inovasi birokrasi

22
Reformasi Pelayanan Publik Oleh : Nu’man Bakhtiar*) ABSTRAK Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good Governance. Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan pelayanan kepada publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel. Sebaliknya, birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol masyarakat, bukan melayani. Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat meletihkan. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik yang prima. Keyword : Reformasi, Pelayanan Publik, UU No.25 tahun 2009 Latar Belakang Organisasi saat ini menghadapi perubahan lingkungan yang amat cepat, seperti perubahan politik, ekonomi, tehnologi, sosial, perubahan bisnis, dan lain-lain. Dalam konteks lingkungan organisasi yang terus berubah, maka bisa saja terjadi pengetahuan hari ini yang dapat digunakan

description

 

Transcript of inovasi birokrasi

Page 1: inovasi birokrasi

Reformasi Pelayanan Publik

Oleh :

Nu’man Bakhtiar*)

ABSTRAK

Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional

selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good

Governance. Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan

pelayanan kepada publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel. Sebaliknya,

birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol masyarakat, bukan melayani.

Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh

pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan

yang amat meletihkan. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara

berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci

yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak

terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian

pelayanan publik yang prima.

Keyword : Reformasi, Pelayanan Publik, UU No.25 tahun 2009

Latar Belakang

Organisasi saat ini menghadapi perubahan lingkungan yang amat cepat, seperti

perubahan politik, ekonomi, tehnologi, sosial, perubahan bisnis, dan lain-lain. Dalam

konteks lingkungan organisasi yang terus berubah, maka bisa saja terjadi pengetahuan

hari ini yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah organisasi saat ini akan

usang atau bahkan mungkin bisa menjadi masalah pada masa mendatang. Perubahan-

perubahan itu menuntut agar pengelolaan organisasi dilakukan dengan cara-cara yang

baru sehingga tujuan organisasi lebih efektif dalam lingkungan yang terus berubah.

Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor

kehidupan masyarakat dunia yang wujudnya dalam bentuk pergeseran cara berfikir dan

bertindak sehingga mempengaruhi semua dinamika sektor dan perilaku kehidupan

Page 2: inovasi birokrasi

masyarakat. Salah satu pergeseran berfikir tersebut adalah tuntutan bagaimana

menyediakan pelayanan publik bermutu tinggi sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan

masyarakat bangsa, yang saat ini kemudian menjadi tema sentral paradigma baru dari

pelayanan publik (Bijah Subijanto, 2007). Sementara itu berdasarkan kesimpulan Bank

Dunia dalam laporan World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance

and Desentralization Survey (GDS) 2002 ternyata menggambarkan pelayanan publik di

Indonesia masih sangat rendah.  Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di

lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mendukung kesimpulan

tersebut.

Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih

amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan

agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas

menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi.

Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering

menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih

menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan

kepastian dan kualitas pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat

terhadap pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi

pelayanan dan ketidak pastian.

Berbagai assessment yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional

selama ini, menyimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengembangkan Good

Governance (Sofian effendi, 2005; Muhammad Ray Akbar, 2008; Djoko B, 2008).

Birokrasi di Republik ini juga belum mampu menyelenggarakan pelayanan kepada

publik yang efisien, adil, responsif, dan akuntabel (SIDA, 2007; Iqra Azza, 2008; Riant

Nugroho, 2009). Sebaliknya, birokrasi kita lebih mencerminkan mindset mengontrol

masyarakat, bukan melayani (Taufiq Effendi, 2008; Agus Dwiyanto, 2008). Sementara

UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di

DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat

meletihkan.

Page 3: inovasi birokrasi

Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan

bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat

bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu

dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik

yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan

pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam

kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, dan tulisan paper berikut ini akan

berusaha untuk menjelaskan proses tersebut.

Undang-undang No 25 tahun 2009 : Momentum Reformasi Pelayanan Publik

Untuk meningkatkan kualitas  dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai  

dengan asas-asas umum pemerintahan dan  korporasi yang baik serta untuk memberi

perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di

dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK

INDONESIA, maka pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan Undang-Undang

No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Menurut UU tsb, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan  pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan 

bagi setiap warga negara dan penduduk  atas barang, jasa, dan/atau pelayanan 

administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Pelayanan Publik meliputi

pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tsb, termasuk pendidikan,

pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,  lingkungan

hidup, kesehatan, jaminan sosial,  energi, perbankan, perhubungan, sumber daya  alam,

pariwisata, dan sektor strategis lainnya. (Pasal 5 UU No 25 Tahun 2009)

Dalam melaksanakan pelayanan publik pemerintah membentuk Organisasi

Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap institusi  penyelenggara negara, korporasi,

lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan

pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan

Page 4: inovasi birokrasi

pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara

bertanggung  jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan

penyelenggaraan pelayanan.

