Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
-
Upload
lsbnu-mesir -
Category
Documents
-
view
230 -
download
0
Transcript of Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
1/8
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
2/8
telah dilakukan untuk menyembuhkannya. Payah. Nenek han-
ya ingin berjumpa dengan si kokka pemberian mendiangsuaminya. Setiap malam nenek terus berkomat-kamit me-
manggil si kokka dan si kokka saja.
Ah, mungkin nenek sudah lupa. Si kokka tak jauh beda
dengan mendiang suaminya. Jika sudah hilang, ikhlaskan saja
lah!!!***
Malam ini, suara dzikir nenek tak terdengar lagi. Mungkin ia
tengah berdzikir dengan menghitung jumlah pohon kokka disyurga. Atau mungkinkah dia tengah berdzikir bersama ka-
kek disana?
Penyesalanku membuncah.
Maakan aku, Nek! maakan aku aku telah menghilangkan
si kokka
***
Menjemput Perpisahan
Oleh: Yunita Indriani*
saat laju kereta menjemput
menghantarkan kita pada pertemuan
pada subuh yang bening
pada malam yang hening
pada sepotong bulan
kita melanjut mimpi, bercakap
tentang bintang-bintang yang tak terhitung
Kau ingat, sepeda tua itu
adalah nyanyian hati
yang setia menujumu
melewati terjal-terjal
menghirup sawah
saat laju kereta menjemput
menghantarkan kita pada perpisahan
seperti mimpi dalam pekat
yang dibangunkan paksa oleh subuh
Rupanya, ini adalah perpisahan kita
kenanglah dan nyanyikanlah dengan riang
seperti saat pertemuan itu
*lahir di Bandung 22 Juni 1988. Ia merupakan lulusanUPI yang saat ini merupakan pengajar di SDNCangkuang 1. Beberapa karyanya yang dimuat di me-dia diantaranya puisi Tabloid Bali Bicara (2011), Maja-lah Cakra (2011), Antologi Bersama Gerimis (2010),dan kisah inspiratif dalam buku Catatan SangPemenang (2013) penerbit Elex Media. Selainmengajar ia pun bergiat di komunitas Ibu-Ibu DoyanNulis (IIDN) dan Majelis Sastra Bandung (MSB).Menulis baginya adalah bagian dari napasnya. Iadapat dihubungi di FB: Yunita Indriani, twitter@ n i e t a _ a y u a t a u k o m p a s i a n a : h t t p : / /
www.kompasiana.com/dwinita
Dalam Dzikir
Oleh: Yunita Indriani
dalam dzikir
(Selalu)
namamu yang abstrak
yang terangkai atau tak
menyelinap dalam doa-doa ini
meski tiba-tiba
riuh gelombang meriap
sunyi mengendap
nafas tersengal
dalam dzikir
tak pernah habis
kata ini
Menyelinap dalam doa-doa
:agar waktu yang terbatasmerubah apa yang diharap
2
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
3/8
Seperti terasing di tengah hiruk-pikuk dan kerumunan
manusia yang sibuk dengan urusannya masing masing. Saksisejarah dan peradaban ini tetap berdiri megah mengawal
kesibukan dan perubahan yang manusia perbuat. Daerah
yang dulunya menjadi pusat pemerintahan dan ilmu penge-
tahuan di Mesir ini, tak pernah lekang dari ingatan sejarah
akan kejayaan dan redupnya dinasti Fathimiyyah. Memben-
tang sepanjang kurang lebih satu kilometer --menuju Syari
al-Muiz atau dikenal dengan jalan Muiz-- dari Bab el-Futuh
di utara dan berakhir di bab el-Zuwaela di selatan, menyim-
pan peninggalan sejarah Islam yang sangat fenomenal.
Malam itu, tanggal 15 Juli 2013 bersama teman-teman
LSBNU Mesir, kami mengadakan Safari Budaya di bulan
Ramadhan untuk ekspedisi situs sejarah Dinasti Fathimiyyahdan saling bertukar pengetahuan sejarah di pelataran Masjid
peninggalan khalifah ke-enam al-Hakim bi-Amrillah. Sembari
mengecap manisnya buah-buahan yang disarikan, serta
pahitnya kopi malam itu, membuat suasana semakinmenarik untuk menelisik situs dan nilai sejarah Dinasti
Fathimiyyah.
