bu dessy

23
BIOAVAILABILITAS TABLET IBUPROFEN PADA PEMBERIAN BERSAMAAN DENGAN EKSTRAK AIR HERBA PAGAGAN(Centella asiatica (L) urban) PADA KELINCI JANTAN I. TUJUAN Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat menjelaskan konsep uji boiavailabilitas-bioekuivalensi. II. PENDAHULUAN Pada uji bioavailabilitas atau uji bioekuivalensi yang menggunakan manusia sebagai objek penelitian harus berpedoman pada Deklarasi Helsinki yang dirumuskan pada tahun 1964 di Helsinki Finlandia. Deklarasi Helsinki mengandung 3 pokok bagian yang digunakan sebagai pedoman penelitian dengan subjek manusia,yaitu: 1. Prinsip dasar 2. Riset klinik/ penelitian klinik 3. Penelitian non klinik Garis besar studi bioavailabilitas yang lengkap sesuai dengan yang diajukan FDA sebagai berikut: A. PROTOKOL 1. Tujuan penelitian Untuk mengetahui pengaruh ekstrak air herba pegagan terhadap bioavailabilitas tablet ibuprofen. 2. Rancangan penelitian

description

hjhujkgkgkhgh

Transcript of bu dessy

BIOAVAILABILITAS TABLET IBUPROFEN PADA PEMBERIAN BERSAMAAN DENGAN EKSTRAK AIR HERBA PAGAGAN(Centella asiatica (L) urban) PADA KELINCI JANTAN

I. TUJUANSetelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat menjelaskan konsep uji boiavailabilitas-bioekuivalensi.

II. PENDAHULUANPada uji bioavailabilitas atau uji bioekuivalensi yang menggunakan manusia sebagai objek penelitian harus berpedoman pada Deklarasi Helsinki yang dirumuskan pada tahun 1964 di Helsinki Finlandia. Deklarasi Helsinki mengandung 3 pokok bagian yang digunakan sebagai pedoman penelitian dengan subjek manusia,yaitu:1. Prinsip dasar2. Riset klinik/ penelitian klinik3. Penelitian non klinikGaris besar studi bioavailabilitas yang lengkap sesuai dengan yang diajukan FDA sebagai berikut:A. PROTOKOL1. Tujuan penelitianUntuk mengetahui pengaruh ekstrak air herba pegagan terhadap bioavailabilitas tablet ibuprofen.2. Rancangan penelitianPenelitian ini menggunakan rancangan sama subjek dengan design cross over menggunakan subjek uji 5 ekor kelinci jantan.3. Kriteria pemilihan subjekHewan uji yang digunakan adalah kelinci jantan galur lokal dengan berat badan 1,5-1,8 kg.4. Kriteria pengeluaran objek-5. Macam cuplikan biologisa. Waktu-waktu pengambilanPenelitian ini menggunakan rancangan sama subjek dengan Cross over menggunakan subjek uji 5 ekor kelinci jantan. Setiap kelinci mendapatkan perlakuan yang sama. Sampel kontrol diberi tablet ibuprofen 400 mg,sedangkan sampel perlakuan diberi tablet ibuprofen bersamaan dengan ekatrak air herba pegagan dengan konsentrasi 25% b/v,50% b/v,dan 100% b/v. Kemudian diambil darahnya pada jam ke o,0.5,1,1.5,2,2.5,3,3.5,4,6,8,10. Konsentrasi ibuprofen dalam plasma diukur menggunakan spektrofotometri.b. Gambaran cara penanganan cuplikan.Sebanyak 5 ekor kelinci jantan digunkan sebagai subjek uji.6. Kriteria pemasukan dan pengeluaran cuplikanJalannya penelitian yang pertama dilakukan adalah determinasi tanaman dan pembuatan ekstrak air herba pagagan. Determinasi tanaman dilakukan di Lab. Biologi FMIPA universitas Ahmad Dahlan untuk memastikan tanaman yang digunakan adalah pegagan serta untuk mengetahui jenisnya. Ekstrak air herba pegagan dibuat dengan cara penyarian dengan maserasi. Setelah itu dilakukan uji pendahuluan. Uji pendahuluan yang pertama dengan panjang gelombang maksimal ibuprofen dalam plasma darah,langkah-langkahnya adalah larutan ibuprofen diambil 100l dimasukkan kedalam 900 l plasma darah,dicampur menggunakan vortex. Selanjutnya diekstraksi dengan 2 ml kloroform sebanyak 3x,fase kloroform diambil dan dikumpulkan. Fase kloroform diuapkan sampai kering,lalu ditambahkan 0,1 N NaoH 4 ml dan digunakan untuk mencari panjang gelombang maksimal menggunakan spektrofotometri. Uji pendahuluan yang kedua adalah penentuan persamaan kurva baku ibuprofen dalam plasma darah,perolehan kembali dan penetuan stabilitas ibuprofen dalam plasma darah.Setelah dilakukan uji pendahuluan langkah berikutnya adalah penentuan parameter bioavailabilitas ibuprofen dalam darah. Penelitian ini menggunakan 5 ekor kelinci jantan galur lokal (n=5) berat badan 1,5-1,8 kg dengan CV untuk ke 5 kelinci 24 jam ), dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok parallel.

