Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

38
1 1 BUDAYA ORGANISASI (Studi Tematik Qur’an dan Hadits) Oleh: Djamaluddin Perawironegoro A. PENDAHULUAN Wahyu adalah pembeda antara budaya organisasi dalam perspektif umum dengan budaya organisasi dalam perspektif agama Islam. Sehingga dalam kolaborasinya terjadi tindakan saling melengkapi antara wahyu dan akal. Perlu diketahui bahwa dalam kinerja akal manusia dapat membedakan benar dan salah dengan logika, baik dan buruk dengan etika, dan indah dan jelek dengan estetika. Artinya bahwa dengan kemampuan akalnya, manusia dapat merumuskan budayanya. Namun asumsi tersebut tidak serta merta dapat dibenarkan seutuhnya, karena pada dasarnya benar atau salah bagi suatu kelompok belum tentu menjadi benar atau salah bagi kelompok yang lain. Baik atau buruk bagi suatu kelompok belum tentu menjadi baik atau bahkan buruk bagi kelompok yang lain. Demikian juga mengenai keindahan dan kejelekan. Disini peranan wahyu memberikan penerangan, dimana baik menurut Tuhan dapat diterima kebaikannya bagi seluruh umat manusia, dan buruk bagi Tuhan dapat difahami bahwa yang demikian itu adalah buruk bagi umat manusia. Mujamil Qomar menjelaskan terkait wahyu dan akal dengan mengutip pendapat Harun Nasution yang menyimpulkan bahwa wahyu memiliki fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa saja yang telah diketahui akal dan menerangkan apa saja yang belum diketahui akal, sehingga menyempurnakan yang telah diperoleh akal. Ketika wahyu (baik Al-Qur‟an maupun Hadis) memberikan ketentuan-ketentuan atau pesan-pesan moral yang dapa dicapai atau dicerna oleh akal maupun sebelumnya akal telah mengetahuinya, maka pada saat itu wahyu sebagai „konfirmasi‟. Namun ketika wahyu memberikan ketentuan- ketentuan atau pesan-pesan moral yang tidak terjangkau oleh kekuatan akal berarti wahyu sedang menjalankan fungsi „informasi‟. 1 1 Mujamil Qomar, Strategi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 45

description

budaya

Transcript of Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

Page 1: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

1

1

BUDAYA ORGANISASI

(Studi Tematik Qur’an dan Hadits)

Oleh: Djamaluddin Perawironegoro

A. PENDAHULUAN

Wahyu adalah pembeda antara budaya organisasi dalam perspektif umum

dengan budaya organisasi dalam perspektif agama Islam. Sehingga dalam

kolaborasinya terjadi tindakan saling melengkapi antara wahyu dan akal. Perlu

diketahui bahwa dalam kinerja akal manusia dapat membedakan benar dan salah

dengan logika, baik dan buruk dengan etika, dan indah dan jelek dengan estetika.

Artinya bahwa dengan kemampuan akalnya, manusia dapat merumuskan

budayanya. Namun asumsi tersebut tidak serta merta dapat dibenarkan seutuhnya,

karena pada dasarnya benar atau salah bagi suatu kelompok belum tentu menjadi

benar atau salah bagi kelompok yang lain. Baik atau buruk bagi suatu kelompok

belum tentu menjadi baik atau bahkan buruk bagi kelompok yang lain. Demikian

juga mengenai keindahan dan kejelekan. Disini peranan wahyu memberikan

penerangan, dimana baik menurut Tuhan dapat diterima kebaikannya bagi seluruh

umat manusia, dan buruk bagi Tuhan dapat difahami bahwa yang demikian itu

adalah buruk bagi umat manusia.

Mujamil Qomar menjelaskan terkait wahyu dan akal dengan mengutip

pendapat Harun Nasution yang menyimpulkan bahwa wahyu memiliki fungsi

konfirmasi dan informasi, memperkuat apa saja yang telah diketahui akal dan

menerangkan apa saja yang belum diketahui akal, sehingga menyempurnakan

yang telah diperoleh akal. Ketika wahyu (baik Al-Qur‟an maupun Hadis)

memberikan ketentuan-ketentuan atau pesan-pesan moral yang dapa dicapai atau

dicerna oleh akal maupun sebelumnya akal telah mengetahuinya, maka pada saat

itu wahyu sebagai „konfirmasi‟. Namun ketika wahyu memberikan ketentuan-

ketentuan atau pesan-pesan moral yang tidak terjangkau oleh kekuatan akal berarti

wahyu sedang menjalankan fungsi „informasi‟.1

1 Mujamil Qomar, Strategi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 45

Page 2: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

2

2

Artinya bahwa wahyu tidak hanya menjangkau hal-hal yang empiris dan

rasional, tetapi juga menjangkau hal-hal yang suprarasional yang belum dijangkau

oleh akal.

Adapun fungsi wahyu adalah diantaranya:

a. Sebagai petunjuk bagi umat manusia.

b. Sebagai acuan dalam mengelola umat manusia.

c. Sebagai konsultan atau tempat konsultasi.

d. Sebagai pendorong atau pengendali.

e. Sebagai alat pengukur bagi yang taat dan yang maksiat.

f. Sebagai bentuk tanggungjawab Tuhan atas kebebasan yang diberikan

kepada manusia.

Dalam kaitannya antara wahyu dan budaya organisasi, penulis mencoba

atau berikhtiar memberikan model „konfirmasi‟ antara budaya organisasi dengan

ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW.

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh

organisasi, yang membedakan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

Sebuah sistem makna bersama mengandung nilai-nilai, norma, adat,

perilaku, sikap yang difahami bersama dan menjadi komitmen bersama untuk

bekerja dan berbuat dalam menghadapi tantangan organisasi baik itu secara

internal ataupun eksternal. Dengan sistem makna bersama yang disepakati

diharapkan organisasi dapat survive. Selain daripada sebagai sistem imun, sistem

makna bersama itulah yang membedakan antara satu organisasi dengan organisasi

yang lain.

Budaya organisasi menjadi perekat antar warga organisasi. Pada dasarnya

manusia cenderung berkelompok dengan mereka yang memiliki kesamaan nilai,

norma, adat, kepercayaan, dan asumsi-asumsi yang lainnya. Kesamaan tersebut

membawa individu-individu yang berbeda untuk menjalin kerjasama dalam

mencapai tujuan organisasi. Jika hilang kebersamaan, dampaknya adalah

terpecahnya atau bahkan musnahnya organisasi. Yang demikian itu bukanlah hal

yang tidak mungkin, karena Allah SWT mengingatkan dalam surah Yunus ayat

47-49:

Page 3: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

3

3

47. tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila telah datang Rasul mereka,

diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak

dianiaya.48. mereka mengatakan: "Bilakah (datangnya) ancaman itu, jika memang

kamu orang-orang yang benar?"48. mereka mengatakan: "Bilakah (datangnya)

ancaman itu, jika memang kamu orang-orang yang benar?"49. Katakanlah: "Aku

tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada

diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai ajal.

Apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya

barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).

Selain daripada ayat tersebut dalam surah al-Mukminuun ayat 43 disebutkan:

43. tidak (dapat) sesuatu umatpun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat

pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu).

Dari dua ayat tersebut penulis memahami bahwa bagi setiap umat atau

organisasi akan datang padanya suatu saat tentang ajalnya. Yaitu manakala

organisasi tersebut tidak mengikuti pemimpinnya yang tulus ikhlas

mengembangkan organisasi.

Dalam perjalanannya organisasi tumbuh dinamis sebagaimana tubuh

manusia yang selalu berkembang dari waktu ke waktu. Demikian itu agaknya

sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW:

Artinya: Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam cinta, kasih sayang, dan

hubungan diantara mereka adalah seperti tubuh manusia, yang apabila sakit satu

anggotanya maka seluruh anggota yang lainnya akan merasakannya dengan tidak

tidur dan badan yang panas. (H.R.Ahmad)

2 Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaybany, Musnad

Ahmad, dalam Maktabah Syameela, (t.k: Kementrian Waqaf Mesir, t.t), Juz. 40, hlm. 32

Page 4: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

4

4

Hadits tersebut mengumpamakan orang-orang beriman dengan tubuh.

Kata-kata orang yang beriman disini adalah kelompok orang-orang beriman yang

bersatu dalam organisasi, sehingga implikasinya adalah apabila satu di antara

mereka tidak mengikuti aturan atau budaya organiasi maka akan berdampak pada

lainnya. Demikian prinsip kebersamaan dalam organisasi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa organisasi dalam bentuk apapun selalu

menentukan visi, misi, tujuan dan nilai-nilai dalam mencapainya. Dengan

kejelasan mengenai hal-hal tersebut warga organisasi akan menentukan strategi

dan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan. Sehingga pencapaian organisasi

lebih terncana, terkoordinasi, dan terukur secara lebih efektif dan efisien.

Cara-cara, nilai, norma, adat kebiasaan, peraturan, dan kepercayaan bagi

setiap individu dalam menjalankan dinamika kerja terhadap tantangan internal

maupun eksternal yang disepakati bersama adalah kita kenal dengan budaya

organisasi.

Budaya organisasi memiliki peranan yang penting bagi organisasi, karena

fungsinya sebagai perekat warga organisasi. Selain daripada struktur organisasi

dan sumber daya manusia. Bisa dibayangkan apabila suatu organisasi tidak

memiliki budayanya sendiri, maka yang terjadi adalah cara bekerja yang tidak

efektif.

