Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial
-
Upload
rupa-lesty -
Category
Documents
-
view
80 -
download
11
Transcript of Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial
I. Subjetif
Nama : EKUmur : 2 tahunBB : 12 kgJenis kelamin : PerempuanNo. RM : 055882Ruang kelas : AsterTanggal MRS : 9-3-2010Keluhan : sesak, panas, batuk,pilek
II. ObjektifData klinik
Tgl/keluhan
Panas sesak Batuk berdahak
pilek muntah
Ma/Mi Bak/bab asesmen
9/3/10 + + + + + +/+ +/+ Bronkopneumoni dg asma bronkeale
10/3/10 + - + + - / + -/+ Bronkiolitis dg asma bronkiale
11/3/10 Bronkiolitis dg asma bronkiale
Data LaboratoriumTgl/lab N RR S BJ pH Leukosit Eritrosit Udem Urin9/3/10 100x/min 40x/min 38,3 -10/3/10 104x/min 35x/min 37,7 1,025 6 25 10 - Kuning
agak keruh, khas
11/3/10 100x/min 30x/min 37,8 - - - - - -
III. ASSEMENT
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, pembagian secara anatomis : Pneumonia lobaris· Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)· Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau
dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran
langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi
sujono&Sukarmin,2009).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing( Ngastiyah,2005). Pada bagian atas
selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan
kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Pada anak-anak disebabkan virus Parainfluensa,
Influensa Virus, Adenovirus, RSP.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh dan tidak
adanya mekanisme pertahanan paru, sehingga mikroorganisme berkembang biak menimbulkan infeksi
penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
: Inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring. Perluasan
langsung dan penyebaran secara hematogen. Pertahanan yang tubuh tidak kuat sehingga mikroorganisme
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya.Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi, terjadi pelepasan mediator-
mediator inflasmasi dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan menyebabkan suhu
tubuh pasien meningkat. Bronkopnemonia pasien diduga disebabkan oleh infeksi virus dengan
suhu tubuh pasien 38,3 pada hari pertama dan 37,7 pada hari kedua dan 37,8 pada hari ketiga,
disertai batuk berdahak serta sesak pada hari pertama dan nafsu makan buruk, Peningkatan
leukosit menjadi 2,5 juga disebabkan adanya infeksi mikroorganisme. Pengaktifan jalur komplemen juga
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus sehingga meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin sehingga Ph darah pasien menurun
menjadi 6.
Bronkiolitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sering
ditemukan pada bayi-bayi, terjadi akibat obstruksi pada saluran-saluran napas kecil-kecil atau
bronkiolus (Richard,1993). Penyebab utama bronkiolitis adalah infeksi Respiratory Syncitial
Virus (RSV) yang memiliki morbiditas tinggi, terutama pada anak dengan resiko tinggi dan
imunokompromais. Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza,
influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang
dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan
penyakit yang berat (Syarifuddin,2009).
Bronkiolitis ditandai oleh adanya obstruksi bronkioler yang disebabkan oleh edema
dan penimbunan lendir serta debris-debris seluler maupun yang diakibatkan oleh invasi virus
ke dalam akar-akar yang lebih kecil dari cabang-cabang bronkus (Richard,1993). Invasi virus
menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mucus, debris dan edema. Terjadi
retensi aliran udara pernapasan berbanding terbalik (dengan radius lumen pangkat empat),
baik pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Terdapat mekanisme klep yaitu
terperangkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara yang terganggu
menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia, peningkatan frekuensi napas sebagai
kompensasi. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi hiperkapnia. Obstruksi total dan
terserapnya udara menyebabkan atelektasis (Arif, 2000).
Manifestasi klinisnya yaitu biasanya didahului infeksi saluran napas atas dengan
batuk pilek, tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak napas makin hebat, disertai napas
cepat dan dangkal. Terdapat dispnu dengan expiratory effort, retraksi otot bantu napas, napas
cepat dangkal disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah,
ekspirium memanjang atau mengi’. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar,
ronki basah halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi
paru hipersonor (Arif, 2000).
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan (Tjen Daniel, 1991).
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003).
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor- faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003).
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung,
2003).
