Bioteknologi Konvensional dan Modern.docx
-
Upload
dahlia-qadari -
Category
Documents
-
view
91 -
download
5
Transcript of Bioteknologi Konvensional dan Modern.docx
Bioteknologi Konvensional dan Modern (Teknologi Bioproses)
BIOTEKNOLOGI (MATERI BIOPROSES)
Oleh: Wahid Biyobe bersama Djumali Mangunwidjaja dan Ani Suryani
(dalam Buku: Teknologi Bioproses 2012)
Revolusi biologi yang diawali dengan penemuan struktur
sulur ganda (heliks) molekul DNA (asam deoksiribo nukleat) oleh Watson dan Crick (1953)
melejit pesat di pertengahan tahun 1970-an dengan berkembangnya rekayasa genetika.
Perkembangan ini menjadikan bioteknologi sebagai bidang antardisiplin yang memberi
harapan untuk memecahakan problem yang dihadapi manusia. Padahal penerapan proses-
proses bioteknologis sebenarnya telah berabad-abad lamanya dikenal dan dibudidayakan oleh
umat manusia.
Di penghujung abad ke-20 bioteknologi telah menjadi salah satu penopang kegiatan industri
terutama di Negara-negara maju. Sebaliknya upaya pengembangan dan npenerpannya di
negara-negara berkembang masih banyak menghadapi masalah dan dilemma. Hal ini karena
bioteknologis memerlukan padat modal untuk penelitian dan penerapannya. Selain itu, juga
memerlukan dukungan sumberdaya manusia berupa pakar dan insinyur yang berkelayakan
tinggi.
Pengetahuan manusia tentang bioteknologi berawal dari pembuatan makanan dan minuman
secara fermentasi. Seni pembuatan pangan terfermentasi tersebut telah dikenal oleh
masyarakat Babilonia sejak 6.000 tahun SM, jauh sebelum Louis Pasteur mencetuskan
temuannya tentang peran mikroba atau jasad renik dalam fermentasi.
Minuman khas jepang (sake), bir, anggur, keju, yogurt, dan pangan
tradisionalIndonesia (tempe, oncom, acar, peda) merupakan contoh hasil proses bioteknologis
tradisional. Tahapan ini disebut bioteknologi generasi pertama atau era pra-pasteur. Tahapan
ini dicirikan oleh pemanfaatan atau pendayagunaan mikroba (bakteri, kapang, khamir) untuk
pengawetan dan atau pembuatan makanan/minuman. Sampai tahun 1940-an, penggunaan
mikroba juga dikembangkan untuk produksi bahan kimia (aseton-butanol, asam sitrat) dan
biomassa.
Bioteknologi generasi kedua dimulai ketika ditemukan penisilin oleh Fleming (1928/1929)
dan permulaan pengusahaannya dalam bentuk indutri pada tahun 1944. Pada era ini (dan
sampai seekarang) kegiatan bioteknologis diwarnai oleh proses produksi industri antibiotik,
vitamin, dan asam orgaanik dengan fermentasi. Masa tersebut dikenal pula sebagai era
antibiotik.
Bioteknologi generasi ketiga melejit secara pesat pada paruh tahun 1970-an dengan
diterapkannya rekayasa genetika untuk manipulasi dan memperbaiki sifat organisme sebagai
“agen” yang berperan penting dalam bioproses. Berbagai produk farmasi dan kedokteran
yang bernilai tinggi seperti interferon, hormon, dan vaksin diproduksikan berkat rekayasa
genetik ini. Teknologi hibridoma yang ditemukan oleh Kohler dan Milstein (1975) membuka
era ini untuk produksi antibodi monoklonal (Anonymous, 1990). Kekhasan ini menyebabkan
tahapan perkembangan ini dinamai bioteknologi baru.
Perkembangan proses bioteknologis tidak lepas dari peran enzim, suatu biokatalis.
Perkembangan yang pesat di bidang bioproses telah memberikan banyak manfaat bagi
manusia. Manfaat langsung yang dirasakan antara lain dihasilkannya berbagai produk dari
penerapan bioproses berskala industri atau komersial.