B. ONTOLOGI BUDAYA ORGANISASI

1. Hakikat Budaya Organisasi

Dikutip oleh Winardi yaitu pendapat Trice dan Beyer yang mendefinisikan

budaya organisasi sebagai sebuah pola kompleks berupa keyakinan, ekspektasi-

ekspektasi, ide-ide, nilai-nilai, sikap dan perilaku, yang dirasakan dan diyakini,

secara bersama oleh para anggota suatu organisasi.3

Wibowo mengungkapkan bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai dan

kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati, dalam

organisasi, kebiasaan ini menjadi budaya kerja sumber daya manusia.4

3 J. Winardi, Manajemen Perubahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 125

4 Widodo, Manajemen Perubahan, (Jakarta; Rajawali Pers, 2008), hlm. 371

Page 5: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

5

5

Scein merumuskan, “… sebuah pola asumsi-asumsi dasar- yang

diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu, sewaktu

kelompok tersebut belajar menghadapi masalah-masalahnya berupa adaptasi

eksternal dan integrasi internal – yang telah tebukti berhasil dengan baik, untuk

dianggap valid, dan oleh karena demikian, perlu ditularkan kepada anggota-

anggota baru sebagai cara tepat guna mempersepsi, berpikir, dan merasa

sehubungan dengan masalah-masalah tersebut.”5

Daft mendefinisikan budaya dan budaya organasisasi sebagai berikut

“Culture is the set of values, norms, guiding beliefs, and understandings that is

shared by members of an organization and is taught to new members. 6

Suatu

setting nilai, norma, pedoman, dan keyakinan disampaikan oleh anggota

organisasi untuk disampaikan kepada anggota baru.

Sedangakan Robbins dan Judge mengungkapkan “Organizational Culture

is a system of shared meaning held by members that distinguishes the

organization from other organizations”.7 Bahwa budaya organisi adalah suatu

sistem pemaknaan bersama yang disampaikan oleh anggota organisasi untuk

membedakannya dengan organisasi yang lain.

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat difahami bahwa komponen dari

budaya organisasi adalah nilai, norma, peraturan-peraturan, keyakinan bersama,

falsafah yang dianut organisasi. Dan tindakan dari hal-hal tersebut adalah

diyakini, diikuti, dihormati, dan disampaikan kepada yang lain sehingga menjadi

pembeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya.

2. Struktur Budaya Organisasi

Kebudayaan: adalah suatau sistem nilai, keyakinan, dan norma-norma

yang unik yang dimiliki secara bersama oleh anggota suatu organisasi.8

5 J. Winardi, hlm. 129

6 Richard L. Daft. Understanding the Theory and Design of Organizations, (Vanderbilt University:

Thomson South Western, 2007). Hlm. 239 7 Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, Organizational Behavior, Twelfth Edition. (New

Jersey: Pearson Education, Inc. 2007). Hlm 510 - 513 8 Gibson, Ivancevich, Donelly, Organisasi Perilaku Struktur Proses Jilid 1,Edisi ke-5 (Tanpa

Kota: Erlangga, 1985), Hlm. 41

Page 6: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

6

6

Gambar: 1

Tingkatan Budaya Organisasi.

Tingkatan yang paling kurang terlihat, atau yang paling mendalam adalah

tingkatan yang dinamakan asumsi-asumsi bersama dasar, aygn mewakili

keyakinan tentang realita dan sifat manusia, yang dianggap benar.

Tingkatan kultur berikutnya adalah tingkatan nilai-nilai cultural, yang

mewakili keyakinan-keyakinan kolektif, asumsi-asumsi, dan perasaan tentang apa

saja yang dianggap baik, normal, rasional, bernilai dan seterusnya. Contoh: pada

suatu perusahaan karyawannya sangat mengutamakan uang, sedangkan

perusahaan lain mereka lebih mementingkan inovasi teknologikal atau

kesejahteraan karyawan.

Tigkat berikutnya adalah prilaku bersama. Di dalamnya termasuk norma-

norma, yang lebih bersifat visible, dan agar lebih mudah dibandingkan dengan

nilai-nilai. Adapun alsannya (untuk sebagian) adalah bahwa orang-orang kurang

menyadari nilai-nilai, yang mempersatukan mereka. Tingkatan yang paling

superficial tentang kultur keorganisasian terdiri dari aneka macam symbol.

Symbol-simbol cultural berpa kata-kata (jargon atau slang), sikap, dan gambar-

Simbol-simbol kultur

Perilaku bersama

Nilai-nilai kultural

Asumsi-asumsi bersama

Page 7: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

7

7

gambar atau objek-objek fisikal lainnya yang mengandung arti tertentu, di dalam

sebuah kultur.

Simbol-simbol kultur tertentu yang dianggap penting, kadang-kadang

mencapai wujud pahlawan cultural (cultural heroes) atau orang-orang (baik yang

masih hidup, maupun yang sudah meninggal dunia) yang memiliki sejumlah ciri,

yang dinilai sangat tinggi oleh kultur, hingga dengan demikian mereka berlaku

sebagai model-model peranan (role models).9

Menurut Peters dan Waterman, organisasi yang efektif mempunyai

kebudayaan intern yang memperkuat perlunya mutu yang sangat baik.

Kebudayaan mempunyai arti yang bermacam-macam. Untuk itu, dapat

didefinisikan bahwa suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang menghasilkan

norma prilaku. Nilai-nilai (apa yang penting) dan keyakinan (bagaimana cara

kerja hal-hal) menimbulkan norma (bagaimana kita harus melakukan sesuatu).

Dan kebudayaan itu dapat menjadi kekuatan positif dan negatif dalam mencapai

prestasi yang efektif.10

Karakteristik budaya organisasi yang dirumuskan Robbins adalah: (1)

Inovasi dan berani mengambil risiko, sejauh mana karyawan didorong untuk

inovatif dan berani mengambil risiko. (2) Perhatian kepada hal yang rinci, yaitu

sejauh mana para karyawan diharapkan mau memeperlihatkan kecermatan,

analisis dan perhatian kepada kerincian. (3) Orientasi hasil, yaitu sejauh mana

manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk

mendapatkan hasil itu. (4) Orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen

memperhitungkan efek hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu. (5)

Orientasi tim, Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja,

bukannya individu-individu. (6) Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu

agresif dan kompetitif, bukan bersantai. (7) Kemantapan, yaitu sejauh mana

kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari

pertumbuhan dan inovasi.11

9 J. Winardi, hlm. 126-127

10 Gibson, Ivancevich, Donelly, hal 41

11 Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, Organizational Behavior, Hlm 510 - 513

Page 8: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

8

8

Karakteristik budaya organisasi yang diungkapkan oleh Victor Tan

adalah:12

1. Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan

kemerdekaan yang dimiliki individu.

2. Risk Tolerance, yaitu suatu tungkatan di mana pekerja di dorong

mengambil risiko, menjadi agresif dan inovatif.

3. Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan

menetapkan harapan kerja.

4. Integration, yaitu tingkatan di maan unit dalam organisasi di dorong untuk

beroperasi dengan cara terkoordinasi.

5. Management support, yaitu tingkatan di mana manajer mengusahakan

komunikasi yang jelas, banduan dan dukungan pada bawahannya.

6. Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang

diperguanakan untuk melihat dan mengawasi prilaku pekerja.

7. Identity, yaitu tingkatan di mana anggota mengidentifkisasi bersama

organisasi secara keseluruhan daripada dengan kelompok kerja atu bidang

keahlian professional tertentu.

8. Reward system, yaitu suatu tingkatan di mana alokasi reward, kenaikan

gajih atu promosi, didasarkan pada criteria kinerja pekerja, dan bukan pada

senioritas atau favoritism.

9. Conflict tolerance, yaitu tingkatan di mana pekerja di dorong

menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.

10. Communication patterns, yaitu suatu tingkatan di mana komunikasi

organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki formal.

Karakter-karakter tersebut adalah terdapat dalam organisasi. Sebagaimana

manusia, organisasi sebagai satu kesatuan memiliki karakter. Dan karakter

tersebut adalah yang membedakan antara satu organisasi dengan organisasi

lainnya.

12

Wibowo, hlm. 380

Page 9: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

9

9

3. Isyarat-Isyarat Al-Qur’an dan Hadits tentang Ontologi Budaya

Organisasi

Allah Swt berfirman dalam surah al-Hujurat ayat 13, sebagaimana berikut:

13

Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

sorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.13

Ayat ini turun menanggapi hinaan yang diterima Bilal, ketika dia naik

dinding Ka‟bah untuk melakukan azan pada hari pembebasan kota Mekah. Maka

Nabi SAW. Memanggil orang-orang yang menghina Bilal dan menegur sikap

mereka yang membangga-banggakan nasab.14

Disebutkan dari Abu Daud bahwa ayat ini turun pada Abu Hindin yang

mana dia adalah tukang bekam Nabi SAW berkata: Sesungguhnya Rasulullah

SAW menyuruh Bani Bayadhah untuk menikahkan Abu Hindin dengan anak

perempuan diantara mereka, maka mereka berkata pada Rasulullah SAW:

(Apakah) Kami nikahkan anak-anak perempuan kami dengan budak-budak kami?

Maka turunlah ayat ini.15

Setelah Allah Swt menyatakan larangan untuk perbuatan menghina,

mencela, memberikan panggilan yang tidak baik, berprasangka buruk, mencari-

cari aib orang lain, dan berghibah. Maka di ayat ini menekankan tentang sebab

dilarangnya perbuatan tercela tersebut.

13

Q.S. Al-Hujurat: 13 14

Wahbah Zuhaili, Muhammad Adnan Salim, Muhammad Rusydi Zain,

Muhammad Wahbi Sulaiman, Al-Mawsuuah Al-Quraniyah Al-Muyassarah, terj.

Ensiklopedia Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1428 H), hlm. 518 15

Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Mujallad At-Taasi’, (Beirut:

Daru-l-Fikri, , 1421 H), hlm.195

Page 10: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

10

10

Dijelaskan bahwa Allah Swt menciptakan manusia dari satu ayah dan satu

ibu yaitu Adam dan Hawa. Dengan demikian bagaimana bisa satu orang

menyakiti yang lainnya sedang mereka pada dasarnya dari satu nenek moyang

yang sama. Allah Swt menjadikan manusia dalam berbagai Syu’ub, Qaba’il16

dengan tujuan untuk saling mengenal bukan untuk saling membanggakan nasab

karena pada dasarnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang

bertakwa.

Dalam tafsir Thobari, disebutkan bahwa sesungguhnya Allah Swt,

menjadikan umat manusia dari air mani laki-laki, dan dari air ovum perempuan.

