Bilirubin

47
PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN 1. Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat : Melakukan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. 2. Teori Dasar 2.1 Hati Hati adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya ± 1 ½ kg. Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terbagi atas dua lapisan utama : a. Permukaan atas terbentuk cembung, terletak di bawah diafragma. b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus. Permukaanya diliputi oleh peritoneum viserial, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula glisson, yang meliputi permukaan interior membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu. Selain merupakan organ yang mempunyai ukuran terbesar, hati juga mempunyai fungsi yang banyak dan paling komplek. Hati merupakan pertahanan hidup dan berperan pada hampir setiap fungsi 1

Transcript of Bilirubin

Page 1: Bilirubin

PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN

1. Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :

Melakukan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin.

Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

2. Teori Dasar

2.1 Hati

Hati adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya ±

1 ½ kg. Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati

terbagi atas dua lapisan utama :

a. Permukaan atas terbentuk cembung, terletak di bawah diafragma.

b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus.

Permukaanya diliputi oleh peritoneum viserial, kecuali daerah kecil pada permukaan

posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan

lipatan peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula glisson, yang

meliputi permukaan interior membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri

hepatika dan saluran empedu. Selain merupakan organ yang mempunyai ukuran terbesar, hati

juga mempunyai fungsi yang banyak dan paling komplek. Hati merupakan pertahanan hidup

dan berperan pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh. Hati mempunyai kapasitas

cadangan yang besar dan fungsi jaringan untuk mempertahankan tubuh, hati juga mempunyai

kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Kerusakan hati sebagian pada kebanyakan kasus

sel yang mati atau sakit, maka akan diganti dengan jaringan hati yang baru. (jtptunimus-gdl-

mutiahgoc2-5673-2-babii.pdf)

2.1.1 Fungsi hati antara lain:

a. Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan Disuatu tempat

dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaian dalam jaringan.

b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk disekresi dalam empedu dan urin,

membersihkan darah sebelum zat-zat toksin tersebut mencapai organ tubuh yang peka

misalnya otak fungsi, hal ini disebut detoksikasi.

1

Page 2: Bilirubin

c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen, karbohidrat yang

diabsorbsi sebagai glukosa disimpan dalam hati sebagai glikogen. glukosa dilepaskan

sesuai dengan kebutuhan.

d. Sekresi empedu.

e. Pembentukan ureum, golongan asam amino diubah menjadi ureum yang diekskresi

melalui ginjal, rantai karbon yang yang tersisa mengalami oksidase menjadiCO2 dan

air. Sebagian asam amino akan masuk sirkulasi sistemik dalam jumlah kecil, kadar

asam amino yang tinggi dalam peredaran darah dapat menjadi racun yang merusak

fungsi otak. Asam amino yang berjumlah 22 macam dipergunakan dalam tubuh

sebagai bahan–bahan dasar pembangunan protein. Beberapa asam amino ini tidak

dapat dibuat dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan dan disebut sebagai

asam amino esensial. Asam amino lainnya dapat diubah dari satu bentuk lain dengan

bantuan enzim–enzim khusus dalam sel-sel tubuh, terutama dalam sel hati.

f. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air, zat lemak yang

dipadukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipid, kolesterol dibuat dihati dari

asam asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak.

Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat dihati.

(jtptunimus-gdl-mutiahgoc2-5673-2-babii.pdf)

Hati mempunyai peranan penting yang vital dalam proses metabolism dan detoksifikasi

dan eliminasi senyawa toksis. Meskipun adanya kerusakan pada hati tidak dapat dilihat

langsung efeknya, namun mengingat pentingnya peranan hati maka utnuk mendeteksi

kerusakan hati perlu dilakukan pengujian dilabolatorium. Salah satu pengujian fungsi hati

yang sederhana adalah dengan pemeriksaan kadar bilirubin.

2.2 Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin

dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%

bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak

larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk

diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan

2

Page 3: Bilirubin

mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut

bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim

glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk

monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin terkonjugasi

dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier. ( hpttp//lab kesehatan. blog spot.

com /2009/ bilirubin-serum. html).

2.2.1 Macam dan sifat bilirubin

a. Bilirubin terkonjugasi /direct

Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air

sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida

atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya

flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat

dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin.

Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh

gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor,

Recurrent (benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruks saluran

empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin

dengan hasil negatif.

b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirect

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang terikat

albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan bereaksi dalam

pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum

dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirect.

Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit

bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam

peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah

payah jantung diatasi maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan

dengan chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia. Peningkatan yang lain

terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau eritropoesis yang tidak sempurna, biasanya

ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan darah tepi yang abnormal,umur

3

Page 4: Bilirubin

eritrosit yang pendek. ( http// lab kesehatan .blog spot yahoo. com /2009/ bilirubin-serum.

html).

