Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi · PDF filebirokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara...

4
Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi (Kompas Cyber Media,6 November 2004) DALAM sebuah diskusi, sempat terlontar pernyataan bahwa sehebat apa pun pejabat politik, birokrasi yang buruk bisa dengan gampang membuat implementasi sebuah kebijakan remuk. Bagi pakar administrasi publik dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Eko Prasojo, pernyataan tersebut wajar- wajar saja muncul. Berikut petikan wawancara Kompas dengan doktor keluaran Deutsche Hochschule fur Verwaltungswissenschaften Speyer. Percakapan mengasyikkan pada awal pekan ini harus terputus karena Eko tidak mau terlalu banyak "mengorupsi" kewajiban mengajarnya. Saat perbincangan dilakukan pun, seorang mahasiswa terlihat gelisah menunggu berakhirnya wawancara. Bagaimana Anda menggambarkan birokrasi kita? Birokrasi Indonesia sebagai sesuatu yang berat, lambat, tidak kreatif, dan tidak sensitif terhadap publik. Ini yang menjadi penyebab krisis yang luas di Indonesia. Pembangunan ke depan harus diletakkan dengan reformasi birokrasi. Birokrasi harus ditata dalam konteks pembangunan karena birokrasi harus bisa menjadi instrumen pembangunan yang andal. Potret birokrasi kita termasuk keluhan lemahnya pelayanan publik? Benar. Birokrasi tidak berada dalam ruang vacuum, dia selalu merespons sesuai lingkungan yang ada. Context of history membentuk jiwa dan karakter pegawai negeri sipil. Dari dulu, menjadi birokrat dipandang sebagai kesempatan untuk dilayani, diberi upeti. Birokrasi malah bisa dibiayai oleh mafia ekonomi karena birokrat yang mengeluarkan izin mengelola hutan, lisensi, dan semacam itu. Ada kompensasi karena ada aturan yang mau ditabrak. Meskipun ada prosedur yang tidak dipenuhi, mereka bisa jalan terus karena sanggup membayar mahal kepada birokrasi. Birokrasi selalu dalam posisi yang kuat. Itu menyambung terus dari zaman penjajahan. Di era reformasi, ditambah lagi dengan bercampurnya kekuatan politik yang menjadikan birokrasi tetap dilayani masyarakat. Sekarang bagaimana menguba h paradigma itu? Dalam birokrasi itu, sudah menahun dan kritis. Biropatologi (bureaupathology) yang sering kita lihat. Seperti kleptokrasi, orang mencuri harta rakyat dengan mengatasnamakan birokrasi. Seperti kleptomania, namun mereka dilindungi dengan asas legal formal, ada legitimasinya. Masalah kronis yang lain? Distribusi pegawai tidak seimbang. Hal itu terjadi karena tidak ada standar job analysis sehingga kita bingung mau merekrut siapa. Peta jabatan bisa ribuan karena antardaerah pun tidak comparable. Sekarang, tanpa standar, perekrutan dilakukan serampangan, pola hubungan kekeluargaan dan nepotisme lebih menonjol. Soal kuantitas, rasionya mungkin harus diperjelas. Jumlah pegawai 3,6 juta relatif memadai karena rasio pegawai dengan penduduk yang optimal 50- 100. Masalahnya di sini adalah penyebaran, alokasi. Ada departemen yang kelebihan, ada yang kekurangan. Ada daerah yang kelebihan, daerah lain padahal kekurangan. Masalahnya mereka tidak transferable karena pegawai yang ada tidak comparable antara pusat dan daerah, antara daerah satu dan daerah lain. Bukan hanya karena tidak ada standar kompetensi, egoisme daerah juga menjadi masalah. Meskipun eselonnya belum sampai, bisa dikatrol, dipaksakan hanya karena dia putra daerah. Padahal, di daerah lain ada banyak orang dengan eselon yang sama tidak mendapat posisi. Ini kesalahan masa lalu, tetapi imbasnya sampai sekarang.

Transcript of Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi · PDF filebirokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara...

