Blansing Dan Pasteurisasi

17
Nova Nurfauziawati 240210100003 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Blansing Dalam praktikum bahan pangan dan dasar-dasar pengolahan yang dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2011 ini dikenalkan macam-macam proses termal, yaitu blansing, pasteurisasi dan pengalengan atau sterilisasi. Namun, kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini hanya dua macam proses termal, yaitu blansing dan pasteurisasi. Blansing adalah perlakuan panas yang pendek dengan air panas/uap panas sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan. Blansing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1). Dalam air mendidih, selama 1,5 – 12 menit, pada suhu 88 0 C - 99 0 C dan 2). Dalam stim pada tekanan 1 atm dan suhu 100 0 C (Tjahjadi, 2011). Tujuan dari blansing adalah a). Menonaktifkan enzim terutama polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing); b). Menghilangkan kotoran yang melekat; c). Mengurangi jumlah mikroorganisme; d). Melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan; dan e). Mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah (Tjahjadi, 2011). Pada praktikum kali ini, bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah beberapa jenis sayuran seperti kubis, wortel, buncis dan tomat. Sebelum blansing dilakukan, bahan-bahan tersebut diberikan beberapa perlakuan diantaranya pencucian dan pemotongan. Pencucian bertujuan agar bahan-bahan yang akan diblansing bersih dari kotoran. Pemotongan bertujuan agar bahan lebih mudah untuk diblansing. Blansing yang dilakukan dalam praktikum ini terdapat dua cara, yaitu blansing dengan air mendidih dan blansing dengn uap air (kukus).

Transcript of Blansing Dan Pasteurisasi

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Blansing

    Dalam praktikum bahan pangan dan dasar-dasar pengolahan yang

    dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2011 ini dikenalkan macam-macam

    proses termal, yaitu blansing, pasteurisasi dan pengalengan atau

    sterilisasi. Namun, kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini hanya dua

    macam proses termal, yaitu blansing dan pasteurisasi.

    Blansing adalah perlakuan panas yang pendek dengan air panas/uap

    panas sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan. Blansing dapat

    dilakukan dengan dua cara yaitu 1). Dalam air mendidih, selama 1,5 12

    menit, pada suhu 880C - 990C dan 2). Dalam stim pada tekanan 1 atm dan

    suhu 1000C (Tjahjadi, 2011).

    Tujuan dari blansing adalah a). Menonaktifkan enzim terutama

    polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase

    (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian

    vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai

    indikator kecukupan blansing); b). Menghilangkan kotoran yang melekat;

    c). Mengurangi jumlah mikroorganisme; d). Melenturkan jaringan hingga

    mudah masuknya ke dalam kemasan; dan e). Mengeluarkan udara dari

    jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam

    kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi

    berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih

    cerah (Tjahjadi, 2011).

    Pada praktikum kali ini, bahan yang digunakan untuk melakukan

    percobaan adalah beberapa jenis sayuran seperti kubis, wortel, buncis dan

    tomat. Sebelum blansing dilakukan, bahan-bahan tersebut diberikan

    beberapa perlakuan diantaranya pencucian dan pemotongan. Pencucian

    bertujuan agar bahan-bahan yang akan diblansing bersih dari kotoran.

    Pemotongan bertujuan agar bahan lebih mudah untuk diblansing.

    Blansing yang dilakukan dalam praktikum ini terdapat dua cara, yaitu

    blansing dengan air mendidih dan blansing dengn uap air (kukus).

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    Pengamatan mengenai blansing ini dapat dilihat pada tabel 1 sampai

    dengan tabel 5.

