Teori Birokrasi

26
Selamat datang di Wikipedia baha Birokrasi di Indonesia Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Birokrasi di Indonesia awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh budaya Eropa di mulai dari masa- masa kolonial antara lain dengan masa cultuurstelsel, masa desentralisasi dan emansipasi, masa pemerintah pusat (centraal bestuur), masa Binnenlands Bestuur dan ambtskostuum binnenlands bestuur, masa pendudukan bala tentara Jepang dan kemudian masa dimana setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 pemerintahan Indonesia melalui Kasman Singodimedjo ketua KNIP pada 25 September 1945 mengumumkan bahwa presiden Indonesia memutuskan bagi keseluruhan pegawai-pegawai pemerintahan terdahulu dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi pegawai pemerintahan Indonesia [1] Daftar isi [sembunyikan] 1 Birokrasi dalam budaya barat 1.1 Teori-teori dalam birokrasi 2 Sejarah 2.1 Peran birokrasi pada masa kolonial 2.2 Awal kemerdekaan 2.3 Birokrasi dalam perkembangan

Transcript of Teori Birokrasi

Page 1: Teori Birokrasi

Selamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia

Birokrasi di IndonesiaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Birokrasi di Indonesia awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh

budaya Eropa di mulai dari masa-masa kolonial antara lain dengan

masa cultuurstelsel, masa desentralisasi dan emansipasi, masa

pemerintah pusat (centraal bestuur), masa Binnenlands Bestuur dan

ambtskostuum binnenlands bestuur, masa pendudukan bala tentara

Jepang dan kemudian masa dimana setelah proklamasi kemerdekaan

17 Agustus 1945 pemerintahan Indonesia melalui Kasman

Singodimedjo ketua KNIP pada 25 September 1945 mengumumkan

bahwa presiden Indonesia memutuskan bagi keseluruhan pegawai-

pegawai pemerintahan terdahulu dari segala jabatan dan tingkatan

ditetapkan menjadi pegawai pemerintahan Indonesia [1]

Daftar isi  [sembunyikan] 

1 Birokrasi dalam budaya barat

1.1 Teori-teori dalam birokrasi

2 Sejarah

2.1 Peran birokrasi pada

masa kolonial

2.2 Awal kemerdekaan

2.3 Birokrasi dalam

perkembangan

3 Organisasi

4 Korupsi

5 Administrasi publik

6 Akuntabilitas Publik

7 Lihat pula

Page 2: Teori Birokrasi

8 Referensi

9 Pranala luar

10 Pustaka

[sunting]

Birokrasi dalam budaya barat

Contoh diagram dari administrasi publik

Birokrasi (bahasa Inggris:bureaucracy ~ bu·reauc·ra·cy ~ bjʊəˈrɒkrəs)

(bahasa Perancis: bureaucratie) mempunyai arti bureau + cratie atau

sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi

besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang

kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor

dengan prosedur yang tetap

[sunting]

Teori-teori dalam birokrasi

Max Weber, seorang sosiolog Jerman menulis sebuah alasan yang

menggambarkan bentuk birokrasi [2]sebagai cara ideal mengatur

organisasi pemerintahan melalui prinsip-prinsip bentuk birokrasi antara

lain harus terdapat adanya struktur hirarkis formal pada setiap tingkat

dan di bawah kontrol dan dikendalikan dalam sebuah hirarki formal atas

dasar dari perencanaan pusat dan pengambilan keputusan, manajemen

dengan aturan yang jelas adanya pengendalian melalui aturan yang

memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas akan

dapat dilaksanakan secara konsisten oleh semua tingkat di bawahnya,

organisasi dengan fungsional yang khusus pekerjaan yang harus

dilaksanakan oleh mereka yang benar merupakan ahli kemudian

disusun dalam unit-unit berdasarkan jenis pekerjaan yang akan

dilakukan berdasarkan keahlian, mempunyai sebuah misi target yang

akan dituju atau yang sedangkan dilaksanakan dalam upaya agar

tujuan agar organisasi ini dapat melayani kepentingan yang akan

diberdayakan termasuk dalam misi untuk melayani organisasi itu sendiri

harus melalui perhitungan pencapaian pada tujuan, perlakuan secara

impersonal idenya agar memperlakukan semua pelaksana dan

kepentingan diperlakukan secara sama sama dan tidak boleh

Page 3: Teori Birokrasi

dipengaruhi oleh perbedaan individu, bekerja berdasarkan kualifikasi

teknis merupakan perlindungan bagi pelaksana agar dapat terhindar

dari pemecatan sewenang-wenang dalam saat menjalankan tugasnya.

Akan tetapi, menurut Cyril Northcote Parkinson seorang sejarawan

angkatan laut Inggris yang menulis bahwa Weber kurang menyadari

bahwa manajemen dan staf profesional akan cenderung tumbuh

mengikuti pada tingkat yang tidak diprediksi oleh garis organisasi[3]

sedangkan David Osborne dan Ted Gaebler menyarankan bahwa

birokrasi harus berubah menjadi birokrasi yang lebih memperhatikan

partisipasi masyarakat, adanya kerja tim serta kontrol rekan sekerja

(peer group) dan atasan bukan lagi merupakan dominasi atau kontrol

[4]. Berikut rangkuman dari teori-teori birokrasi.

