstra agar

bisa mendapatkan pemahaman obyektif

tentang sesuatu. Dalam kondisi tertentu

bahkan kita nyaris tidak bisa obyektif. Maka

dari itu muncul pertanyaan apakan nilai-nilai

pengetahuan itu sebenarnya sudah ada di

dalam repertoar akal kita ataukan dia itu

datang dari luar diri kita?

Pertanyaan ini sebenarnya adalah wacana

diskutif yang menarik yang sudah

dilemparkan oleh kalangan Platonian dengan

paham idealismenya. Dan kemudian

disanggah oleh kalangan eksistensialis

semisal J.P Sartre dan Immanuel Kant. Namun

terlepas dari manakah nilai itu muncul sudah

sewajarnya kita mengembalikan nilai yang

sebenarnya dari sesuatu kepada sesuatu itu

sendiri. Kelegowoan kita dalam memberikan

hak terhadap sesuatu yang buruk sekalipun

akan menandai sejauh mana kita bisa

bersikap ilmiah sebagai kaum terdidik.

*Penulis adalah editor buletin

TëROBOSAN.

Page 12: Buletin Terobosan Edisi 354

TëROBOSAN, Edisi 354, 2 Juli 2013

12

Email/YM: [email protected]

FB: Tranferindo Mesir