Perkembangan pnerapan bioproses yang pertama kali yaitu dalam proses produksi (bahan
pangan, kemudian berkembang ke bidang-bidang lain. Perkembangan yang sangat cepat yang
terjadi pada produksi asam amino yang menggunakan mikroba secara anaerobik. Dua contoh
produk yang dibuat secara besar-besaran yaitu monosodium glutamat yang digunakan sebagai
penyedap masakan dan lisin yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan makanan
ternak. Penerapan bioproses di bidang teknologi pangan didasarkan bahwa mikroba
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan bahan-bahan bermutu rendah menjadi bahan
pangan berprotein tinggi. Industri berskala besar mulai memanfaatkan fenomenan ini dengan
menumbuhkan Saccaromyces reveciae, khamir ini mulai digunakan secara tidak sengaja
dalam saos dan sop untuk konsumsi manusia. Hal yang sama kemudian terjadi dalam
produksi Candida arborea dan Candida utilis . keberhasilan pemanfaatan substrat (sumber
karbon) dari hasil-hasil pertanian berpati (gula), kemudian diikuti dengan penemuan proses-
proses baru. Pembuatan protein sel tunggal (PST) misalnya dapat dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai jenis substrat seperti Petrolium (hidrokarbon), metana, metanol, dan
pati, meskipun hasilnya masih terbtas untuk pakan. Seiring dengan perkembangan bidang
bioteknologi, penerapan bioprose berkembang ke bidang-bidang lainseperti industri
pertanian, agroindustri, kimia, farmasi, bahan energi dan penanganan lingkungan.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa produk bioteknologi yang menggunakan teknologi
bioproses dalam industri diantaranya:
1. Agroindustri
Penerapan bioproses di agroindustri antara lain diawali dengan pendayagunaan fermen
Tasi mikrobial untuk memproduksi bir, minuman anggur, dan pangan terfermentasi.
Perkembangan fermentasi bioproses terjadi sebagai suaru tradisi yang lebih merupakan seni
daripada teknologi, sampai beberapa dasawarsa terakhir. Pemahaman yang semakin baik
terhadap proses mikrobial mengarah kepada pengendalian kebusukan bahan pangan,
peningkatan keadaan dan kemampuan produksi dalam fermentasi serta penerapan dalam
produksi komoditas baru seperti protein sel tunggal (PST), penyedap masakan, gula cair, dan
koleokimia. Meskipun sulit memperkirakan dengan tepat dampak perkembangan bioproses di
agroindustri tetapi secara umum menunjukan keenderungan yang saling terkait.
1. metode tradisional dalam pengolahan pangan misalnya secara perlahan akan digantikan
oleh bioreaktor yang berisi sel-sel hewan, tanaman, atau mikroba.
2. berkembangnya teknik rekayasa genetika mendukung pemilihan teknologi ini agar dapat
digunakan dalam proses industri secara komersial. Contohnya yaitu asam sitrat yang
digunakan sebagai bahan tambahan kimiawi pada pangan, sekarang diproduksi besar-besaran
menggunakan proses mikrobial, sebagai pengganti proses ekstrasi jeruk. Teknologi yang
relatif baru dan mempunyai prospek yang baik adalah penerapan bioproses (enzim atau
mikroba) untuk menghasilkan oleokimia dari minyak nabati.
2. Produk khamir roti (baker’s yeast)
Meskipun berbagai teknologi proses telah berkembang dan diterapkan dalam pembuatan roti,
tetapi penggunaan khamir masih meruapakn pilihan utama yang paling banyak dipakai. Jenis
khamir yang paling banyak digunakan adalahSaccharomyces receviceae secara komersial
khamir roti telah diproduksi tahun 1846 dengan ditemukan proses wina oleh Moutner
menggunakan bahan dasar malt dan jagung. Dari 100 kg bahan baku dapat diperoleh 12 kg
khamir roti dan 28 kg alkohol. Perkembangan IPTEK dan proses wina tersebut telah
mengahasilkan konversi 100% dari bahan baku.
Selain dari tepung dan biji-bijian khamir roti dapat dibuat dari tetes sulpiteliquor etanol dan
metanol. Penggunaan etanol sebagai substrat dapat dihasilkan antara 50-74 kg khamir per 100
kg etanol (Oura, 1972). Dewasa ini, khamir roti dihasilkan terutama dari tetes tebu yaitu
unsur haranya diperkaya dengan penambahan berbagai sumber nitrogen (amonia atau garam-
garam amonium), sumber fosfor (amunium fosfat atau dalam bentuk superfosfat), dan juga
penambahan sumber vitamin.
