Buku Panduan Praktikum Keperawatan...

107

Transcript of Buku Panduan Praktikum Keperawatan...

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 1

PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI DAN ANAK

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur pemeriksaan fisik

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk prosedur pemeriksaan fisik

3. Mahasiswa mampu melakukan skill prosedur pemeriksaan fisik secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

2. 30 menit : mendemonstrasikan skill

pemeriksaan fisik

3. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam

melatih kemampuan melakukan skill

pemeriksaan fisik

4. 10 menit : memberikan umpan balik

5. 20 menit : mengobservasi dan mengevaluasi

skill mandiri mahasiswa

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre

test

2. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

3. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan dalam

melakukan skill pemeriksaan fisik

dibawah bimbingan instruktur

4. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik dari

instrukstur

5. 20 menit : mahasiswa melakukan skill

pemeriksaan fisik secara mandiri

dengan diobservasi dan dievaluasi oleh

instruktur

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 2

C. PERALATAN DAN BAHAN

1. Handscoen

2. Metline

3. Air dingin/hangat

4. Kapas

5. Kartu snellen/kartu E

6. Pen light

7. Speculum hidung

8. Tongue spatel

9. Hammer reflect

10. Lidi kapas

11. Lap dan tissue

12. Bantalan dispossibel

13. Tirai

14. Pakaian untuk anak

15. Sarung tangan,

16. Lubrikan

17. Timbangan BB

18. Alat pengukur tinggi badan

19. Pita ukur ( kertas)

20. Stetoskop

21. Sfigmomanometer

22. Manset anak

23. Termometer

24. Otoskop

25. Oftalmoskop

26. Penera waktu

27. Format pengkajian

D. DASAR TEORI

PEDOMAN UMUM PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

1. Lakukan pemeriksaan dalam ruang yang menyenangkan dan tidak mengancam

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 3

a. Penerangan, dekorasi dg warna netral

b. Suhu

c. Penempatan alat

d. Gunakan mainan & permainan

e. Bila mungkin, dekorasi ruangan sesuai tingkat usia

f. Privasi

2. Berikan waktu bermain dan saling mengenal

a. Berbicara pada perawat

b. Kontak mata

c. Menerima peralatan yang ditawarkan

d. Touching

e. Duduk diatas meja pemeriksaan

3. Jika anak tidak siap

a. Bicara pada orang tua dulu, bertahap pada anak atau objek favorit

b. Beri anak pujian

c. Cerita lucu atau sulap sederhana

d. Berikan “teman” yang tidak mengancam (mis. Boneka tangan/jari ) untuk

“bicara”dengan anak

4. Bila anak menolak bekerjasama

a. Kaji alasan perilaku menolak bekerjasama

b. Hindari penjelasan yang panjang tentang prosedur pemeriksaan

c. Lakukan pemeriksaan secepat mungkin

d. Restrain

e. Minimalkan adanya gangguan/stimulasi

5. Mulailah dengan cara yang tidak mengancam,terutama untuk anak kecil atau yang

takut

a. Aktivitas bermain

b. Pendekatan “Simon say”

c. Teknik boneka kertas

6. Libatkan anak dan orangtua dalam proses pemeriksaan

a. Beri pilihan posisi duduk

b. Izinkan untuk memegang atau memainkan alat

c. Anjurkan untuk menggunakan alat tersebut pada boneka, keluarga atau perawat

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 4

d. Bila ada beberapa anak dalam keluarga yang akan diperiksa , mulailah dengan

anak yang paling kooperatif

e. Posisi aman dan nyaman

f. Lakukan pemeriksaan secara sistematis berdasarkan head to toe

g. Tenangkan anak sepanjang pemeriksaan

h. Diskusikan hasil temuan dg keluarga.

i. Puji anak untuk kerjasama selama pemeriksaan

j. Lakukan dengan pendekatan informal. contoh dengan menanyakan kegemaran

anak, memuji penampilan anak dll

k. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara sistematik (inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi) dapat juga dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi.

Pada bayi dan anak kecil diajurkan setelah inspeksi dilakukan auskultasi karena

bila menangis bising usus akan meningkat sehingga bising jantung akan sulit untuk

dinilai

l. Pemeriksaan yang menggunakan peralatan atau yang menyakiti anak sebaiknya

dilakukan terakhir.

INSPEKSI

- Bentuk, warna, kesimetrisan, bau

Bau Makna

Aseton / buah-buahan Asidosis diabetic

Ammonia Infeksi saluran perkemihan

Feses (nafas/area popok) Popok kotor, inkontinensia feses, obstruksi usus

Feses busuk Gastroenteritis, kistik fobrosis, sindrom malabsorbsi

Halitosis Hygiene mulut buruk, karies, abses gigi, sinusitis, infeksi

tenggorok

Bau apak Infeksi bawah balutan atau gips

Bau manis menyengat Infeksi pseudomonas

PALPASI

1. Dilakukan dengan jari dan telapak tangan untuk menentukan suhu, hidrasi, tekstur,

bentuk, gerakan, dan area nyeri tekan.

2. Hangatkan tangan sebelum memuliai palpasi

3. Jaga kuku tetap pendek

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 5

4. Daerah yang lunak dipalpasi terakhir.

5. Lakukan palpasi degnan ujung jari untuk pulsasi, ukuran, bnetuk, tekstur, dan hidrasi.

6. Lakukan palpasi dengan telapak tangan untuk vibrasi

7. Lakukan palpasi dengan pungung tangan untuk suhu

8. Gunakan percakapan atau permainan untuk membuat anak rileks, selama palpasi.

9. Anak yang mudah geli, diminta untuk menempatkan telapak tangannya di area yang

akan diperiksa, baru kemudian disusuil dengan menyelipkan tangan perawat di

bawahnya.

PERKUSI

Hasil : gelombang bunyi: intensitas, nada, durasi, dan kiualitas.

Dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung.

Kuku pemeriksa harus pendek.

AUSKULTASI

Dengan menggunakan stetoskop

Bell, digunakan untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah.

Diafragma digunakan untuk mendengarkan bunyi dengan nada tinggi

A. PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI

Pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan untuk menilai status kesehatannya. Waktu

pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan akan

pulang dari rumah sakit. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir,

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi tidak

mudah kehilangan panas, atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.

b. Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala ke kaki atau lakukan prosedur yang

memerlukan observasi ketat lebih dahulu, seperti paru, jantung dan abdomen.

c. Lakukan prosedur yang mengganggu bayi, seperti pemeriksaan refleks pada tahap

akhir.

d. Bicara lembut, pegang tangan bayi di atas dadanya atau lainnya

1. Keadaan Umum

Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum yang

mencakup :

a. Postur

Fleksi kepala dan ekstremitas, dengan istirahat terlentang dan tengkurap

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 6

b. Kesadaran

1) Komposmentis : Pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon adekuat

terhadap semua stimulus yang diberikan

2) Apatik : Pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan

sekitarnya. Ia akan memberikan respon yang adekuat bila diberikan stimulus

3) Somnolen : Yakni takut kesadaran dimana pasien tampak mengantuk. Selalu

ingin tidur, ia tidak respon terhadap stimulus ringan, tetapi memberikan

respon terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur lagi

4) Sopor : Pasien tidak memberikan respon ringan ataupun sedang. Tetapi

masih memberi sedikit respon terhadap stimulus yang kuat. Reflek pupil

terhadap cahaya masih (+)

5) Koma : Pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil

terhadap cahaya (-). Ini adalah takut kesadaran yang paling rendah

6) Delirium : Keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai

disorientasi. Iritatif & halusinasi.

c. Kesan status gizi

1) Secara klinis : Dengan inspeksi dan palpasi, inspeksi lihat proporsi tubhnya

kurus/gemuk. Palpasi dengan cara cubit tebal jaringan lemak subcutan

2) Dengan pemeriksaan fisik & antropometris (BB, TB, Lingkaran lengan atas,

tebal lipatan kulit, lingkar kepala, dada & perut).

2. Apgar Score

Pemeriksaan ini bertujuan menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernapas,

kekuatan tonus otot, kemampuan refieks dan warna kulit.

Cara:

1. Lakukan penilaian Apgar score dengan cara jumlahkan hasil penilaian tanda,

seperti laju jantung, kemampuan bernapas, kekuatan tonus otot, kemampuan

refleks dan warna kulit.

2. Tentukan hasil penilaian, sebagai berikut:

a. Adaptasi baik : skor 7-10

b. Asfiksia ringan-sedang : skor 4-6

c. Asfiksia berat : skor 0-3

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 7

3. Gestasional Age

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 8

4. Refleks

Refleks Rangsangan Reaksi bayi Perkembangan

Berkedip Cahaya, tiupan

udara

Menutup kedua mata Permanen

Babinski Telapak kaki

ditepuk

Jari kaki meregang,

menarik kaki ke dalam

Menghilang setelah 9

bulan-1 tahun

Menggenggam Telapak tangan

disentuh

Menggenggam erat Melemah setelah 3

bulan

Menghilang stlah 1

tahun

Moro (kejut) Suara

keras/benda

jatuh

Kaget, melengkungkan

puggung, meletakkan

kepala, mengepakkan

lengan dan kaki,

kemudian menutup

kembali lengan dan kaki

dengan cepat ke pusat

tubuh

Menghilang setelah 3

atau 4 bulan

Ujung saraf Pipi ditepuk/tepi

mulut disentuh

Menoleh, membuka

mulut, mulai menghisap

Menghilang setelah 3

atau 4 bulan

Melangkah Bayi diangkat

diatas

permukaan

tanah dan kaki

direndahkan

menyentuh

tanah

Menggerakkan kaki

seperti akan berjalan

Menghilang setelah 3

atau 4 bulan

Menghisap Objek

menyentuh

mulut

Menghisap secara

otomatis

Menghilang setelah 3

atau 4 bulan

Berenang Bayi

meletakkan

wajah di air

Membuat gerakan

berenang yang

terkoordinasi

Menghilang setelah 6

atau 7 bulan

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 9

5. Tanda vital

Suhu : Aksila – 36,50C sampai 370C; menangis dapat sedikit meningkatkan suhu

tubuh

HR : Apikal – 120 sampai 140 denyut/menit; menangis akan meningkatkan

frekuensi jantung, tidur akan menurunkan frekuensi jantung

RR : 30 – 60 kali/menit; menangis akan meningkatkan frekuensi pernafasan, tidur

akan menurunkan frekuensi pernafasan

6. Antropometri

Tinggi badan

- Posisi recumben: < 24 s/d 36 bulan dihitung dari vertek s/d tumit

- Posisi berdiri: > 24-36 bulan

- new born: 48-53 cm => Normal

- 1 tahun= 1.5 X PB lahir

- selanjutnya 80+ 5N => N= umur

- referensi lain: 2-12 tahun: usia X 2,5 + 30 inc

Berat Badan

- Timbang bayi- anak dalam keadaan telanjang => lindungi bayi agar tidak jatuh

- hitung sampai 10 gr terdekat utk bayi dan 100 gr terdekat utk anak

- Rule of thumb:

> new born : 2500-4000 gr

> 4-5 bulan : 2 X BBL

> 12 bulan : 3 X BBL

> selanjutnya: 8 + 2N => N: umur

Lingkar kepala

- Ukur diatas alis dan pinna (telinga) melingkari oksipital kranium

- new born : 33-35 cm

- lingkar kepala > 2-3 cm = lingkar dada

- anak-anak: lingkar dada > 5-7 cm = lingkar dada

Tonic neck Bayi diletakkan

di punggung

Membentuk kepalan

dengan dua tangan dan

biasanya menoleh ke

kanan (kadang disebut

pose pekelahi)

Menghilang setelah 2

bulan

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 10

=> maksimal pengukuran lingkar kepala s/d anak berusia 2 tahun

- 6-18 bulan : ubun-ubun besar menutup

- 2-3 bulan : ubun-ubun kecil menutup

Lingkar dada

Hitung keliling dada melalui garis putting saat ekspirasi- inspirasi diambil rata-rata

Lingkar Lengan

7. Kepala

Rambut

Distribusi, warna, tekstur dan kualitas rambut.

Kering, rapuh, kurang pigmen Kurang gizi

Batas tumbuh rambut memanjang hingga

tengah dahi

Kretinisme

Alopesia Tinea kapitis, posisi menetap pada

satu sisi

Berkas rambut pada tulang belakang Spina bifida

Putih telur yang menempel dengan kuat pada

tangkai rambut

Kutu kepala

Tengkorak Kepala

Lakukan penilaian pada bagian tersebut, diantaranya:

a. Maulage yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir asimetri

atau tidak.

b. Ada tidaknya caput succedaneum, yaitu edema pada kulit kepala, lunak dan

tidak berfluktuasi, batasnya tidak tegas, dan menyeberangi sutura dan akan

hilang dalam beberapa hari.

c. Ada tidaknya cephal haematum, yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak

tanpak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum. Cirinya

konsistensi lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak

menyeberangi sutura dan apabila menyeberangi sutura kemungkinan mengalami

fraktur tulang tengkorak. Cephal haematum dapat hilang sempurna dalam waktu

2-6 bulan

d. Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang

menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 11

sehingga bentuk kepala tanpak asimetris, scring diraba terjadi fiuktuasi dan

edema.

e. Adanya fontanel dengan cara palpasi dengan menggunakan jari tangan. Fontanel

posterior akan dilihat proses penutupan setelah umur 2 bulan dan fontanel

anterior menutup saat usia 12-18 bulan. ukur lebar dan panjang fontanel ant.

Terbuka. Umur 9 – 12 bulan mempunyai ukuran panjang dan lebar dari 1 sampai

5 cm.

Temuan klinik

Lebih besar secara abnormal Hidrocephallus

Lebih kecil Dilahirkan oleh ibu yang mengkonsumsi kokain

Asimetris minor Molding

Oksiput datar Meletakkan anak pada posisi telentang terus menerus

Kepala tidak simetris Penutupan garis-garis sutura yang premature.

Fontanel menonjol Peningkatan TIK, oleh karena meningitis, trauma

kepala.

Fontanel yang kecil

8. Mata

Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti:

a. Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), dengan cara

menggoyang kepala secara perlahan-lahan sehingga mata bayi akan terbuka.

b. Kebutaan, seperti jarang berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya berkurang.

c. Sindrom Down, ditemukan epicanthus melebar.

d. Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea.

f. Katarak kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih

Periksa pelupuk mata bagian bawah, dan minta klien melihat ke atas

Periksa warna konjungtiva

Periksa warna sclera

Periksa warna, bentuk, dan ukuran iris

Periksa ukuran kesamaan, dan respon pupil terhadap cahaya

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 12

Temuan

Konjungtiva berwarna merah Infeksi

Konjungtiva bengkak Reaksi alergi

Konjungtiva pucat Anemia (anemis)

Sklera normal putih

Sklera kuning Ikterik (hpetitis, hiperbilirubinemia)

Sclera kebiru – biruan Osteogenesis imperfekta, glaucoma.

9. Hidung

a. Amati pola pernapasan, apabila bayi bernapas melalui mulut maka kemungkinan

bayi mengalami obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral,

fraktur tulang hidung, atau ensefalokel yang menojol ke nasofaring. Sedangkan

pernapasan cuping hidung akan menujukkan gangguan pada paru.

b. Amati mukosa lubang hidung, apabila terdapat sekret mukopurulen dan berdarah

perlu, dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.

10. Mulut

a. Lakukan inspeksi adanya kista yang ada pada mukosa mulut.

b. Amati warna, kemampuan refieks menghisap. Apabila lidah menjulur keluar

dapat dinilai adanya kecacatan kongenital.

c. Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum dan pipi bisanya disebut

sebagai Monilia albicans.

d. Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen.

e. Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang diletakkan disekitar mulut dan

kemudian akan mengisapnya.

f. Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking kedalam mulut, raba

palatum keras dan lunak apabila ada lubang berarti labio palato shizis,

kemudian taruh jari kelingking diatas lidah, hasil positif jika ada refleks

mengisap (Sucking Refleks).