Maka kemudian Allah Swt menjadikannya bernasab-nasab, sebagian bernasab

dekat, dan sebagian lain bernasab jauh (luas). Qabilah adalah kelompok-kelompok

kecil, dan Sya‟bun adalah kelompok-kelompok yang lebih besar. Untuk

mengetahui sebagian atas sebagian yang lain dalam hal keturunannya. Atau

dekatnya kekerabatan dan jauhnya. Tidak untuk menunjukkan kemuliaan yang

satu atas yang lain. Dan untuk kedekatanmu kepada Allah Swt, karena pada

dasarnya yang paling mulia diantara kalian semua, adalah yang paling bertaqwa

diantara kalian.17

Disebutkan dalam Tafsir Qurthubi, dari Abu Malik al-Asy‟ari berkata,

Rasulullah Saw bersabda:

Hadits tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt tidak melihat pada

kecukupan, keturunan, fisik (badan), dan harta yang dimiliki oleh manusia, akan

tetapi Allah Swt melihat pada hati-hati manusia. Maka barangsiapa yang di dalam

16

Syu‟ub adalah Kumpulan suku-suku yang besar, seperti Rabi‟ah, Mudhar, dan Khuzaimah.

Qabail adalah satuan lebih kecil dari syu‟ub seperti Bani Bakar dari Bani Rabiah, Bani Tamim dari

Mudhar. 17

Abu Ja‟far Ath-Thabari, Jaami’ul bayaan fi takwilil Qur’an,Juz. 22, dalam Maktabah Syaamilah

(T.k: Muassasah Ar-Risaalah, 2000), hlm. 309-312 18

Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Juz.16, dalam Maktabah Syameela, (t.k: Mawqi‟u Ya‟sub, t.t),

hlm. 342

Page 11: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

11

11

hatinya terdapat hati yang shalih, Allah akan menyayanginya. Dan Allah Swt

mencitai orang-orang yang bertaqwa. Dan ini untuk seluruh umat manusia tanpa

perbedaan apaapun.

Pengakuan Allah Swt terhadap suku-suku dan qabilah-qabilah tersebut,

pada prinsipnya adalah bahwa semua umat manusia bermula dari satu keturunan

yaitu Adam dan Hawa. Dari dua orang tersebut, muncul berbagai banyak

keturunan umat manusia yang beraneka ragam. Allah Swt sebagai Tuhan Yang

Maha Adil, tentu tidak layak bagi-Nya untuk membeda-bedakan, berdasarkan hal-

hal yang fisik dan materi. Allah Swt, hanya memberikan batasan bagi yang ingin

dekat dengannya adalah yang beramal shalih, keshalihan itu membawa pada

ketaqwaan, dan Allah bersama mereka yang bertaqwa.

Dapat difahami ayat tersebut sebagai isyarat pengakuan Allah Swt

terhadap kehadiran berbagai suku-suku, dan bangsa. Kehadiran tersebut,

menghadirkan perbedaan-perbedaan yaitu warna kulit, kekayaan, kecukupan,

keturunan, dan kedermawanan. Hal-hal ini adalah hal yang nampak pada umat

manusia. Yang nampak tersebut, merupakan pengakuan Allah atas apa yang

melekat pada mereka dalam keragaman. Maka Allah Swt menyampaikan atas

keragaman tersebut untuk saling mengenal.

Ta’aarufadalah kata yang memiliki makan untuk saling mengetahui.

Artinya adalah ada perbuatan timbal balik antara person yang ingin mengetahui

dan person yang memberi pengetahuan. Pengetahuan ini adalah pengetahuan

tentang komunitasnya “sya’b” dan “qabilah”. Pengetahuan terhadap komunitas-

komunitas ini pada perkembangannya menghadirkan Ilmu-ilmu Sosial, seperti

Sosiologi, Sejarah, Antropologi, dan Psikologi.

Rasa untuk saling berbagi pengetahuan yang dimiliki sebagai suatu budaya

yang diwariskan secara turun menurun kepada keturunannya. Menjadikan suatu

aturan, norma, keyakinan, dan falsafah yang dianutnya, sebagai way of life dari

kelompok tersebut.

Dengan kesamaan aturan, norma, keyakinan, dan falsafah yang menjadi

way of life suatu kelompok memiliki kerekatan dan kedekatan satu sama lain.

Atau dalam istilah organisasi memiliki integrasi internal. Demikian itu penting,

Page 12: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

12

12

untuk menjaga kekuatan kebersamaan dalam menghadapi tantangan dari luar,

sehingga sanggup beradaptasi dengan kondisi eksternal.

Allah Swt berfirman dalam surah Ali Imron ayat 112 yang berbunyi:

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka

berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia (Q.S.

Ali Imron: 112)

Dalam Shafwatu-t-tafaasir karya Ali Ash-Shabuni, ayat tersebut

menunjukkan perintah Allah Swt kepada Ahli Kitab agar berpegang dengan

agama Allah, dan pada syari‟at yang lurus. Sedangkan kepada orang-orang yang

beriman Allah Swt mengajak untuk melakukan kewajiban berda‟wah,

memerintahkan kepada kebaikan, dan mencegah kemunkaran, dan diperintahkan

juga untuk bersatu dan menghindari perbedaan. Sehingga Allah Swt

mengingatkan apa yang menimpa orang-orang Yahudi dari kehinaan dan

kekerdilan disebabkan kedengkian dan permusuhan.19

Dalam tafsir Jalalain, disebutkan bahwa dimanapun mereka berada maka

tidaklah mereka mendapatkan kemuliaan dan tidak pula pegangan, kecuali jika

mereka berpegang pada agama Allah dan janji atas orang-orang beriman. Yang

demikian itu janji mereka untuk keamanan yaitu dengan membayar jizyah atau

tidak ada bagi mereka perlindungan selain dengan hal tersebut.20

Sedangkan Ibnu Katsir, mentafsirkan ayat tersebut dengan mewajibkan

bagi mereka (Orang-orang Yahudi) kehinaan dan kekerdilan dimanapun mereka

berada dan tidak mendapatkan keamanan, kecuali jika mereka berada pada janji

dari Allah, yaitu ikatan janji bagi mereka dengan membayar jizyah atas diri

mereka, juga kewajiban mereka untuk menjalankan hukum-hukum agama. Dan

keamanan dari mereka untuk mereka, sebagaimana dalam perjanjian-perjanjian

dan tawanan jika mengamankannya salah seorang dari orang-orang Islam,

meskipun perempuan. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas, Ikrimah, „Athaa, Adh-

19

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatu-t-Tafaasir: Tafsiiru-l-Qur’an Al-Karim, Juz.1 (Cairo:

Daaru Shabuni li-th-Thiba‟ah Wa-n-Nasyr Wa-t-Tawzi‟, 1997), hlm. 201 20

Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Mahily dan Jalaluddin Abdu Rahman bin Abu Bakar

as-Suyuthi, Tafsir Jalalayn, (Beirut: Daru Shaadir, 2003), hlm. 64

Page 13: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

13

13

Dhahaak, Al-Hasan, Qatadah, As-Suda, dan Rabi‟ bin Anas, mengartikan “hablun

min Allahi wa hablun min an-Naas” dengan janji dari Allah dan janji dari

manusia.21

Demikian juga Ali Ash-Shabuni yang mentafsirkan ayat tersebut bahwa

bagi mereka kehinaan dan dan kenistaan dimanapun mereka berada , dan meliputi

mereka sebagaimana rumah yang diliputi kehancuran oleh penghuninya, kecuali

jika mereka berpegang pada janji Allah dan Janji orang-orang muslim. Ash-

Shabuni juga mengutip pendapat Ibun Abbas.22

Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kasysyaaf, mengatakan bahwa “hablun mina

Allahi” adalah suatu kondisi. Dengan kata lain kecuali mereka berpegang teguh

atau berpedoman atau berpegang dengan cinta dari Allah, demikian itu

pengecualian atas kondisi yang lebih umum. Maknanya adalah bahwa mereka

ditimpakan kehinaan secara umum kecuali dalam pegangan mereka atas janji

Allah dan janji manusia, dengan kata lain, tidaklah mereka mendapatkan

kemuliaan kecuali dalam satu hal ini yaitu kembalinya mereka pada janji, dan

penerimaan mereka atas jizyah.23

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengartikan ayat tersebut yaitu

setelah menjelaskan keadaan kebanyakan orang-orang Yahudi saat menghadapi

orang-orang Islam, di sini dijelaskan keadaan mereka setiap waktu dan saat yang

telah mendarah daging, membudaya, dan melekat pada diri mereka. Yaitu bahwa:

Mereka diliputi, sebagaimana satu bangunan meliputi penghuninya, diliputi oleh

kenistaan, yakni ketundukan akibat kekalahan di mana saja mereka berada,

kecuali jika mereka berpegang kepadaAllah, yakni ajaran agama-Nya, atau tunduk

membayar jizyah (pajak) sebagai warga negara yang berhak memeroleh keamanan

21

Imadu-d-Diin Abi al-Fida Ismail ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adziim. Juz 1.

(Cairo: Al-Maktabah at-Tawfiiqiyah, t.t), hlm. 74 22

Ali Ash-Shabuni, hlm. 202 23

Abu Qasim Jaarullah Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari al-Khowarizmi, Al-Kasysyaf ‘an

Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyuuni-l-Aqaawiil fi wujuuhi-t-Takwil, Juz. 1, (al-Fajaalah: Maktabah

Misra, t.t), hlm. 353

Page 14: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

14

14

setelah tunduk pada pemerintahan Islam dan tali dengan manusia, yakni

pembelaan dari kelompok manusia.24

Dari beberapa tafsir tersebut dapat difahami bahwa apa yang menimpa

orang-orang Yahudi dari kehinaan dan kenistaan adalah bersumber pada

pengingkarannya terhadap janji dari Allah - dalam hal ini adalah agama yang

dibawakan oleh Nabinya – dan janji terhadap sesama manusia yaitu untuk

membayara jizyah sebagai jaminan atas keamanan mereka berada di antara orang-

orang Islam.

