Biofilm (2)

34
Laporan Praktikum Biologi Oral Praktikum II BIOFILM BAKTERI Oleh: Kelompok B3-B4 Annisa Galuh Prasetyo021111066 Aulia Ramadhani 021111067 Christiana Ayu Maharani021111068 Fyrial Putri Nabila021111069 Dhian Afriyani021111071 Dyah Sinta Fitriani021111072 Regina Purnama D.I021111073 Lia Ismatul M021111074 Fiesta Devy K021111076 Dina Puspitasari 021111077 Joseph Leonardo 021111078 Cornelia Melinda 021111079 Nayu Nur Annisa S 021111080 Nabilla Vidyazti 021111082 Muhammad Taufik Ari S 021111085 Anastasia Audrey 021111086 Hillary Desiree Raharyani 021111087 M Lutfi 021111088 Rizka Dwi Nur V 021111089

description

praktikum biologi oral

Transcript of Biofilm (2)

Laporan Praktikum Biologi Oral Praktikum II

BIOFILM BAKTERIOleh:

Kelompok B3-B4Annisa Galuh Prasetyo021111066

Aulia Ramadhani 021111067

Christiana Ayu Maharani021111068

Fyrial Putri Nabila021111069

Dhian Afriyani021111071

Dyah Sinta Fitriani021111072

Regina Purnama D.I021111073

Lia Ismatul M021111074

Fiesta Devy K021111076Dina Puspitasari 021111077

Joseph Leonardo 021111078

Cornelia Melinda 021111079

Nayu Nur Annisa S 021111080

Nabilla Vidyazti 021111082

Muhammad Taufik Ari S 021111085

Anastasia Audrey 021111086

Hillary Desiree Raharyani 021111087

M Lutfi 021111088

Rizka Dwi Nur V 021111089

Departemen Biologi OralFakultas Kedokteran Gigi UNAIR

Semester Ganjil 2013/2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biofilm merupakan kumpulan beberapa jenis mikroba yang menghasilkan matriks lipopolisakarida (LPS) dan memproduksi matriks polimer sehingga memiliki kemampuan perlekatan. Hal ini digunakan bakteri untuk pemberi nutrisi, pelindung terhadap efek antibiotik, antiseptik, desinfektan, sistem imun host, maupun persaingan dengan bakteri lain.

Antibiotik tidak dapat menghilangkan biofilm karena adanya matriks polisakarida.Antibiotik hanya dapat membunuh bakteri planktonic, tetapi koloni bakteri yang padat di dalam biofilm tidak terpengaruh oleh efek antibiotik dan tetap ada dan dapat terus berkembang. Salah satu sifat biofilm adalah dapat melepaskan sel-sel planktonic yang nantinya dapat menempel pada permukaan yang lain dan menjadi biofilm baru. Apabila bakteri di dalam biofilm ini terus berkembang, maka kemungkinan terjadinya biofilm yang baru akan menjadi lebih besar. Biofilm hanya dapat dihilangkan dengan cara mekanik seperti sikat gigi.

Pada rongga mulut, tak semua bakteri dapat menghasilkan biofilm.Namun, bakteri-bakteri seperti A. actinomycetemcomitans, S. mutans, dan P. gingivalis dapat membentuk biofilm di dalam rongga mulut. Maka dari itu, penting diketahui bagaimana proses pembentukan dan karakteristik biofilm. Hal ini dapat digunakan untuk melakukan penelitian selanjutnya seperti menanggulangi resistensi biofilm, agar bakteri penyebab penyakit gigi dan mulut dapat dihilangkan.

1.2 Tujuan Praktikum

Mengetahui kemampuan beberapa macam bakteri dalam pembentukan biofilm secara in vitro, yaitu bakteri A.actinomycetemcomitans. P.gingivalis dan S.mutans.1.2.1 Tujuan Khusus

1. Menumbuhkan biofilm A. actinomycetemcomitans sebagai bakteri penyebab utama periodontitis agresif2. Menumbuhkan biofilm P. gingivalis sebagai bakteri penyebab utama periodontitis kronis3. Menumbuhkan biofilm S. mutans sebagai bakteri penyebab utama karies gigi.1.3 Alat dan Bahan

a. Cawan petri

b. Mikro pipet

c. Eppendorf

d. Tabung falcon

e. Anaerobic jar

f. Inkubatorg. Oeseh. Tabung reaksii. Stok bakteri A. actinomycetemcomitansj. Stok bakteri P.gingivalisk. Stok bakteri S.mutansl. Kaldu kedelai Trypticase (BD Biosystems)m. 8 g glukosa / ltr pada 37 C dalam CO2 10%.n. Phosphate Buffer Saline (PBS), pH 7,2o. Kristal Violet atau Safranin atau Tryphan Blue

1.4 Cara Kerja

Pada praktikum ini, stok dan kultur bakteri telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga tidak dilakukan proses persiapan bakteri saat praktikum.

1. Memanen sel yang melekat pada tabung reaksi dengan menggunakan vortex dan dilakukan sentifugasi.

2. Mensuspensikan endapan/ pelet yang didapatkan pada PBS (pH 7,2) sehingga didapatkan kekeruhan yang diinginkan setara dengan standar 0,5 McFarland.

3. Melakukan pengecetan dengan menggunakan kristal violet atau tryphan blue atau safranin setelah tabung kosong.

4. Menilai biofilm. Biofilm dinilai berdasarkan dari hasil pengamatan pada dinding tabung reaksi dan pengamatan dilakukan oleh 3 (tiga) orang pengamat independen . Pemberian skor pada biofilm : 0 : apabila tidak terbentuk biofilm, 1 : pembentukan biofilm lemah, 2 : pembentukan biofilm sedang dan 3 : pembentukan biofim kuat. Kemudian dihitung reratanya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Biofilm2.1.1 Definisi

Biofilm adalah kolonisasi dari mikroorganisme menempel permukaan substrat dan dilapisi matriks ekstraseluler yang tipis. Biofilm bakteri melindungi bakteri dari pengaruh negatif lingkungan.Bakteri menjadi lebih tahan terhadap antibiotik.Bakteri memiliki kemampuan untuk menempel pada permukaan padat, pada saat kondisi tersebut memungkinkan dijadikan sebagai media pertumbuhan dan perkembangan bakteri tersebut maka lama kelamaan bakteri tersebut akan terakumulasi menjadi biofilm.

