Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

download Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

of 8

Transcript of Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    1/8

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    2/8

    telah dilakukan untuk menyembuhkannya. Payah. Nenek han-

    ya ingin berjumpa dengan si kokka pemberian mendiangsuaminya. Setiap malam nenek terus berkomat-kamit me-

    manggil si kokka dan si kokka saja.

    Ah, mungkin nenek sudah lupa. Si kokka tak jauh beda

    dengan mendiang suaminya. Jika sudah hilang, ikhlaskan saja

    lah!!!***

    Malam ini, suara dzikir nenek tak terdengar lagi. Mungkin ia

    tengah berdzikir dengan menghitung jumlah pohon kokka disyurga. Atau mungkinkah dia tengah berdzikir bersama ka-

    kek disana?

    Penyesalanku membuncah.

    Maakan aku, Nek! maakan aku aku telah menghilangkan

    si kokka

    ***

    Menjemput Perpisahan

    Oleh: Yunita Indriani*

    saat laju kereta menjemput

    menghantarkan kita pada pertemuan

    pada subuh yang bening

    pada malam yang hening

    pada sepotong bulan

    kita melanjut mimpi, bercakap

    tentang bintang-bintang yang tak terhitung

    Kau ingat, sepeda tua itu

    adalah nyanyian hati

    yang setia menujumu

    melewati terjal-terjal

    menghirup sawah

    saat laju kereta menjemput

    menghantarkan kita pada perpisahan

    seperti mimpi dalam pekat

    yang dibangunkan paksa oleh subuh

    Rupanya, ini adalah perpisahan kita

    kenanglah dan nyanyikanlah dengan riang

    seperti saat pertemuan itu

    *lahir di Bandung 22 Juni 1988. Ia merupakan lulusanUPI yang saat ini merupakan pengajar di SDNCangkuang 1. Beberapa karyanya yang dimuat di me-dia diantaranya puisi Tabloid Bali Bicara (2011), Maja-lah Cakra (2011), Antologi Bersama Gerimis (2010),dan kisah inspiratif dalam buku Catatan SangPemenang (2013) penerbit Elex Media. Selainmengajar ia pun bergiat di komunitas Ibu-Ibu DoyanNulis (IIDN) dan Majelis Sastra Bandung (MSB).Menulis baginya adalah bagian dari napasnya. Iadapat dihubungi di FB: Yunita Indriani, twitter@ n i e t a _ a y u a t a u k o m p a s i a n a : h t t p : / /

    www.kompasiana.com/dwinita

    Dalam Dzikir

    Oleh: Yunita Indriani

    dalam dzikir

    (Selalu)

    namamu yang abstrak

    yang terangkai atau tak

    menyelinap dalam doa-doa ini

    meski tiba-tiba

    riuh gelombang meriap

    sunyi mengendap

    nafas tersengal

    dalam dzikir

    tak pernah habis

    kata ini

    Menyelinap dalam doa-doa

    :agar waktu yang terbatasmerubah apa yang diharap

    2

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    3/8

    Seperti terasing di tengah hiruk-pikuk dan kerumunan

    manusia yang sibuk dengan urusannya masing masing. Saksisejarah dan peradaban ini tetap berdiri megah mengawal

    kesibukan dan perubahan yang manusia perbuat. Daerah

    yang dulunya menjadi pusat pemerintahan dan ilmu penge-

    tahuan di Mesir ini, tak pernah lekang dari ingatan sejarah

    akan kejayaan dan redupnya dinasti Fathimiyyah. Memben-

    tang sepanjang kurang lebih satu kilometer --menuju Syari

    al-Muiz atau dikenal dengan jalan Muiz-- dari Bab el-Futuh

    di utara dan berakhir di bab el-Zuwaela di selatan, menyim-

    pan peninggalan sejarah Islam yang sangat fenomenal.

    Malam itu, tanggal 15 Juli 2013 bersama teman-teman

    LSBNU Mesir, kami mengadakan Safari Budaya di bulan

    Ramadhan untuk ekspedisi situs sejarah Dinasti Fathimiyyahdan saling bertukar pengetahuan sejarah di pelataran Masjid

    peninggalan khalifah ke-enam al-Hakim bi-Amrillah. Sembari

    mengecap manisnya buah-buahan yang disarikan, serta

    pahitnya kopi malam itu, membuat suasana semakinmenarik untuk menelisik situs dan nilai sejarah Dinasti

    Fathimiyyah.

