Buku Prak.genetika Ikan s1

51
PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN Oleh : Ibnu Dwi Buwono dkk. 1

description

buku ini bisa dijadikan panduan dalam praktikum genetika ikan

Transcript of Buku Prak.genetika Ikan s1

Page 1: Buku Prak.genetika Ikan s1

PETUNJUK PRAKTIKUM

GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN

Oleh :

Ibnu Dwi Buwono dkk.

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

TAHUN 2007

1

Page 2: Buku Prak.genetika Ikan s1

BAB I

POLA PEWARISAN GEN

(GENETIKA POPULASI)

1.1 Tujuan Praktikum

Praktikum dengan topik pola pewarisan gen ini atau mengenai genetika populasi

bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui kosekuensi pewarisan gen berdasarkan

hukum Mendel dalam suatu populasi yang menyangkut frekuensi gen, frekuensi alel

dan rasio genotif dan fenotif.

1.2 Teori Dasar

Genetika populasi merupakan genetika kuantitatif sebagai pelengkap pemecahan

masalah –masalah konstitusi genetika pada Genetika Mendel. Pengertian mengenai

komposisi genetika pada populasi dan pemindahan gen dari suatu generasi ke generasi

berikutnya sangat penting sehubungan dengan perubahan komposisi genetika pada

populasi akibat seleksi alam maupun seleksi buatan. Saat ini genetika kuantitatif

membantu dalam menentukan apakah suatu populasi mempunyai potensi untuk

diseleksi atau tidah dan berapa kenaikan hasil yang dapat diharapkan serta metode

seleksi mana yang paling efisien (Suryo 1992).

Pola pewarisan gen dalam populasi berhubungan dengan frekuensi dan interaksi

alel dalam suatu populasi Mendel (Mendel Population), yaitu suatu kelompok

interbreeding dari suatu organisme yang masing-masing memiliki gene pool. Gene pool

adalah jumlah dari semua alel yang berlainan dalam populasi. Gen-gen ini mempunyai

hubungan dinamis dengan alel yang lainnya dan dengan lingkungan seperti seleksi

mempunyai kecenderungan untuk mengubah frekuensi gen yang dapat menyebabkan

perubahan evolusi dalam populasi.

Hardy dan Weinberg (1908) adalah pakar matematika yang menemukan dasar-

dasar yang ada hubungannya dengan frekuensi gen di dalam populasi yang dikenal

dengan prinsip equilbrium Hardy Weinberg. Hukum tersebut menyatakan bahwa

frekuensi gen akan tetap dari generasi ke generasi seterusnya dalam populasi yang

besar, keadaan populasi tersevar secara acak, tidak ada seleksi dan migrasi. Hukum ini

Page 3: Buku Prak.genetika Ikan s1

ternyata mengikuti model matematis dengan rumus binomium (a + b)n dimana

memperlihatkan pemisahan dari sepasang alel tunggal (Aa) pada persilangan

monohibrid dapat digambarkan sebagai berikut :

(a + b) = (A + a)2 = 1 AA + 2 Aa + 1 aa

Penggunaan istilah frekuensi gen yang ditinjau dari aspek genetika adalah

sebagai berikut :

Definisi Frekuensi Gen :

f (A) = Jumlah dari alel-alal A Jumlah total semua alel dalam populasi

f (a) = Jumlah dari alel-alal a

Jumlah total semua alel dalam populasi

Aplikasi hukum Hardy Weinberg dalam genetika ikan dapat diuraikan seperti di

bawah ini.

HUKUM HARDY - WEINBERG (KONSEP “GENE - POOL” )

1. Dalam populasi persilangan acak (random mating), frekuensi genotif

ditunjukkan oleh frekuensi gen.

Jika frekuensi gen sebagai berikut :

p = f ( A ) dan q = f ( a ) dan p + q = 1,

Frekuensi genotif akan : p 2 + 2 pq + q 2 = 1

A 2 + 2 Aa + a 2 = 1

2. Jika frekuensi gen tetap konstan , maka frekuensi genotif akan sama pada

setiap generasi dan populasi tersebut dalam keseimbangan genetis

(genetic equilibrium).

Page 4: Buku Prak.genetika Ikan s1

Frekuensi gen berubah karena adanya mutasi, seleksi, dan migrasi. Dalam

praktikum ini akan digunakan teknik “ peniruan “ untuk menjelaskan konsep-lonsep

utama dari pada populasi genetik, yaitu :

1). Deskripsi genetika yang lengkap dari suatu populasi dapat dilakukan dengan

mencatat satu persatu genotif yang ada dan frekuensi relatifnya.

2). Dalam menyusun pengertian frekuensi genetik :

a. Frekuensi relatif dari alel – alel pada satu lokus.

b. Sistem dari “ persilangan “ yang diperlukan untuk menerangkan secara

sederhana “ penurunan secara Mendel “ .

1.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah kancing baju yang

terdiri dari dua ukuran yaitu kancing besar dan kancing kecil, toples plastik sebagai

wadah kancing untuk persilangan individu jantan dan betina serta kertas karton untuk

membuat kotak-kotak Punnet dalam persilangan individu jantan dan betina dalam suatu

populasi.

1.4 Cara Kerja

Praktikum 1

1. Gunakan frekuensi gen p ( A ) = q ( a ) = 0,5.

Sediakan masing-masing 32 buah kancing besar warna putih dan hitam sebagai

gamet Jantan

Sediakan masing-masing 32 buah kancing kecil warna putih dan hitam sebagai

gamet Betina

2. Masukkan semua kancing besar ke dalam 1 (satu) wadah plastik dan semua

kancing kecil ke dalam wadah plastik yang lain.(masing-masing dalam satu

Page 5: Buku Prak.genetika Ikan s1

wadah plastik). Wadah plastik tersebut dianggap sebagai sumber (pool) gamet yang

produktif.

3. Buatlah 64 zigot secara acak (random) , dianggap sebagai hasil persilangan bebas.

Cara membuat zigot ini adalah sebagai berikut :

Seorang mahasiswa bertindak sebagai yang menggambarkan gamet jantan dan

seorang lagi bertindak sebagai yang menggambarkan gamet betina dengan

mengambil kancing besar atau kancing kecil setelah terlebih dulu dilakukan

pengocokan terlebih dahulu terhadap wadah plastik tadi.

Kancing besar dan kancing kecil yang terambil akan merupakan zigot.

Tuliskan setiap zigot yang terbentuk pada kolom yang tersedia .

Setelah itu masukkan lagi gamet-gamet ke dala tempatnya dan agar diperhatikan

jumlah gamet dalam setiap pool tetap. Lakukan kembali pengecekan kotak dan

pembentukan zigot sampai terbentuk 64 zigot.

