Buku I Bab 2B

11
SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 Halaman II - 31 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya 2.2. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati menurut UU Nomor 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber termasuk di dalamnya daratan, lautan dan ekosistem akuatik. Keanakeragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia karena dapat memberikan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup manusia. Keanekaragaman yang tinggi akan dapat menghasilkan kestabilan lingkungan yang mantap. 2.2.1. Keanekaragaman Ekosistem Di lingkungan manapun di muka bumi ini, maka akan ditemukan makhluk hidup. Semua makhluk hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang mempunyai sel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban, ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungannya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem. Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda. Totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem menunjukkan terdapat perbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran dan sifat lainnya pada tingkat yang berbeda merupakan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi dan Ruang Terbuka Hijau yang dilindungi di Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Cagar Alam, Hutan Lindung dan Hutan Wisata. Keseluruhan luas RTH Lindung pada tahun 2012 di DKI Jakarta sebesar 430,45 Ha, dimana 327,95 Ha berada di Kota Administrasi Jakarta Utara, sedangkan sisanya 102,50 Ha berada di Kepulauan Seribu. Salah satu komunitas ekosistem yang ada di DKI Jakarta dan bermanfaat dalam menjaga kelangsungan hidup manusia adalah adanya komunitas mangrove yang merupakan ekosistem hutan yang khas dan unik yang berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi dan intrusi air laut. Erosi di pantai Marunda yang tidak bermangrove selama 2 bulan mencapai 2 meter, sedangkan yang bermangrove hanya 1 meter.

description

SLHD

Transcript of Buku I Bab 2B

Page 1: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 31 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

2.2. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati menurut UU Nomor 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara

makhluk hidup dari semua sumber termasuk di dalamnya daratan, lautan dan ekosistem

akuatik. Keanakeragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia karena

dapat memberikan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup manusia.

Keanekaragaman yang tinggi akan dapat menghasilkan kestabilan lingkungan yang mantap.

2.2.1. Keanekaragaman Ekosistem

Di lingkungan manapun di muka bumi ini, maka akan ditemukan makhluk hidup. Semua

makhluk hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan lingkungan tempat hidupnya.

Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi

berbagai jenis makhluk hidup mulai yang mempunyai sel satu (uni seluler) sampai makhluk

hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik

meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban, ini semua disebut faktor fisik. Selain

faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan

mineral.

Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan

hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungannya

atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam

suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan

berbagai bentuk ekosistem. Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu

daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda. Totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem

menunjukkan terdapat perbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran dan sifat

lainnya pada tingkat yang berbeda merupakan keanekaragaman hayati.

Kawasan konservasi dan Ruang Terbuka Hijau yang dilindungi di Provinsi DKI Jakarta terdiri

dari Cagar Alam, Hutan Lindung dan Hutan Wisata. Keseluruhan luas RTH Lindung pada tahun

2012 di DKI Jakarta sebesar 430,45 Ha, dimana 327,95 Ha berada di Kota Administrasi Jakarta

Utara, sedangkan sisanya 102,50 Ha berada di Kepulauan Seribu.

Salah satu komunitas ekosistem yang ada di DKI Jakarta dan bermanfaat dalam menjaga

kelangsungan hidup manusia adalah adanya komunitas mangrove yang merupakan ekosistem

hutan yang khas dan unik yang berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan

pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi dan intrusi air laut. Erosi di pantai Marunda yang tidak

bermangrove selama 2 bulan mencapai 2 meter, sedangkan yang bermangrove hanya 1 meter.

Page 2: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 32 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Selain itu hutan mangrove dapat dimanfaatkan pula sebagai wahana rekreasi alam hutan

wisata payau.