    Suasana yang ramai, lalu-lalang pejalan dan keributan orang

    -

    orang yang menawarkan dagangan menjadi pemandangan

    yang lazim bagi para pelancong yang hendak kesana--karenatempatnya yang berdekatan dengan pusat souvenir yang

    sangat terkenal di Kairo, Khan Khalili. Sepanjang jalan selalu

    diiringi bangunan tinggi-megah dengan ukiran-ukiran yang

    indah. Seolah ingin menunjukkan betapa hebat dan per-kasanya penguasa pada waktu itu.

    ***

    Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amrillah (996-1021 M) ada-

    lah khalifah ke-

    enam dalam masa pemerintahan dinastiFathimiyyah. Dia menggantikan ayahnya Abu Mansur Nizar

    al-'Aziz Billah yang meninggal setelah berkuasa selama ku-

    rang lebih 21 tahun dari 975-996 M. Pada saat itu al-Hakimmasih berumur 11 tahun. Dia juga merupakan cucu dari kha-

    lifah ke-empat al-Muiz li-Dinillah (953-975), yang berhasil

    melakukan ekspansi dan menaklukkan Mesir.

    Pada awalnya, khalifah Muiz li-Dinillah, seorang penguasa

    Dinasti Fathimiyyah penganut Syiah Ismailiyah, menitahkan

    panglima besarnya yang paling kuat, Jauhar al-Katib as-Siqlydari pusat awal pemerintahan Qairawan (Tunisia) untuk

    ekspansi ke Mesir. Penyerangan sangat mudah dimenangkan

    oleh pasukan as-Siqly pada tahun 969 M, karena kondisi poli-

    tik Mesir yang pada saat itu dikuasi oleh dinasti Ikhsidiyyah

    mengalami keterpurukan luar biasa akibat pemerintahan

    yang tidak stabil. Sehingga menyebabkan masyarakat Mesir

    pun juga melakukan perlawanan berontak terhadap dinastiIkhsidiyyah yang diperintah oleh Ahmad ibn Ali yang masih

    berumur 11 Tahun. Roda pemerintahan saat itu dijalankan

    oleh walinya Ubaidillah ibn Tugi yang berperangai sangat

    buruk. Tak ayal jika as-Siqly dapat dengan mudah

    menduduki Mesir kala itu.

    Pada tahun yang sama pada tanggal 17 Syaban 308 H, Jauhar

    as-Siqly langsung membangun kota baru yang diberi nama al

    -Qohirah (Kairo), yang artinya kota kemenangan. Ada pula

    yang mengatakan al-Qohirah maksudnya adalah kota yangtenggelam karena kesalah-pahaman antara ahli astromi dan

    pekerja bangunan saat memulai peletakan batu pertama.

    Yaitu ketika harus menunggu ahli astronomi untuk membun-yikan lonceng tanda memulai pembangunan, ternyata ber-

    bunyi lebih dulu gara-gara seekor burung. Sebagian lagi

    mengatakan, karena kepercayaan mereka akan ramalan as-

    tronomi, peletakan batu pertama bertepatan dengankemunculan planet Mars, yang menurut mereka Mars adalah

    (Qohirul Falak) Penguasa Bintang.

    Setelah menguasai Mesir selama empat tahun, khalifah Muizmemindah pusat pemerintahan dari Qairawan (Tunisia) ke

    Kairo pada tahun 973 M/362 H. Dalam tiga fase pemerinta-han, mulai dari al-Muiz, al-Aziz, sampai pada masa al-Hakim,

    Mesir mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai

    bidang. Namun kemajuan yang paling menonjol, dan meru-

    pakan sumbangsih Dinasti Fathimiyyah yang paling besaruntuk peradaban islam adalah bidang ilmu pengetahuan.

    Seperti pembangunan Masjid al-Azhar oleh Jauhar as-Siqly

    atas perintah khalifah Muiz pada tahun 970-972 M/359-361H. Yang kemudian menjadi kiblat keilmuan islam hingga saat

    ini.

    ***

    Masjid al-Hakim Bi-Amrillah yang dahulunya dibangun oleh

    khalifah al-Aziz Billah pada tahun 381 H / 990 yang tidaksempat diselesaikan karena meninggal terlebih dahulu, dis-

    empurnakan oleh anaknya yaitu al-Hakim bi-Amrillah

    sendiri tahun 393 H / 1002 M. Seiring berjalannya waktu,

    masjid ini pun menjadi pusat keilmuan ke-dua setelah al-azhar. Ruwaq-ruwaq masjid selalu marak mengkaji

    keilmuan. Karena getol-nya al-Hakim terhadap ilmu penge-

    tahuan, dia membangun banyak prasarana keilmuan, sepertiDarul Hikmah, Darul Ilmi, dan madrasah-madrasah guna

    menunjang proses belajar-mengajar yang lebih baik.