Sistem Birokrasi IRowing (Mendayung/bekerja sendiri)Service

(Melayani)Monopoly (Menguasai sendirian)Rule-driven (Digerakan

oleh aturan)Budgeting inputs (Menunggu anggaran)Bureaucracy-

driven (Dikendalikan birokrat)Spending (Pengeluaran)Curing

(Penyembuhkan)Hierarchy (Berjenjang)Organization (Organisasi,

lembaga)

Sistem Birokrasi IISteering (Menyetir/mengarahkan)Empowering (Memberdayakan)Competition

(Ada persaingan)Mission-driven (Digerakkan oleh misi)Funding outcomes (Menghasilkan dana)

Customer-driven (Dikendalikan pelanggan/pembayar pajak)Earning (Penghasilan/tabungan)

Preventing (Pencegahan)Teamwork /participation (Pelibatan/kerja kelompok)Market (Pasar,

keseimbangan orang banyak)

 

[sunting]

Sejarah

[sunting]

Peran birokrasi pada masa kolonial

Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan

bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan

jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak

menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain

dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera

sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan

tidak boleh mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.

Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang

Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas

nama kerajaan Belanda (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang

umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan

Page 4: Teori Birokrasi

Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum

(algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen

van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands

bestuur} dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi

bangsa Eropa sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah

pengarahan langsung dari pemerintahan lokal Inlandsche Bestuur

(pangreh praja) yang mencakup bagian besar dari dahulu yang disebut

dengan wilayah Hindia Belanda, pemerintahan sendiri seperti raja,

pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah

kolonial namun ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana

pemerintahan kolonial ikut membentuk birokrasi yang berdampingan

dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada

administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun

1829 bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa

terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan

cultuurstelsel berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor

swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan perindustrian

dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan,

perdagangan komersial dan industri bersamaan dengan itu budaya

politik saat itu mulai ikut menumbuhkan gerakan nasionalisme di

Indonesia.

Pada tahun 1905 mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan

kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah

Eropa berlanjut pada tahun 1916 terbentuk pula pemerintahan kota-

kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan

merupakan bagian dari pemerintah daerah Eropa, pada 1918 mulai

terdapat dewan rakyat yang berbentuk badan perwakilan dari berbagai

kelompok yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun 1925

wilayah dibagi dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di

pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar daerah (pulau-pulau di

luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan

Madura ke pemerintah daerah asli lebih mandiri dengan pengalihan

fungsi tersebut.

[sunting]

Awal kemerdekaan

Page 5: Teori Birokrasi

Pada tanggal 30 Mei 1948 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11

Tahun 1948 pemerintah RI yang berkedudukan di Jogjakarta baru

mendirikan Kantor Urusan Pegawai (KUP) sedangkan pemerintahan

RIS yang berkedudukan di Jakarta untuk masalah kepegawaian

dibentuk melalui Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia

Belanda Nomor 10 tanggal 20 Februari 1946 dengan nama Kantor

Urusan Umum Pegawai (KUUP) yang berada di bawah departemen

urusan sosial namun dengan Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di

Hindia Belanda Nomor 13 Tahun 1948 membatalkan keputusan

terdahulu dan membentuk Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP)

yang langsung dibawah Gubernur Jenderal, antara Kantor Urusan

Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) masing-

masing melaksanakan kegiatannya sendiri-sendiri hingga terdapat

dualisme dalam birokrasi di Indonesia, kemudian karena adanya

pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949

melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah

Kantor Urusan Pegawai (KUP) guna menyatukan Kantor Urusan

Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) dan

berada di bawah dan bertanggugjawab kepada perdana menteri akan

tetapi karena suasana perpolitikan saat itu, Kantor Urusan Pegawai

(KUP) yang akan menata birokrasi tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya disusul pada tanggal 17 Agustus 1950, terjadi pergantian

konstitusi RIS berubah menjadi UUDS 1950 yang berakibat terjadinya

perubahan bentuk negara kembali ke negara kesatuan. Tahun 1953

T.R. Smith membantu menyusun laporan untuk Biro Perancang Negara

berjudul Public Administration Training, setahun kemudian dua orang

profesor dari Cornell University, School of Business and Public

Administration Amerika yang diundang ke Indonesia yaitu Edward H.

Lichtfeld dan Alan C. Rankin yang berhasil menyusun laporan

rekomendasi yang berjudul Training for Administration in Indonesia[5][6].

Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 9 April 1957)

melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957 dibentuk Panitia

Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian atau

Panitia Organisasi Kementerian (PANOK) sebagai pengganti Kantor

Urusan Pegawai (KUP) serta ikut dibentuk Lembaga Administrasi

Negara (LAN) yang bertugas menyempurnakan administratur negara

Page 6: Teori Birokrasi

atau birokrasi keduanya berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada perdana menteri.