4. Jawablah pertanyaan di bawah ini :

a) Jumlahkan genotip yang dihasilkan dan hitunglah frekuensi gen pada generasi

keturunan yang dihasilkan .

b) Bagaimanakah penyebaran zigot dari populasi yang dihasilkan oleh gamet-gamet

induknya dengan frekuensi gen 0,5 . Apakah sesuai dengan Genetika Mendel ?

Praktikum 2

Gunakan frekuensi gen : p (A) = 0,75 dan q (a) = 0,25

Induk betina dilambangkan dengan kancing besar. Warna putih melambangkan gen

dominan (A) dan warna hitam melambangkan gen resesif (a).

Induk jantan dilambangkan dengan kancing kecil. Warna putih melambangkan gen

dominan (A) dan warna hitam melambangkan gen resesif (a).

Page 6: Buku Prak.genetika Ikan s1

1. Masukkan semua kancing besar warna putih (48 buah) dan hitam (16 buah) ke

dalam toples plastik

2. Masukkan juga semua kancing kecil warna putih (48 buah) dan hitam (16 buah) ke

dalam toples plastik yang lain

3. Kocok masing-masing toples plastik tersebut sehingga warnanya diasumsikan

tercampur secara merata (masing-masing toples dipegang oleh seorang mahasiswa)

4. Mahasiswa yang memegang toples berisi kancing besar menggambarkan gamet

betina dan yang memegang toples berisi kancing kecil menggambarkan gamet jantan

5. Ambil satu kancing dari masing-masing toples, apabila yang terambil warna putih

maka tulis A dan kalau yang terambil warna hitam tulis a. Hal ini diulang sampai 64

kali, dengan catatan setiap kancing yang telah diambil dikembalikan lagi ke tempat

asalnya (merupakan gene pool) sambil terus dikocok

6. Mahasiswa lain dalam kelompoknya bertugas mencatat hasilnya ke dalam kotak

Punnet yang telah disediakan (lembar pengamatan).

1.5 Pengamatan

Lembar Pengamatan:

Praktikum 1 (Genetika Populasi)

Kelompok :………………… Hari/tgl :………………………...Nama : 1. …………………………..

2 ………………………….3 ………………………….

Perlakuan : p (A) = q (a) = 0,5

Jantan : Kancing Besar : - Warna …………………….: A - Warna …………………….: a Betina : Kancing Kecil : - Warna …………………….: A - Warna …………………….: a

Page 7: Buku Prak.genetika Ikan s1

Kotak Punnet :

Frekuensi Alel :

f ( A ) =…………………………………………………….

f ( a ) =……………………………………………………..

Frekuensi Gen :

f ( AA ) = ………………………………………………….

f ( Aa ) = …………………………………………………..

.f ( aa ) =…………………………………………………..

Apakah frekuensi gen yang didapatkan pada keturunannya tersebut, sesuai dengan

hukum “Hardy – Weinberg” ?

Sebutkan kondisi apa saja yang diperlukan dalam frekuensi genotip agar populasi

dalam keadaan keseimbangan genetis (“genetic equilibrium”)

Page 8: Buku Prak.genetika Ikan s1

Lembar Pengamatan:

Praktikum 2 Genetika Populasi)

Kelompok :………………… Hari/tgl :

………………………...

Nama : 1. …………………………..

4 ………………………….

5 ………………………….

Perlakuan : p (A) = 0,75 dan q (a) = 0,25

Jantan : Kancing Besar : - Warna …………………….: A

- Warna …………………….: a

Betina : Kancing Kecil : - Warna …………………….: A

- Warna …………………….: a

Kotak Punnet :

Page 9: Buku Prak.genetika Ikan s1

Frekuensi Alel :

f ( A ) =…………………………………………………….

f ( a ) =……………………………………………………..

Frekuensi Gen :

f ( AA ) = ………………………………………………….

f ( Aa ) = …………………………………………………..

.f ( aa ) =…………………………………………………..

Apakah frekuensi gen yang didapatkan pada keturunannya tersebut, sesuai dengan

hukum “Hardy – Weinberg” ?

Sebutkan kondisi apa saja yang diperlukan dalam frekuensi genotip agar populasi

dalam keadaan keseimbangan genetis (“genetic equilibrium”)

Page 10: Buku Prak.genetika Ikan s1

BAB II

SELEKSI FENOTIP KUANTITATIF

2.1 Tujuan Praktikum

Dengan menjabarkan peranan genetik kuantitatif pada suatu fenotip ikan dalam

program seleksi diharapkan mahasiswa dapat memilih benih dan induk unggul dalam

budidaya ikan

2.2 Teori Dasar

Salah satu fenotip kuantitatif penting dalam budidaya ikan adalah sifat

pertumbuhan yang sangat bervariasi nilainya baik di dalam suatu populasi atau dalam

satu strain ikan. Pertumbuhan ikan dapat diukur dari panjang atau berat tubuh, dimana

variasi-variasi perbedaan yang cukup besar akan memudahkan seleksi trait pertumbuhan

tersebut. Variasi perbedaan trait tersebut dapat dilihat dari koefisien variasi trait di

dalam populasi ikan.

Seleksi bertujuan untuk mengumpulkan populasi dengan koefisien variasi besar

pada trait pertumbuhan merupakan salah satu jalan untuk memperbaiki produktivitas

budidaya ikan (Tave 1986). Sebagai contoh, rata-rata koefisien variasi untuk fenotip

pertumbuhan calon induk ikan Tilapia sebesar 26 % dan nilai heritabilitas (tingkat

pewarisan trait) untuk induk Tilapia sebesar 38 % (h2 = 0,38). Hal ini menunjukkan

respon terhadap seleksi juga meningkat.

Apabila dalamprogram seleksi, nilai koefisien variasinya kecil atau varian

genetik aditif (VA) yang dapat dieksploitasi kecil, maka tidak memungkinkan untuk

memperbaiki suatu fenotip kuantitatif dengan seleksi. Hal ini terkait dengan kecilnya

nilai heritabilitas dalam populasi tersebut, dimana apabila h2 15 %

pengubahan VA untuk memperbaiki pertumbuhan ikan dengan program seleksi akan

lebih menyulitkan.

Peningkatan nilai h2 dapat dilakukan dengan menyeleksi berat rata-rata induk

ikan (kuantitatif trait) untuk mengetahui standar deviasi (SD) dan koefisien variasi (CV)

Page 11: Buku Prak.genetika Ikan s1

berat rata-rata populasi. Populasi dengan SD dan CV besar lebih memudahkan

pengeksploitasian varian genetik (termasuk VA), oleh karena jumlah perbedaan semakin

besar dan tingkat pewarisannya alan lebih besar dari 15 %.

