total station ruide Rts 820a, harga bersaing, call irfan 085282731888
Bisinosis(RTS)
-
Upload
dimas-agung -
Category
Documents
-
view
125 -
download
6
Transcript of Bisinosis(RTS)
Bisinosis
PENDAHULUAN
Bisinosis dikenal lebih dari 100 tahun, kata bisinosis di kemukakan oleh dokter Perancis berasal
dari bahasa Yunani bysos yang berarti kain atau rami yang dihasilkan oleh tanaman kapas, hamp
atau flax. Salah satu bahaya kesehatan yang ditimbulkan karena penghisapan debu kapas, hemp
atau flax sebagai bahan dasar tekstil adalah penyakit bisinosis. Kapas adalah serat alam berasal
dari tanaman spesies Gossypium, merupakan tanaman subtropics yang lebih tahan terhadap cuaca
buruk dibandingkan dengan tanaman komersil lainnya. Tanaman ini mulai berbunga sesudah
empat bulan, mula-mula timbul bunga putih susu, kemudian berubah jadi ungu kemerahan lalu
jatuh dalam dua hari dan menjadi bola-bola kapas yang tumbuh jadi besar. Serabut putih yang
muncul dari bola kapas yang pecah disebut kapas dan sudah bisa dipetik.
Debu kapas adalah debu yang dilepas ke udara pada saat pengolahan serat kapas. Debu kapas
pada waktu panen, pengangkutan dan pengolahan tidak hanya mengandung bahan yang berasal
dari serat kapas saja tetapi tercemar oleh bahan lain dari tanaman seperti daun, ranting, biji,
berbagai organisme seperti virus, bakteri, jamur dan bahan lain dari tanah. Bisinosis disebut juga
brown lung disease, cotton bract atau cotton lung disease.
DEBU KAPAS
Pengukuran kadar debu kapas dalam lingkungan kerja dapat menggunakan alat yang disebut
vertical elutriator, dapat mengukur……………………………………………… dust sampler
(PDS) yang dapat diikat pada ikat pinggang karyawan sehingga kadar debu yang diukur lebih
banyak berhubungan dengan lama pejanan debu pada karyawan.
Debu kapas di bagi menurut ukurannya sebagai berikut :
a. Halus atau respirabel berukuran < 7 um
b. Sedang dengan ukuran antara 7 um-2mm
c. Kasar berukuran > 2 mm yang terutama terdiri dari serat kapas.
Kadar debu di lingkungan kerja ditentukan oleh beberapa faktor seperti kualiti kapas, cara
pengolahan, kecepatan mesin serta sirkulasi udara ditempat kerja. Beberapa peneliti
mempelajari hubungan antara kadar debu respirabel dan bisinosis.
Kelompok studi World Health Organisation (WHO) untuk recommended healthy based
occupational exposure limits for selected vegetable dust tahun 1983 di Geneva menemukan
ambang kadar debu respirabel berbagai jenis pengolahan kapas.
a. Pemilahan 0,5 mg/m3
b. Pemilihan 0,2 mg/m3
c. Petenunan 0,75 mg/m3
d. Kapas sisa sementara 0,5 mg/m3 (sampai ada ketentuan lebih lanjut)
e. Biji kapas sementara 0,1 mg/m3 (sampai ada ketentuan lebih lanjut)
Lama pajanan denga debu kapas juga berpengaruh terhadap prevalens bisinosis. Secara
umum pajanan debu kapas, hemp dan flax dapat menimbulkan 4 hal :
1. Rasa berat didada serta sesak napas pada hari pertama masuk kerja
2. Penurunan kapasiti ventilasi shift kerja pertama
3. Peningkatan kekerapan bronchitis yang ditandai dengan batuk persisten disertai sputum
Pekerja yang akan bekerja atau yang sudah lama…………….. memepunyai keluhan seperti
demam, nyeri sendi serta keluhan lain yang menyerupai infeksi oleh endotoksin gram
negative.
PATOGENESIS
Penyebab bisinosis sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Teori tentang mekanisme
debu kapas dapat menimbulkan gangguan saluran napas antara lain adalah teori alergi atau
imunologi, teori pelepasan histamine dan mediator lainnya, nekanisme kemotaktik, aktivasi
endotoksin serta teori enzim.
a. Teori alergi atau imunologi
Hubungan antara reaktiviti kulit dan asma menyebabkan beberapa peneliti menduga
bisinosis berhubungan dengan alergi beberapa komponen debu kapas. Reaksi imunologi
tipe I Gell dan Coombs adalah timbulnya bronkokonstriksi karena pelepasan histamine
sebagai mediator utama. Hal tersebut terjadi karena reaksi antara allergen dan antibody
jenis immunoglobulin E(IgE). Reaksi ini hanya terjadi pada sebagian orang saja yang
mampu membentuk IgE yaitu golongan orang atopic, yang juga terjadi pada asma alergi.