11. Telinga

Bunyikan bel atau suara, apabila terjadi reflek terkejut maka pendengarannya baik,

kemudian apabila tidak terjadi refleks maka kemungkinan akan terjadi gangguan

pendengaran.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 13

12. Leher

a. Letakkan bayi posisi duduk ketika mengamati kontrol kepala.

b. Gerakkan kepala dan leher anak dengan ROM yang penuh dan anak yang lebih

tua diminta untuk menggerakkan kepala ke atas, samping, bawah.

c. Periksa leher akan adanya pembengkakan, lipatan kulit tabahan, distensi vena.

d. Palpasi area trakea : dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.

e. Palpasi area kelenjar tiroid : pemeriksa di belakang pasien, letakkan jari-jari

anda diatas kelenjar. Palpasi kelenjar tiroid saat anak menelan.

f. Amati pergerakan leher apabila terjadi keterbatasan dalam pergerakannya maka

kemungkinan terjadi kelainan pada tulang leher, seperti kelainan tiroid,

hemangioma, dan lain-lain.

1. Tonic neck refleks : kedua tangan ditarik, kepala akan mengimbangi.

2. Neck rigting refleks : posisi terlentang, kemudian tangan ditarik

kebelakang, pertama badan ikut berbalik diikuti dengan kepala.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 14

13. Dada, jantung, paru-paru

a. Lakukan inspeksi bentuk dada:

1) Apabila tidak simetris, kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis

diafragma atau hernia diafragmatika.

2) Pernapasan bayi normal pada umumnya dinding dada dan abdomen bergerak

secara bersamaan. Frekuensi pernapasan bayi normal antara 40-60 kali per

menit, perhitungannya harus satu menit penuh karena terdapat periodic

breathing di mana pola pernapasan pada neonatus terutama pada prematur

ada henti napas yang berlangsung 20 detik dan terjadi secara berkala.

b. Lakukan palpasi daerah dada, untuk menentukan ada tidaknya fraktur klavikula

dengan cara meraba ictus kordis dengan menentukan posisi jantung.

c. Lakukan auskultasi paru dan jantung dcngan menggunakan stetoskop untuk

menilai frekuensi, dan suara napas/jantung. Secara normal frekuensi denyut

jantung antara 120-160 kali per menit. Suara bising sering ditemukan pada bayi,

apabila ada suara bising usus pada daerah dada menunjukkan adanya hernia

diafragmatika.

14. Abdomen

a. Lakukan inspeksi bentuk abdomen. Apabila abdomen membuncit kemungkinan

disebabkan hepatosplenomegali atau cairan di dalam rongga perut, dan adanya

kembung.

b. Lakukan auskultasi adanya bising usus.

c. Lakukan perabaan hati. Umumnya teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta kanan.

Limpa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri.

d. Lakukan palpasi ginjal, dengan cara atur posisi telentang dan tungkai bayi dilipat

agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi. Batas bawah ginjal dapat

diraba setinggi umbilikus diantara garis tengah dan tepi perut. Bagian ginjal

dapat diraba sekitar 2-3 cm, adanya pembesaran pada ginjal dapat disebabkan

oleh neoplasma, kelainan bawaan atau trombosis vena renalis.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 15

15. Punggung, pelvis dan ekstremitas

a. Punggung

1) Letakkan bayi dalam posisi tengkurap, raba sepanjang tulang bclakang untuk

mencari ada tidaknya kelainan, seperti skoliosis, meningokel, spina bifida,

dan lain-lain.

2) Susuri tulang belakang , apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan pada

lumbo sacral, tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.

3) Spina bivida sistika : dengan herniasi, meningokel (berisi meningen dan

CSF-cerebrospinal fluid) dan mielomeningokel (meningen + CSF + saraf

spinal).

4) Dalam posisi bungkuk jika tulang belakang rata/simetris (scoliosis postueral)

sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah dan vertebra bengkok

(scoliosis structural)

5) Amati pergerakan ekstremitas. Untuk mengetahui adanya kelemahan,

kelumpuhan, dan kelainan bentuk jari.

6) Grasping refleks : meletakkan jari pada tangan bayi, maka refleks akan

menggengam.

7) Palmar refleks : tekan pada telapak tangan, akan menggengam

8) CDH Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul

kongenital adalah satu fase dari berbagai ketidakstabilan pinggul pada

bayi : test gluteal, lipatan paha simetris kiri kanan.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 16

b. Pelvis

1) Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak

2) Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan ke samping akan

terdengar bunyi klik

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 17

c. Kaki

1) Talipes : kaki bengkok ke dalam.

2) Clubfoot : otot-otot kaki tidak sama panjang, kaki jatuh ke depan.

3) Refleks babinsky

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 18

4) Refleks Chaddok

5) Staping Refleks

Bayi diangkat diatas permukaan tanah dan kaki direndahkan menyentuh

tanah, bayi akan menggerakkan kaki seperti akan berjalan.

16. Genitalia

a. Lakukan inspeksi pada genitalia wanita, seperti keadaan labio minora, labio

mayora, lubang uretra dan lubang vagina.

b. Lakukan inspeksi pada genitalia laki-laki, seperti keadaan penis, ada tidaknya

hipospadia (defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penis), dan

epispadia (defek pada dorsum penis).

17. Anus dan rektum

a. Lakukan inspeksi pada anus dan rektum, untuk menilai adanya kelainan atresia

ani atau posisi anus.

b. Lakukan inspeksi ada tidaknya mekonium (umumnya keluar pada 24 jam)

apabila ditemukan dalam waktu 48 jam belum keluar maka kemungkinan adanya

mekonium plug syndrome, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan.

18. Kulit

a. Lakukan inspeksi ada tidaknya verniks kaseosa (zat yang bersifat seperti lemak

berfungsi sebagai pelumas atau sebagai isolasi panas yang akan menutupi bayi

yang cukup bulan).

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 19

b. Lakukan inspeksi ada tidaknya lanugo (rambut halus yang terdapat pada

punggung bayi). Lanugo ini jumlahnya lebih banyak pada bayi kurang bulan dari

pada bayi cukup bulan. (Corry S Matondang dkk, 2000).

B. PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

1. KEPALA

a. Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefali

b. Tulang tengkorak :

1) Anencefali : tidak ada tulang tengkorak

2) Encefalokel : tidak menutupnya fontanel occipital

c. Fontanel anterior menutup : 18 bulan

d. Fontanel posterior : menutup 2 – 6 bulan

e. Caput succedeneum : berisi serosa, muncul 24 jam pertama dan hilang dalam 2

hari.

f. Cepal hematoma : berisi darah, muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3 minggu.

g. Distribusi rambut dan warna.

h. Jika rambut berwarna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi

adanya gangguan nutrisi.

i. Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian

occipital.

2. MUKA

a. Simetris kiri kanan

b. Tes nervus 7 ( facialis )

1) Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla,

mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan.

2) Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutupmata kuat-

kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap

terbuka.

c. Tes nervus 5 (trigeminus)

1) Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia

merasakan sentuh tersebut

2) Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa meraba otot

masenter dan mandibula.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 20

d. Amati bentuk dan roman muka

e. Amati ekspresi muka, khususnya sekitar mata dan mulut

f. Amati kesimetrisan lipatan-lipatan nasolabial ketika anak menangis dan tertawa

g. Amati ukuran dan bentuk hidung

h. Amati nares eksternal terhadap pelebaran pengelupasan dan bau

i. Uji kepatenan nares dengan meletakkan diafragma statetoskop di bawah salah

satu lubang hidung sementara salah satu lubang yang lain ditutup.

j. Lakukan palpasi pada alis mata dan setiap sisi hidung

Temuan Klinik

Roman muka kasar, batas tumbuh rambut rendah Kretinisme

Dahi yang besar Hidrosephallus

Ketidaksimetrisan lipatan nasolabial Bell’s palsy

Pelebaran nares eksternal Distress pernapasan

Nyeri tekan daerah alis, dan sisi hidugn Sinusitis

Rongga Mulut

BIBIR: Warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakan, lesi, fisura

Temuan

Kebiruan Sianosis

Pucat Anemia

Merah cerry Asidosis

Pecah-pecah Iklim, tergigit, pernapasan mulut, demam

Fisura pada sudut mulut Defisiensi riboflavin, niacin

Jatuh pada salah satu sisi Kerusakan nervus

Periksa batas tepi bukal, gusi, lidah dan palatum terhadap kelembaban, keutuhan, dan

perdarahan

Temuan

Lesi ulserasi warna putih Sariawan, trauma ringan, infeksi

virus atau iritasi local

Area keabu-abuan kecil dikelilingi garis

merah pada bagian pipi dalam berhadapan

Awal penyakit campak

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 21

dengan molar keduanya bintik koplik

Bercak seperti dadih putih pada tepi gusi Sariawan, oleh karena proses

pengobatan dengan antibiotic

Pembengkakan gusi

Terapi anticonvulsant

Lidah berwarna merah Defisiensi vitamin

Lidah berwarna abu-abu dan beralur Normal, alergi, demam

GIGI

a. Jumlah, jenis, keadaan, dan oklusi (gigi bertemu)

b. Untuk memperkirakan jumlha gigi yang harus ada pada anak berumur 2 tahun atau

lebih muda, kurangi umur anak dengan 6 bulan. Tanyakan pada anak diatas 5 tahun

atau lebih apakah giginya tanggal.

Temuan

Anak umur 30 bulan 20 gigi susu

Anak dengan gigi permanent lengkap 32 gigi

Bintik-bintik coklat/ hitam Karies

Tonsil kemerahan ditutupi eksudat Infeksi

Eksudat kental, berwarna abu-abu Difteri

Visualisasi adenoid Pembesaran tonsil

Deviasi uvula / tidak adanya gerakan Kerusakan nervus glassofaringeus

3. MATA

a. Simetris kanan kiri

b. Alis tumbuh umur 2-3 bulan

c. Kelopak mata :

1) Oedema

2) Ptosis : celah kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas turun.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 22

3) Enof : kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawah tertarik

ke belakang.

4) Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan

bawah tertarik ke belakang.

d. Pemeriksaan nervus II (optikus), test konfrontasi dan ketajaman penglihatan.

e. Sebagai objek mempergunakan jari

f. Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan

dengan mata pemeriksa, yang biasanya berlawanan, mata kiri dengan mata

kanan, pada garis ketinggian yang sama.

g. Jarak antara keduanya berkisar 60 - 100 cm.

Mata yang lain ditutup, obyek mulai digerakkkan oleh pemer iksa mula i

dari samping telinga, apabila obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka

secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh pasien.

h. Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.

i. Pemeriksaan nervus III (Occulomotoris refleks cahaya)

1) Pen light dinyalakan mulai dari samping) atau, kemudian cahaya diarahkan

pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi miosis.

2) Apakah pupil isokor kiri atau kanan.

j. Pemeriksaan Nervus IV (Troclearis) pergerakan bola mata

Menganjurkan klien untuk melihat ke atas dan ke bawah.

k. Pemeriksaan nervus VI (Abdusen)

Menganjurkan klien untuk melihat ke kanan dan kekiri.

l. Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea

1) Tutup mata yang satu dengan penutup

2) Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior (mata yang tidak diperiksa)

3) Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa kedipan kedua

mata secara cepat.

4) Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata, hasil positif bila

tiap ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.

5) Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya berfokus

pada satu titik.

m. Periksa pelupuk mata bagian bawah, dan minta klien melihat ke atas

n. Periksa warna konjungtiva

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 23

o. Periksa warna sclera

p. Periksa warna, bentuk, dan ukuran iris

q. Periksa ukuran kesamaan, dan respon pupil terhadap cahaya

Temuan

Konjungtiva berwarna merah Infeksi

Konjungtiva bengkak Reaksi alergi

Konjungtiva pucat Anemia (anemis)

Sklera normal putih

Sklera kuning Ikterik (hpetitis, hiperbilirubinemia)

Sclera kebiru – biruan Osteogenesis imperfekta, glaucoma.

4. HIDUNG

a. Posisi hidung apakah simetris kiri kanan

b. Jembatan hidung apakah ada atau tidak ada, jika tidak ada diduga down

syndrome.

c. Cuping hidung masih keras pada umur < 40 hari

d. Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung, dan apabila bulu

kapas bergerak, berarti bayi bernafas.

e. Gunakan speculum hidung untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret,

polip,atau deviasi septum

f. Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris)

g. Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan, lalu klien diminta

untuk menyebutkan bau apa. Tiap hidung diuji secara terpisah.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 24

5. MULUT

a. Bibir kering atau pecah – pecah

b. Periksa labio schizis

c. Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan.

d. Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel,hasil posit if bila

adarefleks muntah (Gags refleks)

e. Perhatikan uvula apakah simetris kiri dan kanan

f. Pemeriksaan nervus X ( VAGUS )

Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan anjurkan klien

u n t u k mengatakan “ AH “ dan perhatikan uvula apakah terangkat.

g. Pemeriksaan nervus VII ( facialis) sensoris

Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan

pahit,kemudian menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang

lidah untuk pemeriksaan Nervus IX.

h. Pemeriksaan Nervus XI Hipoglosus

M e n yu r u h pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian

menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan kekanan

dan sementara itu pemer iksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk

merasakan kekuatan lidah.

6. TELINGA

a. Simetris kiri dan kanan

b. Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali ke posisi semula menunjukkan

tulang rawan masih lunak.

c. Canalis auditorious ditarik ke bawah kemudian ke belakang, untuk melihat

apakah ada serumen atau cairan.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 25

d. Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus):

1) menggesekkan rambut, atau tes bisik.

2) Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)

3) Starter refleks : tepuk tangan dekat telinga, mata akan berkedip.

7. LEHER

a. Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.

b. Periksa arteri karotis

c. Vena Jugularis

1) posisi pasien semifowler 45 dan dimiringkan, tekan daerah nodus krokoideus

maka akan tampak adanya vena.

2) Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut kemudian tarik

garis imajiner untuk menentukan panjangnya.

d. Raba tiroid : daerah tiroid ditekan,dan pasien disuruh untuk menelan, apakah ada

pembesaran atau tidak.

e. Pemeriksaan nervus XII (Asesoris)

Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap kedepa

n, pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala. Sambil meraba otot

sternokleidomasatodeus.

8. DADA

a. Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan

b. Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan

dewasa 1: 2

c. Suara tracheal : pada daerah trachea, intensitas tinggi, ICS 2

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 26

d. Suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat udara masuk,

intensitas keras pada ICS 4-5

e. Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum alveolus, intensitas

sedang ICS 5.

f. Suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah

g. Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada saat ekspirasi

h. Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor

i. Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostal 5

j. Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 (bunyi katup aorta),sternal kiri ICS 2

(bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 (bunyi katup tricuspid), sternal

kiri mid klavikula ICS 5 (bunyi katup mitral).

k. Perkusi pada daerah jantung adalah pekak.

