LAPORAN BPOM

119
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, artinya pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. Dengan demikian peranan kesehatan sangatlah diperlukan dengan menyelanggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan adalah melalui peningkatan pengendalian pengadaan, pengaturan penggunaan dan pengawasan perbekalan farmasi dan makanan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sehingga sarana, prasarana dan kinerja sumber daya manusia dalam pengawasan obat dan makanan dan perbekalan farmasi lainnya harus terus ditingkatkan sehingga dapat mendukung kelancaran upaya yang dilakukan. Berdasarkan Keppres No. 166 tahun 2000 dan nomor 103 tahun 2001, dibentuklah Badan Pengawas Obat dan 1

Transcript of LAPORAN BPOM

Page 1: LAPORAN BPOM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan,

artinya pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai

modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah

pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. Dengan demikian peranan

kesehatan sangatlah diperlukan dengan menyelanggarakan upaya kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan

kesehatan adalah melalui peningkatan pengendalian pengadaan, pengaturan

penggunaan dan pengawasan perbekalan farmasi dan makanan yang dilakukan

oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sehingga sarana,

prasarana dan kinerja sumber daya manusia dalam pengawasan obat dan makanan

dan perbekalan farmasi lainnya harus terus ditingkatkan sehingga dapat

mendukung kelancaran upaya yang dilakukan.

Berdasarkan Keppres No. 166 tahun 2000 dan nomor 103 tahun 2001,

dibentuklah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai Lembaga

Negara Non Departemen. BPOM bertanggung jawab langsung kepada Presiden

dan dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan.

Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan

makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

sedangkan kewenangannya antara lain pemberian izin dan pengawasan peredaran

obat serta pengawasan industri farmasi. BPOM memiliki tugas pokok

melaksanakan pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan berfungsi sebagai unsur yang melakukan sub

sistem pengawasan pemerintahan dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

(SISPOM).

1

Page 2: LAPORAN BPOM

2

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor: HK.00.05.21.3592 tahun

2007 menetapkan bahwa dalam melaksanakan tugas teknisnya, BPOM dibantu

oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari Balai Besar Pengawas Obat

dan Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM, 2007). Bidang

kerja yang dilakukan oleh BBPOM sebagai UPT BPOM meliputi pengujian

produk terapeutik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen,

pangan dan bahan berbahaya serta mikrobiologi, pemeriksaan dan penyidikan

terhadap kasus pelanggaran hukum dibidang produk terapeutik, narkotik, obat

tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya serta

sertifikasi dan layanan informasi konsumen.

Pada bidang pengawasan obat dan makanan, seorang apoteker memiliki

peran yang penting dan terlibat langsung di dalam melakukan fungsi pengawasan

tersebut. Salah satu cara untuk membentuk seorang apoteker yang profesional dan

handal di bidang farmasi dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengawasan

obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya, maka

dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan tanggal 1

Oktober 2012 sampai dengan 31 Oktober 2012 di Balai Besar POM Bandung.

Upaya peningkatan kesehatan memerlukan peran aktif berbagai pihak

yaitu masyarakat, pemerintah, dan tenaga profesional kesehatan, salah satunya

adalah apoteker. Apoteker yang berada di bidang pemerintahan harus memiliki

kompetensi dalam pengendalian dan pengawasan sediaan farmasi dan makanan

yang ada di masyarakat. Peranan ini dapat melindungi masyarakat terhadap

peredaran produk obat, jamu, kosmetika, dan alat kesehatan yang tidak memenuhi

syarat merupakan tugas pemerintah yang diwakili oleh Badan POM.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker ini, para calon apoteker diharapkan

dapat memahami tugas dan peran apoteker di Balai Besar Pengawas Obat dan

Makanan (BBPOM) di Bandung, sehingga dapat menjadi bekal ilmu saat terjun ke

masyarakat.

Page 3: LAPORAN BPOM

3

1.3 Waktu dan Tempat Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan tanggal 1 Oktober

2012 sampai 31 Oktober 2012 setiap hari Senin sampai Jumat dimulai pukul

07.30 sampai 16.00 WIB untuk hari senin sampai kamis dan 07.30 sampai 15.30

pada hari jumat . Kegiatan bertempat di Balai Besar POM Bandung, Jl. Pasteur

No. 25, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

1.4 Tinjauan Tempat Praktek Kerja Profesi Apoteker

Tinjauan Umum Tempat PKPA yang akan dibahas meliputi Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Balai Besar Pengawas Obat dan

Makanan (BBPOM).

1.4.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan

keenam atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah

Non Departemen. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan

Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang dibentuk untuk

melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden. BPOM berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya

dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan.

Badan POM mempunyai tugas melaksanakan pengawasan obat dan

makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bidang

kerja yang dilakukan oleh Badan POM meliputi produk terapetik, produk biologi,

narkotika, psikotropika, makanan dan minuman, obat tradisional, kosmetika, alat

kesehatan dan produk komplemen.

Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam melaksanakan tugasnya

menyelenggarakan fungsi :

Page 4: LAPORAN BPOM

4

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat

dan makanan.

b. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi

pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,

keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai kewenangan dalam

menyelenggarakan fungsinya tersebut, yaitu:

a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan

makanan.

b. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk

mendukung pembangunan secara makro.

c. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.

d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk

makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.

e. Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri

farrnasi.

f. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan pengawasan

tanaman obat.

Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah menjadi institusi

pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara

internasional untuk melindungi masyarakat.

Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah :

a. Melakukan pengawasan pre-Market dan post-Market berstandar

internasional.

b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.

c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai

lini.

Page 5: LAPORAN BPOM

5

d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

e. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).

Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi

luas dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang

komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar

di tengah masyarakat. Tiga pilar sistem pengawasan obat dan makanan:

a. Sub Sistem Pengawasan Produsen: Cara Produksi yang Baik

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara

produksi yang baik agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat

dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu

dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan

pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan

sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.

b. Sub Sistem Pengawasan Pemerintah: Pre-market & Post market

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi;

penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di

Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel, dan pengujian laboratorium produk

yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan

hukum.

c. Sub Sistem Pengawasan Konsumen

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan

kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang

digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Konsumen

dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan

kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri

terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak

dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk selalu

menjaga kualitasnya.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.3592

tahun 2007 tentang Perubahan kedua atas Keputusan Kepala Badan POM No.

Page 6: LAPORAN BPOM

6

05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di

Lingkungan Badan POM, UPT dilingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

terdiri dari :

a. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari :

Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetik dan Produk Komplemen

Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya

Bidang Pengujian Mikrobiologi

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen

Sub Bagian Tata Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

b. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari :

Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetik dan Produk Komplemen

Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen

Sub Bagian Tata Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

c. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari :

Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetik dan Produk Komplemen

Seksi Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya

Seksi Pengujian Mikrobiologi

Seksi Pemeriksaan dan Penyidikan

Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen

Sub Bagian Tata Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

d. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari :

Page 7: LAPORAN BPOM

7

Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetik dan Produk Komplemen

Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi

Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Informasi

Konsumen

Sub Bagian Tata Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

Susunan Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan menurut

Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004 tentang

Perubahan Atas Kepala Badan POM Nomor: 02001/SK/KBPOM tentang

Organisasi dan Tata Kerja Badan POM adalah:

a. Kepala Badan POM

Kepala BPOM mempunyai tugas :

1. Memimpin BPOM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

2. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai

dengan tugas BPOM;

3. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas BPOM yang

menjadi tanggung jawabnya;

4. Membina dan melaksanakan keria sama dengan instansi dan

organisasi lain.

b. Sekretariat Utama; Sekretariat Utama terdiri atas :

Biro Perencanaan dan Keuangan

Biro Kerjasama Luar Negeri

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat

Biro Umum.

c. Deputi I, Bidang Pengawasan Produk Terapeutik, Narkotik, Psikotropik,

dan Zat Adiktif (NAPZA) terdiri atas :

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi;

Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga;

Page 8: LAPORAN BPOM

8

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga;

Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif;

Kelompok Jabatan Fungsional.

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan

kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika

dan zat adiktif.

Deputi I memiliki fungsi :

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan

umum di bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif.

2. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif.

3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat

dan produk biologi.

4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi

produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan

produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

Page 9: LAPORAN BPOM

9

pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan

distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

7. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan

narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

8. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang

pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat

adiktif.

9. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk

terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

d. Deputi II, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk

Komplemen terdiri dari :

1. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan &

Kosmetik.

2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik & Produk

Komplemen.

3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik &

Produk Komplemen.

4. Direktorat Obat Asli Indonesia

5. Kelompok Jabatan Fungsional.

Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Penilaian Obat

Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik menyelenggarakan fungsi :

Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman,

standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,

pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang

penilaian Produk I;

Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman,

standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,

pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang

penilaian Produk II;

Page 10: LAPORAN BPOM

10

Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman,

standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,

pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang

surveilan keamanan obat tradisional, suplemen makanan dan

kosmetik;

Penyusunan rencana dan program penilaian obat tradisional,

suplemen makanan dan kosmetik;

Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di

bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik;

Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian obat tradisional,

suplemen makanan dan kosmetik;

Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk

Komplimen.

e. Deputi III, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

terdiri dari :

1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan

2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan

3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan

4. Direktorat Surveilan & Penyuluhan Keamanan Pangan

5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan

Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di

bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengawasan

Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi :

1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan

umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan

berbahaya;

Page 11: LAPORAN BPOM

11

2. penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan

berbahaya;

3. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan

pangan;

4. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk

pangan;

5. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan

sertifikasi pangan;

6. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan

penyuluhan keamanan pangan;

7. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria

dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis,

pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk

dan bahan berbahaya;

8. pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

9. koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang

pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;

10. evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan

pangan dan bahan berbahaya;

11. pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan

bidang tugasnya.

f. Inspektorat.

Page 12: LAPORAN BPOM

12

Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di

lingkungan BPOM. Inspektorat menyelenggarakan fungsi :

Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan

fungsional.

Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang

hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan

tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan BPOM.

Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat. 

g. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional mempunyai tugas

melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian

mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat

kesehatan, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan

bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan

obat dan makanan. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

menyelenggarakan fungsi :

Penyusunan rencana dan program  pengujian obat dan makanan.

Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan

penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat

adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetika, produk

komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

Pembinaan mutu laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan

Nasional.

Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan.

Penyediiaan baku pembanding dan pengembangan metode analisa

pengujian.

Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.

Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.

Page 13: LAPORAN BPOM

13

Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat

Pengujian Obat dan Makanan Nasional.

h. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan.

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tugas

melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan

melawan hukum di bidang  produk terapetik, narkotika, psikotropika dan

zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan

makanan, serta produk sejenis lainnya. Pusat Penyidikan Obat dan

Makanan menyelenggarakan fungsi :

Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan

obat dan makanan.

Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan

penyidikan obat dan makanan.

i. Pusat Riset Obat dan Makanan.

Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan

kegiatan di bidang  riset toksikologi, keamanan pangan dan produk

terapetik. Pusat Riset Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi :

Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan.

Pelaksanaan riset obat dan makanan.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan

makanan.

j. Pusat Informasi Obat dan Makanan.

Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas

melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi

keracunan dan teknologi informasi. Pusat Informasi Obat dan Makanan

menyelenggarakan fungsi :

Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informsi

obat dan makanan.

Pelaksanaan pelayanan informasi obat.

Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan.

Page 14: LAPORAN BPOM

14

Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi

obat dan makanan.

Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat

Informasi Obat dan Makanan.

k. Unit Pelaksana Teknis Badan POM (Balai Besar POM dan Balai POM).

1.4.2 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.21.3592 tahun

2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di

Lingkungan Badan POM mencantumkan bahwa unit pelaksana teknis di

lingkungan Badan POM terdiri dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan

Balai Pengawas Obat dan Makanan. UPT Badan POM bertanggung jawab

langsung kepada Kepala Badan POM.

Balai Besar POM di Bandung dipimpin oleh seorang Kepala. Unsur

organisasi Balai Besar POM terdiri atas:

a. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotika, Obat Tradisional,

Kosmetika, dan Produk Komplemen.

b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.

c. Bidang Pengujian Mikrobiologi.

d. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.

e. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.

f. Sub Bagian Tata Usaha.

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

Page 15: LAPORAN BPOM

15

Gambar 1.1 Struktur Organisasi BBPOM di Bandung

Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis Badan POM

mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk

terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,

produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya. Balai Besar POM di Bandung

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian

mutu produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat

tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk secara mikrobiologi.

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan

pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi.

e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran

hukum.

Page 16: LAPORAN BPOM

16

f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu

yang ditetapkan oleh Kepala Badan.

g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.

i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai

dengan bidang tugasnya.

Data umum cakupan wilayah kerja BBPOM di Bandung, terdiri dari :

a. 9 Pemerintah kota

b. 17 Pemerintah Kabupaten

Page 17: LAPORAN BPOM

17

BAB II

PERANAN, FUNGSI, DAN TUGAS APOTEKER

DI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2.1 Pengertian dan Fungsi BPOM/BBPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga

Pemerintah Non Departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas

pemerintah tertentu dari Presiden dimana dalam melaksanakan tugasnya

dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) adalah Unit

Pelayanan Teknis (UPT) di lingkungan BPOM yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala BPOM. BBPOM bertugas melaksanakan

kebijakan dibidang pengawasan produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat

adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan

bahan berbahaya

BBPOM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan

tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi obat

dan makanan yang beredar di masyarakat. Sesuai dengan konsep Sistem

Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) sub sistem pengawasan pemerintah,

tugas BBPOM adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan

obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan,

baik pre market maupun post market, termasuk sampling dan pelaksanaan

komunikasi, informasi, serta edukasi kepada masyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya Balai Besar POM di Bandung

menyelenggarakan fungsi meliputi:

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

Page 18: LAPORAN BPOM

18

c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk

secara mikrobiologi;

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan

sarana produksi dan distribusi;

e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;

f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang

ditetapkan oleh Kepala Badan;

g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen; Evaluasi dan penyusunan

laporan pengujian obat dan makanan;

h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan; dan

i. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan

bidang tugasnya masing-masing.

2.2 Peranan, fungsi, dan Tugas Apoteker di BPOM/BBPOM

Apoteker memiliki peranan yang sangat penting dalam Badan Pengawas

Obat Dan Makanan (Badan POM). Institusi pemerintah ini memiliki kewenangan

dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi

obat, obat tradisional, produk komplemen, produk pangan dan bahan kimia

berbahaya yang beredar di masyarakat. Peran Apoteker di Badan POM adalah

sebagai penanggung jawab dan pelaksana di beberapa bidang, yaitu:

a. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA

Bertugas melaksanakan penilaian dan evaluasi khasiat, keamanan dan mutu

obat, produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di Indonesia dan juga

produk uji klinik, selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk

terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Di samping itu

melakukan sertifikasi produk terapeutik, inspeksi Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB), inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan

produk, public warning, sampai pro-justicia. Didukung oleh antara lain

Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Komite Nasional Penilai Alat Kesehatan

dan Tim Penilai Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, Obat

Bebas Terbatas, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan.

Page 19: LAPORAN BPOM

19

b. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk

Komplemen

Bertugas melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetika

dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia, selanjutnya melakukan

pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen,

termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan

inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public

warning, sampai pro-justicia. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Obat

Tradisional dan Tim Penilai Kosmetika.

c. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan berbahaya

Bertugas melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum

beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap

sarana produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan

periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu

melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk

menerapkan sistem jaminan mutu, terutama penerapan Cara Produksi

Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points

(HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality

Management (TQM). Disamping itu diselenggarakan surveilance, penyuluhan

dan informasi keamanan pangan serta pengawasan produk dan bahan

berbahaya. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Keamanan pangan.

d. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

Bertugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengembangan

prosedur pengujian dan penilaian mutu produk terapeutik, narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetika,

produk komplemen, pangan dan bahan-bahan berbahaya. Disamping

merupakan rujukan dari 26 laboratorium pengawasan obat dan makanan di

seluruh Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan

Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating

Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme. Selain

ditunjang dengan laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding,

Page 20: LAPORAN BPOM

20

laboratorium kalibrasi serta laboratorium hewan percobaan, juga didukung

dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk analisis fisikokimia seperti

kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas, spektrofotometer absorpsi

atom, spektrofotometer infra merah; analisis fisik seperti alat uji disolusi

otomatis dan smoking machine; analisis mikrobiologi dan biologi.

e. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

Bertugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap

perbuatan melawan hukum di bidang produk terapeutik, narkotika,

psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetika dan produk

komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.

f. Pusat Riset Obat dan Makanan

Bertugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan

dan produk terapetik.

g. Pusat Informasi Obat dan Makanan

Bertugas memberikan pelayanan informasi obat dan makanan, informasi

keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi Badan POM.

Tugas Apoteker di Badan POM adalah melaksanakan tugas pemerintah di

bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

2.3 Kompetensi Apoteker di BPOM/BBPOM

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, apoteker di Lembaga

Pemerintahan harus memiliki kompetensi sebagai berikut:

a. Penyusunan Kebijakan dalam Bidang Obat dan Makanan

Apoteker harus mampu melakukan koordinasi dan berkontribusi dalam

penyusunan kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan, seperti dalam hal

pemilihan, pengadaan, dan distribusi obat untuk kebutuhan nasional.

Kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan meliputi berbagai hal, seperti

dalam hal pemilihan, produksi, dan distribusi obat untuk kebutuhan nasional.

Serta adanya persyaratan dan peraturan yang harus dipatuhi oleh industri

Page 21: LAPORAN BPOM

21

farmasi dan makanan dalam proses produksi agar produk yang dihasilkan

selalu aman, bermutu, dan berkhasiat. Sesuai dengan visi dan misi BPOM

dalam upaya melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko

terhadap kesehatan, maka apoteker di BPOM harus memiliki kemampuan

dalam menentukan obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang

tepat dan sesuai untuk masyarakat sehingga masyarakat tidak dirugikan. Obat-

obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang dipilih tersebut merupakan

produk yang telah teregistrasi dengan sah dan meyakinkan serta telah terjamin

kualitas dan keamanannya. Dengan demikian kebijakan-kebijakan yang

disusun BPOM diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang memiliki efek

sinergi dan daya ungkit yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat

luas, mencakup antara lain:

Evaluasi mutu, keamanan, dan khasiat produk beresiko oleh tenaga ahli

berdasarkan bukti-bukti ilmiah.

Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus

meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas.

Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built in

control.

Operasi Pemeriksaan dan Penyelidikan terhadap proses produksi,

distribusi, dan peredaran narkotika, psikotropika serta produk-produk

ilegal lain.

Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi

profesi.

Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat untuk

meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat, dan

keamanan produk.

b. Pengelolaan Obat secara Nasional

Apoteker harus mampu mengelola obat secara nasional (pemilihan obat

esensial nasional, persyaratan obat dan distribusinya) termasuk pengumpulan

data untuk kebutuhan nasional maupun internasional. Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN) adalah daftar yang berisi obat-obatan yang paling banyak

Page 22: LAPORAN BPOM

22

dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi

diagnosis, terapi, dan rehabilitasi. Daftar Obat Esensial Nasional merupakan

acuan obat-obatan yang dibutuhkan secara nasional sehingga dalam

penyusunannya perlu diketahui epidemiologi dan pola penyakit yang diderita

masyarakat melalui proses pengumpulan data.

c. Pengawasan dan Pengaturan

Apoteker mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan obat,

perbekalan kesehatan secara nasional seperti pengawasan pembuatan atau

produksi, import, distribusi, dan penjualan. Dalam melaksanakan fungsi

pengawasan dan pengaturan obat, perbekalan kesehatan, dan makanan secara

nasional maka BPOM menerapkan suatu Sistem Pengawasan Obat dan

Makanan (SISPOM). Prinsip dasar dari SISPOM adalah:

Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan profesional.

Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-

bukti ilmiah.

Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus

proses.

Berskala nasional/ lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.

Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang

berkolaborasi dengan jaringan global.

Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

d. Kebijakan Pendidikan

Apoteker mampu berkontribusi dalam penetapan berbagai kebijakan nasional

dalam hal pendidikan di bidang farmasi. Kebijakan nasional mengenai

pendidikan di bidang farmasi perlu ditetapkan agar pendidikan farmasi dapat

berjalan dengan baik dan menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki

kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan di bidang ilmu

kefarmasian.

e. Badan Resmi Hubungan Internasional

Page 23: LAPORAN BPOM

23

Apoteker mampu melaksanakan fungsi sebagai badan resmi untuk hubungan

internasional. BPOM merupakan instansi pemerintah yang memiliki

wewenang dalam pengawasan obat dalam upaya kesehatan. Oleh karena itu,

BPOM perlu menjalin kerjasama internasional untuk meningkatkan

pengawasan obat. Salah satu contoh kerjasama internasional yang dilakukan

oleh BPOM adalah ikut serta dalam Harmonisasi ASEAN di bidang

kosmetika. Dengan demikian regulasi kosmetika se-ASEAN menjadi suatu

standar, yaitu harus memenuhi persyaratan dalam Cara Pembuatan Kosmetika

yang Baik (CPKB).

f. Administrasi

Apoteker mampu melaksanakan fungsi administrasi obat. Salah satu

administrasi obat adalah tata cara pendaftaran (registrasi) obat. Registrasi

adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar.

Sedangkan izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat

diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi dilakukan terhadap obat jadi baru,

obat jadi sejenis (obat tiruan), obat produksi dalam negeri, obat kontrak, obat

lisensi, dan obat impor. Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi

kriteria utama berikut:

Efikasi atau khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai

dibuktikan melalui uji preklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai

dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi, dan metoda pengujian

terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti

yang sah.

Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat

menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.

Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan kemanfaatan

dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah

disetujui beredar di Indonesia.

Khusus kontrasepsi harus dilakukan uji klinik di Indonesia.

Page 24: LAPORAN BPOM

24

BAB III

KEGIATAN DAN HASIL

3.1 Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung

Dalam struktur Balai Besar POM terdapat Seksi Pemeriksaan dan Seksi

Penyidikan yang berada di bawah Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia No. HL.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK.KBPOM Tahun

2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan

Badan Pengawas Obat dan Makanan Pasal 18h, Bidang Pemeriksaan dan

Penyidikan mempunyai tugas:

Melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan

pelaksanaan pemeriksaan setempat

Pengambilan sampel untuk pengujian

Pemeriksaan sarana produksi, distribusi, dan pelayanan kesehatan

Penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapeutik, narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk

komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

Dan pada pasal 18i disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya,

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsi :

Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan

makanan;

Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian dan

pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan kesehatan di bidang

produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,

kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

Page 25: LAPORAN BPOM

25

Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk

terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,

kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan

makanan.