Page 1: Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi · PDF filebirokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara ... reformasi birokrasi, daerah yang paling tepat melaksanakannya,

Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi (Kompas Cyber Media,6 November 2004)

DALAM sebuah diskusi, sempat terlontar pernyataan bahwa sehebat apa pun pejabat politik, birokrasi yang buruk bisa dengan gampang membuat implementasi sebuah kebijakan remuk. Bagi pakar administrasi publik dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Eko Prasojo, pernyataan tersebut wajar-wajar saja muncul. Berikut petikan wawancara Kompas dengan doktor keluaran Deutsche Hochschule fur Verwaltungswissenschaften Speyer. Percakapan mengasyikkan pada awal pekan ini harus terputus karena Eko tidak mau terlalu banyak "mengorupsi" kewajiban mengajarnya. Saat perbincangan dilakukan pun, seorang mahasiswa terlihat gelisah menunggu berakhirnya wawancara. Bagaimana Anda menggambarkan birokrasi kita? Birokrasi Indonesia sebagai sesuatu yang berat, lambat, tidak kreatif, dan tidak sensitif terhadap publik. Ini yang menjadi penyebab krisis yang luas di Indonesia. Pembangunan ke depan harus diletakkan dengan reformasi birokrasi. Birokrasi harus ditata dalam konteks pembangunan karena birokrasi harus bisa menjadi instrumen pembangunan yang andal. Potret birokrasi kita termasuk keluhan lemahnya pelayanan publik? Benar. Birokrasi tidak berada dalam ruang vacuum, dia selalu merespons sesuai lingkungan yang ada. Context of history membentuk jiwa dan karakter pegawai negeri sipil. Dari dulu, menjadi birokrat dipandang sebagai kesempatan untuk dilayani, diberi upeti. Birokrasi malah bisa dibiayai oleh mafia ekonomi karena birokrat yang mengeluarkan izin mengelola hutan, lisensi, dan semacam itu. Ada kompensasi karena ada aturan yang mau ditabrak. Meskipun ada prosedur yang tidak dipenuhi, mereka bisa jalan terus karena sanggup membayar mahal kepada birokrasi. Birokrasi selalu dalam posisi yang kuat. Itu menyambung terus dari zaman penjajahan. Di era reformasi, ditambah lagi dengan bercampurnya kekuatan politik yang menjadikan birokrasi tetap dilayani masyarakat. Sekarang bagaimana menguba h paradigma itu? Dalam birokrasi itu, sudah menahun dan kritis. Biropatologi (bureaupathology) yang sering kita lihat. Seperti kleptokrasi, orang mencuri harta rakyat dengan mengatasnamakan birokrasi. Seperti kleptomania, namun mereka dilindungi dengan asas legal formal, ada legitimasinya. Masalah kronis yang lain? Distribusi pegawai tidak seimbang. Hal itu terjadi karena tidak ada standar job analysis sehingga kita bingung mau merekrut siapa. Peta jabatan bisa ribuan karena antardaerah pun tidak comparable. Sekarang, tanpa standar, perekrutan dilakukan serampangan, pola hubungan kekeluargaan dan nepotisme lebih menonjol. Soal kuantitas, rasionya mungkin harus diperjelas. Jumlah pegawai 3,6 juta relatif memadai karena rasio pegawai dengan penduduk yang optimal 50-100. Masalahnya di sini adalah penyebaran, alokasi. Ada departemen yang kelebihan, ada yang kekurangan. Ada daerah yang kelebihan, daerah lain padahal kekurangan. Masalahnya mereka tidak transferable karena pegawai yang ada tidak comparable antara pusat dan daerah, antara daerah satu dan daerah lain. Bukan hanya karena tidak ada standar kompetensi, egoisme daerah juga menjadi masalah. Meskipun eselonnya belum sampai, bisa dikatrol, dipaksakan hanya karena dia putra daerah. Padahal, di daerah lain ada banyak orang dengan eselon yang sama tidak mendapat posisi. Ini kesalahan masa lalu, tetapi imbasnya sampai sekarang.