9. ABDOMEN

a. Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.

b. Observasi distensi abdomen.

c. Terdengar suara peristaltic usus.

d. Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis

media clavikula 6 – 12 cm.

e. Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas Perkusi pada daerah hati suara

yang ditimbulkan adakah pekak. Perkusi pada daerah lambung suara yang

ditimbulkan adalah timpani

10. PUNGGUNG

a. Periksa apakah ada skoliosis, lordosis, kifosis

11. TANGAN

a. Jumlah jari – jari polidaktil (> dari 5), sindaktil (jari – jari bersatu)

b. Pada anak kuku dikebawakan, dan tidak patah, kalau patah diduga kelainan

nutrisi.

c. Ujung jari halus

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 27

d. Kuku klubbing finger < 180 ,bila lebih 180 diduga kelainan system pernafasan

12. PELVIS

a. Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah simetris

kiri dan kanan.

b. Waddling gait : jalan seperti bebek.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 28

c. Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan ke dada,sakit dan

lutut kiri akan terangkat

13. LUTUT

a. Ballotemen patella : tekan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klik jika

ada cairan diantaranya

b. Mengurut kantong supra patella kebawah akan timbul tonjolan pada kedua sisi

tibia jika ada cairan diduga ada atritis.

c. Reflek patella, dan hamstring.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 29

14. KULIT

Inspeksi

warna dan pigmentasi

Coklat Menunjukkan penyakit Addison

Biru kemerahan Polisitemia

Merah Terpapar dingin, hipertermia, alcohol, inflamasi

Biru Sianosis perifer / sentral ( bibir, mulut, ujuang jari

/ kuku, badan sacara keseluruhan)

Kuning Ikterus ( hiperbilirubinemia)

Hepatitis, obstruksi saluran empedu.

Area kulit terbuka yang berwarna

kuning

Penyakit ginjal kronik

Kekurangan warna, kulit, rambut,

mata

Albinisme

Pucat Sinkop, demam, syok, anemia,

Palpasi

- hipertemi / hipotermi

Palpasi dan inspeksi untuk menentukan lesi

- lesi primer (muncul dari kulit normal)

macula (<1cm & rata), papula (<1cm, padat & menonjol), nodul (1-2 cm, masam

padat & lebih dalam dari nodul), tumor, wheal (bentol), vasikel (< 1cm, berisi

cairan), bula (lebih besar dari vesikel), pustule (vesikel yg berisi cairan eksudat)

- Lesi Sekunder ( perubahan dari primer)

Sisik, Krusta (residu serum, darah, eksudat yg mengering), Erosi (lesi basah), Ulkus,

fisura (retakan contoh pada kaki), Striae, petekia, ekimosis,

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 30

E. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT Skore

0 1 2 A. FASE ORIENTASI

1 Mengucapkan salam 1 2 Memperkenalkan diri 1 3 Menjelaskan tujuan 1 4 Menjelaskan prosedur 1 5 Mananyakan kesiapan pasien dan keluarga 1

B. FASE KERJA 1 Mencuci tangan 1

2 Mengajak pasien dan keluarga membaca Basmalah/berdo'a 1

3 Menutup sampiran/ jendela 1 4 Memakai sarung tangan (Tergantung situasi/kasus) 1 5 Melakukan pemeriksaan KEPALA 2 6 Melakukan pemeriksaan MUKA 2 7 Melakukan pemeriksaan MATA 2 8 Melakukan pemeriksaan HIDUNG 2 9 Melakukan pemeriksaan MULUT 2

10 Melakukan pemeriksaan TELINGA 2 11 Melakukan pemeriksaan LEHER 2 12 Melakukan pemeriksaan DADA 2 13 Melakukan pemeriksaan ABDOMEN 2 14 Melakukan pemeriksaan PUNGGUNG 2 15 Melakukan pemeriksaan TANGAN 2 16 Melakukan pemeriksaan PELVIS 2 17 Melakukan pemeriksaan LUTUT 2 18 Melakukan pemeriksaan KAKI 2 19 Merapikan kembali alat-alat 1 20 Melepaskan sarung tangan 1 21 Merapikan pasien 1

22 Mencuci tangan 1

C. FASE TERMINASI

1 Melakukan evaluasi 1

2 Mengajak pasien dan keluarga membaca hamdalah/berdo'a 1

3 Menyampaikan rencana tindak lanjut 1

4 Berpamitan dan berterimakasih atas kerjasamanya serta menyampaikan kontrak yang akan datang 1

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 31

5 Dokumentasi 1 D. PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN

1 Ketenangan selama melakukan tindakan 1 2 Melakukan komunikasi terapeutik 1 3 Menjaga keamanan pasien 1 4 Menjaga keamanan perawat 1

TOTAL SKORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 32

Pemeriksaan Antopometri

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan Pemeriksaan Antropometri

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan pemeriksaan Antropometri

3. Mahasiswa mampu melakukan skill pemeriksaan Antropometri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

6. 30 menit : mendemonstrasikan skill Anamnesa dan

pemeriksaan fisik kehamilan

7. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam melatih

kemampuan melakukan skill Anamnesa

dan pemeriksaan fisik kehamilan

8. 10 menit : memberikan umpan balik

9. 20 menit : mengobservasi dan mengevaluasi skill

mandiri mahasiswa

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre test

6. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

7. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan dalam

melakukan skill Anamnesa dan

pemeriksaan fisik kehamilan dibawah

bimbingan instruktur

8. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik dari

instrukstur

9. 20 menit : mahasiswa melakukan skill anamnesa

dan pemeriksaan fisik kehamilan secara

mandiri dengan diobservasi dan

dievaluasi oleh instruktur

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 33

C. DASAR TEORI

Pemeriksaan yang dilakukan pada bayi atau anak meliputi pemeriksaan lingkar kepala,

lingkar dada, lingkar lengan, tinggi badan dan berat badan dengan tujuan:

1. Mengetahui tingkat pertumbuhan anak atau bayi

2. Mengetahui status gizi anak atau bayi

3. Mendeteksi jika ada kelainan tumbuh kembang sejak dini.

D. PERALATAN DAN BAHAN

1. Timbangan badan

2. Metline

3. Pengukur tinggi badan

4. Pita ukur

5. Bolpoint

6. Kertas

E. PROSEDUR PELAKSANAAN

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi / verifikasi data bila ada

b. Mencuci tangan dengan sabun (usahakan sabun anti septik)

c. Menyiapkan alat

2. Tahap Orientasi

a. Memberi salam kepada pasien,sapa nama pasien, menanyakan keadaan dan

memperkenalkan diri

b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

c. Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien / keluarga

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy

b.Mengajak pasien / keluarga berdo’a

c. Mengukur tinggi badan / panjang badan dengan posisi lutut tidak menekuk, dengan

posisi:

1) Recumben : < 24 s/d 36 bulan dihitung mulai dari vertex sampai dengan tumit

2) Berdiri : > 24 – 36 bulan

Dengan nilai normal :

1) New born : 48 – 53 cm

2) 1 tahun : 1,5 X PB lahir

3) > 1 tahun : 80 X 5N ⇒ (N : umur)

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 34

Refrensi lain

a) 2 – 12 tahun : usia X 2,5 + 30 inc

b) 4 tahun : 2 X PB lahir

c) > 4 tahun : bertambah 5 cm / th, dan berhenti 17 – 19 th

d) 13 tahun : 3 X PB lahir

d.Mengukur lingkar kepala dengan cara di ukur mulai dari atas alis dan pinna melingkari

oksipital kranium, dengan nilai normal :

1) New born : 33 – 35 cm

2) Lingkar kepala > 2-3 cm : lingkar dada

3) Anak-anak : lingkar dada > 5-7 : lingkar dada

e.Melepaskan pakaian anak

f. Mengukur lingkar dada dengan teknik menghitung keliling dada yaitu melalui garis

putting pada saat inspirasi dan ekspirasi kemudian ambil rata-ratanya

g.Mengukur lingkar lengan dengan teknik mengukur panjang lengan atas kemudian

membagi dua hasil pengukuran, dari hasil tersebut letakkan metline mengelilingi

lengan. (pada anak usia 1 -5 tahun pengukuran lingkar lengan juga menunjukkan status

gizi)

1) <12,5 cm : gizi buruk (merah)

2) 12,5 -13,5cm : gizi kurang (kuning)

3) > 13,5 : gizi baik (hijau)

h.Menimbang anak

1) Timbang bayi atau anak dalam keadaan telanjang (lindungi bayi agar tidak jatuh)

2) Hitung sampai 10 gr terdekat untuk bayi dan 100 gr terdekat untuk anak

3) Rule of thumb:

a) New born : 2500 – 4000 gr

b) 4 – 5 bulan : 2 X BBL

c) 12 bulan : 3 X BBL

d) selanjutnya : 8 + 2N ⇒ (N : umur)

4. Tahap Terminasi

a. Merapikan pasien / bayi

b. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

c. Mengajak pasien / keluarga berdo’a

d. Merapikan alat

e. Menyampaikan Rencana Tindak Lanjut

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 35

f. Berpamitan dengan pasien / keluarga

g. Mencuci tangan

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

F. CEKLIST PENILAIAN (TOOLS)

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE 0 1 2

A FASE ORIENTASI Mengucapkan Salam/menyapa nama pasien 1 Memperkenalka diri 1 Menjelaskan Tujuan 1 Menjelaskan Prosedur Tindakan 1 Meminta Ijin Pada Anak dan Orang Tua 1 B FASE KERJA Mencuci Tangan 1 Menutup Sampiran dan Jendela 1 Mengajak Pasien dan Keluarga berdoa/ membaca

Basmalah 1

Mengukur Panjang / tinggi Badan Anak dengan posisi lutut tidak menekuk

5

Mengukur lingkar kepala Anak 5 Melepaskan Pakaian Anak 2 Mengukur Lingkar Dada Anak 5 Mengukur Lingkar Lengan Atas Anak 5 Menimbang Anak 5 Memakaikan kembali pakaian Anak 2 Mencuci tangan 1 C FASE TERMINASI Melakukan evaluasi 2 Mengaja pasien dan keluarga berdoa / membaca

hamdalah 1

Menyampaikan rencana Tindak lanjut 2 Berpamitan pada Pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan datang 1

Dokumentasi 1 D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN Ketenangan Selama Melakukan tindakan 1 Melakukan komunikasi terapiutik 1 Menjaga keamanan pasien 1 Menjaga keamanan perawat 1 TOTAL SKORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 36

Pemasangan Dan Pemberian Makan Melalui

Naso Gastric Tube (NGT) Pada Bayi A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan pemasangan dan pemberian makan melalui NGT pada bayi

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan pemasangan dan pemberian makan melalui NGT pada bayi

3. Mahasiswa mampu melakukan skill pemasangan dan pemberian makan melalui NGT pada bayi secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi 2. 30 menit : mendemonstrasikan skill pemasangan

dan pemberian makan melalui NGT pada bayi

3. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam melatih kemampuan melakukan skillpemasangan dan pemberian makan melalui NGT pada bayi

4. 10 menit : memberikan umpan balik 5. 20 menit : mengobservasi dan mengevaluasi skill

mandiri mahasiswa

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre test

2. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

3. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan dalam

melakukan skill pemasangan dan

pemberian makan melalui NGT pada

bayi dibawah bimbingan instruktur

4. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik dari

instrukstur

5. 20 menit : mahasiswa melakukan skill pemasangan

dan pemberian makan melalui NGT

pada bayi secara mandiri dengan

diobservasi dan dievaluasi oleh

instruktur

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 37

C. PERALATAN DAN BAHAN

Memasang NGT

1. Selang NGT sesuai ukuran 2. Klem 3. Spuit 3 cc/5 cc 4. Stetoskop 5. Gelas berisi air matang 6. Plaster dan gunting 7. Kain kassa 8. Pelumas (jelly) 9. Perlak dan pengalas 10. Bengkok 11. Sarung tangan steril 12. Tongue spatel dan senter (jika diperlukan ) Memberi Makan Melalui NGT 1. Air matang 2. Makanan cair / obat 3. Corong/barel spuit 4. Spuit 5cc /10 cc 5. Klem 6. Tissue 7. Perlak dan Pengalas 8. Bengkok 9. Sarung tangan

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 38

D. DASAR TEORI

6. 7.

pH 5,5 atau

1. Periksa tanda dari posisi tube yang tidak tepat dan ukur posisi tube 2. Reposisi tube jika diperlukan 3. Aspirasi cairan lambung menggunakan syringe ukuran 20 ml secara lembut

Tes menggunakan kertas pH

JANGAN DIBERIKAN MAKANAN

1. Jika memungkinkan posisikan pasien miring.

2. Menggunakan syringe 20 atau 50 ml, masukan udara 1-5 ml dan aspirasi lagi.

3. Jika tidak ada aspirasi, tunggu 15 – 30 menit dengan keadaan drainase tube terbuka dan letaknya lebih rendah dari pasien

4. Aspirasi kembali 5. Juika tidak ada ada aspirasi, tarik

tube 1 – 2 cm, lalu aspirasi lagi.

JANGAN DIBERIKAN MAKANAN

1. Tunggu 30 – 60 menit 2. Aspirasi kembali

Dapat diberikan makanan

JANGAN DIBERIKAN MAKANAN 1. Konsultasikan dengan perawat ruangan yang lebih

berpengalaman atau tim medis. 2. Pertimbangkan reposisi NGT dan atau periksa posisi NGT

menggunakan X-ray

Jika didapatkan aspirasi sebanyak 0,5 – 1 ml

Jika pH 5,5 atau dibawahnya

Jika didapatkan aspirasi

sebanyak 0,5 – 1 ml

PENGGUNAAN KERTAS PH UNTUK MENENTUKAN POSISI NGT & KESIAPAN LAMBUNG UNTUK MENERIMA MAKANAN

YA TIDAK

pH 5,5 atau dibawahnya YA

YA

TIDAK

YA

TIDAK

TIDAK

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 39

E. Sumber:

National Patient Safety Agency in Patient Safety Alert (2005) dalam Davies, J.H., & Hassell,

L.L. (2007). Children in Intensive Care, a Survival Guide. Elsevier. Churchill Livingston.

Philadelphia.

F. PROSEDUR KETRAMPILAN

Memasang NGT/ OGT

1. Tahap Pra Interaksi a. Mengecek program terapi. b. Mencuci tangan. c. Mengidentifikasi pasien dengan benar. d. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri. b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan. c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan. d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja a. Menjaga privacy. b. Mengajak pasien membaca Basmalah dan berdoa. c. Tempatkan anak dalam posisi terlentang dengan kepala sedikit hiperfleksi d. Memasang pengalas di atas dada. e. Memakai sarung tangan. f. Ukur selang Untuk memeperkirakan panjang pemasangan dan tandai titik dengan

plester kecil. Dengan metode pengukuran sebagai berikut: 1) Mengukur dari hidung ke daun telinga dan kemudian ke ujung prosesus xifoidius

atau 2) Mengukur dari hidung ke daun telinga dan kemudian ke titik tengah antara

prosesus xifoidius dan umbilicus (perhatikan jangan sampai selang menyentuh permukaan terkontaminasi).

Berat badan Panjang insersi (cm)

> 750 13

750 - 999 15

1000 - 1249 15

1250 - 1499 17

g. Menutup pangkal selang dengan spuit/klem (mencegah masuknya udara ke dalam lambung karena dapat mengakibatkan pasien menjadi kembung).

h. Mengolesi ujung slang dengan pelumas larut air / air steril. i. Melalui salah satu lubang hidung atau mulut sesuai ukuran panjang NGT/OGT yang

akan dipasang ditentukan:

Tabel : panjang insersi minimum yang dianjurkan untuk selang orogastrik pada bayi dengan BBLR

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 40

1) Jika menggunakan hidung, masukan selang di sepanjang dasar hidung dan arahkan

lurus ke belakang oksiput (untuk NGT).

2) Jika memasukkan selang melalui mulut (OGT) arahkan selang ke arah belakang

tenggorok

3) Jika anak mampu menelan sesuai perintah, sesuaikan pemasukan selang dengan

penelanan.

4) Jika bayi atau anak menunjukan tanda-tanda distress seperti gasping, batuk, atau

cyanosis, tarik selang secepatnya.

j. Memeriksa posisi selang dengan cara :

1) Periksa posisi NGT untuk memastikan berada di lambung dengan mengaspirasi

cairan lambung. Aspirasi sampel cairan lambung (>2 ml) bukan saja residu dari

selang. Teteskan cairan pada kertas pH, lihat reaksi keasaman cairan (pH 5,5 atau

dibawahnya) dan tulis pada catatan cairan. Jika cairan aspirasi lambung memiliki

pH diatas 5,5 atau tidak didapatkan cairan aspirasi lambung maka lakukan

tindakan sesuai flowchart (materi).