Organisasi penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana maksud diatas,  sekurang-

kurangnya meliputi:

a. pelaksanaan pelayanan

b. pengelolaan pengaduan masyarakat;

c. pengelolaan informasi;

d. pengawasan internal;

e. penyuluhan kepada masyarakat; dan

f. pelayanan konsultasi.  (Pasal 8 UU No 25 Tahun 2009)

Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas

penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb tidak

menambah beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan dalam kerjasama tsb adalah:

a.  perjanjian kerja sama penyelenggaraan   pelayanan publik dituangkan sesuai

dengan  peraturan perundang-undangan dan dalam  pelaksanaannya didasarkan pada

standard pelayanan;

b. penyelenggara berkewajiban menginformasikan  perjanjian kerja sama kepada

masyarakat;

c.  tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada  pada penerima kerja sama,

sedangkan tanggung  jawab penyelenggaraan secara menyeluruh  berada pada

penyelenggara;

d.  informasi tentang identitas pihak lain dan   identitas penyelenggara sebagai

penanggung  jawab kegiatan harus dicantumkan oleh  penyelenggara pada tempat yang

jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan

e. penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan

sarana untuk menampung keluhan masyarakat  yang mudah diakses, antara lain

telepon, pesan  layanan singkat (short message service  (sms)),  laman (website), pos-el

(e-mail), dan kotak pengaduan.

Selain kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu

dengan pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu

merupakan kerja sama yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan

Page 5: inovasi birokrasi

penyelenggaraannya tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu,

misalnya pengamanan  pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa 

liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 UU No 25

Tahun 2009)

Dalam melaksanakan pelayanan publik, penyelenggara berkewajiban :

a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;

b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan  maklumat pelayanan;

c. menempatkan pelaksana yang kompeten;

d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang

mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;

e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan

pelayanan publik;

f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan;

g.  berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;

i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan  tanggung jawabnya

j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan

publik;

k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan  hukum yang berlaku apabila

mengundurkan diri  atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau  jabatan;

dan

l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi  untuk hadir atau melaksanakan

perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari

lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah 

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 UU No 29 Tahun

2009)

Adapun asas-asas pelayanan publik tsb adalah:

a. kepentingan umum, yaitu; Pemberian pelayanan tidak  boleh mengutamakan 

kepentingan pribadi dan/atau golongan.

b. kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam

penyelenggaraan pelayanan.

Page 6: inovasi birokrasi

c. kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras,

agama,  golongan, gender, dan status ekonomi.

d. keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan  hak harus sebanding

dengan kewajiban yang  harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun

penerima pelayanan.

e. keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang

sesuai  dengan bidang tugas.

f. partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan 

pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan

masyarakat.

g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak

memperoleh pelayanan yang adil.

h. keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses

dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

i. akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian

kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga  tercipta keadilan dalam

pelayanan.

k. ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat

waktu  sesuai dengan standar pelayanan.

l.  kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan

dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau. (Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009)

Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

a.  dasar hukum, yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

penyelenggaraan pelayanan.

b.  persyaratan, yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis 

pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.

c.  sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi

pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.

d.  jangka waktu penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan seluruh  proses  pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

Page 7: inovasi birokrasi

e.  biaya/tarif, yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam 

mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari   penyelenggara yang besarnya

ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

f.  produk pelayanan, yaitu Hasil  pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai

dengan   ketentuan yang telah ditetapkan.

g.  sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas yang diperlukan

dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi

kelompok rentan.

h.  kompetensi pelaksana, yaitu Kemampuan yang  harus dimiliki oleh pelaksana

meliputi  pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.

i.  pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan

kerja  atau atasan langsung pelaksana.

j.  penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara pelaksanaan

penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

k.  jumlah pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.

l.  jaminan pelayanan yang memberikan kepastian   pelayanan dilaksanakan sesuai

dengan standard pelayanan.