Page 2: Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi · PDF filebirokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara ... reformasi birokrasi, daerah yang paling tepat melaksanakannya,

Khas Indonesia? Terutama khas negara berkembang. Penyakit birokrasi kita sudah puluhan tahun. Seperti hepatitis, kalau terlalu lama bisa menyebabkan sirosis, sampai pada hepatoma, kanker hati yang tidak ada obatnya lagi, sampai harus transplantasi. Kalau sudah begitu, tidak bisa lagi dilakukan parsial, harus pada semua tahapan birokrasi. Ada pendekatan incremental, ada yang radikal. Pendekatan radikal memang jarang dilakukan karena itu artinya harus memotong generasi. Menteri bagus, dirjen bagus, tetapi kalau sistem tidak berubah, tidak ada perubahan. Permainan sudah bagai gulungan api, tidak mungkin dilakukan atasan. Jika hendak mereformasi birokrasi, dari mana mulainya? Memulai reformasi bisa dilakukan dari daerah, sesuai otonomi. Reformasi birokrasi tidak akan terjadi kalau daerah tidak bergerak. Selama ini daerah tidak paham, mungkin punya maksud dan komitmen yang bagus, namun belum ditindaklanjuti. Sejauh ini kita berharap pada succes story, keberhasilan suatu daerah direplikasi di daerah lain. Masalahnya, selama masa reformasi, timbul rezim yang berbeda-beda di daerah. Perkembangan sangat bergantung pimpinan, bergantung komitmen politik pimpinan. Perlu 4C: commitment, concept, competency, dan clean. Lihat saja Bantul, Jembrana, Solok, dan Tanah Datar bisa melakukannya. Jadi, yang dilakukan pusat hanya memberikan grand design, sementara agenda setting serahkan saja pada daerah. Pusat memberi arahan. Yang terlihat di pemerintah pusat sekarang? Pemerintah pusat hanya menjadi policy agency, mestinya orangnya sedikit saja karena tugasnya hanya membuat kebijakan. Dengan otonomi, urusan lebih banyak dikerjakan di daerah. Suatu saat, di tingkat pusat muncul problem kebanyakan pegawai, sementara mereka tidak bisa ditransfer ke daerah. Sejauh ini ada semacam dendam dari orang daerah. Di daerah masih banyak pegawai, untuk apa menerima orang pusat yang dulu menganaktirikan mereka? Sekarang seperti ada kesempatan untuk menolak orang pusat karena dulu pembangunan daerah ditentukan orang pusat, sementara kondisinya sekarang terbalik. Ke depan, kementerian pun harus ramping. Salah besar jika Pak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) menambah kementerian. Itu bertentangan dengan semangat otonomi. Kalau kewenangan sudah diberikan ke daerah, untuk apa menambah di pusat? Paradigma ini harus dimiliki orang pusat. Bukan malah menambah departemen untuk akomodasi politik. Bagaimana dengan pilihan mengurangi jumlah pegawai? Yang bagus memang birokrasi yang ramping dan distribusi merata. Itu semua butuh kebijakan pemerintah pusat. Downsizing paling tidak populer, baru dilakukan pada titik ekstrem ketika kita tidak bisa menemukan cara lain. Tapi sejauh ada jalan lain, itu tidak dilakukan. Yang harus dilakukan sekarang adalah pengaturan kewenangan pusat dan daerah. Pemerintah pusat harus berani, misal dengan menyatakan perimbangan keuangan dikurangi jika mereka di daerah tidak ikut kebijakan pemerintah. Memang, mempertahankan orang lama bisa menimbulkan masalah karena mereka bisa menularkan kebiasaan lama jika daerah tidak siap dengan pembaruan. Jiwa lama, semangat lama, masuk ke sistem baru. Biropatologi itu sama menularnya dengan hepatoma. Sebaik apa pun orang, bisa ikut terjangkiti. Kita mencoba menghindari pilihan radikal karena efeknya ke banyak orang. Kalau orang dipensiun, yang pensiun bukan hanya dia, tapi keluarganya juga.