    Tidak sampai disitu saja, Dia sering memanggil ilmuwan-

    ilmuwan ternama dari luar Mesir. Dia memanggil al-Hasan

    3

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    4/8

    Bin Haitsam, salah satu ilmuwan islam yang monumental di

    bidang optik. Bukunya tentang ilmu optik banyak dijadikanreferensi bergengsi di Eropa, digunakan sebagai rujukan

    ilmiah populer dari masa ke masa. Pengembangan ilmu as-

    tronomi oleh Ali Ibn Yunus dan Ali al-Hasan dan Ibnu Hay-yam, karyanya tentang tematik, astronomi, ilsafat dan

    kedokteran pun dihasilkan. Dia juga memanggil seorang pen-

    yair kenalannya, Muhammad bin Qosim. Terdapat pula per-pustakaan yang di dalamnya terdapat sekitar 200.000 buku.

    Dia juga merupakan penggagas pertama yang mewakakan

    hartanya yang konon sampai 1/3 harta Mesir. Itulah wujud

    keseriusan al-Hakim untuk mengembangkan ilmu penge-tahuan. Mesir menjadi sumber ilmu yang luar biasa kala itu,

    ketenarannya bisa menyaingi Baghdad, Bukhara, bahkan

    Qordova. Tak salah jika ia juga disebut salah satu pionirpenggerak keilmuan Islam.

    Namun dibalik pemerintahannya yang maju, al-Hakim tergo-long pemimpin yang nyeleneh dan semaunya sendiri. Ke-

    bijakannya sering bertolak-belakang dengan apa yang sering

    ditampilkan oleh ayahnya. Berbeda dengan kepemimpinanpada masa khalifah Muiz dan al-Aziz yang sangat toleran

    terhadap sekte dan agama lain. Pada masa sebelum al-

    Hakim, antara pemeluk agama lain hidup damai, Sunni-

    Syiah pun sangat toleran.

    Al-Hakim masih berusia 11 Tahun ketika menggantikan

    ayahnya, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan, al-Hakim didampingi oleh barjawan seseorang yang diberi

    amanat oleh al-Aziz Billah untuk mendampingi al-Hakim

    sampai beranjak dewasa. Setelah beranjak dewasa, ia mulai

    memegang kekuasaan penuh. Kepemimpinannya mulai

    ditandai dengan tindakan-tindakan yang sangat berten-

    tangan dengan kebijakan-kebijakan terdahulu. Ia membunuh

    beberapa orang wazirnya yang berusaha merebutkekuasaannya. Kemudian memberikan maklumat untuk

    menghancurkan kuburan suci dan gereja Holy Sepulchre

    (1009) diJerusalem, yang ditandatangani oleh sekretarisnyasendiri yang beragama Kristen, Ibnu Abdun, dan tindakan itu

    merupakan sebab utama terjadinya perang salib. Dia me-maksa umat Kristen dan Yahudi untuk memakai jubah hitam,

    dan mereka hanya dibolehkan menunggangi keledai; setiap

    orang Kristen diharuskan menunjukkan salib yangdikalungkan di leher ketika mandi, sedangkan orang Yahudi

    diharuskan memasang semacam tenggala berlonceng.

    Pada penduduk Mesir, dia juga melarang untuk memakan

    makanan yang paling digemari kala itu, Mulukhiya. al-Hakim

    juga melarang warganya memakan ikan raja, melarang mem-

    buat adonan roti dengan cara diinjak, dan melarang kerasmemasuki kakus tanpa memakai celemek.

    Namun, al-Hakim mungkin mempunyai tujuan tersendiriterhadap semua peraturan yang dibuatnya. Karena selain

    dikenal kejam, al-Hakim juga dikenal sosok yang bersahaja,

    sederhana, dermawan dan tidak sombong. Ketika keluar ista-na, dia melarang masyarakat untuk memanggil Maulana

    kepada dirinya. Dia juga tidak ingin masyarakat mencium

    tangannya ketika bersalaman dengannya. Hidupnya tidak

    bermegah-megahan, dia sering memakai jalabiah hitam dan

    sorban sebagai ikat kepala pengganti mahkota. Dia lebih su-

    ka blusukan keluar istana untuk sekedar memberi uang, dan

    makanan kepada fakir miskin. Bahkan, semua budaknyadimerdekakan.

    al-Hakim memang dikenal sebagai sosok yang aneh dan mis-terius. Dia sangat gila akan ilmu pengetahuan, namun juga

    fanatik buta terhadap madzhabnya. Toleransi antar-sesama

    kurang dijalin dengan baik, sehingga pergesekan antar-

    perbedaan pun kian menegang.

