Bukupanduan Kuliah b Indo

46
BUKU PANDUAN MENGAJAR MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA OLEH: SRI HARYATMO FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

Transcript of Bukupanduan Kuliah b Indo

Page 1: Bukupanduan Kuliah b Indo

BUKU PANDUAN MENGAJAR

MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA

OLEH: SRI HARYATMO

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA 2014

Page 2: Bukupanduan Kuliah b Indo

BAB I

EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN

DAN PENERAPANNYA

1. Pengertian Ejaan

Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang

distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek fonologis

yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad aspek

morfologi yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis dan aspek

sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7). Keraf

(1988:51) mengatakan bahwa ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana

menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara

lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa.

Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-kaidah cara menggambarkan

bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta

penggunaan tanda baca. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa

ejaan adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf,

kata, dan tanda baca.

1.2 Beberapa Ejaan Resmi yang Pernah Berlaku di Indonesia

Sampai saat ini dalam bahasa Indonesia telah dikenal tiga nama ejaan yang

pernah berlaku. Ketiga ejaan yang pernah ada dalam bahasa Indonesia adalah sebagai

berikut.

1. Ejaan van Ophuysen

2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi

3. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Sebagaimana yang telah umum diketahui, Ejaan van Ophuysen -- sesuai

dengan namanya -- diprakarsai oleh Ch. A. van Ophuysen, seorang berkebangsaan

Belanda. Ejaan ini mulai diberlakukan sejak 1901 hingga munculnya Ejaan

Page 3: Bukupanduan Kuliah b Indo

Soewandi. Ejaan van Ophuysen ini merupakan ejaan yang pertama kali berlaku

dalam bahasa Indonesia yang ketika itu masih bernama bahasa Melayu.

Sebelum ada ejaan tersebut, para penulis menggunakan aturan sendiri-sendiri

di dalam menuliskan huruf, kata, atau kalimat. Oleh karena itu, dapat dipahami jika

tulisan mereka cukup bervariasi. Akibatnya, tulisan-tulisan mereka itu sering sulit

dipahami. Kenyataan itu terjadi karena belum ada ejaan yang dapat dipakai sebagai

pedoman dalam penulisan. Dengan demikian, ditetapkannya Ejaan van Ophuyson

merupakan hal yang sangat bermanfaat pada masa itu.

Setelah negara kesatuan Republik Indonesia terbentuk dan diproklamasikan

menjadi negara yang berdaulat, para ahli bahasa merasa perlu menyusun ejaan lagi

karena tidak puas dengan ejaan yang sudah ada. Ejaan baru yang disusun itu selesai

pada tahun 1947, dan pada tanggal 19 Maret tahun itu juga diresmikan oleh Mr.

Soewandi selaku Menteri PP&K (Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan). Ejaan

baru itu disebut Ejaan Republik dan dikenal juga dengan nama Ejaan Soewandi.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia, kian hari

dirasakan bahwa Ejaan Soewandi perlu lebih disempurnakan lagi. Karena itu,

dibentuklah tim untuk menyempurnakan ejaan tersebut. Pada tahun 1972 ejaan itu

selesai dan pemakaiannya diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16

Agustus 1972 dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).

1.3 Pemakaian Huruf

Pemakaian huruf dalam ejaan menyangkut dua hal, yaitu pemakaian huruf

kapital atau huruf besar dan pemakaian huruf miring.

(a) Pemakaian Huruf Kapital

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat dan

petikan langsung.

Misalnya:

(1) Anak saya sedang bermain di halaman.

(2) Apa maksudnya?

(3) Pimpinan kami berkata, “Masalah ini memang sangat kompleks.”

(4) Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”

Page 4: Bukupanduan Kuliah b Indo

Huruf kapital juga digunakan sebagai huruf pertama pada hal-hal berikut.

1) Ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata

ganti untuk Tuhan.

Contoh: Allah, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen

Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.

Bimbinglah hamba-Mu ya Tuhan.

2) Nama gelar kehormatan dan keagamaan yang diikuti nama orang beserta unsur

nama jabatan dan pangkat.

Misalnya:

Mahaputra Yamin, Raden Ajeng Kartini, Nabi Ibrahim, Presiden Megawati,

Jenderal Sutjipto, Haji Agus Salim

3) Nama orang, nama bangsa, suku bangsa, bahasa, dan nama tahun, bulan, hari, hari

raya, peristiwa sejarah, serta nama-nama geografi.

Misalnya:

Hariyati Wijaya

suku Jawa

bahasa Indonesia

tahun Masehi

bulan November

hari Kamis

hari Natal

Perang Salib

Nusa Tenggara

4) Unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, dokumen resmi,

serta nama buku, majalah, dan surat kabar.

Contoh:

Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Kebudayaan

Undang-Undang Dasar 1945

Page 5: Bukupanduan Kuliah b Indo

Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.

Tulisannya dimuat di harian Kompas.

5) Unsur singkatan nama gelar, pangkat, sapaan, dan nama kekerabatan yang

dipakai sebagai sapaan. Contoh:

S.S. (sarjana sastra)

Prof. (profesor)

Ny. (nyonya)

“Namamu siapa, Nak?” tanya Pak Lurah.

Surat Saudara sudah saya terima.

Di samping yang telah disebutkan di atas, huruf kapital juga digunakan

sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Sehubungan dengan penulisan karya tulis, judul karya tulis, baik yang

berupa laporan, makalah, skripsi, disertasi, kertas kerja, maupun jenis karya tulis

yang lain, seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Selain itu, huruf kapital

seluruhnya juga digunakan dalam penulisan hal-hal berikut:

(1) judul kata pengantar atau prakata;

(2) judul daftar isi;

(3) judul grafik, tabel, bagan, peta, gambar, berikut judul daftarnya masing-

masing;

(4) judul daftar pustaka;

(5) judul lampiran.

Dalam hubungan itu, judul-judul subbab atau bagian bab huruf pertama setiap

unsurnya juga ditulis dengan huruf kapital, kecuali yang berupa kata depan dan

partikel seperti, dengan, dan, di, untuk, pada, kepada, yang, dalam, dan sebagai.

(b) Pemakaian Huruf Miring atau Garis Bawah

Huruf miring (dalam cetakan) atau tanda garis bawah (pada tulisan

tangan/ketikan) digunakan untuk menandai judul buku, nama majalah, dan surat

kabar yang dipakai dalam kalimat.

Page 6: Bukupanduan Kuliah b Indo

Contoh:

(1) Masalah itu sudah dibahas Sutan Takdir Alisjabana dalam bukunya yang

berjudul Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.

(2) Tulisannya pernah dimuat dalam majalah Kartini.

(3) Harian Kompas termasuk salah satu surat kabar yang terkemuka di

Indonesia.

Berbeda dengan itu, judul artikel, judul syair, judul karangan dalam sebuah

buku (bunga rampai), dan judul karangan atau naskah yang belum diterbitkan,

penulisannya tidak menggunakan huruf miring, tetapi menggunakan tanda petik

sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, penulisan judul-judul itu diapit dengat

tanda petik. Contoh:

(4) Tulisan Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Bahasa Indonesia dalam

Bacaan Anak-Anak” pernah dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra.

(5) Sajak “Aku” dikarang oleh Chairil Anwar.

(6) Bacalah “Diksi atau Pilihan Kata” dalam buku Kembara Bahasa.

Huruf miring digunakan pula untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,

bagian kata, atau kelompok kata.

Misalnya:

(7) Huruf t sebagai huruf pertama kata Tuhan harus ditulis dengan huruf kapital.

(8) Akhiran –an pada kata kubangan berarti ‘tempat’.

(9) Pekerjaan ini harus Saudara selesaikan secepatnya.

Sesuai dengan kaidah, kata-kata asing yang ejaannya belum disesuaikan

dengan ejaan bahasa Indonesia atau kata-kata asing yang belum diserap ke dalam

bahasa Indonesia juga harus ditulis dengan huruf miring jika digunakan dalam

bahasa Indonesia. Misalnya, kata go public, devide et impera, dan sophisticated pada

contoh berikut.

(10) Dewasa ini banyak perusahaan yang go public.

(11) Politik devide et impera pernah digunakana Belanda untuk memecah-belah

bangsa Indonesia.

Page 7: Bukupanduan Kuliah b Indo

(12) Kata asing sophisticated berpadanan dengan kata Indonesia canggih.

Berbeda dengan itu, kata-kata serapan seperti sistem, struktur, efektif, dan

efisien tidak ditulis dengan huruf miring karena ejaan kata-kata itu telah disesuaikan

dengan ejaan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, kata-kata serapan semacam itu

telah diperlakukan seperti halnya kata-kata asli bahasa Indonesia.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, banyak pula dikenal nama-nama ilmiah yang

semula berasal dari bahasa asing. Salah satu di antaranya adalah Carcinia

mangostana, yakni nama ilmiah untuk buah manggis. Nama-nama ilmiah semacam

itu jika digunakan dalam bahasa Indonesia juga ditulis dengan huruf miring karena

ejaannya masih menggunakan ejaan bahasa asing.

Misalnya:

(13) Manggis atau Carcinia mangostana banyak terdapat di pulau Jawa.

Pada nama-nama ilmiah semacam itu huruf kapital hanya digunakan pada

unsur yang pertama, sedangkan unsur selebihnya tetap ditulis dengan huruf kecil.

1.4 Penulisan Gabungan Kata

Gabungan kata atau yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah

khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya:

Baku Tidak Baku

tanda tangan tandatangan

tanggung jawab tanggungjawab

terima kasih terimakasih

kerja sama kerjasama

peran serta peranserta

rumah sakit rumahsakit

kereta api keretaapi

Berbeda dengan itu, gabungan kata yang maknanya sudah dianggap padu

unsur-unsurnya ditulis serangkai. Beberapa contohnya dapat diperhatikan pada daftar

berikut.