Page 3: Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi · PDF filebirokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara ... reformasi birokrasi, daerah yang paling tepat melaksanakannya,

Bagaimana dengan alternatif menaikkan gaji para pegawai? Masih sangat mungkin. Lihat saja berapa banyak kebocoran anggaran, nilai BLBI, pembobolan BNI. Kalau "mafia" dilegalkan, masih bisa uang yang ada dialirkan kepada semua pegawai secara merata. Memang tidak semua dinaikkan, harus sesuai dengan eselonisasi. Tetapi, konsekuensinya berdampak luas ke efisiensi pemerintahan. Soal berapa naiknya, memang butuh penelitian lebih lanjut. Hanya memang harus dihitung, apakah gaji yang diterima pegawai kita manusiawi? Gaji dosen tidak cukup, mana bisa serius mengajar? Kleptokrasi dilakukan di waktu mencari obyekan untuk bertahan hidup. Lihat saja di Jembrana. Mereka di sana bisa membebaskan biaya pendidikan, kesehatan, meningkatkan kesejahteraan pegawai karena ada efisiensi. Anggarannya tetap, tetapi bisa dijaga agar tidak bocor di mana-mana. Gaji pegawai tetap sama, namun insentifnya yang ditambah. Di Solok, mereka siapkan Rp 27 miliar untuk pegawai. Dengan insentif yang bagus, mereka tidak mempan diiming- imingi. Korupsi itu berkenaan dengan struktur, bukan budaya. Kalau struktur bagus, kesejahteraan mengalir dengan sendirinya. Kleptokrasi muncul juga karena ada masalah kesejahteraan meskipun uang memang bukan satu-satunya solusi. BAGI Eko yang kelahiran Kijang (Riau), 21 Juli 1970, menata birokrasi berarti mengubah paradigma. Semua itu membutuhkan kemauan politik yang kuat dan dijabarkan dalam sebuah grand strategy yang komplet. Ibaratnya, persiapan sebuah pesta pun tidak bisa dilakukan dengan seketika. Eko sendiri kecemplung dalam dunia administrasi publik dan berkutat dalam soal pemerintahan setelah sempat tidak lolos masuk seleksi Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Namun, kemudian pilihan langsung dibelokkan ke bidang administrasi publik, yang disebut suami Ceffi Jenivita dan ayah Salsabila Prasojo ini tidak akan jauh dengan soal pemerintahan yang memang diminatinya. Eko hanya tergelak ketika disentil mengenai potongan rambut crew cut- nya yang lebih identik dengan militer. "Latar belakang keluarga saya pegawai negeri, bukan tentara," kata Eko. Anda melihat ada kemauan mereformasi birokrasi? Di daerah itu sudah mulai terlihat, di tingkat pusat masih setengah-setengah. Komitmen belum penuh meskipun memang ada semangat melakukan perubahan. Kalau kita tanya ke Menneg PAN, konsepnya belum dimiliki sehingga yang dibuat deputi satu bisa kontradiktif dengan deputi lain. Kalau sejak reformasi 1998 belum ada perubahan, apakah masih bisa dikatakan ada kemauan? Kalau saya bilang, belum ada. Penyakit birokrasi kita sudah lama, sejak zaman Orde Baru. Pasca kolonialisme terjadi transisi birokrasi kita dari birokrasi kolonial menjadi birokrasi kemerdekaan. Menguatnya state disertai dengan birokrasi yang menjadi mesin penguatan state juga. Bertahun-tahun seperti itu, tidak ada perubahan. Ketika reformasi, multipartai, justru lebih berat lagi karena masing-masing partai berupaya memanfaatkan birokrasi sebagai mesin uang dan kekuasaan. Tidak heran jika pada zaman Orde Baru korupsinya 30 persen, sekarang mungkin lebih besar lagi. Reformasi tidak memberikan dampak apa-apa terhadap birokrasi, justru malah memperkuat penyakit biropatologi itu. Ibarat penyakit hati, dikasih obat tidak pas sehingga tidak berpengaruh. Tidak pasnya di mana? Kita mencoba mendesain reformasi birokrasi, tetapi masih parsial. Akibatnya ada hal-hal yang bertolak belakang. Keinginan mereformasi birokrasi tapi tidak disertai dengan netralitas birokrasi sehingga penyakitnya malah tambah berat. Pada zaman single majority Golkar, birokrasi hanya ditumpangi satu mesin politik. Pada zaman reformasi, yang