Untuk mengetahui h2 suatu fenotip kuantitatif, dapat diprediksi dari suatu respon

terhadap seleksi dengan rumus R = S . h2 (Tave 1986)

dimana R = respon terhadap seleksi (dalam %)

S = selisih perbedaannilai trait rata-rata antara kelompok terseleksi dan

kelompok kontrol

h2 = heritabilitas (tingkat pewarisan)

Adapun nilai R diperoleh dari rumus :

(Y2 – Y1)

R = x 100 % (Falconer 1981)

Y1

dimana Y2 = rata-rata dari trait kelompok terseleksi

Y1 = rata-rata dari trait kelompok kontrol

R = respon terhadap seleksi (dalam %)

2.3 Alat dan Bahan Praktikum

Peralatan

Kegiatan praktikum ini dapat dilakukan di kolam ikan atau di tanki

pemeliharaan ikan di tempat terbuka (out door). Beberapa peralatan yang diperlukan :

(a) Bak fiberglass volume 1 m3 air sebagai wadah pemeliharaan ikan sementara

(b) Hapa dari kain nilon ukuran 2 x 1 x 1 m untuk pembesaran ikan di kolam

(c) Mistar dan timbangan untuk mengukur panjang dan berat ikan

(d) Jaring atau serok untuk menangkap ikan

(e) Alat tagging untuk penanda individu ikan

Bahan-bahan

(a) Ikan yang memiliki siklus pertumbuhan relatif cepat (mujahir atau nila)

Page 12: Buku Prak.genetika Ikan s1

(b) MS 222 untuk bahan anastesi ketika seleksi

(c) Pakan buatan (pelet protein 30 %) untuk memacu pertumbuhan

2.4 Cara Kerja

Dalam praktikum seleksi fenotip kuantitatif ini diperlukan kurang lebih 40 ekor

calon induk ikan Nila yang kira-kira berumur 3 – 3,5 bulan setiap 1 kolam. Kolam yang

diperlukan 2 unit yang masing-masing dilengkapi dengan 1 buah hapa ukuran 2 x 1 x 1

m untuk pemeliharaan ikan, dimana digunakan untuk kelompok ikan terseleksi dan

kelompok ikan kontrol. Sirkulasi air dipertahankan agar terjadi pergantian air untuk

membuang sisa-sisa kotoran ikan dan pakan yang tidak termakan.

Penentuan kelompok ikan yang terseleksi dan kelompok ikan kontrol dilakukan

sebelum pemeliharaan di hapa dengan mengukur panjang atau berat setiap ikan. Untuk

ikan dengan ukuran panjang atau berat yang memiliki SD (standar deviasi) atau

koefisien variasi (CV) besar dimasukkan ke dalam kelompok terseleksi dan sebaliknya

untuk SD dan CV yang relatif kecil dimasukkan dalam kelompok kontrol. Jumlah ikan

pada masing-masing kelompok terseleksi dan kontrol sebanyak 20 ekor. Setiap ikan

pada kedua kelompok tersebut ditagging dengan mengikatkan benang warna pada sirip

ikan agar tidak tertukar saat pengukuran trait pertumbuhan. Selama proses

pengelompokkan ikan dan tagging dilakukan pada media yang diberi MS 222 agar tidak

menimbulkan stres pada ikan.

Selama pemeliharaan kurang lebih 1 – 1,5 bulan pada hapa di kolam, baik untuk

kelompok terseleksi dan kontrol diberikan pakan buatan dengan takaran 5 % berat

biomas sebanyak 2 kali pemberian setiap hari.

2.5 Pengamatan

Parameter yang diamati dan diukur untuk menentukan keberhasilan seleksi dapat

dilihat dari nilai R dan h2 sebagai ukuran besarnya tingkat pewarisan suatu trait (fenotip)

kuantitatif.

Setelah pemeliharaan di hapa 1,5 bulan, semua ikan diambil dengan jaring atau

serok pada kedua kelompok dan diukur masing-masing panjang atau berat tubuh ikan.

Nilai SD dan CV dapat ditentukan dari rata-rata panjang atau berat tubuh ikan pada

kelompok terseleksi maupun kontrol. Dengan demikian nilai R adalad selisih rata-rata

Page 13: Buku Prak.genetika Ikan s1

panjang atau berat ikan kelompok terseleksi dan kelompok kontrol dibagi rata-rata

panjang atau berat ikan kelompok kontrol dikali 100 %. Sedangkan S dapat ditentukan

dari selisih perbedaan nilai rata-rata panjang atau berat ikan kelompok terseleksi dan

kelompok kontrol.

Dengan demikian nilai heritabilitasnya (h2) adalah R dibagi S (h2 = R/S) yang

menunjukkan seberapa besar tingkat pewarisan trait (fenotip) kuantitatif tersebut pada

keturunannya sebagai akibat dari efek seleksi.

Page 14: Buku Prak.genetika Ikan s1

BAB III

EKSPLOITASI VARIAN GENETIK DOMINAN DENGAN

PROGRAM HIBRIDISASI

3.1 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan program hibridisasi

yang mengumpulkan varian genetik dominan apabila program seleksi induk tidak

mencapai hasil yang diharapkan karena nilai SD dan CV suatu trait relatif kecil.

3.2 Teori Dasar

Seleksi dapat mengubah nilai rata-rata fenotip kuantitatif pada populasi, karena

seleksi mampu mengeksploitasi varian genetik aditif (VA) yang merupakan fungi dari

alel-alel. Varian genetik aditif ini merupakan ukuran superioritas alel yang dimiliki

induk ikan dan dapat diwariskan seluruhnya pada keturunannya, oleh karena VA tidak

dapat dirubah oleh peristiwa segregasi ataupun pindah silang (crossing over) alel selama

meiosis (Chapman 1985 ; Tave 1986. Proporsi jumlah gen-gen autosomal dengan aksi

gen aditif (VA) yang mengontrol varian fenotip kuantitatif (VP) menentukan tingkat

pewarisan trait (heritabilitas). Apabila nilai heritabilitas (h2) lebih kecil dari 0,15 (15 %),

pengubahan VA untuk memperbaiki suatu trait yang menguntungkan dengan prgram

seleksi akan lebih menyulitkan.