3. Gula dan Hidrolisa Pati
Diantara jenis pati yang diproduksi secara besar-besaran yaitu jagung, tapioka, dam sagu.
Hidrolisa terhadap bahan pangan ini telah dilakukan oleh negara-negara maju. Sebagian besar
(60%) produk pati diperdagangkan sebagai gula yaitu sirup malt, glukosa, dan fruktosa.
Lebih dari 90% produksi gula ini ditujukan untuk bahan pemanis, dan beberapa di antaranya
untuk tujuan khusus. Biasanya ada produk yang disebut sebagai sirup glukosa yang
digunakan untuk pemanis pada industri pangan (permen, selai, dan pengalengan buah-
buahan).
4. Produk berprotein
Pemanfaatan biomassa mikrobial sebagai protein secara komersial dimulai sejak perang dunia
I di Jerman dengan memproduksi khamir Torula. Kecemasan akan kekurangan pangan dan
mal nutrisi di dunia pada tahun 1970-an telah meningkatkan perhatiaan pada PST (protein sel
tunggal). Bahan-bahan mikrobial sangat tinggi nilainya, terutama kandungan protein yang
merupakan sebagian besar dari bobot kering sel hampir semua spesies. Penggunaan protein
mikrobial untuk memenuhi kebutuhan dunia sudah menjadi bahan diskusi dan topik
penelitian sejak beberaapa dasawarsa yang lalu. Pemanfaatan protein mikrobial dapat
dilakukan secara tidak langsung, yaitu sebagai komponen protein dalam pakan ternak
sehingga mengurangi kebutuhan pemakaian bahan-bahan lain seperti kedelai dan tepung
ikan. Protein ini juga dapat digunakan secara langsung sebagai campuran pangan. Istilah
protein sel tunggal (PST) digunakan untuk membedakan bahwa protein ini berasal dari
organisme bersel tunggal atau banyak, tetapi sederhana. Biasanya jenis algalah yang sering
digunakan sebagai sumber PST seperti pada genus Chlorella, Scenedus, dan Spirulina.
5. Produk susu
Produk fermentasi utama yang dihasilkan dari peternakan adalah susu. Fermentasi susu
umumnya disebabkan oleh bakteri Streptococci dan Lactobacilli. Bakteri ini merombak
laktosa menjadi asam laktat. Reaksi-reaksi lain yang membedakan produk-produk fermentasi
susu. Produk-produk ini meliputi mentega-susu, krim asam, yogurt, dan keju.
5.1 Pembuatan keju
Dalam pembuatan keju, pembentukan gumpalan dengan kasein pada titik isolistrik (pH 4,6)
oleh asam laktat sangat penting. Untuk keju swiss, fermentasi asam propionat sangat penting
dalam pembentukan perisa khas. Kekhasan perisa mentega susu, susu-asam, dan minyak keju
ditentukan oleh fermentasi asam sitrat. Perisa dihasilkan dari suatu kesetimbangan
(perbandingan) diasetil asam propionat dan asetat serta senyawa terkait lainnya. Keju
merupakan produk-produk segar atau produk-produk dengan tingkat kematangan yang
beragam dan dibuat dari gumpalan susu. Berdasarkan cara dan proses pembuatan serta
cirinya, keju dapat dibedakan menjadi keju segar, keju segar berbentuk granula, harzev
cheese, emmental (swiss) cheese, dll.
5.2 Whey
Whey adalah hasil samping pembuatan keju. Pada masa lampau, whey dianggap sebagai
limbah industri. Perkembangan akhir-akhir ini whey telah dimanfaatkan untuk bahan pemanis
yang digunakan dalam industri kembang gula, es krim, dan produk konveksi lainnya.
5.3 Yogurt
Yogurt merupakan salah satu dari produksi fermentasi susu (sapi, kambing, dan domba).
Yogurt padat adalah satu produk susu berwarna putih dengan permukaan halus seperti
porselin. Yogurt mempunyai sifat konsistensi gel padat seperti krim, dapat dipotong, dan
tidak menghasilkan whey. Yogurt juga mempunyai bau asam laktat segar dengan rasa khas,
menyenangkan, kental, dan sedikit asin. Yogurt dihasilkan dari susu panas dengan tingkat
lemak yang beragam, krim, atau dari bahan padatan yang dibentuk dengan menggunakan
bakteri asam laktat, tergantung pada karakteristik hasil yang diinginkan. Sebagai produk yang
siap dikonsumsi, yogurt umumnya mengandung sejumlah besar bakteri yogurt yang masih
hidup. Pembuatan yogurt umumnya menggunakan bakteri Streptococcus
thermophillus dan Lactobacilus bulgaricus.