2) Jika ada keraguan terhadap letak selang NGT, konsultasikan hal tersebut dan

mungkin akan dilakukan radiografi. (tidak direkomendasikan untuk memasukkan

ujung NGT ke dalam gelas berisi air).

k. Menutup ujung NGT dengan spuit / klem atau disesuaikan dengan tujuan

pemasangan.

l. Stabilkan selang dengan menahannya atau memfiksasi menggunakan plester

hypoallergenic ke pipi, bukan ke dahi karena kemungkinan terjadi kerusakan pada

lubang hidung, ukur dan catat jumlah panjang selang yang di masukan dari hidung

atau mulut ke lubang bagian distal saat selang dipasang Untuk pertama kalinya,

periksa ulang pengukuran ini tiap kali sebelum pemberian makanan.

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL

c. Merapikan pasien dan lingkungan.

d. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

e. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan kontrak yang akan datang.

f. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

g. Mencuci tangan.

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 41

Memberi Makan Melalui NGT/ OGT

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi.

b. Mencuci tangan.

c. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

d. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri.

b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy.

b. Mengajak pasien membaca Basmalah dan berdoa.

c. Memastikan kehangatan makanan cair/susu

d. Mengukur jumlah makanan cair yang akan diberikan sesuai kebutuhan pasien

e. Memasang pengalas di atas dada.

f. Memakai sarung tangan.

g. Jika mungkin gendong bayi / anak selama pemberian makan (untuk memberikan

kenyamanan kontak fisik selama prosedur) bila hal ini tidak mungkin, tempatkan bayi

atau anak pada posisi terlentang atau sedikit miring ke kanan dengan kepala dan dada

agak di tinggikan

1) Gunakan lipatan selimut di bawah kepala dan bahu untuk bayi dan bantal untuk

anak kecil.

2) Tinggikan kepel tempat tidur untuk anak yang lebih besar

3) Bila memungkin biarkan anak mengisap empeng selama pemberian makan untuk

memberikan hisapan dan kepuasan.

h. Memeriksa ulang ukuran panjang NGT/ OGT yang masuk pada bayi / anak

i. Memastikan letak NGT/ OGT dengan cara mengaspirasi isi lambung menggunakan

spuit. Jika posisi tidak tepat segera laporkan pada perawat yang bertanggung jawab

untuk dilepas.

j. Memasang klem pada selang NGT/ OGT.

k. Memasang corong/barel spuit pada pangkal NGT/ OGT dan memposisikan corong

diantara pasien dan perawat.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 42

l. Menuangkan air matang/steril (1-2 ml untuk selang kecil, 5-15 ml untuk selang yang

besar) ke corong/barel secara perlahan.

m. Buka klem untuk mengalirkan cairan ke dalam lambung, biarkan air mengalir ke

dalam lambung berdasarkan gravitasi.

n. Tutup kembali selang dengan klem sebelum air habis untuk mencegah masuknya

udara ke lambung.

o. Tuangkan makanan cair/susu yang telah diukur ke dalam corong/barel spuit.

p. Buka klem dan biarkan susu mengalir ke dalam lambung berdasarkan gravitasi.

Kecepatan aliran tidak boleh lebih dari 5 ml setiap 5 – 10 menit pada bayi prematur

dan bayi yang sangat kecil dan 10 ml/menit pada bayi yang lebih besar dan anak-

anak, untuk mencegah mual dan regurgitasi

q. Klem selang untuk mencegah hilangnya makanan.

r. Bilas selang dengan menuangkan air matang/steril (1-2 ml untuk selang kecil, 5-15 ml

atau lebih untuk selang yang besar).

s. Tutup kembali selang dengan klem sebelum air habis untuk mencegah masuknya

udara ke lambung.

t. Tempatkan anak pada posisi miring ke kanan atau tengkurap selama sedikitnya 1 jam

dengan cara yang sama pada pemberian makan (untuk meminimalkan kemungkinan

regurgitasi dan aspirasi) dan bila kondisi anak memungkinkan, sendawakan anak

setelah pemberian makan.

u. Membersihkan sisa makanan pada selang.

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL

c. Merapikan pasien dan lingkungan.

d. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

e. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan kontrak yang akan datang.

f. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

g. Mencuci tangan.

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 43

G. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

TOOLS PEMASANGAN NGT

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien membaca Basmalah 1

3. Memposisikan anak terlentang dengan kepala

sedikit hiperfleksi 2

4. Memasang pengalas di atas dada. 1

5. Memakai sarung tangan. 2

6.

Mengukur selang (dari hidung ke daun telinga

dan kemudian ke ujung prosesus xifoidius atau

dari hidung ke daun telinga dan kemudian ke titik

tengah antara prosesus xifoidius dan umbilicus)

dan tandai titik dengan plester kecil

4

7. Menutup pangkal selang dengan spuit/klem 3

8. Mengolesi ujung NGT/ OGT dengan pelumas

berbahan dasar air/air steril 2

9.

Memasukkan selang : Jika menggunakan salah

satu lubang hidung, masukan selang di sepanjang

dasar hidung dan arahkan lurus ke belakang

oksiput; Jika memasukkan selang melalui mulut

3

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 44

arahkan selang ke arah belakang tenggorok

10. Minta anak menelan (jika mampu), masukkan

perlahan sesuaikan dengan penelanan anak 2

11.

Periksa posisi NGT/ OGT untuk memastikan

berada di lambung dengan mengaspirasi cairan

lambung (>2 ml) bukan saja residu dari selang.

Teteskan cairan pada kertas pH, lihat reaksi

keasaman cairan (pH 5,5 atau dibawahnya). Jika

cairan aspirasi lambung memiliki pH diatas 5,5

atau tidak didapatkan cairan aspirasi

lambung,lakukan tindakan sesuai flowchart

(materi).

3

12. Menutup ujung NGT/ OGT dengan spuit / klem 3

13. Melakukan fiksasi NGT/ OGT di depan hidung /

pipi 2

14.

Ukur dan catat jumlah panjang selang yang di

masukkan dari hidung atau mulut ke lubang

bagian distal

2

Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dan menyampaikan kontrak yg akan

datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan 1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 45

TOOLS MEMBERIKAN MAKAN MELALUI NGT

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien membaca Basmalah 1

3. Memastikan kehangatan makanan cair/susu 1

4. Mengukur jumlah makanan cair yang akan

diberikan 2

5. Memasang pengalas di atas dada. 1

6. Memakai sarung tangan. 1

7.

Gendong bayi / anak, atau posisikan terlentang

atau sedikit miring ke kanan dengan kepala dan

dada agak di tinggikan

2

8. Memeriksa ulang ukuran panjang NGT/ OGT

yang masuk pada bayi / anak 1

9. Memastikan letak NGT/ OGT dengan cara

mengaspirasi isi lambung menggunakan spuit 2

10. Memasang klem pada selang NGT/ OGT 2

11.

Memasang corong/barel spuit pada NGT/ OGT

dan memposisikan corong diantara pasien dan

perawat

2

12. Menuangkan air matang/steril (1-2 ml untuk 2

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 46

selang kecil, 5-15 ml untuk selang yang besar)

13.

Buka klem untuk mengalirkan cairan ke dalam

lambung, biarkan alir mengalir sesuai gravitasi

dan tutup kembali sebelum air habis

2

14. Menuangkan makanan cair/susu ke dalam

corong/barel 2

15. Buka klem dan tutup kembali sebelum susu habis 2

16. Bilas selang dengan air matang/steril 2

17. Tutup atau klem selang sebelum air habis 2

18.

Tempatkan anak pada posisi miring ke kanan atau

tengkurap selama sedikitnya 1 jam, sendawakan

anak setelah pemberian makan

2

19. Membersihkan sisa makanan pada selang 1

Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan dating 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan 1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 47

Pemberian Foto Terapi

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan pemberian fototerapi

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan pemberian fototerapi

3. Mahasiswa mampu melakukan skill pemberian fototerapi secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

2. 30 menit : mendemonstrasikan skill pemberian

fototerapi

3. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam

melatih kemampuan melakukan

skillpemberian fototerapi

4. 10 menit : memberikan umpan balik

5. 20 menit : mengobservasi dan mengevaluasi

skill mandiri mahasiswa

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre

test

2. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

3. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan

dalam melakukan skill pemberian

fototerapi dibawah bimbingan

instruktur

4. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik

dari instrukstur

5. 20 menit : mahasiswa melakukan skill

pemberian fototerapi secara mandiri

dengan diobservasi oleh instruktur

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 48

C. DASAR TEORI

Fototerapi adalah terapi sinar yang digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum

pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat. Penggunaan fototerapi

biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg%,

sebelum transfusi tukar, atau sesudah transfusi tukar.

Sumber cahaya untuk fototerapi dapat diperoleh dari sinar matahari, cahaya lampu neon,

cahaya lampu halogen. Efek fototerapi tidak bergantung pada berapa arah penyinaran,

tetapi pada jumlah energi cahaya yang dapat menyinari kulit neonatus.oleh karena itu posisi

pasien harus diubah dalam jangka waktu tertentu agar diperoleh hasil yang optimal.

a. Definisi fototerapi

Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Terapi

sinar sebenarnya berdasarkan dari pengalaman seorang perawat di Inggris pada bayi

yang ruangannya mendapatkan sinar matahari keadaan ikterus cepat menghilang.

kemudian dikembangkan hingga didapatkan alat untuk terapi sinar atau sering disebut

blue light.

b. Cara kerja fototerapi

Terapi sinar dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawan

tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam

air, dan dikeluarkan melalui urin, tinja sehingga kadar bilirubin menurun. Di samping

itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam

cairan empedu, duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu

ke dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama

feses.

c. Alat untuk fototerapi

1) Sebuah kotak yang diperuntukkan 8-10 lampu neon @ 20 watt yang disusun secara

paralel.

2) Pleksiglas 0,5 inci yang melapisi bagian bawah kotak tersebut yang berfungsi

memblokade sinar ultraviolet.

3) Filter biru yang berfungsi membesarkan energi cahaya yang sampai pada bayi.

4) Alat-alat pengaman listrik.

5) Kaki tumpuan dan regulator untuk turun naiknya lampu.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 49

d. Pelaksaanaan pemberian fototerapi

1) Baringkan bayi telanjang, hanya genetalia yang ditutup (pakaian popok mini saja.

Maksudnya agar sinar dapat merata di seluruh tubuh.

2) Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. dapat dengan kain

kasa yang dilipat-lipat dan dilapisi dengan kertas film/ kertas/ kain hitam dan

dibalut. sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya (untuk mencegah

kerusakan retina).

3) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah, telentang, tengkurap setiap 6 jam (bila

mungkin) agar sinar merata.

4) Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37o C, dan observasi suhu setiap 4-6 jam

sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sementara lampunya dan bayi diberikan

banyak minum. setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap tinggi hubungi

dokter.

5) Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh

bayi.

6) Pada waktu memberi minum bayi dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka,

perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.

7) Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam.

8) Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg% atau kurang terapi dihentikan

walaupun belum 100 jam.

9) Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirubin tetap tinggi/ kadar bilirubin dalam

serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam

digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. mungkin perlu transfusi tukar.

10) Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa setiap hari.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Pasang kabel.

2) Kapan terapi dimulai dan kapan selesainya.

3) Hitung 100 jam sampai tanggal berapa. sebelum digunakan cek lampu apakah

lampu menyala semua.

4) Tempelkan pada alat terapi sinar penggunaan yang ke berapa kali pada bayi itu,

untuk memudahkan mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 50

f. Komplikasi fototerapi

1) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan

Insesible water loos (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat

meningkat 2-3 kali lebih besar.

2) Frekuensi defekasi sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan

empedu dan meningkatkan peristaltik usus.

3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit

kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.

4) Gangguan retina jika mata tidak ditutup.

5) Kenaikan suhu akibat lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan, terapi

diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara, bayi

dikompres dan diberikan ekstra minum.

6) Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan

(kemandulan) tetapi belum ada bukti.

D. DAFTAR PUSTAKA

John P. Cloherty, Ann R. Stark. Manual of neonatal care. Philadelphia: Lippincott Williams

& Wilkins. 1998. Hal: 175-197 Metabolisme bilirubin, pengertian, penilaian, dan

penatalaksanaan hiperbilirubinemia, serta prosedur pemberian fototerapi

Kthleen M, Carolyn L Swann. The Addison-wesley manual of pediatric nursing procedures.

california: Cumming Publishing Company. 1993. Hal: 284-287 Waktu, tujuan, peralatan,

dan prosedur pemberian fototerapi.

E. PERALATAN DAN BAHAN

1. Alat foto therapy

2. Kain kasa atau penutup mata, penutup alat reproduksi, terbuat dari kain berwarna gelap

dan di dalamnya diberi potongan film

3. Kain penutup tempat tidur.

4. Plester

5. Gunting

6. Closed bed

7. Termometer dan set pemeriksaan suhu

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 51

F. PROSEDUR KETRAMPILAN

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi.

b. Mencuci tangan.

c. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

d. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri.

b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy.

b. Mengajak pasien/keluarga membaca Basmalah dan berdoa.

c. Closed bed dipasang.

d. Tidurkan bayi di tempat tidur, kemudian buka semua pakaian pasien.

e. Mata ditutup dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air agar lembab atau

dengan kain hitam untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat

pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada

bayi. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

f. Kemaluan ditutup dengan kain hitam yang telah diisi dengan potongan film untuk

melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.

g. Kain penutup tempat tidur dipasang.

h. Lampu foto therapy dinyalakan dan diarahkan ke tempat tidur bayi. Lampu yang

dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam untuk menghindarkan

turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.

i. Posisi lampu diatur dengan jarak 20–30 cm di atas tubuh bayi untuk mendapatkan

energi yang optimal.

j. Observasi keadaan umum suhu bayi agar selalu 36,5-37o C tiap 4-6 jam atau

sewaktu-waktu bila perlu.

k. Ubah posisi bayi tiap 6-8 jam, agar tubuh mendapatkan penyinaran seluas mungkin.

l. Intake dan output bayi diukur dan dicatat untuk memantau tanda-tanda dehidrasi,

bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 52

m. Pada waktu memberi minum bayi dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka,

perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.

n. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam.

o. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg% atau kurang terapi dihentikan

walaupun belum 100 jam.

p. Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirubin tetap tinggi/ kadar bilirubin dalam

serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam

digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. mungkin perlu transfusi tukar.

q. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa setiap hari.

r. Catat lamanya terapi diberikan

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL

c. Merapikan pasien dan lingkungan.

d. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

e. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan kontrak yang akan datang.

f. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

g. Mencuci tangan.

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

G. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

TOOLS PEMBERIAN FOTOTERAPI

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 53

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama

pasien/keluarga 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien/keluarga membaca Basmalah 1

3. Closed bed dipasang 2

4. Tidurkan bayi di tempat tidur, kemudian buka

semua pakaian pasien 2

5.

Mata ditutup dengan kain kasa yang telah

dibasahi dengan air agar lembab atau dengan kain

hitam

3

6. Kemaluan ditutup dengan kain hitam yang telah

diisi dengan potongan film 3

7. Memasang Kain penutup tempat tidur dipasang 2

8. Menyalahkan Lampu foto therapy dan diarahkan

ke tempat tidur bayi 2

9. Posisi lampu diatur dengan jarak 20–30 cm di

atas tubuh bayi 3

10.

Observasi keadaan umum bayi, ukur suhu agar

tetap 36,5 - 37°C, tiap 4-6 jam atau sewaktu

waktu bila perlu

2

11. Ubah posisi bayi tiap 6-8 jam, agar tubuh

mendapatkan penyinaran seluas mungkin 2

12. Catat intake dan output cayi, dan pantau tanda2

dehidrasi 2

Keluarkan bayi saat memberikan minum, pangku

bayi, buka penutup mata dan perhatikan adanya

iritasi

2

Bila kadar bilirubin sdh turun menjadi 7,5 mg% /

kurang, terapi berhenti walaupun belum 100 jam 1

Jika terapi sudah 100 jam bilirubin tetap tinggi,

cek lampu dan hub. dokter 1

Pada kassus ikterus karena hemolisis, perisa tiap

hari kadar Hb. 1

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 54

14. Catat lamanya terapi diberikan

1

Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang dilakukan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan

1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 55

Perawatan BBLR dengan Metode Kanguru

(Kangaroo Mother Care)

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan perawatan BBLR dengan Metode

Kanguru (Kangaroo Mother Care)

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan perawatan BBLR dengan

Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)

3. Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan BBLR dengan Metode Kanguru

(Kangaroo Mother Care) secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

1. 30 menit : mendemonstrasikan tindakan

perawatan BBLR dengan Metode

Kanguru

2. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam

melatih kemampuan melakukan

tindakan perawatan BBLR dengan

Metode Kanguru

3. 10 menit : memberikan umpan balik

4. 20 menit : mengobservasi dan mengevaluasi

tindakan mandiri mahasiswa

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 56

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre

test

1. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

2. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan dalam

melakukan tindakan Perawatan BBLR

dengan Metode Kanguru dibawah

bimbingan instruktur

3. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik dari

instrukstur

4. 20 menit : mahasiswa melakukan tindakan

Perawatan BBLR dengan Metode

Kanguru secara mandiri dengan

diobservasi dan dievaluasi oleh

instruktur

C. DASAR TEORI

Kangaroo Mother Care/Perawatan Metode Kanguru (KMC) adalah perawatan BBLR yang

diilhami oleh cara seekor kanguru merawat anaknya yang selalu lahir prematur. Perawatan

Metode Kanguru (KMC) ini merupakan perawatan untuk bayi prematur/BBLR dengan cara

melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skin-to-skin contact).

Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung kesehatan dan keselamatan

bayi yang lahir prematur maupun yang aterm.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Rey dan Martinez di Bogota, sebagai salah satu

alternatif bagi perawatan bayi prematur yang telah melewati masa kritis, tetapi masih

memerlukan perawatan.

Hasil penelitian dan penerapan KMC menunjukkan bahwa metode ini sangat efektif untuk

mengontrol suhu tubuh bayi, pemberian ASI dan terjalinnya hubungan batin yang kuat

antara ibu dan bayi (bonding), tanpa memperhatikan tempat, berat badan, usia kehamilan

dan kondisi klinisnya.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 57

Kapan KMC dapat dimulai?

KMC dengan jangka waktu yang pendek (intermitten) dapat dimulai pada bayi-bayi yang

dalam proses penyembuhan tetapi masih memerlukan pengobatan medis (seperti infus,

tambahan oksigen dengan konsentrasi rendah). Namun untuk KMC yang terus menerus

(kontinue) kondisi bayi harus dalam keadaan stabil; bayi harus dapat bernafas alami tanpa

bantuan oksigen. Kemampuan minum seperti menghisap dan menelan bukan merupakan

persyaratan utama, karena KMC sudah dapat dimulai meskipun pemberian minumnya

dengan menggunakan pipa lambung.

Beberapa pertimbangan untuk memulai KMC :

1. Kemauan : ibu harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan KMC

2. Harus tersedia waktu yang penuh untuk memberikan perawatan

3. Kesehatan umum : jika ibu menderita komplikasi selama melahirkan atau persalinan

atau dengan kata lain sakit, dia harus sembuh terlebih dahulu sebelum melaksanakan

KMC

4. Ibu dianjurkan untuk dapat selalu berada dekat dengan bayi

5. Ibu perlu mendapat dukungan dari keluarga

D. PERALATAN DAN BAHAN

1. Termometer

2. Kain penggendong

3. Panthom bayi

E. PROSEDUR KETRAMPILAN

Memulai KMC

Sarankan pada ibu agar membersihkan badan, menggunakan pakaian yang ringan dan

longgar sebelum prosedur dimulai. Gunakan ruangan yang cukup hangat untuk si bayi.

Anjurkan ibu untuk didampingi suami atau seorang teman untuk memberikan semangat dan

rasa aman.

Pada saat ibu memegang bayinya, berikan penjelasan setiap langkah dari KMC, dan

kemudian peragakan bagaimana caranya KMC selanjutnya biarkan ia melakukan semuanya

sendiri. Selalu jelaskan manfaat dan kebaikan dari setiap posisi dan berikan alasan kenapa

itu harus dilakukan.

1. Ukur suhu bayi dengan menggunakan termometer

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 58

2. Atur pakaian bayi (bayi hanya menggunakan popok/ celana/ diapers, kaos kaki dan

penutup kepala. Jika udara dingin bayi dapat mengenakan baju tanpa lengan dan

bagian depan baju bayi di buka/ tidak dikancingkan)

3. Posisi kanguru

Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak, dada bayi menempel ke dada

ibu (sebagaimana terlihat pada gambar)

Posisi bayi diamankan agar tidak ngeloyor dengan kain panjang atau pengikat lainnya.

Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dan dengan posisi sedikit tengadah

(ekstensi). Posisi kepala bayi seperti ini bertujuan untuk menjaga saluran nafas tetap

terbuka dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antar ibu dan bayi. Pangkal

paha bayi haruslah dalam posisi fleksi dan melebar seperti dalam posisi “kodok”;

tangan pun harus dalam posisi fleksi (Lihat gambar)

Ikatkan kain dengan kuat agar saat ibu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.

Pastikan juga bahwa ikatan yang kuat dari kain tersebut menutupi dada si bayi. Perut

bayi jangan sampai tertekan dan sebaiknya berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan

cara ini bayi dapat melakukan pernafasan perut. Nafas ibu akan merangsang bayi.

4. Tunjukkan ibu bagaimana memasukkan dan mengeluarkan bayi dari ikatan (baju

kanguru) (lihat gambar)

a. Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan di belakang leher sampai punggung

bayi.

b. Topang bagian bawah rahang dengan ibu jari dan jari-jari lainnya agar kepala bayi

tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran nafas ketika bayi berada pada posisi

tegak.

c. Tempatkan tangan lainnya di bawah pantat bayi.

Setelah mengatur posisi bayi, biarkan ibu beristirahat bersama bayinya. Tetap bersama

mereka dan periksalah posisi bayi. Jelaskan pula pada ibu bagaimana memantau si

bayi, apa yang harus dicermati. Motivasi ibu untuk bergerak.

5. Merawat bayi dalam posisi kanguru

Memandikan bayi setiap hari tidaklah diperlukan dan disarankan. Jika kebiasaan

setempat memerlukan mandi setiap hari dan hal itu tidak dapat dihindari maka

sebaiknya dilakukan sebentar dan dengan air yang cukup hangat (sekitar 37oC). Bayi

harus dikeringkan segera, lalu dibungkus dengan pakaian hangat, dan ditempatkan

kembali pada posisi kanguru secepat mungkin.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 59

Dalam KMC bayi tetap dapat memperoleh perawatan yang diperlukan, termasuk

minum. Mereka mungkin perlu dijauhkan dari kontak kulit langsung hanya pada saat :

mengganti popok, dibersihkan dan perawatan tali pusat; pemeriksaan klinis.

6. Lama dan jangka waktu penerapan KMC

Jangka waktu

Kontak kulit langsung sebaiknya dimulai secara bertahap, perlahan-lahan dari

perawatan konvensional ke KMC yang terus menerus. Kontak yang berlangsung

kurang dari 60 menit sebaiknya dihindari, karena pergantian yang sering akan

membuat bayi manjadi stres. Lamanya kontak kulit langsung ditingkatkan secara

bertahap sampai kalau memungkinkan dilakukan terus menerus.

Ketika ibu harus meninggalkan bayinya, maka bayi tersebut harus dibungkus dengan

baik dan ditempatkan di tempat yang hangat, jauh dari hembusan angin , diselimuti

dengan selimut hangat, atau jika tersedia ditempatkan dalam alat penghangat

(inkubator). Selama perpisahan ibu dan bayi, anggota keluarga yang lain (ayah, nenek

dll) dapat juga menolong melakukan kontak langsung dengan bayi dengan posisi

kanguru. (lihat gambar)

Lama kontak kulit

Selama ibu dan bayi merasa nyaman, kontak kulit langsung ibu – bayi dapat berlanjut

selama mungkin. Biasanya diteruskan hingga mencapai waktu tertentu (sampai berat

badan mencapai 2500 g). Setelah itu biasanya bayi sudah menunjukkan tanda-tanda

kurang nyaman dalam posisi kanguru. Bayi akan mulai menggeliat untuk

menunjukkan bahwa ia merasa kurang nyaman, menarik badannya keluar, menangis

dan menjadi rewel tiap kali si ibu mencoba melakukan kontak kulit. Pada saat inilah

secara berangsur-angsur bayi mulai dilepaskan dari KMC.

7. Mengawasi kondisi bayi

Suhu

Pengukuran suhu tubuh bayi masih diperlukan, tetapi tidak sesering pada bayi yang

dirawat dengan metode konvensional.

Ketika KMC dimulai, pengukuran suhu ketiak dilakukan setiap 6 jam sampai stabil,

terus menerus sampai 3 hari. Selanjutnya pengukuran hanya dilakukan 2 kali sehari.

Jika suhu tubuh dibawah 36,5oC hangatkan kembali bayi tersebut dengan selimut dan

pastikan ibu berada di tempat yang hangat. Ukur suhunya 1 jam kemudian dan

lanjutkan penghangatan sampai suhu menjadi normal. Jika suhu tidak kembali normal

dalam 3 jam, pantau kemungkinan bayi tersebut terinfeksi bakteri.

Pernafasan

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 60

Frekuensi pernafasan normal bayi prematur/BBLR berkisar antara 30 – 60 kali

permenit, nafas kadang-kadang diselingi periode apnu (tidak bernafas).

Namun demikian ibu harus waspada akan resiko apnu, ia harus dapat mengenalinya,

mencegahnya dengan segera dan meminta pertolongan jika merasa khawatir.

Yang harus dilakukan ibu bila terjadi apnu :

a. Ajari ibu untuk mengamati pola pernafasan bayi dan jelaskan variasi pernafasan

normal.

b. Jalaskan apa itu apnu dan pengar uhnya terhadap bayi.

c. Demonstrasikan pengaruh apnu dengan cara meminta ibu untuk menahan nafas

sebentar (kurang dari 20 detik) dan menahan nafas untuk jangka waktu yang agak

lama (20 detik atau lebih)

d. Jelaskan bila bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau lebih, atau bayi menjadi

biru (pada wajah dan bibirnya), ini mungkin tanda penyakit serius.

e. Ajari ibu cara merangsang bayi dengan menggosok secara lembut punggung atau

kepalanya, sampai bayi mulai bernafas kembali. Jika tetap tidak bernafas, ibu

dapat memanggil petugas kesehatan.

8. Ajari ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan anjurkan padanya agar mencari

pertolongan ketika dirasa mengkhawatirkan. Tanda-tanda bahaya yang harus

diwaspadai antara lain :

a. Kesulitan bernafas – dada tertarik ke dalam, merintih.

b. Bernafas sangat cepat dan sangat lambat.

c. Serangan apnu sering dan lama.

d. Bayi terasa dingin; suhu bayi di bawah normal walaupun telah dilakukan

penghangatan.

e. Sulit minum; bayi tidak terbangun untuk minum, berhenti minum atau muntah-

muntah.

f. Kejang

g. Diare

h. Kulit menjadi kuning

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 61

Pakaian bayi jika suhu dingin

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 62

F. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien membaca Basmalah 1

3. Mengukur suhu 2

4. Mengatur pakaian bayi 3

5.

Meletakkan bayi diantara payudara dengan posisi

tegak seperti katak, dada bayi menempel ke dada

ibu

8

6. Memalingkan kepala bayi ke arah kanan ayau kiri 8

7.

Mengikat bayi pada ibu dengan kuat

menggunakan kain agar bayi tidak tergelincir.

Jaga agar perut bayi tidak tertekan

8

Tahap Terminasi

1. Menyampaikan evaluasi 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dan menyampaikan kontrak yang

akan datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 63

6. Mencuci tangan 1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 64

Fisioterapi Dada dan Postural Drainage pada anak

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan Fisioterapi Dada dan Postural

Drainage pada anak

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan Fisioterapi Dada dan Postural

Drainage pada anak

3. Mahasiswa mampu melakukan skill Fisioterapi Dada dan Postural Drainage pada anak

secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

2. 30 menit : mendemonstrasikan skill Fisioterapi

Dada dan Postural Drainage pada

anak

3. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam

melatih kemampuan melakukan

skillFisioterapi Dada dan Postural

Drainage pada anak

4. 10 menit : memberikan umpan balik

5. 20 menit : mengobservasi dan mengevaluasi

skill mandiri mahasiswa

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 65

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre

test

2. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

3. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan

dalam melakukan skill Fisioterapi

Dada dan Postural Drainage pada

anak dibawah bimbingan instruktur

4. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik

dari instrukstur

5. 20 menit : mahasiswa melakukan skill

Fisioterapi Dada dan Postural

Drainage pada anak secara mandiri

dengan diobservasi dan dievaluasi

oleh instruktur

C. PERALATAN DAN BAHAN

1. Fisioterapi Dada

a. Stetoskop

b. Kertas tissue

c. Bengkok

d. Perlak pengalas

e. Sputum pot berisi desinfektan

f. Air minum hangat

2. Postural Drainage

a. Bantal (2 Atau 3)

b. Papan pemiring/pendongak

c. Tissue wajah

d. Segelas air

e. Tempat sputum/sputum pot

f. Stetoskop

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 66

D. DASAR TEORI

PENDAHULUAN

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural,

tepukan, dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem pernafasan. Tindakan

ini bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan dan membersihkan jalan nafas (Aziz,

2008).

Fisioterapi dada dilakukan dengan konsisten sesuai tingkat yang ditoleransi anak, dapat

dimonitor dengan oksimetri denyut berguna untuk mengeluarkan mukus atau sebagai

ekspektorasi (Muscari, 2005).

Menurut Badget (1984, dalam Lubis, 2005), fisioterapi dada sangat berguna bagi penderita

penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Walaupun caranya terlihat tidak

istimewa, tetapi sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi

pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu, sehingga dapat mengembalikan dan

memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkhus

serta untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.

Dalam memberikan fisioterapi pada anak harus mengingat keadaan anatomi dan fisiologi,

sebagai contoh bayi belum mempunyai mekanisme batuk yang baik sehingga tidak dapat

membersihkan jalan nafas secara sempurna. Selain itu, perawat harus mendapatkan

kepercayaan dari anak, karena seringnya anak tidak kooperatif (Lubis, 2005).

Menurut Worjodiarjo (1985, dalam Lubis, 2005), fisioterapi dada terdiri dari usaha-usaha

yang bersifat pasif dan aktif, yang bersifat pasif seperti penyinaran, relaksasi, postural

drainage, perkusi, dan vibrasi. Sedangkan, yang bersifat aktif seperti latihan/pengendalian

batuk, latihan bernafas dan koreksi sikap yang dapat dilakukan pada anak agak besar.

Adapun, kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan

jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif. Sedangkan kontra indikasi relatif

seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan

kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

Secara umum fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang

terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage.

a. Perkusi

Disebut juga clapping adalah pukulan kuat (bukan berarti sekuat-kuatnya) pada dinding

dada dan punggung yang diteruskan pada saluran nafas paru, dilakukan dengan

memakai telapak tangan, dan mengadduksikan jari dan jempol sehingga membentuk

seperti mangkok. Perhatikan gb.5.1

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 67

Gb.5.1

Pasien cenderung menyukai perkusi dengan teknik yang lambat karena dirasa lebih

santai, daripada perkusi dengan teknik yang lebih cepat.

Daerah-daerah klavikula, vertebra dan skapula harus dihindarkan dan juga daerah iga

bawah. Di daerah dada (breast) harus hati-hati terutama pada gadis remaja karena akan

menimbulkan ketidaknyamanan.

Tujuan :

Secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkhus.

Indikasi :

Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua

indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.

Harus dilakukan hati-hati pada keadaan ;

1. Patah tulang rusuk

2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada

3. Skin graf yang baru

4. Luka bakar, infeksi kulit

5. Emboli paru

6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati

Secara umum hal-hal diatas dapat diabaikan bila pasien dalam keadaan kritis.

b. Vibrasi

Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang

diletakkan datar pada dinding dada klien. Secara umum dilakukan bersamaan dengan

perkusi, vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan nafas yang besar

sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret.

Vibrasi dilakukan hanya saat pasien mengeluarkan nafas. Setelah pasien bernafas

dalam, kompresi dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai

akhir ekspirasi.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 68

Bila pasien tidak dapat bernafas dalam, dapat dibantu dengan IPPB ataupun ambubag.

Bila alat tidak ada, dapat mengikuti pola pernafasan pasien. Dengan kata lain, vibrasi

harus memperhatikan gerakan normal dada.

Vibrasi dilakukan dengan menegangkan seluruh otot-otot dari bahu sampai tangan.

Posisi dengan meletakkan tangan berlawanan pada dada atau tangan bertumpang tindih

pada dada yang dapat dilakukan 5-8 kali vibrasi per detik.

Tujuan :

Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan

melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.

Kontraindikasi :

Patah tulang dan hemoptisis

c. Postural drainage

Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekret dari

berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang

terbaik untuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam

sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih sering dilakukan ketika

klien demam (Asmadi, 2008). Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai

lokasi maka postural drainase dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan

kelainan parunya (Lihat lampiran gambar). Bila dilakukan pada beberapa posisi tidak

lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3-10 menit.

Postural drainase dengan perkusi adalah cara fisioterapi yang paling sering karena dapat

dipergunakan untuk semua umur. Sedangkan pada anak yang besar dapat digunakan

latihan pengendalian batuk dan latihan bernafas (Lubis, 2005).

Tujuan :

Untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas dan mempercepat

pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi

sputum yang banyak, postural drainage lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan

vibrasi dada.

Indikasi :

1. Profilaksasis untuk mencegah penumpukan sekret, yaitu pada :

a. Pasien yang memakai ventilasi

b. Pasien dengan tirah baring lama

c. Pasien dengan produksi sputum meningkat, seperti pada fibrosis kistik atau

bronkiektasis

d. Pasien dengan batuk tidak efektif

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 69

2. Mobilisasi sekret yang tertahan :

a. Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret

b. Pasien dengan abses paru

c. Pasien dengan pneumonia

d. Pasien pre dan post operatif

e. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk

Kontra indikasi :

1. Tension pneumotoraks

2. Hemoptisis

3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akut,

infark dan aritmia

4. Edema paru

5. Efusi pleura yang luas

Penilaian hasil terapi :

1. Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri-kanan

2. Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama

3. Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental

4. Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa lelah, merasa

enakan, sakit

5. Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur dan nadi tekanan

darah

6. Apakah foto toraks ada perbaikan

Kriteria untuk tidak melanjutkan terapi :

1. Pasien tidak demam dalam 24 – 48 jam

2. Suara pernafasan normal atau relatif jelas

3. Foto toraks relatif jelas

4. Pasien mampu bernafas dalam dan batuk

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 70

LAMPIRAN

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 71

d. Segmen superior dari kedua lobus bawah

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 72

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 73

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 74

f

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 75

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 76

Reference

Aziz A. H., A. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Editor: Esty W. Jakarta : EGC, 2008

Muscari, Mary E. Panduan belajar : Keperawatan pediatrik. Editor Esty Wahyuningsih. Ed.3.

Jakarta : EGC, 2005

Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.

Jakarta ; Salemba Medika, 2008

Lubis, Helmi M., Fisioterapi pada penyakit paru anak. Sumatera : Bagian Ilmu kesehatan anak

FK USU, 2005

E. PROSEDUR KETRAMPILAN

Fisioterapi Dada

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi.

b. Mencuci tangan.

c. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

d. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri.

b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy.

b. Mengajak pasien membaca Basmalah dan berdoa.

c. Mengauskultasi pasien untuk mengetahui letak secret

d. Mengatur posisi pasien sesuai daerah gangguan paru

e. Memasang perlak pengalas dan bengkok ( di pangkuan ibu dengan posisi duduk )

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 77

f. Mengoles dan memijit daerah yang akan dilakukan prosedur dengan menggunakan

baby oil

g. Melakukan clapping dengan cara tangan perawat menepuk punggung pasien secara

benar

h. Melakukan vibrating pada area yang terdapat secret

i. Menampung lendir dalam sputum pot atau bengkok

j. Membersihkan mulut dengan tissue

k. Memberikan minum air hangat setelah dilakukan prosedur

l. Melakukan auskultasi paru untuk mengkaji ulang secret

m. Merapikan pasien

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL

c. Merapikan pasien dan lingkungan.

d. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

e. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan kontrak yang akan datang.

f. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

g. Mencuci tangan.

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

Postural Drainage

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi.

b. Mencuci tangan.

c. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 78

d. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri.

b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy.

b. Mengajak pasien membaca Basmalah dan berdoa.

c. Memilih area yang tersumbat yang akan didrainage berdasarkan pengkajian semua

bidang paru, data klinis dan gambaran foto dada.

d. Membaringkan pasien sesuai area yang akan di drainage.

e. Meminta pasien untuk mempertahankan posisi 10 – 15 menit.

f. Melakukan cupping, clupping dan vibrating selama 10 – 15 menit.

g. Setelah di drainage minta pasien duduk dan batuk kemudian tampung secret / dahak

yang dikeluarkan dalam sputum pot dan apabila pasien tidak dapat batuk maka harus

dilakukan penghisapan atau suction.

h. Meminta pasien istirahat sebentar bila perlu.

i. Meminta pasien untuk minum air.

j. Melakukan drainage pada semua area yang tersumbat selama 30 – 60 menit.

k. Mengulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.

l. Merapikan pasien.

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL

c. Merapikan pasien dan lingkungan.

d. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

e. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan kontrak yang akan datang.

f. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

g. Mencuci tangan.

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 79

F. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

1. TOOLS FISIOTHERAPI DADA PADA ANAK

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien membaca Basmalah 1

3. Mengauskultasi pasien untuk mengetahui letak

secret 4

4. Mengatur posisi pasien sesuai daerah gangguan

paru 3

5. Memasang perlak pengalas dan bengkok ( di

pangkuan ibu dengan posisi duduk ) 1

6. Mengoles dan memijit daerah yang akan

dilakukan prosedur dengan baby oil 3

7. Melakukan clapping dengan cara tangan perawat

menepuk punggung pasien secara benar 4

8. Melakukan vibrating pada area yang terdapat

secret 4

9. Menampung lendir dalam sputum pot atau

bengkok 3

10. Membersihkan mulut dengan tissue 1

11. Memberikan minum air hangat 1

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 80

12. Melakukan auskultasi paru untuk mengkaji ulang

secret 4

13. Merapikan pasien 1

Tahap Terminasi

1. Menyampaikan hasil anamnesa/kesimpulan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan 1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 81

2. TOOLS POSTURAL DRAINAGE

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien membaca Basmalah 1

3.

Memilih area yang tersumbat yang akan

didrainage berdasarkan pengkajian semua bidang

paru, data klinis dan gambaran foto dada.

2

4. Membaringkan pasien sesuai area yang akan di

drainage. 2

5. Meminta pasien untuk mempertahankan posisi 10

– 15 menit. 2

6. Melakukan cupping selama 10 – 15 menit 4

Melakukan clupping selama 10 – 15 menit 4

Melakukan vibratin g selama 10 – 15 menit 4

7. Minta pasien duduk kemudian minta untuk batuk 1

8. Tampung secret / dahak yang dikeluarkan dalam

sputum pot 2

9. Meminta pasien istirahat sebentar bila perlu 1

10. Meminta pasien untuk minum air 1

11. Melakukan drainage pada semua area yang

tersumbat selama 30 – 60 menit 3

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 82

12. Mengulangi pengkajian dada pada semua bidang

paru 2

13. Merapikan pasien 1

Tahap Terminasi

1. Menyampaikan hasil anamnesa/kesimpulan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan 1

7.

Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan

1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 83

Water Tepid Sponge (WTS)

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan Water Tepid Sponge (WTS)

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan Water Tepid Sponge (WTS)

3. Mahasiswa mampu melakukan skill Water Tepid Sponge (WTS) secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

2. 30 menit : mendemonstrasikan skill Water

Tepid Sponge (WTS)

3. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam

melatih kemampuan melakukan

skillWater Tepid Sponge (WTS)

4. 10 menit : memberikan umpan balik

5. 30 menit : mengobservasi dan mengevaluasi

skill mandiri mahasiswa

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pre

test

2. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

3. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan

dalam melakukan skill Water Tepid

Sponge (WTS) dibawah bimbingan

instruktur

4. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik

dari instrukstur

5. 30 menit : mahasiswa melakukan skill Water

Tepid Sponge (WTS) secara mandiri

dengan diobservasi dan dievaluasi

oleh instruktur

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 84

C. PERALATAN DAN BAHAN

1. Perlak pengalas

2. Baskom berisi air hangat (320C – 370C)

3. Washlap

4. Selimut mandi

5. Handuk

6. Thermometer dan set pemeriksaan suhu

7. Sarung tangan

8. Botol berisi air hangat dan kantong/bantalan es

D. DASAR TEORI

PENDAHULUAN

Water tepid sponge merupakan prosedur perawatan pada anak sakit demam dengan

mengusap dan melap seluruh bagian tubuh anak dengan air hangat yang bertujuan untuk

mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar, dan

tindakan ini akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang akan merangsang sistem

effektor sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak ( Craven, 2007;

Taylor, 2006).

Penelitian oleh Sharber (1997, dalam Joyce, 2006) menunjukkan bahwa pemberian

acetominophen dan antipiretik akan lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh dan

memberikan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah, jika disertai dengan

tindakan water tapid sponge.

Penelitian oleh Kusnanto, dkk, (2008), water tapid sponge dengan suhu 370C lebih efektif

menurunkan suhu tubuh anak demam dibandingkan dengan water tapid sponge suhu 320C

MEKANISME TERJADINYA PENURUNAN SUHU TUBUH

Tindakan perawatan dengan water tapid sponge yang dilakukan pada daerah tubuh akan

mengakibatkan anak berkeringat. Water tapid sponge sendiri bertujuan untuk mendorong

darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh

meningkat dan dilakukan water tapid sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada

kelenjar keringat untuk melepaskan keringat, sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh

dan mencapai keadaan normal kembali (Taylor, 2008).

Mekanisme water tapid sponge dalam menurunkan suhu tubuh (Potter dan Perry, 2005) :

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 85

Anak Demam

Water Tapid Sponge

Hipotalamus Anterior

Sinyal menurunkan set point

Vasodilatasi, berkeringat

Penurunan suhu tubuh pada anak

TUJUAN TINDAKAN WTS (Vij, 2007)

1. Membantu menurunkan suhu antara 102 – 102,80F

2. Menstimulasi sirkulasi darah

3. Menurunkan toksisitas

4. Nervousness and delirium

5. To soothe the nerves and promote sleep

INDIKASI TINDAKAN WTS (Taylor, 2006 & Schilling, 2009)

1. Anak dengan demam dan menggigil

2. Anak dengan peningkatan suhu tubuh yang sangat cepat dan tinggi

3. Bila pengobatan demam rutin gagal/tidak efektif menurunkan panas.

KONTRAINDIKASI TINDAKAN WTS (Kowalski, 2007)

1. Pasien dengan arteriosclerosis

2. Pasien dengan arthritis atau immunosuppesi

3. Bayi baru lahir

PERHATIAN KHUSUS (Schilling, 2009)

1. Jika pasien mendapat antipiretik, berikan 15-20 menit sebelum tindakan

2. Untuk mendapat suhu yang akurat, kaji suhu rektal jika tdk ada kontraindikasi

3. Jika hanya bisa dengan suhu mulut, gunakan termometer elektrik

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 86

KOMPLIKASI TINDAKAN WTS (Schilling, 2009)

Mempercepat penurunan suhu dapat memicu terjadinya kejang.

DOKUMENTASI (Schilling, 2009)

1. Catat tanggal, waktu, dan lama tindakan

2. Suhu air

3. Suhu, HR, RR pasien sebelum, selama, dan setelah tindakan

4. Komplikasi yang muncul, jika ada

5. Respon pasien dari tindakan

Reference

Craven, R.F., and Hirnle, C.J. Fundamentals of Nursing : Human Health and Function, 5th

ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2007

Taylor, C. “Managing Infants with Pyrexia,” Nursing Times 102(39):42-43, September-

October 2006.

Taylor, C.,et al. Fundamentals of Nursing : The Arte and Science of Nursing Care, 6th ed.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2008

Schilling, Juddith A., Lippincott’s Nursing procedures, 5th ed. Philadelphia : Lippincott

Williams & Walkins, 2009

Kusnanto, dkk. Efektifitas tepid sponge bath suhu 320C dan 370C dalam menurunkan suhu

anak demam. Surabaya : Jurnal Ners, 2008

Kowalski, Mary T., & Rosdahl, C. B. Textbook of Basic Nursing. Philadelphia : Lippincott

Williams & Walkins, 2007

Vij, Jitendar P., Basic Consept on Nursing Procedures. New Delhi : Jaypee Brothers

Medical Publishers, 2007

Joyce J. Fitzpatrick and Meredith Wallace (editors). Encyclopedia of Nursing research. 2nd

ed. USA : Maple-Vail Book, 2006

Potter, P.A., Perry A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Praktik.

Edisi 4. Volume 2. Alih bahasa : RenataKomalasari, dkk. Jakarta : EGC, 200

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 87

E. PROSEDUR KETRAMPILAN

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi.

b. Mencuci tangan.

c. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

d. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri.

b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy.

b. Mengajak pasien membaca Basmalah dan berdoa.

c. Memakai sarung tangan.

d. Memasang pengalas dibawah tubuh bayi.

e. Memasang selimut mandi.

f. Melepaskan pakaian bayi.

g. Mengkaji suhu, RR, HR bayi

h. Meletakkan botol air hangat di kaki (mengurangi sensasi panas) dan meletakkan

bantalan es di kepala (mencegah pusing dan kongesti nasal)

i. Mencelupkan washlap/handuk kecil ke baskom yang berisi air hangat, peras

sebelum mengusapkannya ke seluruh tubuh bayi.

j. Tempatkan waslap di axilla, lipat paha, lipat lutut, ganti ketika waslap kering.

k. Usap masing-masing ekstremitas 5 menit, kemudian dada dan abdomen 5 menit.

Balik pasien, usapkan punggung dan bokong 5-10 menit. Selimuti tubuh selain yang

sedang diusap.

l. Tambahkan air hangat ke baskom jika perlu

m. Cek suhu, HR, RR tiap 10 menit. Catat/informasikan ke dokter yang bertanggung

jawab jika suhu tidak turun selama 30 menit.

n. Menghentikan prosedur bila terjadi penurunan suhu tubuh (0.6-1)0C (karena suhu

akan turun dengan sendirinya secara normal)

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 88

o. Observasi adanya panas, menggigil, pucat, bercak/bintik-bintik, sianosis, perubahan

TTV (khususnya HR yang cepat, lemah, tdk teratur). Jika ada tanda tersebut,

hentikan tindakan, selimuti pasien, informasikan ke dokter yang bertanggungjawab.

p. Jika tidak ada masalah yang muncul, tindakan dilakukan sampai 30 menit.

q. Mengeringkan tubuh dengan cara menepuk setiap area sampai kering dengan

menggunakan handuk. Hindari mengeringkan dengan cara menggosok karena dapat

meningkatkan metabolisme sel dan memproduksi panas.

r. Pastikan pasien kering dan nyaman, pakaikan baju.

s. Melepas sarung tangan.

t. Merapikan pasien.

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan (kaji suhu, HR, RR setelah tindakan)

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL (kaji suhu, HR, RR 30 menit setelah

tindakan untuk menentukan efektifitas WTS)

c. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

d. Berpamitan dengan pasien.

e. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

f. Mencuci tangan.

g. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 89

F. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

TOOLS WATER TEPID SPONGE (WTS)

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Mengajak pasien membaca Basmalah 1

3. Memakai sarung tangan 1

4. Memasang pengalas dibawah tubuh bayi 1,5

5. Memasang selimut mandi 1,5

6. Melepaskan pakaian bayi 1,5

7 Mengkaji Suhu, RR, HR Bayi 2

8

Meletakkan botol air Hangat di Kaki

(Mengurangi sensasi panas) dan Meletakan

Bantalan Es di kepala ( mencegah Pusing dan

kongesti nasal )

2,5

9

Mencelupkan washlap/handuk kecil ke baskom

yang berisi air hangat, peras lalu

mengusapkannya ke seluruh tubuh bayi

2,5

10 Tempatkan washlap di axila, lipat paha,lipat lutut

dan ganti ketika washlap kering. 2,5

11 Usap masing-masing ekstremitas selama 5 menit,

kemudian dada dan abdomen selama 5 menit, 2,5

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 90

kemudian balik pasien, mengusap punggung dan

bokong 5-10 menit. Selimuti tubuh selain yang di

usap

12 Tambahkan air hangat ke baskom jika perlu

1,5

13 Cek suhu,HR,RR tiap 10 menit. Catat dan hub.

Dokter jika suhu tidak turun selama 30 menit 1,5

14 Menghentikan prosedur atau tindakan bila suhu

tubuh sudah mendekati normal (disampaikan) 1,5

15 Observasi adanya panas, menggigil, pucat,

bercak/bintik-bintik,sianosis,perubahan ttv. 1,5

16 Mengeringkan tubuh dengan cara menepuk setiap

area sampai kering 2

17 Memastikan tubuh bayi/pasien benar-benar kering

dan pakaikan kembali baju 1,5

18 Melepas sarung tangan 1

19 Merapikan pasien

1

Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang dilakukan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan 1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 91

Penyimpanan Vaksin

Dan Pemberian Imunisasi Pada Bayi

A. SASARAN BELAJAR

1. Mahasiswa mampu memahami prosedur tindakan penyimpanan vaksin dan pemberian

imunisasi pada bayi

2. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk tindakan penyimpanan vaksin dan

pemberian imunisasi pada bayi

3. Mahasiswa mampu melakukan skill penyimpanan vaksin dan pemberian imunisasi pada

bayi secara mandiri

B. RENCANA PEMBELAJARAN

Waktu praktikum : 1 x 100 menit

Panduan instrukstur : 1. 10 menit : persiapan dan pre test materi

2. 30 menit : mendemonstrasikan skill penyimpanan

vaksin dan pemberian imunisasi pada

bayi

3. 30 menit : membimbing mahasiswa dalam

melatih kemampuan melakukan

skillpenyimpanan vaksin dan

pemberian imunisasi pada bayi

4. 10 menit : memberikan umpan balik

5. 30 menit : mengobservasi dan mengevaluasi

mandiri mahasiswa

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 92

Panduan Mahasiswa : 1. 10 menit : persiapan dan mengerjakan soal pretest

2. 30 menit : mahasiswa mengamati demonstrasi

yang dilakukan oleh instruktur

3. 30 menit : mahasiswa melatih kemampuan dalam

melakukan skill penyimpanan vaksin

dan pemberian imunisasi pada bayi

dibawah bimbingan instruktur

4. 10 menit : mahasiwa merespon umpan balik dari

instrukstur

5. 30 menit : mahasiswa melakukan skill

penyimpanan vaksin dan pemberian

imunisasi pada bayi secara mandiri

dengan diobservasi dan dievaluasi oleh

instruktur

C. PERALATAN DAN BAHAN

1. Vaksin Imunisasi ( BCG, DPT, Campak, Hepatitis, Polio)

2. Pelarut

3. Dispo / spuit 5cc dan 1cc

4. Needle

5. Safety Box

6. Kassa

7. Cool Pack / Kotak dingin

8. Kartu Imunisasi / KIA/KMS

D. DASAR TEORI

1. Pengertian

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap

suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar tidak akan menderita penyakit tersebut

(Ditjen PP dan PL Dinkes RI, 2009). Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk

mencegah terjadinya penyakit tertentu (Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, 2009).

Imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus

dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan kelompok usia

sasaran dan tempat pelayanan (Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, 2009). Imunisasi

dasar adalah salah satu upaya untuk memberikan kekebalan pada anak agar terlindung

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 93

dari penyakit berbahaya seperti polio, campak, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan

tuberkulosis. Matondang dan Siregar (dalam Ranuh, et al, 2005) menjelaskan bahwa

tujuan imunisasi adalah untuk mencegah penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan

menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada cacar. Ditjen PB dan PL

Depkes RI (2009) menerangkan bahwa, tujuan utama imunisasi adalah menurunkan

angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I).

2. Tujuan Imunisasi

Membentuk daya tahan tubuh sehingga bayi/anak terhndar dari penyakit tertentu dan

kalau terkena penyakit tidak menyebabkan kecacatan atau kematian

3. Klasifikasi imunisasi

IMUNISASI PASIP

Memberi imunoglobulin (plasma manusia) / (plasma binatang). Pada penderita yg

diduga terinfeksi dgn mikroba.

Macam Imunoglobin :

Suplemen imunoglobin (manusia) defisiensi imunoglobulin.

Imunoglobilin Spesifik ( manusia ) HBIG , RIG , TIG , VZIG CMVIG RSVIG

Imunoglobulin Spesifik ( binatang ) ADS, ATS, Rabies, Botulism.

IMUNISASI AKTIP

Memberikan antigen proses infeksi buatan reaksi imunologi spesifik respon

Humoral, respon seluler dan sel memory.

4. IMUNISASI BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Cahyono, dkk (2005) menjelaskan bahwa imunisasi BCG merupakan vaksin hidup yang

memberikan perlindungan terhadap penyakit TB. BCG mempunyai kemampuan klinis

untuk mencegah tuberculosis paru (berkisar dari 0 – 80%). Menurut Fine dan

Rodrigues, WHO (1990 dalam Wahab dan Julia 2002) menerangkan bahwa beberapa

penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada

sensitisasi dengan mikobakteri lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.

Oleh karena itu, BCG dianjurkan untuk diberikan selama dalam masa inkubasi (dari

lahir sampai umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah anak telah terinfeksi mikobakterium atau belum. Cahyono, dkk

(2010) menjelaskan bahwa vaksinasi BCG memberikan efek proteksi yang bervariasi

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 94

antara 50%-80% terhadap tuberkulosis. Vaksin tersebut menghasilkan efek proteksi

antara 6 sampai 12 minggu.

Cahyono, dkk (2010) menjelaskan bahwa imunisasi BCG diberikan pada bayi baru lahir

dan sebaiknya diberikan pada usia kurang dari 2 bulan. Vaksin tersebut juga dapat

diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau

tidak ada skar), imigran, komunitas traveling dan pekerja yang belum divaksinasi (tidak

ada catatan atau tidak ada skar).

Wahab dan Julia (2002) menjelaskan bahwa dosis yang diberikan untuk bayi kurang

dari 1 tahun adalah 0,05 ml dan untuk anak 0.10 ml. Imunisasi diberikan intrakutan di

daerah insersi muskulus deltoideus kanan. BCG tidak diberikan kepada penderita

dengan gangguan kekebalan (immunocompromised), seperti pada penderita leukemia,

penderita dalam pengobatan steroid jangka panjang dan penderita yang terinfeksi HIV.

Efek samping dari pemberian vaksin BCG adalah kemerahan dan bengkak di sekitar

tempat penyuntikan, nyeri, ulserasi, pembesaran kelenjar limfe regional, peradangan

dan bernanah, sakit kepala, demam, pembengkakan kelenjar, reaksi alergi berat dan

infeksi BCG (Cahyono, dkk., 2010).

5. IMUNISASI DPT

Wahab dan Julia (2002) menjelaskan, DPT merupakan vaksin yang mengandung tiga

elemen, yaitu toksoid corynebacterium diphtheria (difteri), bakteri bordetella pertussis

yang telah dimatikan (seluruh sel), dan toksoid clostridium tetani (tetanus).

a. Toksoid Difteri

Toksoid difteri adalah preparat toksin difteri yang diinaktifkan dengan formaldehid

dan diabsorbsi pada garam aluminium untuk menaikkan antigenesitasnya. Toksoid

ini melindungi tubuh terhadap kerja toksin. Orang yang telah diimunisasi dapat

terinfeksi strain difteri penghasil toksin tanpa mengalami manifestasi difteri

sistemik. Pada anak yang telah mendapatkan imunisasi lengkap, bila pun terjangkit

difteri, gejalanya akan jauh lebih ringan tanpa komplikasi yang berarti.

Toksoid difteri hampir selalu diberikan bersama dengan toksoid tetanus dan vaksin

pertusis sebagai bagian dari vaksin DPT pada seri imunisasi primer. DT diberikan

pada anak yang mempunyai kontra indikasi terhadap vaksin pertusis, sedangkan DT

digunakan di negara-negara yang pemberian boster (ulangan) toksoid ini

direkomendasikan seumur hidup.

Wong, et al (2009) menjelaskan bahwa vaksin difteri sering diberikan dalam bentuk:

(1) kombinasi dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPTa) atau vaksin DPTa dan Hib

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 95

untuk anak yang usianya kurang 7 tahun; (2) kombinasi dengan vaksin konjugasi H.

Influenzae tipe B; (3) kombinasi dengan vaksin tetanus (DT) untuk anak usia kurang

dari 7 tahun yang memiliki kontraindikasi dalam mendapatkan vaksin pertusis; (4)

dosis lebih kecil (15% sampai 20% dari DPTa atau DT) dengan vaksin tetanus (Td)

untuk digunakan pada anak yang berusia 7 tahun atau lebih; atau (5) sebagai antigen

tunggal jika preparat antigen kombinasi tidak diindikasikan.

Cahyono, dkk, (2010) menjelaskan efek proteksi vaksin difteri sebesar 98,45%

setelah suntikan ketiga, namun kekebalan yang terbentuk setelah imunisasi dasar

hanya bertahan selama 10 tahun, sehingga perlu diberikan booster setiap 10 tahun

sekali.

b. Toksoid Tetanus (TT)

Toksoid tetanus adalah preparat toksin tetanus yang diinaktifkan dengan

formaldehid dan diabsorbsi pada garam aluminium untuk meningkatkan

antigenesitasnya. Wong, et al (2009) menjelaskan bahwa vaksin tetanus tersedia

dalam tiga bentuk yaitu vaksin tetanus toksoid, imunoglobulin tetanus (TIG) dan

antitoksin tetanus (biasanya dari serum kuda). TT merangsang pembentukan

antitoksin untuk menetralkan toksin tetanus. Antitoksin yang melewati plasenta ke

janin pasca imunisasi aktif pada ibu dapat mencegah kejadian tetanus neonatorum.

Cahyono, dkk, (2010) menjelaskan efek proteksi dari vaksin tetanus adalah 90%.

Efek samping dari pemberian vaksin tersebut biasanya bersifat ringan, berupa rasa

nyeri, kemerahan dan bengkak di tempat penyuntikan serta demam. Adapun reaksi

alergi berat jarang terjadi.

c. Vaksin Pertusis

Ada dua jenis vaksin pertusis, yaitu vaksin seluruh sel, yaitu vaksin yang

mengandung seluruh bakteri pertusis yang dimatikan dengan bahan kimia atau panas

dan vaksin aseluler. Vaksin pertusis efektif untuk mencegah penyakit serius, tetapi

dapat melindungi secara sempurna terhadap infeksi Bordetella pertussis. Vaksin

seluruh sel sering mengakibatkan reaksi lokal dan demam. Kadang-kadang dapat

menyebabkan reaksi imunologis, seperti ensefalopati, kejang dan episode hipotonik

hiporesponsif, serta menangis dan menjerit berkepanjangan lebih dari 3 jam.

Vaksin pertusis aseluler mengandung protein antigen pertusis murni yang

diekstraksi dari bakteri. Biasanya vaksin ini merupakan kombinasi dari antigen-

antigen berikut ini, yaitu toksoid pertusis (toksin pertusis yang telah dirusak

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 96

toksisitasnya), hemaglutinin filamentosa, aglutinogen, dan protein membran luar

seperti fimbrie. Kejadian efek samping sistemik maupun lokal, dua sampai empat

kali lebih jarang dengan vaksin aseluler ini dibandingkan dengan vaksin pertusis

seluruh sel. Keparahan efek samping juga jauh lebih ringan dengan vaksin aseluler

ini.

Pada satu tahun pertama kehidupan anak DPT diberikan sebanyak tiga kali yaitu

DPT pertama diberikan antara umur 2 bulan sampai 4 bulan, DPT kedua diberikan

antara umur 3 bulan sampai umur 5 bulan sedangkan DPT yang ketiga diberikan

antara umur 4 bulan sampai 6 bulan (Wahab & Julia, 2002; Pusat Promosi

Kesehatan Depkes RI, 2009; Cahyono, dkk, 2010). DPT diberikan secara

intramuskuler dengan dosis 0,5 cc (Hidayat, 2005).

6. IMUNISASI POLIOMIOLITIS.

Ada dua jenis vaksin poliomielitis, yaitu vaksin yang diberikan secara oral dan yang

dberikan secara suntikan. Vaksin poliomielitis oral mengandung tiga tipe virus polio

hidup yang dilemahkan. Karena harganya yang murah, mudah pemberiannya, dapat

menginduksi imunitas intestinal dan berpotensi menginfeksi secara sekunder kontak

rumah tangga dan komunitas, WHO (dalam Wahab dan Julia, 2002) merekomendasikan

pemberian vaksin polio trivalent sebagai vaksin pilihan untuk pemberantasan

poliomyelitis.

Pemberian vaksin tersebut untuk anak usia kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 4

kali. Adapun pemberiannya yaitu polio yang pertama diberikan antara saat lahir sampai

umur 1 bulan, polio yang kedua diberikan antara umur 2 bulan sampai umur 4 bulan,

polio yang ke tiga diberikan antara umur 3 bulan sampai umur 5 bulan, sedangkan polio

yang keempat diberikan antara umur 4 bulan samapi umur 6 bulan (Pusat Promosi

Kesehatan Depkes RI, 2009; Cahyono, dkk, 2010).

7. IMUNISASI CAMPAK

Vaksin campak adalah preparat virus hidup yang dilemahkan dan berasal dari

berbagai strain virus campak yang diisolasi pada tahun 1950. Vaksin campak harus

didinginkan pada suhu yang sesuai (2-80C) karena sinar matahar atau panas dapat

membunuh virus vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin

tersebut tidak akan mampu menginduksi respon imun. Cara pemberian imunisasi

campak melalui subkutan atau intamuskuler dengan dosis 0,5 cc (Hidayat, 2005).

Pemberian vaksin campak direkomendasikan usia 8-9 bulan. Pemberian imunisasi

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 97

campak ulangan dapat diberikan pada usia 6-7 tahun (kelas satu SD) (Pusat Promosi

Kesehatan Depkes RI, 2009).

Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari

39,40C) yang terjadi 8-10 hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24-48

jam (insidens sekitar 2 %), dan ruam selama sekitar 1-2 hari (insidens sekitar 2 %). Efek

samping yang lebih berat, seperti ensefalitis, sangat jarang terjadi, kurang dari 1 setiap

1-3 juta dosis yang diberikan (Gold, 2000 dalam Wahab & Julia, 2002). Vaksin campak

tidak boleh diberikan pada penderita gangguan system imun berat, salah satu alasannya

dapat mengakibatkan pneumonia.

8. VAKSINASI HEPATITIS B

Ada dua tipe vaksin hepatitis B yang mengandung HBsAg (Hepatitis B Surface

Antigen/ antigen permukaan virus hepatitis B), yaitu vaksin yang berasal dari plasma

dan vaksin rekombinan. Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan

pada saat lahir karena antibody anti HBsAg tidak mengganggu respon terhadap vaksin.

Bayi dari ibu pengidap HBsAg-positif berespon kurang baik terhadap vaksin karena

vaksinasi sering baru diberikan setelah infeksi terjadi. Efektivitas vaksin untuk

mencegah pengidap Hepatitis B kronis pada bayi-bayi ini berkisar antara 75-95%.

Pemberian hepatitis B immunoglobulin (HBIg) pada saat lahir dapat sedikit

memperbaiki efektivitasnya. Tetapi HBIg tidak selalu tersedia di kebanyakan negara-

negara berkembang, disamping harganya yang relatif mahal (EPI WHO, 1995 dalam

Wahab & Julia, 2002).

Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir mengingat sekitar 33%

ibu melahirkan di negara berkembang adalah pengidap HGsAg positif dengan perkiraan

transmisi maternal 40% (IDAI, 1999 dalam Wahab & Julia, 2002)

Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2009) menjelaskan bahwa pemberian

imunisasi hepatitis B pada bayi yang berusia 0-7 hari satu kali dan dilanjutkan imunisasi

DPT/HB pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Imunisasi tersebut diberikan dengan cara

intramuskuler dengan dosis 0,5 cc. Hadinegoro (2005, dalam Ranuh, et al 2005)

menjelaskan pemberian imunisasi hepatitis B berdasarkan status HBsAg ibu pada saat

melahirkan adalah sebagai berikut:

a. Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg-nya mendapatkan 5mcg

(0,5 ml)vaksin rekombinan atau 10 mcg (0,5 ml) vaksin asal plasma dalam waktu 12

jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 98

umur 6 bulan. Kalau kemudian diketahui ibu mengidap HBsAg positif maka segera

berikan 0,5 ml HBIg (sebelum anak berusia satu minggu)

b. Bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif mendapatkan 0,5 ml immunoglobulin

hepatitis B (HBIg) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg (0,5 ml) vaksin

rekombinan. Bila digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan 10 mcg (0,5 ml)

intramuskuler dan disuntikkan pada sisi yang berlainan. Dosis kedua diberikan pada

umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan

c. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif diberi dosis minimal 2,5 mcg (0,25

ml) vaksin rekombinan, sedangkan kalau digunakan vaksin berasal dari plasma,

diberikan dosis 10 mcg (0,5 ml) intramuskuler pada saat lahir sampai usia 2 bulan.

Dosis kedua diberikan pada umur 1-4 bulan, sedangkan dosis ketiga pada umur 6-18

bulan.

d. Ulangan imunisasi hepatitis B (Hep B4) diberikan pada umur 10-12 tahun.

Cahyono, dkk (2010) menjelaskan, pemeriksaan yang diperlukan untuk menilai

keberhasilan vaksinasi hepatitis B adalah dengan mengukur kadar anti-HBs antibodi

terhadap virus hepatitis B. Kadar anti-HBs < 10 tidak memberikan proteksi, kadar

anti-HBs 10-100 UI memberikan proteksi cukup kuat, kadar anti-HBs > 100 IU

memberikan proteksi yang kuat.

Pemberian imunisasi hepatitis B jarang menimbulkan efek samping yang serius.

Efek samping yang paling umum dari vaksin tersebut biasanya ringan dan cepat

hilang, misalnya rasa sakit pada tempat yang disuntik, sedikit demam dan rasa sakit

pada tulang sendi (Cahyono, dkk, 2010).

9. Kapan Imunisasi Tidak Boleh Diberikan

Keadaan-keadaan di mana imunisasi tidak dianjurkan :

1. BCG, tidak diberikan pada bayi yang menderita sakit kulit lama, sedang sakit TBC

dan panas tinggi.

2. DPT, tidak diberikan bila bayi sedang sakit parah, panas tinggi dan kejang.

3. Polio, tidak diberikan bila diare dan sakit parah.

4. Campak, tidak diberikan bila bayi sakit mendadak dan panas tinggi.

10. Keadaan-Keadaan Yang Timbul Setelah Imunisasi

Keadaan-keadaan yang timbul setelah imunisasi berbeda pada masing-masing

imunisasi, seperti yang diuraikan di bawah ini.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 99

1. BCG, dua minggu setelah imunisasi terjadi pembengkakan kecil dan merah di

tempat suntikan, seterusnya timbul bisul kecil dan menjadi luka parut.

2. DPT, umumnya bayi menderita panas sore hari setelah mendapatkan imunisasi,

tetapi akan turun dalam 1 - 2 hari. Di tempat suntikan merah dan bengkak serta

sakit, walaupun demikian tidak berbahaya dan akan sembuh sendiri.

4. Campak, panas dan umumnya disertai kemerahan yang timbul 4 - 10 hari setelah

penyuntikan.

11. RANTAI DINGIN(Cold Chain)

Semua vaksin yang dipakai dalam praktek sehari harus disimpan dalam temperatur

tertentu agar mempunyai kemampuan menimbulkan kekebalan pada penerimanya,

apabila vaksin berada diluar temperatur yang dianjurkan akan mengurangi bahkan

merusak potensinya.

Vaksin 0-8º C 35-37ºC

DT 3-7 tahun 6 minggu

Pertusis 18-24 bulan Dibawah 50% 1 minggu

BCG

-Kristal

-

-Cair

1 tahun

dipakai dalam 1 x kerja

Dibawah 20% dalam 3

14 hari

dipakai dalam 1x kerja

Campak

-Kristal

-Cair

2 tahun

dipakai dalam 1 x kerja

1 minggu

dipakai dalam 1x kerja

Polio 6-12 bulan 1-3 hari

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 100

E. PROSEDUR KETRAMPILAN

PENYIMPANAN VAKSIN

1. Di Puskesmas semua vaksin di simpan pada suhu 2 s/d 8°C (lemari ES)

2. Pendistribusian vaksin memakai vaksin carrier yang di isi 4 buah cool pack (kotak

dingin cair)

3. Hepatitis B (Injection) di Polindes di simpan pada suhu ruangan, terhindar dari sinar

matahari langsung

F. JADWAL

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 101

F. PEMBERIAN IMUNISASI PADA BAYI

1. Tahap Pra Interaksi

a. Mengecek program terapi.

b. Mencuci tangan.

c. Mengidentifikasi pasien dengan benar.

d. Kaji riwayat kesehatan pasien

e. Menyiapkan vaksin dan alat yang diperlukan. Cek tanggal kadaluarsa, warna vaksin,

kekeruhan. Lakukan test kocok terlebih dahulu

f. Mendekatkan alat ke dekat pasien.

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam, menyapa nama pasien, memperkenalkan diri.

b. Melakukan kontrak untuk tindakan yang akan dilakukan.

c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

d. Menanyakan kesiapan dan meminta kerja sama pasien.

3. Tahap Kerja

a. Menjaga privacy.

b. Mengajak pasien membaca Basmalah dan berdoa.

c. ------------------

IMUNISASI BCG

Alat dan bahan :

1. Spuit tuberkulin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm

2. Vial vaksin BCG kering dan gergaji ampul

3. Pelarut vaksin

4. Kapas lembab (dibasahi air matang)

5. Handscoon

Prosedur :

1. Cuci tangan

2. Gunakan sarung tangan bersih

3. Jelaskan prosedur kepada orang tua bayi tindakan imunisasi yang akan diberikan

4. Buka ampul vaksin BCG kering

5. Larutkan vaksin dengan pelarut vaksin yang tersedia kurang lebih 4cc

6. Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05ml yang sudah dilarutkan

7. Atur posisi dan bersihkan lengan(daerah yang akan diinjeksi, yaitu 1/3 bagian

lengan atas) dengan kapas yang telah dibasahi

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 102

8. Tegangkan daerah yang akan diinjeksi

9. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 10-15o intrakutan

10. Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan melakukan massase

11. Usap bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar

12. Lepas sarung tangan dan cuci tangan

13. Catat respon yang terjadi, vaksin dikatakan berhasil jika timbul benjolan di

kulit. Kulit tampak pucat dan pori-pori jelas.

IMUNISASI POLIO

Alat dan bahan :

1. Vaksin polio dalam termos es

2. Pipet plastik

Prosedur :

1. Cuci tangan

2. Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilaksanakan

3. Ambil vaksin polio dalam termos es

4. Atur posisi bayi dalam posisi terlentang diatas pangkuan ibuny dan pegang

dengan hati-hati

5. Teteskan vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang diprogramkan atau yang

dianjurkan yakni 2 tetes

6. Cuci tangan

7. Catat reaksi yang terjadi

IMUNISASI DPT/DT

Alat dan bahan :

1. Spuit disposible 1 cc atau 2,5cc dan jarumnya

2. Vaksin DPT dalam termos es

3. Kapas alkohol

4. Handscoon

Prosedur :

1. Cuci tangan

2. Gunakan sarung tangan

3. Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan

4. Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai dengan program yakni 0,5 ml

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 103

5. Atur posisi bayi (bayi dpangku ibu, tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga

kepala bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan kanan bayi

melingkar ke belakang tubuh ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki bayi

dengan kuat.

6. Lakukan disinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar (vantus lateralis) yang akan

diinjeksi dengan kapas alkohol atau bagian muskulus deltoid pada lengan atas.

7. Regangkan daerah yang akan diinjeksi

8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuskular di daerah area

paha luar tersebut dengan mengarahkan jarum ke arah lutut dan bila dilakukan

pada muskulus deltoid, jarum diarahkan kearah bahu. Sudut suntikan yang

digunakan untuk injeksi tersebut adalah 450 sampai 600

9. Lepaskan jarum, tekan dan jangan dimasase

10. Lepaskan sarung tangan

11. Cuci tangan

12. Catat reaksi yang terjadi

IMUNISASI HEPATITIS B

Alat dan bahan :

1. Spuit disposible 1cc atau 2,5 cc dan jarumnya

2. Vaksin hepatitis dalam termos es

3. Kapas alkohol dalam tempatnya

4. Sarung tangan bersih

Prosedur :

1. Cuci tangan

2. Gunakan sarung tangan

3. Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan

4. Ambil vaksin hepatitis menggunakan spuit sesuai program yakni 0,5ml

5. Atur posisi bayi (bayi dirangkul ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi,

menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan kanan

bayi melingkar ke badan ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan

kuat).

6. Lakukan disinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar (vantus lateralis) yang akan

diinjeksi dengan kapas alkohol atau bagian muskulus deltoid pada lengan atas.

7. Regangkan area yang diinjeksi

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 104

8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuskular di daerah area

paha luar tersebut dengan mengarahkan jarum ke arah lutut dan bila dilakukan

pada muskulus deltoid, jarum diarahkan kearah bahu. Sudut suntikan yang

digunakan untuk injeksi tersebut adalah 450 sampai 600

9. Lepaskan jarum, tekan dan jangan dimasase

10. Lepaskan sarung tangan

11. Cuci tangan

12. Catat reaksi yang terjadi

IMUNISASI CAMPAK

Alat dan bahan :

1. Spuit disposible 1cc atau 2,5 cc dan jarumnya

2. Vaksin campak dalam termos es

3. Kapas alkohol dalam tempatnya

4. Sarung tangan bersih

Prosedur :

1. Cuci tangan

2. Gunakan sarung tangan

3. Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan

4. Ambil vaksin hepatitis menggunakan spuit sesuai program yakni 0,5ml

5. Atur posisi bayi (bayi dirangkul ibunya, lengan kanan bayi dijepit di ketiak

ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan kiri bayi)

6. Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas

7. Regangkan daerah yang akan diinfeksi

8. Lakukan injeksi sub cutan atau intramuskuler.

9. Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikkan dengan

kapas

10. Lepaskan sarung tangan

11. Cuci tangan

12. Catat reaksi yang terjadi

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL

c. Merapikan pasien dan lingkungan.

d. Mengajak pasien membaca Hamdalah dan berdoa kepada Allah.

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 105

e. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan kontrak yang akan datang.

f. Membereskan dan mengembalikan alat ke tempat semula.

g. Mencuci tangan.

h. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

G. CHECK LIST PENILAIAN (TOOLS)

TOOLS PENILAIAN IMUNISASI

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT SKORE

0 1 2

Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 1

2. Mencuci tangan 1

3. Mengidentifikasi pasien dengan benar 1

4. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien 1

Tahap Orientasi

1. Salam, sapa, perkenalkan diri 1

2. Melakukan kontrak 1

3. Menjelaskan tujuan 1

4. Menjelaskan prosedur 1

5. Menanyakan kesiapan dan kerjasama pasien 1

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 1

2. Memastikan vaksin dan spuit yang akan di

gunakan 2

3. Melarutkan vaksin dengan cairan pelarut 5

4.

Posisikan bayi dengan posisi terlentang, jika

memungkinkan bayi posisi miring dipangkuan

ibu dengan lengan dibebaskan dari kain, dan kaki

dibebaskan dari kain

7

5. Bersihkan tempat yang akan diinjeksi dengan

kassa yang dibasahi air bersih 4

6. Injeksikan vaksin sesuai dengan ketentuan 4

7. Merapikan kembali alat 3

8. Melepas sarung tangan 3

9. Merapikan kembali pasien 2

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Anak 106

Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang dilakukan 1

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut / RTL 1

3. Mengajak pasien membaca Hamdalah 1

4. Berpamitan dengan pasien dan menyampaikan

kontrak yang akan datang 1

5. Membereskan dan mengembalikan alat 1

6. Mencuci tangan 1

7. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan 1

Penampilan selama tindakan

1. Ketenangan 1

2. Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien 1

3. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik 1

TOTAL SCORE

H. PUSTAKA

1. Hidayat, A.A.A. (2008). Buku saku praktikum keperawatan anak. Jakarta:EGC

2. Bari, A., dkk. (2002). Buku Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta,

YBPSP.

3. Cahyono, J.B., Lusi, R.A., Verawati, Sitorus, R., Utami, R.C.B. & Dameria, K. (2010).

Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Kanisius.

4. Ditjen PP & PL Depkes RI. (2009). Petunjuk teknis pelaksanaan imunisasi di daerah

bencana.

5. Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. (2009). Informasi dasar imunisasi rutin serta

kesehatan ibu dan anak bagi kader, petugas kesehatan dan organisasi kemasyarakatan.

Jakarta.

6. Ranuh, I.G.N., Suyitno,H., Hadinegoro, S.R.S. & Kartasasmita, C.B. (2005). Pedoman

imunisasi indonesia. Ed 2. Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI.

7. Staf Pengajar IKA FKUI. (1995). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 3. Jakarta.

FKUI.

8. Wahab, A.S & Julia, M. (2002). Sistem imun, imunisasi & penyakit imun. Jakarta:

Widya Medika.