Blok 27 Niken

download Blok 27 Niken

of 17

description

p

Transcript of Blok 27 Niken

Profesionalisme dan Bentuk Pelangaran di KedokteranIsabella Regina Nikenshi Ganggut 102012417Kelompok F3Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara no. [email protected] kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yangmengatur hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafahmasyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas ituadalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan structural. Bergelut dalam dunia kedokteran tidak cukup hanya berbekal intelegensi. Masih ada sederet kompetensi yang patut dipenuhi demi terciptanya integritas profesi. Salah satu modal utama yang wajib dimiliki dokter adalah kemampuan berkomunikasi efektif. Peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari, semakin tingginya pendidikan rata-rata masyarakat sehingga mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif, semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi,komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.Oleh sebab itu, setiap dokter diharapkan untuk dapat menjalankan pelayanannya dengan berpedoman pada prinsip etik kedokteran dan ketentuan hukum yang berlaku.

PEMBAHASANBioetika Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti akhlak, adat istiadat, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.1Etika dalam disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan teleology. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatanya itu sendiri sedangkan teleology mengajarkan untuk menilai tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya. Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya, sedangkan teleology lebih ke arah penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian).1Beauchamp dan Childress menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :1. Prinsip AutonomiPrinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien. Setiap pembuatan keputasan moral membutuhkan informasi yang rasional dan keputusan sendiri. Pada prinsip autonomi ini, tidak ada yang dapat mengatur keputusan hak pribadi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.

2. Prinsip beneficence, Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar daripada sisi buruknya. Tugas ini dianggap merupakan kompetensi pribadi dan diterima sebagai tujuan umum dari kedokteran. Tujuan ini diaplikasikan baik pada pasien dalam bentuk individu ataupun kebaikan pada komunitas. 3. Prinsip non-maleficencePrinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm. Untuk menciptakan standar yang meminimalisasi resiko merugikan pasien, maka diperlukan dukungan tidak hanya dari moral semata tetapi dari standar hukum yang berlaku pada masyarakat.4. Prinsip justicePrinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).2

Pengertian Etika, Hukum dan Disiplin KedokteranAspek EtikaSecara etimologis istilah etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti akhlak, adat istiadat, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun sebagai pihak penyelenggara kesehatan dalam segala aspek, organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-sumber hukum lain. Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut pelayanan kedokteran. Berdasarkan pada pengertian etik dan hukum, penting juga untuk diuraikan persamaan dan perbedaan antara keduanya. Persamaan yang dapat diperoleh antara keduanya adalah sebagai berikut : Merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat, Objeknya adalah tingkah laku manusia, Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak saling merugikan, Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.Perbedaan antara keduanya dapat dilihat sebagai berikut : Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum, Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun oleh badan pemerintah, Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang dan lembaran/berita negara. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan, sanksi terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan, Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang dibentuk olek Konsil Kedokteran Indonesia dan atau oleh Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), pelanggaran hukum diselesaikan oleh pengadilan, Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.Dari hasil uraian ini, dapat disimpulkan bahwa ettika kedokteran adalah pengetahuan tentang perilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah. Sedangkan hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan baik untuk pelenggara maupun penerima pelayanan kesehatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelanggaran etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, demikian pula sebaliknya pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etika kedokteran.1

Aspek HukumMenurut Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan berisi peraturan-peraturan hukum yang bertujuan untuk peningkatan derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Undang-undang ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam mencapai derajat kesehatan yang lebih baik bagi seluruh anggota masyrakat. Pasal 53 Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesi. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.Pasal 54 Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud ayat 1 ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan.Pasal 55 Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 15 Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Tindakan medis tertentu sebagaimana dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan : Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Pada sarana kesehatan tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.2

Aspek DisplinDalam undang-undang praktik kedokteran terdapat pemisahan yang jelas antara pelanggaran etik profesi dan disiplin dokter. Pelanggaran etik profesi adalah pelanggaran terhadap kode etik kedokteran yang disusun oleh IDI, sedangkan pelanggaran disiplin adalah penyimpangan terhadap standar profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi dan prosedur operasional yang di tentukan oleh sarana pelayanan kesehatan setempat. Sanksi disiplin bisa berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan tanda registrasi/izin praktek atau mewajibkan mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan.Dalam disiplin kedokteran terdapat beberapa pelanggaran seperti:1. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran Pasien mempunyai hak atas informasi tentang kesehatannya (the right to information), dan oleh karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan bahasa yang dipahami oleh pasien atau penterjemahnya, kecuali bila informasi tersebut dapat membahayakan kesehatan pasien. Informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan meliputi: diagnosis medik, tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik, alternatif tindakan medik lain, risiko tindakan medik, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Pasien juga berhak memperoleh informasi tentang biaya pelayanan kesehatan yang akan dijalaninya. Keluarga pasien berhak memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya kematian pasien, kecuali atas kehendak pasien2. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter dan memahami maknanya (well informed) sehinggapasien dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri (the right to self determination) untuk menyetujui (consent) atau menolak (refuse) tindakan medik yang akan dilakukan dokter kepadanya. Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan persetujuan (otorisasi) dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental tidak memungkinkan), maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau wali atau pengampunya (proxy). Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis atau lisan, termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik yang mempunyai risiko tinggi mensyaratkan persetujuan tertulis. Dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan persetujuan dan tidak memiliki pendamping, maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau mencegah kecacatan pasien yang berada dalam keadaan darurat, tindakan medik dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien. Dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan harus dari pihak suami/istrif.3. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam medik secara benar dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal dokter berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, maka penyimpanan rekam medik merupakan tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan4. Menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi. Penghentian (terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas indikasi medik yang mengharuskan tindakan tersebut. Penentuan tindakan penghentian kehamilan pada pasien tertentu yang mengorbankan nyawa janinnya dilakukan oleh setidaknya dua dokter.3,4