Menurut Rusminarto et al (1984) dalam pengamatannya pada areal hutan mangrove di Tanjung

Karawang mengatakan bahwa dengan dibukanya kawasan mangrove menjadi pertambakan,

maka perkembangan nyamuk Anopheles sp yang merupakan vektor penyakit malaria

jumlahnya akan semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembukaan pertambakan pada

areal hutan mangrove akan meningkatkan bahaya penyebaran penyakit malaria.

Tekanan berat terhadap kawasan mangrove di DKI Jakarta akibat perambahan dan alih fungsi

kawasan menjadi permukiman, pembangungan fasilitas rekreasi dan pemanfaatan lahan

pasang surut untuk budidaya tambak mengakibatkan penurunan luas hutan mangrove apabila

dibandingkan dengan tahun 2005. Pada tahun 2011 Luas lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta

sebesar 376,02 Ha dengan persentase tutupan adanya kenaikan antara 50-83 persen dan

adanya kenaikan kerapatan 2.500-7.050 pohon/Ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara

Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha,

Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke

Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang

meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha, Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau

Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau Penjaliran Barat 19,50 Ha, sedang pada tahun 2012 Luas

lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta relatif sama yaitu sebesar 376,02 Ha dengan persentase

tutupan adanya kenaikan antara 50-83 persen dan adanya kenaikan kerapatan 2.500-7.050

pohon/Ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo

95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara

Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk

10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha,

Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau

Penjaliran Barat 19,00 Ha. tetapi sejak tahun 2009 pemerintah DKI Jakarta, warga masyarakat,

Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman 2.000 pohon mangrove di kawasan

Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan tahun 2010 warga

masyarakat, Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman sebanyak 5.000 batang pohon

mangrove, dan pada tahun 2011 AEON yaitu lembaga nirlaba dari Jepang yang berjumlah 500

orang berkunjung ke Jakarta untuk melakukan penanaman mangrove sebanyak 10.000 batang

pohon, selain para pihak/instansi yang ikur berpartisipasi dalam penanaman pohon

penghijauan/reboisasi seperti terlihat pada Tabel UP-3A (T) pada Buku Data SLHD Tahun 2012

di kawasan Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan terus

bertambah dari tahun ke tahun.

Page 3: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 33 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Semakin menurunnya kawasan mangrove di wilayah DKI Jakarta harus dicermati sebagai

langkah awal untuk menyelamatkan dan melestarikan kawasan mangrove atas dasar pulih

kembalinya ekosistem semirip mungkin dengan kondisi sebelum mengalami kerusakan. Hal ini

diharapkan dapat berfungsi sebagai pengendalian terhadap ancaman degradasi kawasan

mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai guna meningkatkan taraf hidup masyarakat

sekitarnya.

2.2.2. Keanekaragaman Spesies

Secara umum jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui dan dilindungi di DKI Jakarta pada

tahun 2012 tidak berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu terdiri dari 8 golongan. Kedelapan

golongan tersebut adalah Hewan menyusui dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 3,

Burung dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 117 dan yang dilindungi sebanyak 16,

Reptil dengan jumlah spesies yang diketahui 11, Ikan dengan jumlah spesies yang diketahui

sebanyak 3, Serangga dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 2, dan golongan

Amphibi, Keong serta Tumbuhan yang tidak diketahui jumlah spesiesnya.

Keseluruhan spesies burung yang dilindungi tersebut adalah, Pecuk Ular, Kuntul Kerbau,

Kuntul Karang, Kuntul Besar, Kuntul Sedang, Kuntul Kecil, serta Pelatuk Besi dengan status

berlimpah. Sedangkan untuk spesies burung yang dilindungi dan statusnya terancam adalah

Kuntul Perak, Bluwok, Cucuk Besi, Cekaka Suci, Perkaka Emas, Cekaka Jawa, Kipasan

Belang, Madu Pipi Merah, serta Cekaka Sungai.

Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar.

Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua

kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial

seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 1996). Di Pulau Jawa

tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran

(Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), Monyet (Macaca fascicularis), Lutung

(Presbytis cristatus), Bekantan (Nasalis larvatus), kucing Bakau (Felis viverrina), Luwak

(Paradoxurus hermaphroditus), dan Garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan

mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau

antara lain Biawak (Varanus salvator), ular Belang (Boiga dendrophila), ular Sanca (Phyton

reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus,

Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan

mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996). Hutan mangrove

juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti Pecuk ular (Anhinga

anhinga melanogaster), Bintayung (Freagata andrew-si), Kuntul perak kecil (Egretta garzetta),

Kowak merah (Nycticorax caledonicus), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Ibis hitam

Page 4: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 34 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

(Plegadis falcinellus), Bangau hitam (Ciconia episcopus), burung Duit (Vanellus indicus), Trinil

tutul (Tringa guitifer), Blekek Asia (Limnodromus semipalmatus), Gegajahan Besar (Numenius

arquata), dan Trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis

burung Egretta eulophotes, Kuntul perak (E. intermedia), Kuntul putih besar (E. alba), Bluwok

(Ibis cinereus), dan Cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan

mangrove (Whitten et al., 1988). Keanekaragaman hayati baik flora dan fauna di DKI Jakarta

secara umum tidak berbeda jauh dengan keadaan flora dan fauna lainnya di pulau Jawa. Hal ini

karena adanya kesatuan geografis meskipun saat ini sudah banyak mengalami pengurangan

akibat tingginya pembangunan di DKI Jakarta.

Jenis tumbuhan yang terdapat di DKI Jakarta cukup bervariasi mulai dari jenis tumbuhan pantai

sampai dengan jenis tumbuhan dataran/pegunungan dan palawija. Akan tetapi sampai dengan

tahun 2012 ini belum dapat diketahui jumlah seluruh jenis tumbuhan yang ada di DKI Jakarta,

hanya jenis tumbuhan pantai khususnya yang ada di kepulauan Seribu yang sudah terdeteksi

yaitu ada sekitar 86 jenis. Untuk jenis tumbuhan pantai umumnya didominasi oleh jenis pohon

Kelapa, Cemara laut, Ketapang, Rutun, Mengkudu dan Pandan laut. Disamping itu di beberapa

pulau di Kepulauan Seribu banyak ditemukan Sukun. Dari gambaran tersebut diatas bahwa

keanekaragaman hayati baik flora dan fauna banyak terdapat di wilayah tersebut. Untuk lebih

jelasnya dapat diuraikan sbb :

A. Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Pulau Rambut saat ini statusnya menjadi suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts/-II/1999. Luas suaka margasatwa P. Rambut

terdiri dari 45 Ha kawasan perairan dan 45 Ha kawasan daratan. Satwa liar yang dilindungi di P.

Rambut adalah dari jenis burung dengan populasi sekitar 40.000 ekor. Delapan belas jenis

burung dari 49 yang dijumpai di dalam kawasan suaka margasatwa P. Rambut termasuk dalam

kategori dilindungi, diantaranya Elang bondol (Halieeaetus indus), burung Pecuk ular (Anhnga

anhinga), Roko-roko (Plegadis falcneleus), Bluwok (ibis cinereus), Pelatuk besi (Thereskiornis

aethiopica), Kuntul (Egretta sp), dan Raja udang biru kecil (Halcyon chloris). Jenis-jenis burung

lain yang banyak dijumpai antara lain burung Camar (Larus sp), Cangak (Ardea sp), Trigil

(Tringa sp) dan Gajahan (Numenius schopus). Beberapa jenis burung bernyanyi yang masih

sering terlihat antara lain Kepodang (Oriolus sp), Jalak suren (Sturnus contrajala), Kutilang

(Pycnonotus aurigaster) dan Prejak. Satwa liar lain adalah jenis primata. Selain itu, P. Rambut

memiliki vegetasi tipe khas relatif utuh, yaitu hutan pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder

campuran.