IV. PLAN
Tujuan terapi yang dilakukan adalah mengobati brokopneumoni dan bronkiolitis yang
disertai asma brokiale untuk dapat menghilangkan keluhan yaitu berupa sesak, demam, batuk
dan pilek. Selain itu diberikan pula terapi-terapi lainnya yang dapat meningkatkan kondisi
nyaman dan sehat pasien. Selain itu, dilakukan pula terapi non farmakologis untuk mencegah
memburuknya kondisi pasien dan mencegah komplikasi. Berikut adalah komposisi terapi yang
diresepkan oleh dokter:
Terapi/tgl 9/3/10 10/3/10 11/3/10
O2 2L/menit √
Infus D5% 10 tpm √ √ √
Inj Ampicillin 2x 500 mg √ √ √
Inj Gentamicin 2x 20 mg √ √ √
Inj Dexa 3x 1/3 Ampul √ √ √
PCT syr 3x1 cth √ √ √
Fartolin syr 3x 1 cth √ √ √
Terdapat beberapa komposisi terapi yang mengalami perubahan, berikut adalah komposisi
terapi yang kami sarankan:
1. Mengobati Brokopneumoni dan Bronkiolitis yang Disertai Asma Brokiale
Berdasarkapatofisiolgi bronkopneumonia, bronkolitis dan asma bronkiale disebabkan
oleh adanya infeksi bakteri dan virus yang menimbulkan inflamasi pada daerah paru yang
menimbulkan manifestasi klinik berupa sesak, demam, batuk dan pilek. Sehingga terapi
farmakologi yang sebaiknya diberikan adalah:
Antibiotik sebagai agen antiinfeksi
Berdasarkan guideline terapi bronkopneumonia pada anak usia dua tahun, first line
terapi antibiotiknya adalah ampicillin. Selain itu ampicillin diberikan untuk mencegah
infeksi nosokomial. Ampicillin yang diberikan adalah dalam bentuk dry syrup agar lebih
nyaman dan mudah pemberiannya pada pasien anak-anak.
Ampicillin dry syrup
Dosis : 50-100 mg/kg/hari
Indikasi : treatment pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri, treatment atau
profilaksis pada infeksi endocarditis, infeksi yang disebabkan bakteri streptococci,
pneumococci, meningcocci, beberapa strain pada H. influenza, Salmonella, Shigella, E.
Coli, Enterobacter dan Klebsiella.
Interaksi : tidak ada interaksi obat dalam resep ini
Mekanisme : menghambat dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih
penicilin-binding protein (PBPs) yang akan menghambat langkah transpeptidasi final
pada sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, sehingga akan menghambat
biosintesis dinding sel. Bakteri akhirnya lisis karena aktivitas yang terus-menerus dari
enzim autolytic dinding sel ketika pembentukan dinding sel terhenti.
Pada terapi yang kami sarankan, kami tidak memberikan gentamicin sebagai tambahan
antibiotik karena terlalu berlebihan, dimana pemberian antibiotic yang terlalu berlebihan
pada anak sangat berbahaya karena dapat membuat anak resisten. Selain itu menurut Lacy,
C.F et al. (2006) terdapat interaksi pada pemakaian gentamicin bersamaan dengan antibiotic
golongan penicillin (Ampicillin) yaitu berupa terjadinya penurunan efek gentamicin bila
dikonsumsi bersamaan dengan penicillin. Selain itu kami tidak memberikan agen antiviral
untuk mengobati infeksi, pada infeksi akibat RSV fisrt line therapy yang digunakan adalah
ribavirin namun batas umur minimal yang dapat diberikan ribavirin adalah 3 tahun
sedangkan pasien baru berusia 2 tahun. Sehingga terapi yang kami sarankan untuk
mengatasi infeksi akibat RSV adalah dengan terapi nonspesifik dengan pemberian agen
yang dapat meningkatkan sistem imun anak misalnya dengan pemberian stimuno.
Stimuno syrup
Kandungan : ekstrak Phyllanthus niruri (meniran, herbal asli Indonesia).
Dosis : 1 sendok takar (5 ml), 1-3 kali sehari.
Indikasi : membantu sistem imun tubuh agar bekerja lebih aktif dan dapat
memperbanyak produksi antibodi sehingga kekebalan tubuh lebih kuat.