    Tabel 1. Blansing pada Kubis

    Pengamatan Keadaan

    Sebelum Sesudah Dikukus Sesudah Direbus

    Warna Putih kehijauan Lebih hijau / Hijau

    cerah

    Lebih hijau / Hijau

    cerah

    Aroma Khas kubis Aroma khas kubis Aroma khas kubis

    lebih menyengat

    Tekstur Tipis, licin, terdapat

    tulang daun

    Kesat, tulang daun

    menjadi lebih lunak

    Kesat, tulang daun

    menjadi lebih lunak

    Suhu Suhu kamar Sebelum: 610C

    Sesudah: 740C

    Air es awal : 150C

    Air es akhir: 150C

    Sebelum: 610C

    Sesudah: 740C

    Air es awal : 150C

    Air es akhir: 160C

    Gambar

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kubis yang telah

    diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki warna lebih cerah,

    hal ini disebabkan oleh enzim yang terdapat dalam kubis tersebut

    dinonaktifkan, terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan

    penyebab pencokelatan enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase

    yang digunakan sebagai indikator kecukupan blansing. Selain itu, kubis

    yang telah diblansing kukus maupun diblansing rebus memiliki tekstur

    yang lebih lunak. Hal ini dikarenakan blansing dapat menyebabkan

    pelenturan jaringan, sehingga kubis lebih mudah dimasukkan ke dalam

    kemasan apabila kubis tersebut akan dikemas.

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    Setelah proses blansing dilakukan, kubis dimasukkan kedalam air es.

    Alasan menggunakan air es dari pada air biasa adalah untuk

    pengkondisian agar kontak antara kubis dengan air es merata sehingga

    penurunan suhu yang terjadi pada kubis tersebut pun merata. Berbeda

    halnya dengan air. Apabila menggunakan air, kontak antara kubis dengan

    air tidak merata dan penurunan suhunya pun tidak merata. Selain pada

    kubis, blansing kukus dan blansing rebus pun dilakukan pada buncis.

    Hasil pengamatan dari blansing pada buncis dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2. Blansing pada Buncis

    Pengamatan Keadaan

    Sebelum Sesudah Dikukus Sesudah Direbus

    Warna Hijau muda, pucat Hijau cerah Hijau cerah

    Aroma Khas buncis Khas buncis Aroma khas buncis

    lebih menyengat

    Tekstur Keras (+++),

    Kulit halus (++)

    Keras (++),

    Kulit halus (+++)

    Keras (++),

    kulit halus (+++)

    Suhu Suhu kamar Sebelum: 700C

    Sesudah: 720C

    Air es awal : 140C

    Air es akhir: 140C

    Sebelum: 930C

    Sesudah: 940C

    Air es awal : 150C

    Air es akhir: 150C

    Gambar

    Pada tabel di atas terlihat bahwa tekstur buncis sebelum diblansing

    lebih kasar dari pada buncis yang sudah diblansing. Kulit buncis yang

    telah diblansing lebih halus dari pada kulit buncis sebelum diblansing.

    Hal ini disebabkan oleh pelenturan jaringan akibat blansing. Warna

    buncis baik yang sedah diblansing kukus maupun diblansing rebus lebih

    cerah dari pada buncis sebelum diblansing, karena enzim yang terdapat

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    dalam buncis dinonaktifkan. Aroma khas buncis yang diblansing rebus

    lebih menyengat dari pada aroma khas buncis yang diblansing kukus.

    Buncis yang diblansing rebus memperoleh panas lebih tinggi dari pada

    blansing kukus sehingga udara yang ada dalam jaringan buncis lebih

    banyak keluar pada saat blansing rebus dari pada saat blansing kukus.

    Suhu yang digunakan antara blansing kukus dan blansing rebus berbeda,

    suhu untuk blansing rebus lebih tinggi dari pada suhu blansing kukus.

    Selain pada kubis dan buncis, blansing juga dilakukan pada wortel.

    Blansing pada wortel ini dibagi menjadi dua, yaitu wortel yang dipotong

    dadu dan wortel yang dipotong bulat. Hasil pengamata blansing pada

    wortel yang dipotong dadu dapat dilihat pada tabel 3.

    Tabel 3. Blansing pada Wortel yang Dipotong Dadu

    Pengamatan Keadaan

    Sebelum Sesudah Dikukus Sesudah Direbus

    Warna Orange terang Orange keruh Orange keruh

    Aroma Khas wortel Khas wortel Khas wortel

    Tekstur Keras Agak lunak Agak lunak

    Kemudahan

    mengupas

    Sulit Mudah -

    Suhu Suhu kamar Sebelum: 700C

    Sesudah: 720C

    Air es awal : 140C

    Air es akhir: 140C

    Sebelum: 920C

    Sesudah: 960C

    Air es awal : 150C

    Air es akhir: 150C

    Gambar

    Berdasarkan tabel di atas, warna pada wortel sebelum diblansing

    adalah orange terang, sedangkan warna wortel baik setelah diblansing

    kukus maupun diblansing rebus menjadi orange keruh. Padahal pada

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    umumnya warna sayuran yang telah diblansing menjadi lebih cerah,

    karena enzim yang terdapat dalam sayuran tersebut dinonaktifkan

    terutama enzim polifenoloksidase yang merupakan penyebab

    pencokelatan enzimatis. Kemungkinana kesalahan yang terjadi dalam

    praktikum kali ini adalah air yang digunakan untuk merebus wortel telah

    digunakan untuk merebus sayuran lain, sehingga zat warna dari sayuran

    lain yang menempel dalam air rebusan tersebut terserap oleh wortel.