m.  jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan  dalam bentuk komitmen untuk

memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, yaitu Kepastian

memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.

n.  evaluasi kinerja pelaksana yaitu Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh

pelaksanaan   kegiatan sesuai dengan standar pelayanan. (Pasal 21 UU No 25 Tahun

2009)

Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan

publik perlu diselenggarakan sistem informasi yang bersifat nasional.  Sistem informasi

yang bersifat nasional tsb dikelola oleh menteri, dan disediakan kepada masyarakat

secara terbuka dan mudah diakses. Penyelenggara berkewajiban mengelola  system 

informasi yang terdiri atas sistem informasi  elektronik atau nonelektronik, informasi itu

sekurang-kurangnya meliputi:

a. profil penyelenggara, yaitu Profil penyelenggara meliputi nama, penanggung

jawab, pelaksana, struktur organisasi, anggaran penyelenggaraan, alamat

pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email).

Page 8: inovasi birokrasi

b. profil pelaksana, yaitu Profil pelaksana meliputi pelaksana yang bertanggung 

jawab, pelaksana, anggaran pelaksanaan, alamat pengaduan, nomor telepon,

dan pos-el (email).

c. standar pelayanan, yaitu Standar pelayanan berisi  informasi yang lengkap 

tentang keterangan yang menjelaskan lebih rinci isi  standar pelayanan tersebut

d. maklumat pelayanan.

e. pengelolaan pengaduan, yaitu Pengelolaan pengaduan merupakan proses

penanganan pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan,  dan

pengklasifikasian sampai dengan kepastian penyelesaian pengaduan.

f. penilaian kinerja, yaitu Penilaian kinerja merupakan hasil pelaksanaan

penilaian penyelenggaraan pelayananyang dilakukan  oleh penyelenggara

sendiri, bersama dengan pihak lain, atau oleh pihak lain atas permintaan

penyelenggara  untuk mengetahui gambaran kinerja pelayanan dengan

menggunakan metode penilaian tertentu. (Pasal 23 UU No 25 Tahun 2009)

Untuk kebutuhan biaya/tarif pelayanan publik, pada dasarnya  merupakan tanggung

jawab negara dan/atau masyarakat. Apabila dibebankan kepada masyarakat atau

penerima pelayanan, maka penentuan biaya/tarif pelayanan publik tsb ditetapkan

dengan persetujuan Dewan Perwakilan  Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi,  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota  dan berdasarkan

peraturan perundang-undangan. (Pasal 31 UU No 25 Tahun 2009)

Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal  dan

pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan  publik dilakukan

melalui pengawasan oleh atasan langsung sesuai  dengan peraturan perundang-

undangan; dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai  dengan peraturan

perundang-undangan.

Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:

a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik;

b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

dan

c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 35 UU No

25 Tahun 2009)

Page 9: inovasi birokrasi

Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana  pengaduan dan menugaskan

pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban

mengumumkan nama  dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana

pengaduan yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan  yang

berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,  dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 

Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu. Penyelenggara berkewajiban

menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tsb. (Pasal 36 UU No 25 Tahun 2009)

Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik, apabila;

a.  penyelenggara yang tidak melaksanakan  kewajiban dan/atau melanggar larangan;

b.  pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.

Pengaduan tsb ditujukan kepada penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan  Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 40 UU No 25 Tahun 2009)

Pengaduan seperti dimaksud diatas diajukan oleh setiap orang yang dirugikan

atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan tsb dilakukan

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam

pengaduannya, pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan

tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.

Pengaduan yang disampaikan secara tertulis harus memuat:

1. nama dan alamat lengkap;

2. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian

kerugian material atau immaterial yang diderita;

3. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan

4. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan. (Pasal 42 UU No 25 Tahun

2009)

Pengaduan tertulis tsb dapat disertai dengan bukti -bukti sebagai  pendukung

pengaduannya.  Dalam hal pengadu membutuhkan dokumen  terkait dengan

pengaduannya dari penyelenggara  dan/atau pelaksana untuk mendukung 

pembuktiannya itu, penyelenggara dan/atau pelaksana wajib memberikannya. (Pasal 43

UU No 25 Tahun 2009)

Page 10: inovasi birokrasi

Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh

masyarakat paling lambat  14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang

sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan

tertulis tsb. Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu  melengkapi materi

aduannya selambat- lambatnya  30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima 

tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman   sebagaimana  diinformasikan oleh

pihak penyelenggara dan/atau ombudsman.  Dalam hal berkas pengaduan tidak

dilengkapi  dalam waktu tsb, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya. (Pasal

44 UU No 25 Tahun 2009)

Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan  melawan hukum dalam

penyelenggaraan pelayanan  publik sebagaimana diatur dalam undang-undang 

pelayanan publik, masyarakat dapat mengajukan gugatan  terhadap penyelenggara ke

pengadilan. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak  menghapus kewajiban

penyelenggara untuk  melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara.

Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tsb, dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. (Pasal 52 UU No 25 Tahun 2009)

Dalam hal penyelenggara diduga melakukan tindak  pidana dalam penyelenggaraan

pelayanan  publik  sebagaimana diatur dalam undang-undang ini,  masyarakat dapat

melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang. (Pasal 53 UU No 25 Tahun 2009).

Sayangnya pelaksanaan pelayanan publik menurut UU No 25 Tahun 2009 masih

memiliki beberapa kendala. Kendala tsb disebabkan oleh belum dikeluarkan Peraturan

pemerintah mengenai ruang lingkup, mengenai sistem pelayanan  terpadu, mengenai

pedoman  penyusunan standar pelayanan, mengenai proporsi akses dan  kategori

kelompok masyarakat, mengenai tata cara  pengikutsertaan masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dan Peraturan presiden mengenai mekanisme dan 

ketentuan pemberian ganti rugi.

Strategi pembaharuan melalui inovasi dalam pelayanan publik (Kekuatan

Pengaruh)

Inovasi sendiri merupakan konsep yang relatif baru dalam literatur administrasi

publik (public administration). Hasil penelitian David Mars (dalam Lee, 1970)

Page 11: inovasi birokrasi

mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak ditemukan publikasi dari tulisan

administrasi publik yang mengulas tentang inovasi. Adapun literatur klasik yang

memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation

in Bureaucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Public

Administration Review (PAR) pada tahun 1967. Selain itu, adalah buku karya Caiden

yang berjudul “Administrative Reform”, diterbitkan pada tahun 1969. Dalam bukunya

tersebut, Caiden menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi

(administrative reform). Beberapa tulisan tersebut menandai mulai diperhatikannya

inovasi oleh para pakar administrasi publik. Hanya saja, konsep inovasi kemudian

masih belum cukup popular dalam ranah administrasi publik dan reformasi administrasi.

Inovasi popular dalam bidang tersebut baru pada dekade terakhir.

Pada tahun 90 an, new public management (NPM) mulai menggeser hegemoni

konsepsi weber dalam reformasi administrasi. Reformasi kemudian mengalami

pembelokan arah menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi

pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era baru ini,

inovasi justru sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi. Perkembangan

terakhir menunjukan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang

administrasi publik.

Secara Substansi UU No 25 tahun 2009 sangat penting dan memuat ketentuan

kaidah atau asas yang harus dipenuhi dalam pelayanan publik yaitu: kepentingan umum;

kepastian hukum; kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan;

partisipatif; persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas;

fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;ketepatan waktu; kecepatan,

kemudahan, dan keterjangkauan. Atas dasar penjelasan tersebut diatas maka untuk

mengukur bagaimana kinerja pelayanan yang optimal maka bisa digunakan ukuran

bagaimana pelayanan yang Efisiensi dan ekonomis, Responsivitas, Kesetaraan dan

keadilan, partisipasi dan Transparansi.

Didalam UU No 25 tahun 2009 terdapat lima hal penting dalam optimalisasi

pelayanan publik, kelima hal tersebut adalah :

Page 12: inovasi birokrasi

1. Bahwa dalam penyelenggarana pelayanan publik yang secara utama utama menjadi

kewajiban dan beban pemerintah, namun dalam perjalannnaya memungkinkan

bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan layanan publik yang

berkualitas bagi masayarakat. Untuk itu tuntutan adanya kerjasama menjadikan hal

penting bagi perbaikan kulaitas pelayanan publik dan ini kemudian diatur dalam

pasal 13 tentang Kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain dalam pemberian

Pelayanan

2. Pengakomodasian hak dan kewajiban dalam pelayanan ( pasal 14 )

3. Penekanan perlunya Standart Pelayanan ( Pasal 22) dan Juga maklumat Pelayanan

(pasal 22)

4. Pentingnya Dukungan Sistim Informasi dalam Pelayanan ( Pasal 23 )

5. Perlunya peran serta Masyarakat ( Pasal 39)

Bentuk-bentuk Inovasi dalam pelayanan publik

Citizen Charter 

Agak sulit untuk menemukan padanan kata yang tepat dari Citizen Charter dalam

bahasa Indonesia, tetapi salah satu terjemahan yang kiranya dapat mewakili makna

sebenarnya ialah “Kontrak Pelayanan”. Citizen Charter di negara maju kebanyakan

diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris dan Irlandia. Belakangan,

Citizen Charter juga menjadi bagian penting dari The Charter of Fundamental Rights di

Uni Eropa.

Hasil dari ujicoba di beberapa daerah di Indonesia membuktikan bahwa sistem ini

cukup efektif untuk mengubah paradigma pelayanan publik yang sekarang ini

mengalami kebuntuan.

Di dalam praktik, Kontrak Pelayanan digunakan untuk mendorong penyedia

layanan, pengguna layanan dan stakeholders (pemangku kepentingan, pemegang kunci)

lainnya untuk membuat “kesepakatan bersama” tentang jenis, prosedur, biaya, waktu &

cara memberikan pelayanan. Tujuan dari terbentuknya Kontrak Pelayanan memang

untuk membuat agar pelayanan publik menjadi lebih tanggap atau responsif, transparan

dan bertanggungjawab atau akuntabel. Maka perumusan Kontrak Pelayanan itu harus

Page 13: inovasi birokrasi

melibatkan para pengguna layanan, seluruh satuan yang terlibat dalam penyediaan

layanan, LSM, DPRD, tokoh masyarakat lokal, dan lain-lainnya.

Didalam UU No 25 tahun 2009 diatur tentang hak dan kewajiban pelayanan, standart

pelayanan, maklumat pelayanan dan keterlibatan masyrakat dalam pelayanan semuanya

ini dalam prakteknya  bisa terakomodasi dalam Citizen Charter.

•     Sistem Manajemen Mutu Pelayanan

W. Edward deming telah mengembangkan apa yang dinamakan dengan “ Total

Quality Management “ ( TQM) / (Manajemen Mutu Terpadu ). TQM merupakan

paradigma baru dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing

organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia

dan lingkungan organisasi.

TQM dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : berfokus

pada pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang,

kerjasama tim, perbaikan sistem berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan

(Tjiptono, 1997 ). Sementara Gaspersz (1997) menyatakan bahwa mutu pelayanan harus

memperhatikan : ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan

keramahan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapat pelayanan.

•         E-Government  ( E-Gov )

E-Government dalam pelayanan publik menjadi mengemuka setelah sistem

tehnologi informasi dan komunikasi ( Information and Comunication Technology / ICT)

menjadi alat yang dapat dipergunakan untuk memutus rangkaian hubungan yang sulit

antara publik dan pemerintah.

E-government atau yang selanjutnya kita akan menyebutnya Digital government,

adalah penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, untuk menjadikan

pelayanan public lebih nyaman, berorientasi kepada konsumen, pembiayaan yang

efektif dan sama sekali berbeda dan jalan yang lebih baik. Perkembangan digigov

dikendalikan oleh kebutuhan pemerintah akan: memotong pengeluaran dan

meningkatkan efisiensi; mempertemukan harapan masyarakat dan meningkatkan

hubungan masyarakat; dan memfasilitasi pengembangan ekonomi.

E-Goverment sendiri merupakan penggunaan tehnologi terutama aplikasi

internet berbasis web untuk meningkatkan akses kepada dan kiriman pelayanan

pemerintah keapada warga negara rekanan bisnis pekerja dan entitas pemerintah yang

Page 14: inovasi birokrasi

lain ( Mary Maureen Brown dalam Rabin, 2003 : 427). Pemanfaatan E-gov yaitu untuk

meningkatkan kualitas pelayanan, pembiayan yang efektif menjadikan hal ini sangat

menarik sehingga pemerintah secara strategis mencoba untuk mengaplikasikannya,

dengan beberapa penyesuaian misalnya, perubahan pola pikir dan budaya dan

menerapkan konsep “faster, better, cheaper” nilai yang muncul dalam e-commerce

dalam pelayanan public

•     Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Perkembangan paradigma pemerintahan dewasa ini telah mengubah tata kelola

pemerintahan menjadi lebih terbuka, sehingga ada pembagian peran dan kerjasama

antara unsur-unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap

kualitas pelayanan publik yang semakin meningkat mendorong pemerintah untuk

berbagi peran dengan unsur-unsur non pemerintah. Pemerintah tidak mungkin lagi

mengerjakan semua urusan karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia,

sehingga kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain harus dilakukan agar

kualitas pelayanan publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Berbagai bentuk kerjasama sebenarnya telah dipraktikan sejak lama, antara lain dalam

bentuk privatisasi, contracting out, build operation transfer, build own operates, dan

model public and private partnership (PPP).

PPP merupakan pengaturan antara pemerintah dan sektor swasta untuk

menyediakan  berbagai jenis pelayanan publik, seperti pembangunan infrastruktur,

penyediaan fasilitas fasilitas komunitas, dan berbagai jenis pelayanan lainnya. PPP

bercirikan adanya pembagian investasi, risiko, pertanggungjawaban, dan penghargaan

antara pemerintah dengan sector swasta yang menjadi mitranya. Pada prinsipnya, dalam

PPP, terdapat dua pelaku yang terlibat, yakni pemerintah dan swasta. Keduanya

bekerjasama sebagai mitra, dalam hal ini tidak ada pihak yang bersifat membawahi

pihak lain. Dalam PPP ada tujuan bersama berdasarkan komitmen yang hendak dicapai,

dan berdasarkan komitmen tanggungjawab sendiri. Setiap pihak memberikan input,bisa

finansial atau sumber daya lainnya. Kedua belah pihak bersedia menanggung risiko dan

pembagian keuntungan berdasarkan pertimbangan input yang diberikan (share) dalam

kesepakatan perjanjian.

Page 15: inovasi birokrasi

Penutup

Seperti di jelaskan di depan bahwa optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi

pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan

mengingat pembaharuan tersebut menyangkut pelbagai aspek yang telah membudaya

dalam lingkaran birokrasi pemerintahan kita. Solusi untuk melaksanakan optimalisasi

pelayanan publik di butuhkan perubahan melalui adopsi dan inovasi program, bahwa

adopsi suatu inovasi akan mewujudkan suatu perubahan sosial, yang dapat dilihat dalam

kehidupan individu maupun masyarakatnya. Hal ini diartikan sebagai suatu

pembentukan struktur sosial baru dalam mencapai tujuan yang diharapkan (optimalisasi

pelayanan publik).

Reformasi pelayanan publik haruslah dimulai dari aspek yang paling mendasar

yaitu reformasi pola pikir (paradigma) penyelenggara pelayanan publik. Reformasi

paradigma ini adalah penggeseran pola penyelenggara pelayanan publik dari yang

semula “berorientasi pemerintah sebegai penyedia” menjadi pelayan yang “berorientasi

pada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna”. Dengan begitu tak ada pintu masuk

alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin

mendengarkan suara publik itu sendiri.

Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan

bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat

bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu

dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik

yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan

pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam

kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.

Sumber daya manusia/ aparatur penyelenggara pelayanan public merupakan

aspek penting yang menentukan terlaksana tidaknya pelayanan prima, oleh karenanya

dengan reformasi birokrasi termasuk didalamnya perubahan kultur dan mentalitas

birokrasi dibarengi dukungan system, sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat

mewujudkan pelayanan prima.

Page 16: inovasi birokrasi

DAFTAR PUSTAKA

Handoko, HT. 1995. Manajemen. Cetakan Kesembilan.Yogyakarta: BPFE.

Nawawi, H. Hadari (2003). Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.

Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. (2002). Manajemen Sumber Daya Aparatur Pemerintah Daerah. Bandung : Fokus Media.

Robbins, Stephen P. (2001) Organization Behavior. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

http://www.djpp.depkumham.go.id/perkembangan-harmonisasi-ruu-tahun-2010/41-

harmonisasi-rpp/393-harmonisasi-rpp-tentang-pelaksanaan-undang-undang-nomor-25-

tahun-2009-tentang-pelayanan-publik.html

www.esdm.go.id/.../963- undang-undang -nomor- 25 -tahun- 2009 .html