Biofilm adalah sekumpulan mikroorganisme yang menempel pada suatu permukaan padat oleh perantara senyawa ekstraseluler yang di produksi oleh bakteri yang terlibat. Faktor yang mempengaruhi pembentukan biofilm diantaranya adalah jenis permukaan, asal isolat, kondisi media pertumbuhan, dan kondisi anaerobik (Characlis dan Marshal, 1990).

2.1.2 Proses pembentukan biofilma. Perlekatan awal bakteri

i. Pembentukkan biofilm diregulasi oleh faktor genetik dan lingkungan dari bakteri. Studi genetik menunjukkan bahwa mobilitas bakteri, protein sel membran, dan ekstraseluler polisakarida dan signal antar molekul memerankan peran yang penting dalam pembentukkan biofilm. Bakteri memiliki dua tipe protein yang berkembang ada permukaan bakteri, yaitu flagel dan fimbri atau fili. Flagel memiliki bentuk yang panjang dan berbentuk spiral sehingga memudahkan bakteri untuk berada pada media yang cair, sedangkan fimbri memiliki bentuk yang pendek dan lurus yang memudahkan bakteri untuk bergerak pada permukaan substrat. Mobilitas bakteri oleh flagella dibutuhkan dalam koneksi antara bakteri dan permukaan, sedangkan fimbri diperlukan dalam pembentukkan mikrokoloni bakteri. Koneksi antara bakteridan permukaan substrat dijaga oleh protein sel membran yang spesifik yaitu adesin. Jika aktivitas adesin dihambat, maka tidak akan terbentuk biofilm.

b. Perlekatan permanen bakteri

i. Eksopolisakarida (EPS) berperan penting dalam pembentukkan biofilms. Aktivasi gen dibutuhkan untuk sintesis EPS. Sintesis EPS dapat terjadi setelah interaksi bakteri dan permukaan substrat telah stabil. Bakteri akan kehilangan kemampuan membuat biofilm apabila gen yang bertanggung jawab dalam sintesis EPS mengalami inaktivasi. Selanjutnya bakteri akan saling mengirim sinyal dan membentuk koloni, sehingga terbentuk biofilm yang merupakan organisme multiseluler.

c. Maturasi dan perkembangan biofilm

i. Bakteri yang telahmembentuk koloni akan mengalami pematangan dan selanjutnya koloni bakteri tersebut akan siap untuk menyebar dan membentuk koloni ditempat lain. Pada tahap ini bakteri memiliki resistensi terhadap faktor lingkungan yang dapat merusak bakteri tersebut seperti antibiotik dan faktor lainnya. (Maric S, et al, 2007)2.1.3 Fungsi biofilm bagi bakteriFungsi utama pembentukkan biofilm oleh bakteri adalah untuk bertahan hidup dan melindungi diri dari lingkungan sehingga bakteri dapat tumbuh dengan baik.(Madigan MT, et al, 2006)1. Pertahanan Biofilm berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bagi bakteri dengan cara meningkatkan resistensi terhadap sel-sel yang dapat membunuh bakteri, fagositosis oleh sel-sel sistem imun tubuh, dan penetrasi dari senyawa beracun seperti atibiotik.Bakteri di dalam biofilm lebih resisten 10-1.000 kali dibandingkan bila tidak di dalam biofilm.

2. Pelekatan pada substrat

Dengan menggunakan biofilm, bakteri dapat melekat pada permukaan yang kaya akan nutrisi seperti jaringan sel hewan, atau permukaan substrat pada sistem yang mengalir.

3. Kolonisasi

Pembentukan biofilm membantu sel-sel bakteri untuk hidup berdekatan dan membentuk koloni.memfasilitasi komunikasi antar sel dengan molekul sinyal, dan meningkatkan peluang pertukaran materi genetik.

4. Cara hidup alami bakteri

Di alam, biofilm adalah cara hidup alami bagi beberapa bakteri tertentu dengan alasan terbatasnya nutrisi, tidak seperti medium buatan yang kaya akan nutrisi bagi bakteri. (Madigan MT, et al, 2006)2.1.4 Keuntungan dan kerugian biofilm

Biofilm bisa berada di lingkungan alam, industri maupun di kesehatan. Keberadaan biofilm bisa menguntungkan bisa merugikan, tergantung dimana dan kapan tumbuhnya. Pada instalasi pengolahan air limbah, bioremediasi dan biofilter, biofilm justru dipacu pembentukannnya karena membantu proses treatment.

Di bidang kesehatan biofilm dikenal sangat berbahaya karena menjadi penyebab dari 80% penyakit. Biofilm di kateter dan peralatan kesehatan lainnya bisa menyebabkan infeksi dan bahkan juga penolakan implant. Beberapa penyakit yang disebabkan biofilm adalah dental caries, periodonitis, endocarditis, infeksi paru, infeksi kandung kemih, infeksi yang terkait dengan peralatan artifisial (implant). Di lain pihak di dalam sistem pencernaaan, terutama di usus besar keberadaan biofilm sangat bermanfaat bagi kesehatan (http://www.chem-is-try.org).

