Bio
-
Upload
nyoman-budi-suryawan -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
description
Transcript of Bio
Pada masa sekarang, para petani tidak begitu gelisah dengan hama serangga yang menyerang tanaman pertanian mereka. Hal itu disebabkan telah banyak produk hasil teknologi yang banyak beredar untuk membasmi hama serangga yang sering disebut pestisida. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur).
Ini nihh bagus
media untuk memproduksi spora
Bacillus thuringiensis
. Mengingat bahwa limbah cair tahu umumnyadibuang ke sungai, maka pemanfaatan ini sekaligus akan memberikan manfaat dalam mengurangi pencemaran lingkungan.Penggunaan media limbah cair tahu adalah salah satu alternatif untuk memacu pertumbuhantoksin
Bacillus thuringiensis
dengan harga yang lebih murah. Penggunaan media limbah cair tahu iniakan membuat biaya pembuatan toksin menjadi jauh lebih murah sebab tidak memerlukan mediasintesis lagi. Limbah cair tahu digunakan sebagai sumber nitrogen
(Silvina
et al
. 2012). Biokontroldari
Bacillus thuringiensis
merupakan biokontrol yang efektif untuk membunuh jentik nyamuk tetapimemiliki harga yang cukup mahal untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Substansi aktif dari
Bacillus thuringiensis
adalah spora yang dibentuk oleh
Bacillus thuringiensis
dibuat denganmenggunkan media yang relatif mahal oleh karena itu dalam praktikum ini digunakan media yangrelatif murah, salah satunya dengan menggunakan media limbah cair tahu. Adapun keuntungan dari penggunaan media limbah cair tahu yakni :1. Bahan Media yang MurahSaat ini biokontrol
Bacillus thuringiensis
dibuat dengan menumbuhkan strain
Bacillusthuringiensis
pada media sintetis yang biayanya relatif mahal, sehingga untuk 10 tablet dijualseharga 20 dollar. Sedangkan jika produksi
Bacillus thuringiensis
dengan menggunakan media Nutrient Broth (NB), yang dalam satu liternya mengandung 3 gr beef extract dan 5 gr tryptonemaka perincian biaya yang dihabiskan sebesar Rp. 25.000 per liter. Sedangkan untuk membuatmedia NB sebanyak 100 liter maka biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 2.500.000.Penggunaan media limbah cair tahu adalah salah satu alternatif untuk memacu pertumbuhan toksin
Bacillus thuringiensis
yang lebih murah. Dengan menggunakan media limbah cair tahu ini biaya pembuatan toksin menjadi jauh lebih murah sebab tidak memerlukan media sintetis lagi. Sehinggadapat terjangkau oleh masyarakat.2. Mengurangi Pencemaran Lingkungan PerairanPemerintah akhir-akhir ini sangat menekankan era "sadar lingkungan" dan mengharuskan semuaindustri membuat analisis masalah dampak lingkungan (AMDAL) sesuai dengan SK Menteri KLH No.52 Tahun 1986 dan SK Menteri KLH No.29 Tahun 1986 serta SK Menteri KLH No.03 Tahun1991 Tentang Peraturan Pembuangan Limbah. Bagi industri baik yang sudah beroperasi maupunyang akan dibangun serta yang air limbahnya dibuang ke perairan harus memenuhi standar bakumutu limbah yang telah ditentukan. Berdasarkan data dari statistik yang ada industri pengolahantahu di Indonesia sebanyak 4.000 unit yang tersebar di Jawa Barat dan berbagai daerah lainnya.Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah cair tahu mengandung nutrien-nutrien(protein, karbohidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran perairan. Selama ini limbah industri tahu dibuang begitusaja tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Limbah cair tahu ternyata bisa digunakan sebagai media pertumbuhan
Bacillus thuringiensis
yang bermanfaat sebagai bioinsektisida larva nyamuk. Denganditemukannya manfaat limbah cair tahu tersebut maka diharapkan nantinya limbah tersebut dapatdigunakan dan tidak lagi mencemari lingkungan sekitar.3. Mudah untuk MendapatkannyaPertumbuhan industri tahu sebagai industri rumah tangga cukup banyak. Banyaknya industri pengolahan tahu tersebut menjadi cukup mudah untuk mendapatkan limbah buanganya. Sehinggadalam proses produksinya tidak terlalu mengalami kesulitan dalam mencari bahan sebagai media pertumbuhan
Bacillus thuringiensis
.Proses produksi bioinsektisida dikenal dengan nama fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses biokimia yang menghasilkan energi dimana komponen organiknya bertindak sebagai penerima