3.1.1 Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas :

Melakukan pemeriksaan setempat;

Pengambilan contoh untuk pengujian;

Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk

komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

Seksi ini melakukan tindakan rutin pengawasan (pemeriksaan) terhadap

sarana, baik itu sarana produksi dan distribusi termasuk sarana pelayanan

kesehatan, pengambilan contoh (sampling) post-market dari produk atau

komoditas farmasi, diantaranya produk terapeutik, narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen (suplemen makanan),

serta pangan dan bahan berbahaya.

Sedangkan fungsi seksi pemeriksaan adalah :

Penyusunan rencana dan program pemeriksaan obat dan makanan.

Pelaksanaan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, serta pengambilan

contoh produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat

tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan obat dan makanan.

Tujuan dari kegiatan pemeriksaan adalah melihat kesesuaian sarana

produksi dan distribusi terhadap peraturan yang berlaku, serta melakukan

pemantauan terhadap periklanan di pasaran. Ruang lingkup pemeriksaan sarana

produksi adalah industri farmasi, makanan, obat tradisional, dan kosmetika.

Sedangkan ruang lingkup pemeriksaan sarana distribusi adalah pedagang besar

farmasi, apotek, toko obat, toko obat tradisional, sarana kesehatan lain

Page 26: LAPORAN BPOM

26

(puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan, gudang farmasi dan lain-lain), toko

penjualan makanan dan kosmetika.

Pemeriksaan sarana produksi meliputi pemeriksaan administrasi,

personalia, bangunan dan fasilitas penunjang, peralatan, hygiene dan sanitasi, alur

produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan produk kembalian,

dokumentasi, pelabelan dan pengemasan, distribusi dan cara penyimpanan.

Sedangkan pemeriksaan sarana distribusi meliputi administrasi dan perizinan,

personalia, pendistribusian dan legalitas barang, kebersihan lingkungan dan

penyimpanan barang.

Untuk kelancaran seksi pemeriksaan dalam pelaksanaan tugasnya, maka

dibagi dalam enam bagian yang masing-masing dipimpin oleh koordinator, yaitu:

1. Koordinator produk terapeutik, dan perbekalan kesehatan rumah

tangga (PKRT).

2. Koordinator produk pangan dan bahan berbahaya.

3. Koordinator produk kosmetika, obat tradisional dan produk

komplemen.

4. Koordinator sampling.

5. Koordinator pengawasan iklan.

6. Koordinator NAPZA.

Prosedur pelaksanaan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

a. Membuat surat tugas dan menyiapkan identitas petugas serta

dokumen yang diperlukan, diantaranya:

Berita Acara (BA) Penyerahan Barang.

Berkas Pemeriksaan Sarana.

Formulir Surat Tugas.

Berita Acara Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi.

Laporan Pemeriksaan Umum Sarana Produksi dan Distribusi.

Laporan Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan

Makanan.

Data/dokumen-dokumen Sarana Produksi dan Distribusi.

Page 27: LAPORAN BPOM

27

b. Membuat daftar secara rinci hal yang akan diperiksa.

c. Melakukan wawancara dengan penanggung jawab sarana.

d. Melakukan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi dan jika

perlu pengambilan contoh barang/produk.

e. Mencatat hasil pemeriksaan dan membuat rekapitulasi laporan hasil

pemeriksaan untuk dilaporkan ke kepala BBPOM.

f. Membuat surat teguran kepada sarana yang bersangkutan atau

membuat surat laporan hasil pemeriksaan untuk penyimpangan tertentu ke

Badan POM.

Apabila pada saat pemeriksaan diperoleh temuan pelanggaran, maka akan

dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut yang dapat dilakukan diantaranya:

Pembinaan ditempat.

Pelaporan pada pihak terkait misalnya Badan POM, Dinas Kesehatan Provinsi

atau Kabupaten/Kota.

Penyerahan produk bersangkutan.

Peringatan pertama sampai dengan ketiga yang mungkin mengharuskan

penarikan produk, penghentian produksi, pencabutan izin pencantuman nomor

registrasi dan atau penutupan sarana bersangkutan.

Tindakan yang bersifat pro justitia oleh seksi penyidikan.

3.1.2.Seksi Penyidikan

Seksi Penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus

pelanggaran hukum di bidang produk terapetik narkotika, psikotropika dan zat

adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan

berbahaya.

3.2 Kegiatan Internal

3.2.1 Materi

Materi yang diberikan antara lain Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) , Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Cara Pembuatan Kosmetik

yang Baik (CPKB), Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara

Page 28: LAPORAN BPOM

28

Produksi Pangan yang Baik (CPPB), iklan, sampling, dan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil (PPNS).

A. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

1. Manajemen mutu

Menjamin mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan pelulusan dari

serangkaian pengujian tetapi:

a. Mutu obat hendaklah dibangun sejak awal ke dalam produk tersebut. Mutu

obat tergantung dari bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu,

bangunan dan peralatan yang dipakai serta semua personil yang terlibat.

b. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan

dipantau dengan cermat agar obat yang dihasilkan dapat selalu memenuhi

persyaratan.

Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar:

a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan

kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang

mengatur proses yang ada.

b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut

pemastian mutu atau quality assurance.

CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat

dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang

sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan

spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu.

2. Personalia

Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang sehat, terkualifikasi dan

berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani

tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.

Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar mampu

melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil hendaklah

Page 29: LAPORAN BPOM

29

memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Hal-hal yang

harus diperhatikan dalam aspek personalia:

a. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab

Struktur organisasi perusahaan bagian produksi dan pengawasan mutu

harus dipimpin oleh apoteker yang berbeda, yang tidak saling

bertanggung jawab satu dengan yang lain. Keduanya tidak boleh

mempunyai kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat

menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.

Manajer produksi hendaklah seorang apoteker yang terlatih serta

memiliki pengalaman yang memadai, diberikan wewenang dan

tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat

Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang handal,

terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki

wewenang dan tanggung jawab penuh dalam penyusunan, verifikasi

dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu

Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung

jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis,

pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan

pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur,

pelatihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok bahan

dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan

serta kemunduran mutu dan dalam penyimpanan dokumen.

Tersedianya tenaga yang terampil dalam jumlah memadai untuk

melaksanakan supervisi langsung di bagian produksi dan pengawasan

mutu obat. Setiap supervisor tersebut hendaklah terlatih dan memiliki

keterampilan teknis, pengalaman dan bertanggung jawab kepada

manajer produksi dan pengawasan mutu.

Tersedianya tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah memadai

untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu sesuai

prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.

Page 30: LAPORAN BPOM

30

Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personil hendaklah tidak

terlalu berlebihan yang dapat menimbulkan resiko terhadap mutu obat

Tugas dan tanggung jawab hendaklah diberikan dengan jelas serta

dapat dipahami dengan baik oleh setiap personil

b. Pelatihan

Seluruh personil yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat,

hendaklah dilatih mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya

maupun mengenai prinsip CPOB.

Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian khusus

diberikan bagi mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih

atau yang bekerja dengan bahan yang beresiko tinggi atau yang

menimbulkan sensitifitas.

Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan

dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personil terbiasa

dengan persyaratan CPOB.

Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui

oleh manajer produksi dan pengawasan mutu.

Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personil hendaklah

disimpan dan efektivitas program pelatihan dan prestasi personil

hendaklah dinilai secara berkala untuk menentukan apakah mereka

telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas

yang diberikan

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan,

konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja,

pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga

setiap resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan

lainyang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu

diperhatikan antara lain:

Page 31: LAPORAN BPOM

31

a. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari

lingkungan sekelilingnya. Seperti pencemaran udara, tanah dan air

maupun kegiatan di sekitarnya.

b. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi

sebagaimana mestinya

c. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol

serta ventilasi yang baik.

d. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak

mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun

tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan

penyimpanan.

4. Peralatan

` Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki

rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai

sertaditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara

seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan

perawatannya

5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap

hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan

terpadu.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi baiknya dilakukan

dan diawasi oleh personil yang kompeten.Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan

oleh hasil analisa terhadap produk akhir,melainkan juga oleh mutu yang dibangun

Page 32: LAPORAN BPOM

32

selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan,

proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan higiene sampai

dengan pengemasan. Prinsip utama produksi adalah :

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang

seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah

diproduksi maupun yang akan diproduksi.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan

obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten

mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu

hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium,

termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk

antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup juga uji

stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam

rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui

spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu, pada situasi khusus,

misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan

yang berulang. Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal,

obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung

serta peralatan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi

diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari

sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan

Produk Kembalian

Page 33: LAPORAN BPOM

33

Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain

dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian

pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien,

dokter, paramedis. klinik, rumah sakit, apotek, distributor dan Otoritas

Pengawasan Obat (OPO). Penarikan kembali produk adalah suatu proses

penarikan dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai

distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan.

10. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik yang merupakan bagian yang esensial dari pemastian

mutu. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah

mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh

aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi sangat

penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci

dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga

memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena

mengandalkan komunikasi lisan.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara

benar,disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat

secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi

Kualifikasi adalah “kegiatan pembuktian” bahwa perlengkapan, fasilitas

atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai

dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. CPOB mensyaratkan industri

farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti

Page 34: LAPORAN BPOM

34

pengendalian terhadap aspek kritis dan kegiatan yang dilakukan. Perubahan

signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi

mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah

digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

B. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Suatu jaringan distribusi obat yang baik harus menyelenggarakan suatu

sistem jaminan kualitas sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat,

keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan konsumen. Sistem ini

dilaksanakan sejalan dengan sistem jaminan mutu yang dilakukan oleh industri

farmasi dalam menjalankan kegiatannya

Pada dasarnya ada dua prinsip dalam CDOB yakni menjaga mutu dan

mencegah perpindahan obat dari jalur ilegal masuk ke jalur legal ataupun

sebaliknya. Dengan adanya CDOB ini diharapkan adanya standar distribusi obat

yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai

melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi.

Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah

terselenggarakannya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yaitu:

1. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh

yang dibutuhakan pada saat diperlukan.

2. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai

kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat

dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.

3. Menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke tangan

konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan

penggunaannya.

4. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan,

termasuk selama transportasi.

Ada 5 aspek yang terdapat pada CDOB yaitu:

1. Manajemen mutu

Page 35: LAPORAN BPOM

35

Penerapan CDOB sesuai dengan tujuan, badan independen melakukan

sertifikasi dan inspeksi secara periodik dan berkesinambungan dan membutuhkan

dokumen kebijakan kualitas (SOP) intensitas dan arah kebijakan distribusi

ditandatangani oleh manajemen.

2. Personalia

a. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab

Pelaksanaan operasional baik bagi distributor, struktur organisasi dan

karyawan dipilih sesuai kualifikasi serta mengetahui tugas & tanggung jawab.

b. Petugas

Kualifikasi kemampuan dan pengalaman

Tidak boleh mempunyai kepentingan lain

Jumlah karyawan cukup dan diberi pelatihan (sanitasi & higiene)

Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik

Memiliki sikap dan kesadaran tinggi

Penentuan tugas, batas kewenangan, dan prosedur kerja

c. Pelatihan

Hazardous obat (toksisitas dan produk infeksius atau sensitif) harus

menggunakan pakaian sesuai dan proteksi diri dan diisi oleh tenaga yang

kompeten serta berkesinambungan dan frekuensi yang memadai.

3. Bangunan dan peralatan

Acuan untuk bangunan dan peralatan adalah Good Storage Practice (GSP)

WHO 2003. Sistem yang digunakan yaitu First Expire First Out (FEFO)/First In

First Out (FIFO)

a. Melindungi obat dari suhu dan kelembaban, banjir, rembesan lewat tanah, dan

binatang

b. Cukup luas, tetap kering dan bersih, ruang terpisah untuk narkotika dan

psikotropika

c. Sirkulasi udara baik bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang yang

tidak diperlukan

Page 36: LAPORAN BPOM

36

d. Penerangan cukup Perlengkapan memadai serta disertai alat monitor

pengamanan fisik khusus

e. Wadah dalam keadaan bersih dan kering, bebas dari kotoran, sanitasi jelas,

frekuensi dan metode yang digunakannya

4. Dokumentasi

Penyediaan data dan info yang akurat, tingkat stok pada kondisi yang

menjamin kelancaran pelayanan, penerimaan produk yang benar, penyimpanan

yang tepat, dokumentasi yang benar dan lengkap merupakan salah satu cara

apabila dikemudiaan hari terjadi hal-hal yng tidak diinginkan sehingga dapat

memudahkan mencari dimana letak kesalahannya.

5. Inspeksi diri

Tujuan inspeksi diri adalah melakukan penilaian seluruh aspek distribusi

dan pengendalian mutu sarana distribusi memenuhi ketentuan CDOB dan perlu

dilaksanakan teratur sekali setahun. Rancangan ini digunakan untuk mendeteksi

kelemahan dan menetapkan tindakan perbaikan.Daftar periksa karyawan,

bangunan (termasuk fasilitas), peralatan, dokumentasi, dll. Tim yang ditunjuk

pimpinan distributor ahli di bidangnya & mengerti CDOB. Laporan perbaikan

yang diperlukan digunakan memantau kinerja.

C. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)

1. Latar Belakang

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu

faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi

standar mutu dan keamanan. Mengingat  pentingnya penerapan  CPKB maka

pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar

maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan

pentahapan yang terprogram.

Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk

menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.

Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan

CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing

Page 37: LAPORAN BPOM

37

dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu

internasional.

Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai

pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk

yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari

bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan

personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan

pemeriksaan mutu.

Menurut Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.4.1745

tahun 2003, kosmetika bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi

produk kosmetika dibagi 2 (dua) golongan yaitu:

a. Kosmetika golongan I adalah:

Kosmetika yang digunakan untuk bayi;

Kosmetika yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa

lainnya;

Kosmetika yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan

penandaan;

Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta

belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

b. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I.

2. Tujuan

a. Umum

Melindungi   masyarakat   terhadap   hal-hal  yang merugikan dari

penggunaan  kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar

mutu dan keamanan.

Meningkatkan   nilai   tambah   dan  daya   saing produk

kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.

b. Khusus

Dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri

kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri

kosmetik.

Page 38: LAPORAN BPOM

38

Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri kosmetik.

3. Sistem Manajemen Mutu

a. Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga

kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai.

Hendaknya dijabarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggung

jawab, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya

untuk menerapkan manajemen mutu.

b. Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan

perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan

elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.

c. Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan,

dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk

jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan

diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-

kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.

4. Aspek CPKB

a. Sistem manajemen mutu

b. Personalia

c. Bangunan

d. Peralatan

e. Sanitasi dan higiene

f. Produksi

g. Pengawasan mutu

h. Dokumentasi

i. Audit internal

j. Penyimpanan

k. Kontrak produksi dan pengujian

l. Penanganan keluhan

m. Penarikan produk

5. Notifikasi ASEAN untuk kosmetik

Page 39: LAPORAN BPOM

39

Dalam Permenkes diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan komoditi

kosmetik yang dinotifikasi diantaranya :

a. Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin dari

Menteri Kesehatan, izin edar yang dimaksudkan adalah notifikasi.

Dikecualikan bagi kosmetika yang digunakan untuk penelitian dan sampel

kosmetika untuk pameran dalam jumlah terbatas dan tidak

diperjualbelikan.

b. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar oleh pemohon kepada

Kepala Badan.

c. Kosmetika yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan

memenuhi persyaratan teknis (kemanan, penandaan, bahan, dan klaim),

ketentuan lebih lanjut ditentukan oleh Kepala Badan.

d. Pemohon yang mengajukan permohonan notifikasi kosmetika harus

mendaftarkan diri kepada Kepala Badan, pendaftaran sebagai pemohon

hanya dilakukan satu kali sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon.

Pemohon yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan notifikasi

dengan mengisi formulir secara elektronik pada website Badan Pengawas

Obat dan Makanan.

e. Notifikasi berlaku dalam jangka waktu 3 tahun, setelah jangka waktu

berakhir pemohon harus memperbaharui notifikasi.

f. Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila;

Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri

sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenal lmportir (API) sudah tidak

berlaku.

Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi

persyaratan teknis

Atas permintaan pemohon notifikasi

Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi

lisensi/industri

Penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari

produsen negara

Page 40: LAPORAN BPOM

40

Asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui

Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau

dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi; atau

Pemohon. notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan

mengedarkan kosmetika.

D. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

CPOTB berguna untuk dapat memahami lebih jauh mengenai standar-

standar dalam melaksanakan pembuatan obat tradisional. CPOTB meliputi

seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk

menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang

berlaku. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan

pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Aspek

yang diatur dalam CPOTB antara lain:

1. Higiene dan sanitasi

2. Penyiapan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas)

3. Pengolahan dan pengemasan

4. Dokumentasi

5. Pengawasan mutu

6. Personalia

7. Peralatan

8. Bangunan

9. Inspeksi diri

10. Penanganan terhadap keluhan

Ada 2 (dua) jenis industri yang memproduksi obat tradisional, yaitu:

1. Industri Obat Tradisional (IOT), jika aset di luar harga tanah dan bangunan di

atas enam ratus juta rupiah ( > Rp. 600.000.00,00).

2. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), jika aset di luar harga tanah dan

bangunan dibawah enam ratus juta rupiah ( < Rp. 600.000.000,00).

Penanggung jawab teknis produksi obat tradisional ialah seorang apoteker.

Apoteker penanggung jawab teknis produksi obat tradisional bertanggung jawab

atas:

Page 41: LAPORAN BPOM

41

1. Penyiapan prosedur pembuatan dan pengawasan pelaksanaan proses

pembuatan.

2. Kebenaran bahan, alat dan prosedur pembuatan.

3. Kebersihan pabrik.

4. Keamanan dan mutu obat tradisional

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.4.1380 tentang

Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik memutuskan:

1. Bagi IOT diwajibkan telah menerapkan CPOTB dalam memproduksi obat

tradisional selambat-lambatnya 1 Januari 2010.

2. Bagi IKOT penerapan CPOTB dilakukan secara bertahap sesuai dengan

kemampuan industri.

Produsen obat tradisional yang telah menerapkan CPOTB, akan dilakukan

penilaian dan diberikan sertifikat sesuai dengan bentuk sediaan yang dibuat.

CPOTB pada dasarnya sama dengan CPOB terbaru, contohnya tidak

diperbolehkan lagi menggunakan asbes pada bangunan, pipa aliran air

menggunakan bahan stainless steel dimana setiap pipa diwarnai berdasarkan arah

alirannya selain itu, pada bagian ruang pengolahan, digunakan senyawa pembersih

khusus.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006

Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, obat tradisional hanya

dapat dibuat oleh industri dan usaha di bidang obat tradisional. Industri obat

tradisional terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Ekstrak Bahan

Alam (IEBA). Sedangkan usaha obat tradisional yaitu Usaha Kecil Obat

Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Usaha Jamu

Racikan, dan Usaha Jamu Gendong.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007

Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, obat tradisional yang dapat

diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu;

2. Dibuat dengan menerapkan CPOTB;

Page 42: LAPORAN BPOM

42

3. Memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia

atau persyaratan lain yang diakui;

4. Berkhasiat dan dibuktikan secara empiris, turun

temurun, dan/atau secara ilmiah;

5. Penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan

tidak menyesatkan.

E. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor

yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan

untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan

baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang bersakla besar. Melalui CPPB ini,

industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan

aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman

untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri

pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya

industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk

dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan

mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

1. Ruang Lingkup

a. Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB

IRT) ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang

penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai

bahan baku sampai produk akhir.

b. Pedoman CPPB-IRT sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No.

HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003

c. Pedoman CPPB-IRT ini berlaku bagi semua IRT yang berada di wilayah

Republik Indonesia

2. Pengertian

Page 43: LAPORAN BPOM

43

Cara Produksi Pangan yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan

bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk

dikonsumsi.

3. Tujuan Penerapan CPPB-IRT

a. Tujuan umum adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman

dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen

domestik maupun internasional.

b. Tujuan khusus adalah :

Memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang

baik;

Mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi

yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan dan asilitas, peralatan

produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses

dan pengawasan.

4. Lingkungan Produksi

Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi

lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan

telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat

dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya. IRT harus berada di

tempat yang:

a. Bebas pencemaran, semak belukar dan genangan air

b. Bebas dari sarang hama, khususnya serangga dan binatang pengerat

c. Tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah baik sampah padat

maupun sampah cair atau daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor

lainnya

d. IRT tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh.

Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-

cara:

a. Sampah harus dibuang dan tidak menumpuk

b. Tempat dampah harus selalu tertutup

c. Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik

Page 44: LAPORAN BPOM

44

5. Bangunan dan Fasilitas IRT

Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam

proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik,biologis dan kimia serta mudah

dibersihkan dan disanitasi.

a. Ruang Produksi

Desain dan Tata Letak

Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan

Lantai

Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak

licin, kuat mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan

pengaliran air.

Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran

lainnya.

Dinding

Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna

terang, tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah

dibersihkan.

Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan

kotoran lainnya.

Langit- langit

Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk

mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan,

bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat

dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan.

Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang

labah-labah dan kotoran lainnya.

Pintu, jendela dan lubang angin

Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak

mudah pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

Page 45: LAPORAN BPOM

45

Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat

kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembesihan dan

perawatan.

Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ke samping sehingga debu

atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam

ruangan pengolahan

Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan

tertutup.

Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di

ruang produksi

Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan

tidak dipenuhi sarang laba-laba.

Kelengkapan ruang produksi

Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat

mengerjakan tugasnya dengan teliti.

Di ruang produksi ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam

keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.

Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama

Pada Kecelakaan (PPPK)

Tempat Penyimpanan

Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan Bahan

Tambahan Pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir.

Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-

bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli.

Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama

seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau mikroba

dan ada sirkulasi udara.

b. Peralatan Produksi

Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi

silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya

Page 46: LAPORAN BPOM

46

didesain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan

keamanan pangan yang dihasilkan.

Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat,

mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan

Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak

bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air.

Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga

memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan

Semua peralatan seharusnya diperlihara agar berfungsi dengan baik dan selalu

dalam keadaan bersih.

c. Suplai Air

Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi

persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum.

Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi

seluruh kebutuhan proses produksi

Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya

terpisah dan diberi warna yang berbeda.

Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi

persyaratan air bersih.

d. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin

agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah

terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

Alat cuci/pembersih

Alat cuci/pembersih seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi harus

tersedia dan terawat dengan baik.

Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu.

Fasilitas higiene karyawan

Fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet/jamban

harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan selalu dalam keadaan bersih.

Pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup.

Page 47: LAPORAN BPOM

47

Kegiatan higiene dan sanitasi

Pembersihan dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara

kimia seperti dengan deterjen atau gabungan keduanya.

Jika diperlukan, penyucihamaan dapat dilakukan dengan menggunakan

kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.

Kegiatan pembersihan, pencucian, dan penyucihamaan peralatan harus

dilakukannsecara rutin.

Harus ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan

pembersihan, pencucian dan penyucihamaan.

e. Pengendalian Hama

Hama (tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran

biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan

pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama

ke ruang produksi yang akan mencemari pangan.

Mencegah masuknya hama

Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus

selalu dalam keadaan tertutup.

Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran

di pekarangan IRT apalagi di ruang produksi.

Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya

hama

IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya

sarang hama.

Pemberantasan hama

Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan

keamanan pangan.

Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan

perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.

Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak

mencemari pangan.

f. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Page 48: LAPORAN BPOM

48

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja

yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi

sumber pencemaran.

Kesehatan karyawan

Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

Dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit dan

diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan bekerja di pengolahan

pangan.

Karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit misalnya sakit kuning (virus

hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit

(gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit

mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan mengolah pangan.

Karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala.

Kebersihan karyawan

Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan

penutup kepala, sarung tangan dan sepatu kerja. Pakaian dan

perlengkapannya hanya dipakai untuk bekerja.

Karyawan harus menutup luka dan perban.

Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai

kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau

bahan/alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/jamban;

Kebiasaan karyawan

Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum,

merokok, tidak boleh meludah, tidak boleh bersin atau batuk ke arah pangan,

tidak boleh mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji

dan peniti.

g. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi

harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri

Page 49: LAPORAN BPOM

49

rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Penetapan spesifikasi bahan baku

Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan baku dan bahan

penolong untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan.

Tidak menerima bahan pangan yang rusak

Menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diijinkan sesuai batas

maksimum penggunaannya.

Penetapan komposisi dan formulasi bahan

Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan komposisi

formula untuk memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan.

Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah ditentukan secara

baku setiap saat secara konsisten.

Penetapan cara produksi yang baku

Harus menentukan proses produksi pangan yang baku

Harus membuat bagan alirnya atau urut-urutan prosesnya secara jelas.

Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan

Harus menentukan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan yang digunakan.

Harus menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan

Harus mencatat dan menggunakan informasi ini untuk pemantauan

Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk

nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa.

Harus menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan.

Harus menentukan tanggal kadaluarsa

Harus mencatat tanggal produksi.

h. Label Pangan

Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen

memilih, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi

pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

Label pangan yang dihasilkan IRT harus memenuhi ketentuan Peraturan

Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Keterangan pada label sekurang-kurangnya :

Page 50: LAPORAN BPOM

50

Nama produk

Daftar bahan yang dihasilkan

Berat bersih atau isi bersih

Nama dan alamat pihak yang memproduksi

Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa

Nomor Sertifikasi Produksi (P-IRT)

Kode produksi harus dicantumkan pada setiap label pangan.

i. Penyimpanan

Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan

produk pangan yang diolah

Penyimpanan bahan dan produk

Penyimpanan bahan dan produk pangan dilakukan di tempat yang bersih.

Bahan baku, Bahan Tambahan Pangan (BTP), bahan penolong dan produk

akhir masing-masing harus disimpan terpisah.

Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan suhu

penyimpanannya

Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering,

misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk

Bahan baku, Bahan Tambahan Pangan (BTP), bahan penolong dan produk

akhir diberi tanda untuk membedakan yang memenuhi syarat dengan yang

tidak memenuhi syarat.

Bahan yang lebih dahulu masuk harus digunakan terlebih dahulu

Produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan

terlebih dahulu.

Penyimpanan bahan berbahaya

Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan

bahan berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan terpisah dan harus selalu

diawasi penggunaannya.

Penyimpanan label dan kemasan

Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari

pencemaran.

Page 51: LAPORAN BPOM

51

Label harus disimpan secara rapih dan teratur supaya tidak terjadi

kesalahan dalam penggunaannya.

Penyimpanan peralatan

Peralatan yang telah dibersihkan dan disanitasi harus disimpan di tempat

bersih. Sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung

dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

j. Penanggung Jawab

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap

proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk

pangan yang bermutu dan aman.

Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-

prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan

yang ditanganinya.

Kegiatan pengawasan hendaknya dilakukan secara rutin

k. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan

karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan.

Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena

mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.

Pemilik IRT harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga

menimbulkan penyakit atau keracunan pangan

Pemilik IRT harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait diatasi.

Pemilik IRT harus melaporkan penarikan produknya ke Pemerintah

Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/Balai

Pengawas Obat dan Makanan setempat

Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan.

l. Pencatatan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasiyang baik diperlukan untuk memudahkan

penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi

Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan :

Page 52: LAPORAN BPOM

52

Penerimaan bahan baku, Bahan Tambahan Pangan (BTP), dan bahan

penolong sekurang-kurangnya

Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal

produksi, kode produksi dan jumlah produksi.

Catatan dan dokumen harus disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk

pangan yang dihasilkan.

m. Pelatihan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRT harus mempunyai pengetahuan dasar

mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses

pengolahan pangan yang ditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang

bermutu dan aman.

Pemilik/penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang

Cara Produksi pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Pemilik/penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan

pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain.

F. Iklan

Pedoman periklanan yaitu mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 386/MenKes/SK/IV/1994 tentang Pedoman

Periklanan: Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika,

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman. Secara umum

informasi dalam iklan produk-produk tersebut harus sesuai dengan kriteria yang

ditetapkan peraturan, yaitu:

1. Objektif

Harus memberikan informasi sesuai kenyataan yang ada dan tidak boleh

menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan yang disetujui.

2. Lengkap

Harus mencantumkan tidak hanya tentang khasiat dan kegunaan tetapi juga

harus memberikan hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya ada

kontraindikasi dan efek samping.

3. Tidak menyesatkan

Page 53: LAPORAN BPOM

53

Informasi harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh

memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Di

samping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta

tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan

penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.

Tujuan pengawasan iklan yaitu melindungi masyarakat dari kemungkinan

penggunaan obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetik, PKRT,

makanan minuman, dan rokok yang salah, tidak tepat, tidak rasional akibat

pengaruh iklan yang tidak objektif, tidak lengkap, berlebihan dan menyesatkan.

Ruang lingkup pengawasan iklan:

1. Media cetak : surat kabar, majalah, tabloid, buletin, poster, leaflet, stiker.

2. Media elektronik : televisi, iklan baris pada media elektronik, radio,

bioskop, layar tancap.

3. Media luar ruang : papan reklame, lampu hias, papan nama, balon udara,

sarung ban, dinding rumah, iklan cetak yang ditempel di luar ruang,

spanduk.

a. Pedoman Periklanan Obat Bebas

Iklan obat harus mengacu pada tata krama dan tata cara periklanan

Indonesia, tetapi khusus untuk hal-hal yang bersifat teknis medis, makna

penerapannya harus didasarkan pada pedoman ini. Periklanan obat bebas diatur

sebagai berikut:

Iklan tidak boleh berlebihan atau menyesatkan.

Rancangan iklan sudah disetujui oleh BPOM.

Harus mencantumkan informasi: komposisi, nama dagang,

nama industri farmasi, khasiat, konta indikasi, efek samping obat, spot

peringatan, dan nomor registrasi.

Tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan

obat diambil oleh anak-anak.

Tidak boleh diperankan oleh tenaga kesehatan atau aktor yang

berperan atau beratribut kesehatan.

Tidak boleh mencantumkan rekomendasi tenaga kesehatan.

Page 54: LAPORAN BPOM

54

Tidak boleh menunjukkan kerja obat segera sesudah

penggunaan obat.

Ketentuan spot peringatan:

Media televisi: spot peringatan harus dengan tulisan yang jelas,

terbaca, ukuran minimal 30% dari screen dan ditayangkan minimal 30

detik.

Media radio: spot peringatan dibaca pada akhir iklan dengan jelas dan

tegas

Media cetak: ukuran spot peringatan harus dibuat proporsional antara

spot dengan halaman iklan dan mencolok

b. Pedoman Periklanan Obat Tradisional

Iklan obat tradisional harus mengacu pada tata krama dan tata cara

periklanan Indonesia, tetapi khusus untuk hal-hal yang bersifat teknis medis,

makna penerapannya harus didasarkan pada pedoman ini. Periklanan obat

tradisional diatur sebagai berikut:

Iklan tidak boleh berlebihan atau menyesatkan.

Rancangan iklan sudah disetujui oleh BPOM.

Harus mencantumkan informasi: khasiat, kegunaan, kontra indikasi, efek

samping obat, spot peringatan, dan nomor registrasi (media cetak).

Tidak boleh mendorong penggunaan obat tradisional secara berlebihan.

Tidak boleh diperankan oleh tenaga kesehatan atau aktor yang berperan

atau beratribut kesehatan.

Tidak boleh menggunakan kata: super, ultra, istimewa, top, tokcer,

cespleng, manjur dan kata-kata lain yang semakna.

Tidak boleh memuat pernyataan kesembuhan seseorang atau rekomendasi

tenaga kesehatan, peneliti, pakar, panutan dan lain-lain.

Tidak boleh menawarkan hadiah atau garansi tentang khasiat dan

penggunaan obat tradisional.

Tidak boleh menampilkan adegan atau gambar yang dianggap kurang

sopan.

Page 55: LAPORAN BPOM

55

Tidak boleh mencantumkan gambar simplisia yang tidak terdapat dalam

komposisi obat tradisional tersebut.

Setiap awal iklan obat tradisional dicantumkan identitas jamu.

Tidak boleh menyatakan untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker,

tuberkulosis, poliomelitis, penyakit kelamin, thypus, hipertensi, diabetes,

lever dan penyakit lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Ketentuan spot peringatan:

Media televisi: spot peringatan harus dengan tulisan yang jelas,

terbaca, ukuran minimal 30% dari screen dan ditayangkan minimal 30

detik.

Media radio: spot peringatan dibaca pada akhir iklan dengan jelas dan

tegas.

Media cetak: tulisan harus terbaca dan mencolok, huruf kapital, ukuran

minimal sama dengan huruf body copy, diberi kotak tepi hitam

c. Pedoman Periklanan Kosmetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

(PKRT)

Iklan tidak boleh berlebihan/menyesatkan.

Harus mencantumkan informasi tentang kegunaan dan cara pemakaian,

peringatan dan hal-hal lain yang harus diperhatikan oleh pemakai.

Kosmetika tidak boleh diklankan seolah-olah sebagai obat.

Tidak menggunakan rekomendasi dari suatu laboratorium, instansi

pemerintah, organisasi profesi kesehatan atau kecantikan atau tenaga

kesehatan

d. Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman

Iklan tidak boleh berlebihan/menyesatkan, dan membandingkan dengan

produk makanan lain.

Makanan yang dibuat dengan bahan alami tertentu hanya boleh diiklankan

sebagian berasal dari bahan alami tersebut. Contoh: sari apel, apple juice.

Makanan sebagai pengganti jenis makanan tertentu harus menyebutkan

nama bahan yg digunakan. Contoh: susu kedelai.