2.1.5 Komposisi biofilm

Komposisi biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme, produk ekstraseluler,detritus, polisakarida sebagai bahan pelekat, dan air yang adalah bahan penyusun utama biofilm dengan kandungan hingga 97%. Polisakarida (polimer dari monosakarida atau gula sederhana) yang diproduksi oleh mikrob untuk membentuk biofilm termasuk eksopolisakarida (EPS) yaitu polisakarida yang dikeluarkan dari dalam sel. EPS yang disintesis oleh sel mikrob berbeda beda komposisi dan sifat kimiawi dan fisikanya. Beberapa adalah makromolekul yang bersifat netral, namun mayoritas bermuatan karena keberadaan asam uronat (Asam D-glukuronat), Asam D-galakturonat, dan Asam D-manuroniat. Ada biofilm yang bersifat kaku karena EPS-nya terdiri dari ikatan -1,4 atau -1,3 glikosida (ikatan monosakarida monomer penyusun polisakarida) seperti EPS xanthan gum yang dihasilkan oleh Xanthomonas campestristetapi ada juga yang bersifat fleksibel karena memiliki ikatan -1,2 atau -1,6 glikosida yang banyak ditemukan pada dekstran Beberapa contoh EPS selain xanthan gum adalah asam kolanat yang diproduksi oleh Escherichia coli, alginat oleh P. aeruginosa, dan galaktoglukan oleh Vibrio cholerae. Bahan-bahan penyusun biofilm yang lain contohnya adalah protein, lipid, dan lektin (http://id.wikipedia.org/wiki/Biofilm).

Struktur dari suatu biofilm adalah unik tergantung dari lingkungan tempatnya berada, contohnya adalah kandungan nutrisi dan keadaan fisik. Selain itu, di alam, sangat jarang terdapat biofilm yang hanya terdiri dari satu spesies, biasanya biofilm tersusun dari beberapa spesies dalam lapisan-lapisan yang berbeda. Biasanya mikroorganisme fotosintetik ada di permukaan paling atas, mikroorganisme kemoorganotrof anaerob fakultatif di bagian tengah, sedangkan di bagian dasar adalah mikroorganisme anaerob pereduksi sulfat. Pada bagian atas, cahaya matahari lebih mudah didapat sehingga dapat digunakan untuk fotosintesis, sedangkan bagian tengah dapat dihuni oleh mikrob kemoorganotrof fakultatif anaerob karena dapat mentolerir kandungan udara yang sedikit serta banyak dapat mengakses bahan organik sebagai sumber energinya.Pada bagian dasar, tidak terdapat kandungan udara sehingga mikrob anaerob pereduksi sulfat dapat tumbuh dan energi dengan cara mereduksi sulfat (http://www.permi.or.id/index).

Pertumbuhan biofilm ini bergantung pada substansi matrix bahan yang digunakan. Matrix bahan yang digunakan ini akan menyediakan aseptor elektron bagi mikroba untuk proses oksidasi dalam rangka menghasilkan energi. Selain itu, pembentukan biofilm ini bergantung pada keragaman/variasi jenis mikroba yang tumbuh. Biofilm dapat dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua jenis biofilm terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba. Sebagai contoh fungi, alga, yeast (ragi), amuba (bakteri) dan jenis mikroba lainnya. Semakin beragam mikroba yang tumbuh, maka biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif.

Biofilm akan terbentuk pada permukaan yang lembab, hal ini disebabkan mikroba dapat bertahan hidup jika ia mendapatkan kelembaban yang cukup. Pada prosesnya biofilm mengeksresikan suatu bahan yang licin (berlendir) pada sebuah permukaan, kemudian akan menempel dengan baik di permukaan tersebut jika keadaan minimum bakteri tersebut terpenuhi. Beberapa lokasi yang dapat dijadikan tempat hidup biofilm meliputi material alami di atas dan di bawah tanah, besi, plastik dan jaringan sel (Allison, 2000).

Biofilms menjaga kesatuan formasinya dengan saling berikatan satu sama lain pada untaian molekul gula. Hal tersebut yang kemudian disebut sebagai EPS atau extracellular unsur polymeric, yaitu terbentuknya polimer antar biofilm, sehingga kemungkinan untuk melepas menjadi sulit. Karena dengan mengekskresikan EPS ini, masing-masing biofilm sangat mungkin saling mensuport untuk berkembang dalam dimensi yang kompleks dan sangat erat (utuh). Matriks yang terbentuk dengan EPS ini akan melindungi sel dan memudahkan komunikasi antar sel melalui isyarat biokimia. Beberapa biofilms berada dalam fasa cair, dimana keadaan tersebut membantu sel dalam mendistribusikan zat yang dibutuhkan dan memberi sinyal molekul pada sel (Lappin and Hillary, 2003).

2.2 Streptococcus mutans

2.2.1 Defenisi dan Morfologi

Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus viridans yang merupakan anggota floral normal rongga mulut.S. mutans memiliki sifat -hemolitik dan komensal oportunistik.Bakteri inipaling berperan dalam proses terjadinya karies gigi. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram-positif (+) yang tercat biru gelap atau ungu dengan pewarnaan gram. Hal ini dikarenakan sifat fisik dinding selnya yang tebal dan dapat mempertahankan warna kristal violet. Dinding selnya terdiri dari peptidoglikan (murein) dan asam teikoat yang mencegah protoplasma mengalami lisis osmotik dan memberi bentuk pada sel(Ryan, 2004).Streptococcus mutans berbentuk kokus (bulat) dengan formasi rantai panjang apabila ditanam pada medium yang diperkaya seperti pada Brain Heart InfusionBroth (BHIB), sedangkan bila ditanam di media agar akan memperlihatkan rantai pendek dengan bentuk sel tidak beraturan. Streptococcus mutans ini merupakan bakteri anaerob fakultatif yang bersifat non motil (tidak bergerak), berdiameter 1-2 m, tidak membentuk spora.Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180C - 400C.Streptococcus mutansbersifat asidogenik (menghasilkan asam) dan asidurik (mampu tinggal pada lingkungan asam), dan menghasilkan suatu polisakarida lengket yang disebut dengan dextran(Ryan, 2004).Gambar 1. Streptococcus mutans (Pandit et al, 2011)2.2.2 Faktor Virulensi

