Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

20
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL ISLAM DAN BUDAYA LOKAL ISLAM DAN BUDAYA LOKAL EDISI DESEMBER 2015 AMANATUL UMMAH ADVERTISING Himmah Mesir @himmahmesir Himmahmesir.blogspot.com

description

Majalahnya anak Himmah Mesir

Transcript of Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

Page 1: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

ISLAM DAN BUDAYA LOKALISLAM DAN BUDAYA LOKALISLAM DAN BUDAYA LOKAL

EDISI DESEMBER 2015

AM

AN

AT

UL

UM

MA

H A

DV

ER

TIS

ING

Himmah Mesir @himmahmesir Himmahmesir.blogspot.com

Page 2: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

AM

AN

AT

UL

UM

MA

H A

DV

ER

TIS

ING

Page 3: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

ISLAM DAN BUDAYA LOKALISLAM DAN BUDAYA LOKALISLAM DAN BUDAYA LOKAL

EDISI DESEMBER 2015

AM

AN

AT

UL

UM

MA

H A

DV

ER

TIS

ING

Himmah Mesir @himmahmesir Himmahmesir.blogspot.com

Page 4: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

Di Terbitkan Oleh:

Pelindung:

Penanggung Jawab:

Pemimpin Umum:

Pemimpin Redaksi:

Redaksi Ahli:

Sekretaris Redaksi:

Tata Usaha:

Reportase:

Editor:

Layout/

Desain Sampul:

Distributor:

Web-Master:

Alamat Redaksi:

.

Amanatul Ummah

Advertising

DK Himmah RAM

Ketua Himmah RAM

Muhammad Al-Barra.

Muhammad Maulal

Karim.

Muhammad Samsul

Hadi, Mas Faiqul

Khuluq, Mughni

Rahmatullah,

Muhammad Khadafi.

Badrus Sholeh.

Ibnu Chamdun,

Muhammad

Khoiruddin.

Muhammad Nabil

Muwaffaq, Siti

Shofiyah.

Zia Hulhak, Atik

Mahirotul Mahfudzoh.

Faiz Hosainie

Rafsanjanie.

Mu’hidurrohman,

Muhammad

Nasyrullah,

Muhammad Fauzi.

Faiz Hosainie

Rafsanjnie.

Tub Romly, Swessry

District III, Hayy Asyir,

Madinat Nasr, Cairo.

INDEKS

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

#.__________

1.__________

3.__________

5.__________

6.__________

8.__________

9.__________

SEKILAS KATA Assalamualaikum..

Gimana nih kabarnya teman-teman? Semoga

sehat selalu yaa..

Hmmm.. kalo dihitung-hitung udah cukup la-

ma ya kita ngga nemenin kalian. Apalagi kita

sekarang udah memasuki musim dingin.

BBBrrrrr. Jaga kesehatan ya.. kalo tidur pake

selimut, ntar masuk angin hehe.

Oh iya, Edisi kali ini kita datang dengan gaya

baru dengan tema “Islam dan Budaya Lokal”.

Kita akan mencoba masuk dan menemukan

titik temu antara Islam dan budaya, dan

bagaimana keduanya akan berjalan

beriringan. nanti selain sorot dan opini yang

menjadi tajuk utama, akan hadir juga azhari-

an, lentera, Arabic corner, dan yang lainnya.

Pokoknya seru deh. Dijamin nyesel kalo eng-

ga baca.

Ya udah sih gitu aja.

Selamat membaca dan semoga ber-

manfaat :D .

SEKILAS KATA

SOROT

OPINI

AZHARIAN

GALLERY

SASTRA

RESENSI

وي مركز اللغ

LENTERA

ENGLISH

STATION

DAPUR HIMMAH

11._________

12._________

13._________

10._________

#

Page 5: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

SOROT

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

Islam adalah agama yang

membawa misi pembebasan dan

keselamatan. Islam hadir di muka

bumi dalam rangka memberikan mo-

ralitas baru bagi transformasi sosial.

Sentuhan-sentuhan budaya yang lahir

dari berbagai macam dialektika

manusia melahirkan hentakan-

hentakan tradisi yang berkembang

masif di kalangan masyarakat. Baik

kehidupan agama maupun kehidupan

budaya,

keduanya

berasal

dari

sumber

yang

sama,

yaitu

potensi

fitrah

manusia.

Namun,

ketika dua

tipologi ini

─Islam

dan

bu-

daya─ dipadukan dalam satu wadah

epistema, akan terjadi ketegangan-

ketegangan dialektis, antara im-

plikasi-akulturasi dengan keharusan

agama untuk tetap mempertahankan

aspek transendental-metafisik. Da-

lam arti, akankah akulturasi

menimbulkan perubahan-

perubahan serta problematika

baru bagi para pemeluk agama?

Budaya lokal sejatinya tidak berangkat dari ruang kosong, ia ber-pijak pada budaya setempat yang telah diwariskan turun temurun. Bu-daya dinilai sebagai tindakan yang ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma melalui pen-gulangan, yang secara otomatis

menjadi sebuah tradisi. Dalam bahasa Kuntowijoyo, proses akulturasi tersebut dapat di-artikan sebagai asimilasi kultur-al, asimilasi struktural, dan asimilasi agama. Baginya, Islam adalah sistem nilai yang berpi-jak pada konsep “ketauhidan” yang dapat mempengaruhi sis-

tem kebudayaan apapun dan mewarnai kebudayaan tersebut. Kehadiran Islam

sebagai sumber moral selajut-

nya bisa

dicermati dari sosio-kultur Arab pra-Islam yang bercorak nomaden. Mere-ka adalah masyarakat yang hidup di padang pasir yang terbuka, sehingga rentan terhadap perang dan pertikaian antar suku. Islam hadir di

tengah masyarakat yang seperti itu untuk mengasah perasaan dan penghayatan terhadap nilai dan moralitas. Namun penyematan Ja-hiliyah ini tidak serta merta men-justifikasi mereka sebagai masyarakat yang tidak mengetahui apapun. Abid al-Jabiri dalam bukunya Takwin al-`Aql al-`Araby juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Jahiliyah bukan berarti tidak mempunyai penge-tahuan, melainkan lebih tepat dise-but masyarakat Tradisional yang tidak tersentuh oleh nilai dan tradi-si baru (baca: Abid al-Jabiri, Takwin al-

`Aql al-`Araby, Markaz al-Dirasat al-Wahdah al-`Arabiyyah, Beirut, cet. VI, 1994, hal. 57).

Oleh karena itu, al-Qur`an

sebagai kitab suci dan rujukan utama

bagi Islam, dalam menyapa umatnya

menggunakan Bahasa yang sarat

akan estetika. Sehingga mampu

mempengaruhi perasaan dan

kesadaran mereka, yaitu dalam rang-

ka mempertajam visi kemanusiaan

masyarakat nomaden. Jadi al-Qur`an

diturunkan bukan untuk

menghilangkan kognisi kolektif

masyarakat pra-Islam, melainkan

menghadirkan moralitas baru yang

diharapkan mampu memecah kefa-

kuman, mendamaikan perseteruan,

dan menegakkan keadilan. Begitu-

pun pada tataran lokal-Indonesia -

asumsi penulis - kehadiran Islam

sebagai agama yang dibawa Nabi

Muhammad Saw. sebenarnya tidak

membabat habis tradisi-tradisi lokal

yang ada, apalagi menegasikan aga-

ma-agama samawi lainnya. Melain-

kan mencoba untuk memberikan

nilai dan moralitas baru terhadap

masyarakat. Islam justru bersi-

Akulturasi Islam & Budaya Lokal Siti Shofiyah

1

Page 6: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

SOROT fat terbuka dengan budaya-budaya

lokal yang ada, yang sesuai dengan

prinsip-prinsip yang dianut oleh Is-

lam.

Jika kita melirik tradisi Arab dahulu, dimensi trasendensi al-Qur‟an terlihat sejak awal penurun-annya, dikarenakan dalam tradisi Arab berkembang mistifikasi dan kepercayaan terhadap yang ghaib. Oleh karena itu, al-Qur‟an diturunk-an melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad melalui perantara bahasa yang penuh dengan mistifi-kasi dan penulusuran untuk me-mahami yang ghaib. Dikisahkan, bahwa terdapat gunung Qaf yang digunakan masyarakat Arab pra-Islam untuk bermunajat kepada Tu-han, dan gunung tersebut dianggap

sebagai rumah Tuhan (Baca: Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash; Dirasat fi Ulum al-Qur’an, al-Markaz al-Arabi al-Tsaqafi, Bei-

rut, cet. II, 1996, hal. 33-45). Di

Syiria, pada masa pra-Islam, masyarakat seringkali bangun malam untuk sekedar meniupkan seruling sebagai salah satu bentuk ritualitas untuk menghadap kepada Tuhan

(Baca: Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash; Dirasat fi Ulum al-Qur’an, al-Markaz al-Arabi al-Tsaqafi, Beirut, cet. II, 1996, hal.