Mekanisme imunologis digunakan untuk menerangkan gejala bisinosis termasuk
immediate hypersensitivy (IgE mediated), pembentukan kompleks imun dan aktiviti
komplemen. Hubungan reaksi imun memerlukan waktu senitasi cukup lama, bertahun-
tahun sebelum pekerja tekstil kapas menunjukkan gejala hari Senin. Penelitian klinis
menunjukan pajanan debu kapas menimbulkan obstruksi saluran napas disertai reaksi
kulit tipe lambat, berarti penurunan VEP berlangsung perlahan-lahan
Peran kompleks imun sebagai penyebaba bisinosis belum dibuktikan. Ekstrak debu kapas
dapat mengaktivasi kaskade komplemen invitro namun pengukuran invivo komplemen
selama pergantian waktu kerja tidak menunjukkan aktivasi komplemen. Uji kulit
menggunakan ekstrak tanaman kapas memberikan hasil yang berbeda sehingga tidak
menjelaskan hubungan bisisnosis dengan alergi.
Beberapa peneliti mengajukan hipotesis bahwa bisinosis merupakan kelainan
hipersensitivi tipe III tetapi hanya sedikit penelitian ilmiah yang mendukung hipotesis ini.
Taylor dkk. Mengisolasi polifenol 5,7,3,4 tetrahidroksi flavan 3,4 diol (THF) dari ekstrak
tanaman kapas yang diduga sebagai penyebab bisinosis tetapi pada percobaan tidak
menginduksi penurunan VEP. Kutz dkk. Membuktikan hipotesis hipersensitiviti tipe III
secara lebih detail tetapi hasil penelitiannya tidak meyakinkan.
b. Teori pelepasan histamine dan mediator lainnya
Ekstrak debu kapas diduga mengandung kompleks polisakarida yang dapat menginduksi
pelepasan histamine dari trombosit dan sel mast. Antweiler tahun 1961 menjelaskan
bahwa debu kapas dapat melepaskan histamine. Percobaan dengan inhalasi ekstrak debu
kapas menunjukkan penurunan VEP. Antihistamin yang diberikan sebelum percobaan
tersebut dapat mencegah bronkokonstriksi. Kadar histamine darah meningkat pada
pekerja permintaan kapas, kadar tersebut bermakna lebih besar dari pada hari pertama
pajanan setelah absen dari pekerjaan, diduga histamine endogen dilepaskan setelah
pajanan debu kapas, kerja histamine biasanya tidak berlangsung lama.
Teori pelepasan histamine ini mempunyai kelemahan yaitu waktu tejadinya reaksi dan
perubahan pada kapasiti ventilasi tidak cukup serta tidak dapat dijelaskan hanya karena
histamine saja. Bukti penggunaan antagonis histamine tidak spesifik dan masih
dipertanyakan.
Kemungkinan mediator lain selain histamine berperan pada pathogenesis bisiinosis perlu
dipelajari lebih lanjut. Slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) diketahui tidak
saja menginduksi bronkokonstriksi tetapi juga menyebabkan kemotaktik eosinofil.
………………………………………………leukotrien C dan E sebagai erivat asam
arakidonat yang dilepaskan oleh permukaan sel leukosit polimorfonuklear (PMN), fagosit
mononuclear dan basofil mempunyai kekuatan 200-2000 kali lebih kuat dibanding
histamine dalam menginduksi kontraksi otot polos. Mediator lain yang potensial
menyebabkan bronkokonstriksi otot polos adalah faktor aktivasi platelet yang juga
berasal dari paru.