Dengan menggunakan kata yang sama yaitu “tsaqafa”, Allah Swt

berfirman:

191. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka

dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah). (Q.S. Al-Baqarah: 191)

91. Maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang

yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan

membunuh) mereka. (Q.S. An-Nisa: 91)

57. jika kamu menemui mereka dalam peperangan, Maka cerai beraikanlah orang-

orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka

mengambil pelajaran. (Q.S. Al-Anfal: 57)

61. di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-

hebatnya. (Q.S. Al-Ahzab: 61)

2. jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh

bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan

24

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera

Hati, 2002), hlm. 227

Page 15: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

15

15

menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. (Q.S. Al-

Mumtahanah: 2)

Lima ayat tersebut di atas, tiga diantaranya mengartikan “tsaqafa” dengan

bertemu atau berjumpa. Yaitu pada Al-Baqarah: 91, Al-Anfaal: 57, dan Al-Ahzab

61. Sedangkan An- Nisa‟: 91, mengartikannya dengan alasan yang nyata. Dan Al-

Mumtahanah: 2, mengartikannya dengan menangkap.

Dalam kitab “Shahih Bukhori” terdapat satu hadits yang menyebut kata

“tsaqifun” yaitu hadits 3692, 3905, 5807, 5470, yang isinya menceritakan tentang

Nabi Muhammad Saw dalam suksesi hijrah dari Makkah ke Madinah bersama

sahabatnya Abu Bakar, dan ditemani juga dengan Abdullah bin Abu Bakar, yang

ikut bersamanya tinggal di dalam gua Tsur, Pada hadits tersebut disebutkan:

Selain dalam Kitab Shahih Bukhori, hadits tersebut juga terdapat pada Al-

Mustadrak ‘ala Shahihayni, yang ditulis oleh Muhammad ibnu Abdullah Abu

Abdillah Al-Haakim An-Naysabur, dalam bab hijrah, dengan nomor hadits 4272.

Dalam kitab Mushannaf ‘Abdu Razaq yaitu pada hadits. Dalam kitab Dalaail an-

Nubuwwah disebutkan dengan nomor hadits 729. Dalam kitab Musykaalu al-Atsar

Li-th-Thahawi menyebutkan hadits tersebut dengan nomor hadits 3446. Dalam

kitab Jaami’ al-Ushul min Ahaadiitsi Ar-Rasul dengan nomor hadits 9203. Dalam

Musnaad ash-Shahabah fi al-Kutub at-Tis’ah juz 8 halaman 230.

Bukhari menjelaskan kata “tsaqifun” tersebut diartikan dengan “haadziqun

fathanun” yang berarti pandai dan cerdas. Dan “laqinun” diartikan dengan daya

faham yang cepat, penyampaian yang baik atas apa yang didengarkannya dan

diketahuinya. Demikian juga dalam Dalaail an-Nubuwwah, Musykaalu al-Atsar

Li-th-Thahawi , dimaknai sama dengan pendapat Bukhari.

Menarik untuk melihat makna dari kata “tsuqifuu” pada surah Ali Imron

112, yang diartikan dalam tafsir jalalayn sebagai “wajaduu” yang berarti berada,

atau “wujiduu wa laquu” dalam tafsir Qurthubi yang berarti didapatkan dan

25

Muhammad bin Isma‟il Abu Abdullah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Al-Jami’ Ash-Shahih Al-

Mukhtashar, Juz 3, Bab Hijratu-n-Nabiy Shallaallahu ‘alayhi wa sallam, (Beirut: Daaru Ibnu

Katsir, 1987), hlm. 1417.

Page 16: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

16

16

bertemu,26

Thobari mengartikan “laquu” yang berarti bertemu.27

Dan tsaqifun

dalam Shahih Bukhari diartikan dengan kepandaian dan kecerdasan.

Sedangkan menurut bahasa kata “tsuqifuu” bermula dari kata “tsaqafa”

yang berarti cerdas,28

memahami dengan cepat,29

didapatkan dan diketahui.30

Dengan demikian dapat diartikan kata “tsuqifuu” sebagai dibudayakan. Karena

dalam budaya terdapat kecerdasan dan pengetahuan yang dalam tentang

kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan

kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat yang tidak

hanya kepada sesama manusia, namun juga Tuhan.

Kepada Tuhan menjadi penekanan disini, demikian karena pada saat ini

terdapat pergeseran pemahaman akan budaya yang cenderung diartikan hanya

sebagai hubungan terbatas antara manusia, sehingga melupakan Tuhan. Maka

jikalau demikian tidak jauh berbeda dengan apa yang ditimpakan kepada orang-

orang Yahudi tersebut dari kerendahan dan kenistaan. Jikalau kita menginginkan

keselamatan tidak berhenti pada hubungan dari manusia yang dijalin, tetapi juga

hubungan dengan Allah Swt.

Dari dua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa isyarat-isyarat Al-Qur‟an

tentang budaya telah ada di dalam Al-Qur‟an, meskipun secara eksplisit bahwa

budaya tersebut adalah kaitannya dengan Sya‟b dan Qabilah yang berarti

kelompok suku dan bangsa. Namun secara substansi kiranya dapat disetujui,

bahwa antara Sya‟ab, Qabilah, dan Organisasi adalah kumpulan kelompok

manusia yang berkerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

Dengan kesamaan tersebut, maka setiap kelompok memiliki watak dan

karakter masing-masing, yang membedakan antara satu kelompok dengan

kelompok yang lainnya. Karakter-karakter dasar atau asumsi-asumsi dasar itulah

inti dari budaya organisasi (budaya kelompok).

26

Abu Ahmad bin Muhammad al-Anshari, Tafsir al-Qurthubi, Juz. 3, (Cairo: Maktabah al-Iman,

t.t), hlm. 82 27

Abu Ja‟far bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari: Jaami’ al-Bayaan ‘an Takwiili Ayi al-

Qur’an, Juz. 2, (Beirut: Ad-Daar Asy-Syamiyah, 1997), hlm. 359 28

Abu al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Mandzur al-Afriqi al-Mishri, Lisaanu-l-

Arab, Al-Mujallad 1. (Beirut: Daaru Shaadir, 1997), hlm. 340 29

Loise Maluf, Al-Munjid fi Lughah wa al-‘Alaam, (Beirut: Daaru-l-Masyriq, 1986), hlm. 71 30

www.almaany.com/quran/3/112/6/ diakses 27 November 2014 jam 21.32

Page 17: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

17

17

Asumsi-asumsi dasar sebagaimana diungkapkan oleh Schein memiliki

tujuh pokok pikiran penting yaitu asumsi mengenai kebenaran, realitas, waktu,

tempat, aktivitas manusia, hakikat manusia, dan hubungan antara manusia. Tujuh

hal tersebut dalam perspektif al-Qur‟an, harusnya berdimensi hablun mina Allah

dan hablun mina Annaas.

B. EPISTIMOLOGI BUDAYA ORGANISASI

1. Objek Budaya Organisasi

Menurt Daft, budaya organisasi berjalan pada dua level “First, On the

surface are visible artifacts and observable behaviors (the ways people dress and

act and the symbols, stories, and ceremonies organization members share).

Second, The visible elements of culture, however, reflect deeper values in the

minds of organization members. These underlying values, assumptions, beliefs,

and thought processes are the true culture.”31

Menurut Schein, sebagaimana dikutip oleh Hanggraeni, bahwa terdapat

tiga level kultur dalam organisasi, yaitu artifacts, espoused value, dan basic

assumption. Artifacts adalah kultur yang mudah diobservasi, bisa terlihat,

terdengar, dirasakan, dan berada di permukaan, contoh: produk, bahasa, teknologi,

cara berpakaian, dan legenda. Espoused value adalah filosofi yang dianut oleh

organisasi, tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan. Sedangkan basic

assumption adalah lapisan paling mendasar dan paling diperhatikan dari

organisasi, namun tidak terlihat.32

Sopiah menjelaskan mengenai asumsi dasar,

yaitu asumsi merupakan reaksi yang bermula dari nilai-nilai yang didukung. Bila

asumsi telah diterima maka kesadaran akan menjadi tersisih. Dengan kata lain

perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada apakah nilai-nilai tersebut

masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak.33

Asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi sebagaimana

diungkapkan Schein, yaitu:

31

Richard L. Daft, Hlm. 239 32

Dewi Hanggraeni, Perilaku Organisasi: Teori, Kasus, dan Analisis, (Jakarta: LPFEUI, 2011),

hlm. 152 33

Sopiah, hlm. 131

Page 18: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

18

18

a. Hubungan dengan lingkungan.

b. Hakikat kegiatan manusia.

c. Hakikat realitas

d. Hakikat kebenaran.

e. Hakikat waktu.

f. Hakikat sifat manusia.

g. Hakikat hubungan antar manusia.34

7 dimensi tersebut di atas, akan mengarah kepada beberapa aspek dalam

organisasi yang tebagai menjadi 2 kategori yaitu adaptasi eksternal dan adaptasi

internal.

2. Cara Memperoleh Budaya Organisasi

Schein merumuskan, “… sebuah pola asumsi-asumsi dasar- yang

diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu, sewaktu

kelompok tersebut belajar menghadapi masalah-masalahnya berupa adaptasi

eksternal dan integrasi internal – yang telah tebukti berhasil dengan baik, untuk

dianggap valid, dan oleh karena demikian, perlu ditularkan kepada anggota-

anggota baru sebagai cara tepat guna mempersepsi, berpikir, dan merasa

sehubungan dengan masalah-masalah tersebut.”35

Kata ditularkan mengandung arti proses penyampaian kepada yang lain,

disini bisa dimaksudkan dengan pendidikan dan pelatihan. Maka budaya

organisasi yang dibuat akan cenderung untuk disampaikan dalam berbagai forum,

terutama forum-forum formal.

Dalam Mengembangkan Kultur keorganisasian Edgar Schein berpendapat

bahwa kultur keorganisasian terbentuk sebagai reaksi terhadap dua macam

tantangan pokok yang dihadapi oleh setiap organisasi:36

1. Adaptasi eksternal dan ketahanan.

2. Integrasi internal.

34

Sopiah, hlm. 132-135 35

J. Winardi, hlm. 129 36

J. Winardi, hlm. 127-128

Page 19: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

19

19

Adaptasi ekternal, dan ketahanan berhubungan dengan bagaimana

organisasi yang bersangkutan akan mencapai suatu “relung” dan mengahadapi

lingkungan eksternal yang terus-menerus mengalami perubahan.

Adaptasi eksternal dan ketahanan mencakup kegiatan menghadapi

persoalan-persoalan berikut:

1. Misi dan strategi: mengidentifikasi misi primer organisasi yang

bersangkutan; memilih strategi-strategi guna mencapai misi tersebut.

2. Tujuan-tujuan; menetapkan tujuan-tujuan spesifik.

3. Alat-alat; menetapkan bagaimana cara mencapai tujuan-tujuan tersebut; di

dalam alat-alat termasuk kegiatan menyeleksi sebuah struktur

keorganisasian dan sistem imbalan.

4. Pengukuran; menetapkan kriteria guna mengukur seberapa jauh para

individu serta tim-tim mencapai tujuan mereka.

Integrasi internal berkaitan dengan penetapan dan pemeliharaan hubungan-

hubungan kerja efektif antara para anggota suatu organisasi. Integrasi internal

mencakup tindakan menghadapi persoalan-persoalan berikut:

1. Bahasa dan konsep-konsep; mengidentifikasi metode-metode komunikasi;

mengembangkan arti berama bagi konsep-konsep penting.

2. Batas-batas kelompok dan tim: Menetapkan criteria untuk keanggoataan di

dalam kelompok-kelompok dan tim-tim

3. Kekuasaan dan status; mendeterminasi peraturan-peraturan untuk

mencapai, mempertahankan dan kehilangan kekuasaan, dan status.

4. Imbalan dan hukuman; mengembangkan sistem-sistem guan mendorong

prilaku yang diinginkan danmencegah timbulnya prilaku yang tidak

diinginkan.

Hanggraeni mengutip pendapat Schein, untuk menciptakan kultur

organisasi ada beberapa tahap yaitu:

1. Pendiri organisasi memiliki keyakinan-keyakinan sendiri.

2. Pendiri organisasi membawa keyakinan-keyakinannya tersebut kepada

satu orang atau lebih dan membentuk grup inti. Grup inti ini saling berbagi

visi dan percaya terhadap risiko.

Page 20: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

20

20

3. Grup inti memulai kegiatannya dalam organisasi.

4. Perekrutan anggota-anggota lain ke dalam organisasi.37

Robbins dan Judge mengungkapkan dalam menciptakan kultur terdapat

tiga cara:

1. Pendiri organisasi memiliki keyakinan sendiri dan hanya merekrut dan

mempertahankan anggota yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka.

2. Mereka melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara berpikir dan

berperilaku mereka kepada anggota lainnya.

3. Pendiri organisasi bertindak sebagai model peran yang mendorong

anggotanya untuk mengidentifikasikan diri, menginternalisasikan

keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut.

Atau bahkan para manajer bisa menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang

ada pada dirinya atau falsafah hidupnya yang menjadikannya survive dalam hidup.

Sehingga dapat diterima dan disepakati oleh seluruh karyawan untuk diidolakan.

Maka hal yang demikian itu menjadi budaya dari organisasi.

Adapun untuk mempertahankan kultur, maka Schein menyebutkan:

a. Apa yang menyebabkan para manajer dan tim memusatkan perhatian

kepada sesuatu hal.

b. Reaksi-reaksi terhadap krisis-krisis keorganisasian.

c. Pemodalan peranan manajerial.

d. Criteria untuk imbalan-imbalan

e. Criteria untuk seleksi dan promosi.

f. Ritus-ritus keorganisasian, seremoni-seremoni, kisah-kisah.38

Sedangkan menurut Hanggraeni, dalam mempertahankan kultur adalah

hendaknya memperhatikan tiga hal, yaitu: Seleksi, Manajemen Puncak, dan

Sosialisasi.39

Budaya organisasi dapat diubah, adapun untuk mengubah kultur

keorganisasian adalah dengan jalan40

:

37

Dewi Hanggraeni, hlm. 153. 38

J. Winardi, hlm. 128 39

Dewi Hanggraeni, hlm. 155 40

J. Winardi, Hlm. 129

Page 21: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

21

21

1. Mengubah hal-hal yang diperhatikan oleh para manajer dan tim-tim.

2. Mengubah cara-cara dengan apa krisis-krisis ditangani

3. Mengubah criteria untuk merekrut anggota-anggota organisasi baru

4. Mengubah criteria untuk melaksanakan promosi di dalam organisasi yang

bersangkutan

Budaya dapat diubah atau dikelola meskipun harus diakui bahwa untuk

merubahnya membutuhkan biaya yang banyak, dan tak jarang proses

perubahannya membutuhkan waktu yang panjang.

Pengubahan itu dapat dilakukan dengan pendekatan melalui proses seleksi

warga yang akan bergabung dalam organisasi, melalui prilaku manajemen puncak,

dan melalui proses sosialisasi.

3. Isyarat-Isyarat Al-Qur’an dan Hadits tentang Epistimologi Budaya

Organisasi

Hal terpenting bagi proses bagaimana budaya organisasi didapatkan,

dimengerti, dan disampaikan adalah melalui pimpinan-pimpinan atau top

manajemen. Karena pada prosesi yang lain yaitu seleksi dan sosialisasi, adalah

tahap pengembangan dari budaya yang dimiliki oleh pendiri atau pimpinan

organisasi. Sebagaimana Schein sampaikan dalam “Culture Organization and

Leadership”, yaitu bahwa antara budaya organisasi dan kepemimpinan adalah

bagai satu uang logam, yang memiliki dua wajah yang berbeda tetapi merupakan

satu kesatuan.

Oleh karena itu, merupakan hal yang penting bagaimana pemimpin

menjadi teladan bagi bawahannya, sehingga nilai-nilai atau underlying values dari

para pemimpin dishare oleh warga organisasi untuk dijadikan panutan dan

pedoman. Dengan pedoman tersebut warga organisasi dapat menentukan untuk

mana yang baik dan yang tidak baik dalam organisasi.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur‟an mengenai teladan atau contoh yang

baik dalam berbagai surah daam Al-Qur‟an yaitu surah Al-Ahzab ayat 21:

Page 22: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

22

22

21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21).

Surah Al-Mumtahanah ayat 4:

4. Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan

orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum

mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang

kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara

Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu

beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya:

"Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat

menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan

Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah

Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali." (Q.S. Al-

Mumtahanah: 4)

Dalam surat yang sama, pada ayat ke-6 disebutkan:

6. Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik

bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan

(keselamatan pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka

Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.S. Al-

Mumtahanah: 6)

Pada surah al-Ahzab ayat 21, kata uswah memiliki makna “teladan”. Az-

Zamakhsyari dalam Quraish Shihab mengemukakan dua kemungkinan tentang

maksud keteladanan yang dimiliki Rasulullah. Pertama, dalam arti kepribadian

Page 23: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

23

23

beliau secara totalitasnya adalah teladan. Dan kedua, dalam arti terdapat dalam

kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani.41

Ayat ini berbicara dalam konteks perang Khandaq, yaitu mencakup

kewajiban dan anjuran meneladani beliau. Antara lain keterlibatan beliau secara

langsung dalam membuat parit, dalam berperang, membakar semangat para

pejuang, dan puji-pujian kepada Allah Swt. Demikian juga diungkapkan Ibnu

Katsir, yang menjadikan ayat ini sebagai landasan pokok untuk meneladani Rasul

Saw ketika perang Khandaq atau Ahzab.42

Karena memang sering kita dengar

suatu riwayat sabda Rasulullah Saw tentang dirinya “ ”.

Pada kesimpulannya Quraish Shihab menyebutkan bahwa apa yang

dilakukan oleh Nabi, selama bukan merupakan kekhususan yang berkaitan dengan

kerasulan, dan bukan pula penjelasan ajaran agama, hal itu harus diteliti apakah ia

diperagakan dalam kaitan upaya mendekatkan diri kepada Allah atau tidak. Jika

dinilai berkaitan dengan upaya mendekatkan diri kepada Allah, seperti misalnya

membuka alas kaki ketika shalat, ia termasuk bagian yang diteladani, tetapi jika

tidak tampak adanya indicator bahwa hal tersebut dilakukan dalam rangka

mendekatkan diri kepada Allah Swt, seperti misalnya menggunakan pakaian

tertentu (misalnya memakai jubah, sandal berwarna kuning, rambut gondron, dan

lain-lain), hal ini hanya menunjukkan bahwa yang demikian itu dapat diikuti, ia

berstatus mubah. Namun, bila ada yang mengikutinya dengan niat meneladani

Nabi saw, maka niat keteladanan tersebut mendapat ganjaran dari Allah Swt.43

Thobari memberikan tafsiran, hendaklah kamu meneladani Rasulullah dan

menjadi sepertinya dalam kondisi apapun dan janganlah kamu berbeda dari beliau,

maka barang siapa yang mengharap pahala dari Allah dan rahmat-Nya hendaknya

tidak mencintai dirinya sendiri –melihat diri sebagai sempurna sehingga enggan

melihat kebaikan dari Rasul- menjadikan Rasul sebagai teladan.44

Pada ayat

41

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 10, hlm. 440 42

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 6, 391 43

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid. 10, hlm. 443 44

Thobari, Tafsir Thobari, Juz. 20, hlm. 235

Page 24: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

24

24

mengenai Ibrahim As, yang Allah Swt sebutkan sebagai teladan, Thobari

memaknainya sebagai qudwah hasanah.45

Quraish Shihab mentafsirkan surah al-Mumtahanah ayat 4 sebagai berikut:

