Biokimia Respirasi

14
BIOKIMIA RESPIRASI KESEIMBANGAN ASAM – BASA Keseimbangan Asam-Basa Istilah keseimbangan asam-basa merujuk kepada regulasi tepat konsentrasi ion Hidrogen [H + ] bebas dalam cairan tubuh. Untuk mempertahankan secara tepat [H + ], pemasukan [H + ], pemasukan H + oleh produksi asam secara metabolis harus secara terus menerus diimbangi oleh pengeluaran H + melalui ekskresi H + di urin dan pengeluaran CO 2 penghasil H + di paru. Selain itu, antara waktu pembentukan dan eleminasinya, H + harus didapar di dalam tubuh untuk mencegah fluktuasi mencolok [H + ]. [H + ] dalam CES normalnya adalah 4 x 10 -8 ekivalen per liter. Konsep pH dikembangkan untuk menyatakan [H + ] secara lebih mudah. Jadi, konsentrasi ion Hidrogen sering dinyatakan dalam pH, yaitu log 1/[H + ]. pH Darah (keasaman) Istilah pH darah menunjukkan nilai keasaman atau keseimbangan asam-basa darah yang dinyatakan dalam bentuk logaritma. Jika nilai pH turun disebut asidemia, yaitu suasana kelebihan asam di dalam darah. Jika pH naik disebut alkalemia, yaitu kekurangan asam di dalam darah. pH darah arteri normalnya adalah 7,45 dan pH darah vena 7,35, untuk pH darah rerata 7,4. pH darah vena sedikit lebih rendah (lebih asam) daripada darah arteri karena dihasilkan H + dari pembentukan H 2 CO 3 dari CO 2 yang diserap dikapiler jaringan. pH arteri yang kurang dari 6,8 atau lebih dari 8,0 tidak memugkinkan hidup. Karena kematian terjadi jika pH arteri terletak di luar kisaran 6,8 dan 8,0 selama lebih dari beberapa detik, maka [H + ] cairan tubuh harus diatur secara cermat. Mekanisme homeostatic mengupayakan kompensasi, baik terhadap suasana asidemia maupun alkalemia agar nilai pH darah tetap disekitar 7,4. Jika terdapat perubahan asam-basa darah namun suasana telah terkompensasi sehingga pH mendekati nilai 7,4

description

keseimbangan asam

Transcript of Biokimia Respirasi

Page 1: Biokimia Respirasi

BIOKIMIA RESPIRASI KESEIMBANGAN ASAM – BASA

Keseimbangan Asam-Basa

Istilah keseimbangan asam-basa merujuk kepada regulasi tepat konsentrasi ion Hidrogen [H+] bebas dalam cairan tubuh. Untuk mempertahankan secara tepat [H+], pemasukan [H+], pemasukan H+ oleh produksi asam secara metabolis harus secara terus menerus diimbangi oleh pengeluaran H+ melalui ekskresi H+ di urin dan pengeluaran CO2 penghasil H+ di paru. Selain itu, antara waktu pembentukan dan eleminasinya, H+ harus didapar di dalam tubuh untuk mencegah fluktuasi mencolok [H+].

[H+] dalam CES normalnya adalah 4 x 10-8 ekivalen per liter. Konsep pH dikembangkan untuk menyatakan [H+] secara lebih mudah. Jadi, konsentrasi ion Hidrogen sering dinyatakan dalam pH, yaitu log 1/[H+].

pH Darah (keasaman)

Istilah pH darah menunjukkan nilai keasaman atau keseimbangan asam-basa darah yang dinyatakan dalam bentuk logaritma. Jika nilai pH turun disebut asidemia, yaitu suasana kelebihan asam di dalam darah. Jika pH naik disebut alkalemia, yaitu kekurangan asam di dalam darah. pH darah arteri normalnya adalah 7,45 dan pH darah vena 7,35, untuk pH darah rerata 7,4. pH darah vena sedikit lebih rendah (lebih asam) daripada darah arteri karena dihasilkan H+ dari pembentukan H2CO3 dari CO2 yang diserap dikapiler jaringan. pH arteri yang kurang dari 6,8 atau lebih dari 8,0 tidak memugkinkan hidup. Karena kematian terjadi jika pH arteri terletak di luar kisaran 6,8 dan 8,0 selama lebih dari beberapa detik, maka [H+] cairan tubuh harus diatur secara cermat.

Mekanisme homeostatic mengupayakan kompensasi, baik terhadap suasana asidemia maupun alkalemia agar nilai pH darah tetap disekitar 7,4. Jika terdapat perubahan asam-basa darah namun suasana telah terkompensasi sehingga pH mendekati nilai 7,4 keadaan ini tidak lagi digolongkan sebagai asidemia atau alkalemia, tetapi disebut asidosis dan alkalosis.

Fluktuasi [H+]

Fluktuasi [H+] mengganggu aktivitas saraf, enzim, dan K+. Hanya kisaran pH yang sempit yang memungkinkan kehidupan, karena bahkan perubahan kecil pada [H+] menimbulkan efek dramatic pada fungsi sel normal. Konsekuensi utama fluktuasi [H+] mencakup hal berikut:

1. Perubahan eksitabilitas neuromuskulus, dengan asidosis menekan eksitabilitas, khususnya di susunan saraf pusat, dan alkalosis menyebabkan eksitabilitas berlebihan baik di saraf perifer maupun susunan saraf pusat.

2. Gangguan reaksi-reaksi metabolic normal dengan mengubah struktur dan fungsi semua enzim.

Page 2: Biokimia Respirasi

3. Perubahan [K+] plasma yang ditimbulkan oleh perubahan laju eleminasi K+ yang diinduksi oleh H+, oleh ginjal.

Sumber H+ di Tubuh

Seperti konstituen lainnya, pemasukkan ion hidrogen harus diseimbangkan dengan pengeluaran yang sama agar [H+] di cairan tubuh konstan. Disisi pemasukan, hanya sejumlah kecil asam yang mampu terurai untuk menghasilkan H+ yang tertelan bersama makanan, misalnya asam sitrat lemah yang terdapat dalam jeruk. Sebagian besar H+ di dalam cairan tubuh dihasilkan secara internal dari aktivitas metabolic. Dalam keadaan normal, H+ secara terus-menerus ditambahkan ke dalam cairan tubuh dari tiga sumber berikut:

1. Pembentukan asam karbonat2. Asam inorganic yang diproduksi selama penguraian nutrient3. Asam organic yang berasal dari metabolisme

Tiga Lini Pertahanan Terhadap Perubahan [H+]

Tantangan utama dalam mengontrol keseimbangan asam-basa adalah mempertahankan kebasaan plasma normal karena terjadi penambahan terus-menerus H+ dari aktivitas metabolic. Sumber utama penguraian H2CO3 yang dibentuk oleh CO2.

Tiga lini pertahanan untuk menahan perubahan pada [H+] yang bekerja untuk mempertahankan [H+] dicairan tubuh pada kadar hamper tetap meskipun pemasukan tidak diatur:

1. System dapar (penyangga) kimiawi2. Mekanisme pernapasan untuk mengontrol pH3. Mekanisme ginjal untuk mengontrol pH

SISTEM DAPAR: lini pertahanan pertama terhadap perubahan [H+]

Dapar adalah larutan garam lemah yang dapat mengikat H+. pendaparan tidak menghilangkan H+

dari tubuh. Untuk sementara, dapar sedikit membersihkan setiap H+ yang di produksi. Pendaparan hanya merupakan solusi jangka-pendek untuk mengatasi masalah kelebihan H+. Pada akhirnya, tubuh harus mengeluarkan H+ tersebut melalui ekskresi ginjal.