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.Di Indonesia kode etik kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah pancasila, sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Oleh karena, salah satu ciri kode etik profesi adalah disusun oleh organisasi profesi bersangkutan, maka KODEKI yang dipakai adalah yang telah diputuskan oleh PB IDI. Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) berbunyi sebagai berikut :Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.5

Hubungan Dokter-PasienJenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau rambu-rambu hubungan tersebut. Pada awalnya hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistic, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistic ini kemudian dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien dan dianggap tidak sesuai dengan perkembangan moral (orang barat) saat ini, sehingga berkembanglah teori hubungan kontraktual (sekitar tahun 1972-1975). Walaupun hubungan dokter-pasien ini bersifat kontaktual, namun mengingat sifat praktek kedokteran yang berdasarkan ilmu empiris, maka prestasi kontrak tersebut bukanlah hasil yang akan dicapai melainkan upayanya yang sungguh-sungguh.Pada hubungan dokter-pasien yang virtue based dirumuskan bahwa hubungan itu bertumbuh dan berkembang sedemikian rupa sehingga tidak ada satupun ketentuan yang ditentukan pada permulaan dapat menentukan masa depan. Baik dokter maupun pasien harus tetap berdialog untuk menjaga berjalannya komunikasi dalam rangka mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan pasien. Tentu saja komunikasi yang baik tersebut membutuhkan prinsip-prinsip moral di atas, termasuk informed consent yang berasal dari prinsip autonomy.

Hak pasien seperti: Hak atas informasi medik Hak memberikan persetujuan tindak medik Hak untuk memilih dokter atau Rumah Sakit Hak atas rahasia medik Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan serta tindakan medik Hak atas second opinion Hak untuk mengetahui isi rekam medik Hak untuk dirujuk kepda dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan kepda dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan unuk memperoleh perawatan atau tindaklanjut.

Kewajiban pasien antara lain: Kewajiban memberikan informasi medik Kewajiban menaati petunjuk atau nasihat dokter Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada sarana kesehatan Kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter Kewajiban berterus-terang Kewajiban menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya

Kewajiban dokter yang penting dalam profesi medik adalah: Kewajiban untuk bekerja sesuai dengan Standar Profesi Medik (SPM)- Bekerja dengan teliti, hati-hati dan seksama- Sesuai dengan ukuran medik- Sesuai dengan kemampuan rata-rata dibanding dengan dokter dari kategori keahlian medik yang sama- Dalam situasi dan kondisi yang sebanding dengan sarana dan upaya yang memenuhi perbandingan wajar dibandingkan dengan tujuan konkret tindakan medik tersebut. Kewajiban memberikan informasi tentang tindak medik yang akan dilakukan terhadap pasien. Kewajiban menyimpan rahasia jabatan atau pekerjaan medik. Kewajiban menolong pasien gawat darurat. Hak-hak dokter antara lain: Hak untuk menolak bekerja di luar SPM Hak untuk menolak tindakan yang bertentangan dengan Kode Etik Profesi Kedokteran Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan profesional dengan pasien Hak atas privacy Hak atas imbalan jasa Hak menolak memberikan keterangan tentang pasien di pengadilan.3

Hubungan Kesejawatan1. Merujuk pasienPada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harus merujuk pasien pada sejawat lain untuk mendapatkan saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima rujukan, sesuai dengan etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan terapi dan mengembalikannya kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu dokter penerima rujukan dapat melakukan tindakan atau perawatan lanjutan dengan persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah selesai perawatan dokter rujukan mengirim kembali kepada dokter yang merujuk.Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter dapat menyampaikan kepada pasien kemungkinan untuk dirujuk kepada sejawat lain karena alasan kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Pada saat meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi penjelasan tentang alasan, tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh usaha ditujukan untuk kepentingan pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan dalam rawat bersama harus ditetapkan dokter penanggung jawab utama.Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus mengungkapkan segala informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara tertulis serta bersifat rahasia. Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang pasien yang diketahui sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang memeriksa harus menginformasikan kepada dokter pasien tersebut tentang hasil pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting lainnya demi kepentingan pasien.2. Bekerjasama dengan sejawatDokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membedakan jenis kelamin, ras, kecacatan, agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat. Seorang dokter tidak dibenarkan mengkritik teman sejawat melalui pasien yang mengakibatkan turunnya kredibilitas sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter memberi komentar tentang suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara langsung.63. Bekerjasama dalam timAsuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin. Apabila bekerja dalam sebuah tim, dokter harus :a. Menunjuk ketua tim selaku penanggung jawabb. Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan asuhan yang diberikan.c. Menghargai kompetensi dan kontribusi anggota timd. Memelihara hubungan profesional dengan pasiene. Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar timf. Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa yang bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasieng. Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim, serta menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan kekurangan timh. Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara terbuka dan sportif.4. Mengatur dokter penggantiKetika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti serta mengatur proses pengalihan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti. Dokter pengganti harus diinformasikan kepada pasien. Dokter harus memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter pengganti harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam asuhan medis. 5. Pendelegasian wewenangPendelegasian wewenang kepada perawat, mahasiswa kedokteran, peserta program pendidikan dokter spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dokter yang mendelegasikan tetap menjadi penanggung jawab atas penanganan pasien secara keseluruhan.6