Ayat di atas menyatakan: Sungguh telah terdapat buat kamu, wahai orang-orang

beriman, suri teladan yang baik pada sikap, tingkah laku, dan kepribadian Nabi

Ibrahim dan orang-orang beriman yang bersama dengannya atau para nabi

sebelum Nabi Ibrahim As. Teladan itu antara lain ketika mereka berkata dengan

tegas kepada kaum mereka yang kafir: "Sesungguhnya kami tanpa sedikit

keraguan pun berlepas diri dari kamu walaupun kamu adalah keluarga kami dan

tentu saja kami pun berlepas diri dari apa yang kamu sembah selain Allah karena

itulah yang menjadi sebab keberpisahan kami dengan kamu. Kami mengingkari,

menolak, lagi tidak merestui kekafiran kamu. Kalau dahulu perselisihan dan

perbedaan kita masih terpendam di dalam lubuk hati, kini hal itu telah demikian

kuat dan kini telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian akibat

penolakan kamu menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan kehendak kamu

mengembalikan kami kepada kekufuran. Kebencian dan permusuhan buat selama-

Iamanya sampai kamu beriman kepada Allah Yang Maha Esa semata-mata;

Tetapi ucapan Ibrahim kepada orangtuanya: yaitu: "Sesungguhnya aku pasti akan

memohonkan ampunan bagimu karena hanya itu yang dapat kulakukan dan aku

tidak memiliki sesuatu apa pun untukmu atas hal-hal yang bersumber dari kuasa

Allah yang dapat dijatuhkan-Nya kepada-Mu. Ucapan Nabi Ibrahim ini janganlah

kamu teladani karena Nabi Ibrahim mengatakannya sebelum dia mengetahui

bahwa orangtuanya tetap bersikeras memusuhi Allah. Setelah Nabi mulia itu

mengetahui, ia pun berlepas diri.46

Ayat tersebut menjelaskan tentang apa yang bisa atau dapat dijadikan

teladan pada Nabi Ibrahim dan para pengikutnya, yaitu mengenai sikap, tingkah

laku, dan kepribadiannya. Begitu juga orang-orang yang beriman yang

bersamanya. Teladan yang bisa diambil yaitu bahwa Ibrahim As dengan tegas

untuk tidak berkompromi kepada orang-orang kafir, selama mereka menolak

untuk menyembah Allah Swt. Namun, hal yang tidak boleh diteladani adalah

sikap Ibrahim As, yang memohonkan ampun untuk ayahnya yang kafir. Demikian

itu karena Allah Swt melarangnya.47

Demikian itu dijelaskan oleh Ibnu Katsir.48

45

Thobari, Tafsir Thobari, Juz. 23, hlm. 317 46

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid. 13, hlm. 590-591 47

Lihat dalam surah at-Taubah ayat 113, dan 114. 113. Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-

orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun

orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya

Page 25: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

25

25

Pada surah al-Mumtahanah ayat 6, terjadi pengulangan untuk menjadikan

Ibrahim As sebagai teladan. Menurut Quraish Shihab, Pengulangan ini juga

bertujuan menguraikan bahwa peneladanan itu merupakan hal yang sangat penting

bagi mereka yang pandangannya jauh melampaui hidup masa kini serta bagi

mereka yang mendambakan kebahagiaan ukhrawi. Ini berarti yang tidak

meneladani beliau terancarn untuk tidak memeroleh kebahagiaan itu.49

Ayat tersebut ditafsirkan oleh Quraish Shihab sebagai berikut:

Ayat di atas menyatakan: Sungguh Kami bersumpah bahwa telah terdapat buat

kamu, wahai umat manusia, pada mereka, yakni Nabi IbrahIm bersama

pengikutnya, teladan yang baik dalam segala aspek kehidupan; yaitu bagi karnu,

wahai orang-orang beriman -orang yang telah mantap hatinya mengharap ganjaran

dan pertemuan mesra dengan Allah T uhan Yang Maha Esa dan mengharapkan

juga keselarnatan pada hari Kemudian. Barang siapa yang tampil meneladani Nabi

IbrahIm makaAllah akan membimbingnya karena Dia Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang dan barang siapa yang berpaling enggan meneladaninya maka Allah

tidak akan memedulikannya sesungguhnya Allah, Dia-lah saja lang Mahakaya,

tidak membutuhkan suatu apa pun, lagi Maha Terpuji.50

Sebagaimana ayat sebelumnya, ayat ke-6 ini merupakan pengulangan atau

penegasan, bahwa dengan meneladani apa yang dilakukan oleh Ibrahim As dan

para pengikutnya, maka balasan dari Allah Swt adalah pertemuan dengan-Nya dan

keselamatan pada hari akhir.

Pada prinsipnya, dari penjelasan tersebut dapat difahami bahwa landasan

epistimologi dari budaya organisasi dapat disarikan dari fungsi keteladanan

pemimpin, dalam hal ini Rasulullah Saw dan Nabiyullah Ibrahim As. Maksudnya

adalah, figur pemimpin memiliki peranan penting untuk membentuk atau bahkan

menentukan budaya yang terbaik untuk warga organisasinya.

orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. 114. dan permintaan ampun dari

Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah

diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah

musuh Allah, Maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang

yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun. 48

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5, hlm. 236 49

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 13, hlm 594. 50

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jiid, 13, hlm.594

Page 26: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

26

26

Rasulullah Saw dan Ibrahim dalam membangun budaya organisasi dengan

teladan. Teladan tersebut tidak sesuatu yang nisbi, namun sesuatu yang kekal.

Kekal tersebut memberikan kebahagiaan di dunia juga di akhirat.

Dalam perspektif Islam kiranya dapat difahami bahwa pemimpin dalam

membangun budayanya tidak berhenti pada kesejahteraan organisasi secara

internal dalam menghadapi tantangan eksternal, namun juga harus mampu untuk

memberikan kesejahteraan di akhirat.

Adapun mengenai metode sosialisasi dan seleksi, terdapat juga dalam al-

Qur‟an seperti dalam surah An-Nahl ayat 125:

125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl:

125)

Dalam surah Al-Baqarah Ayat 151 juga dapat dijadikan landasan

epistimoogi dalam bangunan budaya organisasi:

151. sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami

telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami

kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-

Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al-

Baqarah: 151)

Ayat tersebut mengungkapkan tindakan Rasul dalam men-share asumsi-

asumsi dasar, nilai, keyakinan, falsafah, dan bahkan hikmah. Untuk diketahui

umat manusia, dalam hal ini orang-orang yang beriman, agar dapat mendapatkan

kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Adapun hadits Nabi tentang epistimologi budaya organisasi adalah

Page 27: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

27

27

Artinya: Sebaik-baik kalian semua adalah barang siapa yang mempelajari al-

Qur‟an maka kemudian ia mengajarkannya. (H.R. Bukhori).51

Artinya: Barangsiapa yang menunjukkan pada kebaikan, maka baginya adalah

pahala sebagaimana orang yang mengerjakannya. (H.R.Muslim).52

Artinya: Barang siapa yang mentradisikan dalam Islam, tradisi yang baik,

kemudian dikerjakannya pada waktu berikutnya, maka baginya pahala

sebagaimana orang yang melakukannya, dan tidak dikurangi pahala-pahalanya

sedikitpun. Dan barangsiapa yang mentradisikan dalam Islam, tradisi yang buruk,

maka kemudian dikerjakannya pada waktu berikutnya, baginya adalah dosa

sebagaiman berat dosa orang yang mengerjakannya, dan tidak dikuranginya beban

tersebut sedikitpun. (H.R. Muslim)53

Artinya: Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang

penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin

akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi

darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.

Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan

kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.. (H.R.

Bukhori).54

Hadits-hadits tersebut adalah sedikit gambaran mengenai teladan, seleksi,

dan sosialisasi. Dimana tiga hal tersebut memiliki peranan yang signifikan dalam

membentuk budaya ataupun mengembangkannya.

51

Muhammad ibnu Ismail Abu Abdullah al-Bukhori al-Ja‟fi, Shohih Bukhori, (Beirut: Daaru Ibnu

Katsir, 1987) Juz. 4, hlm. 1919 52

Muslim bin Hujjaj Abu al-Husain al-Qusyairy an-Naysabury, Shohih Muslim, (Beirut: Daru

Ihyai Turats al-Arabi, t.t), Juz. 3, hlm. 133 53

Muslim, Shohih Muslim, Juz 8, hlm. 61 54

Bukhori, Shohih Bukhori Juz.2, hlm. 741

Page 28: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

28

28

C. AKSIOLOGI BUDAYA ORGANISASI

1. Aksiologi Budaya Organisasi

Tujuan atau fungsi yang didapatkan dari budaya organisasi adalah:

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan

yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas

daripada kepentingan diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk

dilakukan oleh karyawan.

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu

dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.55

Dikutip oleh Sopiah yaitu pendapat WT Heelen & Hunger tentang peranan

yang dimainkan oleh budaya perusahaan adalah:

a. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.

b. Dapat dipakai untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan.

c. Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial.

d. Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma perilaku

yang sudah dibentuk.56

Danang Sunyoto dan Bambang mengutip pendapat Safaria,

mengungkapkan fungsi dari budaya organisasi adalah:

a. Sebagai proses integrasi internal, di mana para anggota organisasi dapat

bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagaimana berinteraksi satu

dengan yang lain.

b. Sebagai proses adaptasi eksternal, di mana budaya organisasi akan

menentukan bagaimana organisasai memenuhi berbagai tujuannya dan

berhubungan dengan fihak luar.57

55

Hanggraeni, hlm. 153 56

Sopiah, Perilaku Organisasi, (Yogyakarta; Andi, 2008), hlm. 136

Page 29: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

29

29

Setiap organisasi cenderung memiliki budaya yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Budaya yang berbeda disini dapat dimaksudkan dengan

aturan dan tata cara yang berbeda. Dengan perbedaan budaya tersebut, terdapat

identitas yang membedakan satu organisasi dengan organisasi yang lain. Dengan

hal itu juga, terdapat komitmen terhadap budaya yang menjadi identitasnya.

Sehingga antara satu organisasi dengan organisasi yang lain dapat bersaing dan

berlomba dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

Secara sederhana, sebagaimana diungkapkan Daft dan Schein, mengenai

fungsi atau tujuan dari budaya organisasi yaitu menjaga kekompakkan dalam

organisasi sehingga kinerja organisasi berjalan efektif atau disebut integrasi

internal. Sedangkan fungsi lainnya adalah adaptasi eksternal, demikian itu

menjadi penting mengingat bahwa perubahan yang begitu cepat akibat

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, memberikan dampak yang

signifikan terhadap produk hasil dari organisasi atau lembaga.

2. Isyarat-Isyarat Al-Qur’an dan Hadits tentang Aksiologi Budaya

Organisasi

Dari pandangan teori budaya organisasi yang telah dipaparkan bahwa

budaya organisasi secara sederhan memiliki tujuan integrasi internal dan adaptasi

eksternal.

Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan ontology budaya

organisasi. Yaitu budaya hendaknya di dasari dengan asumsi-asumsi dasar

mengenai hablun mina Allahi dan hablun mina-n-Naas. Dua hal ini adalah faktor

substantive dalam membangun budaya organisasi. Jika dua hal tersebut diabaikan

maka yang terjadi adalah perpecahan dalam organisasi. Dan jauh dari ketercapaian

tujuan.

57

Dangan Sunyoto dan Bambang, Perilaku Organisasional, (Yogyakarta: CAPS, 2011), hlm. 152

Page 30: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

30

30

112. mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka

berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, (Q.S.

Ali Imron: 112)

Bahwa kenistaan dan kehinaan yang ditimpakan kepada orang-orang

Yahudi bila ada pada diri mereka habl mina Allah dan habl mina-n-Naas. Quraish

Shihab menjelaskan kata habl di sini sebagai “tali”. Tali tersebut berasal pertama

dari Allah Swt dan kedua dari antara manusia. Tali dari Allah adalah agama, yang

apabila mereka mau berpegang padanya maka mereka akan selamat dari kehinaan

atau kenistaan tersebut. Dan tali dari manusia adalah perjanjian-perjanjian di

antara manusia.58

Ash-Shabuni, memaknai “habl” dari Allah sebagai Agama.59

Dalam ayat menggunakan kata “min” yang berarti “dari”, ini berarti bahwa

agama itu dari Allah, atau aturan-aturan agama dari Allah.

Dengan demikian, asumsi-asumsi yang tujuh, asumsi tentang kebenaran,

realitas, waktu, tempat, aktivitas manusia, hakikat manusia, hubungan manusia

dengan alam. Harus dimaknai bagaimana Al-Qur‟an memaknai hal-hal tersebut.

Senada dengan kata “habl” yaitu terdapat dalam al-Qur‟an, Allah Swt

berfirman:

103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah

kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu

dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu,

lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan

kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari

padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu

mendapat petunjuk. (Q.S. Ali Imron: 103)

Quraish Shihab, mengartikan “habl” pada ayat ini sebagai tali, yaitu apa

yang digunakan untuk mengikat sesuatu guna mengangkatnya ke atas atau

menurunkannya ke bawah agar sesuatu itu tidak terjatuh atau terlepas. Fakhruddin

58

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2. hlm. 226 59

Ash-Shabuni, Shafwatu-t-Tafaasir, Juz.1, hlm. 201

Page 31: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

31

31

Ar-Raazi menyebutkan, setiap orang yang berjalan pada jalan yang sulit pasti

khawati tergelincir jatuh, tetapi jika ia berpegang pada tali yang terulur pada

kedua ujung jalan yang dilaluinya, dia akan merasa aman dan tidak terjatuh,

apalagi apabila tali tersebut kuat dan cara memegangnya pun kuat.60

Abu Ja‟far dalam Thobari mengartikan “melekatlah dengan sebab-sebab

Allah dalam segala hal”, kemudian Thobari memberikan penjelasan, dan

berpeganglah dengan agama Allah yang memerintahkan kalian dengannya, dan

janjin-Nya yang dijanjikan kepadamu dalam Al-Qur‟an kepadamu, dari persatuan,

perkumpulan pada agama yang benar, dan berpasrah untuk urusan Allah.61

Qurthubi, menjelaskan “hablillah” yaitu dengan Al-Qur‟an. Al-Qur‟an

dijadikan sebagai pegangan yang kuat dan menguatkan.62

Zamakhsyari menjelaskan “dan berkumpullah atas apa yang kamu minta

dengan Allah dan kekuatanmu dengan-Nya, dan janganlah berpisah dari-Nya.

Atau berkumpullah dengan pegangan janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya yaitu

keimanan dan ketaatan.” Berikut Zamakhsyari mengutip hadits Rasul Saw:

Dari pemaparan dua ayat tersebut, yaitu surah Ali Imron ayat 112 dan ayat

103. Dapat difahami bahwa agama Allah bagi umat Islam yaitu dalam Al-Qur‟an

dan agama dari Allah bagi orang Yahudi adalah hal mutlak untuk dijadikan

pegangan. Selain dengan perjanjian-perjanjian di antara manusia yang telah

disepakati bersama.

Manfaat yang didapatkan apabila berpegang terhadap dua hal tersebut,

adalah persatuan dalam kelompok. Demikian itu selaras dengan fungsi budaya

organisasi yaitu mengintegrasikan kondisi internal. Maksudnya adalah dengan

berpegang pada agama Allah yang diturunkan dala indicator-indikator budaya

organisasi akan merekatkan hubungan di dalam organisasi.

60

Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2, hlm. 103 61

Thobari, Tafsir Thobari, Juz. 7, hlm. 70 62

Qurthubi, Tafsir Qurthubi, Juz. 4, hlm. 156 63

Zamakhsyari, Al-Kasysyaaf, Juz.1, 197

Page 32: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

32

32

Dengan integrasi yang kuat, akan membantu organisasi dalam menghadapi

tantangan eksternal. Semua itu dengan bantuan Allah Swt. Dan Allah akan

membantu umat-Nya selama ia berpegang pada agama Allah.

Dalam suatu riwayat disebutkan, Rasulullah Saw bersabda:

Dari berbagai hadits tersebut, mengarahkan kita untuk bersatu dan saling

tolong menolong, utamanya adalah tolong menolong dalam kebaikan.

Isyarat-isyarat yang ditunjukkan dalam pemaparan dari Al-Qur‟an dan

Hadits, dapat dipahami bahwa untuk menguatkan organisasi dibutuhkan

persamaan tujuan, persamaan strategi, persamaan asumsi dasar, demikian itu

semua disebut budaya organisasi. Sehingga, dengan itu semua menjaga life cycle

organisasi atau kelompok

D. BUDAYA ORGANISASI DALAM SEJARAH ISLAM

Quraish Shihab menyebutkan bahwa kata umat berakar dari kata berarti

“tumpuan”, “sesuatu yang dituju”, dan “tekad”. Dari kata yang sama dibentuk

kata umm yang berarti “ibu”, yang merupakan tumpuan seorang anak. Al-Qur‟an

menggunakan kata ini untuk arti yang menggambarkan adanya ikatan-ikatan

tertentu untuk menghimpun sesuatu. Manusia adalah umat pada saat terjalinnya

ikatan yang menghimpun mereka. 67

Beliau juga mengutip definisi yang diberikan oleh Ali Syari‟ati dalam

bukunya Al-Ummah wa Al-Imamah, bahwa makna akar kata ini memiliki tiga

pesan pokok, yakni pergerakan, tujuan, serta ketetapan atas dasar kesadaran

64

Muslim, Shohih Muslim, Juz.8, hlm. 71 65

Muslim, Shohih Muslim, Juz. 4, hlm. 1999 66

Ahmad, Musnad Ahmad, Juz. 40, hlm. 32 67

Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2013),

hlm. 306

Page 33: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

33

33

penuh.68

Secara istilah yaitu “himpunan manusiawi yang seluruh anggotanya

bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara dinamis di

bawah kepemimpinan bersama”.69

Manusia sebagai makhluk sosial harus terhimpun dalam satu wadah

menujuh arah tertentu yang diupayakan melalui kerja bersama untuk mencapai

tujuan bersama. Himpunan tersebut dapat dalam bentuk kegiatan sosial

masyarakat, perdagangan, kemanusiaan, kebangsaan, etnis, dan agama.

Pada saat berkumpulnya manusia dengan kerja secara bersama untuk

tujuan bersama maka umat dapat disebut sebagai organisasi. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa organisasi juga dapat dihimpun dari varian kegiatan

manusia. Maka ayat-ayat yang terkait dengan umat dapat dijadikan sandaran

untuk mengelola organisasi, termasuk juga budaya organisasi.

Boleh dikatakan bahwa hampir semua organisasi beridiologi Islam,

mendasari budaya organisasinya pada Al-Qur‟an dan Hadits. Hal ini bersifat

mutlak, karena fungsi Al-Qur‟an dan Hadits dalam strata umat Islam adalah

sebagai pedoman dan petunjuk yang harus dipercayai dan diamalkan. Bahkan

jikalau tidak mengambilnya secara nyata, dapat dikatakan bahwa yang

menginspirasi budaya organisasi tersebut adalah Al-Qur‟an dan Hadits. Faktanya

adalah, benar bahwa mereka tidak menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an atau Hadits

dalam norma, aturan, adat istiadat, hukum, dan ritual-ritual keorganisasian.

Namun apa yang mereka tuliskan adalah turunan dari ayat-ayat Al-Qur‟an dan

Hadits Nabi.

Contoh yang paling kongkrit adalah apa yang disampaikan oleh Allah Swt,

mengenai harapan bagi umat Islam yaitu sebagai umat pertengahan, atau umat

yang moderat, yang tidak ekstrim pada satu sisi materialis, dan pada aspek yang

lain sisi ruhani saja. Demikian itu adalah dalam rangka mengajak umat Islam

untuk selalu berperan aktif, berinteraksi, berdialog, dan terbuka terhadap berbagai

kelompok atau wadah yang berbeda. Yang demikian itu, menjadikan umat Islam

68

Shihab, Lentera Al-Qur’an, hlm. 306 69

Shihab, Wawasan Al-Qur’an, hlm. 433

Page 34: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

34

34

sebagai saksi untuk selalu berbuat adil. Dan Muhammad sebagai saksi atas

keadilan umatnya.

Dalam buku Muqaddimah yang ditulis oleh Ibnu Khaldun terdapat satu

pasal khusus menunjukkan tentang symbol-simbol khusus bagi raja dan sultan.

Diantaranya adalah atribut, penerbitan mata uang, Al-Khatam (Stempel), Ath-

Thiraz (Lukisan pada busana), tenda besar dan pagar dinding, dan anjungan

khusus untuk shalat dan do‟a dalam khutbah.70

Semua symbol tersebut memiliki muatan-muatan nilai. Sebagai contoh

adalah mengenai mata uang. Sebagaimana diungkapkan oleh Said bin Al-

Musayyab dan Abu Az-Zinad, bahwa Khalifah Abdul Malik memerintahkan Al-

Hajjaj untuk mencetak dirham dan membedakan mana yang murni dan mana yang

campuran. Hal itu terjadi pada tahun 75 H. Al-Madani menyebutkan pada tahun

75 H. Dan pada tahun 76 H, di atasnya ditulis “Allahu Ahad Allahu Ash-

Shamad”.71

Artinya adalah bahwa dalam meletakkan kalimat “Allahu Ahad Allahu

Ash-Shamad” dalam mata uang, memberikan makna bahwa untuk menjamin

kejujuran dari proses perdagangan yang menggunakan Dirham dan Dinar yang

berbahan dasar emas dan perak tidak dapat dikendalikan kecuali dengan kejujuran

dari masyarakat. Dan Allah Swt adalah satu-satunya tempat bergantung akan

harapan atas kejujuran rakyatnya.

Yang terjadi selanjutnya adalah bahwa dengan inovasi yang demikian itu,

mengurangi kecurangan-kecurangan yang muncul sebelumnya akibat dari

penipuan-penipuan dan pemalsuan yang terjadi saat itu.

Dan perlu diketahui bahwa tulisan tersebut berkembang pada masa-masa

berikutnya, diantaranya adalah “Barakatullah”, “Laa ilaahaillaallah”,

“Alhamdulillah”, Shalawat pada nabi, dan nama khalifah beserta tanggalnya.

Mata uang adalah satu symbol yang dapat digunakan oleh suatu lembaga

dalam hal ini Negara untuk mengungkapkan identitasnya, normanya,

keyakinannya, dan asumsi-asumsi yang terkait dengan symbol mata uang tersebut.

70

Muhammad Ibnu Khaldun, Muqaddiman Ibnu Khaldun, terj. Masturi Ilham, Malik Supar,

Abidun Zuhri, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hlm. 459-478 71

Muhammad Ibnu Khaldun, hlm. 464

Page 35: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

35

35

Dengan demikian menjadikannya sebagai media penyebaran atau sosialisasi dari

budaya suatu Daulah atau Negara pada saat itu.

Symbol adalah salah satu model artifak dalam budaya organisasi. Artinya

bahwa symbol uang yang dilekatkan dalamnya kalimah thayyibah adalah sebagai

jalan mensakralkan transaksi jual beli. Dimana jual beli tidak dimaknai sebagai

dimensi wujud duniawi antara kebutuhan dan permintaan. Akan tetapi lebih dari

itu yaitu nilai kemanfaatan dari jual beli tersebut untuk kebahagiaan dunia dan

ahirat.

E. KESIMPULAN

Budaya organisasi merupakan bagian dari proses organisasi. Dengan

adanya budaya organisasi atau organization culture dapat menunjukkan identitas

bagi organisasi yang membedakan antara satu organisasi dengan yang lainnya.

Juga menjadikan organisasi memiliki sistem imun untuk menjaga diri terhadap

perkembangan dan tantangan dari luar organisasi.

Budaya organisasi adalah nilai, norma, peraturan-peraturan, keyakinan

bersama, falsafah yang dianut organisasi. Dan tindakan dari hal-hal tersebut

adalah diyakini, diikuti, dihormati, dan disampaikan kepada yang lain sehingga

menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya.

Objek dari budaya organisasi adalah hal-hal yang nampak dan hal-hal

yang tidak tampak. Hal-hal yang tampak tersebut adalah seperti ritual-ritual,

symbol-symbol, cerita, pola berpakaian, dan bahasa. Sedangkan hal yang tidak

tampak adalah seperti nilai-nilai, keyakinan, falsafah, dan asumsi dasar.

Untuk eksistensi dari suatu organisasi maka budaya organisasi harus

disampaikan secara turun temurun dari mulai pegawai yang baru masuk sampai

dengan pegawai yang lama. Dengan tujuan agar dapat dijadikan suatu makna

bersama, dalam bertindak dan berinteraksi baik secara internal ataupun eksternal.

Proses penyampaian inilah yang disebut dengan sosialisasi.

Manfaat yang didapatkan dari terbentuknya budaya organisasi adalah

terbentuknya identitas organisasi yang mana dengan identitas tersebut dapat

memudahkan pengelolaan sistem dalam organisasi. Secara pegawai akan dapat

Page 36: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

36

36

mengambil sikap atau keputusan dalam menghadapi tantangan-tantangan secara

internal ataupun eksternal.

Dalam perspektif Islam dalam hal ini dalam Al-Qur‟an dan Hadits,

terdapat isyarat-isyarat yang mengarah untuk membangun budaya organisasi yang

baik. Yaitu tidak terbatas pada keuntungan duniawi, namun juga untuk

kebahagiaan di akhirat. Demikian itu dapat diambil hikmah dari surat Al-Hujurat

ayat 13, dan surah Ali Imron ayat 112, sebagai ontologi budaya organisasi. Dan

surah Al-Ahzab ayat 21, Al-Mumtahanah ayat 4 dan 6 sebagai epistimologi

budaya organisasi. Sedangkan aksiologi budaya organisasi dapat diambil

hikmahnya dari surah Ali Imron ayat 112 dan ayat 103.

Adapun mengenai sejarah umat Islam yang menggunakan budaya

organisasi adalah sejalan seiringan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam

Al-Qur‟an dan Hadits. Yaitu bahwa nilai-nilai tersebut selalu dijadikan pegangan

dan pedoman dalam berserikat dan berkumpul dalam organisasi.

Dalam menggunakan artifak, Islam menekankan untuk berpegang kepada

agama Allah. Yaitu agar artifak itu tidak lepas dari Islam, tentu asumsi-asumsi

dasar yang tujuh, tidak dimaknai untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan

sementara. Sehingga dimaknai dengan dimensi ukhrawi lebih kuat. wa’tashimuu

bihablillah.

Waallahu a’lam bi-sh-Shawab.

Page 37: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

37

37

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an al-Karim

Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Shafwatu-t-Tafaasir: Tafsiiru-l-Qur’an Al-Karim,

Juz.1 Cairo: Daaru Shabuni li-th-Thiba‟ah Wa-n-Nasyr Wa-t-Tawzi‟, 1997

Ath-Thabari, Abu Ja‟far bin Jarir, Tafsir ath-Thabari: Jaami’ al-Bayaan ‘an

Takwiili Ayi al-Qur’an, Juz. 2, Beirut: Ad-Daar Asy-Syamiyah, 1997

Az-Zamakhsyari, Abu Qasim Jaarullah Mahmud bin Umar, Al-Kasysyaf ‘an

Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyuuni-l-Aqaawiil fi wujuuhi-t-Takwil, Juz. 1, al-

Fajaalah: Maktabah Misra, t.t

Bukhori, Muhammad ibnu Ismail Abu Abdullah, Shahih Bukhori, Beirut: Daaru

Ibnu Katsir, 1987

Daft. Richard L, Understanding the Theory and Design of Organizations,

Vanderbilt University: Thomson South Western, 2007

Gibson, Ivancevich, Donelly, Organisasi Perilaku Struktur Proses Jilid 1,Edisi

ke-5 Tanpa Kota: Erlangga, 1985

Hanggraeni. Dewi, Perilaku Organisasi: Teori, Kasus, dan Analisis, Jakarta:

LPFEUI, 2011

Ibnu Katsir, Imadu-d-Diin Abi al-Fida Ismail, Tafsir al-Qur’an al-‘Adziim. Juz 1.

Cairo: Al-Maktabah at-Tawfiiqiyah, t.t

Ibnu Khaldun, Muhammad. Muqaddiman Ibnu Khaldun, terj. Masturi Ilham,

Malik Supar, Abidun Zuhri, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011

Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Mahily dan Jalaluddin Abdu Rahman

bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tafsir Jalalayn, Beirut: Daru Shaadir, 2003

Kusdi, Budaya Organisasi: Teori, Penelitian dan Praktek, Cet. Pertama, Jakarta,

Salemba Empat, 2011.

Maluf, Loise, Al-Munjid fi Lughah wa al-‘Alaam, Beirut: Daaru-l-Masyriq, 1986

Mandzur, Abu al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim, Lisaanu-l-Arab, Al-

Mujallad 1. Beirut: Daaru Shaadir, 1997

Maktabah Syamilah, Ver. 2.11

Page 38: Budaya Organisasi Studi Tematik Dalam Al

38

38

Muslim bin Hujjaj Abu al-Husain al-Qusyairy an-Naysabury, Shohih Muslim,

Beirut: Daru Ihyai Turats al-Arabi, t.t

Qomar. Mujamil, Strategi Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2013

Qurthubi, Abu Ahmad bin Muhammad Al-Anshari, Tafsir al-Qurthubi, Juz. 3,

Cairo: Maktabah al-Iman, t.t

Raharjo. M. Dawam, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 1996

Robbins. Stephen P. & Judge. Timothy A, Organizational Behavior, Twelfth

Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. 2007

Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati, 2002

____, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat.

Bandung: Mizan, 2013

____, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 2013

Sopiah. Perilaku Organisasi, Yogyakarta; Andi, 2008

Sunyoto, Dangan dan Bambang. Perilaku Organisasional, Yogyakarta: CAPS,

2011

Tilaar, H.A.R, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia:

Strategri Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: P.T Remaja

Rosdakarya, 2002

Widodo, Manajemen Perubahan, Jakarta; Rajawali Pers, 2008

Winardi. J, Manajemen Perubahan, Jakarta: Kencana, 2006

Yusuf, Muhammad, Qur’an In Word, ver. 1.3

www.almaany.com/quran/3/112/6/ diakses 27 November 2014 jam 21.32