5.4 Mentega
Dari segi pembuatannya, mentega merupakan produk yang paling sederhana dalam
kelompoknya. Krim susu dipekatkan dari 30-32% menjadi 30-40% sesuai dengan komposisi
produk akhir yang diinginkan. Pengadukan krim ini merubah emulsi minyak dalam air
menjadi tipe air dalam minyak. Biakan mentega terseleksi dapat digunakan untuk membentuk
perisa dan mempertahankan mutu. Perbaikan perisa dihasilkan dari pengembangbiakan
khusus spesies bakteri yang dipilih berdasarkan kemampuannya membentuk senyawa perisa
yang diinginkan. Biakan yang pertama kali digunakan adalah Streptococcus lactis dan
sebangsanya. Kemudian, biakan campuran S. Lactis yaitu Leuconostoc
citrovorum danL.dextrainicum.
5.5 Susu mentega berkultur
Susu mentega merupakan produk susu asam yang bernilai tinggi yang diperoleh dari hasil
samping pembuatan mentega asam. Selain itu, juga dapat diperoleh dari bagian-bagian
pengasaman whey krim-manis yang tertinggal setelah pemisahan mentega krim manis.
Susu mentega atau susu mentega berkultur (cultured butter milk) disiapkan dengan
mengasamkan susu mentega asli, atau lebih umum , susu skim dengan suatu biakan starter S.
Cremonis dan bakteri aroma (L. citrovorum atau L. dextranicum). Kedua tipe mikroba ini
sangat penting untuk menghasilkan kekhasan perisa dan aroma mentega,
tetapi Streptococci jauh lebih berperan. Fungsi Streptococci laktat dalam starter adalah untuk
menghasilkan asam laktat yang diperlukan dalam pembentukan citarasa asin yang diinginkan,
pembentukan curd, dan menurunkan pH sampai titik tertentu sehingga bakteri aroma
menghasilkan asam mudah menguap yang maksimum.
5.6 Krim asam berkultur dan kefir
Produk ini dibuat dengan cara mirip dengan pembuatan susu mentega berkultur. Susu
diinokulasi dengan 0,5-1% starter mentega dan diinokulasi sehingga keasaman mencapai
0,6%. Kandungan lemak krim diatur menjadi 10% atau 20-25%. Kemudian, dihomogenkan
dan diinkubasi pada suhu 18-20C dengan 2-4% biakan berkrim. Setelah sekitar 9 jam, pH
mencapai 4,9-5,1. selanjutnya, produk didinginkan hingga 40C, dipak, dan disimpan di tempat
yang dingin. Sedangkan kefir pertama kali ditemukan dari susu sapi, susu kambing, dan susu
domba. Biasanya kefir banyak di produksi di rusia. Kefir memang tidak sepopuler yogurt.
Kefir mengandung 0,8-1% asam laktat, 0,3-0,8% etanol, dan karbondioksida. Alkohol dan
karbondioksida bersama-sama dengan sejumlah kecil biasetil, asetaldehida, dan aseton
berperan nyata terhadap karakteristik rasa penyegar. Biakan kefir atau biji kefir (kefir grains)
yang juga disebut sebagai ”Juwawut Nabi” oleh orang islam adalah rumpun kacang kapri
yang putih kekuningan sebear walnut (sejenis kacang) dan menyerupai bunga kol. Bahan ini
mengandung sedikit sekali polisakarida terlarut, tetapi banyak mengandung polisakarida
kefiran dan kasein peenggumpal asam yang berisi simbiosis mikroflora. Selain khamir
fermentasi laktosa, seperti Saccharomyces kefir dan Candida kefir (5-10% biakan), juga
terdapat Lactobacilli homo dan letero-fermentative (misalnyaL.kefir), Streptococci asam
laktat mesofilik, serta Leuconostoc. Campuran kefir yang digunakan tergantung proses, iklim,
atau susu yang digunakan.
Sumber referensi:
Mangunwidjaja, Djumali dan Suryani. 1994. Teknologi Bioproses.
Jakarta: Penebar Swadaya
http://wahid-biyobe.blogspot.com/2012/03/bioteknologi-konvensional-dan-modern.html