Salah satu faktor virulensi Streptococcus mutans adalah kemampuannya untuk menempel pada permukaan gigi dan membentuk biofilm. Streptococcus mutans menempel ke permukaan gigi, menghasilkan lendir, membelah dan menghasilkan koloni dalam lapisan lendir serta membentuk biofilm(Pandit et al, 2011). Streptococcus mutans menempel secara spesifik pada pelikel gigi, tumbuh dan mensintesis kapsul dekstran yang menempelkan bekteri ini ke enamel. Streptococcus mutans juga mampu memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dipolimerisasi menjadi polimer dekstran ekstraseluler yang membentuk matriks plak. Glukosa juga digunakan sebagai sumber karbonsehingga terjadi produksi asam laktat dalam biofilm (plak) dan menyebabkan karies gigi. Selain itu, Streptococcus mutans juga memiliki toleransi asam yang relatif tinggi (aciduricity) sehingga dapat bertahan di tempat dengan pH yang asam. Streptococcus mutans juga bersifat acidogenic yang dapat memproduksi asam laktat dari gula diet secara cepat (Lin Zhu et al, 2006).

2.2.3Patogenesa dalam Karies

Streptococcus mutans merupakan spesies patogen dan agen primer penyebab karies gigi, terutama dalam tahap inisiasi dan perkembangan karies.Ketika Streptococcus mutans tumbuh dalam biofilm, sel-sel menjaga keseimbangan metabolisme yang melibatkan produksi dan detoksifikasi. Biofilm adalah agregat dari mikroorganisme di mana sel-sel menempel satu sama lain(Ryan, 2004). Biofilm oral terus-menerus beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.Dalam menanggapi perubahan tersebut, koloni bakteri berkembang dan bertahan hidup di rongga mulut dengan fungsi spesifiknya(Pandit et al, 2011).Streptococcus mutans mempunyai strategi untuk berhasil berkoloni dan dominan dalam rongga mulut.Pertumbuhan dan metabolisme Streptococcus mutans merubah kondisi lingkungan, seperti pH, koagregasi, dan ketersediaan substrat, sehingga memungkinkan organisme sekunder lain juga berkolonisasi dan membentuk plak gigi. Plak gigi merupakan prekursor kerusakan gigi yang berisi lebih dari 600 mikroorganisme yang berbeda(Ryan, 2004).

Streptococcus mutans memainkan peran utama dalam kerusakan gigi dengan memetabolisme sukrosa menjadi asam laktat menggunakan enzim glukansukrase. Proses metabolisme sukrosa ini mengakibatkan perubahan lingkungan rongga mulut menjadi asam sehingga menyebabkan enamel gigi terdemineralisasi dan rentan terhadap kerusakan. Streptococcus mutans menggunakan sukrosa untuk menghasilkan polisakarida berbasis dekstran yang lengket dan memungkinkan Streptococcus mutans beragregasi dan membentuk plak.Streptococcus mutans menghasilkan dekstran melalui enzim dekstransukrase (heksosyltransferase) menggunakan sukrosa sebagai substrat dengan reaksi sebagai berikut: (Vinogradov et al, 2004) n sukrosa (glukosa) n + n fruktosa

2.2.4 Biofilm dan S.MutansKarena sel biofilm berusia 3-hari S. mutans menunjukkan pola ekspresi pro-proteinnya berbeda dibandingkan dengan sel planktonik, protein mantan pression dalam sel biofilm baru terbentuk diselidiki untuk melihat apakah perubahan yang terjadi langsung setelah kontak dengan permukaan.Dalam studi ini, gel kecil (7 cm strip kering immobiline) digunakan karena beban protein terlalu kecil untuk penggunaan besar (14 cm) gel. Resolusi gel kecil lebih rendah daripada gel besar dan karena protein yang lebih rendah beban hanya protein dengan kelimpahan tinggi akan terungkap. Dari 124 protein dianalisis, 25 menunjukkan peningkatan RRS sementara 8 menunjukkan RRS berkurang.Satu protein hanya disajikan dalam sel biofilm sementara 5 protein diekspresikan dalam sel planktonik saja.Dua puluh tiga protein diidentifikasi dengan ekstrapolasi iDEN-tifications dari gel besar dari percobaan sebelumnya.

Perubahan yang paling menonjol dalam sel-sel biofilm baru ditaati adalah ekspresi disempurnakan enzim glikolitik. Tujuh enzim: enolase, kinase phosphoglycerate, gliseraldehida-3-fosfat de-hydrogenase, 6-fosfofruktokinase, fruktosa bisphosphate aldo-lase, kinase piruvat kinase dan phophoglycerate, semua milik jalur glikolisis, yang ditingkatkan. (Neilands, 2007)2.3 Actynobaccilus actynomicetemcomitansActinobacillus actinomycetemcomitans merupakan gram negatif, coccobacillus, non motil yang berkolonisasi pada rongga mulut. A. actinomycetemcomitans adalah salah satu bakteri penyebab beberapa penyakit periodontal yang parah, termasuk localized juvenile periodontitis, early-onset periodontitis, dan rapidly progressive periodontitis. A. actinomycetemcomitans dapat masuk kedalam submukosa dan menyebabkan infeksi non-oral, termasuk bacteremia, infeksi endokarditis dan abses lokal (Kaplan JB, et al., 2003).2.3.1 Morfologi koloni Actinobacillus actinomycetemcomitans