Salah satu teknik genetika yang dapat dilakukan apabila nilai VA yang

dieksploitasi kecil adalah aplikasi program hibridisasi untuk menimbulkan kembali

kombinasi baru pasangan alel yang berinteraksi. Jika dalam kombinasi pasangan

alel terdapat alel dominan yang bersifat superior, alel dominan ini dapat diwariskan

pada keturunannya (eksploitasi varian genetik dominan atau VD). Eksploitasi VD pada

program hibridisasi ini akan menghasilkan strain baru yang memiliki efek heterosis (H)

akan memperbaiki suatu trait ikan.

3.3 Alat dan Bahan Praktikum

Alat yang diperlukan

(a) Tanki fiberglass volume 1 m3 air untuk wadah pemeliharaan induk ikan

(b) Aerator dan perlengkapannya untuk suplai oksigen

Page 15: Buku Prak.genetika Ikan s1

(c) Serok untuk mengambil induk ikan

(d) Mistar dan timbangan untuk mengukur panjang dan berat tubuh induk ikan

(e) Akuarium kecil dan besar untuk pemeliharaan larva dan benih ikan

(f) Heater sebagai alat stabilisasi suhu air

Bahan yang diperlukan

(a) Hormon ovaprim untuk mempercepat ovulasi dan pemijahan induk ikan

(b) Spuit volume 1 ml dan 2 ml untuk alat injeksi hormon

(c) Syringe dan cawan porselin untuk penampung sperma dan telur ikan

(d) Nauplii artemia dan tubifex (cacing rambut) sebagai makanan larva dan benih

(e) Pelet (protein 30 %) sebagai makanan induk ikan

(f) Malachyte green untuk obat yang mencegah telur dari serangan jamur

(g) Larutan Na fisiologis sebagai pengencer sperma ikan.

3.4 Cara Kerja

Program hibridisasi ini dilakukan dengan cara mengawinkan secara silang induk

ikan mas strain Majalaya (berwarna hijau gelap) dengan induk mas strain Si Nyonya

(berwarna kuning) dengan teknik fertilisasi buatan pada persilangan tersebut.

Tahapan praktikum adalah sebagai berikut :

(a) Menyiapkan dan menyeleksi kematangan gonad induk ikan mas strain Majalaya

jantan dan betina sebanyak 2 pasang yang terlebih dahulu diukur panjang dan berat

tubuhnya. Demikian juga untuk dua pasang induk ikan mas strain Si Nyonya dengan

perlakuan tersebut pada tanki pemeliharaan induk.

(b) Setelah terpilih 2 pasang induk ikan mas strain Majalaya dan Si Nyonya yang

matang gonad, kemudian dilakukan injeksi dengan hormon ovaprim dosis 0,5 ml/

kg berat induk jantan atau betina pada kedua strain tersebut.

(c) Makanan alami nauplii artemia sudah ditetaskan sebelumnya untuk stok pakan larva

yang baru menetas dan akuarium pemeliharaan larva yang dilengkapi heater dan

aerator telah dipersiapkan terlebih dahulu.

(d) Delapan jam setelah penyuntikan dengan hormon ovaprim, induk ikan jantan dan

betina kedua strain diambil dengan serok, dan dipegang induk betina dengan

tangan untuk distripping dengan pengurutan dari arah perut ke anus agar keluar

Page 16: Buku Prak.genetika Ikan s1

telur-telurnya dan ditampung pada cawan porselin. Sperma diambil dengan syringe

yang dimasukkan ke dalam lubang urogenital induk jantan dan dihisap sampai

terambil 0,5 ml cairan sperma. Fertilisasi buatan dilakukan dengan mencampurkan

sperma ke dalam cawanporselin yang berisi telur sambil diaduk dengan bulu ayam

steril dan kemudian ditambahkan larutan Na fisiologis sedikit demi sedikit Fertilisasi

buatan tersebut dilakukan menurut program hibridisasi sebagai berikut :

Program Hibridisasi

Telur : Sperma :

Majalaya Si Nyonya

Si Nyonya Majalaya

Majalaya Majalaya

Si Nyonya Si Nyonya

(e) Selanjutnya telur-telur yang telah difertilisasi dengan sperma dibilas dengan air

bersih dan diinkubasikan pada akuarium yang berbeda sesuai notasi persilangan

induk secara hibrid. Heater sebagai stabilisator suhu diaktifkan pada kisaran suhu 26

– 28 0C untuk penetasan telur.

(f) Setelah mnetas, 2 hari kemudian diberikan nauplii artemia sampai umur 15 hari.

Pemeliharaan larva di akuarium kecil tersebut diteruskan sampai umur 30 hari

dengan pemberian remahan kuning telur ayam sebagai makanannya.

(g) Pemeliharaan benih selanjutnya sampai umur 2 bulan dilakukan pada akuarium yang

lebih besar untuk masing-masing jenis persilangan hibrid tersebut dan diberikan

pelet ukuran kecil selama pemeliharaan.

3.5 Pengamatan

Ukuran Heterosis (H) yang menunjukkan superioritas dari ekspresi alel-alel

dominan pada kombinasi persilangan antar strain induk ikan ditentukan dengan

mengukur fenotip pertumbuhan (panjang atau berat) benih hasil persilangan tersebut

yang berumur kurang lebih 2 bulan. Jumlah benih yang diukur panjangnya

(mm/ekor) dan beratnya (g/ekor) pada setiap persilangan ditentukan sebanyak 10 -

15 ekor. Rumus yang digunakan untuk menghitung heterosis (H) pada persilangan

induk adalah :

Page 17: Buku Prak.genetika Ikan s1

Nilai rata-rata fenotip hibrid F1 – Nilai rata-rata fenotip bawaan induk

H = x 100%

Nilai rata-rata bawaan induk

Dimana :

~ Keturunan persilangan Majalaya x Majalaya dan Si Nyonya x Si

Nyonya merupakan keturunan pembawa fenotip induk

~ Keturunan persilangan Majalaya x Si Nyonya dan Majalaya x Si

Nyonya merupakan keturunan pembawa fenotip hibrid F1

Setelah diperoleh nilai rata-rata dari fenotip hibrid F1 dan fenotip bawaan induk,

kemudian dihitung heterosis (H) keturunan hibrid F1 dengan rumus diatas.

BAB IV

TRIPLOIDISASI

Page 18: Buku Prak.genetika Ikan s1

4.1 Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan padat menerapkan teknik

manipulasi kromosom kelamin ikan dari status diploid (2N) menjadi status triploid (3N)

yang memiliki keunggulan pertumbuhan.

4.2 Teori Dasar

Poliploidi merupakan istilah bagi spesies hewan yang mempunyai kromosom

tiga set atau lebih. Salah atu bentuk poliploid adalah triploid yang memiliki kromosom

tiga set. Ikan triploid bersifat steril, memiliki pertumbuhan yang pesat dan konversi

penggunaan pakan yang baik karena sebagian besar energi yang diperoleh dari makanan

dipergunakan untuk pertumbuhan sel somatik (Husain dkk. 1995).