Page 5: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 35 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

B. Kawasan Cagar Alam Pulau Bokor

Cagar alam P. Bokor ditetapkan dengan Surat Keputusan Gouvernor General Hindia Belanda

Nomor 6 tahun 1931 (Stbl. Nomor 683). P. Bokor secara spesifik ditetapkan sebagai cagar alam

untuk perlindungan botanis dengan luas 18 Ha. Beberapa jenis burung yang dijumpai dalam

kawasan ini adalah Dara laut (Ducula bicolor), Burung angin (Fregata ariel) dan Kepodang

(Oriolus chinensis). Selain itu juga dijumpai Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang

merupakan jenis introduksi. Di pulau ini didominasi burung air dan dara laut. Sedang vegetasi

yang dilindungi adalah vegetasi mangrove dari jenis Rhizopora mucronata dan S. alba.

C. Kawasan Cagar Alam Pulau Peteloran Barat

Cagar alam P. Peteloran Barat memiliki luas 11,3 Ha dan merupakan wilayah dalam Zona Inti II.

Cagar alam P. Peteloran Barat merupakan kawasan untuk perlindungan ekosistem mangrove

dan Penyu sisik (Eretmochelys imbricata). P. Peteloran Barat merupakan salah satu lokasi

tempat bertelur penyu sisik di Kepulauan Seribu, yakni di lokasi pasir bercampur karang yang

merupakan daerah perairan yang tenang. Di kawasan ini ditemukan 3 (tiga) jenis vegetasi

mangrove, yakni jenis Rhizopora mucronata, C. tagal dan Avicennia marina.

D. Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Barat

Cagar alam P. Penjaliran Barat termasuk dalam wilayah Zona Inti II yang berfungsi sebagai

kawasan perlindungan ekosistem mangrove. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 menetapkan kembali wilayah kawasan hutan dan perairan

di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, termasuk penetapan kawasan pelestarian alam

yang meliputi P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Luas P. Penjaliran Barat adalah 8,3

Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis Rhizopora stylosa,

C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, dimana kondisinya mengalami penurunan akibat abrasi.

E. Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Timur

Cagar alam P. Penjaliran Timur juga menjadi bagian Zona Inti II. Luas P. Penjaliran Timur

adalah 18,41 Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis

Rhizopora stylosa, C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, kondisinya juga mengalami

penurunan akibat abrasi.

Selain hal tersebut diatas sejak tahun 1939 pesisir Teluk Jakarta bagian Barat telah ditetapkan

sebagai kawasan lindung berupa cagar alam dan hutan lindung seluas 15,05 Ha. Dalam

perkembangannya, status tersebut berubah menjadi kawasan lindung Tegal Alur Angke Kapuk

sesuai dengan ketetapan SK Menteri Pertanian Nomor 161/UM/1977 seluas 335,5 Ha dan

dengan SK Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1995 berubah kembali menjadi 327,7 Ha. Area yang

Page 6: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 36 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

ditetapkan terakhir ini terdiri dari cagar alam Muara Angke 25,02 Ha; hutan lindung Angke 44,76

Ha; hutan wisata alam 99,82 Ha; hutan dengan tujuan khusus yaitu kebun pembibitan 10,51

Ha, transmisi PLN 23,07 Ha, Cengkareng Drain 28,93 Ha, serta jalan tol dan jalur hijau 95,50

Ha. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 755/Kpts-

II/UM/1998, tahun 1998, cagar alam Muara Angke ditetapkan sebagai suaka margasatwa

Muara Angke dengan luas 25,02 Ha. Kawasan lindung tersebut merupakan kawasan hutan

sesuai dengan sifat alamnya yang merupakan sistem penyangga kehidupan, seperti

pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air

laut serta pemeliharaan kesuburan tanah. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 mengatur kawasan lindung di wilayah Provinsi DKI Jakarta

seluas 108.475,45 Ha, yang terdiri dari Taman Nasional Kepulauan Seribu seluas 108.039,50

Ha; taman wisata alam Angke Kapuk seluas 99,82 Ha; cagar alam P. Bokor seluas 18 Ha;

suaka margasatwa P. Rambut seluas 90 Ha; suaka margasatwa Muara Angke seluas 25 Ha;

hutan lindung Angke Kapuk seluas 44,76 Ha, hutan produksi Angke Kapuk seluas 158,35 Ha.