Baku Tidak Baku

Page 8: Bukupanduan Kuliah b Indo

acapkali acap kali

daripada dari pada

kilogram kilo gram

matahari mata hari

kacamata kaca mata

peribahasa peri bahasa

Gabungan kata lain yang salah satu unsurnya berupa unsur terikat ditulis

serangkai. Unsur terikat yang dimaksud, misalnya, pasca-, antar-, panca-, nara-, dan

pramu-. Beberapa contoh penulisannya dapat diperhatikan di bawah ini.

Unsur Terikat Baku Tidak Baku

pasca- pascaperang pasca perang

pascasarjana pasca sarjana

antar- antarkota antar kota

antardaerah antar daerah

panca- pancaindera panca indera

pancalomba panca lomba

nara- narapidana nara pidana

narasumber nara sumber

pramu- pramuwisma pramu wisma

Kata bilangan yang berasal dari bahasa Sanskerta juga dipandang sebagai

unsur yang terikat. Oleh karena itu, penulisannya pun harus diserangkaikan dengan

unsur yang menyertainya.

Misalnya:

Unsur Terikat Baku Tidak Baku

dwi- dwifungsi dwi fungsi

dwiwarna dwi warna

tri- tridarma tri darma

triwulan tri wulan

catur- caturwarga catur warga

caturwulan catur wulan

sapta- saptapesona sapta pesona

Page 9: Bukupanduan Kuliah b Indo

saptamarga sapta marga

dasa- dasawarsa dasa warsa

dasasila dasa sila

Beberapa unsur terikat lain yang penulisannya harus diserangkaikan dengan

unsur yang mengikutinya adalah a-, adi-, anti-, awa-, audio-, bi-, ekstra-, intra-,

makro-, mikro-, mono-, multi-, poli-, pra-, purna-, semi-, sub-, supra-, kontra-, non-,

swa-, tele-, trans-, tuna-, dan ultra-.

Dalam penulisan unsur terikat perlu dipahami bahwa unsur terikat tertentu

apabila dirangkaikan dengan unsur lain yang berhuruf kapital harus diberi tanda

hubung di antara kedua unsur itu.

Misalnya:

non-ASEAN, bukan non ASEAN, non ASEAN

non-Islam, bukan non Islam, nonIslam

pro-Irak, bukan pro Irak, proIrak

1.5 Penulisan Bentuk Ulang

Sejalan dengan kaidah yang berlaku sekarang, angka dua tidak digunakan

sebagai penanda perulangan. Dalam penulisan bentuk ulang, bagian-bagian kata yang

diulang ditulis seluruhnya secara lengkap dengan disertai tanda hubung di antara

unsur-unsur yang diulang. Dengan demikian, dalam tulisan-tulisan yang bersifat

resmi, seperti naskah buku, laporan penelitian, laporan kegiatan, skripsi, dan

berbagai karya tulis resmi yang lain, kata ulang harus ditulis secara lengkap, tidak

menggunakan angka dua.

Misalnya:

Baku Tidak Baku

macam-macam macam2

hambatan-hambatan hambatan2

Dalam hubungan itu, perlu diperhatikan bahwa angka dua sebagai penanda

perulangan hanya dapat dibenarkan penggunaannya pada tulisan-tulisan tertentu

Page 10: Bukupanduan Kuliah b Indo

yang sifatnya tidak resmi, misalnya dalam catatan pelajaran, catatan kuliah, catatan

kuliah, catatan pribadi, surat pribadi, dan tulisan pribadi yang lain.

Seperti halnya bentuk ulang yang lain, bentuk ulang yang mengalami

perubahan fonem pun unsur-unsurnya yang diulang ditulis seluruhnya dengan

disertai tanda hubung di antara keduanya. Jadi, unsur yang diulang itu tidak ditulis

dengan menggunakan angka dua ataupun ditulis tanpa menggunakan tanda hubung.

Misalnya:

Baku Tidak Baku

gerak-gerik gerak gerik

sayur-mayur sayur mayur

Sejalan dengan hal tersebut, bentuk-bentuk di bawah ini, yang lazim disebut

kata ulang semu, juga ditulis secara lengkap dengan menyertakan tanda hubung.

Misalnya:

Baku Tidak Baku

kura-kura kura2, kura kura

paru-paru paru2, paru paru

1.6 Penulisan Kata Depan

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya

kecuali dalam gabungan kata, seperti kepada dan daripada. Jika di dan ke berupa

awalan maka ditulis serangkai dengan kata dasarnya, seperti kata dikelola dan

ketujuh.

1.7 Penulisan Singkatan dan Akronim

Istliah singkatan berbeda dengan akronim. Singkatan ialah kependekan yang

berupa huruf atau gabungan huruf, baik dilafalkan huruf demi huruf maupun

dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya. Beberapa singkatan yang dilafalkan

huruf demi huruf dapat diperhatikan pada contoh berikut.

Page 11: Bukupanduan Kuliah b Indo

Singkatan Pelafalannya

SMP [es-em-pe]

UGM [u-ge-em]

DPR [de-pe-er]

KUD [ka-u-de]

Singkatan yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, misalnya:

Singkatan Pelafalannya

Bpk. [bapak], bukan [be-pe-ka]

Sdr. [saudara], bukan [es-de-er]

dll. [dan lain-lain], bukan [de-el-el]

Singkatan yang berupa gabungan huruf awal suatu kata, dalam kenyataan

berbahasa, sering ditulis dengan disertai tanda titik pada masing-masing hurufnya,

seperti yang terdapat pada contoh berikut.

L.K.M.D. lembaga ketahanan masyarakat desa

K.B. keluarga berencana

S.D. sekolah dasar

P.T. perseroan terbatas

Penulisan singkatan itu tidak tepat karena singkatan yang berupa gabungan

huruf awal suatu kata tidak diikuti tanda titik, kecuali singkatan nama gelar akademik

dan singkatan nama orang. Dengan demikian, penulisan tersebut yang benar adalah

LKMD, KB, SD, dan PT.

Selain singkatan umum seperti di atas, ada pula yang disebut singkatan

lambang, yaitu suatu bentuk singkatan yang terdiri atas satu huruf atau lebih yang

melambangkan konsep dasar ilmiah, seperti kuantitas, satuan, dan unsur.

Dalam pemakaian dan penulisannya, singkatan lambang berbeda dengan

singkatan lain. Perbedaan itu tidak hanya terletak pada cara penulisannya, tetapi juga

penandaannya. Dalam hal ini, penulisan dan penandaan singkatan lambang pada

umumnya disesuaikan dengan peraturan internasional karena pemakaiannya pun

bersifat internasional. Secara umum, singkatan lambang tidal diikuti tanda titik.

Page 12: Bukupanduan Kuliah b Indo

Misalnya:

Cu kuprum

Ca kalsium

m meter

cm sentimeter

kg kilogram

kVa kilovolt-ampere

TNT trinitrototuluen

Akronim ialah kependekan yang berupa gabungan hurf awal, gabungan suku

kata, atau gabungan huruf awal dan suku kata, yang ditulis dan dilafalkan seperti

halnya kata biasa.

Misalnya:

siskamling sistem keamanan lingkungan

tilang bukti pelanggaran

inpres instruksi presiden

Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional

Akronim siskamling, tilang dan inpres merupakan akronim umum yang

bukan berupa gabungan huruf awal suatu kata atau nama diri suatu lembaga sehingga

seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Berbeda dengan itu, Depdiknas huruf awalnya

ditulis dengan huruf kapital karena merupakan akronim nama diri suatu lembaga.

Akronim lain yang berupa gabungan huruf awal suatu kata, seperti halnya

singkatan yang berupa gabungan huruf awal, seluruhnya ditulis dengan huruf kapital

dan tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

IKIP institut keguruan dan ilmu pendidikan

KONI Komite Olahraga Nasional Indonesia

PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia

Page 13: Bukupanduan Kuliah b Indo

1.8 Penggunaan Tanda Baca

Pedoman Umum EYD mengatur pemakaian tanda-tanda baca berikut:

1) tanda titik .

2) tanda koma ,

3) tanda titik koma ;

4) tanda titik dua :

5) tanda hubung -

6) tanda pisah --

7) tanda elepsis …

8) tanda tanya ?

9) tanda seru !

10) tanda kurung ( )

11) tanda kurung siku [ ]

12) tanda petik “ “

13) tanda petik tunggal ‘ ‘

14) tanda garis miring /

15) tanda penyingkat/ apostrof ‘

Dalam kaitannya dengan penulisan ragam formal, beberapa tanda baca yang

sering digunakan yaitu tanda titik, koma, titik koma, titik dua, hubung, kurung, dan

garis miring,.

1. Tanda Titik

Tanda titik selain digunakan untuk mengakhiri kalimat, digunakan pula

sebagai pembatas unsur-unsur dalam penulisan daftar pustaka.

Contoh:

(1) Angka pengangguran setiap tahun terus meningkat.

(2) Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia: untuk Umum. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Tanda titik digunakan pula di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,

ikhtisar, atau daftar.

Contoh:

Page 14: Bukupanduan Kuliah b Indo

A. Program Usaha

1. Tahap Persiapan Program

1.1 Penerimaan Warga Belajar

1.2 Pemilihan Penyelenggara

1.2.1 Musyawarah

1.2.2 Ditunjuk

2. Tahap Pelaksanaan

2.1 Waktu Pelaksanaan

2.2 Tempat

Penulisan angka yang menyatakan ‘jumlah’ juga wajib menggunakan tanda

titik pada setiap bilangan ribuan dan kelipatannya.

Misalnya:

penduduknya 75.564.543 jiwa

Rp89.500,00

Penggunaan tanda titik pada setiap bilangan ribuan dan kelipatannya itu

dimaksudkan untuk mempermudah penghitungan.