    Tidak disadari, perlakuannya terhadap perusakan gereja

    telah membuat tentara salib berang. Pemaksaan ideologiSyiah terhadap Sunni yang mayoritas mengakibatkan ketid-

    ak-puasan rakyat terhadap khalifah. Kemajemukan masyara-

    kat tidak bisa disadari oleh al-Hakim, karena fanatik butaterhadap madzhabnya. Ini sangat berbeda dengan penda-

    hulunya yang hidup damai dengan menghormati kema-

    jemukan. Dari sinilah titik balik kemerosotan Fathimiyyah.

    Singkat cerita, setelah wafatnya al-Hakim bi-Amrillah 1021

    M, yang tidak jelas penyebabnya; ada yang mengatakan kare-

    na sakit, bahkan dibunuh, karena sampai sekarang je-nazahnya tidak diketahui. Pamor dinasti Fathimiyyah mulai

    menurun, karena banyaknya khalifah yang diangkat pada

    umur yang masih sangat belia. Sehingga mereka hanya di-jadikan boneka oleh para wazir, yang mengakibatkan konlik

    kepentingan politik semakin panas. Perebutan kekuasaan

    menjadi tak terbendungkan.

    Sementara itu pasukan salib terus memberi tekanan, maka

    pada tahun 1167 M pasukan Nuruddin al-Zanki (penguasa

    Suriah dibawah kekuasaan Abbasiyah); yang dahulu sempatmembantu Fathimiyyah untuk membendung invasi pasukan

    salib ke Mesir, kembali memasuki Mesir di bawah pimpinan

    Syirkuh dan Salahuddin. Kedatangan mereka kali ini tidakhanya untuk membantu melawan kaum Salib tetapi juga un-

    tuk menguasai Mesir. Daripada Mesir dikuasai oleh tentaraSalib lebih baik mereka sendiri yang menguasainya. Apalagi

    4

    http://ms.wikipedia.org/wiki/Jerusalemhttp://ms.wikipedia.org/wiki/Jerusalem
  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    5/8

    Salahsatu problema bahwa apa sebenarnya yang terjadi saat

    kebanyakan orang menggunakan terma budaya atau

    kebudayaan mungkin merupakan kesalah-kaprahan yang

    lugu. Pun demikian, kekeliruan ini mesti disikapi dengan arif

    namun tetap mengkajinya secara serius. Problem ini perlu

    didedah oleh para cendekiawan, terutama oleh para elit bu-

    dayawan, karena anggapan yang muncul di tengah-tengah

    masyarakat umum ini (dan ironisnya barangkali juga mer-

    embet pada sebagian kalangan pemimpin, dan bahkan pela-jar dan intelektual) mau tidak mau muncul akibat perwaja-

    han yang dicitrakan pada istilah budaya itu sendiri. Di sisi

    lain, kompleksitas yang membentuk kebudayaan mulai

    dari unsur pembentuk sampai produk turut memberikan

    PR tambahan bagi para peminat kajian kebudayaan untuk

    meneliti dengan segenap pendekatan. Dan faktor ini pula lah

    mengapa dirasa perlu membahasnya secara intens.

    Boleh jadi deskripsi masalah di atas dianggap sedikit berlebi-

    han. Dan jika mau jujur, sebenarnya ini adalah permasalahan

    usang, walaupun pada kenyataannya sering dianggap tidak

    penting. Tetapi jika dihadapkan pada apa yang terjadi di

    lapangan akan terasa menggelikan. Akan terkesan sangat

    ambigu ketika, misalnya kita menonton sebuah acara seni di

    televisi dimana si pembicara disematkan gelar budayawan

    atau bila suatu waktu kita menyaksikan pentas seni yang

    diselenggarakan dengan tulisan besar pada latar panggung

    Pentas dan Pagelaran Budaya. Atau diadakan sebuah Expo

    yang bertajuk Pertukaran Budaya. Suatu departemen da-

    lam lembaga pemerintahan bernama Departemen Ke-

    budayaan hanya mengurusi persoalan pariwisata dan senipanggung dalam negeri. Atau lebih jauh, seandainya dalam

    suatu komunitas masyarakat tertentu terdapat sebuah lem-

    baga atau organisasi yang memakai label budaya dan

    ditemukan di dalamnya dipenuhi oleh para seniman saja.

    Sepintas lalu kebiasaan yang terus-menerus dilakukan ini

    akan menimbulkan kesimpulan bahwa budaya itu erat kai-

    tannya dengan seni (dan pariwisata?). Bahwa mereka yang

    dimaksud dengan budayawan adalah para pekerja seni. Bah-

    wa apa yang dinamakan produk budaya adalah yang

    dihasilkan oleh para seniman, para artis. Begitu pun se-

    baliknya, seni barangkali adalah nama lain dari budaya, dan

    seterusnya yang merupakan konsekuensi penggunaan

    istilah. Dan pada tahap lebih lanjut adalah lahirnya anggapanbahkan mungkin, wacana bahwa arti budaya adalah sesem-

    pit itu.

    Tapi ternyata fakta menyatakan hal lain. Masyarakat ru-

    panya juga dapat menjumpai kata budaya dalam beberapa

    acara talk showyang membahas tentang kenegaraan, umpa-

    manya, dimana ada narasumber yang dijuluki budayawan.

    Atau ditemui pada rak di sebuah toko, buku berjudul

    Kebudayaan Bla Bla Bla yang berisi berbagai ranah

    pengetahuan, dan bermacam fakta serupa. Lantas pemaham-

    an yang baru akan muncul. Lalu apakah budaya itu sebenarn-

    ya? Apakah kebudayaan? Siapakah budayawan itu? Tidak

    hanya itu, Setiap kasus yang telah dipaparkan akan mene-

    lurkan pertanyaan-pertanyaan dan kesimpulan yang mung-

    kin diantaranya akan sangat radikal dan bisa juga sembrono,

    tergantung bagaimana fakta yang didapat. Dan tentunya ko-

    lom singkat ini tidak cukup untuk menjelaskan semuanya. Di

    sini penulis hanya mencoba menjabarkan sedikit saja prob-

    lem kebahasaan dalam kata budaya dalam ulasan sangat

    sederhana, tidak sampai pada kajian analisis linguistik yang

    mendalam.

    Budaya, Sistem Berbahasa Kita dan Relasi Kuasa Hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Begitu pengertian se-

    derhana para pakar mengenai arti kata tersebut di Indonesia.

    erdana menteri Mesir pada waktu itu, Syawar, telah melakukan penghianatan. Akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Salib

    ekaligus juga menguasai Mesir.

    Maka, semenjak itu kedudukan Shalahuddin di Mesir semakin mantap. Ia mendapat dukungan dari masyarakat setempat yang mayori-

    as Sunni. Kesempatan ini, digunakan Shalahuddin al-

    Ayyubi untuk mendirikan dinasti Ayyubiyah untuk menghidupkan Khalifah Ab-asiyah di Mesir. Maka pada tahun 1171 M berakhirlah riwayat Dinasti Fathimiyyah di Mesir yang telah bertahan selama 262 tahun.

    Penulis adalah Ketua LSBNU Mesir 2012-2014

    5

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    6/8

    Adalah budaya, kata yang digunakan untuk mengilustrasikan

    proses (beserta produk) tingkah laku manusia. Seseorang

    bekerja untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Yang

    demikian adalah proses berbudaya manusia dalam kaitannya

    dengan ekonomi. Dengan membudayakan bekerja keras

    manusia membentuk sebuah tatanan nilai dalam hidupnya

    dimana hasil dari olah kerja pikiran dan tenaga itu me-

    lahirkan sebuah hasil yang akan dipergunakan untuk mense-

    jahterakan kehidupan mulai dari individu, keluarga, maupun

    masyarakat. Dalam arti lebih jauh, bekerja keras merupakan

    salahsatu bentuk kebudayaan manusia.

    Dalam cakupan yang lebih besar seperti sistem nilai, etika

    salahsatunyakarena manusia mengenal sistem nilai etis,

    baik dan buruk, maka keniscayaan untuk menyepakati apa

    yang dimaksud dengan kebaikan dan keburukan serta men-gaplikasikan nilai moral tersebut dalam aktiitas nyata,

    merupakan proses berbudaya sebuah masyarakat. Pun sis-

    tem nilai lain, baik itu logika yang nantinya akan membentuk

    bangunan ilmu pengetahuan, serta nilai-nilai keindahan da-

    lam estetika saat manusia membuat sebuah karya seni,

    keduanya juga merupakan piranti pembentuk kebudayaan.