Triploidisasi merupakan kromosom kelamin pada ikan yang memiliki

keuntungan ditinjau dari segi produksi budidaya (pertumbuhan relatif tinggi),

mengurangi interaksi genetik dengan ikan asli di suatu perairan (perlindungan

biodiversitas ikan asli) dan mengendalikan reproduksi tidak terkontrol pada budidaya

ikan nila (Bramick dkk. 1995 dan Guo dkk. 1996).

Produksi ikan triploid (memiliki 3N kromosom kelamin) dapat dilakukan dua

metoda yaitu (1) metode interploid yaitu ikan tetraploid (4N) disilangkan dengan

diploid normal (2N) dan (2) pemberian kejutan suhu (panas atau dingin). Kejutan suhu

dilakukan dengan cara mengubah suhu medium penetasan menjadi sublethal yang

peka.kejutan panas lebih mudah diterapkan dan memberikan hasil yang lebih baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan triploidisasi dengan kejutan panas

adalah waktu awal kejutan, suhu dan lama kejutan panas (Reddy dkk. 1990).

Pada sebagian besar spesies ikan, proses pembuahannya terjadi secara eksternal

sehingga memungkinkan manipulasi kromosom kelamin khususnya fase meiosis II

(triploidisasi) dan mitosis I (tetraploidisasi).

Prinsip pemberian kejutan suhu panas dalam triploidisasi bertujuan untuk

mencegah berkurangnya jumlah kromosom telur dengan cara menahan keluarnya polar

bodi kedua pada fase meiosis II. Periode meiosis II pada perkembangan embrio ikan

mas (telur yang sudah dibuahi) adalah 3 – 5 menit setelah pembuahan pada suhu kejutan

38 – 40 0C dengan lama kejutan berkisar 2 – 2,5 menit (Hollebeq 1986). Ketika terjadi

Page 19: Buku Prak.genetika Ikan s1

penetrasi sperma pada telur yang sudah dibuahi, pada inti sel telur akan diperoleh dua

pasang kromosom (1N dari telur dan 1N dari sperma) yang menjadikan telur dalam

status diploid (2N). Sebelum berakhirnya meiosis II tersebut, polar bodi kedua (1N)

akan keluar dari inti sel telur. Oleh karena adanya perlakuan kejutan suhu pada periode

ini, maka polar bodi kedua ini ditahan agar tidak keluar sehingga status kromosom telur

menjadi 3N (triploid), dimana 1N berasal dari telur, 1N berasal dari sperma dan 1N

berasal dari polar bodi kedua (Bromage 1995). Pada Gambar 1 disajikan prinsip dasar

teknik triploidisasi.

4.3 Alat dan Bahan Praktikum

Alat-alat yang digunakan :

Peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktikum troploidisasi sebagai

berikut :

(a) Waterbath untuk memanaskan air sampai suhu yang dikehendaki,

(b) Thermometer untuk mengukur suhu air,

Page 20: Buku Prak.genetika Ikan s1

(c) Seperangkat alat hipofisasi (sentrifuse, dissecting set, pisau bedah, talenan dan

jarum suntik) untuk pemijahan dan pembuahan buatan,

(d) Kotak styrofoam dan saringan perendaman telur sebagai wadah penetasan telur,

(e) Petridish, pipet dan sendok untuk wadah sampel telur dan alat pengambil telur,

(f) Hemasitometer, mikroskop cahaya, gelas obyek dan mikrometer okuler dan

obyektif untuk pengambilan sampel darah dan pengukuran sel darah merah,

(g) Akuarium dan aerator.

Bahan-bahan yang digunakan :

(a) Ikan uji yang telah matang gonad dan bulu ayam steril,

(b) Hormon ovaprim untuk mempercepat pemijahan, spermiasi dan ovulas induk

ikan,

(c) Larutan NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer sperma untuk meningkatkan

derajat pembuahan telur,

(d) Air panas yang digunakan sebagai kejutan suhu panas (40 0C),

(e) Larutan Hayem’s sebagai pengawet dan pengencer sel darah merah ikan,

(f) Metanol digunakan untuk fiksasi preparat apus darah,

(g) Larutan Giemsa digunakan untuk pewarnaan preparat apus darah,

(h) Minyak imersi diperlukan untuk mengumpulkan cahaya saat pengamatan ukuran

sel darah merah di bawah mikroskop monokuler dengan pembesaran 1600 kali.

4.4 Cara Kerja

Hipofisasi

Untuk mempercepat ovulasi dan spermiasi, dilakukan penyuntikan induk ikan

dengan menggunakan hormon ovaprim (gonadotropin ikan salmon) dengan dosis 0,5

ml/kg berat induk. Pengurutan (stripping) dilakukan 8 jam setelah penyuntikan.

Pembuahan

Secara bersamaan induk jantan dan betina diurut, sperma dan telur ditampung

dalam baki, kemudian diaduk dengan bulu ayam sambil ditambahkan larutan NaCl

fisiologis sebanyak 1 – 2 kali campuran telur dan sperma. Lama pengadukan campuran

Page 21: Buku Prak.genetika Ikan s1

telur dan sperma 1 menit. Telur-telur tersebut kemudian dibilas dengan air bersih untuk

membuang sisa sperma agar tidak terjadi pembusukan sperma pada tempat penetasan

telur. Selanjutnya telur-telur dimasukkan dalam saringan perendaman pada suhu 25 0C

di akuarium penetasan.

Kejutan suhu

Kejutan suhu dilakukan 2 menit setelah pembuahan telur, dengan cara

memindahkan telur dari akuarium penetasan (suhu air 25 0C) ke dalam kotak styrofoam

berisi air panas yang bersuhu 40 0C. lama kejutan suhu panas ini adalah 2 menit dan

kemudian dipindahkan ke dalam akuarium penetasan (suhu air 25 0C) sampai terlihat

adanya telur-telur yang menetas.

Pemeliharaan larva

Larva-larva yang telah menetas kemudian dipindahkan dalam akuarium

pemeliharaan larva yang berukuran lebih besar. Pakan larva berupa suspensi kuning

telur yang diberikan ketika larva umur 3 sampai 15 hari. Selanjutnya diberikan tubifex

dan pelet remah sampai ikan berumur 2,5 bulan.

Pengambilan sampel darah

Pengujian tingkat ploidi benih triploid dilakukan dengan metode apus darah.

Metode apus darah dipergunakan untuk menentukan ukuran sel darah merah.

Contoh darah diambil dari pembuluh darah arteri ekor yaitu dengan memotong

bagian ekor ikan. Darah langsung dihisap dengan pipet Thoma hemasitometer sampai

skala 0,5 dan langsung diencerkan dengan larutan Hayem’s sampai skala 101

(pengenceran 200 kali) dengan cara menghisap memakai pipet thoma. Penghitungan

jumlah sel darah merah dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

Pembuatan preparat apus darah diawali dengan menghisap sampel darah dengan

pipet thoma hemasitometer, darah ikan langsung diteteskan di gelas obyek. Darah yang

telah diapus pada gelas obyek, difiksasi dengan methanol selama 3 – 5 menit, kemudian

direndam dalam larutan Giemsa 20 % selama 45 menit. Ukuran sel darah merah

ditentukan dengan penggunaan mikrometer okuler pada mikroskop monokuler pada

pembesaran 1600 kali.

4.5 Pengamatan Triploid

Page 22: Buku Prak.genetika Ikan s1

Untuk membedakan genotip ikan diploid (2N) dan triploid (3N), maka dilakukan

pengujian ukuran sel darah merah. Perbandingan ukuran sel darah merah (panjang,

lebar, dan volume sel) dapat memperlihatkan rasio 3N : 2N, dimana ikan triploid, rata-

rata volume sel darah merahnya dapat mencapai 1,5 kali dari ikan diploid (Sugama

1990).

Jumlah benih triploid ditentukan berdasarkan volume sel darah merah. Menurut

Carman (1990), perhitungan volume sel darah merah dilakukan dengan rumus 4/3 ab2,

dimana a adalah panjang sel darah merah dan b adalah lebar sel darah merah.

Jumlah benih triploid

Presentase triploid = x 100 %

Jumlah benih contoh

Page 23: Buku Prak.genetika Ikan s1

BAB V

GINOGENESIS

5.1 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan

melakukan aplikasi genetika dalam budidaya perikanan khususnya metode ginogenesis

untuk menghasilkan induk betina yang bergalur murni melalui manipulasi kromosom.

5.2 Teori Dasar

Ginogenesis adalah proses pembentukan zigot tanpa kontribusi genetis gamet

ikan jantan, sehingga perkembangan embrio dikontrol oleh sifat-sifat induk betina

(maternal heridity) (Purdom 1993). Ginogenesis memberikan manfaat besar dalam

program breeding ikan. Galur-galur inbred dapat dihasilkan dengan cara ginogenesis

homosigot yang hanya memerlukan dua generasi untuk memperoleh keturunan

homosigot (galur murni).

Proses ginogenesis satu generasi identik dengan hasil 14 generasi silang dalam

(inbreeding) (Gervari dan Csanyi 1984). Dalam perkawinan sekerabat (sibmating)

memerlukan waktu relatif lama yaitu 6 generasi untuk menghasilkan galur murni.

Penggunaan ikan ginogenetik merupakan bagian dari peningkatan mutu genetik ikan

melalui seleksi dan hibridisasi.

Induk awal untuk ginogenesis merupakan induk hasil seleksi yang akan

digunakan sebagai keturunan ginogenetik dalam hibridisasi, oleh karena dalam program

hibridisasi memerlukan induk murni.

Keturunan ginogenetik adalah individu betina yang homosigot dan secara

identik satu sama lainnya sama (klon-klon). Umumnya kelangsungan hidup keturunan

ginogenesis rendah terutama pada tahap larva karena adanya efek Hertwigh selama

kejutan panas sehingga menumbulkan abnormalitas dan mortalitas larva. Kelangsungan

hidup embrio ikan mas (Carrasius auratus) selama 1 – 2 minggu pemeliharaan kira-kira

50 % (Cherfas 1981). Perbaikan line-line (galur) homosigot ini dapat dilakukan dengan

cara persilangan (crossing) dua galur yang akan menghasilkan galur baru hibrid yang

akan memperbaiki kelangsungan hidup line homosigot tersebut.

Berdasarkan teknik manipulasinnya, ada 2 macam ginogenesis yaitu (1) diploid

ginogenesis meiosis (meiogyno) dan (2) diploid ginogenesis mitosis (mitogyno).

Page 24: Buku Prak.genetika Ikan s1

Diploid ginogenesis meiosis adalah manipulasi penahanan keluarnya polar bodi kedua

saat meiosis II pada telur yang dibuahi sperma yang diinaktivasi dengan sinar UV (ultra

violet). Pada ginogenesis tipe ini, hasil keturunannya menjurus menjadi individu

heterosigot (ada perbedaan fenotip tertentu dengan induk). Sebaliknya diploid

ginogenesis mitosis merupakan manipulasi penahanan pembelahan sel ketika tahap

telofase dan anafase setelah mitosis I pada telur yang dibuahi sperma inaktif (diradiasi

sinar UV). Perlakuan ginogenesis ini menjurus pada individu homosigot (klon) yang

memiliki sifat-sifat sama dengan induk (Purdom 1993). Umumnya perlakuan suhu baik

kejutan panas (suhu tinggi) dan kejutan dingin (suhu rendah) paling banyak

diaplikasikan dalam metode ginogenesis tersebut (Gambar 2).

Gambar 2. Skema prosedur ginogenesis (Purdom 1993)

Keberhasilan teknik ginogenesis tergantung pada rata-rata atau sumber

spermatozoa yang dilemahkan secara genetik, ketepatan perlakuan kejutan suhu setelah

fertilisasi, saat awal pemberian perlakuan kejutan suhu dan lamanya pemberian

perlakuan tersebur serta pemilihan spesies yang respon terhadap perlakuan ginogenesis.

Page 25: Buku Prak.genetika Ikan s1

5.3 Alat dan Bahan Praktikum

Alat-alat yang digunakan

Berbagai peralatan yang dipergunakan dalam praktikum ginogenesis meliputi :

a) Seperangkat alat hipofisa yang terdiri atas pisau (untuk memotong kepala

ikan yang akan diambil kelenjar hipofisanya), pinset (untuk mengambil

kelenjar hipofisa), cawan porselin dan mortar (untuk menggerus kelenjar

hipofisa), tabung reaksi beserta sentrifuse elektrik (untuk menampung ekstrak

hipofisa dan memisahkan endapan dengan suspensi yang berisi hormon

gonadotropin)

b) Jarum suntik (spuit volume) ukuran 2 – 2,5 ml untuk menyuntikkan suspensi

hormon gonadotropin dalam ekstrak hipofisa ke dalam induk-induk ikan

yang telah matang gonad

c) Kotak radiasi UV, digunakan untuk menempatkan petridish-petridish yang

berisi sperma yang telah diencerkan untuk diradiasi dengan lampu germicidal

(UV) 2 buah masing-masing 15 watt

d) Lampu neon germicidal UV 15 watt digunakan untuk meradiasi sperma

sehingga kromosom sperma inaktif, namun motilitasnya dipertahankan

e) Waterbath digunakan untuk memanaskan air sampai suhu yang diinginkan

f) Kotak styrofoam yang digunakan sebagai tempat penampungan air panas

untuk perlakuan kejutan panas telur yang dibuahi sperma inaktif tersebut

g) Saringan penetasan telur yang digunakan untuk wadah telur yang akan

diperlakukan dengan kejutan panas dalam kotak styrofoam tersebut

h) Petridish untuk tempat telur dan untuk mencampurkan sperma yang telah

diradiasi dan yang non radiasi

i) Akuarium untuk inkubasi dan pemeliharaan larva yang dilengkapi dengan

selang aerasi dan termometer untuk mengukur suhu air.

Bahan-bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ginogenesis ini meliputi :

a) Induk-induk ikan mas jantan dan betina yang telah matang gonad digunakan

sebagai resipien dan untuk donor digunakan ikan mas jantan dengan bobot

yang sebanding dengan berat induk betina sebagai resipien

Page 26: Buku Prak.genetika Ikan s1

b) Air tawar bersih yang digunakan sebagai media kejutan panas, pembilasan

telur yang dibuahi dan media inkubasi penetasan telur

c) Larutan fertilisasi yaitu NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer sperma

dan larutan pembuahan telur ikan

d) Akuabides untuk melarutkan ekstrak hipofisa yang mengandung hormon

gonadotropin

e) Induk ikan nilem jantan yang matang gonad digunakan spermanya untuk

menguji keberhasilan ginogenesis (apakah dengan sperma ikan lain,

ginogenesis juga dapat terjadi tanpa diradiasi).

5.4 Cara Kerja

5.4.1 Pengambilan kelenjar hipofisa

Untuk mempercepat ovulasi, maka induk ikan mas betina matang gonad

diinjeksi dengan suspensi ekstrak hipofisa secara intramuscular dengan dosis sebanyak

1,5 dosis. Induk ikan mas jantan dinjeksikan dengan ekstrak tersebut sebanyak 1 dosis.

Stripping dilakukan 8 jam setelah penyuntikan tersebut.

Prosedur kerja untuk memperoleh ekstrak hipofisa ikan mas, sebagai berikut :

Mula-mula kepala ikan donor dipotong hingga lepas dari badannya

Kepala ikan diletakkan dengan muluit mengarah ke atas

Membuat sayatan mulai dari lubang hidung mengarah ke bagian mata atas dan terus

ke belakang

Setelah sayatan dilakukan, kemudian otak ikan dibuka serta lapisan lemak yang ada

dibuang sehingga akan terlihat kelenjar hipofisa berbentuk bulat seperti merica dan

bewarna putih

Kelenjar hipofisa tersebut kemudian diambil dengan jarum dan pinset (Gambar 3)

Menghancurkan kelenjar tersebut dalam cawan porselin dengan mortar dan

ditambahkan akuabides 1,5 ml hingga menjadi ekstrak

Memasukkan ekstrak tersebut dalam tabung reaksi dan kemudian disentrifuse

selama 5 menit agar bagian yang padat mengendap

Menggunakan spuit volume, kemudian secara hati-hati diambil bagian yang jernih

(1 ml) yang akan disuntikkan dalam tubuh ikan resipien.

Page 27: Buku Prak.genetika Ikan s1

Sebelum ikan resipien disuntik ditutup matanya dengan kain agar ikan tidak stress

dan selanjutnya diinjeksikan larutan ekstrak hipofisa tersebut 1,0 ml untuk induk

betina dan 0,5 ml untuk induk jantan.

Gambar 3. Cara pengambilan kelenjar hipofisa ikan mas (Woynarovich dan Horvath,

1985)

Page 28: Buku Prak.genetika Ikan s1

5.4.2 Persiapan kejutan panas dan pengambilan sperma

Agar diperoleh ketepatan waktu dalam perlakuan dan kegiatan praktikum dapat

dilakukan secara serentak, maka terlebih dahulu perlu dikerjakan :

Menyiapkan air panas bersuhu 40 0C yang diperoleh dari waterbath yang kemudian

ditampung dalam kotak styrofoam

Menyalakan kotak radiasi sekitar 10 – 15 menit agar kondisi intensitas sinarnya

dapat stabil tidak berubah-ubah

Mengambil sperma dari induk jantan dengan cara stripping. Sperma yang telah

diambil lalu dilarutkan ke dalam NaCl fisiologis (bila tidak diberi larutan tersebut

sperma akan menumpuk) dan kemudian diaduk perlahan. Selanjutnya dimasukkan

larutan sperma tersebut ke dalam petridish (cawan petri) dengan ketebalan 1 mm

Menempatkan pertidish berisi sperma tepat 15 cm di bawah lampu UV agar

memperoleh sinar merata

5.4.3 Radiasi sperma

Memasukkan masing-masing petridish ke dalam kotak radiasi tepat di bawah lampu

UV selama 10 – 15 menit

Sebaiknya penyinaran ultra violet dilakukan di bagian atas dan bawah atau sampai

ke bagian samping petridish, sehingga radiasi akan lebih sempurna

Untuk sperma yang tidak diradiasi digunakan sebagai kontrol untuk menguji

keberhasilan ginogenesis dan juga dapat digunakan sperma ikan nilem untuk

pengujian tersebut.

5.4.4 Fertilisasi

Sementara meradiasi sperma, induk betina yang telah diinjeksi 8 jam kemudian

distripping dan telur-telur yang keluar ditampung dalam cawan porselin

Telur-telur yang diperoleh tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu

untuk sperma yang diradiasi dan untuk sperma yang tidak diradiasi

Mencampurkan sperma yang diradiasi ke dalam telur kelompok I dan sperma yang

tidak diradiasi ke dalam kelompok telur II yang diaduk secara perlahan dengan bulu

ayam steril dan ditambahkan akuabides sedikit demi sedikit. Setelah itu dibilas

dengan air bersih untuk menghilangkan sperma yang tidak gagal membuahi telur

Page 29: Buku Prak.genetika Ikan s1

sebanyak 2 kali pembilasan. Oleh karena telur ikan mas bersifat menempel,

sebaiknya dilekatkan pada slides-slides mikroskop yang berupa lempengan kaca

kecil untuk tempat melekat telur tersebut.

Dibiarkan selama 2 menit (sampai tahapan meiosis setelah pembuahan).

5.4.5 Kejutan panas

Memasukkan telur yang sudah dibuahi dengan sperma radiasi ke dalam saringan

penetas telur dan kemudian dipindahkan ke dalam kotak styrofoam (suhu air 40 0C)

Perendaman telur dalam styrofoam tersebut dilakukan hati-hati sampai telur

terendam semua dan lama kejutan dalam media tersebut 2 menit

Untuk kelompok kontrol tidak dilakukan kejutan panas

5.4.6 Penetasan dan pemeliharaan larva

Memasukkan telur yang berhasil dibuahi oleh sperma inaktif ke dalam akuarium

penetasan dan pemeliharaan larva

Untuk kelompok telur yang dibuahi dengan sperma yang tidak diradiasi setelah 2

menit segera dimasukkan ke dalam akuarium penetasan dan pemeliharaan larva

Mengamati perkembangan telur dan membandingkan antara telur yang dibuahi

dengan sperma yang diradiasi dengan yang tidak

Khususnya untuk penetasan dan pemeliharaan larva, suhu air akuarium dibuat

konstan pada kisaran 25 – 26 0C.

5.5 Pengamatan Ginogenesis

Agar memudahkan pengamatan keberhasilan ginogenesis, maka sebaiknya yang

digunakan sebagai pembanding perlakuan manipulasi ginogenesis adalah sperma ikan

nilem jantan. Ketika dilakukan fertilisasi antara telur ikan mas dengan sperma nilem

jantan, maka apabila telur berhasil dibuahi oleh sperma tersebut akan terbentuk zigot

yang semuanya indivudu betina sebagai hasil keturunan ginogenetik.

Khususnya pada ikan mas, maka sebaiknya yang dipilih sebagai induk betina

adalah strain Majalaya (warna hijau kehitaman) yang dominan terhadap warna kuning

(strain Si Nyonya sebagai induk jantan) apabila disilangkan. Dengan demikian apabila

terjadi ginogenesis pada kedua strain ikan mas tersebut, maka keturunannya akan

Page 30: Buku Prak.genetika Ikan s1

berwarna hijau kehitaman (efek dominansi warna) dan genotipnya betina seperti

induknya.

Beberapa pengamatan yang akan dilakukan meliputi derajat pembuahan, derajat

penetasan, derajat kelangsungan hidup dan persentase ikan ginogenetik dengan rumus

seperti di bawah.

Jumlah telur yang dibuahiDerajat pembuahan = x 100 %

Jumlah telur awal

Jumlah telur menetas Derajat penetasan = x 100 %

Jumlah telur yang dibuahi

Jumlah larva hidupDerajat kelangsungan hidup = x 100 %

Jumlah larva awal

Untuk pengamatan ikan ginogenetik dapat dilakukan setelah warna pada benih

ikan yang dipelihara muncul (kira-kira berumur 1 bulan), sehingga untuk benih ikan

mas keturunan ginogenetik harus berwarna hijau kehitaman sebagai cerminan

pewarisan induk ikan mas betina dari strain Majalaya (oleh karena dominan terhadap

warna kuning dari induk ikan mas jantan dari strain Si Nyonya).

Jumlah benih mas warna hijau kehitaman% ikan Ginogenetik = x 100 %

jumlah benih mas selain warna hijau kehitaman

Page 31: Buku Prak.genetika Ikan s1

DAFTAR PUSTAKA

Bramick, U., B. Puckhaber, H.J. Langholz dan G.B. Schwarh. 1995. Testing of Triploid Tilapia (Oreochromis niloticus) Under Tropical Pond Conditions. Aquaculture, 137 : 343-353.

Bromage, R.N. 1995. Broodstock Management and Larval Quality. University Press, Cambridge. 450 hlm.

Carman, O. 1990. Ploidy Manipulation in Some Warm Water Fish. Thesis. Tokyo University. Japan. 90 hlm.

Chapman, A.B. 1985. General and Quantitative Genetics. Elsevier Science Publishers B.V. Amsterdam-New York. Tokyo. 401 hlm.

Cherfas, N.B. 1981. Gynogenesis in Fishes. Dalam : Kirpichnikov (Ed.). Genetics Bases of Fish Selection. Springer-Verlag. Berlin. Hlm, 225-273.

Falconer, D.S. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Second Edition. Longman Group. London. 340 hlm.

Gervari, R. dan V. Csanyi. 1984. Investigation on carp (Cyprinus carpio L.), Gynogenesis. J. Fish Biol., 13 : 215-224.

Guo, X., G.A. DeBosse dan S.K. Allen. 1996. All-triploid Pacific Oyster (Crassostrea gigas) Production by Mating Tetraploid and Diploid. Aquaculture, 142: 149-161.

Hollebeq, M.G. 1986. Diploid Gynogenesis Induced by Heat Shock After Activation with Uv-Irradiated Sperm in Common carp. Aquaculture, 54 : 69-76.

Hussain, M.G., D.J. Penman, B.J. McAndrew dan R. Johnstone. 1995. Supression of First Cleavage in the Nile Tilapia, Oreochromis niloticus L. A Comparison of the Relative Effectiveness od Pressure and Heat Shock. Aquaculture, 111 :263-270.

Purdom, C.E. 1993. Genetics and Fish Breeding. Chapman & Hall Ltd., New York, Tokyo, Meulbourne. 271 hlm.

Reddy, P.V.G.K, G.V. Kowtal dan M.S. Tantia. 1990. Preliminary Observation on Induced Polyploidy in Indian Major Carps, Labeo rohita (Ham.) and Catla catla (Ham.). Aquaculture, 87 : 279-287.

Sugama, K. 1990. The Induction of Triploidy in Red Sea Bream Pagrus major. Using Heat Shock Treatment. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 6 (1) : 3-19.

Page 32: Buku Prak.genetika Ikan s1

Suryo. 1992. Genetic strata I. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta. 344 hlm.

Tave, D. 1986. Genetics for Fish Hatchery Manager. Second edition. New York. 415 hlm.

Woynarovich dan Horvath. 1985. The Artificial Propagation on Warm Water Finfishes. A Manual for Extention. FAO. Rome. 57 hlm.

Page 33: Buku Prak.genetika Ikan s1

PETUNJUK PRAKTIKUM

GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN

Oleh :

Ibnu Dwi Buwono dkk.

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

TAHUN 2007

Page 34: Buku Prak.genetika Ikan s1

PETUNJUK PRAKTIKUM

GENETIKA IKAN

Oleh :

Ibnu Dwi Buwono dkk.

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

TAHUN 2007

Page 35: Buku Prak.genetika Ikan s1