Tabel 1. Pebedaan Bilirubin

Bilirubin IBilirubin I Bilirubin IIBilirubin IIindirect

- terikat albumin

- non-polar

- dibawa ke hepar

- Hiperbilirubinemia;

> retensi

> bisa masuk ke SSP

> tidak ada dlm urine

direct

- terikat glukuronat

- polar

- disekresikan dari hepar

- Hiperbilirubinemia;

> regurgitasi

> tidak bisa ke SSP

> bisa masuk ke urine

2.2.2 Metabolisme Bilirubin

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

4

Page 5: Bilirubin

Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak. Kerusakan eritrosin akan

menyebabkan keluarnya bilirubin. Bilirubin ini adalah bilirubin tak terkonjugasi yang tidak

larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan protein lain, kemudian

beredar melalui peredaran darah. Setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi

dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian digabung dengan glukoronid sehingga dapat

melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi

ikut dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin

terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui

feses dalam bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi.

Setelah itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah

untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008).

2.2.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Bilirubin Total

Dalam suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu berbubungan langsung

dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap kestabilan kadar sampel yang akan diperiksa,

sehingga dalam pemeriksaan tersebut harus memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi stabilitas kadar bilirubin total dalam serum diantaranya yaitu

a. Sinar

Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan mudah terjadi

kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar matahari. Serum atau plasma

heparin boleh digunakan, hindari sampel yang hemolisis dan sinar matahari langsung. Sinar

matahari langsung dapat menyebabkan penurunan kadar bilirubin serum sampai 50% dalam

satu jam, dan pengukuran bilirubin total hendaknya dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga

jam setelah pengumpulan darah.

Bila dilakukan penyimpanan serum hendaknya disimpan di tempat yang gelap, dan

tabung atau botol yang berisi serum di bungkus dengan kertas hitam atau aluminium foil

untuk menjaga stabilitas serum dan disimpan pada suhu yang rendah atau lemari pendingin.

b. Suhu Penyimpanan

Suhu merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung terhadap sampel, baik

saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan. Pemeriksaan kadar bilirubin total sebaiknya

diperiksa segera, tapi dalam keaadaan tertentu pemeriksaan kadar bilirubin total bisa

dilakukan penyimpanan. Dengan penyimpanan yang benar stabilitas serum masih stabil

5

Page 6: Bilirubin

dalam waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15 ºC-25ºC, empat hari pada suhu 2ºC-8ºC,

dan tiga bulan pada penyimpanan -20ºC .

Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap kadar

bilirubin didalam sampel sehingga perlu upaya mengurangi pengaruh tersebut serta

mengoptimalkan kadar bilirubin total di dalam serum agar dapat bereaksi dengan zat

pereaksi secara sempurna, sedangkan reagen bilirubin total akan tetap stabil berada pada

suhu 2-8ºC dalam keadaan tertutup, terhindar dari kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat

dimungkinkan bahwa penurunan kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan

pengaruh sinar yang berintensitas tinggi .

2.2.4 Manifestasi Klinik

Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total

yang lebih dari 5mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin

dan keterbatasan kemampuannya untuk mengekskresinya. Dari definisinya, tidak ada

ketidaknormalan lain atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada

kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak terkonjugasi.

Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah

merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian

yang lebih tingi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi

bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan faktor yang membatasi

ekskresi bilirubin (Betz & Sowden, 2009).

Hiperbilirubinemia terkonjugasi yang berkepanjangan, seperti pada ikterus obstruktif,

menyebabkan terjadinya penggabungan kovalen bilirubin terkonjugasi dengan albumin.

Jenis bilirubin ini adalah bilirubin delta, yang bermigrasi lebih cepat daripada albumin

normal sehingga memperlebar pita albumin ke arah anoda. Bilirubin delta memilki waktu

paruh plasma lebih lama dari pada bilirubin terkonjugasi lain karena beriaktan kovalen

dengan albumin sehingga tertahan lebih lama dalam sirkulasi (Sacher dan McPherson,

2004). Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. 

Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

6

Page 7: Bilirubin

a. Ikterus pre-hepatik

Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis,

misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang

berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia

sp., dan Anaplasma sp. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

bersifat ringan dan berwarna kuning pucat.

b. Ikterus hepatik

Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi

oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut

disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang

berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin

dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator.

c. Ikterus Post-Hepatik

Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi

bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin

terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria)

melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat.

Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun

obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor

hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.

(http://www. umy.ac.id/topik/files/2011/12/Skenario-4-Ikterus.docx)

2.4 Metode Analisis Bilirubin

Bilirubin memiliki warna kuning yang dapat diukur langsung dengan nmenggunakan

spektroskopi yang sebelumnya telah diencerkan dengan larutan fisiologis hingga warnanya

sebanding denganlarutan kalium dikromat 0,01% yang disebut icterus index. Namun karena

kandungan serum selain bilirubin seperti karoten, xantofil, dan hemoglobin juga memberikan

kontribusi pada icterus index, maka metode inihanya dapat digunakan pada bayi yang baru

lahir sebelum berusia satu bulan. Untuk usia diatas satu bulan diperlukan prosedur lain yaitu

dengan dikople dengan menggunakan zat warna dan diukur secara kolorimetri. Bilirubin

terkonjugasi yang larut air langsung direaksikan dengan asam sulfanilat (direct bilirubin), dan

bilirubin yang tak terkonjugasi dilarutkan dalam alcohol kemudian dikople dengan reagen

7

Page 8: Bilirubin

diazo (indirect bilirubin). Selanjutnya kadar bilirubin terkonjugasi dan kadar bilirubin total

akan dilaporkan.