Page 56: LAPORAN BPOM

56

Boleh mencantumkan pernyataan “diperkaya/kaya” sumber vitamin dan

mineral bila pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari

terdapat paling sedikit setengah dari jumlah yang dianjurkan.

Makanan berkalori dapat diiklankan bila dapat memberikan minimal 300

kcal per hari.

Pernyataan segar hanya boleh untuk makanan yang tidak diproses.

Perkataan alami untuk makanan bahan mentah, produk yang tidak

dicampur dan tidak diproses.

Perkataan murni untuk makanan yang tidak ditambah apa-apa.

Tidak boleh menjurus bahwa makanan tersebut berkhasiat sebagai obat.

Tidak boleh menyatakan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber

protein, kecuali 20% kandungan kalorinya berasal dari protein

e. Pedoman Periklanan Rokok

Tidak merangsang untuk merokok.

Tidak menggambarkan bahwa merokok memberikan manfaat bagi

kesehatan.

Tidak mencantumkan tulisan, bungkus rokok atau orang sedang merokok

atau mengarahkan pada orang yg sedang merokok.

Tidak menampilkan dalam bentuk gambar/tulisan anak, remaja, atau

wanita hamil.

Tidak mencantumkan produk tersebut adalah rokok.

Tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku (norma hukum,

agama, kesusilaan dan kesopanan).

Mencantumkan peringatan kesehatan dan luas kolom 15% dihitung dari

luas total, tulisan harus jelas dan terbaca.

f. Pedoman Periklanan Kosmetika

Kosmetika tidak boleh diiklankan dengan menggunakan kata-kata

"mengobati", "menyembuhkan" atau kata lain yang semakna seolah-olah

untuk mengobati suatu penyakit.

Kosmetika tidak boleh diiklankan seolah-oleh dapat mempengaruhi fungsi

fisiologis dan atau metabolisme tubuh. Contoh: “Melangsingkan tubuh”.

Page 57: LAPORAN BPOM

57

Kosmetika yang mengandung bahan yang tidak jelas kegunaannya tidak

boleh diiklankan yang menyatakan kegunaan dari bahan tersebut. Contoh:

Minyak rambut urang-aring dapat menyuburkan rambut.

Kosmetika yang tidak mengandung bahan aktif tidak dapat diiklankan

dengan menyatakan kegunaan dari bahan aktif yang dimaksud. Contoh:

Sampo yang tidak mengandung bahan anti ketombe diiklankan dapat

menghilangkan ketombe.

Kosmetika yang dibuat dengan bahan alami tertentu hanya dapat

diiklankan mengandung bahan alami dimaksud.

Kosmetika yang mengandung bahan kimia tidak boleh diiklankan sebagai

kosmetika tradisional.

Kosmetika yang mengandung vitamin yang berfungsi bukan sebagai

vitamin tidak boleh diiklankan dengan menyatakan fungsi vitamin tersebut

dalam sediaan kosmetika dimaksud.

Kosmetika yang mengandung bahan tabir surya tidak boleh diiklankan

dengan menyebutkan nilai SPF (Sun Protector Factor) bila tujuan

penggunaan kosmetika tersebut bukan untuk berjemur.

Iklan kosmetika tidak boleh diperagakan dan atau ditujukan untuk bayi,

kecuali kosmetika golongan sediaan bayi.

Untuk kosmetika jenis tertentu yaitu seperti pewarna rambut, pelurus/

pengeriting rambut, anti jerawat, sampo anti ketombe, dan sediaan lainnya

yang mengandung bahan kimia yang mempunyai persyaratan keamanan

sesuai dengan peraturan yang berlaku, harus disertai spot: "IKUT

PETUNJUK PEMAKAIAN DAN PERINGATAN YANG

DISERTAKAN".

Badan Pengawas Obat dan Makanan menindaklanjuti hasil pengawasan

dengan memberikan tindak lanjut, yaitu:

1. Peringatan tertulis, terdiri atas:

a. Peringatan I

Peringatan yang diberikan saat pertama kali ditemukan iklan yang tidak

memenuhi ketentuan.

Page 58: LAPORAN BPOM

58

b. Peringatan II

Peringatan yang diberikan bila peringatan I tidak dipatuhi untuk produk

yang sama dengan versi yang sama maupun berbeda.

c. Peringatan keras

Peringatan yang diberikan bila peringatan II tidak dipatuhi untuk produk

yang sama dengan versi sama maupun berbeda.

Peningkatan sanksi dari peringatan I ke peringatan II atau dari peringatan

II ke peringatan keras akan dilakukan setelah 2 (dua) kali penayangan

iklan setelah tanggal surat kepada yang bersangkutan.

2. Pelarangan beriklan untuk produk tersebut selama 6 (enam) bulan.

3. Pembatalan persetujuan pendaftaran.

G. Sampling

Badan POM sebagai otoritas pengawas obat dan makanan mempunyai

tanggung jawab pelaksanaan pengawasan obat dan makanan yang komperhensif

dari pre sampai dengan post-market dalam rangka perlindungan masyarakat

terhadap penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat dan deteksi dini

kemungkinan adanya peredaran produk palsu, serta menjamin konsistensi mutu

produk yang beredar pasca pemasaran sesuai dengan spesifikasi dan standar mutu

yang ditentukan. Pengawasan post-market dan surveillance dilakukan dengan

sampling dan pengujian obat yang beredar.

Sampling merupakan pengambilan kecil dari suatu kelompok/bahan untuk

pengujian mutu. Sampling bertujuan untuk:

Menjamin konsistensi mutu produk pasca produksi sesuai dengan spesifikasi

dan standar mutu yang disetujui dalam penilaian izin edar.

Melindungi masyarakat terhadap penggunaan produk yang tidak memenuhi

syarat.

Mendeteksi sedini mungkin peredaran produk palsu.

1. Perencanaan Sampling

Perencanaan sampling berdasarkan:

a. Persentase tiap komoditas berdasarkan trend analysis.

Page 59: LAPORAN BPOM

59

Persentase tiap komoditas sampling pada tahun 2011 ialah sebagai berikut:

kosmetika sebanyak 30%, pangan sebanyak 30%, NAPZA sebanyak 20%,

obat tradisional sebanyak 14%, dan suplemen makanan sebanyak 6%.

b. Jenis atau golongan sampel tergantung dari:

1. Prioritas

Kriteria Umum

Produk yang kemungkinan memiliki resiko tinggi, baik karena

sifat zat aktifnya dan formulasinya, maupun karena label dan

atau iklannya yang menyesatkan.

Produk yang sangat diminati oleh masyarakat baik dalam skala

nasional maupun skala provinsi.

Sebagai tindak lanjut karena adanya kasus/masalah dari suatu

produk yang terbukti tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil

sampling tahun sebelumnya.

Sebagai tindak lanjut hasil inspeksi pada sarana produksi yang

belum menerapkan cara produksi yang baik.

Kriteria Khusus

Makanan yang sering diduga mengandung bahan tambahan

terlarang, beredar dalam keadaan rusak/kadaluarsa atau sering

menimbulkan masalah.

Makanan yang produsennya berada di wilayah BBPOM dan

produknya dikategorikan beresiko tinggi.

Obat anti tuberkulosis, narkotika dan psikotropika, obat

pelayanan publik. Obat generik yang utamanya produksi

industri farmasi swasta, obat yang perlu diuji sterilitas dan

potensi, obat yang sering ditemukan pada dokter praktek

(dispensing) atau mantri.

Produk antinyamuk bakar yang diduga mengandung ortokloro-

dipropil-eter.

Produ k yang sangat sensitif terhadap faktor suhu, cahaya

maupun goncangan.

Page 60: LAPORAN BPOM

60

Produk dengan iklan yang berlebihan dan menyesatkan.

Obat tradisional produksi dari daerah tertentu.

Kosmetik yang dibatasi kadar zat aktifnya dan dibatasi

pemakaiannya, juga yang menggunakan etanol dalam sediaan

parfum atau adstringent.

Makanan yang merupakan khas daerah atau sering

menimbulkan masalah keamanan pangan, dan yang sering juga

diduga mengandung bahan tambahan terlarang, beredar dalam

keadaan rusak/kadaluarsa.

Makanan yang keberadaannya merupakan program nasional,

seperti garam beryodium, tepung terigu, dan makanan

pengganti air susu ibu.

Makanan jajanan anak sekolah yang dijual di lingkungan

sekolah.

Bahan berbahaya berupa produk yang memiliki kemasan

pangan/peralatan makan impor dan mainan anak usia sampai

dengan 3 tahun.

Bahan kimia (bahan baku) diduga berbahaya dan terlarang

dalam pangan, serta pestisida terlarang.

2. Kemampuan laboratorium meliputi kesiapan metode analisis, alat,

baku pembanding, dan pereaksi.

2. Pelaksanaan Sampling

Pengambilan contoh dilakukan dengan membeli obat, obat tradisional,

pangan, kosmetika, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang

beredar di masyarakat atau diambil langsung dari sarana produksi atau distribusi

oleh seksi pemeriksaan. Sampel suatu produk diambil dari beberapa nomor batch.

Jumlah sampel minimal cukup untuk dilakukan 3 (tiga) kali pengujian lengkap.

Sampling dilaksanakan berdasarkan pedoman sampling tahunan yang

dibuat oleh BPOM dengan prioritas yang dipaparkan di atas juga berdasarkan

kejadian luar biasa (terjadi suatu kasus yang mempengaruhi keamanan masyarakat

di bidang obat dan makanan) ataupun melalui pengaduan yang diterima oleh

Page 61: LAPORAN BPOM

61

BBPOM terhadap komoditas yang harus diawasi, kemudian BBPOM membuat

rencana pelaksanaan (renlak) bulanan sebagai pedoman sampling. Prosedur

sampling :

a. Membuat surat tugas dan menyiapkan dokumen.

b. Pengambilan sampel.

c. Pelaksanaan pengambilan sampel sesuai dengan yang sudah direncanakan.

d. Pencatatan, penandaan sampel, dan membuat bukti tanda terima.

e. Pemberian nomor data contoh.

f. Penyerahan sampel ke bidang pengujian.

Untuk produk yang telah diuji dan ternyata tidak memenuhi syarat, maka

segera ditindak lanjuti berdasarkan instruksi BPOM.

1. Sampling Obat, NAPZA

Kriteria Obat yang disampling:

a. Obat yang banyak beredar.

b. Bentuk sediaan beresiko.

c. Obat esensial.

d. Obat program.

e. Obat yang tidak memenuhi syarat (TMS) pada tahun sebelumnya.

f. Obat yang sering dipalsukan.

g. Khususnya narkotika, psikotropika, dan prekursor yang rawan

dideversifikasikan/Bahan Kimia Obat (BKO).

Berdasarkan jenisnya sampling dikelompokkan sebagai berikut:

a. Sampling Compliance

Berguna untuk melihat kepatuhan produsen.

Semua parameter diuji lengkap sesuai Farmakope Indonesia IV atau

referensi standar lain.

Pengujian yang dilakukan: uji identifikasi, penetapan kadar, uji

disolusi, uji keseragaman bobot/keseragaman kandungan, pH, uji

volume terpindahkan, uji senyawa sejenis, uji parameter lain sesuai

monografi (termasuk pengujian secara mikrobiologi).

Page 62: LAPORAN BPOM

62

Uji vaksin dan uji kandungan babi pada cangkang kapsul dirujuk ke

laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).

b. Sampling Surveilance

Untuk melihat legalitas suatu produk.

