Biotransformasi Si Bojag

14
Transformasi si Bojag (Bonggol Jagung) menjadi Bioetanol sebagai Alternatif Bahan Bakar Tebarukan yang Lebih Ramah Lingkungan (Artikel Review) Oleh: Mariati Batma A.S 4113210016, KIMIA-Universitas Negeri Medan Abstraks Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, limbah jagung berupa bonggol jagung berpotensi sangat baik sebagai sumber bioenergi terbarukan yang bernilai ekonomis tinggi dan mampu mengatasi permasalah krisis bahan bakar fosil saat ini. Telah dilakukan kajian teori dan penelitian mengenai potensi transformasi terhadap bonggol jagung. Diperoleh bahwa bonggol jagung dapat ditransformasi menjadi bioenergi berupa bioetanol. Bioetanol menjadi alternatif bahan bakar yang menjajikan karena dibuat dari sumber daya yang dapat diperbaharui dan lebih ramah lingkungan.Proses pembuatan bioetanol dari si bojag diawali dengan proses delignifikasi yaitu menghilangkan penggangu berupa senyawa lignin, kemudian proses hidrolisis atau dengan sakarifikasi untuk mendapatkan senyawa gula yang nantinya akan difermentasi dengan khamir sacharomyces cereviciae menjadi bioetanol. Untuk memproduksi bioetanol di Indonesia dalam jumlah banyak sebaiknya perlu mengkaji dan memperhatikan kembali pemilihan teknik metode pemprosesannya agar mendapatkan bioetanol yang ekonomis dari segi waktu, biaya produksi serta nilai jualnya. Dengan metode dan cara yang tepat Bioetanol dari Bojag akan menjadi primadona alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan bagi Indonesia. Keyword : Bioenergi,Bonggol Jagung,Bioetanol, Proses Bioetanol

Transcript of Biotransformasi Si Bojag

Page 1: Biotransformasi Si Bojag

Transformasi si Bojag (Bonggol Jagung) menjadi Bioetanol sebagai Alternatif Bahan

Bakar Tebarukan yang Lebih Ramah Lingkungan

(Artikel Review)

Oleh:

Mariati Batma A.S

4113210016, KIMIA-Universitas Negeri Medan

Abstraks

Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, limbah jagung berupa bonggol jagung berpotensi

sangat baik sebagai sumber bioenergi terbarukan yang bernilai ekonomis tinggi dan mampu

mengatasi permasalah krisis bahan bakar fosil saat ini. Telah dilakukan kajian teori dan

penelitian mengenai potensi transformasi terhadap bonggol jagung. Diperoleh bahwa bonggol

jagung dapat ditransformasi menjadi bioenergi berupa bioetanol. Bioetanol menjadi alternatif

bahan bakar yang menjajikan karena dibuat dari sumber daya yang dapat diperbaharui dan lebih

ramah lingkungan.Proses pembuatan bioetanol dari si bojag diawali dengan proses delignifikasi

yaitu menghilangkan penggangu berupa senyawa lignin, kemudian proses hidrolisis atau dengan

sakarifikasi untuk mendapatkan senyawa gula yang nantinya akan difermentasi dengan khamir

sacharomyces cereviciae menjadi bioetanol. Untuk memproduksi bioetanol di Indonesia dalam

jumlah banyak sebaiknya perlu mengkaji dan memperhatikan kembali pemilihan teknik metode

pemprosesannya agar mendapatkan bioetanol yang ekonomis dari segi waktu, biaya produksi

serta nilai jualnya. Dengan metode dan cara yang tepat Bioetanol dari Bojag akan menjadi

primadona alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan bagi Indonesia.

Keyword : Bioenergi,Bonggol Jagung,Bioetanol, Proses Bioetanol

Pendahuluan

Saat ini kontribusi dan aplikasi bioteknologi telah dapat diterapkan pada produksi

bioenergi seperti produksi biomassa (Ruane et al.,2010). Bioenergi adalah energi yang diperoleh

dari biomassa sebagai fraksi produk biodegradasi, limbah, dan residu dari pertanian (berasal dari

nabati dan hewani), industri kehutanan dan terkait, dan sebagian kecil biodegradasi dari limbah

industri dan kota (FAO). Bioenergi berperan penting pada pencapaian target dalam

menggantikan petroleum didasarkan pada bahan bakar transportasi dengan bahan bakar alternatif

dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam jangka panjang.(Hadiyanto.2013)

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam yang sangat

berlimpah, baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat

diperbaharui.Kesemuanya itu akan saling melengkapi dan berpotensi sebagai wadah yang baik

Page 2: Biotransformasi Si Bojag

untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini jika Indonesia mampu mengoptimalkan

keseimbangan pengolahannya.