Prosedur manual untuk pengukuran bilirubin yang banyak digunakan adalah metode :

a. Metode Evelyn Malloy

Metode ini digunakan reagen Ehlirch diazo, dimana reagen ini bila direaksikan dengan

bilirubin direct dalam larutan berair akan membentuk kompleks senyawa berwarna merah

muda sampai ungu dalam waktu 1 menit, sedangkan dalam larutan metil alcohol 50%, reagen

Ehlirch diazo akan bereaksi dengan bilirubin total membentuk warna merah muda sampai

ungu pada waktu penangguhan 30 menit. (http://smart-fresh.blogspot.com/2012/06/uji-kadar-

bilirubin-total-direk-metode.html)

b. Metode Jendrasik- Grof

Prinsip dari metode Jendrassik- Grof yaitu Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized

sulphanilic acid) dan membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari

senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada panjang gelombang 546

nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat langsung bereaksi dengan DSA, namun

bilirubin yang terdapat di albumin yaitu bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada

akselerator.

Total bilirubin = bilirubin direk + bilirubin indirek.

c. Metode Pelarman & Lie

Pada metode ini menggunakan akselelatornya surfaktan, surfaktan ini berfungsi untuk

memisahkan bilirubin dengan albumin dan nantinya akan menjadi bilirubin bebas.

8

Page 9: Bilirubin

Prinsip Reaksi

Gambar 2. Reaksi Penetapan Kadar Bilirubin dengan Kolorimetri

2.5 Spektrofotometri Uv-Vis

Spektrofotometer adalah alat untuk menukur transmitan atau absorban suatu sampel

sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optik dan

elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya. Dimana detector dapat mengukur intensitas cahaya

yang dipancarkan secara tidak langsung cahaya yang diabsorbsi. Tiap media akan menyerap

cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk.

(http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf)

Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan

Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya

UV dan sumber cahaya Visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau

sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar

yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan tersebut.

Prinsip kerja

Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya

monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap,

sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan.

9

Bilirubin-Albumin +Surfaktan Bilirubin bebas+ albumin

Asam Sulfanilat +Natrium nitrit p-diazobenzensulfonat

p-diazobenzensulfonat +bilirubin azobilirubin

Page 10: Bilirubin

Gambar 3. Diagram Spektrofotometer UV-Vis

(http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf)

2.5 Persyaratan Suatu pengujian Secara Kualitatif dan Kuantitatif

Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu pengujian baik secara

kualitatif ataupun kuantitatif. Syarat tersebut terdiri dari spesifisitas, sensitivitas, presisi dan

akurasi.

- Akurasi adalah kemampuan metode untuk mengukur dan mendeteksi nilai aktual atau

nilai sebenarnya dari dalam sampel, akurasi merupakan ukuran ketepatan atau kedekatan

hasil pengujian dengan hasil yang sebenarnya.

- Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata

pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan kondisi pengujian yang sama.

- Sensitivitas atau kepekaan adalah kemampuan metode untuk mendeteksi atau mengukur

sampel dalam jumlah sekecil mungkin.

- Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk meendeteksi atau mengukur sampel

tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya bahan atau matriks lain.