    Selain itu, dandang yang digunakan untuk mengukus wortel pun telah

    digunakan untuk mengukus sayuran lain sehingga zat warna dari sayuran

    lain yang tertinggal pada saringan dandang menempel pada wortel yang

    sedang dikukus.

    Kemudahan mengupas wortel yang telah dikukus lebih mudah dari

    pada wortel yang belum dikukus. Hal ini dikarenakan jaringan pada

    wortel menjadi lunak akibat dari blansing sehingga dapat mempermudah

    proses pengupasan. Aroma wortel dadu yang dipotong dadu baik

    sebelum diblansing maupun setelah diblansing kukus dan blansing rebus

    tetap sama, yaitu aroma khas wortel. Selain wortel yang dipotong

    berbentuk dadu, blansing juga dilakukan pada wortel berbentuk bulat.

    Pengamatan pada wortel berbentuk bulat dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4. Blansing pada Wortel Bulat

    Pengamatan Keadaan

    Sebelum Sesudah Dikukus Sesudah Direbus

    Warna Orange muda Orange cerah Orange tua dan gelap

    Aroma Khas wortel Khas wortel segar Khas wortel matang

    Tekstur Padat dan keras Lebih lentur Lebih lentur

    Suhu Suhu kamar Sebelum: 700C

    Sesudah: 750C

    Air es awal : 140C

    Air es akhir: 140C

    Sebelum: 920C

    Sesudah: 910C

    Air es awal : 150C

    Air es akhir: 150C

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    Gambar

    Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa warna wortel sesudah di

    blansing kukus menjadi lebih cerah dari pada wortel sebelum diblansing.

    Namun, warna wortel yang telah diblansing rebus menjadi berwarna

    orange lebih tua dan gelap. Selain itu, aroma wortel yang diblansing

    rebus menunjukkan aroma wortel matang sedangkan aroma wortel yang

    dikukus menunjukkan aroma wortel yang segar.

    Baik blansing kukus maupun blansing rebus menyebabkan

    pelenturan jaringan, sehingga tekstur wortel setelah diblansing lebih

    lentur dari pada wortel seelum diblanasing. Selain wortel yang dipotong

    bulat , kubis, buncis, dan wortel yang dipotong dadu, blansing kukus dan

    blansing rebus juga dulakukan pada tomat. Hasil pengamatan blansing

    pada tomat dapat dilihat pada tabel 5.

    Tabel 5. Blansing pada Tomat

    Pengamatan Keadaan

    Sebelum Sesudah Dikukus Sesudah Direbus

    Warna Merah orange Merah orange Merah orange

    Aroma Khas tomat (+++) amis Khas tomat (++)

    Tekstur Keras (++) Keras (++) Lunak (+)

    Kemudahan

    mengupas

    Sulit Agak mudah Mudah

    Suhu Suhu kamar Sebelum: 60 0C

    Sesudah: 600C

    Air es awal : 140C

    Air es akhir: 150C

    Sebelum: 920C

    Sesudah: 900C

    Air es awal : 150C

    Air es akhir: 150C

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    Gambar

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa aroma tomat sebelum

    diblansing adalah aroma khas tomat, setelah blansing kukus aromanya

    menjadi berbau amis dan setelah blansing rebus beraroma sama seperti

    sebelum diblansing yaitu khas tomat. Tomat yang diblansing rebus lebih

    mudah dikupas kulitnya dari pada tomat yang diblansing kukus dan

    tomat yang sebelum diblansing. Hal ini disebabkan karena proses

    pemanasan blansing rebus lebih tinggi dari pada blansing kukus sehingga

    panas yang diserap tomat lebih efisien. Pada tabel juga terlihat bahwa

    tomat yang direbus lebih lunak dari pada yang dikukus. Hal ini

    disebabkan karena pelenturan jaringan yang ada dalam tomat akibat

    proses blansing. Selain itu, juga karena proses perebusan lebih banyak

    menyerap air, sehingga tomat menjadi lebih lunak.