Pada tanggal 5 Juli 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang menyatakan

berlakunya kembali UUD 1945 dan presiden melalui Peraturan

Presiden Nomor 2 Tahun 1959 melarang PNS golongan F menjadi

anggota dari partai politik selanjutnya pada tahun 1961 dikeluarkannya

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok

Kepegawaian dan dibentuk Badan Administrasi Kepegawaian Negara

(BAKN) diikuti dengan lembaga baru bernama Panitia Retooling

Aparatur Negara (PARAN) yang menghasilkan Peraturan Presiden

Nomor 5 Tahun 1962 tentang pokok-pokok organisasi aparatur

pemerintah negara tingkat tertinggi, dua tahun kemudian dikeluarkan

Keppres Nomor 98 Tahun 1964 dibentuk Komando Tertinggi Retooling

Aparatur Revolusi (KONTRAR) merupakan kelanjutan dari Panitia

Retooling Aparatur Negara (PARAN), retooling atau "pembersihan"

dalam dua kepanitian terakhir ini lebih bernuansa politis dengan

penyingkiran birokrat yang tak sehaluan dengan partai yang sedang

memerintah (the ruling party) atau yang dianggap tidak sejalan dengan

kebijakan pemerintahan republik.

[sunting]

Birokrasi dalam perkembangan

Dalam perkembangannya pengorganisasian birokrasi mulai diwarnai

dengan ketidakpastian akibat peranan partai-partai politik yang saling

bersaing dengan sangat dominan, partai-partai politik mulai melakukan

building block kekuasaan melalui pos-pos kementerian strategis di

jajaran pemerintahan sebagai sumber daya kelangsungan partai politik

yang bersangkutan, program rekrutmen birokrasi ikut mengalami spoil

system yang merajalela mulai dari pengangkatan, penempatan,

promosi dan instrumen kepegawaian lainnya tidak didasarkan kriteria

penilaian melainkan berdasarkan pertimbangan politik, golongan serta

unsur-unsur lainnya diluar tugas birokrasi.

Pada tahun 1966 awal pemerintahan Suharto bedasarkan Ketetapan

MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera ditunjuk selaku

presiden dan ketua presidium Kabinet Ampera melalui Keputusan

Presidium Kabinet Ampera Nomor 266 Tahun 1967 kembali

Page 7: Teori Birokrasi

membentuk panitia pengorganisasian birokrasi sebagai pembantu

presidium yang kemudian dikenal dengan nama Tim Pembantu

Presiden untuk Penertiban Aparatur dan Administrasi Pemerintah atau

disingkat menjadi Tim PAAP yang beranggotakan sebelas orang

dengan Menteri Tenaga Kerja selaku ketua didampingi oleh direktur

LANsebagai sebagai sekretaris serta dibantu oleh lima orang

penasehat ahli yang mengusulkan unit kerja baru bernama Sekretariat

Jenderal, Direktorat Jenderal dan Inspektorat tercermin dalam

Keputusan Presidium Kabinet Nomor 75/U/KEP/11/1966 serta dalam

pengorganisasian kembali birokrasi pada kementerian negara melalui

Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 Tahun 1966 dilakukan

pengubahan penggolongan PNS dari golongan A sampai dengan F

menjadi golongan I sampai dengan IV.

Selanjutnya pada tahun 1968 kembali dibentuk Panitia Koordinasi

Efisiensi Aparatur Ekonomi Negara dan Aparatur Pemerintah yang

disebut pula sebagai Proyek 13 disusul dengan Keppres Nomor 16

Tahun 1968 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan

Presiden Nomor 199 Tahun 1968, Proyek 13 ini kemudian berganti

nama menjadi Sektor Penyempurnaan dan Penertiban Administrasi

Negara yang lebih dikenal dengan nama Sektor P' dengan anggota

terdiri dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Administrasi

Kepegawaian Negara (BAKN), Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas), Sekretariat Negara, Departemen Keuangan,

Departemen Tenaga Kerja, serta Departemen Transmigrasi dan

Koperasi. yang diketuai oleh Awaloeddin Djamin yang menjabat

sebagai Menteri Tenaga Kerja dengan tugas agar dapat

menyempurnakan administrasi pemerintahan.

Ketika Suharto pertama kali membentuk Kabinet Pembangunan I

dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1968, dibentuk

kementerian nomenklatur baru yaitu Kementerian Negara

Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara bertugas antara

lain melanjutkan pembersihan birokrasi dari unsur-unsur apa yang

disebut dengan berpolitik kepartaian lalu berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 82 Tahun 1971 pada tanggal 29 Nopember 1971

didirikan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai

organisasi wadah tunggal bagi seluruh pegawai pemerintahan

Page 8: Teori Birokrasi

Indonesia dan dalam perkembangan selanjutnya Tim PAAP dan Proyek

13 akhirnya dilebur kedalam Kementerian Negara Penyempurnaan dan

Pembersihan Aparatur Negara sedangkan Sektor Aparatur Pemerintah

(Sektor P) tetap dan berfungsi meliputi penyusunan kebijaksanaan,

perencanaan, pembuatan program, koordinasi, pengendalian, dan

penelitian dalam rangka menyempurnakan dan membersihkan aparatur

negara dan Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan

Aparatur Negara yang dipimpin oleh seorangan menteri merangkap

menjadi anggota Sektor N (Penelitian dan Pengembangan) dan Sektor

Q (Keamanan dan Ketertiban) dan dengan Keppres Nomor 45/M Tahun

1983 Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur

Negara diubah kembali menjadi Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara yang secara langsung menteri pada kementerian tersebut

merangkap pula sebagai wakil Ketua Bappenas.