Tubuh mempunyai sejumlah dapar untuk menyeimbangkan perubahan tiba-tiba dalam pembentukan H+. protein dapat berperan sebagai dapar, dan hemoglobin dalam eritrosit memiliki kapasitas yang besar untuk mengikat H+ . Dalam cairan ekstraseluler, bikarbonat merupakan dapar utama. Dalam system dapar ini, bikarbonat (HCO3

-) bereaksi dengan H+ membentuk asam karbonat (H2CO3) . System dapar ini sangat unik, yaitu (H2CO3) dapat terdisosiasi menjadi air dan karbondioksida.

Sementara dapar sederhana segera menjadi tidak efektif ketika reaksi H+ dan anion asam lemah mencapai kesetimbangan, system karbonat tetap bekerja karena asam karbonat dikeluarkan

Page 3: Biokimia Respirasi

sebagai karbondioksida. Batasan keefektifan system bikarbonat telah habis terpakai. Status asam-basa pasien dinilai berdasarkan pertimbangan system bikarbonat dalam plasma.

Reaksi antara H+ dan bikarbonat terjadi dengan cepat, tetapi pemecahan asam karbonat menjadi karbondioksida dan air terjadi relative perlahan. Reaksi ini dipercepat oleh suatu enzim, yaitu karbonat anhydrase, yang terutama terbentuk ketika reaksi ini sangat dibutuhkan, di eritrosit dan ginjal. Pendaparan oleh system bikarbonat secara efektif membuang H+ dari CES melalui peran bikarbonat. Karbondioksida yang terbentuk dapat dikeluarkan melalui paru, dan air menggabung dengan cairan tubuh. CES mengandung sejumlah besar bikarbonat, sekitar 24 mmol/L. Apabila H+ mulai meningkat karena alas tertentu, konsentrasi bikarbonat akan turun karena system pendaparan mulai bekerja.

Semua system dapar kimiawi bekerja dalam waktu singkat, dalam waktu sekian detik, untuk memperkecil perubahan pH. Jika [H+] berubah maka reaksi-reaksi kimia reversible system dapar yang terlibat segera bergeser untuk mengompensasi perubahan [H+]. Karena itu, system dapar adalah lini pertama pertahanan terhadap perubahan [H+] karena merupakan mekanisme pertama yang berespons.

SISTEM PERNAPASAN: lini pertahanan kedua terhadap perubahan [H+]

Regulasi oleh system pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang, aktif hanya jika system dapar saja tidak mampu meminimalkan perubahan [H+]. Jika terjadi penyimpangan [H+] maka system dapar segera berespons, sementara penyesuaian pada ventilasi memerlukan beberapa menit sebelum dimulai. Jika penyimpangan [H+] tersebut tidak cepat dan tuntas di dalam beberapa menit kemuadian sehingga berfungsi sebagai lini kedua pertahanan terhadap perubahan [H+].

System pernapaan sendiri dapat mengembalikan pH hanya 50% sampai 75% ke normalnya. Ketidakmampuan system pernapasan mengompensasi secara penuh ketidakseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh factor di luar system pernapasan disebabkan oleh dua alasan. Pertama, selama kompensasi respiratorik terhadap suatu penyimpangan pH, kemoreseptor perifer, yang meningkatkan ventilasi sebagai respons peningkatan [H+] arteri, dan kemoreseptor sentral, yang meningkatkan ventilasi sebagai respons terhadap peningkatan [CO2] , bekerja bertentangan. Bayangkan apa yang terjadi sebagai respons terhadap asidosis yang ditimbulkan oleh kausa nonrespirasi. Ketika mendeteksi peningkatan [H+] arteri, kemoreseptor perifer secara reflex merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan ventilasi sehingga lebih banyak CO2

pembentuk asam yang dibuang keluar. Namun, sebagai respons penurunan CO2, kemoreseptor sentral mulai menghambat pusat pernapasan. Dengan melawan kerja kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral menghentikan peningkatan kompensatorik ventilasi sebelum pH kembali ke normal.

Kedua, gaya pendorong untuk peningkatan kompensatorik ventilasi berkurang seiring dengan bergeraknya pH menuju normal. Ventilasi ditingkatkan oleh kemoreseptor perifer sebagai

Page 4: Biokimia Respirasi

respons terhadap peningkatan [H+] arteri, tetapi seiring dengan berkurangnya secara gradual [H+] akibat peningkatan pengeluaran CO2 penghasil asam, respons ventilasi yang semula meningkat juga secara bertahap berkurang.

Tentu saja ketika perubahan [H+] berakar dari fluktuasi [CO2] yang ditimbulkan oleh gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak berperan mengontrol pH. Sebagai contoh, jika terjadi asidosis karena akumulasi CO2 akibat penyakit paru maka paru yang sakit tidak mungkin mengompensasi asidosis dengan meningkatkan kecepatan pembuangan CO2. System penyangga selain pasangan H2CO3:HCO3

- plus regulasi ginjal adalah satu-satunya mekanisme yang tersedia untuk melawan kelainan asam-basa yang disebabkan oleh factor pernapasan.

GINJAL: lini ketiga pertahanan terhadap perubahan [H+]

Ginjal memerlukan beberapa jam sampai hari untuk mengompensasi perubahan pH cairan tubuh, dibandingkan dengan respons segera dari system dapar dan kemunculan bebepa menit kemudia respons system pernapasan. Karena itu, ginjal membentuk lini ketiga pertahanan terhadap perubahan [H+] di cairan tubuh. Namun, ginjal adalah mekanisme regulasi asam-basa terkuat; organ ini tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran H+ dari semua sumber tetapi juga dapat menahan atau mengeliminasi HCO3

- bergantung pasa status asam-basa tubuh. Sebagai contoh, selama kompensasi ginjal untuk asidosis, untuk setiap H+ yang disekresikan di urin, satu HCO3

-

baru ditambahkan ke plasma untuk menyangga (melalui system H2CO3:HCO3-) H+ yang masih

ada di cairan tubuh. Dengan secara bersamaan mengeluarkan asam (H+) dari dan menambahkan basa (HCO3

-) ke cairan tubuh, ginjal mampu memulihkan pH kea rah normal lebih efektif daripada paru, yang hanya dapat menyesuaikan jumlah CO2 pembentuk H+ di tubuh.

Yang juga berperan dalam kemampuan regulatorik asam-basa ginjal adalah kemampuan organ ini mengembalikan pH hamper tepat ke normal. Dibandingkan dengan system pernapasan yang tidak mampu mengompensasi secara penuh kelainan pH, ginjal dapat terus berespons terhadap perubahan pH sampai kompensasi pada hakikatnya selesai.

KETIDAKSEIMBANGAN ASAM-BASA

Penyimpangan dari status normal asam basa di bagi menjadi empat kategori , bergantung pada sumber dan arah perubahan abnormal [H+

] .Kategori tersebut adalah asidosis respiratorik , alkalosis respiratorik , asidosis metabolic dan alkalosis metabolic .

1. Asidosis respiratorik memiliki rasio kurang dari 20/1 yang berasal dari peningkatan [CO2]

2. Alkalosis respiratorik memiliki rasio lebih dari 20/1 karena berkurangnya [CO2]

3. Asidosis metabolic memiliki rasio kurang dari 20/1 yang berkaitan dengan penurunan [HCO3

-]

Page 5: Biokimia Respirasi

4. Alkalosis metabolic memiliki rasio lebih dari 20/10 yang berasal dari peningkatan [HCO3

-]

Gangguan Asam Basa Respiratorik

Pada ganguan asam basa respiratorik , masalah utama disebabkan oleh perubahan PCO2 darah dalam arteri . Ganguan pernapasan disebabkan oleh jumlah udara yang masuk atau keluar paru atau perubahan kemampuan gas melewati membrane alveolus .

1. Asidosis Respiratorik

Adalah akibat dari retensi abnormal CO2 karena hipoventilasi . Karena CO2

yang keluar dari paru lebih sedikit daripada normal maka peningkatan pembentukan dan penguraian H2 CO3 yang terjadi menyebabkan peningkatan [H+] .

Asidosis respiratorik bersifat akut atau kronis .

Asidosis Respiratorik Akut :

Kondisi akut dapat terjadi dalam hitungan menit atau jam . kondisi ini tidak terkompensasi kompensasi ginjal tidak sempat terjadi karena mekanisme yang menyesuaikan rabsorbsi bikarbonat membutuhkan waktu 48-72 jam untuk betul betul efektif . Masalah utama dalam asidosis akut adalah hipoventilasi alveolus . Apabila aliran udara berkurang sebagian atau sempurna PCO2 dalam darah akan naik tiba tiba dan H+ akan naik dengan cepat . PO2 rendah dan PCO2 tinggi .

Asidosis Respiratorik Kronik :

Kondisi kronis merupakan kondisi yang berlangsung lama , yang disertai kompensasi ginjal yang maksimal . masalah utamanya adalah tergangunya ventilasi alveolus tetapi kompensasi ginjal sangat mempengaruhi gambaran asam basa .

Penyebab asidosis respiratorik

Penyebab asidosis respiratorik adalah mencakup penyakit paru , depresi pusat pernafasan oleh obat atau penyakit , ganguan saraf atau otot yang mengurangi kemampuan bernapas , atau bahkan hanya tindakan menahan napas .

Page 6: Biokimia Respirasi

Kompensasi untuk asidosis respiratorik

Tindakan kompensasi bekerja untuk memulihkan ph ke normal

Dapar kimiawi segera menyerap kelebihan H+

Mekanisme pernafaasan biasanya tidak dapat berespons dengan meningkatkan ventilasi karena masalah respirasi justru menjadi penyebab

Karena itu ginjal menjadi sangat penting dalam tindakan kompensasi terhadap asidosis respiratorik . Organ ini menahan semua HCO3

- yang difiltrasi dan menambahkan HCO3

- baru ke plasma sembari secara bersamaan mensekresi dan kemudian mensekresi lebih banyak H+

Akibatnya simpanan HCO3- di tubuh meningkat , [HCO3

- ] plasma menjadi dua kali lipat sehingga rasio [HCO3

-]/[CO2] adalah 40/2 dan bukan 20/2 seperti sebelum terkompensasi . Rasio 40/2 ekivalen dengan rasio normal 20/1 sehingga pH kembali normal 7.4 . peningkatan konservasi HCO3

- oleh ginjal telah mengompresi secara penuh akumulasi CO2

sehingga ph kembali ke normal meskipun kini CO2 dan HCO3

- berubah .

2. Alkalosis Respiratorik

Defek primer alkalosis respiratorik adalah pengeluaran berlebih CO2

dari tubuh akibat hiperventilasi . jika ventilasi paru meningkat melebihi laju produksi CO2

maka CO2 yang keluar akan terlalu banyak . Akibatnya H

2CO3 yang terbentuk berkurang dan H+ menurun .

Penyebab Alkalosis Respiratorik

Kemungkinan penyebab respiratorik mencakup demam rasa cemas dan keracunan aspirin semuanya merangsang ventilasi secara berlebihan tanpa mempertimbangkan status O2 CO2 atau H+ di cairan tubuh . Alkolisis respiratorik juga terjadi karena mekanisme fisiologik ditempat yang tinggi . Ketika konsentrasi O2 yang rendah dalam darh arteri secara reflex merangsang ventilasi unuk memperoleh lebih banyak O2, CO2 akan keluar dalam jumlah terlalu besar yang secara tak sengaja menyebabkan keadaan alkalotik .