Berbeda dengan itu, angka yang tidak menyatakan ‘jumlah’ tidak ditulis

dengan tanda titik, misalnya angka yang digunakan sebagai nomor halaman buku,

nomor telepon, atau nomor induk.

Contoh:

halaman 1564

telepon 8804781

NIP 131947332

2. Tanda Koma

Tanda koma selain digunakan untuk memisahkan bagian yang satu dana

bagian yang lain dalam kalimat majemuk setara, juga untuk mengapit keterangan

tambahan atau keterangan penjelas, dan membatasi unsur-unsur rincian.

Contoh:

(1) Perusahaan itu belum terkenal, tetapi produksinya banyak diperlukan orang.

(2) Benazir Bhutto, mantan Perdana Menteri Pakistan, mengancam akan

menggerakkan massa kembali.

Page 15: Bukupanduan Kuliah b Indo

(3) Barang-barang elektronik yang dipamerkan adalah radio, televisi, tape recorder,

dan lain-lain.

Seperti pada contoh tersebut, kata tetapi (1), yang menandai kalimat

majemuk setara, selalu didahului tanda koma. Kemudian, unsur mantan Perdana

Menteri Pakistan pada kalimat (2), yang merupakan keterangan aposisi, juga diapit

tanda koma seperti halnya keterangan tambahan atau keterangan penjelas. Pada

kalimat (3) tanda koma digunakan sebagai pembatas unsur rincian, yang masing-

masing adalah radio, televisi, dan tape recorder.

Tanda koma digunakan pula sebagai pembatas antara unsur ungkapan

penghubung antarkalimat dan bagian kalimat yang mengikutinya.

Contoh:

Sehubungan dengan itu, …

Berdasarkan hal tersebut, …

Oleh karena itu, …

3. Titik Koma

Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri peryatakan perincian dalam

kalimat, yang berupa kata atau kelompok kata.

Contoh:

Syarat-syarat menjadi seorang guru yaitu

a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. berkewarganegaraan Indonesia;

c. berijazah pendidikan guru;

d. berbadan sehat;

e. mendapat surat pengangkatan sebagai guru;

f. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

4. Titik Dua

Tanda titik dua digunakan pada akhir suatu pertanyaan lengkap jika diikuti

pemerian.

Contoh:

Page 16: Bukupanduan Kuliah b Indo

(1) Sekretariat memerlukan beberapa peralatan: lemari, komputer, dan meja.

(2) Kantor akan membeli perabot rumah tangga: kursi tamu dan lemari.

Tanda titik dua digunakan sesudah ungkapan atau kata yang memerlukan

pemerian.

Contoh:

Ketua : Sulistyo, S.Akt.

Sekretaris : Luthfi, S.I.P.

Bendahara : Siti Nurlaila, S.E.

Tanda titik dua digunakan (a) di antara jilid atau nomor dan halaman dan (b)

di antara bab dan ayat dalam kitab suci.

Contoh:

Tempo, I (1971), 34: 8

Surah Yusuf: 2

5. Tanda Hubung

Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya

yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan –an, (d)

singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (e) merangkaikan unsur

bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

Contoh:

se-Kabupaten Purworejo se-Indonesia

hadiah ke-2 tahun 50-an

hari-H sinar-X

mem-PHK-kan pen-tackle-an

6. Tanda Kurung

Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan.

Contoh:

Bagian Perencanaan telah selesai menyusun DIK (Daftar Isisan Kegiatan )

kantor itu.

Page 17: Bukupanduan Kuliah b Indo

Tanda kurung digunakan untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci

suatu urutan keterangan

Contoh:

Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c)

modal.

7. Garis Miring

Tanda garis miring digunakan di dalam nomor surat dan nomor pada alamat

dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

Contoh:

No. 7/PK/1988

Jalan Kramat III/10

Tahun Anggaran 1988/ 1989

Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata atau, dan tiap.

Contoh:

dikirim lewat darat/ laut.

harganya Rp25000,00/ eksemplar

Page 18: Bukupanduan Kuliah b Indo

BAB II

PEMBENTUKAN KATA

Kata di dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi lima, yaitu bentuk asal

(kata asal), bentuk dasar (kata dasar), bentuk turunan (kata turunan), bentuk

pangkas, dan bentuk akronim. Kata turunan dibagi menjadi tiga, yaitu kata

berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat

pada diagram berikut.

Bentuk Kata

Bentuk Asal Bentuk Dasar Bentuk Turunan Bentuk Pangkas Bentuk Akronim

a. Kata Berimbuhan

b. Kata Ulang

c. Kata Majemuk

1. Bentuk Dasar

Kata asal adalah kata yang masih asli belum mengalami perubahan bentuk.

Berbeda dengan kata dasar, kata dasar itu dapat berupa kata asal, tetapi juga dapat

berupa kata yang telah mengalami perubahan. Perhatikan contoh berikut.

(1) diadakan ada(kata asal)

(2) mempertanggungjawabkan tanggung jawab (bentuk dasar)

Contoh (1), bentuk dasarnya berupa kata asal, sedangkan contoh (2), bentuk

dasarnya berupa kata yang telah mengalami pemajemukan.

2. Bentuk Turunan

Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia meliputi tiga hal, yaitu (1) pengimbuhan, (2)

pengulangan, dan (3) pemajemukan (gabungan kata).

a. Pengimbuhan

Page 19: Bukupanduan Kuliah b Indo

Pengimbuhan dipilah menjadi empat jenis, yaitu (1) awalan, (2) sisipan, (3)

akhiran, dan (4) imbuhan gabungan (awalan-akhiran).

b. Pengulangan

Pengulangan adalah proses atau hasil perulangan kata atau unsur kata. Proses

peng-ulangan kata terpilah menjadi tiga, yaitu (a) pengulangan utuh, (b)

pengulangan sebagian (parsial), (c) pengulangan berimbuhan.

c. Pemajemukan

Pemajemukan adalah proses penggabungan dua kata yang menghasilkan

makna baru. Pemajemukan terpilah menjadi tiga, yaitu (1) berunsur bentuk

terikat + bentuk bebas, (2) berunsur bentuk terikat + bentuk bebas, dan (3)

berunsur bentuk bebas + bentuk bebas.

3. Bentuk Pangkas

Pemangkasan merupakan bagian pembentukan kata yang menghilangkan atau

melesapkan bagian dari kata.

Contoh :

flu. bentuk pangkas influenza

lab. bentuk pangkas laboratorium info. bentuk pangkas informasi

4. Bentuk Akronim

Contoh :

Solo Berseri – (bersih, sehat, rapi, indah)

Yogyakarta Berhati Nyaman – (bersih, sehat, indah, dan nyaman)

Dikdasmen - Pendidikan Dasar dan Menengah

5. Bentuk Terikat

Termasuk ke dalam golongan ini imbuhan atau afiks, bentuk klitika, dan bentuk

gabungan/kombinasi.

Contoh :

(1) Imbuhan meliputi (1) awalan : me-, pe-, ber-, per-, ter-, di-, ke-, se-

Page 20: Bukupanduan Kuliah b Indo

(2) sisipan : -el-, -em-, dan -er-

(3) akhiran : -an, -kan, dan –i

(4) gabungan : me-/-kan, me-/-i, pe-/-an, per-/-kan,

(2) Klitika: -lah, -kah, -pun, ku-, dan –mu

(3) Bentuk gabungan/kombinasi :

Unsur Bentukan Bentukan Padanan alih alih tulis transcript

lepas lepas landas take off

6. Analogi

Analogi adalah pembentukan kata atau struktur baru berdasarkan pola

bentuk lain yang sudah ada.

7. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan

Di dalam bahasa Indonesia ada beberapa bentuk kata yang perlu diperhatikan

berkaitan dengan pembentukan kata. Bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Pembentukan kata dengan awalan me- pada kata dasar berawal gugus

konsonan k,p,t,s akan mengalami luluh.

Contoh : me- + karang mengarang

me- + padu memadu

me- + tata menata

me- + suplai menyuplai

(2) Pembentukan kata dengan awalan me- pada kata dasar berawal gugus konsonan

atau kluster kr, pr,st, tr, kl tidak mengalami luluh. Contoh :

me- + kristal mengkristal

me- + produksi memproduksi

me- + stabil menstabil

me- + traktir mentraktir

me- + klaim mengklaim

Page 21: Bukupanduan Kuliah b Indo

BAB III

KONSEP PERISTILAHAN DALAM BAHASA INDONESIA

1. Pengertian Istilah

Yang dimaksud dengan istilah ialah kata atau gabungan kata yang dengan

cermat mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas

dalam bidang tertentu. Dengan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa (1)

tidak setiap kata atau kelompok kata merupakan istilah, (2) setiap istilah

mengungkapkan makna khas, dan (3) istilah dipergunakan dalam bidang tertentu.

2. Macam Istilah

Istilah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu istilah khusus dan itilah umum.

(a) Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang ilmu

tertentu, misalnya morfologi (dalam bidang kimia, biologi, dan linguistik).

(b) Istilah umum adalah istilah dari bidang ilmu tertentu yang digunakan

secara luas dalam kehidupan sehari-hari, misalnya radio, listrik, anggaran

belanja, nikah.

3. Prinsip-prinsip dalam Peristilahan

3.1 Sumber Istilah

Sumber istilah dalam bahasa Indonesia berasal dari (a) bahasa Indonesia,

(b)bahasa serumpun, (c) bahasa asing.

a. Bahasa Indonesia:

b. Bahasa serumpun:

c. Bahasa asing :

3.2 Dasar Pemilihan

Dasar pemilihan dalam peristilahan yaitu sebagai berikut.

Jika istilah diambil dari bahasa Indonesia atau bahasa serumpun,

dipertimbangkan prinsip-prinsip berikut:

(a) memiliki ketepatan daya ungkap,

(b) keringkasannya,

Page 22: Bukupanduan Kuliah b Indo

© tidak berkonotasi jelek, dan

(d) sedap didengar.