Pengujian yang dilakukan terbatas pada uji identifikasi dan uji kadar.

Jumlah sampel lebih sedikit daripada sampling compliance.

2. Sampling Kosmetika

a. Sampling Compliance

Berdasarkan risiko (sesuai daftar lampiran pada pedoman sampling).

Cosmetic Compliance Resiko Tinggi (CCRT) untuk melihat kepatuhan

produsen dengan tidak menambahkan bahan yang dilarang ke dalam

kosmetika. Contoh sampel: pemutih, perona pipi (blush on).

Cosmetic Compliance Iklan (CCIK), untuk produk yang sering

diiklankan seperti sabun dan sampo.

Produk kosmetika dari produsen yang telah menerapkan CPKB.

Produk kosmetika dari produsen yang belum menerapkan CPKB.

b. Sampling Surveilence

Untuk mendeteksi secara dini produk kosmetika yang diduga

mengandung bahan berbahaya/dilarang.

CSRT (Cosmetic Surveilance Resiko Tinggi), untuk kosmetika

beresiko tinggi seperti pemutih dan perona pipi (blush on).

Kosmetika yang diproduksi/diimpor oleh perusahaan yang pernah

melakukan pelanggaran mutu, keamanan dan manfaat, serta produsen

yang berasal dari Cina dan Taiwan.

3. Sampling Obat Tradisional (OT)

a. Sampling Compliance

OT produksi Cilacap, Banyumas, Purwokerto, dan Banyuwangi.

OT dengan klaim khasiat stamina/sehat pria.

OT dengan klaim khasiat pelangsing.

b. Sampling Surveilence

OT impor

Page 63: LAPORAN BPOM

63

OT dalam negeri

Sampling di sarana produksi

OT yang produsennya telah mendapatkan sertifikat CPOTB.

4. Sampling Pangan

a. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Sasaran sampling PJAS adalah pedagang yang berjualan di sekitar Sekolah

Dasar (SD). Sampling PJAS ada 2 jenis, yaitu:

Sampling PJAS biasa

Sampel diambil dari pedagang yang berjualan di sekitar SD, kemudian

diuji pada laboratorium pangan dan mikrobiologi BBPOM. Pengujian

biasanya meliputi: uji bahan berbahaya/dilarang (seperti: pewarna, formalin,

boraks), bahan pemanis, pengawet, uji cemaran mikroba, dan uji mikroba

spesifik. Bila hasil pengujian di laboratorium BBPOM menunjukkan sampel

TMS, pedagang diberikan pembinaan oleh BBPOM. Kesulitan sampling biasa

adalah tempat berjualan pedagang tersebut sering berpindah-pindah sehingga

sulit dilakukan pembinaan bila ditemukan jajanan TMS.

Sampling PJAS disertai Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Kegiatan sampling ini dilakukan menggunakan mobil sampling keliling.

Pengujian dilakukan langsung di tempat. Jika hasil pengujian sampel TMS,

pembinaan kepada pedagang yang bersangkutan dapat dilakukan di tempat.

b. Program Pemerintah

Garam

Tepung terigu

c. Sampel Rutin

Dikarenakan jumlah produk sampling rutin yang beredar sangat banyak

dan beragam, maka rencana pelaksanaan sampling disusun berdasarkan jumlah

jenis sampel yang ditentukan oleh BPOM melalui pedoman sampling yang

disusun setiap tahun kemudian didiskusikan bersama bidang pengujian untuk

dibuat perencanaan jenis dan jumlah produk yang di-sampling berdasarkan

prioritas tertentu, perencanaan tahunan diturunkan dalam perencanaan bulanan

Page 64: LAPORAN BPOM

64

dan disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan supervisi agar tim sampling dapat

bergerak bersama tim supervisi.

3. Pelaporan Sampel

Alur pelaporan sampel dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Alur Pelaporan Sampel

H. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

PPNS yaitu Pegawai Negeri Sipil yang telah lulus mengikuti pendidikan

dan pelatihan yang diselenggarakan oleh BPOM bersama POLRI, serta

memperoleh surat keputusan dari Kementrian Hukum dan HAM untuk dapat

menjalankan tugasnya sebagai Penyidik.

Dasar hukum penyidikan yaitu UU RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, Keputusan Bersama Menkes dan Menpan, serta Undang-Undang

Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 189.

Berdasarkan Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana:

Bidang Rikdik

PPOMN/ Deputi

Pihak ke-3

Penguji

Kepala Bidang Pengujian

Manajer Administrasi

(MA)

Penyelia

Kepala BBPOM

Page 65: LAPORAN BPOM

65

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik

Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik

untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Menurut UU No. 8 Tahun 1981, penyidik dibagi menjadi dua yaitu

Penyidik POLRI dan Penyidik PNS. Perbedaan kedua penyidik dapat dilihat pada

Tabel berikut:

Tabel 3.1. Perbedaan Penyidik POLRI dan Penyidik PNS

Penyidik Polisi PNS

Menyidik semua perkara atau secara

umum

Bekerja sesuai dasar hukumnya,

yaitu Undang-undang Kesehatan

Berhak melakukan penahanan Tidak berhak melakukan penahanan

Boleh melakukan penyelidikanTidak boleh melakukan

penyelidikan

Latar belakang prosedur tetap penyidikan tindak pidana di bidang

pengawasan obat dan makanan:

1. Informasi tentang terjadinya suatu peristiwa tindak pidana di bidang

produk terapetik, produk biologi, narkotika, psikotropika, prekusor, zat adiktif,

makanan minuman, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, bahan

berbahaya, dan produk komplemen antara lain berasal dari laporan/ pengaduan

masyarakat dan hasil inspeksi serta observasi terhadap sarana/ tempat kejadian

perkara.

Page 66: LAPORAN BPOM

66

2. Untuk menelusuri kebenaran informasi dimaksud, harus dilakukan

investigasi (penyelidikan) guna memastikan unsur-unsur tindak pidana di

bidang produk terapetik, produk biologi, narkotika, psikotropika, prekusor, zat

adiktif, makanan minuman, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, bahan

berbahaya, dan produk komplemen yang perlu ditindaklanjuti dengan

Penyidikan/ Pro Justitia.

Tujuan penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan:

1. Mencari, menemukan, mengumpulkan dan menganalisis informasi/ bahan

keterangan dan alat-alat bukti berupa petunjuk, dokumen, komoditi dan

tersangka dari peristiwa tindak pidana di bidang produk terapetik, produk

biologi, narkotika, psikotropika, prekusor, zat adiktif, makanan minuman, obat

tradisional, kosmetika, alat kesehatan, bahan berbahaya, dan produk

komplemen.

2. Agar informasi/ bahan keterangan dan alat-alat bukti yang ditemukan pada

investigasi memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai bukti awal dilakukannya

proses Pro Justitia.

3. Untuk mengungkap modus operandi, aktor intelektual serta luasnya

jaringan kegiatan tindak pidana tersebut.

Page 67: LAPORAN BPOM

67

Gambar 3.2. Mekanisme Proses Penyidikan Tindak Pidana (Berdasarkan

KUHAP)

Langkah-langkah Pro Justitia berdasarkan Petunjuk Teknis Penyidikan

bagi PPNS Badan POM:

1. Melaksanakan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) dan dituangkan

dalam Berita Acara (BA).

2. Melaksanakan penggeledahan dan dituangkan dalam Berita Acara (BA).

3. Melaksanakan penyitaan barang bukti dan dituangkan dalam Berita Acara

(BA).

4. Meminta persetujuan/ penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat atas

tindakan penggeledahan.

5. Meminta persetujuan / penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat atas

tindakan penyitaan.

6. Melaksanakan penyisihan barang bukti untuk pengujian secara laboratorium

dan dituangkan dalam Berita Acara (BA) bila diperlukan.

7. Melaksanakan gelar perkara pelanggaran tindak pidana, bila diperlukan.

8. Membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa

penuntut umum melalui penyidik POLRI.

JPU

PN

Page 68: LAPORAN BPOM

68

9. Memanggil para saksi dan ahli.

10. Melaksanakan pemeriksaan para saksi dan ahli dan dituangkan dalam Berita

Acara (BA).

11. Memanggil para tersangka.

12. Melaksanakan tindakan lain sesuai ketentuan KUHAP.

13. Menyelesaikan administrasi penyidikan menjadi Berkas Perkara.

14. Menyerahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum melalui penyidik

POLRI untuk diteliti kelengkapannya.

15. Melaksanakan koordinasi fungsional kepada penyidik POLRI dan Jaksa

Penuntut Umum untuk melengkapi Berkas Perkara, sesuai petunjuk Jaksa

Penuntut Umum (P18), (P19) sampai Berkas Perkara dinyatakan lengkap

(P21).

16. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Jaksa

Penuntut Umum.

17. Menghadiri sidang perkara di Pengadilan Negeri setempat sebagai saksi

petugas atau ahli.

Sebelum dilakukan penyidikan, untuk memastikan bahwa sumber informasi

tentang adanya tindak pidana yang didapatkan benar terjadi, maka dilakukan

penyelidikan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Penyelidikan

dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Penyelidikan terbuka: Identitas BPOM sudah diketahui, bisa langsung

melakukan penyitaan, pembuatan BAP.

2. Penyelidikan tertutup (under cover): Identitas BPOM tidak diketahui, tidak

bisa langsung melakukan penyitaan harus membuat BAP dulu untuk

penyitaan.

Setelah dilakukan penyelidikan, jika sudah A1 artinya sudah terjadi tindak

pidana, maka dilakukan penyidikan untuk mengumpulkan barang bukti. Secara

teknis proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh PPNS Badan POM

pada prinsipnya seperti proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh

penyidik POLRI. Perbedaan terletak pada kewenangan masing-masing yaitu

kewenangan PPNS Badan POM (dulu Dirjen POM) diatur dalam KUHAP dan

Page 69: LAPORAN BPOM

69

Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M.04.PW.07.03 tahun 1984, sedang

kewenangan penyidik POLRI pada dasarnya diatur dalam KUHAP. Dengan

disahkannya Keputusan Bersama Antara POLRI dan Badan POM No. Pol.:

Kep/20/VIII/2002 tentang peningkatan hubungan kerjasama dalam rangka

pengawasan dan penyidikan kedua belah pihak telah diperjelas.

Gambar 3.3. Proses Jalannya Berkas Penyidikan Badan Pengawas Obat dan

Makanan

Berikut jenis-jenis berkas yang harus dilengkapi saat penyerahan berkas ke

kejaksaan:

1. Sampul Berkas Perkara

2. Daftar isi

3. Resume

4. Laporan Kejadian

5. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

6. Berita Acara Pemeriksaan Saksi I

Page 70: LAPORAN BPOM

70

7. Berita Acara Pemeriksaan Saksi II

8. Berita Acara Pengambilan Sumpah/ Janji Saksi atau Ahli

9. Berita Acara Pemeriksaan Ahli

10. Surat penunjukkan Penasehat Hukum

11. Surat Pernyataan Tidak Menggunakan Penasehat Hukum

12. Berita Acara Penolakan untuk didampingi Penasehat Hukum

13. Berita Acara Pemeriksaan Tersangka

14. Berita Acara Penggeledahan

15. Berita Acara Penyitaan

16. Berita Acara Pembungkusan/ Penyegelan Barang Bukti

17. Surat Panggilan Tersangka

18. Surat Perintah Tugas

19. Surat Perintah Penggeledahan

20. Surat Perintah Penyitaan

21. Surat Perintah Penyidikan

22. Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti

23. Surat Permohonan Persetujuan Penggeledahan

24. Surat Permohonan Persetujuan Penyitaan Barang Bukti

25. Surat Penetapan Persetujuan Penggeledahan dari Pengadilan Negeri

setempat

26. Surat Penetapan Persetujuan Penyitaan Barang Bukti dari Pengadilan

27. Negeri setempat

28. Daftar Adanya Barang Bukti

29. Daftar Adanya Tersangka

30. Daftar Adanya Saksi

3.2.2 Kegiatan di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM

a. Pendokumentasian Surat Masuk

Surat-surat yang masuk ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di

dokumentasikan dan dicatat pada buku pencatatan surat-surat masuk. Surat-surat

tersebut diurutkan berdasarkan nomor dan tanggal surat. Data-data yang

Page 71: LAPORAN BPOM

71

dimasukkan, antara lain nomor surat, tanggal surat, asal surat, dan perihal surat.