Persetujuan Tindakan Medik Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Dalam ikatan demikianlah masalah persetujuan tindakan medik atau yang sekarang disebut persetujuan tindakan kedokteran (PTM) ini timbul. Hal ini berarti di satu pihak dokter mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan dan tindakan medik yang terbaik menurut jalan pikiran dan pertimbangannya, dan dilain pihak pasien atau keluarga pasien memiliki hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medik apa yang akan dilaluinya. Persetujuan tindakan medik merupakan terjemahan yang dipakai untuk istilah informed consent. Secara harfiah informed berarti telah diberitahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan. Sedangkan consent berarti persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, informed consent berarti persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. Yang dimaksud dengan informed atau memberi penjelasan disini adalah semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan medik apa yang akan di lakukan dokter serta hal-hal lain yang perlu dijelaskan dokter atas pertanyaan pasien atau keluarga. Berdasarkan pada pengertian dari persetujuan tindakan medik, maka persetujuan tindakan medik dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu : Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied consent)Merupakan persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Hal ini dapat berupa tindakan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium. Bentuk lain dari implied consent adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat, sedangkan dokter memerlukan tindakan segera dengan pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, dokter dapat melakukan tindakan medik yang terbaik menurut dokter. Adapun jenis persetujuan ini disebut sebagai presumed consent, yang artinya apabila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter. Dinyatakan (Expressed consent)Merupakan persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan biasa. Dalam keadaan demikian, sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian. Misalnya pemeriksaan dalam rektal ataupun vagina, dengan persetujuan secara lisan sudah mencukupi. Akan tetapi bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasif, sebaiknya didapatkan persetujuan tindakan medik secara tertulis.

Berbicara mengenai informed consent yang terpenting adalah informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Dalam Permenkes NO. 585 tahun 1989 tentang PTM, dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta. Informasi yang diberikan dalam informed consent mencakup penjelasan mengenai :

Diagnosis dan tatacara tindakan medis, Tujuan tindakan medis yang dilakukan, Alternatif tindakan lain dan risikonya, Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.Masalahnya adalah informasi mengenai apa (what) yang perlu disampaikan, kapan disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (who), dan informasi mana (which) yang perlu disampaikan. Mengenai apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi sehingga pasien dan keluarga dapat memahaminya. Hal ini mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi. Penyampaian informasi haruslah secara lisan. Adapun penyampaian formulir untuk ditandatangani pasien atau keluarga tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan dengan pasien/keluarga tidaklah memenuhi persyaratan. Mengenai kapan disampaikan (when), bergantung pada waktu yang tersedia setelah dokter memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksud. Pasien dan keluarga harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan keputusanya. Yang menyampaikan informasi (who), bergantung pada jenis tindakan yang akan dilakukan. Dalam permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif lainya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keadaan tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter lain ataupun perawat. Mengenai informasi mana (which) yang harus disampaikan dalam permenkes dijelaskan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi. Persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa dan dalam keadaan sehat mental. Untuk pasien dibawah umur 21 tahun dan pasien dengan gangguan jiwa yang menandatangani adalah orangtua/wali/keluarga terdekat. Sedangkan untuk pasien dalam keadaan tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun.1

KESIMPULANDokter P melakukan pelanggaran dalam praktek kedokteran yang dilihat dari aspek etik dan aspek disiplin serta KODEKI pasal 7c karena dokter P tidak menghormati hak pasien yaitu tidak melakukan informed consent kepada pasien sebelum melakukan tindakan.

DAFTAR PUSTAKA1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2008. h. 2-6. 2. Jacobalis S. Perkembangan ilmu kedokteran, etika medis dan bioetika. Jakarta: CV Sagung Seto; 2005. h. 175-188.3. Kertahusada AH. 2014. Pelanggaran etika kedokteran dalam hubungan dengan disiplin dan hokum. Volume 3. No. 5. http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=82098&is_local=1. April 20134. Bertens K. Etika biomedis. Yogykarta:Kanisius;2011. h.42-55.5. Pelafu J. 2015. Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran. Volume 4. No. 3. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/7952/7511. Mei 20156. Rajalahu Y. 2013. Penyelesaian pelanggaran kode etik profesi oleh kepolisisan republic Indonesia. Volume 2. No. 2. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/1573/1265. Juni 2013.1