Jika istilah diambil dari bahasa asing, dipertimbangkan prinsip-prinsip

berikut:

(a) memudahkan pengalihan antarbahasa;

(b) mengungkapkan pengertian yang lebih cermat;

© lebih singkat; dan

(d) memudahkan kesepakatan.

3.3 Teknik Pemerolehan Istilah

Untuk memperoleh istilah, ada beberapa cara atau teknik yang dilakukan,

yaitu (1) pemadanan, (2) penerjemahan (dari bahasa asing dan daerah), dan (3)

penyerapan (dari bahasa asing dan daerah). Di samping itu, ada tujuh langkah yang

harus dilakukan dalam membentuk istilah. Ketujuh langkah tersebut dinamakan

prosedur pembentukan istilah (dapat dilihat pada buku Pedoman Umum

Pembentukan Istilah, 1997).

3.4 Ejaan Dalam Peristilahan

Perlu diketahui bahwa ejaan dalam peristilahan berhubungan dengan tata

tulis. Dalam hal ini ditekankan pada penyesuaian ejaan. Berkaitan dengan itu, ada

beberapa konsep yang dijadikan dasar kaidah, yaitu ejaan fonemik, ejaan etimologi,

transliterasi, ejaan nama diri, dan penyesuauan ejaan bahasa Indonesia. (rincian

lihat transparan)

4. Penutup

Sebagai penutup di dalam pembicaraan istilah, dapat dikemukakan bahwa

penggunaan istilah merupakan hal yang penting diperhatikan. Hal-hal yang

menjadikan istilah merupakan suatu kepentingan yaitu sebagai berikut:

(a) sebagai tuntutan konsep (termasuk pada lingkup pengajaran SD);

(b) sebagai sarana pemandaian (pengembang ilmu atau peningkatan kualitas); dan

© sebagai sarana pengajaran yang efektif.

Page 23: Bukupanduan Kuliah b Indo

Untuk memiliki keterampilan dalam menggunakan istilah, dapat dilakukan

dengan cara membiasakan diri menggunakan istilah dengan benar. Kemudian,

membiasakan menjelaskan pada siswa istilah yang benar dan mengoreksi istilah

yang salah.

Page 24: Bukupanduan Kuliah b Indo

BAB IV

KALIMAT DI DALAM BAHASA INDONESIA

1. Pengertian Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang sudah memuat pengertian lengkap atau

mengungkapkan pikiran secara utuh. Karena merupakan satuan bahasa terkecil yang sudah

mengungkapkan pikiran secara utuh, kalimat tidak menjadi bagian dari kalimat yang lain.

Dalam wujud yang paling sederhana, kalimat berunsur dua kata atau dua kelompok kata

yang masing-masing berfungsi sebagai S (subjek) dan P (predikat) seperti terlihat pada

contoh berikut.

(1) Adik // menari.

S P

(2) Pembangunan jalan layang itu // masih belum juga selesai.

S P

Contoh (1) merupakan kalimat yang terdiri atas dua kata, sedangkan contoh (2) merupakan

kalimat yang terdiri atas dua kelompok kata.

Di samping istilah kalimat—yang minimal terdiri atas subjek dan predikat—terdapat

istilah klausa yang, minimal, juga terdiri atas subjek dan predikat. Dilihat dari strukturnya,

kedua istilah itu memperlihatkan kesamaan, yaitu minimal berunsur S-P. Secara mendasar,

istilah klausa dibedakan dari kalimat berdasarkan (a) ada tidaknya intonasi atau tanda baca dan

(b) sifat keberadaannya dalam konstruksi yang lebih besar. Untuk memperjelas perbedaan

tersebut, berikut disajikan penerapannya di dalam contoh.

(3) Panas matahari // kian menyengat.

S P

(4) Lelaki tua itu // masih harus mencangkul // beberapa petak sawah lagi.

S P O

(5) Panas matahari // kian menyengat // ketika lelaki tua itu // masih harus

S P K P2

mencangkul // beberapa petak sawah lagi.

O2

Konstruksi contoh (3)—(5) merupakan kalimat karena masing-masing tidak menjadi

bagian dari konstruksi yang lebih besar. Menarik untuk dibicarakan ialah keberadaan

konstruksi (3) dan (4) dalam dalam konstruksi (5). Secara mandiri, konstruksi panas

matahari kian menyengat pada contoh (3) dan lelaki tua itu masih harus mencangkul

Page 25: Bukupanduan Kuliah b Indo

beberapa petak sawah lagi pada contoh (4) masing-masing merupakan klausa yang sekaligus

merupakan kalimat. Pada konstruksi (5) masing-masing konstruksi itu bukan lagi kalimat,

melainkan sekadar klausa. Sifat keklausatifan konstruksi (3) panas matahari kian menyengat

dan (4) lelaki tua itu masih harus mencangkul beberapa petak sawah lagi disebabkan oleh

sifat keberadaannya yang sekadar menjadi bagian dari konstruksi yang lebih besar, yaitu

konstruksi (5) panas matahari kian menyengat ketika lelaki tua itu masih harus mencangkul

beberapa petak sawah lagi.

2. Ciri Kalimat

Selain didasarkan pada adanya intonasi, tanda baca, atau keterikatannya pada

konstruksi lain yang lebih besar, kalimat ditandai juga dengan kemungkinannya untuk

diubah susunannya tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan makna. Perhatikan contoh

berikut!

(6) anak // yang rajin (berarti ‘anak yang tidak malas’)

(6a) yang rajin // anak (berarti ‘yang rajin bukan orang tua’)

(7) anak yang rajin itu // sedang belajar (berarti ‘anak yang rajin itu tidak sedang

tidur’)

(7a) sedang belajar // anak yang rajin itu (berarti ‘tidak sedang tidur anak yang rajin itu’)

Karena pengubahan susunan yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan makna

terjadi pada contoh (7), konstruksi yang merupakan kalimat ialah konstruksi (7). Konstruksi

(6) hanya merupakan frase.

3. Unsur-Unsur kalimat

Di samping berunsur subjek dan predikat, kalimat dapat dibangun dengan unsur

yang lebih kompleks seperti terlihat pada contoh berikut.

(8) Ayah // selalu mengirimi // kami // uang // pada setiap awal bulan.

S P O Pel. K

Berdasarkan contoh (8) diketahui bahwa sebuah unsur kalimat dapat berupa (S)

subjek, (P) predikat, O (objek), Pel (pelengkap), dan K (keterangan). Pengertian dan ciri

masing-masing unsur itu ialah sebagai berikut.

3.1 Subjek

Page 26: Bukupanduan Kuliah b Indo

Subjek adalah unsur kalimat yang diperikan (diperkatakan) dalam sebuah kalimat.

Subjek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. merupakan jawaban atas pertanyaan apa atau siapa;

b. dapat disertai kata ini atau itu (penanda takrif);

c. tidak didahului kata depan/preposisi;

d. dapat berupa kata/kelompok kata benda atau kelas kata yang lain yang dapat

memiliki salah satu ciri subjek.

3.2 Predikat

Predikat adalah unsur kalimat yang memerikan atau memberitahukan apa, ,

mengapa, bagaimana atau berapa tentang subjek kalimat. Predikat memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. merupakan jawaban atas pertanyaan apa, bagaimana, mengapa, atau berapa;

b. dapat disertai kata pengingkar tidak atau bukan;

c. dapat disertai adverbia seperti ingin, hendak, mau, akan;

d. dapat didahului kata ialah, adalah, merupakan;

e. dapat berupa kata atau kelompok kata kerja, kata atau kelompok kata sifat, kata atau

kelompok kata benda, kata atau kelompok kata bilangan.

3.3 Objek

Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita akibat perbuatan

subjek. Objek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. terdapat dalam kalimat berpredikat verba transitif;

b. langsung mengikuti predikat;

c. tidak dapat didahului kata depan atau preposisi;

d. menjadi subjek dalam konstruksi pasifnya;

e. dapat berupa kata atau kelompok kata benda atau anak kalimat (ditandai dengan kata

hubung bahwa);

f. dapat diganti dengan bentuk –nya.

Page 27: Bukupanduan Kuliah b Indo

3.4 Pelengkap

Pelengkap adalah unsur kalimat yang melengkapi predikat dan tidak dikenai

perbuatan subjek. Pelengkap memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. melengkapi makna kata kerja (predikat);

b. terdapat dalam kalimat berpredikat kata kerja intransitif atau dwitransitif;

c. langsung mengikuti predikat atau objek jika terdapat objek di dalam kalimat itu;

d. tidak didahului kata depan;

e. berupa kata/kelompok kata benda, kata/kelompok kata sifat atau klausa;

f. tidak dapat menjadi subjek dalam konstruksi pasifnya;

g. tidak dapat diganti dengan –nya;

3.5 Keterangan

Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang

hal yang dinyatakan di dalam kalimat. Keterangan memiliki ciri-ciri:

a. memberikan informasi tentang waktu, tempat, tujuan, cara, penyerta, alat, kemiripan,

sebab, atau kesalingan;

b. memiliki keleluasaan letak/posisi (dapat di awal, akhir, atau menyisip di antara

subjek dan predikat);

c. didahului kata depan seperti di, ke, dari, pada, dalam, dengan atau kata

penghubung/konjungsi jika berupa anak kalimat;

d. tanpa kata depan jika berupa kata seperti kemarin, sekarang, tadi, nanti;

4. Macam-Macam Kalimat

Secara mendasar kalimat dibedakan berdasarkan makna dan bentuknya. Berdasarkan

maknanya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, perintah, dan tanya. Berdasarkan

bentuknya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat

tunggal maupun kalimat majemuk dapat diperinci lagi berdasarkan beberapa aspek.

Perincian secara lengkap dapat dilihat pada bagan berikut.

Page 28: Bukupanduan Kuliah b Indo

kal. nominal

jenis kal. verbal

predikat kal. adjektival

kal. numeral

kal. aktif

kalimat jenis

tunggal relasi S-P kal. pasif

kal. intransitif

bentuk ada tidak- kal. ekatransitif

nya O kal. dwitransitif

kal. majemuk setara

Kalimat kalimat

majemuk

kal. majemuk bertingkat

kal. berita

makna kal. tanya

kal. perintah

Pada kesempatan ini pembahasan lebih lanjut diberikan pada kalimat tunggal dan kalimat

majemuk.

4.1 Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa. Dengan kata lain,

kalimat ini hanya terdiri atas satu subjek dan satu predikat.

4.2 Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang setidaknya terdiri atas dua klausa. Kalimat

majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

Page 29: Bukupanduan Kuliah b Indo

4.2.1 Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang tersusun dari setidaknya dua

klausa yang masing-masing dapat dijadikan kalimat tunggal mandiri. Penggabungan ini

menggunakan kata penghubung atau konjungsi sebagai perangkai. Dalam hal ini, konjungsi

berfungsi menautkan informasi kedua klausa. Pada kalimat majemuk setara ditemukan empat

jenis hubungan informasi yang masing-masing menuntut konjungsi yang berbeda.

4.2.1.1 Hubungan Penjumlahan

Kalimat majemuk setara bermakna penjumlahan ditandai oleh konjungsi, seperti, dan,

serta, lagi pula.

(9) Andi menabuh gendang dan Joko memetik gitar.

(10) Ia sangat cantik lagi pula tidak sombong

4.2.1.2 Hubungan Perlawanan

Kalimat majemuk setara bermakna perlawanan ditandai dengan konjungsi, seperti,

tetapi, melainkan, sedangkan.

(11) Tindakan itu terkesan menolong, tetapi sebenarnya merugikan.

(12) Dia bukan dokter, melainkan seorang perawat.

(13) Orang tua selalu menyalahkan anak-anaknya, sedangkan mereka sendiri terlalu sibuk

dengan urusan luar rumahnya.

4.2.1.3 Hubungan Urutan

Kalimat majemuk setara bermakna hubungan urutan ditandai dengan konjungsi,

seperti, lalu, lantas, kemudian.

(14) Lelaki itu hanya berhenti sebentar lalu pergi lagi.

(15) Anak-anak berlomba mencapai pohon itu lantas berebut untuk memanjatinya.

(16) Pak Hasan berlari meninggalkan tempat pengintaian kemudian melapor kepada

pimpinan pejuang.

4.2.1.4 Hubungan Pemilihan

Kalimat majemuk setara bermakna hubungan pemilihan ditandai oleh konjungsi

atau.

(17) Saat itu dia terpaksa membunuh atau dibunuh.

Page 30: Bukupanduan Kuliah b Indo

4.2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat, sekurang-kurangnya, terdiri atas dua klausa,

yaitu klausa utama (induk kalimat) dan klausa subordinatif (anak kalimat). Ciri

masing-masing klausa kalimat majemuk ini sebagai berikut.

4.2.2.1 Ciri Klausa Utama

Ciri-ciri klausa utama adalah:

a. dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal;

b. mempunyai unsur klausa yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan klausa

subordinatif;

c. tidak didahului kata hubung.

4.2.2.2 Ciri Klausa Bukan Utama

Ciri-ciri klausa bukan utama adalah:

a. tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal;

b. kelengkapan unsur klausanya tidak selengkap klausa utama (jika subjek sama, subjek pada

klausa bukan utama dilesapkan);

c. dapat menempati posisi awal, akhir, atau menyisip di antara subjek dan predikat klausa

utama;

d. ditandai kata hubung yang menandai ketaksetaraannya: seperti

1. penanda hubungan waktu:

sejak, sedari, sewaktu, ketika, seraya, sambil, selagi, tatkala, sebelum, sesudah,

setelah, seusai, sampai, hingga, dan sebagainya;

2. penanda hubungan syarat atau pengandaian:

jika(lau), seandainya, andaikata, andaikan, asalkan;

3. penanda hubungan tujuan: agar, supaya, untuk, dan biar;

4. penanda hubungan konsesif/ketakbersyaratan:

walau(pun), meski(pun), biarpun, kendati(pun), sungguhpun, sekalipun, biarpun;

5. penanda hubungan pembandingan:

seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana, daripada, alih-alih, ibarat;

6. penanda hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena;

7. penanda hubungan akibat: sehingga, sampai (-sampai), dan maka;

8. penanda hubungan cara: dengan atau tanpa;

9. penanda hubungan kemiripan: seolah-olah, seakan-akan.

Page 31: Bukupanduan Kuliah b Indo

BAB V

PARAGRAF

1. Pengertian

Alinea (Belanda) berasal dari bahasa Latin a + linea yang berarti ‘mulai dari

garis baru’. Paragraf adalah bagian dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri

dari sejumlah kalimat yang mengungkapkan satuan informasi dengan ide pokok

sebagai pengendalinya (Ramlan, 1993:1).

2. Tujuan Penyusunan Paragraf

(1) Memudahkan pemahaman isi seluruh karangan dengan cara memisahkan

gagasan satu dengan yang lain.

(2) Upaya menegaskan pengertian secara logis dan sistematis.

(3) Memberi peluang kepada pembaca untuk berkonsentrasi terhadap gagasan

paragraf hingga pemahamannya terarah.

(4) Untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara penulis dan pembaca

kare-na gagasan yang dimaksud disampaikan secara logis dan sistematis.

3. Jenis Paragraf

a. Paragraf Pembuka

Paragraf pembuka berfungsi sebagai pengantar karangan. Oleh sebab itu,

paragraf pembuka terletak pada awal karangan. Paragraf pembuka harus me-

narik perhatian dan sanggup menghubungkan pikiran pembaca dengan

masa-lah yang akan disajikan selanjutnya.

b. Paragraf Pengembang

Berfungsi mengembangkan pokok pembicaraan yang telah direncanakan. Semua

paragraf yang terletak di antara paragraf pembuka dan penutup termasuk jenis

para-graf pengembang.

c. Paragraf Penutup

Page 32: Bukupanduan Kuliah b Indo

Terletak pada akhir sebuah karangan. Paragraf penutup biasanya berisi simpulan

atas seluruh masalah yang telah dipaparkan dalam paragraf pengembang.

4. Syarat Penyusunan Paragraf

Untuk menyusun paragraf yang baik, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu

(1) kelengkapan, (2) kesatuan, (3) kepaduan, dan (4) keruntutan.

4.1 Ciri Kelengkapan

Paragraf yang baik adalah paragraf yang lengkap. Artinya, di dalam paragraf itu

harus tercakup semua penjelasan tentang gagasan utama, tidak ada “sisa” perta-

nyaan untuk pembaca. Maksudnya, setelah membaca paragraf, pembaca tidak lagi

menyimpan pertanyaan yang berhubungan dengan maksud atau isi paragraf itu.

Dengan kata lain, informasi yang disampaikan di dalam paragraf itu sudah

lengkap.

Contoh:

(1) *Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah. Pertama, memberantas sarang nyamuk penyebar demam berdarah. Seperti kita ketahui bahwa nyamuk penyebar demam berdarah ini biasanya berkembang di genangan air. Jentik-jentik nyamuk yang berada di genangan air itu akan menetas pada waktu tujuh hari. Oleh karena itu, genangan air harus ditimbun.

(1a) Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah. Pertama, memberantas sarang nyamuk penyebar demam berdarah. Kedua, mengubur barang-barang bekas agar tidak dipergunakan sebagai sarang nyamuk. Ketiga, menguras bak air dan tempat-tempat air lainnya setiap seminggu sekali. Dan, yang terakhir, menjaga kebersihan lingkungan pemukiman.

4.2 Kesatuan

Paragraf yang baik harus berpusat pada satu gagasan utama. Gagasan-gagasan lain

di dalam paragraf itu harus sekedar menjelaskan atau mendukung gagasan utama.

Gagasan utama tertuang di dalam kalimat topik, sedangkan gagasan penjelas atau

Page 33: Bukupanduan Kuliah b Indo

pengembang tertuang di dalam kalimat-kalimat penjelas atau pengembang.

Perhatikan contoh berikut.

(2) Meskipun sudah uzur, Pak Karto masih gesit dan cekatan. Begitu bangun pagi,

tanpa minum dahulu, ia memberi makan ayam-ayam dan itiknya. Sesudah itu, ia

lalu memanggul cangkulnya pergi ke ladang. Laki-laki tua itu terus mencangkuli

tanah ladangnya yang sudah mengeras, menyiapkan lahan yang akan ditanami

kacang dan jagung pada musim hujan yang segera akan datang.

4.3 Kepaduan

Paragraf disebut padu jika informasi yang diungkapkan melalui kalimat-kalimatnya

memperlihatkan keterkaitan yang logis. Dengan adanya keterpaduan, paragraf terhin-

dar dari kemungkinan “lompatan pemikiran” di dalam pemahamannya. Prinsip kepa-

duan menuntut adanya pengembangan informasi yang tepat. Ketepatan

pengembangan informamsi itu ditentukan oleh a) kata ganti (ia, -nya, mereka, dsb), b)

kata tunjuk (ini, itu, tersebut, dsb.), c) repetisi atau pengulangan, dan d) kata-kata

transisi (di samping itu, dengan kata lain, akan tetapi, namun, dsb.).

4.3.1 Pemakaian Kata Ganti

Contoh:

(3) Meskipun sudah uzur, Pak Karto masih gesit dan cekatan. Begitu bangun pagi, tanpa minum dahulu, ia memberi makan ayam-ayam dan itik-itiknya. Sesudah itu, ia lalu memanggul cangkulnya pergi ke ladang. Laki-laki tua itu terus mencang-kuli tanah ladangnya yang sudah mengeras, menyiapkan lahan yang akan dita-nami kacang dan jagung pada musim hujan yang segera akan datang.

4.3.2 Pemakaian Kata Tunjuk

Contoh:

(4) Di atas ini adalah gambar papan catur yang istilah teknisnya disebut diagram. Untuk memudahkan penglihatan, diagram itu disajikan tanpa buah caturnya.

(5) Kita perhatikan kalimat ini. Semua usahanya gagal. Karena itu ia amat sedih.

Page 34: Bukupanduan Kuliah b Indo

4.3.3 Pemakaian Repetisi

Contoh:

(6) Adalah suatu kejahatan menjual kepulauan ini kepada Jepang. Kepulauan ini bukan sesuatu yang tumbuh begitu saja dari karang yang tandus. Akan tetapi, bagi kami kepulauan ini merupakan zamrut di ujung timur Soviet.

4.3.4 Pemakaian Kata Transisi

Contoh:

(7) Pembangunan ekonomi tetap menduduki tempat pertama dalam skala prioritas nasional, baik dalam pola jangka panjang maupun dalam pola umum Pelita I dan II yang sesuai dengan haluan pembangunan yang digariskan oleh MPR. Ketetapan ini mencerminkan betapa besar masalah sosial ekonomi yang perlu kita garap untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Terangnlah, justru untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam arti yang luas itu diperlukan dana pembangunan yang makin besar. Dana pembangunan harus dihimpun melalui kegiatan produksi dan gerak ekonomi yang menanjak. Dengan kata lain, kesejahteraan rakyat dalam arti yang sebenarnya hanya mungkin terwu-jud dalam tingkat ekonomi maju. Demikianlah, arti prioritas dalam pem-bangunan ekonomi kita.

4.3.5 Keruntutan

Paragraf yang baik menggunakan alur pemaparan atau pengembangan informasi

yang runtut. Jenis-jenis alur pemaparan informasi itu akan dibicarakan pada bagian

pengembangan paragraf.

5. Ide Pokok dan Kalimat Topik

5.1 Ide Pokok atau Gagasan Utama

Setiap paragraf memiliki ide pokok sebagai pengendali yang dapat tersurat dan

dapat pula hanya tersirat. Ide pokok yang hanya tersirat dapat dilihat contoh berikut.

(8) 1) Setiap hari Ahmad bangun pukul lima pagi. 2) Sesudah bersembahyang Subuh, ia melakukan olahraga ringan, berjalan kaki selama lebih kurang 45 menit untuk memanaskan tubuhnya. 3) Pukul tujuh, setelah keringatnya kering, ia mandi dengan air hangat, dan setelah makan pagi, pada pukul delapan, ia berangkat ke kantor, hingga pukul empat petang baru tiba kembali di rumah. 4) Sisa waktunya dipergunakannya untuk bermain-main dengan si kecil, anak tunggalnya yang baru berusia dua tahun.

Page 35: Bukupanduan Kuliah b Indo

Contoh (8) menunjukkan bahwa gagasan utama atau ide pokok tidak menginduk

pada kalimat topik. Kalimat-kalimat 1 sampai dengan 4 semuanya utama. Ide pokok

pada contoh (8), yaitu kehidupan Ahmad sehari-hari.Hal itu berbeda dengan contoh

berikut.

(9) Anisa memang gadis yang cantik. Rambutnya panjang tergerai. Hidungnya mancung. Senyumnya memikat setiap lelaki yang memandangnya.

Kalimat topik pada contoh (9) adalah Anisa memang gadis yang cantik.

5.2 Letak Kalimat Topik

5.2.1 Pada Awal Paragrap

Kalimat topik dapat terletak pada awal paragraf, seperti contoh berikut.

(10) 1) Malam harinya kami mulai sibuk. 2) Barang sewaan mulai berdatangan. 3) Tenda dipasang langsung oleh petugas. 4) Keluarga inti berbincang-bincang merancang bagaimana arena diatur. 5) Di mana tempat duduk anak yang dikhitan, di mana kursi undangan, tempat pembawa acara, pembicara, dan sebagainya. 6) Sebagian menyiapkan dipan tempat khitanan dengan hiasan spreinya. 7) Sebagian tetap di dapur menyiapkan makan selanjutnya. 8) Ada pula yang membuat penganan untuk penambah makanan kecil. 9)Pokoknya semua bekerja.

5.2.2 Pada Tengah Paragraf

Kalimat topik dapat juga terletak di tengah paragraf, seperti contoh berikut.

(11) Ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai mahasiswa pecinta alam seluruh Indonesia mendatangi kantor kami. Mereka menduduki pintu masuk ke kantor sehingga kendaraan yang biasanya keluar masuk kantor kami praktis terhalang. Mereka menuduh kamilah “biang kerok ”pencemaran Sungai Ciliwung. Kami tidak tahu mengapa mereka yakin dengan tuduhan itu. Padahal, kita tahu bahwa banyak pabrik yang menya-lurkan buangan airnya ke Sungai Ciliwung. Bagaimana mereka yakin bahwa kamilah penyebab pencemaran Sungai Ciliwung itu? Kami berani membuktikan bahwa buangan air pabrik-pabrik kami telah bebas dari kandungan zat yang membahayakan. Kami men-duga ada sesuatu di balik peristiwa itu.

5.2.3 Pada Akhir Paragraf

Kalimat topik dapat terletak pada akhir paragraf, seperti contoh di bawah ini.

(12) Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Nyonya Mery sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter untuk berobat. Harta peninggalan suaminya semakin habis untuk berobat serta untuk biaya hidup sehari-hari bersama dua orang anaknya yang masih kuliah. Anaknya yang tertua

Page 36: Bukupanduan Kuliah b Indo

sedang menyusun skripsi, sedangkan yang kedua masih duduk di semester enam. Sungguh berat beban hidup Nyonya Mery.

5.2.4 Pada Awal dan Akhir Paragraf

Kalimat topik dapat juga terletak pada awal dan akhir paragraf, seperti contoh

berikut.

(13) Jalan Malioboro sangat ramai. Pagi-pagi sudah banyak kendaraan yang lewat. Anak-anak sekolah pun memadati jalan itu. Ada yang naik sepeda, ada yang naik sepeda motor, dan ada juga yang naik bus kota. Sesudah agak siang, giliran masyarakat umum, baik para pelancong maupun masyarakat yang akan berbelanja ke pasar Beringharjo. Jalan Malioboro tidak pernah sepi.

6. Jenis Paragraf

Paragraf dapat dikelompokkan berdasarkan (a) pola penalaran dan (b) gaya atau

corak penyajian informasi.

6.1 Paragraf Berdasarkan Pola Penalaran

Berdasarkan pola penalaran, paragraf dikelompokkan menjadi (a) paragraf

deduktif, (b) induktif, (c) deduktif-induktif, dan (d) induktif-deduktif.

6.1.1 Paragraf Deduktif

Paragraf deduktif adalah paragraf yang disusun dengan penalaran yang bergerak

dari hal umum ke khusus.

Contoh:

(14) Enceng gondok termasuk gulma atau tumbuhan pengganggu. Enceng gondok menyebar dengan cepat lewat angin dan arus bawah air, serta mampu mem-percepat penguapan air tenang seperti danau. Perairan yang ditumbuhi enceng gondok akan menjadi cepat dangkal, kotoran dan lumpur melekat pada akar-akar tumbuhan tersebut akan mengganggu lalu lintas air. Sungai pun tampak kotor.

6.1.2 Paragraf Induktif

Paragraf induktif adalah paragraf yang disusun dengan penalaran yang bergerak

dari hal khusus ke umum.

Contoh:

(15) Komputer dapat dijadikan alat hiburan. Banyak komputer yang dilengkapi dengan fasilitas gambar tiga dimensi dan tata suara yang memukau. Hal ini

Page 37: Bukupanduan Kuliah b Indo

sejalan dengan perkembangan internet. Oleh karena itu, beberapa komputer kini dirancang dengan mutu dan fungsi yang makin meningkat sesuai dengan aplikasinya.

6.1.3 Paragraf Deduktif-Induktif

Paragraf deduktif-induktif adalah paragraf yang disusun dengan penalaran yang

ber-gerak dari hal yang umum ke hal yang khusus, seperti contoh berikut.

Contoh:

(16) Mereka tidak menduga bahwa pertengkaran kecil antara dua pelajar SMA Negeri 6 dan pemuda yang sering menongkrong di Gang Asem Gede itu menimbulkan masalah besar. Sehari dua hari tampak bahwa pertengkaran itu sudah selesai seperti pertengkaran-pertengkaran yang biasa terjadi antarpelajar. Akan tetapi, pada hari kelima (tepatnya Sabtu, tanggal 12 November 1989) tanpa disangka-sangka sejumlah pemuda mendatangi SMA Negeri 6 dan secara bertubi-tubi melempari gedung SMA Negeri 6 dengan batu. Belum hilang keterkejutan para siswa dan guru SMA Negeri 6 yang ketika itu tengah belajar di kelas, pemuda-pemuda itu mulai melemparkan bom molotov yang rupanya telah dipersiapkan secara rapi sebelumnya. Akibatnya, sebagian besar sekolah itu, termasuk laboratorium fisika dan perpustakaan, terbakar habis. Mereka benar-benar tidak percaya bahwa masalah besar itu bermula dari pertengkaran kecil siswa SMA Negeri 6 dengan pemuda yang biasa menongkrong di Gang Asem Gede.

6.1.4 Paragraf Induktif-Deduktif

Paragraf induktif-deduktif adalah paragraf yang disusun dengan penalarann yang

bergerak dari hal-hal khusus ke umum, lalu ke khusus lagi.