10

Page 11: Bilirubin

3 Alat dan Bahan

3.1 Alat

Mikropipet 10- 100 µl, 100-1000 l

Tabung reaksi

Gelas Kimia

Botol semprot

Spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm

Kuvet

3.2 Bahan

Serum

Surfaktan

Aquadest

Asam sulfanilat

Natrium nitrit

Kontrol

4 Prosedur Percobaan

Pengukuran kadar bilirubin total blangko

11

Sampel

Dipipet sebanyak 100 µl

Dimasukan kedalam tabung

Dipipet kembali surfaktan sebanyak 500 µl

Page 12: Bilirubin

Uji

12

Dimasukan kedalam tabung yang sama

Dimasukan kedalam tabung yang sama dan dicampurkan sampai

homogen

Dipipet kembali asam sulfanilat sebanyak 500 µl

didiamkan dalam suhu kamar selama 10 menit

Setelah 10 menit blangko disimpan untuk membaca

absorbansi sampel uji

Natrium nitrit dipipet sebanyak 20 µl

menggunakan mikro pipet

Dimasukan kedalam tabung

Dimasukkan kedalam tabung

Sampel di pipet sebanyak 100 µl

Page 13: Bilirubin

13

Kemudian surfaktan dipipet sebanyak 500 µl

Asam sulfanilat dipipet sebanyak 500 µl

Dimasukkan kedalam tabung yang sama

Setelah 10 menit dibaca absorbansinya terhadap

blangko pada panjang gelombang 546 nm

Dicampurkan hingga homogen

Didiamkan didalam suhu kamar selama 10 menit

Dimasukkan kedalam tabung yang sama

Page 14: Bilirubin

Pengukuran kadar bilirubin terkonjugasi blangko

14

Sampel

Dipipet sebanyak 100 µl

Dimasukan kedalam tabung

Dipipet kembali asam sulfanilat sebanyak 1000 µl

Dimasukan kedalam tabung yang sama

Dimasukan kedalam tabung yang sama dan dicampurkan sampai

homogen

didiamkan dalam suhu kamar selama 5 menit

Setelah 5 menit blangko disimpan untuk membaca

absorbansi sampel uji

Page 15: Bilirubin

Uji

15

Natrium nitrit dipipet sebanyak 10 µl

menggunakan mikro pipet

Dimasukan kedalam tabung

Dimasukkan kedalam tabung

Asam sulfanilat dipipet sebanyak 1000 µl

Dimasukkan kedalam tabung yang sama

Sampel di pipet sebanyak 100 µl

Setelah 5 menit dibaca absorbansinya terhadap

blangko pada panjang gelombang 546 nm

Dicampurkan hingga homogen

Didiamkan didalam suhu kamar selama 5 menit

Page 16: Bilirubin

5 Hasil Pengamatan

Kadar bilirubin total

absorbansi bilirubin total blangko absorbansi bilirubin total uji

0,072( reaksi selama 10 menit )

0,081 ( reaksi selama 10 menit )

0,061 (reaksi selama 10 menit )

absorbansi bilirubin terkonjugasi blangko

absorbansi bilirubin terkonjugasi uji

0,079( reaksi selama 5 menit )

0,009 ( reaksi selama 5 menit )

0,009 (reaksi selama 5 menit )

Kadar bilirubin terkonjugasi

6 Perhitungan

Diketahui : Bilirubin total uji 1 = 0,081

16

Page 17: Bilirubin

Bilirubin total uji 2 = 0,061

Bilirubin total blanko = 0,072

Bilirubin terkonjugasi uji 1 = 0,009

Bilirubin terkonjugasi uji 2 = 0,009

Bilirubin terkonjugasi blanko = 0,079

Ditanyakan : Kadar bilirubin total dan kadar bilirubin terkonjugasi?

- Kadar bilirubin total uji 1 = absorbansi uji 1 x faktor kalibrator

= 0,081 x 45 mg/dL

= 3,645 mg/dL

- Kadar bilirubin total uji 2 = absorbansi uji 2 x factor

= 0,061 x 45 mg/dL

= 2,745 mg/dL

- Kadar bilirubin terkonjugasi uji 1 = absorbansi uji 1 x kadar kalibrator

= 0,009 x 5 mg/dL

= 0,045 mg/dl

- Kadar bilirubin terkonjugasi uji 2 = absorbansi uji 2 x kadar kalibrator

= 0,008 x 5 mg/dL

= 0,04 mg/dL

17

Page 18: Bilirubin

18

Page 19: Bilirubin

= (0,0425 – 0,0035) mg/dL - (0,0425+ 0,0035) mg/dL

= 0, 039 mg/dL – 0,046 mg/dL

7 Pembahasan

Hati merupakan organ yang mempunyai peranan vital dalam proses

metabolisme dan detoksifikasi. Kerusakan pada hati dapat berakibat fatal bagi tubuh,

sehingga perlu dideteksi adanya kerusaan hati dimana salah satu pengujiannya dapat

dilakukan secara sederhana dengan pemeriksaan kadar bilirubin.

Billirubin sebagian besar berasal dari heme pada hemoglobin yang dilepaskan

pada saat terjadi kerusakan pada sel darah merah yang sudah tua yaitu sekitar 120

hari. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena

membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi

reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir

reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang

berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen

berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH

sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan

membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar

merupakan petunjuk reaksi degradasi ini (Israr, 2010).

Bilirubin yang terbentuk dari penguraian heme ini adalah bilirubin tak

terkonjugasi yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh

albumin dan protein lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di

dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian

digabung dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin

terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk

ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi diubah

menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses dalam

19

Page 20: Bilirubin

bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi. Setelah

itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah

untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008).

Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes

kombinasi bilirubin. Bilirubin dapat digunakan sebagai salah satu parameter

pemeriksaan fungsi hati karena bilirubin merupakan hasil pemecahan heme dari sel

darah merah akan mengalami konjugasi di hati dengan asam glukoronat dengan

batuan enzim uridyl diphosphate glucoronyl transferase (UDGPT) sehingga menjadi

bilirubin-glukoronat yang lebih larut air (bilirubin direk) dan akan disekresikan ke

empedu untuk mengemulsikan lemak di usus. Apabila ada gangguan fungsi hati,

jumlah bilirubin indirek (hasil pemecahan heme) akan banyak terdapat di darah,

sedangkan jumlah bilirubin direk sedikit terbentuk akibatnya billirubin yang tidak

larut air akan berikatan dengan protein jaringan pada kulit, mata, dan jaringan lain

yang menimbulkan warna kuning pada jaringan tersebut.