    B. Pasteurisasi Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang lebih ringan dari

    sterilisasi, biasanya suhu yang digunakan dibawah 1000C. Tujuan dari

    pasteurisasi adalah 1). Membunuh semua bakteri patogen (penyebab

    penyakit) yang umumnya dijumpai pada bahan pangan yaitu bakteri-

    bakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat; 2).

    Memperpanjang daya tahan simpan bahan panagn dengan jalan

    mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan

    pangan yang asam (pH

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan lapisan tipis disekitar

    butiran lemak kemungkinan rusak sehingga mengurangi kecenderungan

    susu membentuk krim. Selama proses pemasakan, susu harus terus

    diaduk untuk menghindari pecahnya protein susu. Setelah pemasakan,

    susu harus segera didinginkan untuk mencegah terkontaminasinya susu

    oleh bakteri. Kemungkinan kerusakan pada laktosa kasein dan unsur

    lemak sangatlah kecil, tetapi vitamin C akan mudah rusak bila tidak

    segera didinginkan. Umur simpan susu pasteurisasi tidak lama sehingga

    lebih baik disimpan dalam lemari es.

    Pada praktikum ini, susu yang digunakan dibedakan dua jenis yaitu

    susu pasteurisasi dan susu tanpa pasteurisasi. Kedua jenis susu ini

    dibedakan dalam hal penyimpanannya, yakni dalam lemari es dan dalam

    suhu ruang. Kedua susu akan memperlihatkan perbedaan dari segi aroma,

    warna dan tebal lapisan krim. Hasil pengamatan dari susu pasteurisasi

    pada suhu dapat dillihat pada tabel 6.

    Tabel 6. Susu Pasteurisasi pada Suhu Ruang (240C)

    Pengamatan Sebelum Sesudah 2 hari

    Warna Putih Terdapat 2 fase, fase bawah

    berwarna putih susu sedangkan fase

    atas berwarna putih susu yang lebih

    pekat.

    Aroma Khas susu Berbau susu basi (tengik)

    Tebal

    lapisan krim

    Belum terdapat

    lapisan krim

    0,8 cm. Warna krim lebih pekat dari

    pada warna susunya

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa setelah 2 hari, susu

    mengalami perubahan warna, aroma dan tebal lapisan krim. Semula susu

    berwarna putih, namun setelah 2 hari warna susu berubah dan terdapat 2

    fase yakni fase bawah yang berwarna putih susu dan fase atas yang

    berwarna putih susu lebih pekat dari pada fase bawah. Tekstur susu

    bagian atas menjadi menggumpal sedangkan bagian bawah tetap cair

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    karena kasein tidak terdegradasi pada temperatur proses pasteurisasi, tapi

    terkoagulasi (tergumpalkan) pada saat dididihkan dan beberapa enzim

    inaktif dan sebagian protein whey tidak larut. Aroma susu setelah 2 hari

    menjadi bau basi (tengik). Aroma susu menjadi bau basi karena pada

    penyimpanan suhu ruang lemak susu mudah sekali menyerap bau di

    sekitarnya (sifat lemak susu). Selain itu, terdapat lapisan krim setebal 0,8

    cm. Perubahan-perubahan yang terjadi pada susu ini menunjukkan

    adanya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Walaupun telah

    dipasteurisasi, tetapi bakteri tetap dapat tumbuh, namun waktu

    pertumbuhannya lebih lambat karena daya tahan simpan susu

    diperpanjang oleh adanya pasteurisasi. Selain susu pasterurisasi, susu

    tanpa pasterusisasi pun disimpan pada suhu ruang yang digunakan

    sebagai perbandingan. Hasil pengamatan pada susu tanpa pasteurisasi

    dapat dilihat pada tabel 7.

    Tabel 7. Susu Tanpa Pasteurisasi pada Suhu Ruang (240C)

    Pengamatan Sebelum Sesudah 2 hari

    Warna Putih Terdapat 3 fase. Fase paling bawah

    berwarna bening agak keruh (seperti

    air kelapa), fase kedua berwarna

    putih susu dan fase paling atas

    berwarna putih kekuningan.

    Aroma Khas susu Berbau susu basi (tengik) sangat

    menyengat.

    Tebal lapisan

    krim

    Belum terdapat

    lapisan krim

    5 6,5 cm (lapisan krim tidak

    merata)

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa susu tanpa

    pasteurisasi yang disimpang pada suhu ruang mengalami perubahan

    warna, aroma dan tebal lapisan krim setelah disimpan selama 2 hari.

    Warna susu menjadi 3 fase dari semula berwarna putih, yakni fase paling

    bawah berwarna bening agak keruh seperti air kelapa, fase kedua

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    berwarna putih susu dan fase ketiga atau fase paling atas berwarna putih

    kekuningan. Semula susu beraroma khas susu namun setelah 2 hari

    aroma susu menjadi bau basi atau tengik yang sangat menyengat karena

    lemak susu menyerap bau di sekitarnya. Selain itu terdapat lapisan krim

    yang cukup tebal. Karena lapisan krim tidak merata maka tebal lapisan

    krim tersebut berkisar antara 5 - 6,5 cm.

    Apabila dibandingkan dengan susu pasteurisasi, aroma pada susu

    tanpa pasteurisasi setelah dua hari lebih menyengat. Tebal lapisan krim

    pada susu tanpa pasteurisasi lebih tinggi dari pada susu pasteurisasi. Hal

    ini disebabkan bakteri susu tanpa pasteurisasi tetap bertahan sehingga

    pembusukannya lebih cepat. Sedikitnya kadar gumpalan pada susu

    pasteurisasi dimungkinkan karena selama proses pasteurisasi, sebagian

    krim susu telah mengalami penguraian dan pemecahan. Selain susu yang

    disimpan pada sushu ruang, ada pula susu yang disimpan pada lemari es

    atau suhu refrigerator. Hasil pengamatan dari susu pasteurisasi pada suhu

    refrigerator dapat dilihat pada tabel 8.

    Tabel 8. Susu Pasteurisasi pada Lemari Es

    Pengamatan Sebelum Sesudah 5 hari

    Warna Putih Terdapat 3 fase. Fase paling bawah

    berwarna putih, fase kedua

    berwarna putih kekuningan dan fase

    paling atas berwarna kuning.

    Aroma Khas susu Aroma susu

    Tebal lapisan

    krim

    Belum terdapat

    lapisan krim

    1 cm

    Tekstur Cair Lembut, lunak, susu menjadi beku

    Suhu Suhu awal : 30C Suhu akhir : 20C

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan

    pada susu setelah disimpan dalam lemari es selama 5 hari. Perubahan

    tersebut diantaranya warna susu sebelum dimasukkan ke dalam lemari es

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    berwarna putih, tapi setelah dimasukkan ke dalam lemari es selama 5 hari

    berubah warna yakni terdapat 3 fase, fase paling bawah berwarna putih,

    fase kedua berwarna putih kekuningan dan fase paling atas berwarna

    kuning. warna susu lama kelamaan menjadi putih kekuningan karena

    lemak dan karoten dalam susu terlarut dan tergumpalkan. Terdapat tebal

    lapisan krim setinggi 1 cm, dan tekstur susu pun berubah. Semula susu

    bertekstur cair, setelah dimasukkan ke dalam lemari es berubah menjadi

    lembut, lentur dan susu menjadi memadat (beku). Baik sebelum maupun

    sesudah disimpan dalam lemari es selama 5 hari aroma susu tidak

    berubah yaitu aroma khas susu. Aroma susu tetap sama kerena sebagian

    besar mikroorganisme dalam susu mati karena proses pasteurisasi

    (mikroorganisme mati pada suhu tinggi).

    Jika dibandingkan dengan susu pasteurisasi yang disimpan pada

    suhu ruang, susu pasteurisasi yang disimpan di dalam lemari es memiliki

    daya tahan simpan yang lebih lama, hal ini dapat dilihat dari perbedaan

    aroma diantara keduanya. Susu pasteurisasi yang disimpan pada suhu

    ruang selama dua hari menimbulkan bau tengik, sedangkan susu

    pasteurisasi yang disimpan pada lemari es yang disimpan selama 5 hari

    tidak menimbulkan bau tengik. Aroma susu tetap seperti susu biasa.