Terdengar kabar bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami penipisan sumber daya alam

tak terbaharukan terutama pada bahan bakar fosil. Hal ini dipicu akibat meningkatnya pertumbuhan

penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan wilayah dari tahun ke tahun yang otomatis

ikut menaikkan ekploitasi kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga bahan bakar secara

nasional. Karena kelemahan dari minyak bumi atau bahan bakar fosil adalah sifatnya yang tidak

mudah diperbaharui, sehingga untuk mengatasinya perlu adanya bahan bakar alternatif pengganti

minyak bumi yang tebarukan dan lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah bioetanol.

(Simamora,2008 dalam Fitriani dkk, 2013)

Bioetanol dapat dikonversi dari sumber daya alam terbarukan yang mengandung bahan

lignoselulosa. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang

memiliki kadar karbohidrat tinggi (gula,pati,selulosa, dan hemiselulosa), seperti tebu, nira, aren,

sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung,

bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu).

Jagung adalah salah satu produk pertanian yang banyak dihasilkan di negara Indonesia.

Kinerja produksi jagung Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat

Statistik) produktivitas jagung ditahun 2011 mencapai 17,92 juta ton sedangkan di tahun 2013

meningkat menjadi 18,51 juta ton (http://www.bps.go.id/-download_file/IP_Februari_2014.pdf) .

Buah jagung terdiri dari 30% limbah yang berupa bonggol jagung (Irawadi, 1990 dalam Subekti,

2006). Jadi jika dikonversikan dengan jumlah produksi jagung pada tahun 2013, maka negara

Indonesia berpotensi menghasilkan bonggol jagung sebanyak ± 5,553 juta ton. Jumlah limbah

tersebut dapat dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat potensial jika dapat di

biotransformasi menjadi sesuatu yang bermanfaat secara tepat.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan dalam transformasi si Bojag (Bonggol Jagung)

menjadi bioenergi terutama sebagai bioetanol dengan berbagai metode penelitian. Untuk itu

diperlukan kajian kembali berbagai penelitian tersebut agar diperoleh cara dan metode yang tepat

dan pas dalam produksi pembuatan bioetanol dari si Bojag (Bonggol Jagung) yang berkualitas dan

bernilai ekonomis tinggi sebagai alternatif bahan bakar yang menjajikan.

Bonggol Jagung

Bonggol pada jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir duduk menempel.

Istilah ini juga dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung betina (buah jagung). Secara

morfologi, bonggol jagung adalah tangkai utama malai yang termodifikasi. Malai organ jantan pada

Page 3: Biotransformasi Si Bojag

jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi tertentu.Bonggol jagung muda, disebut juga

babycorn, dapat dimakan dan dijadikan sayuran. Bonggol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi

sumber furfural, sejenis monosakarida dengan lima atom karbon.

Bonggol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di

Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa,

hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat

dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat

digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk

yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002 dalam Shofiyanto, 2008).

Karakteristik kimia dan fisika dari bonggol jagung sangat cocok untuk pembuatan tenaga

alternative, kadar senyawa kompleks lignin dalam bonggol jagung adalah 6,7-13,9%, untuk

hemiselulose 39,8% , dan selulose 32,3-45,6%(Astuti,Puji dkk.2013).Sedangkan beberapa jurnal

menyebutkan kadar senyawa kompleks lignin pada bonggol jagung 15%, selulosa 45%, dan

Hemiselulosa 35% (Indriyani,Dewi dkk.2013). Walaupun ada perbedaan mengenai kadar

kandungan senyawa kimia bonggol jagung yan pasti komposisi kimia tersebut membuat bonggol

jagung dapat digunakan sebagai sumber energi. Dimana Koopmans dan Koppejan (dalam jurnal

Widodo, Teguh dk) menyebutkan bahwa Potensi energi bonggol jagung adalah 55,75 GJ.