    Dari ketiga ini akan terbidani sebuah tatanan masyarakat

    yang berbudaya, dalam arti memiliki pengetahuan, berbudi

    pekerti dan bercita-rasa seni sehingga nantinya akan disebut

    sebagai sebuah peradaban, terlepas dari bagaimana hub-

    ungan antar satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Be-gitupun penilaian budaya satu sama lain sebagaimana yang

    diteorisasikan oleh para pengkaji budaya.

    Maka dalam kata budaya terdapat suatu kompleksitas. Ke-

    budayaan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari

    berbagai perangkat dan unsur-unsur, termasuk diantaranya

    pengetahuan, bahasa, politik dan sistem kepercayaan (baca :

    agama) yang nantinya membawa manusia kepada

    pengertian akan nilai-nilai dan lelaku yang musti dan tidak

    boleh dilakukan. Dengan unsur-unsur pembentuk inilah

    manusia berbudaya, berproses dan berperilaku dalam

    kesehariannya, di samping juga membuat karya-karya bu-

    daya yang karya seni termasuk di dalamnya. Singkatnya,

    meminjam deinisi yang ditawarkan oleh para pengkaji bu-

    daya mazhab Cultural Studies, Budaya adalah laku kesehari-

    an manusia yang mengejawantahkan nilai-nilai dalam ke-

    hidupan dalam apapun bentuknya. Dan tentunya, simpul

    erat antara unsur pembentuk dan proses berkebudayaan itu

    sendiri saling berdialektika dan membentuk antar satu

    dengan yang lain sehingga muncul suatu bentuk kebudayaan

    baru.

    Lantas apa yang salah dengan penggunaan kata budaya

    selama ini? Jika mengikuti tesis Widgeinstein, bahwa bahasa

    seluas pikiran seseorang. Memang tidak ada yang salah

    dengan menyempitkan kata budaya hanya pada proses

    berkesenian belaka karena kerja seni adalah satu bagian

    darinya. Namun seandainya kita telah memiliki gambaran

    tertentu siapa yang dimaksud dengan budayawan, akan

    menjadi lelucon jika seseorang yang dianggap budayawan

    dan dijadikan rujukan dalam ihwal budaya adalah seorang

    pekerja seni an sich yang tidak memiliki intenstitas keilmuan

    apapun, termasuk ilmu budaya. Sehingga sempat ada seloroh

    tak nyaman dalam sebuah artikel bahwa budayawan adalah

    gelar bagi intelektual pengangguran yang tidak memiliki

    kredibilitas dan keilmuan yang mumpuni dalam bidang apa-

    pun. Dan jika pun yang demikian salah, bukankah yang di-

    maksud budaya adalah laku keseharian, tak tertentu padasiapa yang menekuni ilmu budaya? Ataukah di sini media

    massa sangat berperan untuk memberi gelar budayawan

    pada seorang tokoh ataukah posisi budayawan sejajar

    dengan para pengkaji ranah keilmuan lain, seperti an-

    tropolog, sosiolog atau ulama misalnya? Atau jangan-jangan

    benar bahwa pandangan kita tentang budaya selama ini pun

    memang masih sempit dan terbatas pada ruang seni saja?

    Rancunya terminologi ini mau tidak mau juga berimbas pada

    hal lain, sehingga tidak heran jika sistem berbahasa kita yang

    hampir demikian rapuh ini (jika masih sopan untuk me-nyebutnya demikian) turut menyemarakkan permainan ba-

    hasa di kalangan elit, baik intelektualnya maupun

    pemerintah. Sehingga dalam satu kasus, ajang pameran bu-

    daya baik yang diadakan oleh pemerintah maupun elit bu-

    daya bisa lebih menjadi sebuah medan promosi yang bersifat

    ekonomis-komersial dan sekali jadi, tidak merupakan pem-

    bangunan dan proses kerja budaya yang terus menerus yang

    berkait kelindan antara satu aspek kehidupan dengan yang

    lain. Dalam kasus lain, yang lebih sering terjadi adalah adan-

    ya ketidakseimbangan dalam proses berkebudayaan sehing-

    ga rentetan problem yang muncul tak lagi hanya sekedar

    masalah bahasa, namun juga masalah identitas dan intel-

    ektualitas. Tentunya penilaian negatif ini jika kita masih

    menganggap adanya suatu budaya yang baik.[]

    *Penulis adalah Pengatur Umum Rumah Budaya Akar

    6

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    7/8

    Setelah menanti berhari-hari di pantai Air Manis, akhirnya

    pada suatu pagi, Mande Rubayah melihat sebuah kapal di

    kejauhan lepas pantai. Semakin dekat, semakin jelas bentuk-

    rupa kapal tersebut. Besar dan megah. Bersandarlah kapal

    itu di pelabuhan. Orang-orang desa berdatangan lalu

    berdesakan menyambut pemuda tampan nan kaya raya ber-

    sama istrinya yang turun dari kapal tersebut. Semua bersala-

    man. Mande Rubayah pun turut berdesakan. Ia merasa yakin

    bahwa pemuda itu adalah anaknya, Malin Kundang. Tanpa

    ragu, ia langsung memeluknya erat-erat sambil berteriak

    dengan suara serak tangis bahagianya. Mande Rubayah san-

    gat berbahagia karena bertemu kembali dengan anaknya

    yang telah pergi lama.

    Malin Kundang anakku, mengapa begitu lama kau tinggal-

    kan ibumu ini? Malin kemudian terpana dengan wanita tua

    itu. Sebelum ia sempat berpikir, istrinya yang cantik

    disampingnya berkata, Cuih! Wanita tua nan buruk inikah

    ibumu? Mengapa kau bohongi aku? Bukankah dulu kau ka-takan bahwa ibumu adalah bangsawan terhormat?

    Mendengar kata-kata istrinya, Malin langsung mendorong

    wanita tua itu hingga tersungkur pasir. Malin, anakku. Aku

    ini ibumu, nak.. Malin tak menghiraukannya. Hai wanita

    tua! Ibuku tidak miskin dan kumuh seperti kau!, kata Malin

    sambil menunjuki wanita tua tersebut. Malin kemudian pergi

    berlayar kembali bersama istri dan para anak buahnya. Man-

    de Rubayah sangat sakit hati karena diperlakukan seperti itu

    oleh anaknya sendiri. Sejenak, tangannya ditengadahkan ke

    langit. Lalu berseru, Ya Tuhan, kalau dia benar anakku, aku

    ingin Engkau mengutuknya menjadi batu. Tidak lamakemudian, cuaca hitam memendung. Hujan turun dan seketi-

    ka badai besar menghantam kapal Malin Kundang. Kapalnya

    hancur berkeping-keping dan Malin Kundang terpental ke

    pantai. Doa Mande Rubayah dikabulkan. Malin Kundang

    berubah menjadi batu berbentuk manusia.

    Kalau sempat dianalisa secara mendalam, dalam cerita di

    atas terdapat pelajaran penting, yakni tentang penyebab ke-

    durhakaan Malin Kundang terhadap ibu kandungnya sendiri.

    Tidak lain penyebab itu adalah perempuan, yaitu istrinya

    sendiri. Malin Kundang terpengaruh oleh ejekan istrinya.

    Sehingga ia tidak mau mengakui ibunya yang merupakan

    wanita miskin lagi renta. Karena dahulu ia pernah bercerita

    kepada istrinya bahwa ibunya adalah bangsawan kaya raya,

    terhormat lagi kesohor di penjuru negeri. Walaupun me-

    mang kerap ditemukan bahwa dosa atau kesalahan laki -laki

    sering disebabkan oleh godaan perempuan, akan tetapi

    disini, penulis tidak akan menjelaskan itu, melainkan penulis

    akan mencoba membahas tentang kutuk-mengutuk. Dan

    penggalan cerita Malin Kundang di atas adalah salahsatu

    contoh bagaimana kutukan itu terjadi, meskipun cerita terse-

    but tidak seratus persen faktual.

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kutuk memiliki

    arti doa atau kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan

    atau bencana kepada seseorang; ataupun kesusahan atau

    bencana yang menimpa seseorang disebabkan doa atau kata-

    kata yang diucapkan orang lain; dan bisa pula disebut

    laknat atau sumpah. Jadi, mengutuk adalah mengatakan

    (mengenakan) kutukan kepada orang lain; begitu juga

    dengan melaknat dan menyumpahi. Di sana dibenarkan pulajika kata kutuk digunakan untuk menyatakan buruk atau

    salah pada seseorang. Akan tetapi, penulis lebih sepakat pa-

    da pengartian yang pertama. Dengan catatan, tata pelaksa-

    naannya sesuai dengan cerita Malin Kundang di atas, yakni

    dengan melibatkan Tuhan sebagai pihak yang mengesahkan

    kutukan. Si pengutuk pun harus benar-benar mencapai dera-

    jat orang yang sangat dizalimi dan disakiti oleh orang yang

    akan dikutuk itu. Kutukan pun seyogyanya ditentukan, yakni

    si objek hendak dikutuk menjadi apa atau akan mengalami

    hal buruk apa. Walaupun dalam tatanan praktisnya, Tuhan-

    lah yang menentukan. Jadi, hasil kutukan itu diserahkankepada Tuhan sepenuhnya.

    Dewasa ini sering sekali ditemukan pernyataan-pernyataan

    yang berisi kutuk-mengutuk, baik dilakukan oleh para

    pribadi maupun kelembagaan. Ketika ada kejadian dan itu

    dilakukan oleh pihak ataupun seseorang yang menurut

    mereka hal tersebut tidak layak terjadi, mereka serta -merta

    mengeluarkan pernyataan-pernyataan kutukan. Dan orang-

    orang pun turut mengutuk di sana-sini. Seakan begitu mu-

    dahnya orang mengeluarkan kutukan. Padahal mengutuk

    adalah sesuatu yang amat rumit, seperti yang telah dijelas-

    kan. Si pengutuk harus dalam kapasitasnya. Sedang mereka

    7

  • 7/27/2019 Buletin HIROGLIF Edisi Agustus 2013

    8/8

    yang mudah mengutuk, sudahkah dalam kapasitasnya? te-

    lahkah punya hak untuk mengutuk? layakkah? sudahkah

    mereka menyadari dan mengaca diri sebelumnya? telahkah

    mempertimbangkan akibatnya? Pertanyaan-pernyataan ini

    harus dijawab dengan positif dan matang sebelum mengutuk.

    Anehnya, yang mengumbar kutukan dimana-mana ini adalah

    orang-orang dan lembaga-lembaga yang orang-orangnya be-

    ragama Islam. Kadang, yang dikutuk pun adalah yang beraga-

    ma Islam. Tentunya ini akan memperburuk citra Islam di ma-

    ta dunia. Orang Islam seharusnya memperindah Islam di ma-

    ta dunia sebagai laku dakwah. Bukan justru memper-

    buruknya sehingga mempersulit laju dakwah Islam.

    Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa nabi Muhammad SAW

    pernah menyayangkan kematian seorang yahudi yang no-

    tabenenya akan masuk ke neraka. Beliau menyayangkan ka-

    rena seorang yahudi tersebut tidak masuk Islam terlebih da-

    hulu sebelum matinya hingga nantinya masuk ke sorga. Be-

    gitulah keteladanan Nabi dalam dakwah, memiliki rasa kasih

    dan sayang pada siapapun tak pandang bulu. Tidak malah

    merasa puas dan memaki-maki seorang yahudi yang mening-

    gal itu karena tidak masuk Islam. Disebutkan pula bahwa

    Umar bin Khatthab dulu sebelum masuk Islam, dia adalah

    orang yang sangat sering menghina Islam. Begitu pula dengan

    Khalid bin Walid, sebelum menjadi muslim, dia turut ber-

    perang melawan Nabi dan pasukan kaum muslimin. Apabila

    saat itu Nabi membalasnya dengan kutukan bertubi-tubi, ten-

    tu dua orang itu tidak akan pernah masuk Islam dan menjadi

    orang yang sangat berjasa pada Allah dan Rasul-Nya.

    Hiruk-pikuk pernyataan kutuk-mengutuk yang berlalu-lalang

    saat ini tidak penulis anggap sebagai kutukan. Melainkan tid-

    ak lebih dari umpatan dan kecaman semata. karena dera-

    jatnya tidak setara dengan Mande Rubayah atas tragedi

    durhaka Malin Kundang. Bagi penulis, kutuk-mengutuk ada-

    lah sesuatu yang amat sakral.

    *Penulis adalah Anggota LSBNU Mesir

    Segenap Kru HIROGLIF

    Mengucapkan:

    Selamat Idul Fitri 1434 H

    Mohon Maaf Lahir-Batin

    Semoga Kebaikan

    Senantiasa Mengiringi

    Lembaga Seni dan Budaya

    Nahdlatul Ulama Mesir

    Periode 2012-2014

    HIROGLIF

    Buletin Seni dan Budaya

    Edisi Agustus 2013

    Diterbitkan Oleh:

    LSBNU Mesir

    Ketua:

    Iqbal Fathoni

    Pemimpin Redaksi:

    Hasan Hanung

    Anggota Redaksi:

    Layali Hilwa

    Abdul Wahid Satunggal

    Layouter:

    A. Subakri

    8