    Apabila dibandingkan dengan susu tanpa pasteurisasi, susu yang

    disimpan dalam lemari es tetap memiliki daya tahan simpan yang lebih

    lama. Susu tanpa pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang selama dua

    hari menimbulkan bau tengik, sedangkan susu pasteurisasi yang disimpan

    pada lemari es yang disimpan selama 5 hari tidak menimbulkan bau

    tengik. Serta lapisan krim yang terbentuk pada susu pasteurisasi yang

    disimpan pada lemari es lebih tipis dari pada susu tanpa pasteurisasi yang

    disimpan pada suhu ruang. Bakteri pada susu tanpa pasteurisasi lebih

    cepat berkembang dari pada susu pasteurisasi yang disimpan pada lemari

    es sehingga lebih cepat terjadinya pembusukan yang akhirnya

    menimbulkan bau tengik. Selain susu pasteurisasi yang disimpan pada

    lemari es, susu tanpa pasteurisasi pun disimpan didalam lemari es. Hasil

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    pengamatan dari susu tanpa pasteurisasi yang disimpan pada lemari es

    dapat dilihat pada tabel 9.

    Tabel 9. Susu Tanpa Pasteurisasi pada Lemari Es

    Pengamatan Sebelum Sesudah 5 hari

    Warna Putih Putih

    Aroma Khas susu Aroma susu tidak menyengat

    Tebal lapisan

    krim

    Belum terdapat

    lapisan krim

    1,3 cm

    Suhu Suhu awal : 40C Suhu akhir : 20C

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa warna susu tanpa

    pasteurisasi sebelum dan dedudah dimasukkan ke dalam lemari es tidak

    begitu mengalami perubahan, susu tetap berwarna putih. Aroma susu

    berubah namun tidak menyengat. Tebal lapisan krim 1,3 cm.

    Apabila dibandingkan dengan susu tanpa pasteurisasi yang di

    simpan pada suhu ruang, susu tanpa pasteurisasi yang disimpan dalam

    lemari es memiliki daya tahan simpan lebih lama. Hal ini dapat terlihat

    dari tebal lapisan krim, lapisan krim susu tanpa pasteurisasi yang

    disimpan pada suhu ruang lebih tebal dari pada susu tanpa pasteurisasi

    yang disimpan di dalam lemari es. Tebal lapisan krim susu tanpa

    pasteurisasi pada suhu ruang antara 5 6,5 cm sedangkan tebal susu

    tanpa pasteurisasi yang disimpan di dalam lemari es 1,3 cm.

    Jika dibandingkan dengan susu pasteurisasi yang disimpang pada

    suhu ruang, susu tanpa pasteurisasi yang disimpan di dalam lemari es

    memiliki daya tahan simpan yang lebih pendek. Hal ini terjadi karena

    susu tanpa pasteurisasi tidak mengalami pemanasan pada suhu 650C,

    sehingga bakteri pembusuk yang terdapat dalam susu tersebut tetap dapat

    bertahan hidup dan berkembang biak lebih cepat.

    Susu tanpa pasteurisasi jika dibandingkan dengan dengan susu

    pasteurisasi yang sama-sama disimpan di dalam lemari es selama 5 hari

    memiliki daya tahan simpan yang lebih pendek. Hal ini dapat terlihat dari

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    perbedaan tebal lapisan krim. Lapisan krim pada susu tanpa pasteurisasi

    lebih tinggi dari pada suhu pasteurisasi. Tebal lapisan krim pada susu

    tanpa pasteurisasi adalah 1,3 cm sedangkan tebal lapisan krim pada susu

    pasteurisasi adalah 1 cm. Selain itu, susu tanpa pasteurisasi pun tidak

    mengalami pemanasan pada suhu 650C sehingga enzim yang terdapat

    dalam susu tersebut tetap aktif dan bakteri pembusuk pun tetap hidup dan

    dapat berkembang biak. Pada dua susu yang disimpan pada suhu ruang,

    pembusukkan jauh lebih cepat terjadi dibandingkan dengan yang

    disimpan dalam lemari es.

    Dari keempat tabel diatas, semua susu mengalami pengendapan

    dan koagulasi susu yaitu berupa lapisan krim, karena di dalam susu

    terdapat protein susu. Protein susu ini mengendap dan terkoagulasi

    karena protein mempunyai titik isoelektrik protein dimana jika protein

    diberi pemanasan protein akan terdenaturasi (pecah) dan disimpan pada

    pH dibawah 4,6 muatan listriknya menjadi nol. Di dalam susu

    terkandung protein total 3,3%. Protein susu mengandung sembilan asam

    amino esensial yang dibutuhkan tubuh manusia. Terdapat dua kategori

    utama protein susu yang dibedakan dari sisi komposisi kimia dan sifat

    fisiknya yaitu kasein dan whey. Kasein adalah protein yang paling

    banyak tersedia di susu. Protein ini relatif tidak bisa larut dan cenderung

    membentuk struktur yang disebut misel yang meningkatkan kelarutannya

    di air. Whey adalah limbah dari pembuatan keju atau limbah pembuatan

    mentega. Whey adalah serum susu yang terdiri dari komponen utamanya

    adalah laktosa (4-7 %) dan protein (0.6 1.0 %).

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    VI. KESIMPULAN

    Sayuran yang telah diblansing, baik blansing kukus maupun blansing

    rebus umumnya memiliki warna yang lebih cerah dari pada sayuran

    sebelum diblansing.

    Untuk beberapa sayuran tertentu blansing rebus dapat mempermudah

    untuk pengupasan kulit.

    Susu pasteurisasi memiliki daya tahan simpan yang lebih lama dari pada

    susu tanpa pasteurisasi.

    Susu yang disimpan di dalam lemeri es memiliki daya tahan simpan lebih

    lama dari pada susu yang di simpan pada suhu ruang.

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    DAFTAR PUSTAKA

    Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung.

    Tjahjadi,C. dkk. 2009. Praktikum Bahan Pangan dan Dasar-Dasar Pengolahan. Universitas Padjajaran, Bandung.

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    Jawaban Pertanyaan

    A. Sterilisasi 1. Apa sebabnya menonaktifkan enzim penting dalam proses pengolahan

    sayuran dan buah-buahan?

    Jawab: Sebab inaktivasi enzim penting dalam proses pengolahan sayuran

    dan buah-buahan karena enzim mengahasilkan perubahan-

    perubahan pada bahan makanan salah satunya yaitu pencoklatan,

    perubahan flavor, aroma dan pembusukkan

    2. Faktor apa saja yang kiranya dapat memengaruhi lama blansing?

    Jawab:

    1. Suhu

    Jika suhunya tinggi maka sayuran dan buah-buahan yang telah

    diblansing tidak mudah membusuk

    2. Waktu

    Waktu blansing dapat memengaruhi kelembutan tekstur, daya

    pengupasan kulit dan kemudahan untuk memotong daging buah dan

    sayuran.

    3. Volume air

    Volume air yang banyak membuat buah dan sayuran menyerap air

    lebih banyak. Sehingga kandungan air dalam buah dan sayuran lebih

    banyak. Dan daging buah dan sayuran lebih mudah untuk dipotong.

    3. Apa keuntungan dan kerugian dari blansing menggunakan medium air dan

    uap air?

    Jawab:

    a. Mengguinakan medium air

    Keuntungan : Memerlukan waktu yang singkat karena penetrasi

    panas lebih cepat terjadi pada medium uap air

    Kerugian : Kehilangan komponen terlarut bahan

    b. Menggunakan medium uap air

  • Nova Nurfauziawati 240210100003

    Keuntungan : Kehilangan komponan terlarut bahan masih bisa

    diminimalkan

    Kerugian : Lebih sulit mencapai suhu seragam jika blanshing

    dalam jumlah banyak/berukuran besar.

    B. Pasteurisasi 1. Mengapa selama proses pemasakan harus dilakukan pengadukan?

    Jawab: Selama proses pemasakan harus dilakukan pengadukan Agar

    protein dalam susu tidak menggumpal dan dengan pecahnya

    molekul-molekul protein.

    2. Apa yang terjadi bila suhu lebih tinggi dan waktu yang sama?

    Jawab: kelebihan batas suhu akan menyebabkan timbulnya flavor susu

    masak dan lapisan tipis disekitar butiran lemak kemungkinan rusak

    sehingga mengurangi kecenderungan susu membentuk krim. Selain itu,

    yang terjadi bila digunakan suhu tinggi dan waktu yang sama adalah

    menjadi tidak efisien dan terlalu lama. Karena suhu tinggi waktu yang

    dihabiskan harusnya lebih sedikit.