Eosinofil dan sel mast melepaskan platelet activating factor (PAF) ke jaringan paru dan
menginduksi bronkokonstriksi serta mengaktivasi eosinofil melepaskan radikal bebas
ozon. Debu kapas melepaskan 5 hydroxy tryptamine receptor agonist yang menyebabkan
penurunan platelet dalam sirkulasi pekerja pemintal kapas, bila terinduksi oleh ekstrak
debu kapas netrofil akan melepas serotonin sebagai hasil PAF.
c. Mekanisme kemotaktik
Ekstrak debu kapas dapt menggerakkan leokosit PMN ke jaringan paru melalui
mekanisme kemotaktik oleh bahan yang terdapat di dalamnya seperti polifenol,
quercetin, lancenelin. Bahan-bahan ini dapat menarik leokosit PMN ke dalam saluran
napas binatang percobaan. Pendapatlain mengatakan kemotaktik merupakan respon tubuh
terhadap inhalasi debu kapas. Pemerikasaan cairan kurasan bronkoalveolar pada
percobaan inhalasi dengan ekstrak tanaman kapas menunjukkan peningkatan leokosit
PMN pada orang normal, leokositosis yang terjadi berhubungan dengan beratnya
bronkokonstriksi.
Beberapa komponen tanaman kapas mengkin menyebabkan penarikan leokosit PMN
tetapi aktivasi komplemen C5a sebagai salah satu faktor kemotaktik yang potensial
tampaknya paing berperan dalam mekanisme ini. Faktor lain adalah interleukin-8 dan
beberapa substansi dnegan berat molekul rendah yang tedapat pada tanaman kapas.
Makrofag alveoli yang memfagosit komponen serat kapas akan teraktivasi dan
melepaskan faktor kemotaktik selanjutnya mengindukdi invasi netrofil dan sel-sel radang
lain ke saluran napas. Beberapa polifenolik, lancinilene C dan E-7 metil eter yang
diekstraksi dari ranting kapas juga sebagai faktor kemotaktik dapat menarik leukosit
polimorfonuklear.
d. Aktivasi endotoksin
Rylander dan Lundholm mendapatkan bahwa gejala bisinosisnberhubungan dengan
tingkat endotoksin yang terdapat pada debu kapas tetapi tidak berhubungan dengan
ukuran debu kapasnya. Kontaminasi kapas dengan kuman gram negative yang
mengandung substansi toksik berupa polisakarida (LPS) yang terdiri dari fraksi lipid dan
hidrofilik dapat menyababkan bisisnosis. Pajanan dengan ekstrak bahan ini dapat
menimbulkan fenomena hari Senin, menurunkan faal paru dan menimbulkan demam.
Beberapa pembuktian bahwa endotoksin menyebabkan bisisnosis adalah
1. Pengukuran kadar endotoksin dapat dideteksi pada debu kapas
2. Inhalasi endotoksin dapat menginduksi inflamasi saluran napas pada binatang
percobaan dan manusia
3. Percobaan control kadar endotoksin berhubungan dengan derajat penurunan aliran
udara pada simulais di ruang carding
4. Inhalasi endotoksinberulang menghasilkan penurunan respons saluran napas yang
hampir sama dengan yang dialami pasien bisinosis
5. Pengukuran terhadap pengurangan kadar endotoksin menurunkan insidens bisisnosis
e. Teori enzim
Beberapa peneliti menemukan enzim proteolitik berasal dari berbagai organisme seperti
Bacillus dan Aspergillus yang terdapat di dalam debu kapas. Kadar enzim proteolitik
didalam udara berhubungan dengan gejala dan tanda fisiologis pada bisinosis bila
dibandingkan dengan kadar debu kapas. Prevalens bisinosis berhubungan dengan aktiviti
protease yang terkandung diudara. Enzim ini berperan pada etiologi bronchitis kronik dan
emfisema paru yang terjadi pada pekerja kapas. Enzim proteolitik dan endotoksin diduga
bekerja sinergis. Enzim dapat bekerja melalui tiga mekanime:
a. Enzim berperan sebagai allergen dan mengakibatkan pembentukan IgE yang dapat
menimbulkan gejala asma bronchial dan rhinitis……………………
b. …………………..
c. Enzim dapat merusak jaringan secara langsung.
Tidak semua karyawan yang terpajan enzim menderita bisinosis, mungkin antiprotase
sberum alfa 1- antitrypsin (SAT) berperan dan mampu menonaktiflkan enzim
proteolitik yang dilepas makrofag atau sel PMN selama fagositosis. Defisiensi SAT
telah ditemukan pada penderita bisisnosis.
GEJALA KLINIS
Keluhan yang dapat ditimbulkan akibat pajanan sebu kapas seperti iritasi saluran nafas berupa
batuk kering yang mula-mula masih dapat hilang bila pekerja dipindahkan dari tempat berdebu.