Kegiatan ini bertujuan untuk merapihkan dan mengarsipkan surat-surat yang

masuk ke dalam BBPOM Bandung, sehingga apabila suatu ketika surat-surat

tersebut dibutuhkan dapat ditemukan dengan mudah. Surat masuk dan

pembukuannya dikelompokkan berdasarkan jenis dan komoditi.

b. Pendokumentasian Surat Keluar

Surat-surat yang keluar dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan

di dokumentasikan dan dicatat pada buku pencatatan surat-surat masuk. Surat-

surat tersebut diurutkan berdasarkan nomor dan tanggal surat. Data-data yang

dimasukkan, antara lain nomor surat, tanggal surat, asal surat, dan perihal surat.

Kegiatan ini bertujuan untuk merapihkan dan mengarsipkan surat-surat yang

keluar ke dalam BBPOM Bandung, sehingga apabila suatu ketika surat-surat

tersebut dibutuhkan dapat ditemukan dengan mudah.

c. Pemeriksaan Langsung Sarana Produksi dan Distribusi

Mahasiswa PKPA berkesempatan untuk turun langsung ke lapangan

bersama Tim dari Seksi Pemeriksaan Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

BBPOM Bandung. Pemeriksaan dilakukan terhadap sarana produksi dan

distribusi di daerah Kota Bandung. Setiap tim dipimpin oleh ketua tim yang

bertanggung jawab selama kegiatan pemeriksaan berlangsung. Lamanya waktu

pemeriksaan disesuaikan dengan kondisi saran produksi atau distribusi yang

diperiksa dan faktor lain.

Beberapa dokumen yang perlu dipersiapkan untuk pemeriksaan,

diantaranya Surat Tugas, Form Berita Acara Pemeriksaan, Form Pemeriksaan

untuk masing-masing sarana, serta dokumen lainnya. Setiap dokumen telah

disahkan sebelumnya seperti pengesahan dan penandatanganan Surat Tugas oleh

Kepala Balai, serta dengan memberi cap Badan POM pada setiap form

pemeriksaan. Sarana produksi dan atau distribusi obat, obat tradisional, kosmetik,

produk komplemen dan pangan serta sarana pelayanan kesehatan yang akan di

periksa berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah disusun sebelumnya,

sehingga petugas dapat langsung mendatangi lokasi.

Page 72: LAPORAN BPOM

72

Tujuan dari kegiatan pemeriksaan adalah untuk melindungi masyarakat

dari produk substandar atau produk ilegal/palsu serta untuk memastikan bahwa

produsen dan distributor sudah memenuhi standar pengelolaan produk sesuai

dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Laporan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetik “D”

Petugas : Ibu Evi

Ibu Lina

Asep Nurrahman (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Supervisi Rutin

Hasil Pemeriksaan :

Penyimpanan produk-produk kosmetik tercampur dengan produk-

produk yang lain

Sudah dilakukan pengendalian hama secara berkala untuk menjaga

kualitas mutu produk yang disimpan

Sistem distribusi barang yang digunakan yaitu FIFO (First In First

Out)

Penyimpanan produk yang sudah expired dipisahkan dan diberi

keterangan

Area penyimpanan kurang bersih dan terlihat banyak sampah dan debu

Pengadaan barang dari pusat

Suhu yang tidak terkontrol, dikhawatirkan akan mempengaruhi mutu

produk

2. Pemeriksaan Sarana Apotek “H”

Petugas : Ibu Mimin

Ibu Rani

Ika Isaura S (Mahasiswa PKPA)

Reza Ghozaly (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Supervisi Rutin

Hasil Pemeriksaan :

a. Bangunan

Page 73: LAPORAN BPOM

73

Terdapat nomor Surat Izin Apotek dan masih berlaku

Bekerja sama dengan dokter kulit yang praktek di apotek tersebut

b. Perlengkapan

Alat timbang tersedia

Tersedia tempat untuk meracik

c. Personalia

Di Apotek tersebut terdapat Apoteker Pemilik Apotek dan Asisten

Apoteker

d. Administrasi

Sistem administrasi diolah secara manual

Pengarsipan resep sudah baik (dikumpulkan per bulan dan secara

berurutan)

Faktur disimpan sesuai urutan tanggal datangnya barang

Tidak terdapat kartu stock

e. Pengadaan

Pengadaan berasal dari PBF resmi dan Apotek lain

f. Pendistribusian

Menerima pembelian obat resep dari dokter yang praktek di apotek, obat

bebas, dan obat bebas terbatas

g. Penyimpanan

Penyimpanan obat di rak sesuai bentuk sediaan dan disusun secara

alfabetis.

h. Lain-lain

Tidak menyediakan obat golongan narkotik dan psikotropika

Terdapat buku pustaka seperti Farmakope Indonesia, ISO, Buku

Perundang-undangan, MIMS di apotek.

Telah disita sebanyak 9 macam produk kecantikan yang tidak memiliki

izin edar.

3. Pemeriksaan Pasar “A”

Petugas : Ibu Mimin

Ibu Rani

Page 74: LAPORAN BPOM

74

Reza Ghozaly (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Supervisi Rutin

Melakukan inspeksi ke sejumlah penjual kebutuhan sembako dengan

merahasiakan identitas sebagai petugas BBPOM Bandung. Hal ini

menghindari dari usaha-usaha penghilangan barang bukti oleh penjual.

Inspeksi dilakukan dengan cara membeli sampel yang terdiri dari : abon,

dendeng, cuka, mie basah,mie gepeng, baso, air minum dalam kemasan, dan

bermacam-macam kerupuk dari berbagai toko dan merek masing-masing

berjumlah 8 buah.

4. Pemeriksaan Sarana Apotek “B”

Petugas : Ibu Mimin

Ibu Rani

Reza Ghozaly (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Supervisi Rutin

Hasil Pemeriksaan :

a. Nomor izin

Nomor izin yang dipakai telah diperbaharui.

b. Bangunan

Luas bangunan kurang memadai

c. Personalia

Apoteker pengelola apotek berada di tempat.

d. Produk

Apotek tersebut memajang obat-obat sesuai dengan aturan.

e. Administrasi

Stok barang dicatat baik untuk golongan obat bebas, obat bebas terbatas,

obat keras, dan narkotika dan psikotropika.

f. Pendistribusian

Produk dijual sesuai aturan.

g. Penyimpanan

Penyimpanan barang di rak kurang rapi

Tidak adanya pencatatan suhu dan kelembaban.

Page 75: LAPORAN BPOM

75

h. Lain-lain

Terdapat buku pustaka seperti Farmakope Indonesia, ISO, Buku

Perundang-undangan, MIMS di apotek.

5. Pencarian Sarana Produksi IKOT “B”

Petugas : Ibu Lina Karlina.,S.Si.,Apt.

Ibu Evie

Nela (Mahasiswa PKPA)

Hasil Pemeriksaan :

Ternyata dari hasil pemeriksaan nama IKOT tersebut fiktif, karena sudah

ditanyakan kepada ketua RT setempat bahwa tidak terdapat IKOT seperti

diatas.

6. Pemeriksaan Sarana Distribuasi Toko Jamu “X”

Petugas : Ibu Lina Karlina.,S.Si.,Apt.

Ibu Evie

Nela (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Pemeriksaan rutin

Hasil Pemeriksaan :

a. Pengadaan

Terdapat faktur

b. Penjualan

Terdapat bon (bukti penjualan

c. Penyimpanan

Penyusunan barang sesuai bentuk sediaan

Penyusunan barang sesuai sediaan

7. Pemeriksaan Pasar Swalayan “A”

Petugas : Ibu Lusi

Ibu Evita

Deny Sudarno (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Pemeriksaan sampel rutin

Hasil Pemeriksaan :

Page 76: LAPORAN BPOM

76

Penyimpanan produk-produk tidak sesuai dengan tempatnya dan

bercampur dengan produk-produk lain yang mengandung zat-zat kimia

Sudah dilakukan pengendalian hama secara berkala untuk menjaga

kualitas mutu produk yang disimpan

Gudang penyimpanan sangat panas karena berada di ruangan paling

atas sehingga ditakutkan terjadi kerusakan produk

Area penyimpanan kurang bersih dan terlihat banyak sampah dan debu

8. Pemeriksaan Pabrik Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) “C”

Petugas : Ibu Lusi

Ibu Evita

Deny Sudarno (Mahasiswa PKPA)

Tujuan : Melakukan inspeksi di salah satu pabrik di Bandung

Hasil Pemeriksaan :

Air tanah yang digunakan melebihi yang ditentukan oleh dinas terkait

Pengendalian hama yang dilakukan secara berkala masih kurang baik

karena masih banyak burung-burung yang berterbangan

Gudang penyimpanan tidak sesuai dengan apa yang ada di layout

Area penyimpanan kurang bersih dan terlihat banyak sampah dan debu

Personil kurang menjaga kebersihan alat yang digunakan

Banyak yang setelah di audit tidak memenuhi persyaratan sehingga

auditor member nilai D bagi perusahaan tersebut.

Page 77: LAPORAN BPOM

77

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

Bidang pemeriksaan dan penyidikan melaksanakan tugas

pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Dari hasil kegiatan yang dilakukan di lapangan dapat diketahui bahwa :

Pada sarana distribusi obat yaitu apotek masih ditemukan produk

yang tidak memiliki izin edar, penyimpanan barang yang kurang rapi

serta luas bangunan yang tidak memadai

Pada sarana produksi IKOT keberadaannya ternyata terbukti palsu

Pada pemeriksaan pabrik AMDK diberikan nilai D oleh auditor

karena banyak yang tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku

4.2. Saran

Meningkatkan jumlah tenaga PPNS yang terdapat di Balai besar POM

Bandung untuk meningkatkan perannya dalam pengawasan dan

penyidikan

Mahasiswa PKPA seharusnya lebih banyak diikutsertakan dalam

kegiatan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi untuk menambah

pengetahuan serta menambah pengalaman

Page 78: LAPORAN BPOM

78

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. BPOM. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM. BPOM. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Indonesia. 2001. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No.1027 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta

Kementrian Kesehatan Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta

Kementrian Kesehatan Indonesia. 2009. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.659/Menkes/ SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.2522 Tahun 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik

Page 79: LAPORAN BPOM

79

Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.5.1639 tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.1745 tahun 2003 tentang Kosmetik.

Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.1380 tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tadisional yang Baik.

Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.3870 tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik.