Bio Report
-
Upload
lovienatayahoocoid -
Category
Documents
-
view
96 -
download
3
Transcript of Bio Report
PENANGANAN EFEKTIF
UNTUK PENYAKIT LEPTOSPIROSIS PASCA BANJIR
Karya tulis ini disusun dalam rangka Lomba Karya Tulis antar pelajar SMA se-Jawa Bali yang merupakan rangkaian kegiatan Medical Week yang diselenggarakan oleh
Forum Ilmiah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga SurabayaTahun 2008
Oleh :
Pinkky Vitalita Prasadhana
Yessi Primanda Sari
Aghisna Galih Purwitasari
PEMERINTAH KOTA MADIUN
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 3 MADIUN
TAHUN 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis yang berjudul : Penanganan Efektif untuk Penyakit Leptospirosis Pasca
Banjir
Oleh : Pinkky Vitalita Prasadhana NIS: 14214
Yessi Primanda Sari NIS: 14219
Aghisna Galih Purwitasari NIS: 14197
telah disetujui dan disahkan oleh Kepala Sekolah SMAN 3 Madiun sebagai karya tulis
untuk lomba karya tulis antar pelajar SMA se-Jawa Bali yang merupakan rangkaian
kegiatan Medical Week yang diselenggarakan oleh Forum Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Tanggal persetujuan : 6 Maret
Tahun : 2008
Mengetahui
a.n. Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah SMAN 3 Madiun
Drs. Setyono
NIP. 130522814
Pembimbing
Dra. Rina Restanti
NIP. 132093835
PREFACE
Thank God the writers deliver to the Almaighty God, Allah SWT, because of His
Bless this report was finally done well .
In making this report themed “ The effect of external factors “, writers decide
to put title “The Effect of Medias Toward The Chili Growth ”.
The aim making this report was to find out and declare the best madia for Chili
growth.
This report was impossibly done without helping from teachers, friends, and
anyone else related in it, that’s why the writers would like to deliver their thankful to :
1. Mrs. Sri Wahyuni as a guide in making experiment and also report as well
patiently.
2. Mrs. Ndari as a guide in making experiment and also report as well patiently.
3. Also anyone who had helped in finishing of this report.
Yet, in making this report we had many weakness. That’s why construct critics
and suggestion yang are needed to reach the best development. Hopefully this report
could be useful for anyone, especially the readers.
Madiun, November 2008
Writers
ABSTRACTION
Key Word : plant growth, medias, characteristic
The problem we face when we have gardening is what kind of media we should take to put our plant on it to make it grow well.
Nowdays, people use plant for business, like Chili estate. The problem is what the best media to plant Chili to make it grow well ? Begin from this question, we made an experiment to figure it out. And the medias we use were Soil, Burned husk, Soft edible fern, Burned Sand / Malang Sand. That were we oftenly met which were used in gardening.
In making this report there are Problem Formulation: (1)How the effect of different medias toward the Chili growth? (2)What is the different effect among Soil, Burned husk, Soft edible fern, Burned Sand / Malang Sand ?(3)How the difference could happen?(4)What is the best media to Chili growth?
While the aim in making this report are (1)to know how media had effect toward Chili growth.(2)to know the different effect among Soil, Burned husk, Soft edible fern, Burned Sand / Malang Sand.(3)to know the reason how the differences could happen.(4)to find the best media for Chili growth
After doing experiment, we got conclusion : (1) Leptospirosis dapat menjangkit masyarakat luas dengan mudah dan efektif terutama saat banjir datang (2) Pada stadium awal, penyakit Leptospirosis mincul dengan gejala yang hampir sama denagn penyakit lain. Seperti demam, flu atau typus. Maka dari itu biasanya masyarakat hanya menanganinya dengan pengobatan yang tergolong sederhana dan tradisional. Akibatnya bakteri ini memiliki kesempatan untuk berkembang biak dan lebih merusak organ tubuh penderita (3) Pencegahan yang merupakan kunci utama bagi kita untuk mengantisipasi penyakit Leptospirosis ini adalah antara lain dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kemudian bila mengalami gejala-gejala kecil apapun, segera periksakan diri kepada layanan medis setempat. Usahakan jangan mediagnosis sendiri gejala yang telah dialami. Bila sedini mungkin penyakit ini terdeteksi, semakin besar kesempatan untuk hidup.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................. iii
ABSTRAKSI................................................................................................................ iv
DAFTAR ISI................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1 Leptospirosis...................................................................................................