F. Suaka Margasawa Muara Angke

Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka margasatwa sebagian

besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang

langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. pohon Pidada atau Bidara (Sonneratia alba)

merupakan jenis yang sering dijumpai selain Api-api (Avicenia marina), Jangkar (Bruguiera sp),

Api-api (Rhizopora sp), Waru laut (Thespesia populnea), Buta-buta (Ezcoecaria agallocha),

Nipah (Nypa fruticans) dan Ketapang (Terminalia catapa), luas Suaka Margasatwa Muara

Angke pada tahun 2012 adalah 25,02 Ha, sama dengan tahun 2011.

Suaka margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove yang

seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan rawa terbuka

yang didominasi oleh herba seperti Warakas (Acrostichum aureum) dan Seruni (Wedelia

biflora). Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah

adanya tumbuhan rotan (Calamus sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis. Pada

lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti Gelagah

(Saccharum spontaneum), Putri malu (Mimosa pudica), Talas lompong (Colocasia sp), dan

Kangkung (Ipomoea sp). Tumbuhan di atas merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi

bukan payau. Pada Tabel dibawah dapat dilihat jenis vegetasi di Kawasan Hutan Lindung dan

Fauna yang Dilindungi di Muara Angke :

Page 7: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 37 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

TABEL : II.4.

JENIS VEGETASI DI KAWASAN LINDUNG MUARA ANGKE, ANGKE KAPUK DAN KAMAL, TAHUN 2012

POHON NAMA DAERAH Avicennia sppp Api-api Acasia auriculiformis Akasia Cocos nucifera Kelapa Delonix regia Flamboyan Leucaena luecocephala Lamtoro Mimusops elengi Tanjung Morinda citrifolia Mengkudu Pithecolobium dulchis Asem londo Raisthonia regia Rhizopora mucronata Bakau-bakau Sonneratia caseolaris Pidada/bidara Thepesia populnea Waru laut PERDU, SEMAK DAN RERUMPUTAN NAMA DAERAH Excoecaria agallocha Buta-buta Acrostichum aureum Warakas Achiranthes aspea Jarong lalaki A. bidenata Sui in sui talum Altemanthera repens Daun tolod, kremh Andropogon aciculate Jukut domdoman A. intermedius Rumput pipit Boreria latifolia Gelotrak, ketumpang lemah Bracharia nutica Jukut Inggris Calopogonium mucroides Centrosema pubescens Ki bensin Clome aspera Maman, enceng-enceng Chloris barbata Rumput jejarongan Cyoerus hasapar Papa air C. rotondus Rumput teki C. platyterus Rumput Desmodium heterophyla Kimules D. trifolium Katumpang Eclypta alba Urang-aring Elephantopus scaber Tapak liman Eleochine indica Jukut carulang Eichornia crassipes Eceng gondok Emilia sanchifolia Jonge Ergastis sp Jukut karukuan Eupathorium odorantum Kirinyuh Fimbristilis aeroginosa Babawangan beureum Heliochares dulchis Babawangan H. indica Himenographis interukta Ipomoea acuatica Kangkung I. histula Kangkung Bandung I. pescaprae Katang-katang Leucas lavondulafolia Paci-paci Melastoma malabathricum Harendong Micania cordata Cipatuheun bersambung …

Page 8: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 38 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

sambungan PERDU, SEMAK DAN RERUMPUTAN NAMA DAERAH Mimossa invisa Borang M. nigra Cucuk Garut M. pudica Si kejut/putri malu Oxalis barbata Calincing Merenia genela Panicum repens Jejahean/lalampyangan Passiflora foetida Kaceprata Pasphallum scobeculata Jukut pingping kasir Physalis minima Cecedet P. neruli Meniran Pestia stratoides Ki apu Pluche indica Bluntas Politicha qinaura Poligonium sp Bingbin Portulaca oleaceae Gelang krokot Dricardosonia brassiliensis Gelagah Saccharum spontaneum Salvinia natans Mata lele Screpus grassus Walingi Sesivium porthulacastrum Gelang laut, kembang gelang Sphaerates sp Ki heuleut S. yamaysensis Jarong Sueda maritima Melur Tacca pinnata Gading tikus Typha augustifolia Lembang, walingi Urenia lobata Pungpurutan Vitis tripfolia Daun kapialun, galing Wedelia biflora Seruni Yussiae parvivolia Cacabean

Sumber : PT. Mandara Permai, 2012 Keterangan :

Suaka margasatwa Muara Angke dihuni oleh burung dengan jenis yang sama dengan penghuni

suaka margasatwa P. Rambut, oleh karena sebagian besar burung tersebut mencari makan di

pesisir Teluk Jakarta. Macaca fascicularis yang dikenal sebagai Monyet Ancol juga menghuni

kawasan ini, yang diperkirakan jumlahnya tinggal 40 ekor. Fauna liar lainnya yang dijumpai

adalah kelompok reptilia, seperti Biawak (Varanus salvator), Kadal (Mabula multifasciata), ular

Hijau (Dryophis prasinus) dan ular Cincin (Boiga dendrophila).

Untuk mempertahankan kondisi suaka margasatwa Muara Angke sebagai ekosistem mangrove,

telah diusahakan penanaman Bakau (Rhizopora mucronata) dan Api-api (Avicenia sp) yang

telah berlangsung sejak bulan Agustus 1999 melalui kerjasama antara Lembaga Pengkajian

Mangrove, Yayasan Kehati, Kanwil Kehutanan DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

Page 9: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 39 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

G. Hutan Lindung Angke Kapuk

Kawasan hutan lindung Angke Kapuk yang mempunyai luas pada tahun 2010 sebesar 44,76

Ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang ± 5 Km dengan lebar 100 meter dari garis

pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke arah timur hingga

suaka margasatwa Muara Angke. Dibandingkan tahun sebelumnya, tidak terdapat perubahan

yang berarti sampai tahun 2012. Di dalamnya terdapat areal permukiman Pantai Indah Kapuk

dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara.

Keberadaan flora ditampilkan oleh flora khas pesisir, bakau atau mangrove, hingga

keberadaannya menjadi spesifik jika dibandingkan dengan kawasan permukiman.

TABEL : II.5.

FAUNA YANG DILINDUNGI DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, TAHUN 2012

NO KELOMPOK NAMA DAERAH SPESIES

1. Mamalia Monyet Macaca fascicularis

2. Reptilia Biawak Varanus salvator

3. Reptilia Ular cincin mas Boiga dendrophila

4. Reptilia Ular piton Phyton sp

5. Burung Pecuk padi Phalacocorax pygmaeus

6. Burung Pecuk ular Anhinga anhinga

7. Burung Kowak maling Nyticorax nyticorax

8. Burung Pelatuk besi Thereskiomia

9. Burung Raja udang Halcyon chloris

10. Burung Blekok Ardeola speciosa

11. Burung Kuntul Egretta intermedia

12. Burung Kuntul kecil Egretta gazeta

13. Burung Cangak abu Arde cinerea

14. Burung Cangak merah Ardea

Sumber : Suaka Margasatwa Muara Angke, 2012 Keterangan :

Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan bawah jarang

terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat pada area

yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter. Vegetasi yang

tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi Api-api (Avicennia sp), sedangkan

Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan

tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada pada tingkat pohon adalah Avicennia

marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris, Thespesia popoulne;

sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat

sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Rhizopora mucronata,

Acasia auliculiformis dan Delonix regia.