Contoh:

(17) Kemarin tetangga saya bercerita bahwa pada suatu hari ketika menyapu lantai di kamar tamu, dia menemukan sebutir pil. Setelah ditanyakan kepada orang yang mengetahui pil terlarang, ternyata pil itu pil koplo. Dia tahu betul bahwa malam sebelumnya beberapa kawan sekolah anaknya bermain di rumahnya sampai larut malam. Saya menyarankan agar orang tua mewas-padai narkoba. Kejadian itu baru merupakan contoh kecil. Anak tetangga saya mengeluh pusing-pusing. Ternyata setelah ditanyai beberapa hal oleh orang tuanya, anak itu dipaksa kawannya untuk menelan pil koplo itu.

6.2 Paragraf Berdasarkan Gaya atau Corak

Berdasarkan gaya penyampaian informamsinya, paragraf dikelompokkan menjadi

paragraf (a) kisahan (narasi), (b) lukisan (deskripsi), (c) paparan (eksposisi), dan (d)

bahasan (argumentasi).

Page 38: Bukupanduan Kuliah b Indo

6.2.1 Paragraf Kisahan (Narasi)

Paragraf kisahan (narasi) adalah paragraf yang digunakan untuk menceriterakan

suatu peristiwa secara kronologis.

Contoh:

(18) Pukul lima pagi adikku, Faisal, sudah bangun. Sesudah melipat selimut, ia menggosok gigi dan mencuci muka, lalu berolahraga sebentar terus mandi. Setelah berganti pakaian, adikku makan pagi. Seperti orang yang kelaparan, dalam sekejap mata jatah makan paginya disikat habis. Setelah itu, ia minta uang jajan dan minta diantarkan ke sekolah. Padahal, saya sendiri masih ingin bermalas-malas di tempat tidur.

6.2.2 Paragraf Lukisan (Deskripsi)

Paragraf lukisan (deskripsi) adalah paragraf yang digunakan untuk melukiskan

keada-an suatu hal secara rinci.

Contoh:

(19) Yang disebut bajaj itu sebenarnya tidak lebih dari sebuah sepeda motor yang beroda tiga. Satu roda di depan, dua roda di belakang. Di atas roda belakang itulah dipasang tempat duduk untuk penumpang.

6.2.3 Paragraf Paparan (Eksposisi)

Paragraf paparan (eksposisi) adalah paragraf yang digunakan untuk memaparkan

atau menguraikan suatu gagasan.

Contoh:

(20) Dalam karang-mengarang dituntut beberapa kemampuan, seperti kemam-puan yang berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan pengem-bangan atau penyajian. Yang termasuk kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan ejaan, kosakata, diksi, dan kalimat. Yang dimak-sudkan dengan kemampuan pengembangan adalah kemampuan menata paragraf dan kemampuan membedakan pokok bahasan dengan subpokok bahasan. Kemampuan membedakan pokok dan subpokok bahasan perlu diikuti dengan penyajian yang sis-tematis.

6.2.4 Paragraf Bahasan (Argumentasi)

Paragraf bahasan (argumentasi) adalah paragraf yang digunakan untuk menyam-

paikan alasan dalam rangka memperkuat atau menolak suatu pendapat atau gagasan.

Contoh:

(21) Kedisiplinan lalu lintas masyarakat di Yogyakarta cenderung menurun. Hal itu terbukti dengan bertambahnya jumlah pelanggaran yang tercatat di

Page 39: Bukupanduan Kuliah b Indo

kepoli-sian. Selain itu, jumlah korban yang meninggal akibat kecelakaan pun semakin meningkat. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat tentang kedisi-plinan berlalu lintas perlu ditingkatkan.

7. Pengembangan Paragraf

Pengembangan paragraf dilakukan untuk memerinci gagasan yang biasanya

dikemu-kakan dalam kalimat topik. Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan

cara-cara sebagai berikut.

7.1 Pengembangan Paragraf dengan Definisi

Contoh:

(22) Frustasi adalah perasaan seseorang akibat tidak dapat mencapai sesuatu yang diharapkan atau diinginkan. Ketika seorang pemuda tidak dapat merebut hati gadis yang amat dicintainya atau ketika seorang petani yang sudah menginves-tasikan sebagian besar uangnya untuk menanam padi, tetapi ternyata panennya gagal, mereka dapat merasa frustasi. Dengan kata lain, frustasi pada dasarnya adalah perasaan kecewa seseorang karena tidak berhasil memperoleh sesuatu yang diinginkan.

7.2 Pengembangan Paragraf dengan Pembandingan

Contoh:

(23) Anak sulungku yang kini berumur delapan tahun, benar-benar berbeda dengan adiknya. Wajah anak sulungku mirip ibunya, sedangkan wajah adiknya mirip bapaknya. Dalam hal makan, sulit sekali membujuk Si Sulung untuk makan. Ia hanya menyenangi makan-makanan seperti coklat es krim, sedangkan adiknya tidak pernah menolak makanan. Bahkan, obat-obatan yang diberikan oleh dokter, ketika ia sakit pun, dianggapnya makanan. Akibat nafsu makan yang berbeda itu, tubuh Si Sulung jauh lebih kurus jika dibandingkan dengan tubuh adiknya. Akan tetapi, baik Si Sulung maupun adiknya mudah marah jika tidak memperoleh apa yang diinginkannya. Dalam hal ini, mereka lebih mirip dengan sifat bapaknya.

7.3 Pengembangan Paragraf dengan Analogi

Contoh:

(24) Sebenarnya hidup manusia ini seolah-olah bagaikan orang yang sedang naik dan turun gunung. Pada saat muda kita akan mendaki gunung itu. Pada saat usia kita mencapai 25--30 tahun, kita akan mencapai puncak gunung, yakni puncak kemampuan fisik kita. Setelah itu, tanpa kecuali, kita akan mengalami kemunduran fisik dan mental secara perlahan-lahan, tetapi pasti, seperti orang yang sedang menuruni gunung.

Page 40: Bukupanduan Kuliah b Indo

7.4 Pengembangan Paragraf dengan Sebab-Akibat

Contoh:

(25) Keberadaan industri komponen di dalam negeri masih berada dalam kondisi rapuh sehingga sulit diharapkan untuk dapat mendukung keberadaan industri otomotif. Akibatnya, industri otomotif nasional hingga kini masih tinggi tingkat ketergantungannya dengan komponen impor. Tingkat ketergantungan yang masih tinggi itu berakibat pada masih tingginya harga otomotif di tanah air.

7.5 Pengembangan Paragraf dengan Klasifikasi

Contoh:

(26) Berdasarkan tingkat pendidikannya, tenaga kerja yang tersedia di pasar Indo-nesia dapat dibagi atas tiga kelompok. Ketiga kelompok itu, ialah mereka yang berpendidikan dasar (SD dan AMP), yang berpendidikan menengah, dan yang berpendidikan tinggi. Kelompok yang berpendidikan dasar lebih banyak daripada kelompok yang berpendidikan menengah dan tinggi.

7.6 Pengembangan Paragraf dengan Contoh

Contoh:

(27) Masih berkisar tentang pencemaran lingkungan, Gubernur Jawa Tengah memberi-kan contoh tentang jambu mete di Mayong, Jepara yang diserang ulat kipat atau Cricula Trifenestrata. Ulat ini timbul akibat berdirinya peternakan ayam di tengah-tengah perkebunan tersebut. Menurut Gubernur, izin peter-nakan ayam di Mayong itu diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Kalau hal ini memang benar, lain kali kita harus berhati-hati dalam memberikkan izin suatu usaha”, ujar Gubernur.

7.7 Pengembangan Paragraf dengan Proses

Contoh:

(28) Perlawanan Putra Alam terhadap Pangeran Nuku berjalan terus. Pada tahun 1780 pasukan Putra Alam mengepung kediaman Pangeran Nuku. Akan tetapi, usaha Putra Alam gagal. Pangeran Nuku dapat lolos dan atas bantuan adiknya yang bernama Zainal Abidin, pada tahun 1785 Pangeran Nuku dapat merebut kembali Tidore. Namun, dasar nasip lagi sial, Tidore dirongrong kembali oleh Putra Gila, menantu Putra Alam, sehingga pada tahun 1790 Tidore terlepas dari tangan Pange-ran Nuku. Lagi-lagi berkat bantuan Zainal Abidin akhirnya Tidore pada tahun 1795 dapat dikuasai lagi oleh Pangeran Nuku.

8. Ungkapan Penghubung

Ungkapan penghubung ada tiga macam, yaitu (1) penghubung intrakalimat, (2)

penghu-bung antarkalimat dalam paragraf, dan (3) penghubung antarparagraf dalam

Page 41: Bukupanduan Kuliah b Indo

karangan. Penghubung intrakalimat berfungsi memadukan gagasan dalam kalimat;

penghubung antarkalimat berfungsi memadukan gagasan kalimat satu dengan kalimat

lain dalam para-graf; penghubung antarparagraf berfungsi mengatur hubungan

paragraf yang satu dengan paragraf yang lain dalam sebuah karangan.

8.1 Penghubung Intrakalimat

1. Penghubung setara (dalam kalimat majemuk setara) : dan, lalu, tetapi, atau, serta,

kemudian, sedangkan, entah, baik ... maupun..., entah ... atau..., tidak ... tetapi ..., juga

..., dan sebaginya.

2. Penghubung tak setara (dalam kalimat majemuk bertingkat): ketika, karena, jika,

agar, waktu, sebab, apabila, supaya, sebelum, setelah, lantaran, kalau, meskipun,

sehingga, sambil, andaikata, walaupun, akibatnya, seraya, andaikan, sekalipun, dan

sebagainya.

8.2 Penghubung Antarkalimat

Oleh karena itu, ... Sehubungan dengan itu, ...

Oleh sebab itu, ... Berkaitan dengan itu, ...

Dengan demikian, ... Bertalian dengan itu, ...