Page 4: Birokrasi Tambah Berat Pascareformasi · PDF filebirokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara ... reformasi birokrasi, daerah yang paling tepat melaksanakannya,

memegang birokrasi di daerah bermacam-macam partai, bervariasi tergantung yang menang. Dulu dari pusat A, ke daerah bisa A semua. Sekarang ini malah tidak bisa. Apa yang harus dikerjakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN)? Menneg PAN adalah policy agency, pembuat kebijakan mengenai apa saja yang harus direformasi. Ini menyangkut kelembagaan, struktur, dan sumber daya manusia. Hanya memang dalam revisi undang-undang pemerintahan daerah, kewenangan Menneg PAN jadi limitatif sekali karena hanya menentukan formasi saja. Dalam proses, mestinya Menneg PAN diberi fungsi pembinaan dan pengawasan. Ini malah digerogoti. Dalam urusan birokrasi, ada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menjadi executing agency. LAN lebih untuk riset yang berkenaan dengan reformasi. BKN ke soal kepegawaian, bagaimana perekrutan. Fungsi LAN memang tidak terlalu menonjol dalam policy yang dibuat Menneg PAN sekarang. Produk LAN belum menjadi rujukan utama dalam mengambil kebijakan. Sekarang ini kewenangan ada pada kabupaten/kota. Pusat hanya punya kewenangan mengatur, bukan melaksanakan. Departemen di pusat hanya mengatur, sementara daerah yang melaksanakan, mereka yang punya kewenangan mengurus. Kalau bicara soal reformasi birokrasi, daerah yang paling tepat melaksanakannya, sementara pegangan tetap dari pusat. Yang harus dik erjakan Menneg PAN? Yang sekarang disiapkan, rancangan undang-undang mengenai administrasi pemerintahan. Ini jadi hukum materiil yang menjadi payung hukum yang berlaku untuk semua sektor. Kita sudah mempunyai hukum formil, putusan bisa digugat lewat PTUN. Jika RUU Administrasi Pemerintahan selesai, ini membantu menghasilkan pemerintahan yang bersih dan transparan. Kalau kita masuk ke masalah pelayanan publik, semakin parah. Bagaimana hukum terhadap prosedur yang tidak sesuai dengan ketentuan? Reformasi birokrasi masih di awang-awang. Sedikit berandai -andai, apa agenda kerja Anda jika menjadi Menneg PAN sekarang? Yang terutama adalah perubahan paradigma birokrasi. Strategi reformasi birokrasi harus meliputi lima hal, yaitu struktur, proses, pengembangan sumber daya manusia, pembuatan kontrak sosial baru, dan penegakan aturan. Agenda strategi tahun pertama adalah masalah struktur. Persoalan seperti job analysis dan restrukturisasi harus diselesaikan. Tahun kedua konsentrasi pada sumber daya manusia, terkait dengan skill dan distribusi. Tahun ketiga penekanannya pada reengineering proses pelayanan masyarakat, misal dengan aplikasi teknologi informasi, one stop services. Tahun keempat, menciptakan pemerintah yang berorientasi pada masyarakat dengan membuat new contract social. Birokrasi tidak lagi hanya merupakan sumber daya yang mati, tetapi harus terus dikembangkan. Baru pada tahun kelima fokusnya pada pendekatan hukum. Kalau semua sudah dilakukan, baru benar-benar konsentrasi pada legal enforcement. Di antara semua tahapan tersebut harus ada jembatan pengawasan, pembinaan. Proses politik ini butuh commitment, concept, competency, dan clean. Tidak mungkin terjadi tanpa 4C itu. Perubahan hanya terjadi sebagai sebuah proses politik, tidak hanya dalam lingkup eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif. Reformasi birokrasi tidak terjadi kalau salah satu lingkup tadi bobrok. Kalau tetap begitu, reformasi tidak mungkin, tidak akan pernah terjadi. Tapi proses akan terus berjalan.