2.1.1 Definisi...................................................................................................
2.1.2 Gejala.......................................................................................................
2.1.3 Komplikasi Leptospirosis.......................................................................
2.1.4 Penyebaran.............................................................................................
2.1.5 Resiko.....................................................................................................
BAB III METODE PENULISAN................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................
4.1Korelasi penyakit Leptospirosis dengan banjir..............................................
4.2 Perbandingan Diagnosa....................................................................................
4.3 Penanganan Leptospirosis pada pasca banjir.................................................
BAB V PENUTUP.......................................................................................................
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................
5.2 Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BIODATA PENULIS..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
111 Latar Belakang Masalah
Secara astronomis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada 6o LU – 11o
LS dan 95o BT – 141o BT. Posisi Indonesia ini kemudian membuatnya dilalui oleh
ekuator di sepanjang wilayahnya. Keadaan inilah yang mengakibatkan negara kita
memiliki iklim tropis yang satu tahunnya hanya memiliki 2 musim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Dan ketika musim hujan datang, di negara kita terjadi hujan yang
intensitasnya tinggi. Tak heran bila keadaan negara kita lembab. Dari sinilah tentu
berkembang bibit-bibit penyakit tropis yang menyerang bangsa kita baik infectious
maupun noninfectious.
Dan memang, penyakit-penyakit yang menjangkit di daerah tropis yang paling
kompleks sering dijumpai di Indonesia. Hal ini disebabkan wilayah negara ini sangat
luas dan beberapa daerah punya identitas masing-masing. Lagipula Indonesia
merupakan perlintasan lalu lintas internasional. Keadaan ini membuat negara kita rentan
terhadap berbagai bibit penyakit yang terbawa arus oleh mereka yang melintasi negara
kita.
Pada bulan November 2007, panas matahari menyengat. Selama beberapa hari
udara kering melanda. Padahal, beberapa minggu sebelumnya, di akhir bulan Oktober,
hujan mengguyur bumi tiada henti selama kurang lebih dua minggu. Tak disangka
iklim berganti wajah begitu cepat. Hujan bukannya dituntaskan hingga Februari tahun
ini, malah berhenti di tengah November tahun lalu (http://portal.cbn.net.id).
Kemudian selang beberapa minggu, intensitas hujan yang tinggi dengan periode
singkat menyebabkan bencana banjir mewarnai perayaan tahun baru. Ini merupakan
kesempatan emas bagi segala bakteri penyakit berkembang. Persediaan air yang
terkontaminasi akibat banjir merupakan media yang paling diminati para bakteri. Yang
mengerikan adalah musim penghujan tahun ini sulit diprediksi kapan berakhirnya.
Padahal hal tersebut belum lagi diperparah dengan fenomena alam yang sedang marak
yaitu Global Warming. Selain membuat prediksi iklim sulit diterka, Global Warming ini
juga berimbas terhadap pasangnya air laut yang kemudian dapat memberi andil yang
besar terhadap adanya banjir karena meluapnya air laut terutama di daerah dataran
rendah dekat pantai. Pada intinya, sekarang ini banjir tidak hanya dipicu karena air
hujan yang intensitasnya tinggi pada musim penghujan namun juga dipicu oleh
meluapnya air laut yang dipengaruhi oleh Global Warming.
Dalam karya tulis ini, penulis memaparkan salah satu penyakit tropis infectious
yang masih jarang dikenal masyarakat yang penyuluhannya masih kurang serta
diagnosa masyarakat dan pengobatan terhadap penyakit ini masih salah kaprah namun
sudah banyak mewabah akhir-akhir ini dalam rangka ikut meramaikan suasana musibah
banjir, yaitu Leptospirosis. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa penyakit ini
sangat erat kaitannya dengan bencana banjir yang sedang melanda Indonesia sekarang
sebab bakteri Leptospira banyak ditemukan dalam air kotor maupun dalam tubuh hewan
yang dikeluarkan ke lingkungan melalui kotorannya, yaitu terutama oleh tikus. Dengan
adanya banjir, ruang lingkup bakteri ini akan diperluas jangkauannya melalui media air.
Apabila penyakit ini sudah mencapai titik kronis maka dapat menimbulkan
kematian. Tetapi di Indonesia penyakit ini jarang dipahami masyarakat sehingga gejala
awal yang ditimbulkan Leptospirosis pada tahap atau stadium awal masih diabaikan
bahkan malah cenderung diindikasikan kepada penyakit lainnya. Berawal dari diagnosa
yang salah berlanjut kepada penanganan yang salah justru memperburuk keadaan si
penderita Leptospirosis. Hal ini disebabkan karena jarang yang tahu bahwa penyakit ini
mampu mengakibatkan gangguan, komplikasi atau bahkan gagal organ pada tubuh si
penderita Leptospirosis yang berujung kematian .
111 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah, penyusun merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah korelasi antara penyakit Leptospirosis dengan musibah banjir
yang semakin merebak?
2. Bagaimanakah perbandingan diagnosa penyakit Leptospirosis dengan penyakit
lain yang memiliki diagnosa hampir sama?
3. Bagaimanakah tindakan yang efektif, baik dalam mencegah maupun menangani
Leptospirosis pada pasca banjir?
111 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana korelasi antara penyakit Leptospirosis dengan
musibah banjir yang semakin merebak.
2. Untuk mengetahui gejala-gejala khusus penyakit Leptospirosis agar tidak terjadi
salah diagnosa maupun penanganan.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah tindakan yang efektif, baik dalam mencegah
maupun menangani Leptospirosis pada pasca banjir.
111 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan yang kami lakukan adalah :
1. Menyebarluaskan informasi tentang penyakit Leptospirosis pasca banjir beserta
gejala dan cara penanganannya.
2. Memberikan referensi kepada pihak terkait (masyarakat luas) agar tidak terjadi
kesalahan diagnosa.
3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang kesehatan.
4. Meningkatkan pemahaman serta kualitas kehidupan kesehatan masyarakat
Indonesia.
5. Mendorong kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan kebersihan
lingkungan dan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LEPTOSPIROSIS
2.1.1 Definisi
Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme, yaitu
Leptospira, bakteri berbentuk spiral. Penyakit ini menyerang hewan dan manusia. Pada
manusia, penyakit ini bisa menjangkiti laki-laki dan perempuan tanpa mengenal umur
dan dikenal dengan berbagai nama, seperti mud fever, slime fever, swamp fever,
autumnal fever, field fever, cutter fever dan lain-lain. Bakteri ini mempunyai ratusan
serotipe. Nama-nama serotipe ini sebagian diambil dari nama penderita atau tempat di
Indonesia, seperti, serotipe harjo, mankarso, naam, sarmin, djasiman, sentot, rachmati,
paijan, bangkinang, dan binjei (Kapita Selekta Kedokteran 1999).
2.1.2 Gejala
Penyakit ini memiliki tiga fase dalam perkembangannya, yaitu sebagai berikut :
a. Fase pertama / fase Leptosperemia, yaitu ketika Leptospira ditemukan dalam darah
(selama 4-9 hari), memiliki gejala-gejala sebagai berikut :
o Demam mendadak, mual, muntah, diare, batuk
o Sakit kepala, terutama di bagian frontal dan oksipital
o Keluhan myalgia (nyeri otot)
o Nyeri tekan , terutama pada betis, paha, dan pinggang
o Icterus (warna kulit yang berubah menjadi kuning)
o Hiperestia kulit
o Hemoptitis (batuk berdarah)
o Penurunan kesadaran
o conjungtival suffusion (selaput ikat mata yang memerah)
o Injeksi faringeal ( faring terlihat merah dan bercak-bercak)
o Kulit dengan ruam berbentuk urtikaria yang tersebar pada badan
o Splenomegali (pembesaran limpa)
o Hepatomegali (pembesaran hati)
b. Fase kedua / fase imun, yaitu berkaitan dengan munculnya antibody IgM sementara
C3 tetap normal (selama 1-3 hari), memiliki gejala-gejala sebagai berikut :
o Setelah gejala asimtomatik selama 1-3 hari, gejala klinis pada fase
Leptosperemia yang sudah hilang akan muncul kembali
o Meningismus (gejala menyerupai meningitis tetapi sebenarnya hanya merupakan
akibat rangsangan selaput otak karena berbagai hal)
o Demam jarang melebihi 39oC
o Iridosiklitis (radang selaput pelangi dan badan siliar)
o Neuritis optic (radang saraf mata)
o Mielitis (radang sumsung tulang)
o Ensefalitis
o Neuropati perifer (penyakit saraf, khususnya yang ditandai dengan degenerasi
saraf atau system saraf)
c. Fase ketiga / fase penyembuhan yang berlangsung pada minggu kedua sampai
minggu keempat terjadi perbaikan pada fungsi ginjal dan hati seperti semula karena
tidak terjadi kerusakan struktur pada organ tersebut serta hanya memiliki gejala
demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur hilang.
(Kapita Selekta Kedokteran 1999)
2.1.3 Komplikasi Leptospirosis
Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung
yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan,
saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
(http://yankes-utara.jakarta.go.id; 16 Desember 2004)
2.1.4 Penyebaran
Leptospirosis sesungguhnya tergolong penyakit hewan yang bisa menjangkiti
manusia juga , atau disebut zoonosis. Kuman ini hidup dan berbiak di tubuh hewan.
Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain
hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun bukan tak mungkin bisa terjangkit
juga (http://www.depkes.go.id; 03 Maret 2008). Hewan yang pada umumnya diketahui
terjangkit bakteri ini antara lain : babi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak,
kelelawar, tupai, sapi, domba, kucing, dan tikus. Namun potensi hewan-hewan ini
mendominasi dan menyebarkan infeksi bakteri Leptospira ke manusia tidak sehebat
tikus. Hal ini disebabkan pengendalian terhadap tikus sangat sulit, sedangkan
perkembangannya begitu signifikan. Selain itu penyebaran hewan tersebut hampir tidak
terbatas pada satu tempat saja, seperti sawah, tapi juga terdapat pada rumah-rumah
masyarakat ataupun gedung-gedung yang lain. Perlu diperhatikan bahwa penyakit
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien.
Khusus yang terjadi di daerah banjir seperti Jakarta, penularannya melalui air
kencing tikus (http://www.honda-tiger.or.id). Kemudian, air kencing / kotoran hewan
terbawa banjir dapat masuk ke dalam tubuh/menginfeksi manusia melalui: permukaan
kulit yang terluka, selaput lendir mata, dan hidung (misalnya saat mencuci muka). Bisa
juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi setitik urine hewan yang
terinfeksi leptospira, kemudian dimakan / diminum manusia.
Namun bakteri Leptospira juga bisa mati pada keadaan tertentu seperti berada
pada suhu yang terlalu panas, pada air garam seperti air laut, atau desinfektan seperti
karbol dan lisol.
2. Resiko
Gejala Leptospirosis menjadi lebih berat jika tidak diobati atau obatnya salah
alamat. Selain komplikasi ke hati menimbulkan gejala penyakit kuning, komplikasi
ke selaput otak menimbulkan gejala nyeri kepala, kejang-kejang, leher kaku, dan
penurunan kesadaran. Komplikasi ke ginjal umumnya bersifat fatal. Angka
kefatalan penyakit Leptospirosis mencapai 5 persen, artinya 5 dari setiap 100 kasus
bisa tewas. (http://drhandri.wordpress.com, 24 Februari 2007).
Angka kematian akibat Leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 2,5 sampai
16,45 persen atau rata-rata 7,1 persen. Bahkan pada penderita berusia di atas 50 tahun,
risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah
mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematian
akibat Leptospirosis lebih tinggi lagi. (http://www.honda-tiger.or.id/)
BAB III
METODE PENULISAN
Penulisan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang berkenaan
dengan tema karya tulis ini, yaitu Tropical Desease : Infectious and Non Infectious
dengan judul Penanganan Tepat untuk Penyakit Leptospirosis Pasca Banjir. Literatur
tersebut berupa buku, jurnal penelitian, dan halaman-halaman di internet. Dari literatur-
literatur tersebut diambil informasi-informasi yang relevan tentang Leptospirosis,
khususnya kasus yang terjadi setelah banjir melanda.
Selanjutnya dilakukan analisa terhadap permasalahan yang ada melalui studi
literatur. Berdasarkan informasi-informasi yang telah terkumpul, akan diperoleh
kesimpulan dan saran-saran yang dapat dikemukakan kepada pihak-pihak terkait serta
pemerintah agar lebih memperhatikan kesehatan masyarakat pasca banjir, terutama
terhadap gejala-gejala Leptospirosis yang sama beresikonya dengan demam berdarah.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Korelasi Antara Penyakit Leptospirosis Dengan Musibah Banjir Yang
Semakin Merebak
Penyakit Leptospirosis merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan tempat
dan profesi kerja. Karena itu pada umumnya bakteri Leptospira ditemukan di daerah
sawah ataupun di daerah peternakan. Jadi yang seharusnya memiliki bakat terinfeksi
bakteri Leptospira ini adalah para pekerja sawah/ladang, peternakan, perkebunan, dokter
hewan, ataupun orang-orang yang memiliki koneksi langsung dengan hewan pembawa
bekteri Leptospirosa.
Namun jika banjir telah menghadang, maka kawasan/jangkauan bakteri
Leptospira ini tidak hanya terbatas pada tempat tersebut di atas, melainkan air bah ini
akan menyatukan dan meratakan bakteri ini di seluruh zona banjir. Maka tak heran
masyarakat yang tertimpa banjir juga memiliki potensi tinggi terinfeksi bakteri ini.
Apalagi persediaan air bersih sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Makanan pun sulit
didapat. Akibatnya, seperti yang telah terjadi dalam musibah banjir tahun baru lalu di
Jakarta, masyarakat korban banjir mengambil air banjir sebagai sumber air minum tanpa
sempat dimasak dan untuk kebutuhan lainnya (http://www.liputan6.co.id).
Berikut ini adalah data mengenai perubahan jumlah kasus Leptospirosis yang
terjadi pascabanjir di Jakarta dari tahun ke tahun.
Tabel 4.1 Data Jumlah Kasus Leptospirosis di Jakarta Tahun 2002-2007
Tahun Jumlah Kasus Jumlah Korban
2002
2003
2004
2005
2006
2007
44 kasus
49 kasus
44 kasus
59 kasus
9 kasus
135 kasus
13 meninggal
4 meninggal
5 meninggal
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa jumlah penderita Leptospirosis
pascabanjir dari tahun ke tahun mengalami perubahan............................
3.2 Perbandingan Diagnosa Penyakit Leptospirosis dengan Penyakit Lain yang
Memiliki Diagnosa Hampir Sama
Dalam kasus-kasus Leptospirosis sering terjadi kesalahan persepsi mengenai
gejala yang diderita karena gejala penyakit Leptospirosis memiliki beberapa kemiripan
bahkan persamaan dengan penyakit lain yang juga terjadi pascabanjir.
Berikut ini adalah tabel mengenai perbandingan diagnosa gejala penyakit
Leptospirosis dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan penyakit Hepatitis
Akut.
Tabel 4.2 Perbandingan Gejala Penyakit Leptospirosis dengan DBD
Gejala Penyakit Leptospirosis Gejala Berdarah Dengue (DBD)
o Demam mendadak
o Mual, muntah, diare
o Batuk
o Sakit kepala, terutama di bagian
frontal dan oksipital
o Keluhan myalgia
o Nyeri tekan , terutama pada otot
gastroknemius, paha, dan pinggang
o Icterus
o Hiperestia kulit
o Hemoptitis
o Penurunan kesadaran
o conjungtival suffusion
o Injeksi faringeal
o Kulit dengan ruam berbentuk
urtikaria yang tersebar pada badan
o Splenomegali
o Demam akut, yang tetap tinggi selama
2-7 hari, kemudian turun secara lisis
o Anoreksia
o Malaise
o Nyeri pada punggung, tulang,
persendian dan kepala
o Perdarahan gusi, hematemesis dan
melena
o Hepatomegali
o Nyeri tekan tanpa icterus
o Melalui uji torniquet, demam berdarah
tampak seperti bintik-bintik merah di
kulit sekitar 20 titik per inci persegi
o Hepatomegali
o Melalui uji torniquet, Leptospirosis
tampak seperti bintik-bintik merah di
kulit kurang dari 20 titik per inci
persegi
Sumber : Kapita Selekta Kedokteran, 1999
Tabel 4.3 Perbandingan Gejala Penyakit Leptospirosis dengan Hepatitis Akut
Gejala Penyakit Leptospirosis Gejala Hepatitis Akut
o Demam mendadak
o Mual, muntah, diare
o Batuk
o Sakit kepala, terutama di bagian
frontal dan oksipital
o Keluhan myalgia
o Nyeri tekan , terutama pada otot
gastroknemius, paha, dan pinggang
o Icterus
o Hiperestia kulit
o Hemoptitis
o Penurunan kesadaran
o Conjungtival suffusion
o Injeksi faringeal
o Kulit dengan ruam berbentuk
makular/makolupapular/urtikaria
yang tersebar pada badan
o Splenomegali
o Hepatomegali
o Demam
o Sakit kepala
o Lemah
o Anoreksia
o Mual, muntah
o Nyeri pada otot dan nyeri pada perut
kanan atas
o Urin menjadi lebih cokelat
o Icterus
o Hepatomegali
Sumber : Kapita Selekta Kedokteran, 1999
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ketiga penyakit tersebut memiliki
beberapa gejala yang sama. Di antaranya, sama-sama diawali dengan demam, keluhan
gastrointestinal (mual, muntah, anoreksia) dan nyeri.
Namun, masing-masing dari mereka memiliki karakteristik yang khas. Gejala yang
mencolok pada DBD adalah demam akut, tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun
secara lisis yang membentuk grafik suhu seperti pelana kuda. Selain itu, melalui uji
torniquet, DBD tampak seperti bintik-bintik merah di kulit sekitar 20 titik per inci
persegi. Sedangkan gejala yang khas dari penyakit Hepatitis Akut diantaranya adalah
icterus, hepatomegali, urin menjadi lebih cokelat. Selanjutnya, gejala yang muncul dan
cukup khas dari penyakit Leptospirosis adalah mata atau kulit tubuh menjadi kekuning-
kuningan. Ini disebabkan oleh liver orang yang terjangkit telah rusak oleh racun
Leptospira. Selain itu juga demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion.
Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering
ditemukan.
Selain itu, bila diagnosa fisik masih belum spesifik, maka dapat melalui pemeriksaan
serologi: menemukan antibodi. Leptospira pada 50% kasus dapat diisolasi/dipisahkan
darah pasien. Kuman bisa didapat melalui kultur air seni pasien, dapat dilakukan pada
minggu kedua sampai dengan 30 hari.
4.3 Penanganan Leptospirosis pada pasca banjir
Salah satu usaha yang merupakan kunci utama pencegahan bagi kita untuk
mengantisipasi penyakit Leptospirosis ini antara lain :
Dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tempat-tempat yang kemungkinan
bisa dijadikan tempat bersarangnya tikus, segera dibersihkan agar tak ada tempat
sedikitpun untuk berkembangbiaknya bakteri Leptospira yang mematikan.
Kuman Leptospira ini mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati
oleh desinfektans seperti lisol dan karbon (Dokter kita, Februari 2008). Maka upaya
"lisolisasi" seluruh permukaan lantai, dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan
tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah berkuman Leptospira, dianggap cara
mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya Leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan
dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan mungkin
tercemar kuman dari hewan piaraan yang sudah terjangkit bakteri Leptospira dari
tikus atau hewan liar lainnya. Hindari berkontak dengan kencing/kotoran hewan
piaraan. Jauh lebih baik bila memeriksakan hewan piaraan ke dokter hewan secara
berkala.
Kemudian, biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu
berkontak dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakai sepatu
bot, terutama jika kulit ada luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan
sehabis menangani hewan, ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-
tempat kotor.
Apabila berada pada daerah banjir, usahakan hindari mengkonsumsi makanan yang
terendam banjir. Bersihkan sisa-sisa banjir, tentunya dengan memakai pelindung
badan.
Peliharalah hewan peliharaan maupun ternak dengan baik, perhatikan kebersihan
kandang maupun hewan itu sendiri. Berilah vaksinasi, seperti vaksin strain lokal
secara rutin.
Kalau terserang Leptospirosis, itu bukan berarti akhir dari segalanya.
Leptospirosis bukan penyakit ganas jika saja diagnosanya tidak terlambat dan segera
mendapatkan pengobatan yang tepat. Obatnya mudah didapat dan murah. Hanya saja di
awal-awal kasusnya mungkin luput didiagnosis. Berikut jenis pengobatan yang dapat
diberikan sebagai pertolongan pertama ataupun lanjutan :
Selain antibiotika golongan penicilline, kuman juga peka terhadap streptomycine,
chloramphenicol dan erythromycine. Harga jenis antibiotika klasik ini tergolong
tidak tinggi, selain mudah didapat, bahkan di Puskesmas sekali pun. Antibiotik
intravena, seperti penisilin G mungkin dibutuhkan untuk pasien dengan gejala lebih
berat (Dokter Kita, Februari 2008).
Karena itu, sebelum terlanjur parah, sangat diharapkan masyarakt tidak menganggap
remeh segala gejala sekalipun ringan yang dideritanya. Hal ini akan sangat memberi
kesempatan hidup kepada penderita bila penyakit ini diketahui sejak dini, sebab
prognosis Leptospirosis umumnya baik. Selain pengobatannya lebih mudah,
kerusakan organ dalam tubuh yang disebabkan bakteri Leptospira ini pun belum
parah dan fatal. Bisa lain nasib pasien jika terapi terlambat diberikan. Sudah disebut
komplikasi Leptospirosis paling buruk jika sudah merusak ginjal, selain hati, dan
otak.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
Leptospirosis dapat menjangkit masyarakat luas dengan mudah terutama saat
banjir telah menghadang, sebab kawasan/jangkauan bakteri Leptospira ini tidak
hanya terbatas pada tempat di mana baketri Leptospira itu seharusnya berada,
melainkan air bah ini akan menyatukan dan meratakan bakteri Leptospira di
seluruh zona banjir. Akibatnya masyarakat korban banjir memiliki potensi tinggi
untuk terinfeksi penyakir Leptospirosis.
Pada stadium awal, penyakit Leptospirosis mincul dengan gejala yang hampir
sama denagn penyakit lain. Seperti demam, flu atau typus. Maka dari itu
biasanya masyarakat hanya menanganinya dengan pengobatan yang tergolong
sederhana dan tradisional. Akibatnya bakteri ini memiliki kesempatan untuk
berkembang biak dan lebih merusak organ tubuh penderita
Pencegahan yang merupakan kunci utama bagi kita untuk mengantisipasi
penyakit Leptospirosis ini adalah antara lain dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Kemudian bila mengalami gejala-gejala kecil apapun, segera
periksakan diri kepada layanan medis setempat. Usahakan jangan mediagnosis
sendiri gejala yang telah dialami. Bila sedini mungkin penyakit ini terdeteksi,
semakin besar kesempatan untuk hidup.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
1. NAMA LENGKAP : PINKKY VITALITA PRASADHANA
TEMPAT/TGL LAHIR : Ngawi, 18 Januari 1991
JENIS KELAMIN : Perempuan
ALAMAT : Jl. Raya Solo km.9 Kabupaten Ngawi - Jatim
TELP. : 085235875586
NAMA ORANG TUA : Untung Sugiarto
Ervin Retno
SEKOLAH : SMA Negeri 3 Madiun
KELAS : XIA3
ALAMAT SEKOLAH : Jl. Ring Road Barat Madiun - Jatim
TELP. : (0351) 473506 - 473509
KARYA ILMIAH YANG : -
PERNAH DIBUAT
PRESTASI ILMIAH : -
2. NAMA LENGKAP : YESSI PRIMANDA SARI
TEMPAT/TGL LAHIR : Magetan, 15 Juni 1991
JENIS KELAMIN : Perempuan
ALAMAT : Desa kentangan RT 9 RW 2 Kecamatan Sukomoro
Kabupaten Magetan - jatim
TELP. : 085233591351
NAMA ORANG TUA : Supriyo
Lusia Suwarsih
SEKOLAH : SMA Negeri 3 Madiun
KELAS : XIA3
ALAMAT SEKOLAH : Jl. Ring Road Barat Madiun - Jatim
TELP. : (0351) 473506 - 473509
KARYA ILMIAH YANG : -
PERNAH DIBUAT
PRESTASI ILMIAH : -
3. NAMA LENGKAP : AGHISNA GALIH PURWITASARI
TEMPAT/TGL LAHIR : Ponorogo, 9 Maret 1991
JENIS KELAMIN : Perempuan
ALAMAT : Jl. Sultan Agung 32 Kecamatan Kauman
Kabupaten Ponorogo - Jatim
TELP. : 085649170329
NAMA ORANG TUA : Drs. B. Suwito
Emdamg Suprihatin, BA
SEKOLAH : SMA Negeri 3 Madiun
KELAS : XIA3
ALAMAT SEKOLAH : Jl. Ring Road Barat Madiun - Jatim
TELP. : (0351) 473506 - 473509
KARYA ILMIAH YANG : -
PERNAH DIBUAT
PRESTASI ILMIAH : -