Morfologi koloni biofilmA.Actinomycetemcomitansseperti tower- and mushroom-shaped yangumumnya dapat diamati padabakterilain, sepertiPseudomonasaeruginosa,P.fluorescens, Vibrioparahaemolyticus,P.putida, V.cholerae, dan Salmonellaspp. (28). Selain itu,koloni biofilm A.actinomycetemcomitansmenunjukkanperbedaan, siklus hidupfenotipik yangditandai oleh perlekatan selplanktonke permukaan, pertumbuhanasimetris, lekukanmikrokoloni yang menunjukkanciri morfologikompleks, danadanya pelepasanseldaribiofilmkoloni (Kaplan JB, et al., 2003).Kaplan dan Fine menunjukkan bahwa koloni biofilm A.Actinomycetemcomitansmampumenghasilkan sel tunggalatau sekelompokkecil selkedalammedia cairdansel-sel yang dihasilkan tersebutdapatmenempel padapermukaankulturdan membentukkolonibiofilmbaru, yang memungkinkanbiofilmuntukmenyebar (Kaplan JB dan Fine DH, 2002).2.3.2 Tahap Pembentukan Biofilm BakteriPembentukan biofilm dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: perlekatan sel ke permukaan, pertumbuhan sel menjadi koloni biofilm dan detachment sel dari koloni ke lingkungan sekitarnya(Rosan dan Lamont, 2000).1) Tahap pertama

Pada tahap awal, interaksi reversibel antara sel bakteri dan permukaan dimediasi oleh non-specific Lifshitz-van der Waals, asam-basa Lewis dan gaya elektrostatik. Perlekatan sementara ini diperkuat oleh host dan adhesin jaringan spesifik yang terletak pada permukaan sel bakteri atau pelengkap seluler seperti pili dan fimbriae (Rosan dan Lamont, 2000). Proses tersebut menghasilkan perlekatan ireversibel dari sel bakteri ke permukaan. Dalam plak gigi, yang dapat terdiri dari ratusan spesies bakteri, kolonisasi pada permukaan gigi mengikuti ordered progression, yaitu dengan adhesi awalspesies pioneer ke permukaan enamel diikuti oleh perlekatan spesies koloni lanjutan dari koloni yang sudah melekat sebelumnya (Marsh, 2004).2) Tahap keduaPembentukan biofilm melibatkan multiplikasi bakteri pada permukaan dan seiring dengan sintesis matriks polimer ekstraseluler. Matriks memegang sel-sel bakteri secara bersamaan dalam massa dan perlekatan kuat massa bakteri ke permukaan dasarnya. Beberapa contoh komponen polimer matriks biofilm yang diproduksi oleh bakteri rongga mulut termasuk polisakarida glukan Streptococcus mutans (Banas dan Vickerman,2003), protein fimbriae yang diproduksi oleh Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis (Lamont et al., 2002), dan extracellular polymeric substance (EPS), untaian ganda DNA dalam biofilm yang dihasilkan oleh A. actinomycetemcomitans , S. mutans dan S. intermedius (Inoue,et al., 2003). Biomassa biofilm 90% terdiri dari EPS yang menyediakan struktur'scaffold' untuk koloni biofilm. Selain itu, EPS juga berfungsi melindungi microenvironment dari sekresi enzim dan larutnya nutrisi, serta molekul biologi lain dan zat antibiotik yang berasal dari luar biofilm. Matriks EPS juga dapat meningkatkan resistensi terhadap antibiotik dan pertahanan host yang ditunjukkan oleh sel-sel biofilm baik sebagai diffusion barrier, atau sebagai pengikat agen antimikroba secara langsung dan mencegah akses ke sel biofilm (Mah dan O'Toole, 2001).Kemudian pertumbuhan sel-sel bakteri pada permukaan mengarah ke kematangan perkembangan koloni biofilm yang mengandung jutaan sel yang padat berkumpul menjadi massa berbentuk pillar- and mushroom-shaped (Hall-Stoodley,et al., 2004). Struktur tersebut diselingi dengan saluran berisi cairan yang bertindak sebagai sistem sirkulasi primitif, yang memungkinkan pertukaran nutrisi dan produk hasil metabolisme sel bakteri dengan fase bulk fluid. Selain itu, didalam biofilm terdapat ruang internal yang tidak mengandung sel. Dengan demikian, struktur koloni biofilm dewasa yang komplekssangat berbeda. Perbedaan microenvironmentseperti pH, konsentrasi oksigen, nutrisi dan densitas sel dalam koloni biofilm akan menghasilkan heterogenitas aktivitas metabolisme dan reproduksi sel-sel yang terletak pada bagian koloni yang berbeda. Sel yangtidak aktif secara metabolik terletak pada bagian dalam koloni mungkin resisten terhadap tindakan agen antimikroba yang menargetkan sel-sel yang tumbuh secara aktif(Fux CA,et al., 2004).3) TahapketigaTahap terakhir pembentukanbiofilmadalahdetachment seldari kolonibiofilm danpenyebarannya ke lingkungan.Hal inimerupakan tahappenting darisiklus hidupbiofilmyang berkontribusi untukpenyebaranbiologi, kelangsungan hidup bakteri, danpenularan penyakit.Sepertitahap pembentukan biofilm lain, penyebaranbisa menjadi proses kompleks yang melibatkanbanyaksinyallingkungan, jalur transduksi sinyal, dan efektor.Tidak adamekanisme tunggalpenyebaranbiofilm yang digunakanoleh semuabakteri(Karatan danWatnick, 2009).2.4 Porphyromonas gingivalisPorphyromonas Gingivalis merupakan bakteri anaerob gram negative, berbentuk batang, tidak berspora, tak punya alat gerak (non-motile). Kebanyakan sel di dalam media, berukuran kecil dari 0,5-0,8 hingga 1,0-1,5 m, tetapi terkadang ada yang lebih panjang 4-6 m, hal ini mungkin disebabkan oleh perubahan bentuk. Permukaan koloni pada media darah, berwarna hitam, lembut, berkilauan, cembung, berbentuk sirkuler.Koloni dapat berubah-ubah.Koloni kadang tidak berpigmen Warnanya mulai menggelap dari tepi kearah pusat setelah 4-8 hari. (University of Alberta, 2003) P.gingivalis dapat diidentifikasi melalui karakteristiknya yang berpigmen hitam, kadang-kadang berkapsul, anaerob, golongan cocobacillus gram negative. (Brunner et al, 2010). Pigmen hitam tersebut berasal dari akumulasi haem yang tumbuh pada media yang mengandung darah. Komponen haem tersebut merupakan derivat proteolitik, produk degradasi hemoglobin, dan protein yang membawa haem seperti haemapexin dan haemalbumin. (Smalley et al, 2011)

Pertumbuhan P. gingivalis dipengaruhi oleh adanya protein hydrolysates, seperti : trypticase, proteose peptone dan ekstrak yeast. Pertumbuhannya dapat ditingkatkan dengan adanya 0,5 0,8% NaCl dalam darah. Produk fermentasi yaang utama adalah n-butirat dan asam asetat. Untuk tingkat yang lebih rendah juga diproduksi asam propionat, iso-butirat, fenilasetat, dan isovaleric.Cysteine proteinases dan collagenases juga diproduksi. Dinding sel peptidoglycan mengandung lisin sebagai asam diamino. Kedua-duanya 3-hydroxylated fatty acid dan non-hydroxylated terdapat di dalamnya. Untuk nonhydroxylated terdiri atas sebagian besar iso-methyl yang bercabang, dengan iso-C15:0.9 (citizendium, 2013)Bakteri ini banyak ditemukan dalam rongga mulut, di mana P. gingivalis terlibat dalam bentuk-bentuk tertentu dari penyakit periodontal, serta peyakit saluran pencernaan bagian atas, saluran pernapasan, dan usus besar. Bakteri ini mengeluarkan enzim kolagenase sehingga menyebabkan degradasi kolagen pada penyakit periodontal kronik. Hal ini telah ditunjukkan dalam uji in vitro bahwa P. gingivalis dapat menyerang fibroblast gingiva dan dapat bertahan hidup di dalamnya bahkan dengan adanya antibiotic. P. gingivalis juga menyerang sel-sel epitel gingiva dalam jumlah tinggi, di mana kasus. kedua bakteri dan sel-sel epitel bertahan selama waktu yang lama. Tingginya kadar antibodi spesifik dapat dideteksi pada pasien menyembunyikan P. gingivalis.(M. Naito, et al,2008)

2.4.1 Kemampuan Membuat Biofilm

Pembentukan biofilm plak gigi tidak tergantung pada satu atau bahkan sejumlah spesies. Namun ada interaksi yang kompleks antara spesies berbeda karena proses adherencepada permukaan keras, dengan bakteri pioneer (terutama bakteri coccoidal), koloni kedua, dan akhirnya koloni akhir. Bakteri P. gingivalismemiliki FimA atau fimbriae mayor yang berperan dalam perlekatan juga mediator invasi dan kolonisasi pada sel host. Bakteri ini juga memiliki Fimbriae minor (Mfa1) yang memiliki peran dalam perkembangan biofilm dan perlekatan dengan bakteri lain. Selain itu, bakteri P. gingivalismemiliki gen penyandi RgpA, KGP dan hemaglutinin A (Haga) yang diekspresikan setelah inkubasi dengan T. denticola.Protein hemagglutinin berperan meningkatkan kapasitas melekat P.gingivalis dengan spesies bakteri lainnya. Gen tersebut juga berperan dalam perkembangan dan maturasi biofilm.(Meuric V, et al, 2013Komponen utama yang mengatur kolonisasi dan virulensi P.gingivalis adalah ekspresi dari kedua fimbriae, baik fimbria panjang dan pendek. Fimbriae panjang terdiri dari subunit protein FimA, sedangan fimbriae pendek terdiri dari subunit protein Mfa1. Fungsi dari fimbriae panjang adalah untuk perlekatan dan invasi ke sel epitel gingival, resorpsi tulang, ko-agregasi dengan isolate rongga mulut lainnya, serta pembentukan biofilm. Fimbriae pendek dibutuhkan dalam proses autoagregasi. (Christopher et al, 2010; Hajishengallis et al, 2011; Tribble et al, 2013) Kolonisasi dental plak biofilm oleh P.gingivalis juga dimediasi oleh perlekatan terhadap molekul saliva dan juga terhadap koloni-koloni bakteri yang sudah terlebih dulu ada seperti streptococci. P.gingivalis dapat melekatkan diri ke Streptococcus gordonii melalui fimbria (FimA)-dependent manner dan membentuk mikrokoloni dari biofilm untuk mendukung lingkungan mikro yang mendukung berkembangnya biofilm. (Xie et al, 2004)

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

1. Kultur ketiga bakteri setelah di-centrifugeuntuk mendapatkan pellet dan supernatan

2. Pellet yang tersisa setelah supernatant diambil, lalu ditambahkan larutan PBS sebanyak 2 ml, dilanjutkan dengan centrifuge

3. Proses pencucian seperti pada poin 2 dilakukan sebanyak tiga kali

4. Supernatan yang dihasilkan dari centrifuge pada proses pencucian yang terakhir dipindahkan ketabung eppendorf untuk menyimpan kultur bakteri

5. Pellet yang tersisa lalu dilakukan pengecatan dengan menambahkan larutan safranin sebanyak 2 ml

Dari gambar hasil akhir di atas, didapatkan hasil lapisan biofilm dari kuman A. actinomycetemcomitans (tabung paling kiri) yang paling nyata dan jelas terlihat, yang akan dijelaskan pada bagian pembahasan.BAB IVPEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