Tahun 1995 melalui Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tanggal

27 September 1995 pemerintah mencanangkan dimulai diterapkan lima

hari kerja yaitu hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat

yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1995 sebagai

akibat dari sistem pembinaan Karier PNS, pertumbuhan nol pegawai

negeri sipil (PNS) (Zero Growth) seta perampingan organisasi.

Setelah tahun 1998 yang dikenal sebagai gerakan reformasi maka

melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 mengenai

keberadaan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai anggota partai politik

lalu diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 yang

membuat pegawai negeri sipil (PNS) kembali tertutup dari kemungkinan

untuk ikut berkiprah sebagai keanggotaan dalam partai politik apapun.

[sunting]

Organisasi

contoh diagram ini menunjukkan kedudukan kementerian dalam struktur administrasi publik

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kementerian Indonesia

Sejak kemerdekaan 63 tahun yang lalu dan setelah melalui proses yang

panjang, akhirnya Indonesia baru mempunyai pengaturan organisasi

Page 9: Teori Birokrasi

kementerian sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan

kementerian negara.

[sunting]

Korupsi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Korupsi di Indonesia, Komisi

Pemberantasan Korupsi, dan Indeks Persepsi Korupsi

Usaha rasionalisasi organisasi pemerintah pusat sebenarnya sudah

dimulai sejak masa Kabinet Wilopo (3 April 1952 -1 Agustus 1953) yang

berusia hanya sekitar limabelas bulan kemudian diteruskan oleh kabinet

Ali Sastroamidjojo I (1 Agustus 1953 - 12 Agustus 1955) bernasib sama

berusia dua tahun yang mempunyai program antara lain menyusun

aparatur pemerintah yang efisien serta pembagian tenaga yang rasional

dengan mengusahakan perbaikan taraf kehidupan pegawai serta

memberantas korupsi dalam birokrasi dengan pembentukan Panitia

Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian

(PANOK) yang bekerja antara tahun 1952 sampai dengan 1954.

Pada 2009, bila merujuk pada laporan dari Political and Economic Risk

Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong, Indonesia masih

menunjukan angka yang buruk terutama dalam hal hambatan birokrasi

atau red tape barriers [7]

[sunting]

Administrasi publik

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Undang Undang Pelayanan

Publik dan Ombudsman Republik Indonesia

Wajah birokrasi dari suatu penyelengaraan negara Indonesia akan

tercermin pada hasil produk yang berupa adanya standar pelayanan

terhadap publik atau masyarakat dalam rangka merasionalisasi

birokrasi akan dapat terwujudnya dengan adanya batasan dan

hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan

kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan

pelayanan publik, terdapat sistem penyelenggaraan pelayanan publik

yang layak dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan

korporasi yang baik dengan terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan

publik sesuai dengan pengaturan dalam peraturan perundang-

Page 10: Teori Birokrasi

undangan dan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat

dalam memperoleh penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan

pada kepentingan umum serta adanya kepastian hukum dalam

kesamaan hak disamping keseimbangan hak dan kewajiban meliputi

keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif,

keterbukaan, akuntabilitas, penyedian fasilitas dan perlakuan khusus

bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan

keterjangkauan.

Sebagai penjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik dan

penanggung jawab adalah pimpinan lembaga negara, pimpinan

kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan

lembaga komisi negara atau yang sejenis, pimpinan lembaga lainnya,

gubernur pada tingkat provinsi dengan kewajiban melaporkan hasil

perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat sedangkan pada tingkat bupati pada tingkat

kabupaten, walikota pada tingkat kota melaporkan hasil perkembangan

kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan

rakyat daerah provinsi dan menteri atau dewan perwakilan rakyat

daerah kabupaten/kota dan gubernur

[sunting]

Akuntabilitas Publik

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Akuntabilitas (administrasi

publik), Korupsi, Cinta Indonesia Cinta KPK, dan Konfrontasi Cicak dan

Buaya

Pendulum kekuasaan di Indonesia selalu bergulir dari waktu-ke waktu,

bergerak antara eksekutif dan parlemen serta peran kekuatan

bersenjata yang ikut mewarnai kekuasaan para pelaku hampir tidak

mengalami perubahan yakni berputar antara partai politik yang satu

kepada partai politik yang lain, pada kurun waktu tertentu lokus

kekuasaan akan bergeser pada pihak eksekutif dimana partai politik

pemerintah akan lebih kuat dan menunjukkan supremasi kekuasaan

katimbang kelembagaan negara lainnya yang dengan demikian

penggunaan kekuasaan akan terfokus dan bermuara di satu tempat,

saat kurun waktu yang lain, kekuasaan berada pada pihak legislatif,

partai politik lain yang berada di legislatif akan memainkan peran yang

Page 11: Teori Birokrasi

sentral dalam fokus penggunaan kekuasaan membuat stabilitas

pemerintahan tidak bisa tercapai, sementara itu profesionalisme baik

pada pihak legsilatif maupun pihak eksekutif tidak juga pernah bisa

terwujudkan, politik tarik-menarik dari lokus dan fokus penggunaan

kekuasaan akan selalu silih berganti berada di kedua pihak tersebut.