Mekanisme : Imunomodulator berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam
menjalankan fungsinya menguatkan sistem imun tubuh (imuno stimulator) atau menekan
reaksi sistem imun yang berlebihan (imuno supresan) sehingga kekebalan atau daya tahan
tubuh kita selalu optimal menjaga kita tetap sehat ketika diserang oleh virus, bakteri atau
mikroba lainnya.
Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini
Agen antiinflamasi
Antiinflamasi yang kami pilih adalah dexamethasone dalam bentuk injeksi karena
untuk memudahkan pemberian pada pasien anak yang sulit bila memakan obat dalam bentuk
tablet. Menurut Dipiro (2005), dexamethasone merupakan antiinflamasi golongan steroid
memiliki daya antiinflamasi yang cukup kuat dan biasa digunakan untuk terapi pada
gangguan sistem pernapasan sehingga baik untuk digunakan pada kasus ini.
Dexamethasone
Dosis : 0,08-0,3 mg/kg/hari atau 2,5-10 mg/m2/hari dibagi dosis setiap 6-12 jam
Indikasi : Sistemik: terutama sebagai anti inflamasi atau imunosupressan agen
dalam berbagai jenis penyakit termasuk diantaranya alergi, dermatologi, endokrin,
hematologi, inflamasi, neoplastic, sistem saraf, renal, respiratori, rematik, dan autoimun;
dapat digunakan dalam management edema cerebral, pembengkakan kronik, sebagai
agen diagnostic.
Interaksi : dapat meningkatkan efek paracetamol.
Mekanisme : menurunkan inflmasi dengn menekan migrasi neutrophil. Menurunkan
produk mediator inflamasi, pembalikan dari kenaikan permeabilitas kapiler, menekan
sistem respon imun normal.
Agen mukolitik dan bronkodilator
Berdasarkan keluhan pasien mengalami sesak dan batuk berdahak untuk pengobatan
gejala tersebut diberikan mukolitik sebagai obat batuk berdahak yang bekerja dengan cara
membuat hancur formasi dahak sehingga dahak tidak lagi memiliki sifat-sifat alaminya.
Alasan pemilihan mukolitik adalah karena pasien anak belum sempurna secara refleks
mengeluarkan dahaknya sendiri sehingga akan lebih baik jika diberi mukolitik. Mukolitik
yang diberikan adalah Ambroksol syrup.
Ambroksol (3x sehari, ½ cth)
Dosis : 3x1 30mg
Indikasi : Penyakit saluran napas akut dan kronis yang disertai sekresi bronkial
yang abnormal, khususnya pada eksaserbasi dan bronkitis kronis, bronkitis asmatik, asma
bronkial.
Mekanisme : Menghancurkan atau memecah asam mucopolysaccharide sehingga
mengencerkan dan menipiskan lapisan mukus sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui
batuk.
Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini
Selain itu untuk lebih melegakan jalan napas agar tidak sesak perlu diberikan pula suatu
bronkodilator. Bronkodilator yang kami berikan adalah salbutamol dalam sediaan syrup
(ventolin syrup).
Ventolin syrup (3x sehari 1 cth)
Kandungan : Salbutamol Sulfat
Dosis : anak usia 2-6 th 3-4 kali sehari 1-2 mg, Jumlah obat awal tidak boleh
melampaui 2 mg (1 sendok teh) tiga kali sehari.
Indikasi : Bronkhospasme pada asma bronchial, bronchitis kronis, dan emfisema
Mekanisme : Ventolin bertindak sebagai bronkodilator beta-antagonis. Bekerja
membuat otot paru-paru halus untuk memperluas lorong-lorong dan meningkatkan
saluran udara ke paru-paru, sehingga membuat pernapasan lebih mudah.
Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini
Agen antipiretik
Selain itu, pasien juga mengalami demam yang merupakan manifestasi dari infeksi
dan inflamasi. Sehingga kami juga memberikan obat antipirerik untuk menurunkan demam
pasien, yaitu dengan paracetamol syrup.
Paracetamol syrup
Dosis : 3x1 cth, sirup 125 mg/5 mL x 60 mL
Indikasi : Meringankan rasa sakit pada sakit kepala, sakit gigi, menurunkan
demam.
Mekanisme : Mekanisme aksi utama dari parasetamol adalah hambatan terhadap
enzim siklooksigenase (COX: cyclooxigenase), dan penelitian terbaru menunjukkan
bahwa obat ini lebih selektif menghambat COX-2. Meskipun mempunyai aktifitas
antipiretik dan analgesik, tetapi aktifitas anti-inflamasinya sangat lemah karena dibatasi
beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya kadar peroksida pada lokasi inflamasi.
Hal lain, karena selektifitas hambatannya pada COX-2, sehingga obat ini tidak
menghambat aktifitas tromboksan yang merupakan zat pembekuan darah.
Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini
2. Terapi lain-lain
Pada saat masuk rumah sakit pasien datang dengan kondisi sesak yang cukup parah,
sehingga untuk pertolongan pertama diberikan terapi oksigen untuk memenuhi kebutuhan pasien
akan oksigen. Namun terapi oksigen ini hanya diberikan pada hari pertama karena hari
berikutnya sesak pasien sudah mulai berkurang.
O2
Dosis : 2L/menit sampai sesak hilang
Indikasi : untuk mencegah terjadinya hipoksia yaitu keadaan dimana sel-sel dalam
tubuh kekurangan oksigen.
Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini
Mekanisme : oksigenase, memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada
tekana 1 atm sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Untuk membantu
asupan nutrisi pasien agar pasien memperoleh energi sehingga tidak akan merasa lemas,
diberikan pula infuse D5%
Infus D5%
Kandungan : Setiap 100 mL dari Injeksi Dekstrosa 5% USP, mengandung dekstrosa
monohidrat 5 g dalam air untuk injeksi. Nilai kalori 170 kkal / L. Osmolaritas adalah 252
mOsmol / L (calc.), yang sedikit hipotonik.
Dosis : 10 tpm
Indikasi : Terapi parenteral untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori karbohidrat
pada pasien yang mengalami dehidrasi.
Mekanisme : Meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan akan kalori. Konsentrasi dektrose akan menurun apabila terjadi penurunan jumlah
protein dan nitrogen dalam tubuh, dan juga dapat memicu pembentukan glikogen. Dextrose
merupakan senyawa monosakarida yang sangat cepat diserap. Metabolismenya akan
menghasilkan CO2, air, dan sumber energy.
Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep
Secara singkat terapi yang kami sarankan dapat dilihat dalam table di bawah ini:
Obat 9/3/10 10/3/10 11/3/10
O2 2L/menit √
Infus D5% 10 tpm √ √ √
Ampicillin syrup √ √ √
Inj Dexa 3x 1/3 Ampul √ √ √
PCT syr 3x1 cth √ √ √
Ambroxol syr 3x ½ cth √ √ √
Salbutamol syr 3x1 cth √ √ √
Stimuno syr 3 x 1 cth √ √ √
KIE
Edukasi Keluarga
Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :
- Informasi mengenai penyakit bronkiolitis
- Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap gelembung.
- Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan
gangguan pernafasan
- Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap
rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.
Edukasi petugas medik
A. Pengawasan
Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan
jika ada indikasi dilakukan pemasanagpulse oxymetri
B. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Pemberian oksigen ketika saturasi oksigen menetap dibawah
91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.
C. Pengaturan Cairan
Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik
turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau
pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung
karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan
dan menekan diafragma ke paru-paru.
MONITORING
a. Awasi frekuensi jantung / irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi juga dapat merupakan
respon terhadap hipoksemia.
b. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktifitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi oksigen untuk
memudahkan perbaikan infeksi.
c. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran secret
untuk perbaikan ventilasi.
d. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman dengan tepat dalam
toleransi pasien.
e. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
Rasional : Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu pengenceran
secret untuk memudahkan pembersihan.
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.
Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau keterbatasan
keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan
atau lambatnya respon terhadap terapi.
Daftar Pustaka
Arif, Mansjoer, dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Dipiro, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, The McGraw-
Hill Companies, Inc.,USA.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information
Handbook, 14th Edition, AphA, Lexi-Comp Inc, Hudson, Ohio.
Ngastiyah, 1999, Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Richard, C Victor Behrman, 1993, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12, EGC, Jakarta.
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi *.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Syarifuddin, Rauf, 2009, Standar Pelayanan Medik, FKUH, Makassar.
Tanjung, D., 2003, Asuhan Keperawatan Asma Bronkial,
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf, Diakses 21 November
2012.
Tjen, Daniel, 1991, Alergi dan Asma Bronkhiale, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.