elektron (Fardiaz 1988). Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan hidup
mikroba.Sebaliknya fermentasi cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi dalam fasecair (Chalal 1985).Teknik kultivasi secara terendam dapat dilakukan dengan sistem tertutup pada fermentor.Pada umumnya, jenis fermentor yang digunakan adalah fermentor tangki berpengaduk karenamerupakan jenis fermentor yang paling sederhana. Fermentor ini digunakan untuk substrat yangmempunyai viskositas tinggi dan berbentuk koloid tanpa mengakibatkan penyumbatan, serta enzimterimobilisasi dengan aktivitas rendah (Machfud
et al
. 1989). Proses fermentasi terendam dapatdilakukan dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (
batch process
), fermentasi kontinyu, danfermentasi sistem tertutup dengan penambahan substrat pada selang waktu tertentu atau semi kontinyu(
fed batch process
). Bernhard dan Utz (1993), menyatakan bahwa produksi bioinsektisida
Bacillusthuringiensis
pada umumnya dilakukan dengan fermentasi sistem tertutup karena hasil akhir yangdiharapkan adalah spora dan kristal protein yang dibentuk selama proses sporulasi. Menurut Dulmage(1990), faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
Bacillus thuringiensis
adalah komposisimedia dan kondisi untuk pertumbuhan mikroba seperti pH, oksigen dan temperatur.Selanjutnya adalah fermentasi dengan substrat padat. Fermentasi substrat padat berkaitandengan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan padat dalam ketiadaan atau hampir ketiadaan air bebas. Tingkat lebih atas dari fermentasi substrat padat (yaitu sebelum air bebas tampak) merupakanfungsi penyerapan (
absorbancy
), dan dengan demikian kadar airnya pada gilirannya tergantung pada jenis substrat yang digunakan. Aktivitas biologis menurun bila kandungan air substrat sekitar 12%,dan semakin mendekati nilai ini, aktivitas mikrobiologis semakin tertahan. Fermentasi substrat padattidak memperhatikan fermentasi
slurry
(yaitu cairan dengan kandungan zat padat taklarut yang tinggi)ataupun fermentasi substrat padat dalam media cair. Substrat yang paling banyak digunakan dalamfermentasi substrat padat adalah biji-bijian serealia, kacang-kacangan, sekam gandum, bahan yangmengandung linoselulosa (seperti kayu dan jerami), dan berbagai bahan lain yang berasal daritanaman dan hewan. Senyawaan tersebut selalu berupa molekul primer, tak larut atau sedikit larutdalam air, tetapi murah, mudah diperoleh dan merupakan sumber hara yang tinggi (Prawira 2007).Pada umumnya fermentasi
terendam atau fermentasi cair lebih disukai karena menjagakesterilan kultur serta proses pemanenan dan pengaturan parameter proses produksi atau fermentasiyang lebih sederhana dan dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, produk hasilfermentasi cair dapat langsung digunakan dibandingkan hasil fermentasi semi padat yang sulitdisuspensikan karena ada kecenderungan menggumpal. Akan tetapi penggunaan media cair ini relatif lebih mahal. Sedangkan untuk media padat memiliki kelebihan harga lebih murah dan bahan lebihmudah didapatkan. Namun penggunaan media padat menghasilkan rendemen produk yang lebihrendah, dan lebih sulit dalam memisahkan hasilnya.Faktor
–
faktor yang mempengaruhi kultivasi dari
Bacillus thuringiensis
sangat beragam.Berikut ini akan dijelaskan faktor
–
faktor yang mempengaruhinya. Pada komposisi media merupakanfaktor yang sangat mempengaruhi kultivasi
Bacillus thuringiensis
selain kondisi pertumbuhan seperti pH, oksigen, dan temperatur (Dulmage dan Rhodes 1971). Glukosa dan onggok tapioka digunakanuntuk sintesis sel baru atau produksi sel karena merupakan sumber karbon. Konsentrasi sumber karbon yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pH media turun menjadi 5.6
–
5.8. Kondisi ini dapatmenghambat atau menghentikan pertumbuhan
Bacillus thuringiensis
demikian pula halnya dengankonsentrasi glukosa yang terlalu rendah (Vandekar dan Dulmage 1982).Pada proses produksi bioinsektisida dengan kultivasi cair dilakukan penambahan lima ionlogam yaitu, Mg
++
, Mn
++
, Fe
++,
Zn
++
, dan Ca
++
melalui penambahan 0.3 g/L MgSO
4
.7H
2
O, 0.02 g/L
FeSO
4
.7H
2
O, 0.02 g/L ZnSO
4
.7H
2
O, 0.02 g/L MnSO
4
.7H
2
O, dan 1 g/L CaCO
3
. Penambahan ion inidapat memperbaiki pertumbuhan
Bacillus thuringiensis.
Penambahan ion ini tidak akanmembahayakan kultivasi karena konsentrasi yang digunakan cukup rendah (Dulmage dan Rhodes1981). Unsur
C, O, N, H, P dan S menyusun 96% dari berat kering sel dan unsur-unsur mikro sepertiK, Ca, Cl, Fe, Mn, Co, Cu, Zn dan Mo diperlukan oleh hampir semua mikroorganisme (Fardiaz 1998).Sikdar
et al.
(1993), mengatakan bahwa Fe, Mn dan Cu diperlukan untuk memproduksi toksin
sedangkan Mn diketahui dapat menghambat produksi δ
-endotoksin. Penambahan CaCO3 dalammedia berfungsi sebagai sumber kalsium, bahan penetral media, pertumbuhan sel, pembentukan protein dinding sel dan produksi endotoksin (Moo-Young
et al.
1985). Penambahan urea padakultivasi cair dan limbah cair tahu pada kultivasi padat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen
Bacillus thuringiensis.
Kemudian, Faktor yang mempengaruhi proses produksi bioinsektisida adalah komposisimedium dan kondisi pertumbuhan mikroba seperti pH, oksigen dan suhu (Dulmage dan Rhodes1971). Kondisi kultivasi
Bacillus thuringiensis
yang optimal dilakukan pada suhu 28
–
32
o
C, pH awalmedium diatur sekitar 6.8
–
7, agitasi 142
–
340 rpm dan dipanen pada waktu inkubasi 24
–
48 jam(Vandekar dan Dulmage 1982; Mummigatti dan Raghunathan 1990).
Bacillus thuringiensis
tumbuhoptimum pada pH 6.5
–
7.5 (Bernhard dan Utz 1993).Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat dibuat grafik yang menunjukan perbandinganantara pH dan waktu pada proses kultivasi cair. Grafik tersebut dapat dilihat dibawah ini.Grafik 1. Perbandingan pH dan WaktuBerdasarkan hasil pengamatan pH kultivasi cair pada fase logaritmik menunjukkan penurunan sampai akhir jam ke-48 dan mengalami kenaikan kembali pada fase stasioner yaitu padaakhir jam ke 72. Penurunan pH terjadi karena proses katabolisme glukosa yang menyebabkanterakumulasinya asam dalam medium. Menurut Benoit
et al
. (1990), asam yang terakumulasi tersebutadalah asam laktat, asam piruvat, asam asetat dan asetoin yang diketahui ketika melakukan kultivasi
Bacillus thuringiensis
dalam medium glukosa-tripton-mineral. Kenaikan pH pada fase stasioner disebabkan oleh asam yang terakumulasi dalam medium digunakan untuk mensintesis poli-
β
-hidroksibutirat (PHB) yang selanjutnya digunakan sebagai energi pada proses sporulasi. Bersamaandengan sintesis tersebut, terbentuk bahan-bahan yang bersifat alkali akibat metabolism sumber nitrogen yang dapat menyebabkan pH medium meningkat. pH fasa adaptasi yang berada pada jam ke-0 sampai jam ke-6 mengalami peningkatan karena konsumsi karbon menghasilkan ion H
+
yang dapatmeningkatkan pH media kultivasi. Nilai pH pada produk bioinsektisida harus dipantau untuk