Jika kita melihat kelainan biokomiawi pada alkalosis respratorik tak terkompensasi , peningkatan pH mencerminkan penurunan [CO2] (separuh dari nilai normal ) sementara [HCO3

- ] tetap normal . Hal ini menghasilkan rasio alkalotik 20/0.5 yang setara dengan 40/1

Page 7: Biokimia Respirasi

Kompensasi untuk alkalosis respiratorik

Tindakan kompensasi bekerja untuk menggeser ph kembali ke normal

System dapar kimiawi membebaskan H+ untuk mengurangi keparahan alkalosis

Sewaktu [CO2]dan [ H+ ] plasma turun di bawah normal akibat ventilasi berlebihan , dua dari perangsang kuat untuk mendorong ventilasilenyap . Efek ini cenderung “mengerem” Dorongan yang ditimbulkan oleh factor nonrespirasi , misalnya demam atau rasa cemas terhadap ventilasi . Karena itu , hiperventilasi tidak berlanjut tanpa kendali .

Jika situasi berlajut selama beberapa hari maka ginjal melakukan kompensasi dengan menahan H+ dengan mengsekresi HCO3

- lebih banyak

jika simpanan HCO3- berkurang hingga separuh HCO3

- hingga separuh akibat keluarnya HCO3

- di urin maka rasio [HCO3-]/[CO2] menjadi

10/0.5 , ekivalen dengan normal 20/1 . Karena itu pH dikembalikan ke normal dengan menurunkan jumlah HCO3

- untuk mengompresi berkurangnya CO2.

3. Asidosis Metabolic

Asidosi metabolic dikenal juga dengan asidosis non respiratorik mencakup semua jenis asidosis selain yang disebabkan oleh kelebihan CO2 dicairan tubuh . Pada keadaan tak terkompensasi , Asidosis metabolic selalu ditandai dengan oleh penurunan [HCO3

-] plasma sementara [CO2] normal sehingga terbentuk rasio asidotik 10/1. Masalah dapat timbul karena pengeluaran cairan kaya HCO3

- yang berlebihan dari tubuh karena akumulasi asam nonkarbonat . Pada kasus yang terakhir , HCO3

-plasma digunakan untuk mendapar H+

tambahan tersebut .

Penyebab Asidosis Metabolic Asidosis metabolic adalah jenis gangguan asam basa yang paling sering dijumpai , Inilah sebagai penyebabbnya yang umum. 1. Diare Berat

Selama pencernaan , getah pencernaan kaya HCO3- biasanya

disekresikan ke dalam Saluran cerna dan kemudian diserap kembali

Page 8: Biokimia Respirasi

ke dalam plasma ketika pencernaan selesai . Selama diare HCO3-

ini hilang dari tubuh dan tidak direabsorpsi . Karena HCO3-

berkurang maka HCO3- yang tersedia untuk mendapar H+

berkurang sehinga lebih banyak H+ bebas yang ada di cairan tubuh . Denga melihat situasi ini dari segi ang berbeda berkurangnya HCO3

- menggeser reaksi CO2+H2OH++ HCO3-

kekanan untuk mengkompensasi deficit HCO3- meningkatkan [H+]

di atas normal .

2. Diabetes Melitus Kelainan metabolisme lemak akibat ketidak mampuan sel mengunakan glukosa karena kurangnya efek insulin menyebabkan pembentukan asam keto secara berlebihan . Penguraian asam asam keto ini meningkatkan [H+] plasma

3. Olahraga BeratKetika otot mengandalkan glikolisis anaerob sewaktu olahraga

berat , terjadi peningkatan produksi asam laktat yang meningkatkan [H+] plasma .

4. Asidosis UremikPada gagal ginjal berat (uremia) , ginjal tidak dapat

menyingkirkan bahkan H+ dalam jumlah normal yang dihasilkan dari asam asam monkarbonat dari proses proses metabolic sehingga H+

mulai menumpik dicairan tubuh . Ginjal juga tidak dapat menahan HCO3

- dalam jumlah memadai untuk menyangga beban asam yang normal

Kompensasi Untuk Asidosis Metabolik

Kecuali pada asidosis uremik , asidosis metabolic dikompensasi oleh mekanisme pernapasan dan ginjal serta dapar kimiawi .