Kajian Transformasi Limbah Bojag (Bonggol Jagung) Sebagai Bioetanol

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa si Bojag memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa,

dan lignin yang merupakan 3 komponen yang dimiliki bahan lignoselulosa. Berdasarkan penelitian

diketahui bahwa bahan lignoselulosa ini dapat dikonversi menjadi etanol yang dapat digunakan

untuk mensubtitusikan bahan bakar minyak/bensin. Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang

mengandung pati atau selulosa (Lignoselulosa), maka etanol mampu menjadi bioenergi. Atau lebih

dikenal dengan istilah bioetanol.

Salah satu alasan mengapa potensi si Bojag yang dapat di transform sebagai Bioetanol perlu

dikembangkan sebagai bahan alternatif di Indonesia adalah karena study literatur menyebutkan

bahwa Bioetanol ternyata memiliki kelebihan dibandingkan BBM. Diantaranya bioetanol ternyata

memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi yaitu 35% dibanding BBM yang hanya 18,66%

sehingga terbakar lebih sempurna, angka oktannya juga tinggi(118) sedang BBM (88), dan

mengandung emisi gas CO yang lebih rendah 0,89% sedang BBM 2,5 % sehingga jauh lebih ramah

lingkungan. (Bustaman,2008 dalam Fitriani dkk.2013)

Dari beberapa jurnal penelitian memuat bahwa dalam proses pembuatan si Bojag sebagai

Bioetanol selulosa tidak mudah langsung didegradasi secara kimia maupun mekanis. Hal ini

Page 4: Biotransformasi Si Bojag

disebabkan karena selulosa biasanya berikatan dengan hemiselulosa dan lignin membentuk

kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple.1993 dalam Fitriani dkk.2013). Lignin

merupakan jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi

sangat kuat. Kekuatan lignin merupakan salah satu penghalang pada proses hidrolisis senyawa

selulosa nantinya. Untuk itu perlu diberikan perlakuan pendahuluan terhadap si bojag yang akan

dihidrolisis dengan delignifikasi menggunakan basa. Delignifikasi dilakukan dengan larutan

NaOH,NaOCl atau NH4OH karena larutan ini dapat merusak struktur lignin sehingga membebaskan

selulosa tanpa merusak karbohidrat.(Enari,1983;Masden dan Grey,1986; Gunam dan Antara,1999

dalam Fitriani,2013)

Mitra Oktavia dkk(2013) di bulan Maret 2013 telah melakukan penelitian pembuatan

bioetanol terhadap si bojag dengan mengkombain antara campuran NaOH dan NH4OH yang

berdasarkan literatur bahwa penggunaan larutan NaOH saja akan memerlukan waktu yang lama

dalam pemutusan lignin. Penelitian tersebut memperoleh waktu optimum dalam pelepasan lignin

dengan konsentrasi NaOH 2 % dan NH4OH 8% selama 3 hari (72 jam), termasuk waktu yang lama

dan tidak sesuai dengan harapan. Namun pada bulan Desember 2013 Fitriani dkk melakukan

penelitian yang sama dengan pelarut yang berbeda yaitu hanya menggunakan NaOH 10% 100mL

diperoleh bahwa waktu optimum hasil proses delignifikasi terbaik adalah pada waktu perendaman 1

hari lebih 4 jam (28jam) dan mengalami penurunan setelahnya. Berdasarkan penelitian tersebut

ternyata penggunaan NaOH 10% mendapatkan waktu optimun yang lebih baik dalam proses

pelepasan lignin dibandingkan menggunakan campuran NaOH 2% dan NH4OH 8% sebagai pelarut

dalam proses delignifikasi.