Sementara kepentingan publik tidak pernah merasakan keterwakilan

dalam siklus kekuasaan ini, keperwakilan melalui partai politik yang

seharusnya sebagai mewakili kepentingan publik hanya mengenalnya

pada saat-sat ketika akan diadakan pemilu belaka dan seterusnya

kepentingan publik akan terlupakan kembali dengan kekuasaan ego

partikular dan elite pimpinan partai politik semata.

Dalam Perkembangannya administrasi publik akan cenderung menjadi

instrumen dari kekuasaan dari para elite dengan membuat publik

senantisa kembali berada pada posisi objek dan kepentingan

sedangkan pertanggung jawaban kepada publik mempunyai kadar

amat rendah dan cenderung bisa dikatakan hampir tidak ada sama

sekali akhirnya akan bisa menjadi sebuah ironi di dalam sebuah negara

demokrasi yang tanpa mempunyai akuntabilitas[8][9], negara demokrasi

yang seharusnya dapat melahirkan administrasi publik yang lebih baik

sebagaimana administrasi publik di beberapa negara yang telah

mengikuti sistem demokrasi yang seharusnya menjadi sebuah kekuatan

besar yang dapat dipergunakan untuk meminta pertanggung jawaban

publik dan harus dapat segera dilaksanakan oleh pemerintahan dan

publik dapat pula antara lain dengan menuntut uang pajak yang

dibayarkan kepada pemerintahan agar selalu dipergunakan secara

jelas dan bermanfaat bagi publik melalui tekanan-tekanan publik antara

lain fiskal kepada administrasi publik akan semakin kuat, publik harus

dapat mengetahui setiap aliran penggunakan dan pemanfaatan fiskal

dengan demikian publik tidak lagi akan dapat mentoleransi terhadap

segala macam pemborosan, inkomptensi dan kecerobohan yang

mungkin atau yang dilakukan oleh aparatur administrasi publik yang

berakibatkan kerugian bagi publik.

Efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas publik

terdapat faktor yang menentukan antara lain dengan adanya derajat

transparansi penerimaan yang dapat diukur dari peran media massa

Page 12: Teori Birokrasi

dalam memberikan informasi kepada publik meliputi anggaran,

akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai

informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa

yang telah dilakukan dan tidak pernah dilakukan bagi kepentingan

publik serta pendidikan pemahaman hak-hak sipil yang diberikan

kepada para warga negara agar mengetahui hak dan kewajibannya

serta kesiapannya untuk menjalankan. [10]

[sunting]

Lihat pula

▪ Administrasi publik

▪ Pelayanan publik

▪ Pegawai negeri

▪ Kementerian Indonesia

▪ Birokrasi

[sunting]

Referensi

1.^ Noer, Deliar (2005). KNIP: Komite Nasional Indonesia Pusat : parlemen

Indonesia, 1945-1950. Yayasan Risalah. ISBN 9799770637.

2.^ Weber, Max (1947). The Theory of Social and Economic Organization.

Collier Macmillan Publishers, London. hlm. 102.

3.^ Parkinson, Cyril Northcote (1962). Parkinson's law: and other studies in

administration. University of Michigan.

4.^ (Inggris) Osborne, David (1993). Reinventing government: how the

entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Plume.

5.^ Litchfield, Edward H. (1954). Bureaucracy: Training for Administration in

Indonesia. Ithaca, New York : Cornell University School of Business

and Public Administration.

6.^ (Jepang) [http://www.cseas.kyoto-u.ac.jp/seas/1/1/010103.pdf PDF Center

for Southeast Asian Studies (CSEAS), Kyoto University

7.^ Table of Asian corruption scores in PERC survey

8.^ Democracy without Accountability? Indonesia's Party Cartel in the 2009

Elections

9.^ Democracy yes, accountability no ?

10. ^ Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi

Sektor Publik

[sunting]

Page 13: Teori Birokrasi

Pranala luar

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

Kantor Urusan Pegawai

(KUP)

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

Pelayanan Publik

▪ (Belanda) van den Doel, H. W.. De stille macht: het Europese

binnenlands bestuur op Java en Madoera, 1808-1942. University

of Michigan. ISBN 9035114051.

▪ (Belanda) Dutch East Indies (1896). Staatsblad van Nederlandsch-

Indië. A.D. Schinkel.

▪ (Inggris) Weber, Max (1947). The Theory of Social and Economic

Organization. Collier Macmillan Publishers, London.

▪ (Inggris) Marshall, Gordon (1994). The Concise Oxford dictionary of

sociology. Oxford University Press. ISBN 019285237X.