Gambaran klinis bisinosis ditandai dengan gejala berupa rasa berat atau sempet di dada (chest
tighness), batuk dan sesak napas saat hari ertama kembali masuk kerja setelah istirahat akhir
pecan. Gejala yang timbul seperti bstuk, kering, mill fever, weaver cough bisa terjadi sendiri atau
bersamaan. Setelah batuk erring yang mempunyai hubungan dengan lama pajanan lama
kelamaan timbul dahak yang persisten pada beberapa hari selama tiga bulan atau lebih.
Mill fever atau factory fever ditandai dengan meriang, batuk, lemah, pilek pada pajanan debu
kapas pertama kali. Gejala biasanya ringan dan menghilang dalam beberapa jam tetapi dapat pula
berlangsung beberapa hari dan hllang meski pajanan tetap berlangsung. Weafer cough adalah
gejala saluran napas bseperti asma reaksi lambat tetapi disertai pans dan lemah. Hal ini terjadi
pada penenun yang menggunakan bahan kanji. Beberapa penulis membagi bisisnosis menjadi
dua yaitu :
1. Bisisnosis ……….
2. Bisisnosis kronik
Disebut dengan bentuk klasik bisisnosis dan ditandai dengan rasa berat di dada dan sesak
napas yang bertambah berat pada hari pertama masuk kerja dalam satu minggu. Awitan
gejala terjadi setelah pajanan debu kapas beberapa tahun, biasanya setelah lebih dari
sepuluh tahun dan jarang terjadi pada pekerja dengan masa kerja kurang dari 10 tahun.
Bronchitis kronik juga banyak terjadi pada pekerja tekstil katun terutama yang merokok.
Schilling membagi bisisnosis berdasarkan gejala klinis :
Derajat C 0 : tidak ada keluhan dada terasa berat atu sesak napas.
Derajat C ½ : kadang timbul perasaan dada tertekan atau keluhan akibat iritasi saluran
napas pada hari pertama kembali kerja.
Derajat C 1 : keluhan timbul setiap hari pertama bekerja
Derajat C 2 : keluhan timbul setiap hari pertama kembali bekerja dan hari kerja lain
Derajat C 3 : derajat C2 disertai gangguan atau penurunan fungsi paru yang menetap.
Sedangkan WHO membuat klasifikasi bisisnosis sebagai berikut :
Derajat B1 : rasa tertekan didada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja
Derajat B2 : rasa tertekan didada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja
selanjutnya.
FAAL PARU PADA BISISNOSIS
Occupational Safety and Health Administration (OSHA) melaporkan pajanan
debu kapas yang dapat menimbulkan penurunan VEP setelah perubahan waktu kerja
sebasar 5% atau 200 ml merupakan dugaan kuat terjadi bisinosis. Bouhuys, Gybson dan
Schilling tahun 1970 mengusulkan untuk membagi efek akut akibat pajanan debu kapas
dengan membandingkan nilai VEP sebelum dan sesudah pekerja terpajan.
Derajat F0 : tidak ada penurunan VEP dan tanda obstruksi kronik
Derajat F1/2 : efek akut ringan, terdapat penurunan VEP sebesar 5-10%, tidak ada
gangguan ventilasi
Derajat F1 : efek akut sedang, penurunan VEP sebesar 10-20 %
Derajat F2 : efek akut berat, penurunan VEP >20%
Beberapa peneliti membagi efek akut menurut penurunan VEP dalam liter seperti hasil
kesepakatan OSHA tentang bisinosis :
1. Tidak ada efek : VEP turun 0,06 liter
2. Efek akut ringan : VEP turun 0,06-0,2 liter
3. Efek akut berat : VEP turun >0,2 liter
GAMBARAN RADIOLOGIS
Gambaran radiologis paru bisinosis tidak menunjukkan kelainan yang khas. Terdapat
gambaran bronchitis dan atau emfisema bila disertai kelainan atau penyakit paru lain.
Schilling memebandingkan pekerja yang terdiri dari 15 orang bisisnosis, 15 pekerja
tekstil tanpa bisisnosis dan 15 orang normal sebagai control. Tidak ditemukan perbedaan
radiologis paru kecuali gambaran diafragma yang excursion pada kelompok bisinosis.