33-45). Tidak jauh melangkah, ke-

hadiran Islam yang menjalar ke se-luruh Indonesia merupakan pergu-mulan sinergis antara budaya lokal dengan Islam. Sunan Kalijaga misal-nya, mencoba melihat realitas yang berkembang di masyarakat Jawa ketika itu, ia justru menggunakan unsur-unsur lokal dalam menyiarkan agama Islam, seperti wayang dan gamelan yang ia gunakan. Cara ini justru mampu mempengaruhi perasaan manusia yang paling dalam.

Ibnu Khaldun dalam mag-

num-opusnya al-Muqaddimah me-

nandaskan, bahwa Islam sebagai

agama migran tidak serta-merta

menegasikan tradisi lokal masyara-

kat Arab, melainkan mencoba

mengakomodasi dan mengakulturasi

beberapa tradisi yang sudah berlaku

masif. Barangkali yang dilakukan

oleh Islam adalah memberikan sina-

ran moral yang lebih objektif. Islam

misalnya, memberikan kebebasan

kepada setiap penganutnya untuk

melakukan ritual keagamaan, tanpa

harus melalui otoritas simbolik, baik

dalam bentuk institusi maupun per-

sonal (Baca: Nasr Hamid Abu

Zaid, Mafhum al-Nash; Dirasat fi

Ulum al-Qur’an, al-Markaz al-Arabi

al-Tsaqafi, Beirut, cet. II, 1996,

hal. 33-45). Islam memberikan

dorongan moril bahwa ajaran yang

diemban Nabi Muhammad Saw. ada-

lah ajaran yang membebaskan manu-

sia dari kezaliman menuju cahaya

pembebasan.

Muhammad Saw. tidak da-

tang dengan suatu peradaban

lengkap yang baru, namun

melengkapi peradaban yang sudah

ada dan mendorong untuk berkem-

bang dengan spirit dalam mengako-

modasi dua elemen menjadi satu

kesatuan yang baru. Persinggungan

antara Islam dengan budaya lokal

kemudian disikapi secara episte-

mologis oleh ilmu ushul fikih dengan

lahirnya kaidah al-„adah muhak-

kamah (adat dapat menjadi hukum).

Tentu saja kaidah ini tidak berangkat

dari ruang hampa, namun berpijak

pada teks otoritatif - al-Qur`an dan

Sunah. Rasulullah Saw. bersabda:

“Apa yang dilihat oleh orang muslim

baik, maka baik pula bagi Al-

lah” (Baca: Nasr Hamid Abu Zaid,

Mafhum al-Nash; Dirasat fi Ulum al-

Qur’an, al-Markaz al-Arabi al-

Tsaqafi, Beirut, cet. II, 1996, hal.

33-45). Namun sebagai sebuah

kesadaran terberi, tidak semua tradisi

yang berkembang di masyarakat

memiliki landasan historis yang

baik. Perlu adanya penyaringan yang

bersifat selektif dan sesuai dengan

norma-norma Islam yang paling

prinsipil. Misalnya,

dengan melakukan

kajian-kajian kritis ten-

tang akulturasi Islam

dengan budaya-budaya

lokal yang ada, serta

memilah-milah mana

tradisi yang masih bersi-

fat wajar dan mana tradi-

si yang tidak dibenarkan

oleh syariat. Hal ini

kiranya perlu dilakukan

sebagai bentuk kontri-

busi manusia yang tidak

lagi konservatif dan

mampu memberikan

porsi yang pas bagi Is-

lam dan budaya lokal di

sekitarnya, agar tidak

mencederai keduanya.

[.]

2

Page 7: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

OPINI

Agama sebagai sebuah wasi-

lah yang menuntun umat manusia

kembali ke asal tempat mereka.

Tempat yang mempertemukan antara

Sang Pencipta dan makhluk. Tempat

itu mereka sebut dengan akhirat.

Agama sendiri merupakan sebuah

metode yang di berikan Tuhan kepa-

da Rasul guna memberikan opsi un-

juk jalan pulang. Jadi kehidupan

yang kita jalani ini merupakan tem-

pat singgah sejenak. kata salah

seorang guru kesenian saya, “Hidup

di dunia adalah tempat singgah mi-

num”. Selesai minum ya kembali ke

rumah.

Selain itu, nilai kepercayaan

yang dianut oleh setiap manusia san-

gatlah beragam. Dan kali ini saya

akan mengulas sedikit perbedaan

tersebut dari sisi agama Islam beser-

ta kultur yang melekat di setiap dae-

rah di berbagai belahan dunia.

Bermakna selamat yang di-

ambil dari bahasa arab. Dikarenakan

agama samawi ini diturunkan di

tanah suci sana yang di setiap ta-

hunnya dilaksanakan ibadah rutin,

tak lain merupakan rukun islam yang

ke-lima. Selain itu, Nabi atau Rasul

(utusan) yang Tuhan turunkan be-

rasal dari tempat tersebut. Kabar ini

pun menggemparkan penganut aga-

ma samawi yang lain. Terutama

bangsa arab terkena imbasnya.

Beralih kepada budaya. Bu-

daya sendiri adalah suatu produk

adat orang zaman sebelum kita,

kemudian di pertahankan oleh gen-

erasi selanjutnya. Budaya sendiri

merupakan sebuah ciri khas dari sua-

tu daerah tersebut. Bisa dari kese-

nian, ritual maupun hal-hal yang

dirasa masih bertahan dan merupa-

kan adat orang sebelumnya. Dari

kesenian bisa berupa tari-tarian,

musik, ukiran dan yang lainnya.

Masing-masing dari hal itu memiliki

makna dan tujuannya masing-

masing. Dan tugas kita sebagai gen-

erasi penerus adalah mempertahan-

kan serta melestarikan budaya terse-

but, supaya bisa kita tularkan kepada

anak cucu kita. Karena jika kita teliti

setiap budaya yang ditinggalkan oleh

leluhur, ditemukan kandungan nor-

ma yang bernilai positif. Walaupun

tanpa kita sadari setelah mempelajari

kesenian atau kebudayaan, jiwa kita

terasa tenang dan tentram. Hal inilah

yang mungkin kurang disadari oleh

generasi setelah kita.

Di tahun milenium ini, Islam

menjadi agama yang dominan di

tanah Arab. Menduduki peringkat

atas di belahan dunia. Beralih ke

Asia, disana ada Indonesia. Negara

ini menganut kurang lebih 80% dari

jumlah penduduk. Dengan demikian,

negara ini menduduki peringkat tera-

tas dengan pemeluk agama Islam

terbanyak di dunia. Padahal secara

geografi, letak negara ini dengan

sumber agama islam (Arab) lumayan

jauh. Serta suku yang ada di negara

tersebut sangatlah beragam. Jika

dilihat sekilas agama ini tidaklah

mudah diterima secara hampir me-

nyeluruh. Namum dengan kesabaran

dan keuletan ulama terdahulu yang

mereka sebut dengan walisongo

(wali sembilan), agama ini dapat

diterima dan menduduki peringkat

mayoritas.

Menyerong ke negara

tetangga yang lumayan jauh namun

masih satu benua dengan Indonesia,

ialah Cina. Dengan kebudayaan dan

peradaban cukup maju pada

masanya, sangatlah kurang pas bila

Islam juga dapat diterima dengan

tangan terbuka. Akan tetapi, perjal-

anan Islam hingga sampai ke tanah

air Indonesia adalah salah satu efek

dari perjalanan Laksamana Cheng

Ho yang berasal dari negara bambu

ini. dari sini dapat disimpulkan bah-

wa Islam di negara tersebut sudah

dianut jauh sebelum sampai di tanah

bumi Indonesia.

Dari dua contoh bangsa yang

memiliki perbedaan suku, bahasa

serta pemikiran secara terbuka dapat

menerima Islam. jika disorot antara

budaya daerah tersebut dengan aga-

ma Islam sangatlah menyimpang.

Namun kesabaran serta keikhlasan

mereka yang mau berdakwah tern-

yata membawa dampak positif. Sep-

erti metode yang ditawarkan oleh

walisongo untuk mengislamkan

tanah Jawa. Mereka merubah tradisi

Jawa kuno menjadi kebudayaan

yang islamis. Seperti pembacaan

tahlil, misalnya. Pada awalnya tradi-

si ini diisi dengan pembacaan mantra

setiap tujuh hari, empat puluh, sera-

tus hingga seribu hari. Setelah ked-

atangan walisongo, tradisi ini diubah

menjadi pembacaan tahlil. Yang

awalnya mantra diganti dengan pem-

bacaan ayat al-Quran dan doa. Serta

sesajen (sajian) yang dihidangkan

untuk para leluhur dibagikan kepada

siapapun yang hadir pada acara ter-

sebut. Dengan demikian Islam dapat

di tertima dengan tangan terbuka.

Karena masyarakat menganggap

bahwa Islam dengan budaya yang

mereka anut tidaklah lagi berten-

tangan.

Selain dari segi budaya, ada

pula dari segi kesenian. Karena pada

saat itu keberadaan walisongo be-

rada di tanah jawa, mereka mencoba

untuk mengkombinasikan antara

musik jawa dengan pembacaan

sholawat. Seperti saat ini yang di

bawakan oleh Emha Ainun Najib

bersama musik Kyai Kanjeng.

Dengan kata lain masyarakat tidak

Interaksi Agama

dengan Budaya Ibnu Chamdun

3

Page 8: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

OPINI

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

lagi canggung dengan hal baru, na-

mun isi yang terkandung sama. Han-

ya terdapat perbedaan kemasan.

Untuk saat ini Islam mulai

dikenal dengan agama teroris. Mere-

ka yang menyerukan hal tersebut

berdalih dengan munculnya ke-

lompok yang mengatasnamakan

ISIS. Padahal jika hanya menyorot

dari luar, memang kelompok ini be-

ragama Islam. Namun kultur mereka

sangatlah berbeda dengan apa yang

diajarkan oleh junjungan besar kita.

Padahal Islam sebagai agama rah-

matan li al-„alamin mengajarkan

tentang santun, kasih sayang. Kini

tercoreng dengan kemunculan ke-

lompok ini. Apa yang ada dibenak

mereka mungkin berisi tentang khil-

afah yang harus di tegakkan dimuka

bumi. Kini sasaran mereka adalah

siapapun yang enggan mengikuti

mereka, karena menolak berarti ada-

lah penghianat. Padahal ketika di

pikir kembali, pemikiran manusia

tidaklah selalu sama. Tergantung

mereka hidup di lingkungan yang

mana. Pepatah kuno pernah menga-

takan, “Rambut sama hitam tapi isi

kepala berbeda”. Bisa diartikan

dengan berbagai makna. Jika sebagai

pemimpin mungkin cara mengatasi

masalah warganya berbeda dengan

pemimpin yang lain. Jika posisinya

sebagai ulama akan memberikan

metode hukum yang berbeda dengan

ulama lain. Dan masih banyak hal

lain yang berbeda.

Di Indonesia sendiri walau-

pun sebagai mayoritas islam

terbesar, tentu pemikiran mereka

sangatlah berbeda. Dengan

berbagai

suku dan budaya, namun Islam dapat

diterima dengan tangan terbuka. Ter-

gantung kita membawakannya cocok

atau tidak dengan budaya atau adat

yang berlaku saat itu. Walisongo

sendiri sebelum berdakwah

mengamati budaya masyarakat seki-

tar. Setelah itu memadukannya

dengan Islam. Hasilnya sangatlah

memuaskan. Dalam tempo kurun

waktu yang tidak cukup lama, na-

mum bisa dirasakan hingga saat ini.

Islam dikenal dengan budaya dan

mengakar di hati masyarakat.

Sebenarnya jika ada pema-

haman dan sikap saling menghargai,

saya pribadi merasakan budaya lokal

di dunia ini dengan Islam itu ada

persamaan antara keduanya. Yang

tidak sepaham hanya orang yang

kurang sadar tentang persamaan ini.

kalau yang dicari adalah perbedaan,

maka yang muncul hanya saling ber-

seteru dan membela sepihak saja.

seperti budaya yang ada di Mesir,

Arab Saudi, Irak dengan Negara Ar-

ab lainnya. Memang secara sekilas

sama-sama bangsa Arab. Toh ya iba-

dah yang di lakukan setiap harinya

sama. Hanya saja perbedaannya dari

budaya yang mereka miliki sedikit

berbeda. Atau tarekat yang

mengajarkan tentang cinta kepada

nabi. Berbagai acara rutinan yang

mereka selenggarakan jauh berbeda.

Mulai dari ritual hingga pembacaan

doa mereka jauh berbeda. Tapi

disini, tujuan mereka hanya satu;

yaitu ingin menunjukkan rasa

cinta kepada Tuhan dan

Nabi Muhammad

Saw. Dengan

kemasan yang

berbeda. Lantas dengan perbedaan

ini apakah akan kita perangi atau kita

kucilkan?.

Dengan kata lain,

“Perbedaan adalah rahmat. Dan

persatuan adalah perjuangan”. Kata

ini saya kutip dari rekan saya. Jadi

yang namanya Islam, bisa kita sebut

jika budaya mereka mengarah atau

berbau keislaman. Dan yang naman-

ya muslim ialah mereka yang be-

ragama Islam. Seperti rumah makan

yang berada di Eropa. Mereka mem-

berikan slogan, “Makan sepuasnya

bayar sesukanya”. Ketika ada orang

yang selesai makan kemudian hen-

dak membayar, penjaga kedai terse-

but menyampaikan agar tidak menyi-

sakan makanan di piring. Lantas

sang pembeli mengelak bahwa kami

yang bayar, ya terserah kami mau

menghabiskan atau tidak. Akhirnya

penjaga kedai melaporkan hal ini ke

polisi. Lima menit kemudian polisi

pun datang dan menanyakan perihal

tersebut. Setelah menguraikan kepa-

da polisi, pembeli tersebut agar di-

suruh minta maaf kepada pemilik

kedai. Akhirnya pemilik kedai men-

erangkan jika ia tidak menghabiskan

makanan yang ada di piring, maka ia

tidak menghormati kami. Padahal

jika kita buang makanan tersebut,

ada orang yang sedang kelaparan

disana dan membutuhkan makanan.

Kami tidak mau membuang sumber

alam kami dengan sia-sia.

Dari sini bisa kita tangkap

bahwa tidak selalu umat muslim

yang memiliki budaya Islam. Namun

budaya Islam sendiri bisa dimiliki

oleh kalangan manapun. Budaya Is-

lam dengan daerah lokal bisa kita

jumpai bahkan di negara yang

non-muslim sekalipun.

[.]

4

Page 9: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

AZHARIAN B

UL

ET

IN A

L-U

MM

AH—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

Pada suatu kesem-patan, da-lam suatu pembaha-san „Tajdid Khitab al-Diniy”, Grand Syaikh

Ahmad Thayyeb memberikan paparan akan sebab keharusan al-Azhar me-megang teguh doktrin mazhab al-As‟ariy selama ratusan tahun dalam se-jarah dan umur al-Azhar. Grand Syaikh menegaskan, alasan yang sangat funda-mental untuk menerapkan doktrin al-Asy‟ariy, bahwa doktrin ini benar-benar merupakan cerminan atau refleksi Nabi Muhammad s.a.w., para Sabahat dan Tabi‟al- Tabi‟in dalam beragama yang mudah dan menyenangkan.

Apakah esensi dari mazhab ini? Apakah dia merupakan mazhab kelima yang berbeda dari empat mazhab yang mashur itu? Atau dia mengikuti salah satunya? siapakah al-Asy‟ariy? Dan apa bedanya dengan mazhab lain?

Menurut Dr. Ahmad Thayyeb, Syaikh al-Azhar, mengakatan bahwa al-Azhar mengadopsi mazhab al-As‟ary, dan mempropagandakannya ke seluruh negara-negara muslim, karena disana ditemukan solusi yang mujarab untuk berbagai permasalahan, dan sebagai tameng untuk melawan pemikiran keagamaan, khususnya pada dua abad yang lalu. Akibat pemaksaan terhadap satu mazhab dan otoritas pendapat yang menghancurkan persatuan umat islam dengan memaksakannya kepada umat. Dengan keukeuh-nya al-Azhar dan ula-manya dalam bermazhab al-Asy‟ary, sesungguhnya membuka jalan yang luas terhadap setiap mazhab teologi lain. Berbagai mazhab yang berkembang dan muncul dalam Islam, maka akan selalu dinaungi dalam agama Islam jika ia masih mengucapkan dua kalimat syaha-dat, solat menghadap kiblat, dan melakukan rukun Islam dan iman.

Grand Syaikh menambahkan, bahwa al-Azhar mengadopsi doktrin al-Asy‟ary karena dia bukan adopsi dari sebuah kefanatikan terhadap sebuah mazhab atau kepada seorang imam. Melainkan cerminan dari yang ada pada Rasulullah s.a.w. dan para sahabat serta pengikutnya dalam beragama yang benar, dari segi akidah, syariah dan akhlak. Dan ini adalah terma yang ban-yak disamarkan oleh orang yang

sekarang menulis tentang madzab al-Asy‟ary. Grand Syaikh menegaskan, bahwa al-Asy‟ary bukanlah suatu ma-zhab yang baru dan diciptakan seperti Muktazilah, atau mazhab lain yang mu-dah ditumbangkan karena begitu rapu-hnya susunan teologi yang mereka cip-takan, karena bertentangan dengan nas-nas al-Qur‟an dan al-Sunnah.

Sedangkan apa yang dilakukan oleh al-Asy‟ary merupakan perumusan doktrin teologis, yang mendukung pen-jelasan al-Qur‟an dan al-Sunnah dengan dalil-dalil aqli, serta membuktikan bah-wa teks-teks wahyu tegak dijalan pemikiran yang murni. Sehingga sepi dari kepentingan pribadi, perdebatan, dan kesalahan. Seperti komentar Imam Baihaqi yang dinukil oleh Ibnu Asakir: “ Al-Asy‟ary tidak menciptakan sesuatu apapun didalam agama Allah, dan tidak mendatangkan hal baru, namun mengambil qaul-qaul Sahabat dan Tabi‟ al-Tabi‟in dan pengikut setelahnya dari para Imam dalam Ushuluddin. Kemudi-an mensyarahi dan menjelaskannya, dan apa yang mereka katakan dalam ushul, sesuai dengan syariat Islam dan logis. Berbeda atas klaim orang-orang yang menuruti hawa nafsunya yang mengang-gap bahwa sebagian besar dari mereka mempunyai pendapat yang tidak konsis-ten

Adapun Dr. Ahmad Karimah, Guru Besar Syariah Islamiyah Universi-tas al-Azhar, berpendapat bahwa Ma-zhab al-Asy‟ary bukanlah sebuah madzhab Fiqh yang serupa dengan em-pat mazhab fikih seperti Hanafiyah, Malikiyyah, Syafi‟iyyah, Hanabilah melainkan sebuah mazhab teologis yang berkaitan dengan kaidah-kaidah keiman-an. Berseberangan dengan mazhab Muk-tazilah, Murjiah dan Salafiyah. Mazhab al-Asy‟ary mampu menggabungkan antara dalil naqli dan aqli. Seperti hal-nya ketika menafsirkan perkara yang berkaitan dengan akidah, mesti sesuai dengan logika dan implikasi teks. Se-terusnya beliau menjelaskan, bahwa mazhab ini didirikan oleh Abu al-Hasan Ali Bin Ismail al-Asy‟ary yang lahir di Basrah, tahun 270 H. Perjalanan hidup-nya mengalami tiga fase penting.

Pada fase pertama, Beliau hidup dalam bimbingan Abi Ali al-Juba‟i, Syaikh Mu‟tazilah di zamannya. Kemudian belajar kepadanya sehingga ia menjadi penggantinya jika al-Juba‟i berhalangan, bahkan sudah menjadi orang kepercayaan al-Juba‟i sebagai tangan kanannya.

Pada fase kedua, terjadi revolu-si yang sangat besar dalam diri al-Asy‟ary, bahwa dirinya menyatakan keluar dari mazhab Muktazilah setelah berkontemplasi selama 15 hari di ru-mahnya. Beliau berpikir, belajar, dan melakukan istikharah meminta petunjuk kepada Allah s.w.t. sehingga ia mendapatkan keyakinan dalam dirinya. sampai ia benar-benar yakin mengu-mumkan dirinya untuk keluar dari Muk-tazilah, dan merumuskan kembali apa yang ia dapatkan pada sebuah manhaj yang baru, dengan bersandar kepada takwil teks-teks yang sesuai dengan akal. Dan dalam penetapan sifat-sifat yang tujuh dengan metode mantik. Yaitu al-Hayah, al-Ilm, al-Irodah, al-Qudroh, as-Sama‟, al-Bashor, dan al-kalam.

Pada fase ketiga, yaitu peneta-pan semua sifat-sifat Allah s.w.t. dan pada fase inilah penulisan masterpiece-nya “al-Ibanah „An Ushuli al-Diyanah” mengungkapkan preferensi terhadap akidah salaf dan manhaj mereka yang membawa bendera al-Imam Ahmad bin Hanbal, dan tidak hanya sampai disitu, masih banyak karangan beliau tentang interpretasi hadis dan akidah hingga dikirakan mencapai 98 karangan. Beliau wafat pada tahun 324 H di Baghdad, dengan seruan “Hari ini telah mening-gal, seorang pejuang sunnah”

Demikian pula Dr. Ahmad Ka-rimah menegaskan bahwa mazhab al-Asy‟ary adalah mazhab yang moderat dan toleran. Menggabungkan antara yang keras dan lentur, dan membantah semua intrik-intrik serta ide-ide yang mencoba mendistorsi Islam dengan menuduhnya jumud. Demikian pula yang ditekankan oleh para ulama yang menganut mazhab al-Asy‟ary, seperti Imam Nawawi pensyarah Sahih Muslim dan pengarang Riyadu al-sholihin, Imam Ibn hajar al-„Asqolany pensyarah Sohih Bukhari dalam masterpiece-nya Fathul Bari, dan dari ulama ahli Tafsir wa Ulumi al-Qur‟an, seperti Imam Qurtubi, Ibn Araby, Imam al-Rozy, Ibn „Athiyyah, Imam Suyuthi, al-Alusy, dan al-Zarqony. Dari Ahli Hadits wa Ulumu-hi, seperti al-Hakim, Imam Baihaqy, al-Khatib al-Baghdady, Ibn „Asakir, al-Khitabi, Abu Nu‟aim al-Ashbahany, Imam „Izuddin bin Abdissalam, Imam Haitsami dan Ibn Hajar. Untuk alasan ini, maka al-Azhar keukeuh dalam me-megang teguh idiologi al-Asy‟ary-nya, dan mengajarkannya kepada santri-santrinya di belahan bumi. [.]

Grand Syaikh men-

jawab: “Mengapa al-Azhar men-erapkan ma-

zhab Al-Asy’ary?”

Iqbal Fatoni

5

Page 10: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

Galeri GALLERY B

UL

ET

IN A

L-U

MM

AH—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

6

Page 11: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

Galeri GALLERY

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

7

Page 12: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

SASTRA

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

Kala itu. Semilir angin mencoba

tuk mendatangi ruang terbuka. Masih ada

segelintir ungkapan yang masih terasa. Ter-

lihat sliweran Jono dan beberapa temannya

yang sedang asik nongkrong di atas ranggon

kesayangannya. Mereka terlihat sedang asik

banget memainkan kartu poker yang di

pegangnya. Bahkan, tak pernah

menghiraukan orang-orang yang

melewatinya sekalipun. Ya. Mereka memang

sedang asik dengan apa yang ada di kepalan-

ya.

“Ayo bro, keluarin kartu luu, ah

cemen banget sih” bisik Jono kepada lawan

di sampingnya. Permainan masih berjalan

dengan ketegangan, seakan hidup tinggal

menentukan kemenangan ataupun kekala-

han, “Ah apaan sih lu jon, nanti lu juga kalah

lagi” jawabnya dengan santai, sembari

menggelontarkan kartu AS yang ada di tan-

gan kanannya, “Plaak!”.

Suatu ketika. Ada seseorang

mendengar perdebatan yang serius, bahkan

sampai tingkatan yang lebih nyata. Para

pembesar pun seakan bungkam, ntah karena

mereka tidak mengetahui hal itu, atau

sebenarnya ada keinginan untuk membela,

namun keinginannya kalah dengan perasaan

gengsi yang di milikinya . Mungkin karena

tidak terlalu menarik, atau bahkan karena

bertabrakan dengan masyarakat?. Entahlah!.

Apa yang sedang terjadi? namun seakan

dunia sedang mengalami kemunduran rasa

simpati terhadap hal yang semestinya di

pedulikan, saat itu.

Apa yang sebenarnya ada di

kepala mereka? Merasa paling benar namun

menjadi orang yang paling bungkam ter-

hadap kebenaran?. Sebenarnya apa arti

kebenaran itu sendiri? Apakah kebenaran

hanya keluar di saat keadaan aman? Atau

mungkin hanya keluar di saat ramai akan

belaan? Apakah hal semacam itu sudah mel-

ekat pada otak mereka? “Ah!. Itu sih sama

aja kaya golongan yang keluar dari Najd!”.

Oh, kebenaran…

Akankah kau kuat untuk tetap di depan?

Berdiri menantang, tanpa melihat siapa yang akan datang?

Oh, kebenaran…

Mungkinkah kau kan tetap berani, menghadapi para pemalsu penyodor roti krim hangat bertabur tiramisu yang siap

membuatmu kenyang tak ber-abu?

Oh, kebenaran…

Apakah kau tak takut dengan hantaman bak tsunami penghancur penyebab han-curnya otak keadilan yang ada pada diri-

mu?!

Masihkah kau kuat untuk menghadapi hal semacam itu, wahai kebenaran?

Heh jawab!. Jangan hanya diam, mojok kayak banci pasaran! Berberilaku seakan

adil, namun tetap kayak calo! Yang berge-rak demi keuntungan dan mesti membuat

resah akan keadaan.

Dasar lambe terminal, hanya bisa ngobral tanpa bisa meng-oral!.

Kuatlah wahai kebenaran! Kuatlah! Engkau adalah satu-satunya harapan yang dapat

merubah pola pikir anak bangsa agar tidak menjadi pengecut, bak curut!

Mengadili seseorang hanya dengan

melihat tingkah secara harfiah saja? Apakah

itu cukup? Apakah kita sudah merasa bisa

mengalahkan malaikat? Bertingkah seenak-

nya sendiri dengan menuduh seseorang sea-

kan kita mengetahui kebenaran yang

sesungguhnya? “Hah! kebenaran memang

susah di tebak bro”.

Hari nampak sore. Matahari mulai

menyusut, mega merah pun ikut menghiasi

perpisahan tersebut. Terlihat pancaran warna

merona yang tersirat dari keduanya, yang

membawa irama terangnya kebencian

menuju gelapnya kasih sayang.

“Ahaha. Tuh kan, Lu kalah lagi

tuh Joon, udah pulang aja dah lu” ucap salah

seorang di antara mereka yang di sambut

tawa oleh yang lainnya, “hahaha”.

Melihat awan yang tak sanggup

lagi menerangi cerianya hari, di tambah lagi

dengan belum adanya lampu yang mampu

membawa mereka untuk tetap berdiri.

Akhirnya mereka memutuskan untuk me-

nyudahi permainan legendaris tersebut

dengan perasaan berat hati.

Sesuatu yang nampak, adalah sua-

tu hal yang memang cukup menarik untuk di

telisik. Karena ia adalah cover dari ruang

lingkup sederhana yang menjelaskan bahwa

ada sesuatu yang menarik di dalamnya. Na-

mun apakah itu berlaku paten? Apakah itu

cukup untuk menjadi tolak ukur seseorang

dalam mengambil sebuah sudut pandang?.

Sangat lucu sekali ketika hal itu

memang benar berlaku. bayangkan saja,

ketika kita melihat ada seseorang yang

mempunyai sebuah keris lalu kita anggap ia

adalah dukun, padahal itu adalah keris yang

di berikan ayahnya untuk sebuah hiasan

rumah. Ada lagi ketika kita melihat

seseorang yang sedang asik main games, lalu

dengan santainya kita menganggap bahwa

dia fanatik, dan yang lebih parah lagi adalah

ketika kita sampai menganggap bahwa dia

tidak pernah belajar, padahal itu adalah se-

buah solusi untuk menghilangkan bosannya

ketika ia mulai suntuk dengan apa yang se-

dang di hadapinya.

Kapan hari saya pernah mendengar

status facebook dan membacanya;

“Ketika kita di hadapkan pada persoalan

baru, jangan marah dulu, tenangkan hati,

mulailah intropeksi diri, kenali sebab-

nya,dan pelajari isinya. Jangan asal meng-

klaim seakan-akan kita mengetahui segalan-

ya, agar ketika kita menemukan kebenaran

di dalamnya, kita tidak malu untuk

mengakuinya”.

Lihat pada tulisan “pelajari

isinya” itu yang seharusnya kita perhatikan,

karena cover tidak selamanya memberikan

jawaban atas pertanyaan janggal yang selalu

di permasalahkan tersebut, “Sebaiknya kita

intropeksi diri ajalah” ya memang benar

harus seperti itu adanya.

“Eh bro, besok ngumpul lagi di

sini ya, jangan lupa bawa kartu!.” Ucap jono

“Oke jon, gw duluan ya, ati-ati lu Jon pulang

sendirian” jawab mereka yang langsung di

sambut tawa, dan yang menandakan be-

rakhirnya perbincangan mereka kali ini,

“Hahaha” gemuruh tawa mereka teredam

dengan luasnya kekuasaan tuhan yang

menghiasi alam. Satu persatu dari mereka

akhirnya mulai meninggalkan ranggon yang

menjadi tempat bermainya hari ini. Dan

sekarang ranggon tersebut kosong, tak ada

yang menempati, tak ada juga yang

mengamati. Sepi.

Bulan terlihat menawan dan

tersenyum melihat tingkah manusia yang

setiap hari hanya bisa berdiri tanpa bisa

menghargai. Namun ia tahu, suatu saat, hal

ini pasti dapat berubah, pasti akan berganti,

dan pasti ada seseorang yang mempunyai

keyakinan tinggi untuk bisa merubah

keadaan menjadi lebih baik lagi. Ya mung-

kin saat ini ia belum terlihat dan bahkan

belum muncul ke permukaan, karena mung-

kin ia sedang menyusun akar yang kokoh

untuk bekal buah yang akan di dapatnya di

masa depan nanti. [.]

Yo Aneh

8

Faiz Hosainie Rafsanjanie

Page 13: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

RESENSI Judul Buku : Al-Mutasyaddidun Manhajuhum wa Munaqasyatu Ahammi Qadayahum

Pengarang : Dr. Syaikh Ali Jum‟ah

Penerbit : Darr al-Mokattam li Nasyr wa Tauzi‟

Tahun Terbit : 2013

Tebal Buku : 159 Halaman

Beberapa waktu kemarin, nama teroris semakin mendunia. Bak rumput liar yang tak berhenti merusak dan memper-

buruk keadaan. Bukannya sadar, ia malah bangga dengan apa yang dilakukannya. Sedang berjihad dijalan yang benar, kata

mereka. Aneh. Tahun 2014 lalu Abu Bakar al-Baghdadi mendeklarasikan berdirinya ISIS. Islamic state Irak and Shiria.

Dengan pemahamannya, mereka mulai melaksanakan misinya. Memerangi bid‟ah sebagai landasannya. lalu, apa yang terjadi

hari ini di Negara Irak, Suriah dan beberapa negar lain di bumi manusia? Bom, perusakan, pembunuhan. Apakah itu sebuah

kebenaran? Meskipun tidak dipungkiri juga akan adanya sekenario geo-politik dibelakangnya.

Sebenarnya Islam tidak pernah mengenal kata teroris. Sejarah pun mencatat, kata itu muncul pada abad ke-19 ketika

revolusi di Perancis sana berlangsung. Ia adalah kata yang menjelmakan sebuah kejahatan murni yang menebarkan teror di

mana-mana agar tujuan-tujuannya tercapai. Dengan segala cara tentunya. Tapi apa daya, dunia pun mulai angkat bicara. Da-

tanglah sebuah golongan yang mengaku beragama Islam. Agama yang penuh cinta dan kasih sayang. Sayangnya golongan ini

tidak mengindahkannya dan malah mendistorsi ajaran Islam yang sesungguhnya. Kata lain pun berdatangan untuk

mendeskripsikannya. Maka muncullah kata yang pas menggambarkan keadaan; ekstremis.

Syaikh Ali Jum‟ah, seorang ulama mashur yang pernah menjadi mufti di Mesir, yang memiliki kedalaman ilmu yang

sangat mumpuni, yang mendedikasikan masanya untuk Islam sebagai rahmatan lilalamin, banyak menelurkan kitab-kitab

yang berorientasi pada pelurusan akidah. Salah satunya adalah al-Mutasyaddidun. Ekstremis. Buku berukuran semi-mini me-

rah namun kaya akan isi.

Dalam buku ini, beliau memaparkan pemikiran-pemikiran yang perlu di garis bawahi dari golongan “salafiyah”. Dan

adapun orang-orang yang mengikuti cara berpikirnya, maka ia termasuk dalam lini yang sama, ekstremis. Garis keras.

“salafiyah” di sini berbeda dengan makna salafiyah sebenarnya.

Secara etimologi, salafiyah adalah makna turunan, yang saling meminjam pemaknaannya dari zaman ke zaman. Ka-

rena zaman dulu menjadi salaf untuk zaman selanjutnya. Adapun secara istilah, salafiyah merupakan masa yang merujuk pa-

da peradaaban Islam, yakni antara abad satu sampai tiga dari awal umur umat Islam. Kemudian pada abad 19 kemarin, mak-

nanya pun mengalami pergeseran. Pemahaman, pengertian dan penggunaannya disalah-artikan oleh suatu golongan, serta

menafikan golongan yang lain bahwa bukan dari “salafiyah”. Mereka menganggap golongannya yang pantas menyandang

pewaris manhaj Salaf al-Saleh. Dan yang menjadi tolak ukur bagi mereka antara golongan “salafiyah” dengan golongan lain

hanya mengacu pada perbedaan khilafiyat belaka. Menganggap pendapat sendiri benar dan yang lain salah, dan yang salah

wajib diperangi. Sesederhana itu.

Ada tujuh belas masalah khilafiyat disebutkan, yang paling populer menonjol dan menjadi pegangan bagi mereka.

Dalam penjelasannya, Syaikh Ali Jum‟ah memaparkan ke tujuh belas masalah tersebut dengan ringkas lugas dan tepat.

Menggunakan bantahan dalil-dalil yang ada pada al-Quran dan al-Sunnah. Mendeskripsikannya dengan singkat namun

mengena. Mudah dipahami. Menerangkan hal-hal yang belakangan ini menjadi rancu di mata masyarakat awam. Namun da-

lam sisi lain, buku ini menjadi lahan berukuran kurang besar bagi orang yang benar-benar ingin menjelajah jauh lebih dalam

untuk menemukan akar inti dari permasalahan khilafiyat yang ada.

Sebagai warga Mesir, Syaikh Ali Jum‟ah juga menceritakan dengan singkat bagaimana istilah “salafiyah” bisa

berkembang di negara ini. Semua bermula pada masa-masa ekspansi Inggris ke Mesir. Bertepatan dengan hal itu, banyak ber-

macam-macam bid‟ah dan takhayul yang terjadi. Diantara ketidak-jelasan keaadaan, maka muncullah dua orang pelaku

pergerakan pereformasi agama. Mereka adalah Syaikh Jamal al-Din al-Afgani dan Mohamed Abduh. Digunakan istilah

salafiyah dengan harapan umat islam dapat menjauh dari bid‟ah dan ketakhayulan, serta kembali ke manhaj Salaf al-Saleh

seperti zaman dulu. Tapi, pada waktu yang sama Wahabiyah mulai berkembang di Najd dan sebagian tanah Arab. Dengan

pasnya keadaan, mazhab ini juga merasa harus ikut berkonstribusi atas pergerakan yang terjadi di Mesir. Disinilah kerancuan

mulai terlihat. Tirainya semakin terungkap. Akhirnya dengan berjalannya waktu, “salafiyah” dinisbatkan ke pengikut Waha-

biyah. [.]

Zia Hulhak

9

Page 14: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

وي مركز اللغ

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

اإلحتفال بذكزي مىلد النبي صل هللا

بدرالصالح نزكسان عليه و سلم كيف نشأ و ظهز

10

, ى ف ز ااعثح 765 ا عح 263وا اإلزرفاي تزوش ذ اث ص هللا ػ١ ع لذ ارذ ز ص افاط١ح تصش عح

طا غاشش٠فح إرا روش اؤسخ أ ازرف تذ اث ص هللا ػ١ ع لاا إ اه اظفش أت عؼ١ذ ووثش ه إست ف ص ا

صالذ اذ٠ األ٠ت, اى وا راه ؼذ خد خ ماسح ت١ ازرفاالذ اؼظ١ح ار أطة اؤسخ ف صفا ت١ ازرفاالخ

افاط١١ اض٠ح أل ارا األوثش وا تااعثاخ اش١ؼ١ح روش ذ اخ١فح افاط ػ١ذ خع ػ اؼشػ ىزا.

تامج, الدزا األش اطث١ؼ أل صش ف فرشج افاط١ح خد أ وادخ ذخ اؼاء ػائ, ساح فشض اؼم١ذج اش١ؼ١ح ػ أ اث

اخطأ اث١ أ اإلزرفاي تذ اث ال ٠م ت تسك إال أ اال٠ح اؼاء أػاي اذ فغا ػ األ١اء ػاداذ زاه

ستظ اإلزرفاي تذ اث ااد تافاط١ح.

اذح ف صف اذورس ػثذ اؼ عطا ف ورات ػ اس١اج اإلخراػ١ح ف اؼصش افاط, اإلزرفاالخ آزان فماي: الرصش ازرفاي اذ اث

اؼث١ذ٠ح )افاط١ح( تؼ اس ذص٠ؼا ذص٠غ اصذلاخ, أا اإلزرفاي اشع فىا ٠رث ف وة لاض امضاج ز١ث ذس صا

خ ار االاس ٠رد اد١غ ا اداغ األصش ث ا لصش اخ١فح ز١ث ذم اخطة, ث ٠ذػ خ١فح ٠شخغ اد١غ ا دس, أا اإلزرف

. (1992الحياة االجتماعية فى العصر الفاطمي, د.عبد المنعم عبد الحميد سلطان, دار الثقافة العلمية, االسكندرية, واد ذم ؼظ اإلرا فىا ألػ١اد اش١ؼ١ح )

عثم ا ى إر وا لاي ؤسخ اإلعال وا اه اصار أت عؼ١ذ ووثش ه إست أي ازرف تذ اث ازرف ت ازرفاال وث١شا زما.

اإلزرفاي تذ اث ف اؼشاق أ٠ضا ف اص هللا اىث١ش اش١خ ػش االء.

ا تؼ١ذج لضرف ذه ااعثح ٠ى ان ازرفاي طك ف أ اثالد إ أ خاء صالذ اذ٠ األ٠ت أ ٠ؼ١ذ صش إ اغح اث تؼذ ائر ػا

ر خ اػا ذسد طأج اسى اش١ؼ, وا سض هللا ػ زاصا لفا, ض اإلخشاءاخ ار اذخزا ف زا اغث١ أ ألف خ١غ اإلزرفاال

ف واد لائح ذ افاط١١, ث ػ١ذ غذ٠ش خ روش وشتالء غ١شا األػ١اد تا ف ره ذ اث زر ٠غ ااط اؼاداخ اش١ؼ١ح

لف ١حاإلزرفاي. ى ف فظ الد أشأ وث١شا اخامااخ اضا٠ا اشتاطاخ اصف١ح, لف ػ١ا األلاف اىث١شج ت اذاسط اغ

تاريخ االحتفال بمولد النبي صلى هللا عليه وسلم ومظاهره فى العالم, محمد خالد ثابت, دار المقطم )ػ١ا األلاف وزاه ا ألا األح ػ اإلعال اصس١ر

.(2010للنشر والتوزيع, القاهرة,

ملسو هيلع هللا ىلص, از اخ زا از فؼ صالذ اذ٠ األ٠ت فغ از ذ ف١ا تؼذ أل ذما ف صش أػظ أتح ازرفاالخ شذذا اذ١ا تذ ع١ذ اىائ

ذ ف فظ الد أل ذخشج صش خ١ػ ازذ٠ از٠ لشا اص١ث١١ اغي, از ٠ذػ أ صالذ اذ٠ األ٠ت ألف اإلزرفاي

.تذ اث أل تذػح إا ت١ لصس ؼشفر تاراس٠خ, اؼذاا ذاا تصالذ اذ٠ اشافؼ زثا األشؼش إػرمادا اصف عوا

ت اتا اه اظفش أت عؼ١ذ ووثش از اسذثظ اع ف اراس٠خ تاإلزرفاي اثش تذ اث إال خاص أشاء صالذ اذ٠ إػد

صخ تأخر ث ه إست.

تزا اراس٠خ امص١ش اثغ١ظ ف خالي فرشج زى افاط١١, ؼشف و١ف شأ ذ اث ملسو هيلع هللا ىلص ارذ؟

ذتؼذ ز١ األز١ا واد ازرفاالخ ػظ١ح ار ارششخ اصدشخ ف اؼا زر أصثسد اغ١ ثمافح ػادج تسغة طماذ درؼا

اخرفح ٠ؼ ذ اث ملسو هيلع هللا ىلص تسف رع ذائر تغاخ شر. ػ عث١ اثاي اغ ف إذ١غ١ا

لذ % اغىا أوثش دح غح ز١ث ػذد اغىا ف اؼا, أػطد اسىح اإلذ١غ١ح أ١ح ػظ إلزرفاي تذ اث ملسو هيلع هللا ىلص66

اسع ف رغاػد زا ا١ أخاصج ػاح ف أساء اثالد ذغك ف١ خ١غ اصار اسىح ٠ؼ ادرغ اغ ف ز ااعثح اساط اثاغ ا

اذخار اإلعرؼذاداخ االصح إلزرفاي تذ اسث١ة اصطف ملسو هيلع هللا ىلص.

اساضشاخ ػ مز اإلزرفاالخ ٠ردغ اغ و زذب صب ٠ؼثش ػ شىش هلل ػ ز اؼح اؼظ تؼثح اث ملسو هيلع هللا ىلص, ذ

اؼطس افاو ػ اث ملسو هيلع هللا ىلص ذمشأ ع١شذ )اذ( ف اغاخذ ادرؼاخ اخرفح ػادج ا ذر اإلزرفاالخ تاذػاء ث ذص٠غ اس

اسضس.

اث ذذ ذؼمذ ف اذاسط أ٠ضا اإلزرفاالخ اغاتماخ اخرفح ت١ اطالب, ٠رغاتك اشؼشاء ف وراتح إماء لصائذ ف اغ١شج اث٠ح

اخاذ, ث ازرفاالخ أخش ػظ١ح تسك فخشج شؼة اإلذغ.

ا ال اغ ز اإلخج اىشا, ػ اذ ٠ؤف امب, ٠زذ اىح ٠دذد زة اث ص هللا ػ١ ع, ٠ثث ف١ اشؼس تاسة ث ا١ إ١,

ششػا اإلزرفاي تزوش ذ اث, ف ػ زغ مثي ٠افك اشش٠ؼح. أا اشش از٠ ٠ىش ػ اذ ٠ص١س تئىاس, ف

زضا ز١ ذ اث. ٠شات إت١ظ از صاذ س

ا ص ػ صازة ادا اؼظ١, ا ص ػ١ ع ذغ١ا وث١شا.

Page 15: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

LENTERA B

UL

ET

IN A

L-U

MM

AH—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempu-

nyai sebuah bibit mawar. Ia ingin sekali menanam mawar itu

di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan sekop kecil telah

disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula pot kecil tempat

mawar itu akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang

terbaik, dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat

sinar matahari. Ia berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan

sempurna.

Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan

tekun. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera

disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan. Bebera-

pa waktu kemudian, mulailah tumbuh kuncup bunga itu.

Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum

terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya

mulai membuahkan hasil. Diselidikinya bunga itu dengan hati

-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh pula duri-duri kecil

yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa

duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya

bunga yang indah ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu

keindahan mawar-mawar miliknya.

Sang pemuda tampak bergumam dalam hati,

“Mengapa dari bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri

yang tajam? Tentu hal ini akan menyulitkanku untuk me-

rawatnya nanti. Setiap kali kurapikan, selalu saja tanganku

terluka. Selalu saja ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah,

pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan membiar-

kan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini.”

Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk

memperhatikan mawar miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar

itu tak pernah disirami lagi setiap pagi dan petang.

Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu

pertumbuhan mawar itu. Kelopaknya yang da-

hulu mulai merekah, kini tampak merona sa-

yu. Daun-daun yang tumbuh di setiap

tangkai pun mulai jatuh satu-persatu.

Akhirnya, sebelum berkembang dengan

sempurna, bunga itu pun me-

ranggas dan layu.

Jiwa manusia, adalah

juga seperti kisah tadi. Di dalam

setiap jiwa, selalu ada „mawar‟

yang tertanam. Tuhan yang

menitipkannya kepada kita un-

tuk dirawat. Tuhan lah yang

meletakkan kemuliaan itu di se-

tiap kalbu kita. Layaknya taman-

taman berbunga, sesungguhnya

di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan

merekah.

Namun sayang, banyak dari kita hanya melihat

“duri” yang tumbuh. Banyak dari kita hanya melihat sisi bu-

ruk dari kita yang akan berkembang. Kita sering menolak

keberadaan kita sendiri. Kita kerap kecewa dengan diri kita

dan tak mau menerimanya. Kita berpikir bahwa hanya hal-hal

yang melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak un-

tuk menyirami hal-hal baik yang sebenarnya telah ada. Dan

akhirnya, kita kembali kecewa, kita tak pernah memahami

potensi yang kita miliki.

Banyak orang tak menyangka, bahwa mereka juga

sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwanya.

Banyak orang yang tak menyadari akan adanya mawar itu.

Kita, kerap disibukkan dengan duri-duri kelemahan diri dan

onak-onak kepesimisan dalam hati ini. Orang lain lah yang

kadang harus menunjukannya.

Jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah

yang tumbuh dalam jiwa itu, kita akan dapat mengabaikan

duri-duri yang muncul. Kita, akan terpacu untuk membuatnya

merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas

baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-

tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan me-

menuhi taman-taman jiwa kita. Kenikmatan yang terindah

adalah saat kita berhasil menunjukkan pada diri kita tentang

mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.

Semerbak harumnya akan menghiasi hari-hari kita.

Aroma keindahan yang ditawarkannya, adalah layaknya

ketenangan air telaga yang menenangkan keruwetan hati.

Mari kita temukan “mawar-mawar” ketenangan, kebahagiaan,

kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita. Mungkin, ya, mungkin,

kita akan juga berjumpa dengan onak dan duri, tapi janganlah

itu membuat kita berputus asa. Mungkin tangan-tangan kita

akan tergores dan terluka, tapi janganlah itu membuat kita

bersedih nestapa.

Biarkan mawar-mawar indah itu merekah dalam

hatimu. Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya

kemuliaan-Nya. Biarkan tangkai-tangkainya

memegang teguh harapan dan impianmu.

Biarkan putik-putik yang dikandungnya

menjadi bibit dan benih kebahagiaan baru

bagimu. Sebarkan tunas-tunas itu kepada

setiap orang yang kita temui, dan biar-

kan mereka juga menemukan keinda-

han mawar-mawar lain dalam jiwa

mereka. Sampaikan salam-salam

itu, agar kita dapat menuai bibit-

bibit mawar cinta itu kepada

setiap orang, dan menumbuh-

kembangkannya di dalam taman-

taman hati kita. [.]

Bunga

Mawar Farhana Mufid

11

Page 16: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

ENGLISH STATION

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

This is Sunday morning. I am beginning that day with jogging and running of city. I fill so peace cause there is no any problem mine with my

headset. I enjoyed my rule activity. I see the fish enjoying, dancing, and singing a song but surely I can‟t understanding what are they do, what the fuck is it?

This is some comfort from my god who still around me every time everywhere and every when I do something wrong or true he looks me.

07.30 am. I prepared to go to high school in Amsterdam with my lovely mom. Today, is my first time for study in senior high school and I am

very contented because I will have a friends in this school, but in other hand I fill embarrassed with strongly of them. I enter my first class and slowly like

snail, I said “Morning” and all of them answers and then I introduce myself.

“My name is Tony. I live in Nevada and I hope we can be friends well”, after I introduce myself, I see empty place street corner. I come close to

that. Suddenly, certain person said, “Hi fuck, I will kick your ass after a lesson finished”. I am afraid with him. He scared me. I try to get my seating and I sit

without problem around me. “Hi, my name is Merly” I listen some voice behind me. “You want to lunch with me after the lesson? Tony” she said. “Yes why

not”. then after the lesson finished I go to canteen with Merly who have a pretty face. When we were running there are children who hit us “What the fuck is

it, what your problem?” I said angrily. “Hi, you‟re still new here, so don‟t sorts me child, isn‟t it?” He answers me and I don‟t care about him. And we look-

ing for a convenient seating, “He is street kids at this school” said Merly. “Who his name?” I ask her. “His name is Jack, don‟t looking a mistake or any

problem with him”. “I don‟t do any mistake or problem with him but, why he was looking for a problem with me?” I asked her in restless. “He will interfere

with each child new here, and the new child here is you”. In the corner cafeteria I look him, I look Jack he was pay attention to my eyes also and I don‟t

know anything like what would happen next, whatever the case I am going to fight and pass. And today, I felt very compassion.

“Hi child, wake up and take lake warm baths”, the sound of my mother was not a stranger again with me. I am very drowse. But, is time to school

and study in my senior high school and I will meet with the fucking Jack, but there is Merly who always beside me and I fill love with her. I have seen jack

in front of the gate of school and prejudge the viewer‟s. He was waiting for me. I run without felt had one with him enter the class, “Hi, the fucking child!”. I

am pretending to not to hear that and then he chase to me, he hit my shoulder and he strike my face, then the blood flowing from my nose. Acceptance with

this kind of treatment, so I strike him face too and we engage fights there until there is children who separate us. I don‟t know what a mistake I do until jack

heat me. I enter my class and I see Merly she was looking to me. I tried to ignore it and walk to my seating. Then she came close to me, “What happen to

you? Whether Jack offend you again?” she asked me. “Instead, there is no problem, you want to dinner with me today? I unemployed today”. She replied

with a smile, “yes”.

That night, I walk with her. I feel so good and peace with her. we walk to beautiful bridge in center of city, and eat together in one of the dining in

Amsterdam. I have much to tell her about myself and about my family, She also many told me about herself. Decorated with the stars, that night is so beauti-

fully, and the lamps edges of street accompany our dating. I don‟t want to this quickly finished, but it was late we have to go back to each house and pre-

pared for school tomorrow.

I wake up lately. And today, I will meet the fucking man, He is Jack. The man who was very I hate, and my prejudice right, he was standing in

front of gate and waiting for me, “Hello the fucking child!”. He accost me and I not take care for him and still walking to the class. In the class I see a pretty

girl, She is Merly, She was sitting on my seating, with her smile, she look at me. Quickly, I approach her and seating beside her, until the lessons finished.

School bell had rang, we go to the canteen to eat together and jack had waited for me. He want to bother us again. Now, I will not still silent and let it away,

“what your problem Jack?” Merly asked him. “He had a problem with me, Merly”. I don‟t want her to be the victim cause me. “Yes I have a problem with

you Tony!”. We engage fights in the canteen and head master of school see us, so he had us into the office. Then, we received in remove from our school, I

am talking to Merly for the last time, “We will meet again, Merly, at a later time”, I look last smile from the lips Merly, and I will school and study in Neva-

da until undergraduate.

7 years later, precise with birthday of Merly. I come to her University. I am very happy cause I will meet the girl who very I love since senior

high school until now. I see her on the side of the road, “hi” with feeling awkward I greets her. “Oh are you Tony, I am very pleased cause I can still see you

now. Oh god, What are you doing now?”. In a state of happy I answers “I am here to you, Merly”. “I can‟t understanding what your mind Tony?”. “I want to

marry you, Merly”. “Are you serious?”. “Yes I am very serious with you, Do you want to marry me?”. “Sorry Tony I can‟t accepted it”. “because?”. “cause I

had a potential husband Tony, sorry”.

She leaved me and sadly I also left her. When I crossed the road I didn‟t realize there is a car fast towards me. And “Bruuuuuuuuk” myself bow

down and the prize that have not bad time to open it bounced away. In the faint, I saw Merly come back and see a gift that I will give to her.

I am in critical in hospital about two months, Merly and her husband close to me, and I think one thing that can‟t be forgotten about you is when

you‟re present in my life to be with the confidence that you gave me. Right now I am not crying because you left me sad, but I am crying because it‟s hard

for me to forget the LOVE that once existed in our lives. What was that I am happy to see you happy, don‟t keep crying about her that has gone, smile be-

cause she had been gives the opportunity to meet someone who is better, if there is a meeting in this world then there beside him farewell. [.]

Meet And

Farewell Syauqi Hifni

12

Page 17: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

DAPUR HIMMAH

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI D

ES

EM

BE

R 2

01

5

Berbagai macam kehidupan di Mesir. Tak lu-

put dari berbagai cobaan dan hal lainnya. Terkadang

bosan dan juga senang. Suatu hal yang me-

nyenangkan yakni kebersamaan dan kerukunan. Ke-

hangatan masih terasa apabila kebersamaan dan

kerukunan menyertai. Sebuah kegiatan yang rutin

dilakukan tiap kamis yakni Diba’an, di acara tersebut

kami bisa berkumpul bersama dan saling bertatapan

wajah satu sama lain, kehangatan begitu terasa dan

bisa saling bercanda satu sama lain. Kadang bikin

resek kadang malah dikerjain. Suka-suka kami mau

ngapain aja

b o l e h , t i d a k

terikat apa-

pun. Di Him-

mah ada suatu

keistimewaan

yang mungkin

jarang dimiliki

oleh yang

lainnya yakni

k e r u k u n a n .

Hebatnya, da-

l a m h a l

apapun yang

saya rasakan

sendiri dan

saya lihat

sendiri adalah

k e r u k u n a n ,

kebersamaan

satu sama lain,

masih terikat erat oleh warga Himmah. Tidak mem-

bosankan jika ada kebersamaan. Ini jarang sekali ada

di tempat lain. Karena substansi dari adannya

kekeluargaan dan almamater tak lain hanyalah

kerukunan dan kebersamaan. Yang merupakan suatu

hal yang jarang dijumpai.

Kebersamaan begitu nampak di Himmah se-

hingga tak membuat bosan. Meskipun pada waktu

dibaan kadang tidak ada persiapan sebelumnya, pal-

ing hanya kontak lewat WhatsApp. Itupun ditanggapi

dengan biasa. Seperti dalam hal menghidangkan ma-

kanan, tak pernah meributkan meski pada waktunya

tidak ada makanan untuk di hidangkan, yang lain ju-

ga tetap santai. Meskipun orang lain bilang kalau ma-

kanan adalah hal pokok dalam suatu acara. Tapi

menurut orang Himmah, biasa saja. Kadang pada

acara dibaan pada awal dimulainya banyak yang be-

lum datang, tapi pas pertengahan sampai akhir sudah

pada mulai berdatangan. Ditambah lagi pada selesai

acara kadang teman-teman bercanda gurau,

menyanyi bareng sambil gitaran, saling mengerjai

satu sama lain. Dari hal seperti ini, keistimewahan itu

muncul. Yakni dalam hal tersebut tanpa kita sadari

kita melakukan suatu bentuk kebersamaan dan

kerukunan. Tanpa di suruh dan di paksa mereka su-

dah memiliki kesadaran sendiri. Mau berkumpul,

berbaur bersama, dan saling membantu. Meskipun

ada teman yang males tapi melihat temannya bercan-

da gurau

malesnya jadi

hilang dan

ingin ikut

b e r k u m p u l

bercanda ta-

wa bareng.

Orang lain

m e m b a h a s

kebersamaan

d a n

kerukunan itu

sudah menjadi

suatu hal yang

luar biasa dan

bahkan rumit

untuk di ap-

likasikan. Di

t e r k a i t k a n

dengan teori

dan peraturan

-peraturan untuk meng-aplikasikan hal tersebut. Tapi

orang-orang Himmah ternyata tidak membutuhkan

hal seperti itu, mereka sudah mampu meng-

aplikasikan hal tersebut. Dan di situlah letak keis-

timewanya Himmah. Tanpa memandang dan

menganggap beda satu sama lain.

Pada bulan kemaren ada perpindahan

asrama, kami pun tak lepas dari gotong royong.

Pengumpulan barang-barang segera dilakukan kare-

na perpindahan akan segera berlangsung. Teman-

teman siap segera tanpa menunggu disuruh dan

dipaksa. Menggotong barang-barang dari gedung

lantai paling atas hingga gedung yang paling bawah,

habis itu menuju ke rumahnya gus bara karena disitu

akan kami jadikan asrama baru Himmah. Meskipun

barang-barang yang kami bawa bukan barang rin-

gan, namun jika dilakukan dengan bersama-sama

KEHARMONISAN

HIMMAH Muhammad Khoiruddin

13

Page 18: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

DAPUR HIMMAH

akan lebih terasa ringan. Teman-teman terus ber-

gotong-royong saling membantu hingga akhirnya

barang-barang telah habis. Meskipun ya bisa

dikatakan badan agak terasa letih semua, tapi nyatan-

ya teman-teman terus bersemangat, sampai barang-

barang yang di asrama yang dulu sudah habis. Be-

gitupun juga teman-teman perempuan, mereka pun

tak lupa ikut bergotong-royong, tak mungkin kan da-

lam hal seperti ini kita membayangkan kalau per-

empuan ikut angkat-angkat barang?. Jadi mereka pu-

nya inisiatif sendiri supaya bisa ikut bantu-bantu, yai-

tu memasak untuk teman-teman yang lainnya. Karena

tadi pagi belum ada yang makan, jadi pas kalo ada

anak cewe yang masak terus langsung makan bersa-

ma, Terasa nikmat sekali bisa makan bareng-bareng,

selesai makanpun ternyata kami masih melanjutkan

dengan menata barang, terasa risau jika barang-

barang masih berantakan. Dan ternyata mereka su-

dah punya inisiatif tersendiri untuk langsung menata

barang-barang tersebut. Namun, walaupun yang pal-

ing merepotkan adalah memindah aquarium besar

pada saat itu. Tapi berkat gotong royong pemindahan

ternyata tidak sampai satu jam selesai. Itulah gunanya

gotong royong selain dua tangan, beberapa tangan

yang lain pun ikut membantu, ntah itu mengambil air,

ikan, karang, batu, dll. Dan terakhir adalah pengisian

air. Walaupun repot seperti itu, teman-teman tidak

ada yang terlihat mengeluh. Mereka terus berseman-

gat, merapikan barang satu persatu hingga selesai.

Dengan banyaknya berbagai kegiatan hari ini, mere-

ka tetap tidak melupakan kewajiban yang seharusnya

mereka jalani, seperti halnya kuliah dan dauroh

lughoh. Teman-teman tetap bersemangat belajar. Ka-

rena itu merupakan hal yang paling inti, yang harus di

ikuti dengan rasa semangat yang membara.

Tidak sampai di situ saja, namun pada saat hal

yang lain-lainnya pun tetap terjaga kebersa-

maan dan kerukunan. Karena s u a t u

nilai keistimewaan tersendiri b i sa

melakukan apapun dengan ber-

sama-sama. Sampai dalam hal

makan suka bersama satu wa-

dah. Kalau dilihat-lihat m e -

mang teman-teman

Himmah ka-

lau sedang

makan itu

j a -

rang makan sendiri-sendiri. Mereka selalu bersama

dalam satu wadah. Karena memang sudah jadi kebia-

saan, bahkan hampir setiap hari. Meskipun itu acara

besar mengundang banyak tamu, seringkalinya yang

terlihat makan dalam satu wadah, jarang sekali makan

sendiri-sendiri.

Bahwasannya suatu hal kebersamaan dan

kerukunan itu terkadang diatur-atur dan dipaksa da-

hulu. Tapi semua itu sudah ter-aplikasi oleh orang-

orang Himmah. Bahkan sudah menjadi hal biasa. Hal

yang paling kental dengan himmah yakni pada setiap

hari kamis malam jum’at biasanya teman-teman men-

gadakan acara dibaan rutin. Di acara seperti ini yang

diadakan setiap satu kali dalam seminggu, teman-

teman yang tadinya ada yang sibuk dan ada yang

nganggur bisa kumpul bersama untuk meluangkan

waktunya dalam hal ini. Disitu hal yang menurut saya

sebagai warga himmah sendiri merasakan yang be-

lum saya jumpai di tempat lain. Karena dalam hal ini

melakukan kegiatannya bukan Cuma satu kali atau-

pun dua kali saja, melainkan sudah menjadi tradisi

rutin bagi Himmah itu sendiri. Yang paling istimewa

dan menarik dalam hal ini yakni dalam hal

melaksanakan kegiatanya tetap terjaga bentuk ke

ajeg-an (istiqomah). Karena suatu keistiqomahan itu

sendiri bukan hal mudah dalam melakukannya apala-

gi masih terbesit rasa males. Karena istiqomah itu

sendiri, lebih agung derajatnya dari pada seribu

karomah. Karena memang suatu keistimewahan

tersendiri untuk bisa melakukannya secara rutin da-

lam keadaan apapun dan dalam hal apapun. Memang

akan terlihat beda jika melakukan hal apapun sendiri-

sendiri dibanding dengan bersama-sama. Semoga

tetap terjaga apa yang seharusnya dilakukan dan

yang tidak seharusnya dilakukan. [.]

BU

LE

TIN

AL

-UM

MA

H—

ED

ISI

DE

SE

MB

ER

20

15

14

Page 19: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal
Page 20: Al-Ummah - Islam dan Budaya Lokal

“Apapun masalahnya ngumpul adalah solusinya”

- Himmah Jagat Raya

LENGKAPILAH

KOLEKSI ANDA