Page 10: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 40 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh

gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa

bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi tersebut

mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar.

Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung pantai

yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu Pecuk ular

(Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul putih (Egretta sp),

Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerea), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis

(Anas gibberrfrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Bluwak

(Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet

ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.

H. Hutan Wisata Kamal

Sampai dengan tahun 2012 ini, hutan wisata Kamal merupakan kawasan dengan vegetasi

mangrove paling luas dan tidak berubah apabila dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu sekitar

110,00 Ha. Di dalam kawasan ini terdapat areal kebun bibit mangrove seluas 10,47 Ha. Jenis

vegetasi yang dominan adalah Api-api (Avicennia spp) yang tumbuh mulai tingkat semai hingga

tingkat pohon. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan

tersebut relatif baik. Sedangkan jenis Bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh secara sporadis.

Rhizopora sp yang termasuk dalam klasifikasi pohon banyak dijumpai di kawasan perbatasan

dengan hutan lindung Angke Kapuk di sekitar pantai. Perannya terhadap keseluruhan area

adalah sangat penting. Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi

lindung terhadap serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan

pengaruh angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau

merupakan tanaman yang diharapkan dapat bertahan terhadap pengaruh laut.

Tumbuhan lain yang dijumpai adalah jenis Akasia (Acasia auriculiformis), Kihujan (Samanea

saman), Mahoni (Swietenia macrophyla), Flamboyan (Delonix regia), dan Kedondong

(Spondias pinnata). Jenis tersebut tumbuh di tepi areal tambak. Jenis tumbuhan bawah yang

tumbuh antara lain Kitower (Derris heterophylla), Bluntas (Plucea sp), Nenasia (Breynia sp) dan

beberapa jenis rumput yang biasa tumbuh pada ekosistem darat. Hutan wisata Kamal masih

berfungsi sebagai habitat burung air sebagaimana diindikasikan oleh keberadaan vegetasi

mangrove seperti Api-api (Avicennia sp) yang menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan

kawasan ini adalah sebagai tempat mencari makan bagi burung air, serta sebagai tempat

beristirahat pada malam hari, tempat berlindung dari tiupan angin. Keberadaan empang bekas

tambak maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini telah menjadi

daya tarik bagi burung untuk tetap memanfaatkan hutan wisata sebagai habitatnya. Hal

Page 11: Buku I Bab 2B

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Halaman II - 41 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

tersebut diindikasikan kehadiran burung Pecuk (Phalacrocorax sp), Kuntul (Egretta sp), Cangak

(Ardea sp) yang terbang di hutan wisata Kamal.

Dari semua uraian diatas bahwa perambahan dan alih fungsi kawasan terutama untuk

kepentingan tambak ikan berakibat terganggunya peranan fungsi komunitas dan kawasan

mangrove karena terputusnya rantai makanan bagi biotik kehidupan, seperti burung, reptil dan

lain sebagainya. Terdegradasinya kawasan mangrove akibat tumbuh kembangnya pusat

kegiatan aktivitas manusia. Kegiatan-kegiatan yang dapat merusak ekositem mangrove antara

lain: pengembangan permukiman, seperti kawasan Pantai Indah Kapuk, pembangunan fasilitas

rekreasi Ancol dan pemanfaatan lahan pasang surut untuk kepentingan budidaya pertambakan.

Untuk mengurangi akibat perambahan dan alih fungsi, maka pemerintah DKI Jakarta

melakukan upaya diantaranya tahun 2009 melakukan rehabilitasi Mangrove Suaka Margasatwa

Muara Angke seluas 8 Ha dan menyiapkan jalur hijau jalan sepanjang bantaran seluas 2.094

Ha, selain yang dilakukan pihak swasta yang peduli terhadap keberadaan hutan mangrove di

DKI Jakarta.