Baratawijaya melaporkan tidak ada kelainan radio,ogik yang khas pada pekerja yang
menunjukkan bisisnosis, obstruksi akut maupun bronchitis kronik. Penelitian Widjaja di
abrik pemintalan kapas Lawang Malang hasil foto thoraks tidak menunjukkan kelainan
sehingga disimpulkan tidak menunjang diagnosis bisisnosis.
PENGOBATAN
Penderita bisinosis yang mengalami bronkospasme diberikan bronkodilator, apabila
kelainannya berlanjut menjadi bronchitis dan emfisema maka penataleksanaan yang
diberikan saperti enyakit paru obstruksi pada umumnya. Tindakan yang paling pentinga
adalh memindahkan yang terkena bisinosis dari pabrik tekstil atau seidaknya
memindahkan dari bagian pabrik yang terkena pajanan debu kapas. Zuskin dan Bouhuys
menneliti vitamin C dan sodium kromoglikat dapat menncegah bronkokonstriksi pada
sebagian karyawan, mereka juga meneliti bahwa isoprotelenol dan beta adrenergic
memperbaiki faal paru karyawan dengan bisinosis lanjut. Bouhuys tahun 1963
menemukan bahwa penurunan VEP pada hari pertama masuk kerja atau hari Senin dapat
ihambat dengan anti histamine……………………………..obat terakhir hanya efektif
untuk jangka waktu tiga jam. Croffton dan Douglas menganjurkan pengobatan bisinosis
lanjut sama dengan bronchitis kronik.
PENCEGAHAN DAN ANJURAN
Meski kadar debu diturunkan serendah mungkin namun bisisnosis masih dapat terjadi
dengan prevalens yang masih tinggi sekitar 26,9%. Menurunkan kadar debu antara lain
dengan menutup mesin-mesin untuk opening, blowing, dan carding yang mengeluakan
bayak debu. Pemakain alat pelindung diri sepeorti respirator digunakan untuk member
proteksi sementara pada pekerja yang terpajan debu kapas di atas ambang yang
ditentukan misalnya pekerjaan dengan resiko tinggi seperti stripper, grinder yang
melakukan perbaikan mesin-mesin carding dan bukan sebagai pengganti usaha perbaikan
lingkungan kerja. Pemebrsihan kapas dengan mencuci kapas atau membersihkan dengan
uap panas sebelum diolah bertujuan untuk menghilangkan bahan pencemar yang diduga
mangandunng bahan penyebab bisinosis. Pemetikan kapas sebaikanya dilakukakn
sebelum bola kapas terbuka untuk mengurangi kejadian pencamaran oleh bahan
sekitarnya.
Pemeriksaan calon karyawan di mulai pada wktu melamar untuk bekerja dan diuji
kesehatannya. Calon karyawan yang menunjukkan gejala bronchitis kronik dan obstruksi
saluran napas atau kelainan paru lain harus dipertimbangkan resiko bahaya debu kapas
terhadap kesehatannya. Karyawan yang dierima bekerja diberi penjelasnnya tentang
bahaya debu kapas, gejala dini bisinosis, pengaruh merokok dan maksud program
pengawasan bisinosis. Pemeriksaan medis secara…………………
Control kadar debu kapas dan pencegahan di lingkungan tempat kerja perlu dilakukan
misalnya konstruksi tempat kerja atau pabrik harus didesain aman, pemeriksaan berkala
terhadap bahan bahaya dilingkunngan kerja, ada kebijaksanaan terhadap kesehatan,
keamanan dan lingkungan, penyediaan air, ruang ganti pakaian, air minum dan
sebagainya.
KESIMPULAN
1. Pajanan debu kapas untuk waktu lama pada pekerja industry tekstil katun dapat
menimbulkan penyakit saluran napas yang disebut bisinosis
2. Beberapa teori atau hipotesis menunjukan etiologi atau pathogenesis bisinosis
mungkin disebabkan multi komponen berbagai agen yang saling memperberat sat
sama lain mencakup aspek farmakologis, fisiologis dan imunologis. Teori yang paling
banyak dianut adalah karena endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri
mengkontaminasi tanaman kapas
3. Pengobatan gejala obstruksi saluran napas yang terjadi adalah dengan menggunakan
bronkodilator, apbila kelainanya berlanjut seperti terjadi bronchitis dan emfisema
pada umumnya
4. Pencegahan bisinosis dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengukuran
kadar debu kapas di ruang kerja atau dngan PDS, ventilasi ruangan yang baik,
pemeriksaan medic berkala dan sebagainya perlu dikerjakan.