Suasana yang ramai, lalu-lalang pejalan dan keributan orang
-
orang yang menawarkan dagangan menjadi pemandangan
yang lazim bagi para pelancong yang hendak kesana--karenatempatnya yang berdekatan dengan pusat souvenir yang
sangat terkenal di Kairo, Khan Khalili. Sepanjang jalan selalu
diiringi bangunan tinggi-megah dengan ukiran-ukiran yang
indah. Seolah ingin menunjukkan betapa hebat dan per-kasanya penguasa pada waktu itu.
***
Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amrillah (996-1021 M) ada-
lah khalifah ke-
enam dalam masa pemerintahan dinastiFathimiyyah. Dia menggantikan ayahnya Abu Mansur Nizar
al-'Aziz Billah yang meninggal setelah berkuasa selama ku-
rang lebih 21 tahun dari 975-996 M. Pada saat itu al-Hakimmasih berumur 11 tahun. Dia juga merupakan cucu dari kha-
lifah ke-empat al-Muiz li-Dinillah (953-975), yang berhasil
melakukan ekspansi dan menaklukkan Mesir.
Pada awalnya, khalifah Muiz li-Dinillah, seorang penguasa
Dinasti Fathimiyyah penganut Syiah Ismailiyah, menitahkan
panglima besarnya yang paling kuat, Jauhar al-Katib as-Siqlydari pusat awal pemerintahan Qairawan (Tunisia) untuk
ekspansi ke Mesir. Penyerangan sangat mudah dimenangkan
oleh pasukan as-Siqly pada tahun 969 M, karena kondisi poli-
tik Mesir yang pada saat itu dikuasi oleh dinasti Ikhsidiyyah
mengalami keterpurukan luar biasa akibat pemerintahan
yang tidak stabil. Sehingga menyebabkan masyarakat Mesir
pun juga melakukan perlawanan berontak terhadap dinastiIkhsidiyyah yang diperintah oleh Ahmad ibn Ali yang masih
berumur 11 Tahun. Roda pemerintahan saat itu dijalankan
oleh walinya Ubaidillah ibn Tugi yang berperangai sangat
buruk. Tak ayal jika as-Siqly dapat dengan mudah
menduduki Mesir kala itu.
Pada tahun yang sama pada tanggal 17 Syaban 308 H, Jauhar
as-Siqly langsung membangun kota baru yang diberi nama al
-Qohirah (Kairo), yang artinya kota kemenangan. Ada pula
yang mengatakan al-Qohirah maksudnya adalah kota yangtenggelam karena kesalah-pahaman antara ahli astromi dan
pekerja bangunan saat memulai peletakan batu pertama.
Yaitu ketika harus menunggu ahli astronomi untuk membun-yikan lonceng tanda memulai pembangunan, ternyata ber-
bunyi lebih dulu gara-gara seekor burung. Sebagian lagi
mengatakan, karena kepercayaan mereka akan ramalan as-
tronomi, peletakan batu pertama bertepatan dengankemunculan planet Mars, yang menurut mereka Mars adalah
(Qohirul Falak) Penguasa Bintang.
Setelah menguasai Mesir selama empat tahun, khalifah Muizmemindah pusat pemerintahan dari Qairawan (Tunisia) ke
Kairo pada tahun 973 M/362 H. Dalam tiga fase pemerinta-han, mulai dari al-Muiz, al-Aziz, sampai pada masa al-Hakim,
Mesir mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai
bidang. Namun kemajuan yang paling menonjol, dan meru-
pakan sumbangsih Dinasti Fathimiyyah yang paling besaruntuk peradaban islam adalah bidang ilmu pengetahuan.
Seperti pembangunan Masjid al-Azhar oleh Jauhar as-Siqly
atas perintah khalifah Muiz pada tahun 970-972 M/359-361H. Yang kemudian menjadi kiblat keilmuan islam hingga saat
ini.
***
Masjid al-Hakim Bi-Amrillah yang dahulunya dibangun oleh
khalifah al-Aziz Billah pada tahun 381 H / 990 yang tidaksempat diselesaikan karena meninggal terlebih dahulu, dis-
empurnakan oleh anaknya yaitu al-Hakim bi-Amrillah
sendiri tahun 393 H / 1002 M. Seiring berjalannya waktu,
masjid ini pun menjadi pusat keilmuan ke-dua setelah al-azhar. Ruwaq-ruwaq masjid selalu marak mengkaji
keilmuan. Karena getol-nya al-Hakim terhadap ilmu penge-
tahuan, dia membangun banyak prasarana keilmuan, sepertiDarul Hikmah, Darul Ilmi, dan madrasah-madrasah guna
menunjang proses belajar-mengajar yang lebih baik.
Tidak sampai disitu saja, Dia sering memanggil ilmuwan-
ilmuwan ternama dari luar Mesir. Dia memanggil al-Hasan
3
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
4/8
Bin Haitsam, salah satu ilmuwan islam yang monumental di
bidang optik. Bukunya tentang ilmu optik banyak dijadikanreferensi bergengsi di Eropa, digunakan sebagai rujukan
ilmiah populer dari masa ke masa. Pengembangan ilmu as-
tronomi oleh Ali Ibn Yunus dan Ali al-Hasan dan Ibnu Hay-yam, karyanya tentang tematik, astronomi, ilsafat dan
kedokteran pun dihasilkan. Dia juga memanggil seorang pen-
yair kenalannya, Muhammad bin Qosim. Terdapat pula per-pustakaan yang di dalamnya terdapat sekitar 200.000 buku.
Dia juga merupakan penggagas pertama yang mewakakan
hartanya yang konon sampai 1/3 harta Mesir. Itulah wujud
keseriusan al-Hakim untuk mengembangkan ilmu penge-tahuan. Mesir menjadi sumber ilmu yang luar biasa kala itu,
ketenarannya bisa menyaingi Baghdad, Bukhara, bahkan
Qordova. Tak salah jika ia juga disebut salah satu pionirpenggerak keilmuan Islam.
Namun dibalik pemerintahannya yang maju, al-Hakim tergo-long pemimpin yang nyeleneh dan semaunya sendiri. Ke-
bijakannya sering bertolak-belakang dengan apa yang sering
ditampilkan oleh ayahnya. Berbeda dengan kepemimpinanpada masa khalifah Muiz dan al-Aziz yang sangat toleran
terhadap sekte dan agama lain. Pada masa sebelum al-
Hakim, antara pemeluk agama lain hidup damai, Sunni-
Syiah pun sangat toleran.
Al-Hakim masih berusia 11 Tahun ketika menggantikan
ayahnya, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan, al-Hakim didampingi oleh barjawan seseorang yang diberi
amanat oleh al-Aziz Billah untuk mendampingi al-Hakim
sampai beranjak dewasa. Setelah beranjak dewasa, ia mulai
memegang kekuasaan penuh. Kepemimpinannya mulai
ditandai dengan tindakan-tindakan yang sangat berten-
tangan dengan kebijakan-kebijakan terdahulu. Ia membunuh
beberapa orang wazirnya yang berusaha merebutkekuasaannya. Kemudian memberikan maklumat untuk
menghancurkan kuburan suci dan gereja Holy Sepulchre
(1009) diJerusalem, yang ditandatangani oleh sekretarisnyasendiri yang beragama Kristen, Ibnu Abdun, dan tindakan itu
merupakan sebab utama terjadinya perang salib. Dia me-maksa umat Kristen dan Yahudi untuk memakai jubah hitam,
dan mereka hanya dibolehkan menunggangi keledai; setiap
orang Kristen diharuskan menunjukkan salib yangdikalungkan di leher ketika mandi, sedangkan orang Yahudi
diharuskan memasang semacam tenggala berlonceng.
Pada penduduk Mesir, dia juga melarang untuk memakan
makanan yang paling digemari kala itu, Mulukhiya. al-Hakim
juga melarang warganya memakan ikan raja, melarang mem-
buat adonan roti dengan cara diinjak, dan melarang kerasmemasuki kakus tanpa memakai celemek.
Namun, al-Hakim mungkin mempunyai tujuan tersendiriterhadap semua peraturan yang dibuatnya. Karena selain
dikenal kejam, al-Hakim juga dikenal sosok yang bersahaja,
sederhana, dermawan dan tidak sombong. Ketika keluar ista-na, dia melarang masyarakat untuk memanggil Maulana
kepada dirinya. Dia juga tidak ingin masyarakat mencium
tangannya ketika bersalaman dengannya. Hidupnya tidak
bermegah-megahan, dia sering memakai jalabiah hitam dan
sorban sebagai ikat kepala pengganti mahkota. Dia lebih su-
ka blusukan keluar istana untuk sekedar memberi uang, dan
makanan kepada fakir miskin. Bahkan, semua budaknyadimerdekakan.
al-Hakim memang dikenal sebagai sosok yang aneh dan mis-terius. Dia sangat gila akan ilmu pengetahuan, namun juga
fanatik buta terhadap madzhabnya. Toleransi antar-sesama
kurang dijalin dengan baik, sehingga pergesekan antar-
perbedaan pun kian menegang.
Tidak disadari, perlakuannya terhadap perusakan gereja
telah membuat tentara salib berang. Pemaksaan ideologiSyiah terhadap Sunni yang mayoritas mengakibatkan ketid-
ak-puasan rakyat terhadap khalifah. Kemajemukan masyara-
kat tidak bisa disadari oleh al-Hakim, karena fanatik butaterhadap madzhabnya. Ini sangat berbeda dengan penda-
hulunya yang hidup damai dengan menghormati kema-
jemukan. Dari sinilah titik balik kemerosotan Fathimiyyah.
Singkat cerita, setelah wafatnya al-Hakim bi-Amrillah 1021
M, yang tidak jelas penyebabnya; ada yang mengatakan kare-
na sakit, bahkan dibunuh, karena sampai sekarang je-nazahnya tidak diketahui. Pamor dinasti Fathimiyyah mulai
menurun, karena banyaknya khalifah yang diangkat pada
umur yang masih sangat belia. Sehingga mereka hanya di-jadikan boneka oleh para wazir, yang mengakibatkan konlik
kepentingan politik semakin panas. Perebutan kekuasaan
menjadi tak terbendungkan.
Sementara itu pasukan salib terus memberi tekanan, maka
pada tahun 1167 M pasukan Nuruddin al-Zanki (penguasa
Suriah dibawah kekuasaan Abbasiyah); yang dahulu sempatmembantu Fathimiyyah untuk membendung invasi pasukan
salib ke Mesir, kembali memasuki Mesir di bawah pimpinan
Syirkuh dan Salahuddin. Kedatangan mereka kali ini tidakhanya untuk membantu melawan kaum Salib tetapi juga un-
tuk menguasai Mesir. Daripada Mesir dikuasai oleh tentaraSalib lebih baik mereka sendiri yang menguasainya. Apalagi
4
http://ms.wikipedia.org/wiki/Jerusalemhttp://ms.wikipedia.org/wiki/Jerusalem -
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
5/8
Salahsatu problema bahwa apa sebenarnya yang terjadi saat
kebanyakan orang menggunakan terma budaya atau
kebudayaan mungkin merupakan kesalah-kaprahan yang
lugu. Pun demikian, kekeliruan ini mesti disikapi dengan arif
namun tetap mengkajinya secara serius. Problem ini perlu
didedah oleh para cendekiawan, terutama oleh para elit bu-
dayawan, karena anggapan yang muncul di tengah-tengah
masyarakat umum ini (dan ironisnya barangkali juga mer-
embet pada sebagian kalangan pemimpin, dan bahkan pela-jar dan intelektual) mau tidak mau muncul akibat perwaja-
han yang dicitrakan pada istilah budaya itu sendiri. Di sisi
lain, kompleksitas yang membentuk kebudayaan mulai
dari unsur pembentuk sampai produk turut memberikan
PR tambahan bagi para peminat kajian kebudayaan untuk
meneliti dengan segenap pendekatan. Dan faktor ini pula lah
mengapa dirasa perlu membahasnya secara intens.
Boleh jadi deskripsi masalah di atas dianggap sedikit berlebi-
han. Dan jika mau jujur, sebenarnya ini adalah permasalahan
usang, walaupun pada kenyataannya sering dianggap tidak
penting. Tetapi jika dihadapkan pada apa yang terjadi di
lapangan akan terasa menggelikan. Akan terkesan sangat
ambigu ketika, misalnya kita menonton sebuah acara seni di
televisi dimana si pembicara disematkan gelar budayawan
atau bila suatu waktu kita menyaksikan pentas seni yang
diselenggarakan dengan tulisan besar pada latar panggung
Pentas dan Pagelaran Budaya. Atau diadakan sebuah Expo
yang bertajuk Pertukaran Budaya. Suatu departemen da-
lam lembaga pemerintahan bernama Departemen Ke-
budayaan hanya mengurusi persoalan pariwisata dan senipanggung dalam negeri. Atau lebih jauh, seandainya dalam
suatu komunitas masyarakat tertentu terdapat sebuah lem-
baga atau organisasi yang memakai label budaya dan
ditemukan di dalamnya dipenuhi oleh para seniman saja.
Sepintas lalu kebiasaan yang terus-menerus dilakukan ini
akan menimbulkan kesimpulan bahwa budaya itu erat kai-
tannya dengan seni (dan pariwisata?). Bahwa mereka yang
dimaksud dengan budayawan adalah para pekerja seni. Bah-
wa apa yang dinamakan produk budaya adalah yang
dihasilkan oleh para seniman, para artis. Begitu pun se-
baliknya, seni barangkali adalah nama lain dari budaya, dan
seterusnya yang merupakan konsekuensi penggunaan
istilah. Dan pada tahap lebih lanjut adalah lahirnya anggapanbahkan mungkin, wacana bahwa arti budaya adalah sesem-
pit itu.
Tapi ternyata fakta menyatakan hal lain. Masyarakat ru-
panya juga dapat menjumpai kata budaya dalam beberapa
acara talk showyang membahas tentang kenegaraan, umpa-
manya, dimana ada narasumber yang dijuluki budayawan.
Atau ditemui pada rak di sebuah toko, buku berjudul
Kebudayaan Bla Bla Bla yang berisi berbagai ranah
pengetahuan, dan bermacam fakta serupa. Lantas pemaham-
an yang baru akan muncul. Lalu apakah budaya itu sebenarn-
ya? Apakah kebudayaan? Siapakah budayawan itu? Tidak
hanya itu, Setiap kasus yang telah dipaparkan akan mene-
lurkan pertanyaan-pertanyaan dan kesimpulan yang mung-
kin diantaranya akan sangat radikal dan bisa juga sembrono,
tergantung bagaimana fakta yang didapat. Dan tentunya ko-
lom singkat ini tidak cukup untuk menjelaskan semuanya. Di
sini penulis hanya mencoba menjabarkan sedikit saja prob-
lem kebahasaan dalam kata budaya dalam ulasan sangat
sederhana, tidak sampai pada kajian analisis linguistik yang
mendalam.
Budaya, Sistem Berbahasa Kita dan Relasi Kuasa Hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Begitu pengertian se-
derhana para pakar mengenai arti kata tersebut di Indonesia.
erdana menteri Mesir pada waktu itu, Syawar, telah melakukan penghianatan. Akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Salib
ekaligus juga menguasai Mesir.
Maka, semenjak itu kedudukan Shalahuddin di Mesir semakin mantap. Ia mendapat dukungan dari masyarakat setempat yang mayori-
as Sunni. Kesempatan ini, digunakan Shalahuddin al-
Ayyubi untuk mendirikan dinasti Ayyubiyah untuk menghidupkan Khalifah Ab-asiyah di Mesir. Maka pada tahun 1171 M berakhirlah riwayat Dinasti Fathimiyyah di Mesir yang telah bertahan selama 262 tahun.
Penulis adalah Ketua LSBNU Mesir 2012-2014
5
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
6/8
Adalah budaya, kata yang digunakan untuk mengilustrasikan
proses (beserta produk) tingkah laku manusia. Seseorang
bekerja untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Yang
demikian adalah proses berbudaya manusia dalam kaitannya
dengan ekonomi. Dengan membudayakan bekerja keras
manusia membentuk sebuah tatanan nilai dalam hidupnya
dimana hasil dari olah kerja pikiran dan tenaga itu me-
lahirkan sebuah hasil yang akan dipergunakan untuk mense-
jahterakan kehidupan mulai dari individu, keluarga, maupun
masyarakat. Dalam arti lebih jauh, bekerja keras merupakan
salahsatu bentuk kebudayaan manusia.
Dalam cakupan yang lebih besar seperti sistem nilai, etika
salahsatunyakarena manusia mengenal sistem nilai etis,
baik dan buruk, maka keniscayaan untuk menyepakati apa
yang dimaksud dengan kebaikan dan keburukan serta men-gaplikasikan nilai moral tersebut dalam aktiitas nyata,
merupakan proses berbudaya sebuah masyarakat. Pun sis-
tem nilai lain, baik itu logika yang nantinya akan membentuk
bangunan ilmu pengetahuan, serta nilai-nilai keindahan da-
lam estetika saat manusia membuat sebuah karya seni,
keduanya juga merupakan piranti pembentuk kebudayaan.
Dari ketiga ini akan terbidani sebuah tatanan masyarakat
yang berbudaya, dalam arti memiliki pengetahuan, berbudi
pekerti dan bercita-rasa seni sehingga nantinya akan disebut
sebagai sebuah peradaban, terlepas dari bagaimana hub-
ungan antar satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Be-gitupun penilaian budaya satu sama lain sebagaimana yang
diteorisasikan oleh para pengkaji budaya.
Maka dalam kata budaya terdapat suatu kompleksitas. Ke-
budayaan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai perangkat dan unsur-unsur, termasuk diantaranya
pengetahuan, bahasa, politik dan sistem kepercayaan (baca :
agama) yang nantinya membawa manusia kepada
pengertian akan nilai-nilai dan lelaku yang musti dan tidak
boleh dilakukan. Dengan unsur-unsur pembentuk inilah
manusia berbudaya, berproses dan berperilaku dalam
kesehariannya, di samping juga membuat karya-karya bu-
daya yang karya seni termasuk di dalamnya. Singkatnya,
meminjam deinisi yang ditawarkan oleh para pengkaji bu-
daya mazhab Cultural Studies, Budaya adalah laku kesehari-
an manusia yang mengejawantahkan nilai-nilai dalam ke-
hidupan dalam apapun bentuknya. Dan tentunya, simpul
erat antara unsur pembentuk dan proses berkebudayaan itu
sendiri saling berdialektika dan membentuk antar satu
dengan yang lain sehingga muncul suatu bentuk kebudayaan
baru.
Lantas apa yang salah dengan penggunaan kata budaya
selama ini? Jika mengikuti tesis Widgeinstein, bahwa bahasa
seluas pikiran seseorang. Memang tidak ada yang salah
dengan menyempitkan kata budaya hanya pada proses
berkesenian belaka karena kerja seni adalah satu bagian
darinya. Namun seandainya kita telah memiliki gambaran
tertentu siapa yang dimaksud dengan budayawan, akan
menjadi lelucon jika seseorang yang dianggap budayawan
dan dijadikan rujukan dalam ihwal budaya adalah seorang
pekerja seni an sich yang tidak memiliki intenstitas keilmuan
apapun, termasuk ilmu budaya. Sehingga sempat ada seloroh
tak nyaman dalam sebuah artikel bahwa budayawan adalah
gelar bagi intelektual pengangguran yang tidak memiliki
kredibilitas dan keilmuan yang mumpuni dalam bidang apa-
pun. Dan jika pun yang demikian salah, bukankah yang di-
maksud budaya adalah laku keseharian, tak tertentu padasiapa yang menekuni ilmu budaya? Ataukah di sini media
massa sangat berperan untuk memberi gelar budayawan
pada seorang tokoh ataukah posisi budayawan sejajar
dengan para pengkaji ranah keilmuan lain, seperti an-
tropolog, sosiolog atau ulama misalnya? Atau jangan-jangan
benar bahwa pandangan kita tentang budaya selama ini pun
memang masih sempit dan terbatas pada ruang seni saja?
Rancunya terminologi ini mau tidak mau juga berimbas pada
hal lain, sehingga tidak heran jika sistem berbahasa kita yang
hampir demikian rapuh ini (jika masih sopan untuk me-nyebutnya demikian) turut menyemarakkan permainan ba-
hasa di kalangan elit, baik intelektualnya maupun
pemerintah. Sehingga dalam satu kasus, ajang pameran bu-
daya baik yang diadakan oleh pemerintah maupun elit bu-
daya bisa lebih menjadi sebuah medan promosi yang bersifat
ekonomis-komersial dan sekali jadi, tidak merupakan pem-
bangunan dan proses kerja budaya yang terus menerus yang
berkait kelindan antara satu aspek kehidupan dengan yang
lain. Dalam kasus lain, yang lebih sering terjadi adalah adan-
ya ketidakseimbangan dalam proses berkebudayaan sehing-
ga rentetan problem yang muncul tak lagi hanya sekedar
masalah bahasa, namun juga masalah identitas dan intel-
ektualitas. Tentunya penilaian negatif ini jika kita masih
menganggap adanya suatu budaya yang baik.[]
*Penulis adalah Pengatur Umum Rumah Budaya Akar
6
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
7/8
Setelah menanti berhari-hari di pantai Air Manis, akhirnya
pada suatu pagi, Mande Rubayah melihat sebuah kapal di
kejauhan lepas pantai. Semakin dekat, semakin jelas bentuk-
rupa kapal tersebut. Besar dan megah. Bersandarlah kapal
itu di pelabuhan. Orang-orang desa berdatangan lalu
berdesakan menyambut pemuda tampan nan kaya raya ber-
sama istrinya yang turun dari kapal tersebut. Semua bersala-
man. Mande Rubayah pun turut berdesakan. Ia merasa yakin
bahwa pemuda itu adalah anaknya, Malin Kundang. Tanpa
ragu, ia langsung memeluknya erat-erat sambil berteriak
dengan suara serak tangis bahagianya. Mande Rubayah san-
gat berbahagia karena bertemu kembali dengan anaknya
yang telah pergi lama.
Malin Kundang anakku, mengapa begitu lama kau tinggal-
kan ibumu ini? Malin kemudian terpana dengan wanita tua
itu. Sebelum ia sempat berpikir, istrinya yang cantik
disampingnya berkata, Cuih! Wanita tua nan buruk inikah
ibumu? Mengapa kau bohongi aku? Bukankah dulu kau ka-takan bahwa ibumu adalah bangsawan terhormat?
Mendengar kata-kata istrinya, Malin langsung mendorong
wanita tua itu hingga tersungkur pasir. Malin, anakku. Aku
ini ibumu, nak.. Malin tak menghiraukannya. Hai wanita
tua! Ibuku tidak miskin dan kumuh seperti kau!, kata Malin
sambil menunjuki wanita tua tersebut. Malin kemudian pergi
berlayar kembali bersama istri dan para anak buahnya. Man-
de Rubayah sangat sakit hati karena diperlakukan seperti itu
oleh anaknya sendiri. Sejenak, tangannya ditengadahkan ke
langit. Lalu berseru, Ya Tuhan, kalau dia benar anakku, aku
ingin Engkau mengutuknya menjadi batu. Tidak lamakemudian, cuaca hitam memendung. Hujan turun dan seketi-
ka badai besar menghantam kapal Malin Kundang. Kapalnya
hancur berkeping-keping dan Malin Kundang terpental ke
pantai. Doa Mande Rubayah dikabulkan. Malin Kundang
berubah menjadi batu berbentuk manusia.
Kalau sempat dianalisa secara mendalam, dalam cerita di
atas terdapat pelajaran penting, yakni tentang penyebab ke-
durhakaan Malin Kundang terhadap ibu kandungnya sendiri.
Tidak lain penyebab itu adalah perempuan, yaitu istrinya
sendiri. Malin Kundang terpengaruh oleh ejekan istrinya.
Sehingga ia tidak mau mengakui ibunya yang merupakan
wanita miskin lagi renta. Karena dahulu ia pernah bercerita
kepada istrinya bahwa ibunya adalah bangsawan kaya raya,
terhormat lagi kesohor di penjuru negeri. Walaupun me-
mang kerap ditemukan bahwa dosa atau kesalahan laki -laki
sering disebabkan oleh godaan perempuan, akan tetapi
disini, penulis tidak akan menjelaskan itu, melainkan penulis
akan mencoba membahas tentang kutuk-mengutuk. Dan
penggalan cerita Malin Kundang di atas adalah salahsatu
contoh bagaimana kutukan itu terjadi, meskipun cerita terse-
but tidak seratus persen faktual.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kutuk memiliki
arti doa atau kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan
atau bencana kepada seseorang; ataupun kesusahan atau
bencana yang menimpa seseorang disebabkan doa atau kata-
kata yang diucapkan orang lain; dan bisa pula disebut
laknat atau sumpah. Jadi, mengutuk adalah mengatakan
(mengenakan) kutukan kepada orang lain; begitu juga
dengan melaknat dan menyumpahi. Di sana dibenarkan pulajika kata kutuk digunakan untuk menyatakan buruk atau
salah pada seseorang. Akan tetapi, penulis lebih sepakat pa-
da pengartian yang pertama. Dengan catatan, tata pelaksa-
naannya sesuai dengan cerita Malin Kundang di atas, yakni
dengan melibatkan Tuhan sebagai pihak yang mengesahkan
kutukan. Si pengutuk pun harus benar-benar mencapai dera-
jat orang yang sangat dizalimi dan disakiti oleh orang yang
akan dikutuk itu. Kutukan pun seyogyanya ditentukan, yakni
si objek hendak dikutuk menjadi apa atau akan mengalami
hal buruk apa. Walaupun dalam tatanan praktisnya, Tuhan-
lah yang menentukan. Jadi, hasil kutukan itu diserahkankepada Tuhan sepenuhnya.
Dewasa ini sering sekali ditemukan pernyataan-pernyataan
yang berisi kutuk-mengutuk, baik dilakukan oleh para
pribadi maupun kelembagaan. Ketika ada kejadian dan itu
dilakukan oleh pihak ataupun seseorang yang menurut
mereka hal tersebut tidak layak terjadi, mereka serta -merta
mengeluarkan pernyataan-pernyataan kutukan. Dan orang-
orang pun turut mengutuk di sana-sini. Seakan begitu mu-
dahnya orang mengeluarkan kutukan. Padahal mengutuk
adalah sesuatu yang amat rumit, seperti yang telah dijelas-
kan. Si pengutuk harus dalam kapasitasnya. Sedang mereka
7
-
7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013
8/8
yang mudah mengutuk, sudahkah dalam kapasitasnya? te-
lahkah punya hak untuk mengutuk? layakkah? sudahkah
mereka menyadari dan mengaca diri sebelumnya? telahkah
mempertimbangkan akibatnya? Pertanyaan-pernyataan ini
harus dijawab dengan positif dan matang sebelum mengutuk.
Anehnya, yang mengumbar kutukan dimana-mana ini adalah
orang-orang dan lembaga-lembaga yang orang-orangnya be-
ragama Islam. Kadang, yang dikutuk pun adalah yang beraga-
ma Islam. Tentunya ini akan memperburuk citra Islam di ma-
ta dunia. Orang Islam seharusnya memperindah Islam di ma-
ta dunia sebagai laku dakwah. Bukan justru memper-
buruknya sehingga mempersulit laju dakwah Islam.
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa nabi Muhammad SAW
pernah menyayangkan kematian seorang yahudi yang no-
tabenenya akan masuk ke neraka. Beliau menyayangkan ka-
rena seorang yahudi tersebut tidak masuk Islam terlebih da-
hulu sebelum matinya hingga nantinya masuk ke sorga. Be-
gitulah keteladanan Nabi dalam dakwah, memiliki rasa kasih
dan sayang pada siapapun tak pandang bulu. Tidak malah
merasa puas dan memaki-maki seorang yahudi yang mening-
gal itu karena tidak masuk Islam. Disebutkan pula bahwa
Umar bin Khatthab dulu sebelum masuk Islam, dia adalah
orang yang sangat sering menghina Islam. Begitu pula dengan
Khalid bin Walid, sebelum menjadi muslim, dia turut ber-
perang melawan Nabi dan pasukan kaum muslimin. Apabila
saat itu Nabi membalasnya dengan kutukan bertubi-tubi, ten-
tu dua orang itu tidak akan pernah masuk Islam dan menjadi
orang yang sangat berjasa pada Allah dan Rasul-Nya.
Hiruk-pikuk pernyataan kutuk-mengutuk yang berlalu-lalang
saat ini tidak penulis anggap sebagai kutukan. Melainkan tid-
ak lebih dari umpatan dan kecaman semata. karena dera-
jatnya tidak setara dengan Mande Rubayah atas tragedi
durhaka Malin Kundang. Bagi penulis, kutuk-mengutuk ada-
lah sesuatu yang amat sakral.
*Penulis adalah Anggota LSBNU Mesir
Segenap Kru HIROGLIF
Mengucapkan:
Selamat Idul Fitri 1434 H
Mohon Maaf Lahir-Batin
Semoga Kebaikan
Senantiasa Mengiringi
Lembaga Seni dan Budaya
Nahdlatul Ulama Mesir
Periode 2012-2014
HIROGLIF
Buletin Seni dan Budaya
Edisi Agustus 2013
Diterbitkan Oleh:
LSBNU Mesir
Ketua:
Iqbal Fathoni
Pemimpin Redaksi:
Hasan Hanung
Anggota Redaksi:
Layali Hilwa
Abdul Wahid Satunggal
Layouter:
A. Subakri
8