Jadi, ... Dalam hubungan dengan itu, ...

Dengan kata lain, ... Di samping itu, ...

Pendek kata, ... Selain itu, ...

Ringkasnya, ... Namun, ...

Kemudian, ... Sebaliknya, ...

Setelah itu, ... Akan tetapi, ...

Dengan demikian, ...

8.3 Penghubung Antarparagraf

Adapun ... Berpijak dari ... tersebut, ...

Pertama, ... Sehubungan dengan ... tersebut, ...

Ketiga, ... Berkaitan dengan ... tersebut, ...

Sementara itu, ... Bertalian denngan ... tersebut, ...

Berdasarkan ... tersebut, ... Dalam hubungan dengan ... tersebut, ...

Bertolak dari ... tersebut, ... Dalam kaitan denngan ... tersebut, ...

Page 42: Bukupanduan Kuliah b Indo

BAB VI

SEPUTAR PEMBUATAN KARYA TULIS

1. Manfaat dan Makna Pembuatan Karya Tulis

Manfaat pembuatan karya tulisadalah (1) pengungkapan diri, (2)

pemahaman akan sesuatu, (3) kepuasan pribadi, kebanggaan, dan rasa harga

diri, (4) peningkatan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan

sekeliling, (5) pelibatan diri dengan penuh semangat, dan (6) pemahaman

dan peningkatan kemampuan menggunakan bahasa.

Sementara itu, kegiatan membuat karya tulis juga memiliki makna

penting, di antaranya sebagai sarana (1) menemukan sesuatu, (2) melahirkan

ide baru, (3) melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan

berbagai konsep atau ide, (4) melatih sikap objektif yang ada pada diri

seseorang/sesuatu, (5) membantu menyerap dan memroses informasi, dan

(6) melatih berpikir aktif, kreatif, dan kritis.

3. Modal Dasar Pembuatan Karya Tulis

Modal dasar yang terlebih dahulu harus dimiliki oleh seseorang

dalam membuat karya tulis di antaranya (1) menguasai struktur kalimat, (2)

mampu menciptakan perluasan kalimat, (3) mampu menentukan pilihan

kata, (4) menguasai ejaan, (5) menguasai pungtuasi/tanda baca, (6) mampu

menyusun paragraf/alinea, dan (7) menguasai/memahami masalah (bidang

ilmu tertentu) yang akan dibahas dan dituangkan dalam karya tulis.

4. Bekal Pembuatan Karya Tulis

Apabila ingin dapat membuat karya tulis, seseorang harus banyak

membaca dan tekun berlatih. Tanpa banyak membaca, seseorang tidak akan

memperoleh atau menangkap ide-ide, gagasan, atau pengeta-huan yang

berkembang dan tanpa banyak berlatih (menulis, mengarang) seseorang juga

tidak akan dapat mewujudkan karya tulis.

Page 43: Bukupanduan Kuliah b Indo

5. Jenis Karangan

Secara garis besar ada lima jenis karangan (karya tulis), yaitu (1)

eksposisi, (2) argumentasi, (3) persuasi, (4) deskripsi, dan (5) narasi. Eksposisi

(paparan) bertujuan memberikan informasi, penjelasan, keterangan, dan

pemahaman. Argumentasi (bahasan) bertujuan meyakinkan/membuktikan

(dengan alasan tertentu) pendapat atau pendiri-an. Persuasi (imbauan)

bertujuan mengajak/mempengaruhi sikap atau pendirian. Deskripsi (perian)

bertujuan menggambarkan bentuk objek pengamatan, sifat, rasa, dan corak;

dan dalam hal ini mengandalkan indera dalam uraian. Narasi bertujuan

bercerita berdasarkan pengamatan atau rekaan. Namun, dalam praktiknya,

di dalam karya tulis (dalam bentuk artikel, makalah, skripsi, tesis, disertasi,

dll.) jenis-jenis karangan (wacana) itu sering digunakan secara bersama-

sama. Atau dengan kata lain, hampir tidak ada karangan yang murni (yang

hanya berisi narasi, argumentasi, persuasi, atau deskripsi saja).

6. Ciri-Ciri Karya Tulis yang Baik

Karya tulis selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu bentuk dan isi.

Bentuk berkenaan dengan bahasa, isi berkenaan dengan materi yang

terdapat di dalam karya tulis. Karya tulis yang baik selalu memperlihatkan

beberapa ciri, di antaranya (1) berisi hal-hal yang bermanfaat, (2) cara

pengungkapannya jelas, (3) terciptanya kesatuan dan pengorganisasian, (4)

efektif dan efisien, (5) tepat dalam penggunaan bahasa, (6) ada variasi

kalimat, (7) mengandung vitalitas, (8) cermat, dan (9) objektif.

7. Langkah-Langkah Pembuatan Karya Tulis

Langkah-langkah yang ditempuh di dalam menyusun karya tulis di

antaranya (1) menentukan/merumuskan topik, (2) menentukan judul, (3)

merumuskan masa-lah, (4) menentukan tujuan, (5) mengumpulkan bahan,

sumber, acuan, (6) menyusun kerangka, (7) mengembangkan kerangka, (8)

menulis naskah, (9) koreksi dan revisi.

Page 44: Bukupanduan Kuliah b Indo

8. Struktur Karya Tulis

Semua bentuk karya tulis, secara umum, baik yang pendek (artikel di

koran/ majalah, makalah untuk seminar) maupun yang panjang (skripsi,

tesis, disertasi, atau naskah penelitian), selalu terdiri atas tiga bagian pokok,

yaitu pembukaan/ pendahuluan, isi, dan penutup. Namun, yang tidak boleh

dilupakan adalah judul dan daftar pustaka (jika perlu).

Judul. Judul hendaknya (1) jelas, (2) memiliki daya tarik yang kuat, (3)

mencerminkan dengan tepat masalah yang dibahas, dan (4) pilihan katanya

tepat, mengandung unsur-unsur utama yang dibahas.

Pembukaan/Pendahuluan. Bagian pendahuluan hendaknya (1)

mampu mem-bangkitkan minat pembaca untuk terus membaca, (2) ada

acuan (konteks) bagi permasalahan yang akan dibahas dengan menonjolkan

hal-hal yang belum tuntas dibahas dalam karya tulis lain, (3) ada rumusan

singkat tentang pokok masalah yang dibahas, dan (4) diung-kapkan pula

tujuan pembahasan.

Isi. Bagian isi merupakan jembatan yang menghubungkan antara

bagian pendahuluan dan bagian penutup. Bagian isi merupakan bagian yang

paling penting dalam sebuah karya tulis. Bagian isi memuat pembahasan,

analisis, dan pendirian penulis tentang permasalahan yang dibahas. Dalam

bagian ini (juga bagian-bagian lain) hubungan antar-alinea/antarparagraf

harus dijaga agar tetap padu/logis.

Penutup. Dalam bagian penutup dikemukakan (1) simpulan atau

rangkuman, (2) diusahakan ada unsur “penyengat”, aspek tidak terduga, (3)

klimaks, jika peng-ungkapannya kronologis, (4) ada aspek “open”,

menekankan pertanyaan pokok yang tidak/belum terjawab, bersifat

memancing, agar orang lain (pembaca) terangsang untuk mengerjakan

sesuatu berdasarkan apa yang telah dijelaskan atau diuraikan.

Daftar Pustaka. Ada-tidaknya daftar pustaka bergantung keperluan.

Page 45: Bukupanduan Kuliah b Indo

DAFTAR PUSTAKA

Adiwimarta, Sri Sukesi, dkk. 1978. Tata Istilah Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan.

Akhadiyah, Subarti dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Berbahasa Indonesia.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ali, Lukman. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Alimi, Anas Syahrul (peny.). 2003. Cetakan ketiga. Menulis Itu Indah:

Pengalaman Pra Penulis Dunia. Terjemahan Ade Ma’rub. Yogyakarta: Jendela.

Alwi, Hasan et al. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka. --------------- . 1996. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. --------------- . 1992. Bentuk dan Pilihan Kata. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. Arifin, Zainal dan Farid Hadi. 1991. 1001 Kesalahan Berbahasa. Jakarta:

Akademika Presindo. Aqip, Zainal. 2004. Karya Tulis Ilmiah bagi Pengembangan Profesi Guru.

Bandung: Yrama Widya. Bird, Carmel. 2001. Menulis dengan Emosi; Panduan Empatik Mengarang Fiksi.

Diterjemahkan oleh Eva Y. Nukman dari buku Dear Writer: Tha Classic Guide to Writing Fiction. Bandung: Kaifa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1997. Pedoman Umum Ejaan

Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. (Edisi kedua, Cetakan II). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hasjim, Nafron. 1998. Komposisi dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende: Nusa Indah. ------------. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 46: Bukupanduan Kuliah b Indo

-----------. 1982. Eksposisi dan Deskripsi. Ende: Nusa Indah. -----------. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia: untuk Tingkat Pendidikan

Menengah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Kridalaksana, H. 1975. Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. (edisi ketiga). Flores:

Penerbit Nusa Indah. Marahimin, Ismail. 2001. Menulis secara Populer. Cetakan ketiga. Jakarta:

Pustaka Jaya. Moliono, Anton M. 2001. Bentuk dan Pilihan Kata. Jakarta : PT Gramedia.

Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke Arah Kemahiran

Berbahasa. Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama.

Nursisto. 1999. Penuntun Mengarang. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia. 1997. Pedoman Umum Pembentukan

Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono. Rifai, Mien A. 1995. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan

Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiyono dkk. 2001. Paragraf: Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Jakarta: Pusat

Bahasa. Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia dengan benar. Jakarta: Priastu. Tarigan, Djago. 1986. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung: Angkasa. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka. Widyamartaya, A. 1990. Seni Menuangkan Gagasan. Yogyakarta. Kanisius.