Penyangga menyerap kelebihan H+

Paru mengeluarkan lebih banyak CO2 penghasil H+

Ginjal Mengekskresikan H+ lebih banyak dan menahan HCO3-

lebih banyak .

Page 9: Biokimia Respirasi

Tindakan tindakan kompensasi ini memlihikan rasio ke normal dengan mengurangi [CO2] menjadi 75%dari normal dan dengan meningkatkan [HCO3

-] separuh jalan menuju ke normal (naik dari 50% menjadi 75% nilai normal ) hal ini membawa rasio menjadi 15/0,75 (ekivalen dengan 20/1 )

Perhatikan bahwa dalam mengompensasi asidosis metabolic , paru secara sengaja menggeser [CO2] dari normal dalam upaya memulihkan [H+] kearah normal . Sementara pada ganguan asam basa yang disebakan oleh factor pernapasan kelainan [CO2] adalah penyebab ketidakseimbangan [H+ ] pada ganguan asam basa metabolic [CO2] secara sengaja di geser dari normal sebagai kompensasi penting untuk ketidakseimbangan [H+ ]

4. Alkalosis Metabolik.

Alkalosis metabolic adalah penurunan [H+] plasma akibat defesiensi relative asam basa nonkarbonat . Gangguan asam basa ini berkaitan dengan peningkatan [HCO3

-] yang pada keadaan tak terkompensasi tidak disertai oleh perubahan [CO2] . [HCO3

-] berlipat dua , menghasilkan rasio alkalotik 40/1 .

Penyebab Alkalosis Metabolik

Keadaan ini timbul terutama karena hal hal berikut :

1. Muntah Menyebabkan pengeluaran abnormal H+ dari tubuh akibat hilangnya getah lambung yang asam . Asam hidroklorida disekresikan kedalam lumen lambung secara pencernaan . Selama sekresi HCL , bikarbonat ditambahkan ke dalam plasma HCO3

- ini dinetralkan oleh H+ sewaktu sekresi lambung akhirnya diserap kembali ke plasma sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penambahhan netto HCO3

- ekstra yang ditambahkan ke plasma dari sumber ini . Namun jika asam ini keluar dari tubuh sewaktu muntah maka H+ plasma tidak saja menurun tetapi tidak lagi terjadi reabsorbsi H+ untuk menetralakan HCO3

- ekstra yang ditambhakan ke plasma sewaktu sekresdi HCL lambung. Karena itu kekuarnya HCL pada hakikatnya meningkatkan [HCO3

-] plasma .

2. Ingesti Obat alkali

Page 10: Biokimia Respirasi

Ingesti Obat alkali dapat menyebabkan alkalosis , misalnya saat soda kue (NaHCO3 yang terurai menjadi Na+ dan HCO3

- dalam larutan ) digunakan sendiri sebagai terapi hiperasiditas lambung . Dengan menetralkan kelebihan asam dilambung HCO3

- meredakan gejala iritasi lambung dan heartburn tetapi jika HCO3

- yang ditelan melebihi kebutuhan maka kelebihan HCO3

- akan diserap dari saluran cerna dan meningkatkan [HCO3

-] plasma .

Kompensasi Untuk Alkaloisis Metabolik Pada alkalosis metabolic , system dapar kimiawi segera membebaskan

H+ Ventilasi berkurang sehingga CO2 penghasil H+ tetahan di cairan tubuh Jika keadaan menetap beberapa hari mka ginjal akan menahan H+ dan

mengekskresika lebih banyak HCO3- di urin

Peningkatan kompensatorik [CO2] yang terjadi (hingga 25%) dan pengurangan parsial [HCO3

-](75% dar jalan menuju normal ) bersama sama memulihkan rasio [HCO3

-]/[CO2] kembali ke ekivalen 20/1 pada 25/1,25

Referensi :

Gaw, Allan, Michael J.Murphy. 2011. Biokimia Klinis. Jakarta : EGC

Lauralee, Sherwood. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Ward, Jeremy P.T. , Jane Ward. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta : Erlangga

Dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC