Bpom

12
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014 Halaman 1 TOPIK SAJIAN UTAMA: Menuju Swa medikasi ya ng A ma n ARTIKEL: Pentingnya MESO dalam Farmakovigilans SERI SWAMEDIKASI: Penanganan Gangguan Ringa n pada La mbung InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

description

Info POM

Transcript of Bpom

Page 1: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 1

TOPIK SAJIAN UTAMA:Menuju Swamedikasi yang Aman

ARTIKEL:Pentingnya MESO

dalam Farmakovigilans

SERI SWAMEDIKASI:Penanganan Gangguan Ringan pada Lambung

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

FORUM PIONasPIONas adalah Pusat Informasi Obat Nasional yang menyediakan akses informasi terstandar (Approved Label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh badan POM sebagai NRA (National Regulatory Authority). PIONas melayani permintaan informasi dan konsultasi terkait dengan penggunaan obat. Permintaan informasi ke PIONas dapat disampaikan secara langsung dengan datang ke PIONas (Ged. A lt. 1 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat) atau melalui telepon di nomor 021-42889117 / 021-4259945, HP nomor 08121899530, email ke [email protected]

EFEK SAMPING PENGGUNAAN OBAT

Pertanyaan:Saya sedang hamil 5 bulan, menderita batuk dan pilek. Saya men-dapatkan obat dari dokter yaitu Gatifloxacin, Erdostein 300 mg, dan tablet yang mengandung Desloratadin dan Pseudoefedrin. Setelah mengkonsumsi obat tersebut saya mengalami gatal-gatal di badan sampai kaki, dan muka merah. Apakah ada diantara obat tersebut yang dapat mengakibatkan alergi dan apakah obat-obat tersebut aman untuk wanita hamil(Gati, Ibu Rumah Tangga)

Jawaban:Berikut informasi produk dari masing-masing obat yang Saudara konsumsi :1. Gatifloxacin merupakan golongan antibiotik. Indikasi gatifloksasin diantaranya adalah untuk infeksi saluran pernafasan, bronkitis dan pnemonia. Efek samping yang mungkin timbul adalah reaksi hipersensitif (alergi), mual, muntah, dispepsia, nyeri lambung, diare, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam (sindrom steven-johnson), dan pruritus (gatal-gatal).

2. Erdostein 300 mg, merupakan obat yang diindikasikan untuk mukolitik (pengencer lendir pada gangguan pernafasan). Obat ini dikontraindikasikan terhadap penderita sirosis hati dan penderita gagal ginjal berat. Tidak terlihat efek samping pada gastrointestinal (pencernaan) maupun sistemik.

3. Obat yang mengandung desloratadin dan pseudoefedrin, dimana desloratadin bekerja sebagai antihistamin (alergi rinitis) dan pseudoefedrin sebagai dekongestan (hidung tersumbat).

Efek samping yang mungkin timbul adalah mulut kering, pusing, takikardia, faringitis, anoreksia, konstipasi, dan insomnia. Efek samping masing-masing obat dapat timbul atau tidak, berbeda-beda pada tiap individu.

Untuk keamanan pada wanita hamil, disampaikan bahwa perlu kehati-hatian penggunaan ketiga obat tersebut pada wanita hamil kecuali atas petunjuk dokter.

Berdasarkan gejala yang dialami seperti gatal-gatal di badan sampai kaki, dan muka sampai merah, ada kemungkinan Saudara mengalami reaksi hipersensitifitas (alergi). Jika reaksi alergi tersebut dipastikan karena mengkonsumsi obat dan bukan karena mengkonsumsi makanan atau karena alergi lain, maka kemungkinan reaksi alergi tersebut disebabkan oleh gatifloxacin. Oleh karena itu disarankan untuk menghentikan penggunaan obat, dan segera konsultasikan kembali kepada dokter.

Pustaka:1. Badan POM. Informatorium Obat Nasional Indonesia. 2008. Badan POM, Jakarta. 2. Briggs G,Roger K. Drugs in Pregnancy And Lactation: A Reference Guide To Fetal And

Neonatal Risk 7th ed. 2005. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.3. McEvoy GK. AHFS Drug Informastion. 2010. American Society of Health-System Pharmacists,

Bethesda Marryland.

Page 2: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 2

TIM REDAKSIPenasehat :Dr. Roy A.Sparringa, M.App.Sc.

Pengarah : dr. Mufrihatu Hayatie Amal, MPH

Penanggung jawab : Dra. Reri Indriani, Apt, M.Si.

Redaktur : Irhama Hayati, S.Si.,Apt.,M.TI

Editor : 1. Dra. Murti Hadiyani2. Indah Widiyaningrum, S.Si, Apt.3. Arlinda Wibiayu, S. Si., Apt.

Kontributor : 1. Indah Widiyaningrum, S.Si, Apt. (PIOM)2. drg. Indah Ratnasari (Direktorat Pengawasan Distribusi Produk

Terapetik & PKRT)3. Dwi Resmiyarti, S.Farm., Apt. (PIOM)4. DR. Tepy Usia, M.Phil

(Direktorat Obat Asli Indonesia)5. Arlinda Wibiayu, S. Si., Apt. (PIOM)

Sekretariat : 1. Ridwan Sudiro, S.IP.2. Syatiani Arum Syarie, S.Far.,Apt.3. Riani Fajar Sari, A.Md. 4. Tri Handayani, S.Farm.,Apt.

Sirkulasi :1. Netty Sirait2. Surtiningsih

Fotografer : Michael Andikawan S.,S.Des.

EDITORIALPembaca yang terhormat,Seiring dengan kemajuan teknologi yang menyebabkan masyarakat sering mengeluh sakit kepala, pusing, sakit mag, dan lain-lain, walaupun ringan tapi cukup mengganggu. Keluhan-keluhan ringan sebenarnya dapat diatasi sendiri dengan swamedikasi. Swamedikasi menurut WHO diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Untuk lebih mendalam mengetahui tentang swamedikasi perlu disimak artikel “Menuju Swamediaksi Yang Aman”. Lebih detil, ada artikel khusus swamedikasi yang mengulas “Penanganan Gangguan Ringan Pada Lambung”.

Efek samping obat merupakan reaksi yang tidak diinginkan yang menyertai pemberian satu jenis obat atau kombinasi dalam dosis yang dicurigai terkait dengan penggunaan obat tersebut. Monitoring Efek Samping Obat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah penggunaan obat terkait efek samping; memastikan keselamatan pasien (patients safety) dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat. Salah satu upaya Badan POM untuk peningkatan program Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah melalui pengembangan subsite e-MESO. Diharapkan dengan e-MESO pelaporan MESO menjadi semakin baik sehingga kita lebih mengetahui profil keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Ada yang baru pada InfoPOM edisi tahun 2014 yaitu hadirnya sosok PIONY dalam artikel-artikel swamedikasi. Disamping itu juga ada seri Publikasi Badan POM untuk lebih mengenalkan pembaca kepada penerbitan terbaru Badan POM.

Demikian, semoga infoPOM edisi ini dapat memberikan manfaat. Selamat membaca

Redaksi menerima sumbangan artikel yang berisi informasi terkait dengan obat, makanan, kosmetika,

obat tradisional, komplemen makanan, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kirimkan tulisan melalui alamat redaksi dengan melampirkan identitas diri penulis. Alamat redaksi: Ged. Data Center lt. 5 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat. Telepon/fax: 021-42889117. Email ke [email protected]

Page 3: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 3

Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit mag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Obat-obat golongan obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang relatif aman digunakan untuk swamedikasi. Jadi, swamedikasi adalah upaya awal yang dilakukan sendiri dalam mengurangi/mengobati penyakit-penyakit ringan menggunakan obat-obatan dari golongan obat bebas dan bebas terbatas.

Untuk melakukan swamedikasi dengan benar, masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan terpecaya mengenai obat-obat yang digunakan. Apabila swamedikasi tidak dilakukan dengan benar maka dapat berisiko munculnya keluhan lain karena penggunaan obat yang tidak tepat. Swamedikasi yang tidak tepat diantaranya ditimbulkan oleh salah mengenali gejala yang muncul, salah memilih obat, salah cara penggunaan, salah dosis, dan keterlambatan dalam mencari nasihat/saran tenaga kesehatan bila keluhan berlanjut. Selain itu, juga ada potensi

risiko melakukan swamedikasi misal efek samping yang jarang muncul namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak tepat, dan pilihan terapi yang salah.

HAL-HAL APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN?

1. MENGENALI KONDISI KETIKA AKAN MELAKUKAN SwAMEDIKASI

Sebelum melakukan swamedikasi kita harus memperhatikan kondisi orang yang akan diobati. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan adalah kehamilan, berencana untuk hamil, menyusui, umur (balita atau lansia), sedang dalam diet khusus seperti misalnya diet gula, sedang atau baru saja berhenti mengkonsumsi obat lain atau suplemen makanan, serta mempunyai masalah kesehatan baru selain penyakit yang selama ini diderita dan sudah mendapatkan pengobatan dari dokter.

Pemilihan obat untuk ibu yang sedang hamil dilakukan dengan lebih hati-hati, karena beberapa jenis obat dapat menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan pada janin. Beberapa jenis obat juga di sekresikan juga ke dalam air susu ibu. Walaupun mungkin jumlah obat di ASI kadarnya kecil, namun mungkin

Sajian Utama

MENUJU SwAMEDIKASI YANG AMAN

Kesehatan merupakan hal yang penting bagi kehidupan masyarakat. Namun keluhan kesehatan ringan seperti pusing, demam, mag sering kali dialami oleh banyak orang.

Meskipun ringan, namun cukup mengganggu. Keluhan-keluhan ringan sebenarnya dapat diatasi sendiri dengan swamedikasi, namun pengobatan sendiri menjadi tidak mudah bila tidak memiliki

pengetahuan tentang hal tersebut. Kemudahan tentu bukanlah hal utama, yang lebih penting justru adalah bagaimana cara melakukan swamedikasi dengan benar.

Page 4: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 4

dapat berpengaruh pada bayi. Pemilihan jenis obat juga perlu diperhatikan pada orang yang sedang dalam diet khusus seperti diet rendah garam atau rendah gula, karena selain mengandung zat aktif berkhasiat, komposisi obat juga terdiri dari zat tambahan lain yang harus diperhatikan oleh pasien dengan diet khusus tersebut, misal obat berbentuk sirup umumnya mengandung gula dalam kadar cukup tinggi sehingga dapat berpengaruh pada pasien yang sedang diet gula.

Mengingat hal tersebut di atas, sebelum melakukan swamedikasi perlu diperhatikan kondisi yang sedang dialami sehingga tidak terjadi efek yang tidak diinginkan. Membaca peringatan/perhatian yang tertera pada label atau brosur obat juga menjadi hal yang perlu dilakukan, karena di dalamnya tertulis hal – hal yang harus diperhatikan sebelum atau setelah mengkonsumsi obat yang dimaksud.

2. MEMAHAMI BAHwA ADA KEMUNGKINAN INTERAKSI OBAT

Banyak obat dapat berinteraksi dengan obat lainnya atau berinteraksi dengan makanan dan minuman. Kenali nama obat atau nama zat berkhasiat yang terkandung dalam obat yang sedang anda konsumsi atau hendak digunakan sebagai swamedikasi. Tanyakan kepada Apoteker di apotik mengenai ada tidaknya interaksi dari obat-obat tersebut. Untuk menghindari masalah yang mungkin terjadi, bacalah aturan pakai yang tercantum pada label kemasan obat.

3. MENGETAHUI OBAT-OBAT YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK SwAMEDIKASI

Tidak semua obat dapat digunakan untuk swamedikasi. Telah dijelaskan diatas bahwa obat yang digunakan untuk swamedikasi adalah obat yang relatif aman, yaitu obat golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.

OBAT BEBASObat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Simetikon.

OBAT BEBAS TERBATASObat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat ini biasa disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.Contoh : CTM (Klorfeniramin maleat).

Tanda peringatan pada Obat Bebas Terbatas diantaranya adalah sebagai berikut:

4. MEwASPADAI EFEK SAMPING YANG MUNGKIN MUNcULSelain dapat mengatasi penyakit/gejala penyakit, obat juga dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Efek samping yang terjadi tidak selalu memerlukan tindakan medis untuk mengatasinya, namun demikian beberapa efek samping mungkin memerlukan perhatian lebih dalam penanganannya.

Efek samping yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi, gatal-gatal, ruam, mengantuk, mual dan lain-lain. Oleh karena itu penting untuk mengetahui efek samping apa yang mungkin terjadi dan apa yang harus dilakukan saat mengalami efek samping tersebut. Efek samping bisa terjadi pada siapa saja namun umumnya dapat ditoleransi. Bila terjadi efek samping, segera hentikan pengobatan dan konsultasikan dengan tenaga kesehatan.

5. MENELITI OBAT YANG AKAN DIBELIPada saat akan membeli obat, pertimbangkan bentuk sediaannya (tablet, sirup, kapsul, krim, dll) dan pastikan bahwa kemasan tidak rusak. Lihatlah dengan teliti kemasan luar maupun kemasan dalam produk obat. Jangan mengambil obat yang menunjukkan adanya kerusakan walaupun kecil. Selain kemasan, perhatikan juga bentuk fisik sediaan.

Untuk yang bentuk sirup, hal yang harus diperhatikan adalah warna dan kekentalannya. Pastikan tidak ada partikel-partikel kecil di bagian bawah botol atau mengapung dalam sirup dan jika berbentuk suspensi, suspensi dapat tercampur rata setelah dikocok dan tidak terlihat ada bagian yang memisah. Pada tablet, bentuk harus benar-benar utuh dan tidak ada satupun yang pecah atau rusak. Jika pada tablet memiliki cetakan/tulisan, pastikan bahwa semua tablet memiliki cetakan/tulisan yang sama. Untuk sediaan kapsul, bentuk kapsul tidak pecah atau penyok dan mempunyai ukuran dan warna yang sama dari semua kapsul. Jika kapsul memiliki cetakan/tulisan, pastikan bahwa semua kapsul memiliki cetakan/tulisan yang sama.

Perhatikan juga penyimpanan obat di tempat penjualannya, jika obat disimpan di tempat yang terpapar cahaya matahari langsung maka sebaiknya beli obat di tempat lain yang kondisi penyimpanannya lebih baik. Lebih baik membeli obat di sarana distribusi yang resmi, seperti misalnya apotek dan toko obat berijin.

Obat yang anda minum harus sudah memiliki nomor izin edar karena ini berarti obat tersebut telah memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu yang ditetapkan oleh Badan POM. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tanggal kedaluwarsa, tanggal ini menandakan bahwa sebelum tanggal

Sajian Utama

Page 5: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 5

!

tersebut obat masih memenuhi persyaratan dan aman untuk digunakan. Penggunaan obat yang sudah kedaluwarsa dapat membahayakan karena pada obat tersebut dapat terjadi perubahan bentuk atau perubahan menjadi zat lain yang berbahaya. Oleh karena itu, tidak boleh menggunakan obat yang sudah melewati batas kedaluwarsa.

6. MENGETAHUI cARA PENGGUNAAN OBAT YANG BENARBacalah aturan pakai obat sesuai dengan petunjuk yang tertera pada label. Obat yang digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan jangka waktu terapi sesuai anjuran akan memberikan efek yang baik. Jangan membuang label ataupun bagian kemasan yang memberikan informasi mengenai penggunaan obat tersebut agar tidak terjadi kesalahan bila anda menggunakan obat itu kembali. Apabila merasa obat yang sedang digunakan tidak memberikan efek yang diinginkan setelah jangka waktu penggunaan yang dianjurkan, maka segeralah untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

Beberapa bentuk sediaan obat memiliki cara penggunaan yang khusus, seperti misalnya supositoria (obat yang bentuknya seperti peluru yang penggunaannya dengan cara dimasukkan ke dalam anus). Cara memasukkan supositoria ini ke dalam anus adalah dengan membuka kemasan supositoria, basahi pada bagian ujung bulatnya, gunakan satu tangan yang tidak memegang obat untuk merenggangkan anus, lalu satu tangan lain memasukkan supositoria ke dalam anus. Dianjurkan untuk tetap berbaring telentang atau miring selama 5 menit. Disamping cara penggunaan, waktu penggunaan juga perlu diperhatikan seperti misalnya obat diminum sebelum makan, bersama makan atau sesudah makan.

7. MENGETAHUI cARA PENYIMPANAN OBAT YANG BAIKPenyimpanan obat dapat mempengaruhi potensi dari obatnya. Obat dalam bentuk sediaan oral seperti tablet, kapsul dan serbuk tidak boleh disimpan di dalam tempat yang lembab karena bakteri dan jamur dapat tumbuh baik di lingkungan lembab sehingga dapat merusak obat. Begitu pula dengan bentuk sediaan cair. Obat yang mengandung cairan biasanya mudah terurai oleh cahaya sehingga harus di simpan pada wadah aslinya yang terlindung dari cahaya atau sinar matahari langsung dan tidak disimpan di dalam tempat yang lembab. Meskipun pada obat-obat biasanya terdapat kandungan zat pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan kuman dan jamur, akan tetapi bila wadah sudah dibuka maka zat pengawetpun tidak dapat mencegah rusaknya obat secara keseluruhan. Apalagi bila wadah sering dibuka-tutup. Maka dari itu obat hendaknya diperlakukan dengan hati-hati, yaitu setelah digunakan, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik, juga membersihkan pipet/sendok ukur dan mengeringkannya.

Jangan menyimpan obat di dalam lemari pendingin (lemari es) kecuali disarankan pada label penyimpanan obat tersebut.

Pertimbangkan juga bahwa waktu kedaluwarsa obat bisa lebih pendek dari waktu yang tertera pada label ketika obat itu sudah dibuka dari kemasannya. Buang obat yang sudah kedaluwarsa. Cara membuang obat adalah dengan membuka kemasannya dan dibuang di tempat yang jauh dari jangkauan anak, misalnya jika bentuk sediaan cair dibuka kemasannya kemudian dikeluarkan isinya ke dalam toilet lalu dibilas sampai bersih; jika sediaan lain seperti tablet atau kapsul dibuka dari kemasannya lalu obatnya ditimbun dalam tanah.(KOB)

PENGHENTIAN SwAMEDIKASI

Segera hentikan swamedikasi dan konsultasikan ke dokter, apabila :• Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual

dan muntah;• Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan

pada kulit;• Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang

salah.

PENUTUPSwamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau gejala penyakit ringan, hanya jika dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat yang digunakan dan kemampuan mengenali penyakit atau gejala yang timbul. Semoga tulisan ini membantu anda melakukan swamedikasi yang berhasil.

Penulis : Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan

PUSTAKA:1. BPOM. Kompendia Obat Bebas2. Ruiz ME. 2010. Risks of self-medication practices.

Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20615179tanggal : 28 januari 2014

3. WHO. 1998. The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication. The Hague, The Netherlands: WHO, p.1-11

4. Ditjen Binfar dan Alkes. 2006. Pedoman penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta

PERHATIKANTANGGALKEDALUWARSAOBAT!

Sajian Utama

Page 6: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 6

Farmakovigilans merupakan seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat (drug-related problem) yang mungkin muncul. Secara spesifik farmakovigilans dapat dimanfaatkan untuk menghindari terjadinya masalah penggunaan obat terkait efek samping; memastikan keselamatan pasien (patients safety) dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat. Hal ini menjadi sangat penting untuk pengawasan obat post-market.

MESO, FAKTOR PENTING FARMAKOvIGILANSEfek samping merupakan reaksi tidak diinginkan atau membahayakan yang menyertai pemberian satu jenis obat atau kombinasi dalam dosis terapi yang dicurigai terkait dengan penggunaan obat tersebut. Terkadang efek samping bisa sangat mengganggu hingga dapat menyebabkan seseorang harus menghentikan pengobatannya. Untuk itu pemantauan efek samping obat perlu dilakukan karena efek samping terkadang baru muncul beberapa waktu setelah obat tersebut dipasarkan dan digunakan secara luas.

Efek samping secara umum diklasifikasikan menjadi 2 (dua) tipe yaitu Reaksi Tipe A dan Tipe B.

Reaksi tipe A (augmented) yaitu reaksi yang disebabkan mekanisme farmakologi obat tersebut secara normal pada pemberian dosis terapi dan umumnya tergantung dengan dosis yang diberikan. Contohnya adalah perdarahan pada penggunaan warfarin atau penekanan saluran nafas pada penggunaan obat golongan opioid.

Sedangkan reaksi tipe B (bizarre) adalah reaksi yang tidak diinginkan dari mekanisme farmakologi obat yang telah diketahui. Reaksinya tidak umum terjadi (less common) dan ditemukan pertama kali setelah obat telah digunakan secara luas. Contohnya adalah reaksi anafilaktik pada penggunaan obat golongan penisilin atau kemerahan pada penggunaan obat golongan antibiotik.

Untuk menghindari kerugian akibat efek samping obat maka pencatatan dan pengumpulan data kejadian munculnya efek samping penting untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat. Dari data yang ada, efek samping obat juga dapat mengakibatkan seseorang masuk rumah sakit. Studi yang dilakukan di Inggris untuk menghitung kejadian masuk rumah sakit karena efek samping menunjukkan bahwa 1 dari 16 pasien masuk rumah sakit karena efek samping obat.

PENTINGNYA MESO DALAM FARMAKOvIGILANS

Indonesia menjadi salah satu negara yang berpartisipasi dalam program Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam hal Monitoring Obat Internasional sejak tahun 1990. Tetapi data terkait efek samping obat yang ada untuk penggunaan di wilayah Indonesia masih belum banyak. Padahal

data pemantauan keamanan produk beredar melalui program farmakovigilans atau sering disebut program Monitoring Efek Samping Obat (MESO) tersebut sangat bermanfaat untuk mendukung

tindak lanjut regulatori pengawasan obat.

REPORTING MONITORING

PHARMACOVIGILANCE

ACTIVITIES

PHARMACOEPIDEMIOLOGY

COMMUNICATIONAND INFORMATION

PSURs

REVIEWS

QUALITYCONTROL

Page 7: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 7

FARMAKOvIGILANS DI INDONESIATerkait pelaksanaan pengawasan aspek keamanan obat beredar, Badan POM melakukan pemantauan keamanan obat beredar melalui Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Pada awalnya MESO bergantung pada sistem pelaporan yang bersifat sukarela oleh tenaga kesehatan. Namun sistem pelaporan sukarela ini masih belum cukup mendukung pengumpulan data atau informasi profil aspek keamanan obat di Indonesia. Sementara itu, dengan jumlah penduduk yang banyak yang terdiri dari berbagai suku dengan genetika yang beragam, data MESO dapat menjadi sumber data yang cukup potensial untuk memperoleh informasi terkait profil keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Meski saat ini pelaporan efek samping obat oleh tenaga kesehatan masih bersifat sukarela, namun tidak demikian halnya untuk Industri Farmasi. Sejak diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi, maka Industri Farmasi diwajibkan untuk melakukan kegiatan farmakovigilans dan secara aktif memberikan laporan terkait efek samping obat. Peraturan ini ditetapkan pada 30 Desember 2011, dan wajib diterapkan 24 bulan sejak diundangkan atau mulai 5 Januari 2014. Bagi Industri Farmasi yang tidak melaksanakan Farmakovigilans sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara tertulis; larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran; perintah pemusnahan obat atau bahan obat; bahkan penghentian sementara kegiatan.

Kewajiban penerapan farmakovigilans bagi Industri Farmasi ini penting mengingat Industri Farmasi selaku pemilik izin edar obat berkewajiban memastikan obat yang diproduksi memenuhi persyaratan safety, efficacy dan quality. Hal ini meliputi pemantauan keamanan obat setelah beredar atau post-marketing surveillance. Permasalahan keselamatan pasien

yang utama terkait obat sebenarnya adalah terkait penggunaan obat itu sendiri. Hal ini penting mengingat obat dapat memicu munculnya efek samping pada pasien yang mungkin saja lebih buruk dari penyakit yang diderita. Apabila data laporan efek samping obat dapat dikumpulkan secara komprehensif, Farmakovigilans dapat berkontribusi dalam menilai efektivitas obat beredar dan mendukung jaminan keselamatan pasien.

Dalam pelaksanaan Farmakovigilans memang dibutuhkan beberapa peran kunci, baik itu Badan POM sebagai regulator, Industri Farmasi sebagai produsen, serta tenaga kesehatan sebagai praktisi, masing-masing memiliki peran dan tanggung jawabnya dalam menjamin keselamatan pasien. Dengan dukungan dari berbagai pihak maka diharapkan kegiatan farmakovigilans di Indonesia dapat berjalan dengan baik sehingga data atau informasi yang memadai tentang profil aspek keamanan obat beredar dapat meningkat. Data profil aspek keamanan obat pada populasi Indonesia dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan bagi Badan POM untuk pengambilan tindak lanjut regulatori yang tepat.

Penulis : Direktorat Pengawasan Distribusi PT & PKRT

PUSTAKA:1. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan

Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 Tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi. BPOM, Jakarta.

2. Medicines and Healthcare products Regulatory Agency.2013. Adverse Drug Reaction http://www.mhra.gov.uk/Safetyinformation/Howwemonitorthesafetyofproducts/Medicines/TheYellowCardScheme/Informationforhealthcareprofessionals/Adversedrugreactions/index.htm [4 Maret 2014]

3. World Health Organization. Minimum Requirements for a functional Pharmacovigilance System. http://www.who.int/medicines/areas/quality_safety/safety_efficacy/PV_Minimum_Requirements_2010_2.pdf [4 Maret 2014]

Monitoring Efek Samping Obat

Page 8: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 8

Salah satu upaya Badan POM sebagai Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional untuk peningkatan program MESO adalah melalui pengembangan subsite e-MESO, yang dikembangkan dalam rangka memberikan pelayanan akses informasi aktivitas farmakovigilans di Indonesia, dimana salah satu menu yang ada di sini adalah ADR Reporting (adverse drug reaction reporting). Menu ADR Reporting dapat digunakan oleh tenaga kesehatan dan juga industri farmasi pelaporan efek samping obat yang terjadi di Indonesia secara elektronik kepada Badan POM RI.

Aplikasi ini dapat diakses oleh pengguna melalui alamat website:

Langkah pertama adalah pengguna harus melakukan pendaftaran pada halaman Registrasi.

Terdapat 2 (dua) kategori user/pelapor yang akan mengakses aplikasi ini, yaitu tenaga kesehatan dan industri farmasi. Perbedaan kedua kategori tersebut akan terlihat pada saat pembuatan laporan ESO.

Pada saat registrasi, hal yang harus diperhatikan adalah alamat e-mail, karena konfirmasi registrasi akan dikirimkan melalui e-mail tersebut. Para user/pelapor baru dapat melakukan

login apabila sudah mendapatkan persetujuan BPOM. Dengan melakukan login, user/pelapor dapat membuat dan mengirimkan laporan melalui aplikasi e-MESO ini secara online.

Setiap user/pelapor dapat melihat kembali laporan yang telah dibuat, tetapi tidak dapat melihat laporan dari user/pelapor lain karena akses hanya untuk laporan masing-masing. Masing-masing user/pelapor dapat memantau proses atau status laporan yang telah dibuat. Status terakhir dari sebuah laporan adalah setelah dilakukan Causality Assesment oleh BPOM bersama dengan tim ahli MESO. Apabila Pelapor mengalami kesulitan dalam proses pelaporan efek samping obat (ESO) menggunakan aplikasi e-MESO, Pelapor dapat menghubungi kontak di bawah ini.

PUSAT MESO NASIONALDirektorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRTBadan Pengawas Obat dan Makanan RIJl. Percetakan Negara No. 23, Kotak Pos No. 143 Jakarta 10560Telp. : (021) 4244691 ext .1072, 4244755 ext. 111Fax. : (021) 42883485E-mail: [email protected]

e-m

eso

Dr. Roy A.Sparringa, M.App.Sc (Kepala Badan POM),Prof. dr Ali Ghufrom Mukti M.Sc.,Ph.D (Wakil Menteri Kesehatan) dan

Mirawati Sudjono, Ak. M.Sc (Deputi Pelayanan Publik Kemenpan)

Page 9: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 9

PENANGANAN GANGGUAN RINGAN PADA LAMBUNG

Gadget, laptop, pesawat jet, kereta super cepat... Semakin canggih teknologi yang dibuat manusia, menunjukkan semakin tuntutan terhadap “kecepatan”. Segala hal dilakukan dengan cepat, bahkan

makan dan minum pun dilakukan dengan cepat. Lama-kelamaan pola makan berubah instan dan kurang mempedulikan aspek kesehatan. Kondisi ini tak ayal bisa mengganggu pencernaan.

Munculnya nyeri ulu hati, dispepsia dan kembung merupakan gejala dari terganggunya pencernaan.

Apoteker PIONY didatangi oleh Rina, pengunjung apotek yang mengeluhkan

sakit pada bagian lambung setelah malamnya ia mengkonsumsi kopi terlalu banyak. Pagi harinya ia merasakan seperti terbakar disertai dengan sendawa berlebihan. Dengan minum susu ia berharap rasa sakitnya berkurang, akan tetapi tak berhasil.

Setelah digali lebih lanjut, ternyata bukan hanya semalam saja Rina mengkonsumsi kopi. Persisnya sejak setahun yang lalu saat ia pindah ke perusahaan broadcasting, kopi menjadi teman bekerja hingga larut malam. Bekerja memang membuatnya seperti lupa waktu, karena selalu dikejar deadline. Meskipun ia menyukai pekerjaannya, namun terkadang tekanan

deadline tetap menimbulkan stres tersendiri. Parahnya di saat stres, ia mengabaikan jam makan, dan menopang energinya dengan minum kopi atau minuman berenergi.

Sebaliknya, bila ada sedikit waktu luang di akhir pekan, ia dengan lahap menyantap banyak makanan. Makanan yang pedas, makanan berminyak serta minuman bersoda adalah favoritnya sebagai pelampiasan.

Apakah pola hidup Rina sekarang ada kaitannya dengan keluhan sakit pada bagian lambung yang dirasakannya? PIONY mengajak kita membaca artikel ini lebih lanjut.

NYERI ULU HATI atau istilah asingnya hearthburn, merupakan iritasi pada kerongkongan bagian bawah yang menimbulkan rasa terbakar pada perut bagian atas atau di bagian bawah tulang rusuk. Nyeri dirasakan karena masuknya kembali (refluks) asam lambung dari lambung ke kerongkongan sehingga menimbulkan iritasi pada kerongkongan bagian bawah. Masuknya asam lambung ini disebabkan oleh ketidaksempurnaan menutupnya katup kerongkongan bagian bawah. Keluhan nyeri ulu hati dapat dirasakan setelah makan, atau pada saat berbaring menjelang tidur, bahkan dapat menyebabkan terbangun dari tidur. Nyeri ini juga dirasakan pada saat membungkuk atau setelah berolahraga seperti angkat beban, bersepeda, atau sit-up.

DISPEPSIA adalah rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang terjadi saat atau setelah makan, mual dan perut kembung. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa rasa nyeri antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk atau rasa penuh saat mulai makan atau setelah makan.

PERUT KEMBUNG biasanya dikaitkan dengan adanya gas di dalam lambung. Keluhannya berupa sendawa berlebihan, perut terasa penuh dan tegang akibat gas.

Ketiga kondisi di atas dapat diatasi dengan pengobatan sendiri, selama penyakit dan gejalanya masih ringan. Namun harus diwaspasdai bila gejalanya berat atau berkepanjangan karena bisa jadi telah terjadi tukak lambung dan gastritis. Tukak lambung yang terjadi akibat

adanya luka pada mukosa lambung dan gastritis yang merupakan penyakit saluran cerna yang ditandai dengan inflamasi (radang) mukosa lambung, keduanya memerlukan penanganan oleh dokter.

Page 10: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 10

PENYEBABGangguan pencernaan ringan seperti nyeri ulu hati, dispepsia dan lambung kembung dapat disebabkan oleh makan terlalu banyak dan cepat, serta mengkonsumsi makanan yang pedas, berminyak, kopi, intoleransi laktosa, minuman yang mengandung asam tinggi dan minuman bersoda. Gaya hidup yang tidak baik seperti stress, merokok dan minum minuman beralkohol juga dapat memicu gejala gangguan pencernaan. Perut kembung juga dirasakan pada kondisi gugup, sembelit atau intoleransi laktosa. Gugup akan memicu asam lambung sehingga menyebabkan kembung.

PENANGANANPencegahan gangguan pencernaan ringan dapat dilakukan dengan perbaikan gaya hidup dan pola makan antara lain: • Berhenti merokok dan membatasi asupan alkohol.• Tidak melakukan aktivitas fisik setelah makan.• Makan tidak kurang dari 3 jam sebelum tidur, sehingga

memberikan waktu untuk pengosongan lambung.• Menghindari makanan yang merangsang asam dan gas

lambung misalnya minuman berkarbonasi, kubis, lobak, dan lain-lain.

• Mengurangi porsi makan dan mengunyah makanan dengan baik.

Pengobatan sendiri dapat dilakukan dengan pemilihan obat yang tepat berdasarkan gejala yang dialami. Untuk mengurangi rasa sakit dapat digunakan penghangat topikal yang dioleskan di perut, seperti minyak telon, minyak kayu putih, minyak gandapura, dan sebagainya.

Untuk obat oral, sediaan di pasar umumnya mengandung antasida dan simetikon, serta beberapa bahan aktif lain yang dikombinasikan dengan keduanya.

1. ANTASIDAAntasida bekerja menetralkan asam lambung. Antasida digunakan untuk mengurangi gejala akibat kelebihan asam lambung, dengan demikian akan mengurangi nyeri lambung, nyeri ulu hati, dan perasaan penuh atau kembung pada lambung.

Antasida dalam bentuk tablet kunyah harus dikunyah dengan baik, kemudian ditelan dan diminum dengan segelas air. Antasida dalam bentuk serbuk harus dilarutkan terlebih dahulu

dalam segelas air, aduk hingga larut, kemudian diminum sampai habis. Sedangkan antasida dalam bentuk suspensi dapat langsung diminum dengan mengocok terlebih dahulu.

Obat diminum hanya bila diperlukan, dosis dewasa 3-4 kali sehari 1 tablet/serbuk atau 1-2 sendok makan suspensi. Antasida sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau sesudah makan dan sebelum tidur malam untuk mencegah gejala timbul pada malam hari. Disarankan untuk mengkonsumsi sesuai petunjuk pada kemasan/brosur obat. Jika antasida harus dikonsumsi bersama obat lain, beri jarak waktu setidaknya 2 jam diantara keduanya. Jika waktu minum obat terlewat, segeralah minum obat saat teringat. Namun jika sudah hampir tiba waktunya minum obat selanjutnya, lewatkan dosis yang terlupa dan kembali ke jadwal minum obat seperti biasa. Jangan menduakalikan minum obat jika terlupa.

Kebanyakan antasida yang tersedia di pasaran merupakan produk yang zat berkhasiatnya kombinasi antara Aluminium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida. Kombinasi kedua zat tersebut dapat menurunkan kebutuhan dosis masing-masing. Kombinasi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi efek samping masing-masing. Aluminium hidroksida memiliki efek samping konstipasi (susah buang air besar), sedangkan Magnesium Hidroksida memiliki efek samping laksatif (mudah buang air besar).

Gangguan pencernaan yang tidak segera diatasi bisa menjadi berkepanjangan, sedangkan penggunaan obat yang berkepanjangan perlu mewaspadai meningkatnya potensi efek samping. Jika mengalami konstipasi berat dan berkelanjutan, sulit atau nyeri saat urinasi, terasa sering ingin kencing, sakit kepala terus menerus, kehilangan nafsu makan terus menerus, perubahan mood dan kondisi mental, nyeri otot, mual, muntah, gugup atau lelah, napas perlahan, pengecapan tidak enak, dan kelelahan yang tidak biasa atau lemah maka hentikan pengobatan dan disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter.

2. SIMETIKONObat yang mengandung zat berkhasiat simetikon bekerja mengatasi kembung. Simetikon bekerja dengan cara menurunkan tekanan permukaan lambung dan usus sehingga kelebihan gas pada lambung dan usus dapat dipecah atau dikeluarkan melalui anus.

Simetikon tidak diserap ke sistem peredaran darah. Simetikon tidak boleh digunakan pada orang yang hipersensitif terhadap simetikon dan dilarang digunakan pada penderita yang dicurigai mengalami kerusakan atau perforasi usus.

Aturan pemakaian harus mengacu pada informasi yang terdapat pada kemasan/brosur obat. Sediaan bentuk tablet kunyah harus dikunyah sampai hancur sebelum ditelan, agar obat dapat bekerja lebih cepat. Untuk sediaan cair dapat diminum dengan takaran sendok obat agar dosisnya tepat.

CONTOH OBATYANG MENGANDUNG

SIMETIKON DANANTASIDA

Page 11: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 11

Judul : Serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat: JALI (Coix lacryma-jobi L.)Pengarang : T. Bahdar J. Hamid, Sherley, dkk.Penerbit : Direktorat Obat Asli Indonesia, Badan POM RITahun : 2013

Coix lacryma-jobi L. atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Jali, merupakan tanaman menahun yang telah banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman jali mempunyai batang bulat, lunak dengan tinggi dapat mencapai ± 3 m. Biji jali sejak dahulu dimanfaatkan sebagai pengganti beras atau disajikan dalam berbagai makanan dan minuman, bahkan juga digunakan dalam pengobatan tradisional karena beberapa manfaatnya.

Jali, merupakan satu dari beberapa buku serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat yang diterbitkan oleh Direktorat Obat Asli Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mengulas tentang hasil penelitian ilmiah terkini tanaman obat jali. Bahwa penelitian ilmiah jali menunjukkan bahwa tanaman ini mempunyai beberapa aktivitas farmakologi, diantaranya; (1) antiparasit, ekstrak air daun jali mampu menghambat parasit Trichomonas vaginalis sebesar rata-rata 75% pada konsentrasi

hambat minimum (KHM) 4 mg/mL; (2) analgesik – antiinflamasi, fraksi fenolik-flavonoid dari ekstrak etanol serbuk jali secara in vitro mampu menekan sekresi IL-6 dan TNF-α yang diinduksi lipopolisakarida (LPS) pada sel RAW 264,7 dan sel makrofage peritoneal murin, sedangkan subfraksi etil asetatnya secara signifikan menghambat produksi nitrit oksida (NO) pada konsentrasi 25 µg/mL; (3) antitukak lambung, biji jali kupas yang diberikan selama 4 minggu pada tikus yang sebelumnya dibuat tukak lambung dengan indometasin dosis 30 mg/kg berat badan (bb) selama 7 hari menunjukkan penurunan indeks jumlah tukak lambung dan penghambatan kerusakan jaringan lambung dibandingkan tehadap kontrol. Selain itu masih ada beberapa data ilmiah dari aktivitas antihiperlipidemia, antiobesitas, antiosteoporosis, spasmolitik uterus, anti alergi dan sitotoksik.

Uji toksisitas akut dan subkronis ekstrak air biji jali pada tikus jantan dan betina galur Wistar sampai dosis 2.000 mg/kg bb peroral tidak menunjukkan adanya gejala toksik maupun kelainan hematologi, biokimia darah dan histopatologi. Demikian juga pada uji mutagenisitas dan teratogenisitas tidak menunjukkan adanya efek negatif. Apakah hal ini menunjukkan bahwa biji jali aman untuk dikonsumsi? Silakan membaca buku kecil ini secara lengkap.

Penulis : Direktorat Obat Asli Indonesia

Hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan antasida dan simetikon:• Penggunaan antasida hanya dianjurkan bila telah dipastikan

bahwa gejala mual, nyeri lambung, rasa terbakar di ulu hati dan di dada, bukan disebabkan oleh penyakit lain seperti keganasan atau jantung.

• Tidak dianjurkan pada penderita yang alergi terhadap alumunium, magnesium, simetikon, dan senyawa lain yang terdapat pada komposisi obat.

• Tidak dianjurkan pemakaian lebih dari 2 minggu, kecuali atas petunjuk dokter.

• Penggunaan antasida dengan antibiotik golongan florokuinolon harus diberi jeda selama 4-6 jam.

Swamedikasi menggunakan antasida tidak bisa dilakukan pada: • Pasien sedang diet rendah natrium, harus dikonsultasikan

dulu ke dokter. • Wanita hamil atau menyusui, anak di bawah 6 tahun, atau

lanjut usia. Antasida mengandung natrium bikarbonat sebaiknya dihindari wanita hamil karena dapat menyebabkan bengkak yang disebabkan retensi cairan.

PENUTUPWalaupun biasanya gangguan pada perut bagian atas bukan keadaan yang berbahaya, tetapi perlu dicermati jika gangguan tersebut disertai dengan gejala lain seperti perdarahan, penurunan berat badan dan kesulitan menelan. Waspadai kondisi yang mengarah pada gejala dari penyakit lain yang

memerlukan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut oleh dokter. Swamedikasi harus dihentikan dan segera konsultasikan ke dokter, jika:• Keluhan tetap dirasakan setelah pengobatan selama 2 minggu.• Kesulitan menelan atau nyeri perut yang menetap setelah

melakukan terapi.• Nyeri dada yang menekan, yang mungkin menjalar ke

pundak, atau lengan kiri (hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan jantung).

• Muntah berdarah atau buang air besar berdarah.

Penulis : Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan

PUSTAKA1. Krinsky, et all. 2012. Handbook of Nonprepcription Drugs:

An Interaction Approach to Self-Care. American Pharmacist Association: Washington DC

2. MedlinePlus. Indigestion. 2013. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003260.htm. [28 Januari 2014].

3. MedlinePlus. Heartburn. 2013. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003114.htm. [28 Januari 2014].

4. MedlinePlus. Abdominal Bloating . 2012. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003123.htm. [28 Januari 2014].

5. MedlinePlus. Taking Antacids . 2012. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/patientinstructions/000198.htm. [28 Januari 2014].

PUBLIKASI

Page 12: Bpom

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

Halaman 12

TOPIK SAJIAN UTAMA:Menuju Swamedikasi yang Aman

ARTIKEL:Pentingnya MESO

dalam Farmakovigilans

SERI SWAMEDIKASI:Penanganan Gangguan Ringan pada Lambung

InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014

FORUM PIONasPIONas adalah Pusat Informasi Obat Nasional yang menyediakan akses informasi terstandar (Approved Label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh badan POM sebagai NRA (National Regulatory Authority). PIONas melayani permintaan informasi dan konsultasi terkait dengan penggunaan obat. Permintaan informasi ke PIONas dapat disampaikan secara langsung dengan datang ke PIONas (Ged. A lt. 1 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat) atau melalui telepon di nomor 021-42889117 / 021-4259945, HP nomor 08121899530, email ke [email protected]

EFEK SAMPING PENGGUNAAN OBAT

Pertanyaan:Saya sedang hamil 5 bulan, menderita batuk dan pilek. Saya men-dapatkan obat dari dokter yaitu Gatifloxacin, Erdostein 300 mg, dan tablet yang mengandung Desloratadin dan Pseudoefedrin. Setelah mengkonsumsi obat tersebut saya mengalami gatal-gatal di badan sampai kaki, dan muka merah. Apakah ada diantara obat tersebut yang dapat mengakibatkan alergi dan apakah obat-obat tersebut aman untuk wanita hamil(Gati, Ibu Rumah Tangga)

Jawaban:Berikut informasi produk dari masing-masing obat yang Saudara konsumsi :1. Gatifloxacin merupakan golongan antibiotik. Indikasi gatifloksasin diantaranya adalah untuk infeksi saluran pernafasan, bronkitis dan pnemonia. Efek samping yang mungkin timbul adalah reaksi hipersensitif (alergi), mual, muntah, dispepsia, nyeri lambung, diare, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam (sindrom steven-johnson), dan pruritus (gatal-gatal).

2. Erdostein 300 mg, merupakan obat yang diindikasikan untuk mukolitik (pengencer lendir pada gangguan pernafasan). Obat ini dikontraindikasikan terhadap penderita sirosis hati dan penderita gagal ginjal berat. Tidak terlihat efek samping pada gastrointestinal (pencernaan) maupun sistemik.

3. Obat yang mengandung desloratadin dan pseudoefedrin, dimana desloratadin bekerja sebagai antihistamin (alergi rinitis) dan pseudoefedrin sebagai dekongestan (hidung tersumbat).

Efek samping yang mungkin timbul adalah mulut kering, pusing, takikardia, faringitis, anoreksia, konstipasi, dan insomnia. Efek samping masing-masing obat dapat timbul atau tidak, berbeda-beda pada tiap individu.

Untuk keamanan pada wanita hamil, disampaikan bahwa perlu kehati-hatian penggunaan ketiga obat tersebut pada wanita hamil kecuali atas petunjuk dokter.

Berdasarkan gejala yang dialami seperti gatal-gatal di badan sampai kaki, dan muka sampai merah, ada kemungkinan Saudara mengalami reaksi hipersensitifitas (alergi). Jika reaksi alergi tersebut dipastikan karena mengkonsumsi obat dan bukan karena mengkonsumsi makanan atau karena alergi lain, maka kemungkinan reaksi alergi tersebut disebabkan oleh gatifloxacin. Oleh karena itu disarankan untuk menghentikan penggunaan obat, dan segera konsultasikan kembali kepada dokter.

Pustaka:1. Badan POM. Informatorium Obat Nasional Indonesia. 2008. Badan POM, Jakarta. 2. Briggs G,Roger K. Drugs in Pregnancy And Lactation: A Reference Guide To Fetal And

Neonatal Risk 7th ed. 2005. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.3. McEvoy GK. AHFS Drug Informastion. 2010. American Society of Health-System Pharmacists,

Bethesda Marryland.