4.1 PembahasanBiofilmadalahkumpulansel

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Mikroorganisme" \o "Mikroorganisme"mikroorganisme, khususnyabakteri, yang melekat di suatupermukaandandiselimutiolehpelekatkarbohidratyang dikeluarkanolehbakteri.Biofilmterbentukkarenamikroorganismecenderungmenciptakanlingkunganmikrodanrelung (niche) merekasendiri.Biofilm memerangkapnutrisiuntukpertumbuhanpopulasimikroorganismedanmembantumencegahlepasnyasel-seldaripermukaanpadasistem yang mengalir.Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan beberapa macam bakteri dalam pembentukan biofilm secara in vitro, yaitu bakteri A.actinomycetemcomitans,P.gingivalis dan S.mutans. dari hasil praktikum dapat dilihat jika lapisan biofilm dari bakteri A. actinomycetemcomitans (tabung paling kiri) yang paling nyata dan jelas terlihat, sedangkan bakteri S.mutans terlihat namun paling tidak jelas dibandingkan ketika bakteri tersebut.

A. actinomycetemcomitansadalah bakteri gram negatif dalam rongga mulut yang merupakan salah satu penyebab penyakit periodontal.Ketika dikultur dalam Trypticase Soy Broth (TSB), A. actinomycetemcomitansmembentuk lapisan biofilm pada permukaan kaca.plastik, atausaliva-coated hydroxyapatite, hal ini diperkirakan memiliki peran penting dalam kemampuan bakteri menyebabkan penyakit di rongga mulut. Jika lapisan ini dilihat di mikroskop maka akan terlihat morfologi koloni biofilm A. actinomycetemcomitans yang tumbuh pada kaca. Dapat dilihat bahwa A. actinomycetemcomitans berkembang asimetris, koloni biofilm memiliki bentuk yang kompleks, termasuk lapisan sel padat di luar koloni dan sel nonaggregated yng besar, rongga transparan di bagian dalam koloni. Koloni biofilm yang mature merilis sel tunggal atau kelompok kecil sel ke dalam media. Sel-sel ini dirilis melekat ke permukaan dan membentuk koloni baru, yang memungkinkan biofilm untuk menyebar(Kaplan et al, 2003).Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat jika bakteri A.actinomycetemcomitans mampu membentuk biofilm paling cepat diantara ketiga bakteri tersebut.Padapraktikuminidilakukanpenumbuhan biofilm pada 3 bakteridiantaranya biofilmA. actinomycetemcomitanssebagaibakteripenyebabutama periodontitis agresif, biofilm P. gingivalissebagaibakteripenyebabutama periodontitis kronis, dan biofilm S. mutanssebagaibakteripenyebabutamakariesgigi.Setelahdilakukanpencuciansebanyak 3 kali denganmenggunakan PBS (pH:7,2), didapatkanendapan/pellet sehinggaterdapatkeruhan yang diinginkansetaradenganstandar 0,5 McFarland yang dapatdigunakankembaliuntukpemeriksaan biofilm berikutnyadaribakteritersebut.Kemudiansetelahtabungkosongmakapadatabungreaksidilakukanpengecatandenganmenggunakankristal violet atautryphan blue atausafranin. Setelahitudariketigabakteritersebutdidapatkanhasilberdasarkandarihasilpengamatanpadadindingtabungreaksi.Untuk A.Actinomycetemcomitansdiberiskor 3 karenaterlihatpembentukan biofilm yang kuatpadadindingtabung reaksi, kemudianP. gingivalisdiberi skor 2 karenaterlihatpembentukan biofilm yang sedangdanStreptococcus mutansdiberiskor 1 karenaterlihatpembentukan biofilm yanglemah.4.2 Kesimpulan

Praktikum yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan beberapa macam bakteri dalam pembentukan biofilm secara in vitro, yaitu biofilmA. actinomycetemcomitanssebagaibakteripenyebabutama periodontitis agresif, biofilm P. gingivalissebagaibakteripenyebabutama periodontitis kronis, dan biofilm S. mutanssebagaibakteripenyebabutamakariesgigi menghasilkan kesimpulan bahwa kemampuan setiap bakteri untuk memproduksi biofilm berbeda beda. Untuk A.Actinomycetemcomitansdiberiskor 3 karenaterlihatpembentukan biofilm yang kuatpadadindingtabung reaksi, kemudianP. gingivalisdiberi skor 2 karenaterlihatpembentukan biofilm yang sedangdanStreptococcus mutansdiberiskor 1 karenaterlihatpembentukan biofilm yanglemah.DAFTAR PUSTAKA

Allison, D. (2000). Community Structure and Co-Operation in Biofilms. Cambridge: Cambridge University Press.

Banas JA, Vickerman MM. 2003. Glucan-binding proteins of the oral streptococci. Crit Rev Oral Biol Med 14:89-99.

Brunner J, Scheres N, Idrissi N B E, Deng D M, Laine M J, Van Winkelholf A J, Crielaard W. 2010. The Capsule of Porphyromonas gingivalis Reduces The Immune Response of Human Gingival Fibroblast. BMC Microbiology 2010, Vol. 10, Issue 5. pp. 1-11.

Characlis, W.G. 1984. Biofilm Processes. In W.G. Characlis dan K.G Marshall (eds). Biofilm, p. 195-232. Jhon Wiley. New YorkChristopher A B, Arndt A, Cugini C, Davey M E. 2010. A Streptococcal Effector Protein that Inhibits Porphyromonas gingivalis Biofilm Development. Microbiology 2010, Vol. 156. pp. 34693477.Citizendium, Porphyromonas gingivalis available from http://en.citizendium.org/wiki/Porphyromonas_gingivalis accessed on November 10, 2013Fux CA, Wilson S, Stoodley P. 2004. Detachment characteristics and oxacillin resistance of Staphylococcus aureus biofilm emboli in an in vitro catheter infection model. J Bacteriol 186:4486-4491.