b. Gambaran cara penanganan cuplikan.Kondisi studi harus dibakukan (untuk mengurangi variabelitas berbagai factor yang terlibat kecuali produk yang diuji. Lama puasa pada malam sebelum pemberian produk, minimal 10 jam. Untuk studi keadaan tunak, puasa hanya diperlukan pada malam terakhir sebelum pengambilan darah keesokan harinya. Jika obat harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek samping saluran cerna, maka studi BE harus dilakukan bersama makanan standar. Volume air yang diminum bersama produk harus konstan ( antara 150-200 ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan lambung Semua makanan dan minuman yang telah dikomsumsi setelah pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah: Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2 jam sesudah pemberian produk. Makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah pemberian produk. Subjek tidak boleh makan obat lain apapun (termasuk obat bebas dan obat tradisioanal) selama beberapa waktu sebelum penilitian (minimal 1 minggu) dan selama penilitian. Dalam keadaan darurat, pengunaan obat apapun harus dilaporkan (dosis dan waktu pengunaan) Subjek tidak mengkomsumsi makanan dan minuman yang dapat berinterksi dengan fungsi sirkulasi, saluran cerna, hati atau ginjal ( missal merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau jus buah) selama 2.4 jam sebelum penilitian dan selama periode pengambilan sampel darah. Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandadisir sepanjang hari penilitian karena akan mempengaruhi motilitas dan aliran darah saluran cerna.

6. Kriteria pemasukan dan pengeluaran cuplikan Pengambilan sampel darah Dalam keadan normal harus digunakan sampel darah, meskipun sampel urin juga dapat digunakan; Biasanya kadar obat atu metabolit diukur dalam serum atau plasma. Dalam keadaan tertentu, kadar obat di ukur dalam darah (missal sulfa); Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu sehinga dapat menggambarkan fase-fase absorpsi, distribusi, dan elminasi obat; Untuk kebanyakan obat diperlukan 12-18 sampel darah yakni: 1 sampel sebelum obat: pada waktu nol (t0) 2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax) 4-6 sampel sekitar (Cmax) 5-8 sampel setelah (Cmax), sampai sedikitnya 3 atau lebih waktu paruh eliminasi obat dalam plasma ( 3x t1/2 ) Dengan demikian akan diperoleh AUC (luas area dibawah kurva kadar obat terhadap waktu ) sedikitnya 80% dari AUC yang diekstrapolasi ke tidak terhingga. Estimasi waktu paruh eliminasi harus diperoleh dari sedikitnya 3-4 sampel selama fase log linear terminal. Untuk obat atu metabolit aktifnya yang mempunyai waktu paruh eliminasi (t1/2 ) yang panjang (40%) Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3x waktu paruh eliminasi obat (3x t1/2 ) untuk studi selama 24 jam, waktu sampling biasanya 0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam, volume urin setiap interval waktu tersebut harus diukur dan dilaporkan. Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang disekresi dalam urin terhadap waktu.

Kadar yang diukur Kadar yang diukur dalam plasma/serum biasanya senyawa induk. Jika hal ini tidak mungkin (karena kadarnya terlalu rendah, atau tidak stabil dalam biologic, atau waktu paruhnya terlalu pendek), maka dalam hal ini diukur metabolit utamanya; Pengukuran hasil biotransformasi harus dilakukan jika senyawa induknya berupa prodrug; Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang bermakna terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak linear, maka kadar keduanya harus diukur, baik senyawa induk maupun metabolit aktifnya, dan dievaluasi secara terpisah. Untuk produk obat berupa zat chiral, pengukuran kadar dengan metode bioanalitik yang non-stereoselektif saat ini dapat diterima untuk studi BE. Cara pengukuran yang stereoselektif lebih baik jika ke-2 enansiomer mempunyai farmakokinetik yang nonlinear. Dalam hal ini diukur enansiomer yang memiliki aktivitas lebih tinggi. Untuk produk obat yang mengandung banyak zat berefikasi, kuantifikasi semua zat berefikasi tidak diperlukan, cukup beberapazat yang dapat menunjukkan jumlah dan kecepatan absorpsi. Pemilihan marker ini perlu ditentukan untuk setiap kasus. Jika pendekatan farmakokinetik in vivo tidak dapat dilakukan, lakukan cara in vitro, jika inipun tidak dapat, terpaksa dilakukan dengan cara farmakodinamik atau klinik.

7. Pertimbangan etikOleh karena studi BA/BE dilakukan pada subyek manusia (suatu uji klinik) maka protokol studi harus lolos kaji etik. Terlebih dahulu sebelum studi dapat dimulai. B. DataC. Analisis hasilD. Ringkasan dan kesimpulan3. Apa definisi bioavailabilitas relative dan absolute?Bioavailabilitas relative adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat dibandingkan terhadap suatu standart yang diketahui.Bioavailabilitas absolut adalah bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100%.4. Jelaskan kriteria standart pembanding produk obat!Jawaban :Produk obat yang inovator yang telah diberi izin pemasaran di indonesia berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi,keamanan dan mutu. Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh Badan POM. Hanya saja jika produk obat inovator tidak dipasarkan di indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar dipasar,maka dapat digunkan produk obat inovator dari primary market.5. Apa saja parameter bioavailabilitas? Jelaskan!a. Data plasma Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmax) Konsentrasi plasma puncak (Cp max) Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC)b. Data urin Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du) Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt) Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t)c. Efek farmakologik akutd. Pengamatan klinik6. Apa kriteria produk obat yang memerlukan uji bioekuivalensi in vivo dan tidak perlu uji bioekuivalensi in vivo?Jawaban :Yang memerlukan uji in vivo :a. Produk obat lepas cepat yang bekerja sistemik,jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini : obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons terapi yang pasti (critical use drugs), misal : antituberkulosis, antiretroviral, antimalaria, antibakteri, antihipertensi, antiangina,obat gagal jantung, antiepilepsi, antiasma. batas keamanan/indeks terapi yang sempit; kurva dosis-respons yang curam, misal digoksin,antiaritmia,antikoagulan,obat-obat sitostatik,litium,fenitoin,siklosporin, sulfonilurea, teofilin. terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutan atau obat-obat dengan struktur kimia atau formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi), misal : - absorpsi bervariasi atau tidak lengkap; - eliminasi presistemik yang tinggi; - farmakokinetik nonlinear; - sifat-sifat fisiokimia yang tidak menguntungkan (misal : kelarutan rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil, dsb.). eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensib. Produk obat non oral dan non parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik,misal : sediaan transdermal,supositoria,permen karet nikotin,gel testosteron dan kontraseptif bawah kulit.c. Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik. d. Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo. e. Produk obat bukan larutan untuk penggunaan non-sistemik (oral, nasal, okular, dermal, rektal, vaginal,dsb.) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian, bioekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakokinetik komparatif dan/atau studi in vitro.Pada kasus-kasus tertentu, pengukuran kadar obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat adanya absorpsi yang tidak diinginkan. Yang tidak memerlukan uji in vivoa. Produk obat (a) merupakan larutan yang ditujukan hanya untuk pemakaian intravena dan (b) mengandung bahan aktif atau bagian terapetik yang dicampur dengan pelarut yang sama dan dalam konsentrasi yang sama sebagaimana dalam suatu larutan intravena yang merupakan sediaan baru yang telah disetujui pemakaiannya.b. Produk obat merupakan preparat yang dipakai secara topikal misal suatu krem,salep atau gel yang ditunjukkan untuk pengobatan setempat(lokal).c. Produk obat bentuk sediaan oral yang tidak ditujukan untuk diabsorbsi,misal antasid atau media radiopaque.d. Produk obat yang memenuhi kedua kondisi berikut: Diberikan secara inhalasi sebagai gas atau uap,misal suatu anastesi medicinal atau anastesi inhalasi. Mengandung bahan obat aktif atau bagian terapeutik dalam bentuk sediaan yang sama seperti produk obat yang telah disetujui pemakaiannya.e. Produk obat memenuhi semua kriteria berikut: Merupakan larutan oral,eliksir,sirup,tingtur atau bentuk terlarut yang lain. Mengandung bahan obat aktif atau bagian yang berkhasiat dalam konsentrasi yang sama seperti produk obat yang telah disetujui pemakaiannya. Tidak mengandung bahan inaktif yang diketahui mempengaruhi absorbsi bahan obat aktif atau bagian terapetik secara bermakna.7. Apa kriteria produk obat yang hanya memerlukan uji bioekuivalensi in vitro?Jawaban :a. Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo b. Produk obat copy yang hanya berbeda kekuatan uji disolusi terbanding dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil disolusi. Tablet lepas cepat Produk obat copy dengan kekuatan berbeda, yang dibuat oleh pabrik obat yang sama di tempat produksi yang sama, jika : semua kekuatan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten ( sampai 10 mg per satuan dosis), zat inaktifnya sama banyak untuk semua kekuatan; studi ekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali untuk alasan keamanan dipilh kekuatan yang lebih rendah); profil disolusinya mirip antar kekuatan, f2 > 50

Kapsul berisi butir-butir lepas lambatJika kekuatannya berbeda hanya dalam jumlah butir yang mengandung zat aktif, maka perbandingan profil disolusi (f2 > 50) dengan satu kondisi uji yang direkomendasi sudah cukup. Tablet lepas lambatJika produk uji dalam bentuk sediaan yang sama tetapi berbeda kekuatan, dan mempunyai proporsi zat aktif dan inaktif yang persis sama atau untuk zat aktif yang sangat poten (sampai 10 mg per satuan dosis) zat inaktifnya sama banyak, dan mempunyai mekanisme pelepasan obat yang sama,kekuatan yang lebih rendah tidak memerlukan studi in vivo jika menunjukkan profil disolusi yang mirip, f2 > 50, dalam 3 pH yang berbeda (antara pH 1.2 dan 7.5) dengan metode uji yang direkomendasi.

c. Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik (Biopharmaceutic Classification System = BCS) dari zat aktif* serta karakteristik disolusi** dan profil disolusi *** dari produk obat. Berlaku untuk produk obat oral lepas cepat, tetapi tidak berlaku untuk produk obat oral lepas cepat yang disebutkan dalam butir diatas.

8. Apa yang dimaksud dengan uji disolusi terbanding? Apa tujuan dilakukan uji tersebut?Uji disolusi terbanding (terkait dengan bioekivalensi). Uji ekivalensi in vitro dilakukan dengan uji disolusi terbanding, sebagai uji pendahuluan untuk memprediksi bioavailabilitas dan bioekivalensi produk obat (BPOM, 2004). Uji disolusi terbanding (IN VITRO) dalam uji bioekivalensi dapat dilakukan secara komparatif terhadap produk pembanding. Penilaian berdasarkan kemiripan (similarity), produk pembanding umumnya adalah produk innovator. Uji disolusi terbanding sebagai data pelengkap uji bioekivalensi yaitu pengawasan mutu produksi rutin.Uji disolusi terbanding yang diharuskan sebagai pengganti uji bioekivalensi (biowaiver), uji disolusi terbanding sebagai pendekatan/pengembangan formulasi untuk mendapatkan produk copy yang bioekivalen.

IV. TUGAS(KAJIAN JURNAL)V. DISKUSI AKHIR