Setelah lignin dilepas dari selulosa barulah si bojag dapat diolah dan masuk ke proses

berikutnya untuk memproduksi gula yang nantinya akan difermentasi sebagai bioetanol. Pada

proses ini serbuk bonggol jagung hasil delignifikasi dapat diproses melalui 2 metode, melalui

hidrolisis dan dapat juga melalui metode sakarifikasi enzimatik. Namun dari beberapa jurnal

penelitian mengenai pembuatan bioetanol dari si Bojag kebanyakan peneliti memilih menggunakan

hidrolisis dengan asam dari pada metode simultan sakarifikasi menggunakan enzim. Pada studi

literatur dijelaskan bahwa pembentukan etanol dengan cara sakarifikasi lebih cepat dan inhibitor

oleh konsentrasi glukosa yang tinggi dapat diatasi. Namun pada penelitian yang dilakukan Mitra

Oktavia dkk(2013) pada Maret 2013 diperoleh hasil yang bertolak belakang dengan literatur yang

ada, pembentukan etanolnya cukup lama dihitung dari proses sakarifikasi yaitu 99,5 jam (>3 hari).

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi Indryani (2013) yang menggunakan metode

hidrolisis asam diperoleh hasil etanol pada jangka waktu proses 49,5 jam (<3 hari). Begitu juga

hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani,dkk (2013) dengan metode hidrolisis asam yang

Page 5: Biotransformasi Si Bojag

memperoleh bioetanol < 3 hari. Hal ini disebabkan karena kelemahan pada metode sakarifikasi

adalah suhu optimum untuk selulase dan mikroorganisme berbeda sehingga perlu sangat

diperhatikan dan dijaga dalam prosesnya. Dari penelitian tersebut menunjukkan metode hidrolisis

jauh lebih baik digunakan dari pada sakarifikasi mengingat harga enzim yang cocok digunakan

untuk proses sakarifikasi sangat mahal harganya.Namun tetap perlu dilakukan penelitian lanjut

metode mana yang paling tepat dan efisien waktu dan biaya dalam membuat produksi gula dari si

bojag kedepannya.

Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode hidrolisa asam adalah konsentrasi asam

yang digunakan. Taherzadeh dan Kartini (2007) menyatakan bahwa glukosa dari bahan

lignoselulosa dapat menggunakan asam sulfat(H2SO4). Penggunaan asam sulfat pekat (H2SO4(p))

dapat menghasilkan gula yang cukup tinggi, akan tetapi dapat memberikan efek negatif pada

peralatan yang digunakan. Penggunaan asam kuat pada konsentrasi tinggi dan waktu lama pada

proses hidrolisis membutuhkan biaya tinggi dan berbahaya terhadap kerusakan alat sehingga

diusahakan pemakaian asam encer dengan pemanasan pada suhu sekitar 100-120oC

(Gultom,dkk.2002 dalam Fitriani,dkk.2013) Berdasarkan literatur tersebut juga telah dilakukan

penelitian terkait konsentrasi asam yang baik untuk hidrolisis si bojag. Pada penelitian Dewi

Indriani dkk Desember 2013 digunakan asam H2SO4 50% dan diperoleh hasil produksi gula yang

cepat dengan kadar 43,75% namun saat masuk proses fermentasi hasi yang diperoleh tidak

maksimal akibat kelebihan asam sulfat dengan konsentrasi yang pekat telah merusak dan

menghambat aktivitas sel ragi amobil yang digunakan dan penelitian itu menyarankan untuk

menggunakan asam encer untuk peneliti selanjutnya. Di bulan yang sama ternyata peneliti lain

seakan melanjutkan saran peneliti sebelumnya dan menggunakan H2SO4 encer 10% untuk

menghidrolisis serbuk bojag. Hasil penelitian itu ternyata memiliki efek yang lebih baik untuk

proses selanjutnya dimana dihasilkan kadar glukosa 40%, lebih sedikit 3,75% dari penelitian

sebelumnya. Walaupun proses hidrolisisnya terbilang sedikit lama dan hasilnya lebih sedikit

dibandingkan penggunaan asam pekat setidaknya asam encer lebih aman penggunaanya dan

terbukti lebih baik dalam proses produksi bioetanolnya.

Setelah proses hidrolisis berakhir hasil hidrolisis harus dinetralkan dengan basa hingga pH-

nya berkisar 4,5. Mengapa pH-nya harus dinetralkan hingga 4,5 ? Hal ini dikarenakan pada proses

selanjutnya adalah proses fermentasi gula dimana fermentasi ini prosesnya bersifat anaerob dengan

pH substrat 4,5. Dan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti dalam

proses fermentasi, pH substrat dipertahankan optimum pada pH 4,5-5,0 (Hermiati dkk.2010).

Sedangkan khamir yang cocok digunakan dalam fermentasi glukosa si Bojag sebagai Bioetanol

adalah sel ragi Sacharomyces cereviceae, baik yang dijadikan sel amobil maupun tidak karena

Page 6: Biotransformasi Si Bojag

memiliki daya konversi menjadi etanol sangat tinggi, metabolismenya sudah diketahui, metabolit

utama berupa etanol, karbondioksida, dan air serta sedikit menghasilkan metabolit lainnya.. Namun

keuntungan fermentasi menggunakan metode imobilisasi ini adalah sangat efisien sebab produk

(bioetanol) dapat mudah dipisahkan dari sel amobil. Selain itu, sel amobilnya dapat digunakan

kembali untuk produksi bioetanol selanjutnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

Menurut Youseff (dalam Elevri dan Putra,2006) sel saccharomyces cereviceae yang telah diamobil

mampu digunakan untuk penggunaan ulang selama 5 kali pemakaian, setelah 5 kali fermentasi

terjadi penurunan produksi etanol sebesar 20,05%. Akan tetapi Dewi Indryani (2013) memperoleh

hasil sel amobilnya hanya mampu dipakai berulang sebanyak 3 kali pemakaian dengan penurunan

aktivitas perolehan etanol yang diduga aktivitas sel menurun akibat penggunaan H2SO4 dengan

konsentrasi yang terlalu tinggi saat hidrolisis.

Berikut proses reaksi fermentasi yang terjadi dalam pembentukan Bioetanol :

Diawali dengan bahan Glukosa yang kemudian dilisis dalam glikolisis dalam glikolisis di

sitoplasma. Hasil pemecahan 2 piruvat, 2 NADH, dan 2ATP. Proses berpindah ke mitokondria jika

ditempat itu banyak oksigen, namun karena Sacharomyces cereviseae ini tidak perlu oksigen dalam

respirasinya maka asam piruvat akan diubah menjadi asetaldehid yang kemudian dijadikan Etanol.

Asam piruvat diubah menjadi asetaldehid sehingga dilepaskan CO2. Asetaldehid segera mengikat

ion H+ dari penguraian NADH menjadi NAD maka sebagai akseptor ion H+ dalam proses

fermentasi etanol ini adalah asetaldehid. Pengikatan ion H+ oleh asetaldehid akan membentuk

senyawa etanol jadi produk fermentasi ini adalah 2 etanol, 2CO2, dan 2 ATP(Astuti,Puji dkk.2013).

Berikut Mekanisme Fermentasinya :

Page 7: Biotransformasi Si Bojag

Tahap terakhir dari proses ini bisa diikuti dengan pemurnian. Untuk memisahkan alkohol

dari hasil fermentasi dapat dilakukan dengan destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan

berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil

fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C, karena titik alkohol 78°C. sedangkan titik

didih air 100oC. Destilasi adalah memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap suatu

campuran cair dengan cara menguapkannya (separating agent-nya panas), yang diikuti dengan

kondensasi uap yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan. Uap yang dikeluarkan

dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian

campuran yang tidak menguap disebut residu (Astuti,Puji dkk.2013)

Bioetanol yang diperoleh dari si Bojag memiliki nilai energi sebesar 122 MJ/kg. Pengunaan

Bioetanol sebagai bahan bakar baik sebagai campuran bahan bakar bensin atau solar atau sebagai

pengganti bensin telah dahulu dilakukan dibeberapa negara seperti Australia, dan Brazil. Sudah

saatnya Indonesia juga melakukan biotransformasi Limbah seperti Limbah jagung si Bojag sebagai

sesuatu yang bernilai ekonomis yang dapat membantu pemecahan permasalahan bahan bakar di

Indonesia saat ini. Hal ini juga dapat dilihat dari banyaknya produksi komoditas jagung yang

tersebar di berbagai daerah di Indonesia walau tidak tersebar secara merata. Untuk itu pemerintah

perlu memperhatikan petani jagung dan kualitas produksi komoditas jagung di Indonesia dengan

kawasan yang terintegritas sehingga persediaanya tetap meningkat dengan biaya produksi stabil.

Serta membuat suatu kebijakan dalam penanganan limbah bonggol jagung agar bernilai ekonomis

dalam proses pengadaan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Dengan

memilih metode proses produksi yang pas berdasarkan ulasan diatas penulis percaya Bioetanol dari

Bojag bisa menjadi primadona alternatif bahan bakar di Indonesia.

Page 8: Biotransformasi Si Bojag

Kesimpulan

- Bonggol jagung merupakan limbah jagung yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan

tidak memiliki nilai jual lebih memiliki karakteristik sifat kimia yang menganadung bahan

lignoselulosa yang berpotensi sebagai bioenergi terbarukan berupa bioetanol yang dapat

dijadikan sebagai alternatif bahan bakar. Bioetanol dari Bojag ini bersifat ramah lingkungan

dibanding bahan bakar fosil dengan nilai energi sebesar 122 MJ/kg,

- Proses pembuatannya dimulai dari delignifikasi (pelepasan lignin), proses hidrolisis/

sakarifikasi, dan proses fermentasi.Pada delignifikasi disarankan menggunakan pelarut

NaOH tanpa pencampuran.Proses hidrolisis jauh lebih baik dibanding sakarifikasi. Dan pada

hidrolisis sebaiknya digunakan asam encer dalam prosesnya,

- Untuk memproduksi bioetanol bojag (bonggol jagung) di Indonesia dalam jumlah banyak

sebaiknya perlu mengkaji dan memperhatikan kembali pemilihan teknik metode

pemprosesan yang tepat agar mendapatkan bioetanol yang ekonomis dari segi waktu, biaya

produksi serta nilai jualnya.

Daftar Pustaka

Astuti,Puji,dkk.2013. Pembuatan Bietanol Dari Limbah Tongkol Jagung Dengan Variasi

Konsentrasi Asam Klorida Dan Waktu Fermentasi.Palembang:UNSRI

Elevri, P.A. dan Putra, S.R.2006.Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae

yang Diamobilisasi dengan Agar Batang, Akta Kimia Indonesia Vol. 1 No. 2 April

2006: 105-114.Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA ITS.

Fitriani,dkk.2013.Produksi Bioetanol Tongkol Jagung (Zea Mays) dari Hasil Proses

Delignifikasi.Online Jurnal Of Natural Science: Vol 2 (3) :66-74

Hermiati,dkk. 2010.Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi

Bioetanol. Bogor,Bandung : UPT BPP Biomaterial – LIPI, Institut Pertanian Bogor, dan

Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI

Hadiyanto,dkk.2013. Proses Produksi Bioenergi Berbasiskan Bioteknologi. Online

Jurnal.

Indriany,dkk.2013. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung (Zea Mays) untuk Produksi Bioetanol

Menggunakan Sel Ragi Amobil Secara Berulang. Online Jurnal Of Natural Science: Vol 2

(3) :54-65

Oktavia,Mitra dkk.2013. Produksi Bioetanol dari Tongkol Jagung dengan Metode Simultan

Sakarifikasi dan Fermentasi.Padang : Jurnal Kimia Unand Vol 2 No(1)

Ruane,et. 2010. Bioenergy And The Potential Contribution Of Agricultural Biotechnologies

In Developing Countries. ScienceDirect. Biomas & Bioenergy.

Page 9: Biotransformasi Si Bojag

Subekti, H.2006.Produksi Etanol dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol Jagung oleh

Saccharomyces cerevisiae. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian ITB

Shofiyanto, M. Edy. 2008. Hidrolisa Tongkol Jagung oleh Bakteri Selulolitik Untuk Produksi

Bioetanol Dalam Kultur Campuran. Fakultas Teknologi. Bogor : Pertanian IPB.

Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K. 2007.Acid-Based Hydrolysis Processes For Ethanol From

Lignosellulosic Materials:A Review, BioResource. 2, 707-738.

Widodo,dkk.2010.Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya.Tanggerang: Badan

litbang Pertanian,Departemen Pertanian

BPS.2014(http://www.bps.go.id/-download_file/IP_Februari_2014.pdf) diakses tanggal :

7september2014-09-08