Grenier D, Tanabe S. 2010. Porphyromonas gingivalis Gingipains Trigger a Proinflammatory Response in Human Monocyte-derived Macrophages Through the p38 Mitogen-activated Protein Kinase Signal Transduction Pathway. Toxins 2010, Vol. 2. pp. 341-352.Hajishengallis G, Liang S, Payne M S, Hashim A, Jotwani R, Eskan M A, McIntosh M L, Alsam A, Kirkwood K L, Lambris J D, Darveau R P, Curtis M A. 2011. Low Abundance Biofilm Species Orchestrates Inflammatory Periodontal Disease through the Commensal Microbiota and Complement. Cell Host & Microbe (2011), doi:10.1016/j.chom.2011.10.006. pp. 1-10.Hall-Stoodley L, Costerton JW, Stoodley P. 2004. Bacterial biofilms: from the natural environment to infectious diseases. Nature Rev Microbiol 2:95-108.

Inoue T, Shingaki R, Sogawa N, Sogawa CA, Asaumi J, Kokeguchi S, et al. 2003. Biofilm formation by a fimbriae-deficient mutant of Actinobacillus actinomycetemcomitans. Microbiol Immunol 47:877-881.

Jessica Neilands. 2007. Acid Tolerance of Streptococcus mutans. Malmo University Faculty of Odontology Department of Oral Biology. pp 20-22, 46-48.Kaplan JB and Fine DH. 2002. Biofilm dispersal of Neisseria subflava and other phylogenetically diverse oral bacteria. Appl. Environ. Microbiol. 68:4943-4950.

Kaplan JB, Meyenhofer MF and Fine DH. 2003. Biofilm Growth and Detachment of Actinobacillus actinomycetemcomitans. Journal of Bacteriology. Vol. 185. No. 4. pp. 1399-1404.

Karatan E, Watnick P. 2009. Signals, regulatory networks, and materials that build and break bacterial biofilms. Microbiol Molec Biol Rev 73:310-347.

Lamont RJ, El-Sabaeny A, Park Y, Cook GS, Costerton JW, Demuth DR. 2002. Role of the Streptococcus gordonii SspB protein in the development of Porphyromonas gingivalis biofilms on streptococcal substrates. Microbiology 148:1627-1636.

Lappin-Scott, Hilary (2003). Microbial Biofilms. Cambridge: Cambridge University Press.

Lin Zhu, Jens Kreth, Sarah E. Cross, James K. Gimzewski, Wenyuan Shi, and Fengxia Qi. 2006. "Functional Characterization of Cell-wall-associated Protein WapA in Streptococcus mutans". A Journal of the Society for General MicrobiologyMadigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006.Brock Biology of Microorganisms. 11thEd. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hal: 617-619.Mah TF, OToole GA. (2001). Mechanisms of biofilm resistance to antimicrobial agents. Trends Microbiol 9:34-39.

Maric S, Vranes J. 2007. Characteristics and significance of microbial biofilm formation. Periodicum biologorum. Vol 109:2. p. 2

Marsh PD. 2004. Dental plaque as a microbial biofilm. Caries Res 38:204-211.

Meuric V, Martin B, Guyodo H, Rouillon A, Tamanai-Shacoori Z, Barloy-Hubler F, Bonnaure-Mallet M. Treponema denticola improves adhesive capacities of Porphyromonas gingivalis. Mol Oral Microbiol 2013;28(1):40-53

Naito M, Hirakawa H, Yamashita A, et al (August 2008)."Determination of the Genome Sequence of Porphyromonas gingivalis Strain ATCC 33277 and Genomic Comparison with Strain W83 Revealed Extensive Genome Rearrangements in P. gingivalis". DNA Res. 15 (4): 21525.doi:10.1093/dnares/dsn013. PMC 2575886.PMID 18524787

Pandit, Santosh; Kim, Hye-Jin; Kim, Jeong-Eun; Jeon, Jae-Gyu. 2011. "Separation of an Effective Fraction from Turmeric againstStreptococcus mutansBiofilms by the Comparison of Curcuminoid Content and Anti-acidogenic Activity".Food Chemistry126(4): 156570.Rosan B, Lamont RJ. (2000). Dental plaque formation. Microbes Infect 2:1599-1607.Ryan KJ, Ray CG. 2004 .Sherris Medical Microbiology(4th ed.). McGraw Hill.Smalley J W, Byrne D P, Birss A J, Wojtowicz A, Sroka A, Potempa J, Olczak T. 2011. HmuY Haemophore and Gingipain Proteases Constitute a Unique Syntrophic System of Haem Acquisition by Porphyromonas gingivalis. PLoS ONE February 2011, Vol. 6, Issue 2, e171782. pp. 1-10.Tribble G D, Kerr E, Wang B Y. 2013. Genetic Diversity in The Oral Pathogen Porphyromonas gingivalis: Molecular Mechanisms and Biological Consequences. Future Microbiol. 2013, Vol. 8, Issue 5. pp. 607620.University of Alberta Porphyromonas gingivalis available from http://wishart.biology.ualberta.ca/BacMap/cgi/getSpeciesCard.cgi?accession=NC_002950&ref=index_15.html accessed on 10th of November 2013Vinogradov AM, Winston M, Rupp CJ, Stoodley P. 2004. "Rheology of Biofilms Formed from the Dental Plaque PathogenStreptococcus mutans".Biofilms1: 4956.Xie H, Kozlova N, Lamont R J. 2004. Porphyromonas gingivalis Genes Involved in fimA Regulation. Infect Immun. February 2004, Vol. 72, Issue 2. pp. 651658.Yilmaz O. 2008. The Chronicles of Porphyromonas gingivalis: The Microbium, The Human Oral Epithelium and Their Interplay. Microbiology 2008, Vol. 154. pp. 28972903.22