▪ (Inggris) Wilson, James Q. (1989). Bureaucracy: what government

agencies do and why they do it. Basic Books. ISBN 0465007848.

[sunting]

Pustaka

▪ (Inggris) Yannis Papadopoulos, Governance And Democracy :

Comparing National European And International Experiences,

Routledge (2006) ISBN 978-0-415-36291-7

▪ (Inggris) Vivien A Schmidt, Democracy in Europe: The Eu and

National Polities, Oxford University Press (2006), ISBN 0-19-

926698-0Kategori: Politik di IndonesiaPemerintahan IndonesiaAdministrasi publikPemerintahan

Buat akun baruMasuk log

Halaman

Page 14: Teori Birokrasi

PembicaraanBacaSuntingVersi terdahulu

Halaman UtamaPerubahan terbaruPeristiwa terkiniHalaman sembarang

KomunitasWarung KopiPortal komunitasBantuan

WikipediaCetak/eksporPeralatan

Halaman ini terakhir diubah pada 15.23, 7 April 2011.Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi

Tentang Wikipedia

Penyangkalan

Tampilan seluler

Teori Birokrasi

08:21 Diposkan oleh Pengetahuan

Label: Sosial Politik

Sedikit tentang birokrasi :

1. Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi

sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.

2. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak

Page 15: Teori Birokrasi

mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah

satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan

teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena

melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat

bercorak ragam.

3. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi,

yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan

pendekatan pencapaian tujuan.

Sedikit tentang Max Weber

1. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan

konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang

sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai

birokrasi.

2. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna

sebagai disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri

merupakan kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern

membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai

birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi

klasik.

3. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya

yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita

tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi

diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik

menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar

biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas

legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.

4. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui

adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit

menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung

di negara-negara sedang berkembang.

5. Tipologi yang diajukan oleh Weber, selanjutnya dikembangkan oleh para

sarjana lain, seperti oleh Fritz Morztein Marx, Eugene Litwak dan Textor dan

Banks.

Page 16: Teori Birokrasi

Karakteristik Birokrasi

1. Menurut Dennis H. Wrong ciri struktural utama dari birokrasi adalah:

pembagian tugas, hirarki otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci dan

hubungan impersonal di antara para pekerja.

2. Karakteristik birokrasi menurut Max Weber terdiri dari: terdapat prinsip dan

yurisdiksi yang resmi, terdapat prinsip hirarki dan tingkat otorita, manajemen

berdasarkan dokumen-dokumen tertulis, terdapat spesialisasi, ada tuntutan

terhadap kapasitas kerja yang penuh dan berlakunya aturan-aturan umum

mengenal manajemen.

3. Ada dua pandangan dalam merumuskan birokrasi. Pertama, memandang

birokrasi sebagai alat atau mekanisme. Kedua, memandang birokrasi sebagai

instrumen kekusaan.

4. Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan

organisasi birokratik.

Max Weber (1864 - 1920)

Birokrasi itu apa ?

• Menurut weber, ini menggambarkan konsep ideal atau bentuk rational

penuh dari Organisasi.

• Digunakan untuk menggambarkan basis struktur tentang konsep sosiologi

dari rasionalisasi aktivitas Kolektif

Beberapa Ciri utama Birokrasi

• Adanya pembagian kerja yang jelas : Setiap tugas yang dilaksanakan oleh

pekerja secara formal di buat dan dikenal sebagai tugas pokok(Milikmu dan

bukan milik orang lain) : Spesialisasi

• Adanya hirarki Posisi : setiap posisi bawahan di kontrol dan di awasi oleh

atasan. Rantai Perintah

• Aturan Formal dan Regulasi : mengatur perilaku pekerja secara samarata.

Menjamin kelangsungan dan stabilitas lingkungan kerja. mengurangi

ketidakpastian dari Performance kerja.

• Hubungan yang Impersonal : Para manejer tidak berkepentingan urusan

personal karyawan. tidak ada ikatan emotional antara atasan dan bawahan.

Page 17: Teori Birokrasi

menjamin kejelasan posisi.

• Sepenuhnya memperkerjakan karyawan berdasar kompetensi tehnikal :

kamu memperoleh kerjaan karena memang kau bisa mengerjakan pekerjaan

itu, bukan karena orang yang kau tahu. kriteria seleksi ketat. tak ada

pengankatan dan pemberhentian secara suka-suka.

Menurut Weber, bentuk organisasi birokratik merupakan bentuk yang paling

efisien. Dalam teorinya, Weber mengemukakan sepuluh (10) ciri organisasi1,

yaitu:

1. Suatu organisasi terdiri dari hubungan-hubungan yang ditetapkan antara

jabatan-jabatan. Blok-blok bangunan dasar dari organisasi formal adalah

jabatan-jabatan.

2. Tujuan atau rencana organisasi terbagi ke dalam tugas-tugas, tugas-tugas

tersebut disalurkan di antara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi (job

description).

3. Kewenangan: melaksanakan kewajiban diberikan kepada jabatan (saat

resmi menduduki sebuah jabatan).

4. Garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkhis.

5. Sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas yang ditetapkan secara

formal, mengatur tindakan-tindakan dan fungsi-fungsi jabatan dalam

organisasi.

6. Prosedur bersifat formal dan impersonal. Perlu adanya catatan tertulis demi

kontinuitas, keseragaman (uniformitas), dan untuk maksud-maksud transaksi.

7. Adanya prosedur untuk menjalankan disiplin anggota.

8. Anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan kehidupan

organisasi.

9. Pegawai yang dipilih utk bekerja berdasarkan kualifikasi teknis.

10. Kenaikan jabatan berdasarkan senioritas dan prestasi kerja.

Pentingnya Birokrasi

1. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi

dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan

pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan

Page 18: Teori Birokrasi

publik.

2. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam

peranan-nya sebagai "delegated legislation", "initiating policy" dan"internal

drive for power, security and loyalty".

3. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus

diperhati-kan, (1) bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat

dalam pembuatan keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah.

Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu

disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang

aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari

para pembuat keputusan.

4. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang

berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegia-

tannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini

Kelemahan dan Problema dalam Birokrasi

1. Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal:

a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional

b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki

c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi

d. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi

2. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak

berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi

seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan "bureaucratic

dysfunction" dengan ciri utamanya "trained incapacity''.

3. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk

teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa

birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia

berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-

tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat

dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat

diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan

secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan.

Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan

mengabaikan peranan pendidikan.

Page 19: Teori Birokrasi

Karl D Jackson menilai bahwa birokrasi di Indonesia adalah model

bureaucratic polity di mana terjadi akumulasi kekuasaan pada negara dan

menyingkirkan peran masyarakat dari ruang politik dan pemerintahan.

Sedangkan Richard Robinson dan King menyebut birokrasi di Indonesia

sebagai bureaucratic Authoritarian.Sementara Hans Dieter Evers melihat, bahwa proses birokrasi di Indonesia berkembang model birokrasi ala Parkinson dan ala Orwel. Birokrasi ala Parkinson adalah pola, dimana terjadi proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran structural dalam birokrasi secara tidak terkendali. Sedang birokrasi ala Orwel adalah pola birokratisasi sebagai proses perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan ekonomi, politik dan sosial dengan peraturan, regulasi dan bila perlu melalui paksaan.

Apa Sajakah Teori Kontrol Birokrasi itu?

Teori kontrol birokrasi adalah sebuah pendekatan terhadap teori administrasi publik khususnya yang berkaitan dengan masalah persetujuan atau kemauan untuk bertindak. Pertanyaan ini adalah inti dari teori kontrol birokrasi : Bisakah birokrasi bertentangan dengan hukum atau keinginan si pembuat hukum atau pejabat yang terpilih? Untuk menjawab pertanyaan ini, teori kontrol birokrasi menerima beberapa bentuk dikotomi politik-administrasi (atau kebijakan-administrasi). Kadang dikotomi bisa dijelaskan dan diterima secara eksplisit, tapi kadang hanya diasumsikan. Tetapi system kontrol politik dari teori birokrasi ini sulit, apabila tidak bisa dikatakan tidak mungkin, tanpa mempertimbangkan perbedaan yang signifikan antara fenomena politik dan administratif dalam pemerintahan yang demokratis. Dikotomi politik-administrasi merupakan asal usul administrasi publik modern. Ketika dokumen pendirian amerika dirumuskan, dikotomi merupakan pemisahan kekuasaan legislatif dan eksekutif. Alexander Hamilton menentang pendapat bahwa seorang presiden yang bersemangat mampu mengontrol jalannya pemerintahan dari hari ke hari, dan Thomas Jefferson menentang dewan legislatif yang terpilih langsung untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap presiden (Rohr 1986; Kettl 1993b). Pada tingkat negara bagian dan lokal pemerintah Amerika, dikotomi politik-administrasi juga diterapkan melalui kekuasan legislatif (Dewan Kota) maupun eksekutif (Walikota). Sampai dengan abad ke 20, semua Negara Bagian menjalankan praktek pemisahan kekuasaan, demikian juga di semua

Page 20: Teori Birokrasi

kota.

Pada semua tingkat federal amerika, pemisahan kekuasaan telah berubah seiring dengan munculnya layanan sipil yang permanen dan profesional. Ketika pelayanan public pada awal perkembanganya. Woodrow Wilson menetapkan secara formal dan tegas model dikotomi dengan dalam makalah seminar tentang administrasi publik modern yang mana politik seharusnya tidak mencampuri administrasi, dan administrasi seharusnya tidak mencampuri politik. (1887/1941). Model dikotomi diterima secara l;uas Dikotomi dalam administrasi publik Amerika hingga pertengahan-1990, Ketika Herbert Simon dan Dwight Waldo menantang model dikotomi untuk setiap alasan yang berbeda-beda (Waldo 1946: Simon 1947). untuk Waldo, Semua praktik administrasi bersifat politik pada tingkatan yang mendasar. Untuk Simon, Secara empiris sulit memisahkan politik dari administrasi, dan juga sebaliknya. sehingga dari tahun 1950 sampai 1970-an itu adalah kearifan diterima bahwa tidak ada dikotomi. Kemudian, pada 1980-an, dikotomi muncul kembali dan kini hidup, berkembang dengan baik dan ada didalam pengendalian teori birokrasi.

pentingnya pengendalian teori birokrasi adalah bahwa ia menyediakan untuk analisis administrasi publik dengan membuat perbedaan antara politik dan praktik administrasi dan atau membuat perbedaan antara politik dengan pelaksana adminuistrasi. Perbedaan ini sangat berguna dalam menganalisis karena mereka memberikan tonggak variabel dalam dasar-dasar politik (biasanya variabel independen) dan administrasi (biasanya variabel dependen). Kami datang, kemudian, dengan asumsi penting kedua dalam pengendalian teori birokrasi: dalam diri pemerintahan yang demokratis , pejabat terpilih, termasuk legislator dan eksekutif (presiden, gubernur, walikota) harus mengendalikan keputusan dan tindakan(bisanya pegawai pelayanan public).

Dalam ilmu politik Amerika, bentuk dan karakter kontrol politik atas birokrasi adalah sebuah perdebatan panjang tentang apa yang seharusnya menjadi kisaran yang tepat diberikan kebijaksanaan birokrasi dan birokrat (Finer 1941: Frederich 1940). Di zaman modern, perdebatan ini paling baik dicirikan oleh pendapat Theodore Lowi: di satu sisi bahwa kita memerlukan demokrasi yuridis di mana undang-undang dan peraturan yang tepat dan sangat membatasi bahwa mereka menyangkal kebebasan birokrasi dalam melaksanakan hukum, dan, di sisi lain , Pendapat Charles bahwa kebijaksanaan birokrasi yang luas adalah penting untuk mencapai pemenuhan efektif dan manusiawi dari hukum (Lowi 1979; Goodsell 1983). Donald Kerd menangkap perbedaan-perbedaan ini dengan baik dan menempatkan mereka dalam konteks sejarah:

Page 21: Teori Birokrasi

..... pendekatan yang berbeda untuk mempelajari administrasi biasanya datang dari salah satu dari dua tradisi yang bertentangan dalam tradisi politik Amerika dan masing-masing mengarah pada perspektif yang sangat berbeda tentang peran administrasi dalam demokrasi di Amerika.Beberapa Beberapa siswa administrasi menggubnakan pendekatan subjek dengan paham Hamilton yang mendasar. Seperti Alexander Hamilton ,mereka mencari negara yang kuat pertahanannya dengan aparat administrasi yang kuat. Siswa administrasi lainnya, bagaimanapun, secara paham Madisoniant yang mendasar. Seperti Madison, mereka melihat dalam keseimbangan kekuasaan adalah perlindungan terbaik terhadap tirani. Kompetisi kepentingan politik, di dalam pandanganya, mengurangi risiko bahwa birokrasi dapat penyalahgunaan kebebasan individu (Kerd 1993b. 407)

Kontrol teori birokrasi sangat menarik dari sumur Madisonian ketidakpercayaan kekuasaan. Beberapa kontrol administratif teoretis birokrasi berasal dari bagian-bagian dari ilmu politik Amerika yang pada dasarnya Madisonian. Ekonom dan teori ekonomi telah terjajah ilmu politik dan cenderung juga harus menjadi Madisonian; tradisional dan sadar diri administrasi publik dengan penekanan pada manajemen, keahlian, dan cenderung profesionalisme, dengan perbandingan, untuk dipoles menjadi lebih Hamiltonian dan perspektif (Kettl, 1936 )

Properti beberapa judul buku kontemporer dalam administrasi publik adalah salah satu cara menarik untuk menggambarkan kontrol popularitas teori birokrasi modern: Perpecahan Birokrasi oleh Michael Barzelay Mempertahankan birokrasi Pemerintah yang bertanggung jawab oleh Bernard Rosen Pengendalian birokrasi oleh Gruber Judith Pengendalian Birokrasi oleh Gormley William Menghadapi Birokrasi: Kehidupan dan Kematian dalam Lembaga Publik oleh Gerald Garvey Tanggung Jawab birokrasi oleh John Burke Birokrasi: Apakah yang akan dilakakukan oleh Instansi Pemerintah dan Mengapa Mereka melakukannya oleh James Q. Wilson Ada sedikit pertanyaan bahwa birokrasi dan persoalan tentang kendali birokrasi saat ini berpusat untuk menjadi teori administrasi public modern. Karena administrasi modern masyarakat dikotomi politik-administrasi adalah asumsi utama dalam pengendalian teori birokrasi, bagian berikutnya mendefinisikan dan menggambarkan logika control birokrasi menggunakan dikotomi. Ini diikuti dengan upaya untuk menjawab pertanyaan teoritis dan empiris apakah birokrasi dan birokrat responsif terhadap pimpinan.Apakah

Page 22: Teori Birokrasi

mereka "lepas kendali?" Itu akan diikuti dengan pertimbangan pendekatan pokok-agen untuk kontrol teori birokrasi.

Dipublikasikan Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd Pendidik di Malang