Billirubin merupakan senyawa dengan pigmen warna kuning yang sebenarnya

dapat langsung terdeteksi dengan spektrofotometri dimana sebelumnya billirubin

tersebut sebelumnya telah diencerkan dengan larutan fisiologis sehingga warnanya

sebanding dengan larutan kalium dikromat 0,01% atau disebut dengan icterus index.

Akan tetapi pada orang dewasa, banyak terdapat zat lain yang memiliki pigmen

warna seperti karoten, xantofil dan hemoglobin yang juga memberikan kontribusi

pada nilai icterus index, sehingga metode ini hanya bisa digunakan pada bayi sebelum

usia 1 bulan dimana belum terdapat karoten, xantofil dan hemoglobinnya belum

terurai. Sedangkan pada usia di atas 1 bulan, maka perlu adanya prosedur lain,

dimana harus dikople dengan zat warna diazo dan kemudian intensitas warnanya

dapat diukur secara kolorimetri.

Pada praktikum ini dilakukan pengukuran kadar billirubin total serta billirubin

terkonjugasi dengan metode peralman lee dimana dipakai surfaktan sebagai

akselerator. Pengujian kadar billirubin ini dilakukan secara duplo. Fungsi dilakukan

secara duplo yaitu untuk mempersempit kesalahan data dengan cara membandingkan

20

Page 21: Bilirubin

hasil pengulangan, dimana pengulangan yang satu dan yang lain hasil yang diperoleh

tidak boleh berbeda signifikan. Absorban yang diukur yaitu absorbansi spesimen,

dan blanko sampel. Pengujian spesimen dilakukan oleh 4 kelompok yang terdiri dari

2 kelompok untuk pengujian kadar billirubin total dan 2 kelompok untuk pengujian

kadar billirubin terkonjugasi, sedangkan pengujian blanko sampel dibuat oleh 2

kelompok dimana 1 kelompok melakukan pengujian untuk balnko sampel billirubin

total, dan 1 kelompok melakukan pengujian untuk blanko billirubin terkonjugasi.

Spesimen diperoleh dari darah relawan yang diambil pukul 07.30 WIB pagi,

sedangkan bahan lain yang digunakan adalah surfaktan, asam sulfanilat, natrium

nitrit, sampel dan kalibrator.

Pada pengujian kadar billirubin total, pertama-tama dilakukan pembuatan

larutan blanko sampel. Blanko sampel dibuat dengan mencampurkan surfaktan

sebanyak 500 μL, asam sulfanilat 500 μL, aquadest 20 μL, dan sampel sebanyak 100

μL. Penambahan aquadest bertujuan untuk menyamakan volume dengan larutan uji

dan larutan standar karena pada saat pengujian perlakuan yang diberikan harus sama.

Pembuatan larutan blanko bertujuan untuk kalibrasi atau sebagai larutan pembanding

dalam analisis fotometri. Biasanya larutan blanko tidak berisi larutan yang dianalisis

hanya saja berisi pelarut dan reagen yang dilakukan untuk mengkalibrasi

spektrofotometri, akan tetapi pada praktikum ini blanko yang digunakan ditambahkan

sampel dengan jumlah yang sama seperti larutan uji yaitu 100 μL, hal tersebut

dilakukan agar pengujian yang dilakukan lebih spesifik karena billirubin merupakan

zat dengan pigmen warna kuning yang menyebabkan kemungkinan adanya gangguan

senyawa lain yang mempunyai intensitas warna yang sama yang kemudian jadi

pengotor ketika pengujian dengan spektrofotometri. sedangkan larutan uji terdiri

surfaktan sebanyak 500 μL, asam sulfanilat 500 μL, Natrium nitrit 20 μL, dan sampel

sebanyak 100 μL. Kemudian campuran ini dibiarkan pada suhu kamar selama 10

menit.

Pada pengujian kadar billirubin total, tahap pertama dilakukan pencampuran

sampel dengan surfaktan. Billirubin yang terdapat dalam sampel terdiri dari billirubin

21

Page 22: Bilirubin

terkonjugasi yang larut air dan billirubin tak terkonjugasi yang tidak larut air. dalam

sistem sirkulasi, billirubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan protein yaitu

albumin agar dapat larut dalam darah. Sehingga dalam sampel terdapat billirubin

terkonjugasi dan billirubin tak terkonjugasi yang berikatan dengan albumin.

Penambahan surfaktan berfungsi untuk memecah ikatan antara billirubin dengan

albumin sehingga dapat diukur kadar billirubin terkonjugasi dan billirubin tak

terkonjugasi bebas yang tidak terikat pada albumin, dimana prinsip reaksinya dapat

digambarkan pada reaksi di bawah ini:

Billirubin – albumin + surfaktan Billirubin bebas

Setelah penambahan surfaktan, maka kedalam campuran ditambahkan asam

sulfanilat dan natrium nitrit. Untuk pengujian kadar billirubin pada usia diatas 1

bulan, diperlukan zat warna diazo dimana pada praktikum ini zat warna diazo

diperoleh dengan cara mereaksikan asam sulfanilat dengan natrium nitrit yang akan

membentuk ρ-diazobenzensulfonat yang dapat digambarkan pada reaksi dibawah ini:

Asam sulfanilat + natrium Nitrit ρ-diazobenzensulfonat

Setelah terbentuk ρ-diazobenzensulfonat, maka ρ-diazobenzensulfonat akan

bereaksi dengan billirubin yang terdapat pada sampel sehingga terbentuk azobilirubin

yang berwarna biru yang kemudian intensitas warnanya dapat diukur dengan

spektrofotometri. adapun reaksinya dapat digambarkan pada reaksi dibawah ini:

ρ-diazobenzensulfonat + Billirubin Azobilirubin

Sedangkan pada pengujian kadar billirubin terkonjugasi, hal yang pertama

dilakukan adalah pembuatan blanko sampel yaitu dengan mencampurkan asam

sulfanilat sebanyak 1000 μL, aquadest sebanyak 10 μL , dan sampel sebanyak 100

22

Page 23: Bilirubin

μL. Sedangkan untuk larutan uji langsung dilakukan penambahan asam sulfanilat

sebanyak 1000 μL dan natrium nitrit sebanyak 10 μL pada sampel sebanyak 100 μL,

karena pada pengukuran ini hanya ingin mengukur kadar billirubin terkonjugasi saja

sehingga tidak ada penambahan surfaktan untuk memecah billirubin tidak

terkonjugasi menjadi billirubin bebas, karena memang kadar billirubin tidak

terkonjugasi tidak diharapkan terhitung dalam pengujian ini. Adapun reaksinya dapat

digambarkan dibwah ini:

Asam sulfanilat + natrium Nitrit ρ-diazobenzensulfonat

ρ-diazobenzensulfonat + Billirubin terkonjugasi Azobilirubin

Pengambilan sampel pada praktikum ini menggunakan mikropipet dengan

kapasitas 10-100 μL dan mikropipet kapasitas 100 – 1000 μL. Sampel – sampel pada

praktikum kimia klinik ini menggunakan sampel yang sangat sedikit dengan ukuran

mikro sehingga sangat kuantifikasi dalam pengerjaannya agar diperoleh data yang

akurat. Teknik pengambilan campuran ini harus dilakukan dengan teliti untuk

menghindari kesalahan data atau variasi analitik. Cairan yang dimasukan kedalam

tabung harus melalui dinding tabung dan sedekat mungkin dengan dasar tabung

untuk menghindari cipratan yang dapat menyebabkan berkurangnya volume cairan

yang sudah ditentukan dengan begitu hal ini dapat mencegah volume yang hilang.

Suhu dan waktu inkubasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kesetimbangan reaksi oleh karena itu campuran harus dikocok dan di tunggu 10 menit

pada suhu kamar (20-250C), pengocokan (pengocokan yang dilakukan menggunakan

pengocokan manual) berguna untuk menghomogenitas campuran larutan sehingga

reaksi yang terjadi dapat berjalan merata hingga diperoleh kesetimbangan reaksinya

dan 10 menit merupakan waktu inkubasi agar tercapainya kesetimbangan reaksi.

Warna campuran yang diperoleh berwarna pink muda (bening), warna merupakan

salah satu indikasi dari suatu reaksi, semakin pekat maka semakin banyak konsentrasi

23

Page 24: Bilirubin

zat yang bereaksi, selama warna larutan masih berubah berarti dapat dikatakan reaksi

masih berjalan untuk mencapai keseimbangan. Kemudian setelah 10 menit di ukur

absorbansinya, semakin tinggi absorbansi maka semakin banyak billirubin yang

terkandung dalam darah.

Pada pengujian kadar billirubin total memerlukan waktu inkubasi yang lebih

lama yaitu 10 menit dibandingkan pada pengujian kadar billirubin terkonjugasi. Hal

tersebut terjadi karena pada pengujian kadar bilirubin total diperlukan waktu untuk

mengubah bilirubin yang terikat dengan albumin menjadi bilirubin bebas sehingga

waktu inkubasinya lebih lama dibandingkan dengan pengujian kadar bilirubin

terkonjugasi yang tidak ada reaksi pemecahan bilirubin dengan bantuan surfaktan.

Setelah didiamkan selama 10 menit dalam suhu ruangan pada pengujian kadar

bilirubin total dan 5 menit pada pengujian kadar bilirubin terkonjuugasi, maka larutan

uji dan blanko sampel dimasukkan kedalam spektrofotometri. Ketika larutan uji

dimasukkan dalam spektrofotometri, maka terjadi penyerapan gelombang

elektromagnetik pada daerah visible (380-780 nm) yaitu pada panjang gelombang

546 nm oleh senyawa yang memiliki gugus kromofor yang terdapat dalam larutan uji

(Azobilirubin). Karena cahaya yang ditembakkan mengandung energi (E= h. c/λ)

menyebabkan terjadinya eksitasi elektron molekul tersebut dari keadaan dasar

(ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ketika elektron-elektron tersebut

tereksitasi, maka spektrofotometer menghasilkan nilai absorbansi, dimana absorbansi

ini setara dengan jumlah energi yang dioabsorpsi oleh molekul untuk mengeksitasi

elektron dari keadaan dasar ke tingkat energi yang kebih tinggi, dimana perpindahan

tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini:

24

Page 25: Bilirubin

Gambar 3

Proses eksitasi elektron dari ground state ke tingkat energi yang lebih tinggi

Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu pengujian baik

secara kualitatif ataupun kuantitatif. Syarat tersebut terdiri dari spesifisitas,

sensitivitas, presisi dan akurasi. Akurasi adalah kemampuan metode untuk mengukur

dan mendeteksi nilai aktual atau nilai sebenarnya dari dalam sampel, akurasi

merupakan ukuran ketepatan atau kedekatan hasil pengujian dengan hasil yang

sebenarnya. Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual

dengan hasil rata-rata pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan kondisi

pengujian yang sama. Sensitifitas atau kepekaan adalah kemampuan metode untuk

mendeteksi atau mengukur sampel dalam jumlah sekecil mungkin. Spesifisitas adalah

kemampuan metode untuk meendeteksi atau mengukur sampel tertentu secara cermat

dan seksama dengan adanya bahan atau matriks lain. (Ibrahim, 2010).

Keempat persyaratan tersebut diusahakan dapat dipenuhi dalam percobaan ini

walaupun tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Hal tersebut dikarenakan

keterbatasan alat, personal, kondisi ruangan, dan lain-lain. Alat yang digunakan yaitu

spektrofotometri yang mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi, untuk

25

Page 26: Bilirubin

memenuhi akurasi dan presi, pengujian juga diulang sebanyak dua kali walupun

orang yang mengerjakannya tidak sama.

Setelah diukur dengan spektrofotometri didapat absorbansi blanko bilirubin

total sebanyak 0,072, blanko bilirubin terkonjugasi adalah 0,079, absorbansi bilirubin

total kelompok 3 adalah 0, 081, absorbansi bilirubin total kelompok 4 adalah 0,061,

absorbansi bilirubin terkonjugasi kelompok 5 adalah 0,009 dan absorbansi bilirubin

terkonjugasi kelompok 6 adalah 0,008. Dilihat dari nilai absorbansi yang diperoleh,

nilainya sangat kecil dimana tidak berada pada rentang absorbansi yang baik yaitu

0,2-0,8. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerusakan pada

instrumen yang digunakan serta kesalahan personal pada pengerjaan prosedur

pengujian.

Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-

rata dari bilirubin terkonjugasi dengan faktor yaitu 5 diperoleh kadar bilirubin

terkonjugasi rata-rata sebesar 0,0425 mg/dL dengan standar deviasi 0, 0035 dan range

hasil percobaan sebesar 0,039 mg/dL sampai 0,046 mg/dL. Standar deviasi

merupakan salah satu teknik statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas

kelompok. Standar Deviasi merupakan variasi sebaran data, semakin kecil nilai

standar deviasi maka semakin homogen data yang didapatkan dan semakin besar nilai

standar deviasi, maka data yang dihasilkan kurang homogen atau bervariasi. Dari

hasil perhitungan, standar deviasi yang didapat cukup kecil yaitu 0, 0035 yang

menunjukkan data yang didapat cukup homogen.

Dilihat dari kadar bilirubin terkonjugasi rata-rata dari kedua kelompok,

diperoleh kadar bilirubin terkonjugasi yang normal yaitu 0,0425 mg/dL dimana kadar

bilirubin terkonjugasi yang normal adalah < 0, 2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin

direk atau terkonjugasi menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati)

atau saluran empedu (batu atau tumor) karena bilirubin terkonjugasi tidak dapat

keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke

dalam aliran darah.

Peningkatan kadar bilirubin direk juga dapat disebabkan oleh:

26

Page 27: Bilirubin

1. Penyakit ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,

mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan

destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun,

transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak

diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga

terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek

juga dapat disebabkan oleh:

2. Penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia

pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis

3. Obat-obatan seperti aspirin, rifampin, fenotiazin. (Israr, 2010).

Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-

rata dari bilirubin total dengan faktor yaitu 45 diperoleh kadar bilirubin total rata-rata

sebesar 3, 195 dengan standar deviasi 0, 6364 dan range hasil percobaan sebesar

2,5586 mg/dL sampai 3, 8314 mg/dL. Standar deviasi merupakan salah satu teknik

statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok. Standar Deviasi

merupakan variasi sebaran data, semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin

homogen data yang didapatkan dan semakin besar nilai standar deviasi, maka data

yang dihasilkan kurang homogen atau bervariasi. Dari hasil perhitungan, standar

deviasi yang didapat cukup kecil yaitu 0,6364 yang menunjukkan data yang didapat

cukup homogen.

Dilihat dari kadar bilirubin total rata-rata dari kedua kelompok, diperoleh

kadar bilirubin total yang tidak normal yaitu 3,195 mg/dL dimana kadar bilirubin

total yang normal adalah 0,1 – 1,2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin total

menunjukkan bahwa kadar bilirubin indireknya juga tinggi. Bilirubin indirek sering

dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit

hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi

27

Page 28: Bilirubin

eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu

sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.

Peningkatan kadar bilirubin indirek juga dapat disebabkan oleh:

1. Penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia

pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis.

2. Obat-obatan seperti aspirin, rifampin, fenotiazin (Israr, 2010).

Secara teoritis kadar yang diperoleh menunjukkan bahwa pasien mengalami

hiperbilirubin, akan tetapi hal tersebut belum dapat dipastikan karena banyak sekali

faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengujian kadar bilirubin ini.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar yang diperoleh, salah

satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi yaitu ketidaktelitian pengerjaan

prosedur; variasi pengocokan antar kelompok, waktu inkubasi, suhu, dan instrumen

yang digunakan.

Faktor pertama yang mempengaruhi adalah variasi pengocokan. Pengocokan

dengan cara manual antara praktikan yang satu dengan yang lain berbeda sehingga

hasil warna campuran yang diperoleh antara kelompok yang satu dengan yang lain,

kepekatan warna pink mudanya berbeda pula sedangkan pengocokan seharusnya

dilakukan seoptimal mungkin agar reaksi yang terjadi berjalan dengan baik. Untuk

memperoleh pengocokan yang optimal seharusnya tidak dengan cara manual, paling

tidak salah satu caranya dapat menggunakan sentrifugal, karena pengerjaan duplo

tidak dilakukan pada orang yang sama, sehingga cara pengocokan manual antara

praktikan yang satu dengan yang lain sangat besar kemungkinan berbedanya sehingga

mengakibatkan campuran didalam tabung kurang bercampur dengan baik dan juga

berdampak pada lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan

reaksi. Kesetimbangan reaksi sangat penting karena kesetimbangan reaksi

menandakan reaksi yang sempurna, sehingga nilai absorbansi yang diperoleh akan

dapat menunjukan semua kadar bilirubin yang ada pada sampel, sedangkan apabila

28

Page 29: Bilirubin

sampel diukur absorbansinya sebelum tercapainya kesetimbangan reaksi maka nilai

absorban tidak menunjukan kadar bilirubin yang tepat karena bilirubin dalam larutan

belum bereaksi seluruhnya. Jadi variasi pengocokan merupakan salah satu faktor

penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai bilirubin total yang diperoleh

praktikan.

Faktor kedua yang mempengaruhi hasil percobaan adalah waktu inkubasi.

Waktu inkubasi bertujuan untuk memperoleh kesetimbangan reaksi. Waktu inkubasi

dalam prosedur 10 menit tetapi saat pengujian tidak tepat 10 menit karena

spektrofotometer visibel yang digunakan hanya satu dan dilakukan bergantian. Waktu

inkubasi juga dipengaruhi pengocokan sampel, seperti yang sudah diulas diatas

apabila pengocokan kurang optimal maka waktu inkubasi akan bertambah lama.

Waktu inkubasi dipengaruhi pula oleh suhu. Jadi waktu inkubasi menjadi salah satu

satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai kadar bilirubin total yang

diperoleh praktikan.

Faktor ketiga yang mempengaruhi hasil percobaan adalah suhu. Semakin tinggi

suhu maka reaksi semakin cepat berlangsung, tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat

mengakibatkan protein didalam darah terdenaturasi sehingga suhu disesuaikan

dengan suhu optimal sampel yaitu disuhu tubuh 370C namun, suhu inkubasi yang

digunakan praktikan berada disuhu ruangan antara 20-250C sehingga waktu inkubasi

menjadi 10 menit. Akan tetapi, prosedur pengerjaan pada faktor suhu sudah benar

dimana praktikan tidak menyentuh tabung dibagian bawah yang berisi larutan,

sehingga suhu tubuh praktikan tidak mempengaruhi suhu inkubasi sampel. Jadi faktor

suhu bukan menjadi salah satu satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an

nilai kadar bilirubin total yang diperoleh praktikan.

Selain faktor teknis pada pengerjaan, kadar bilirubin juga dipengaruhi oleh

aktivitas relawan. Pada pemeriksaan bilirubin, ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi hasil pengujian, antara lain:

1. Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat

mempengaruhi kadar bilirubin.

29

Page 30: Bilirubin

2. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.

3. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

4. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen

empedunya akan menurun.

5. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin (Israr,

2010).

8. Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-rata

dari bilirubin total dengan faktor yaitu 45 diperoleh kadar bilirubin total rata-rata

sebesar 3, 195 dengan standar deviasi 0, 6364 dan range hasil percobaan sebesar

2,5586 mg/dL sampai 3, 8314 mg/dL.

Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-rata

dari bilirubin terkonjugasi dengan faktor yaitu 5 diperoleh kadar bilirubin

terkonjugasi rata-rata sebesar 0,0425 mg/dL dengan standar deviasi 0, 0035 dan

range hasil percobaan sebesar 0,039 mg/dL sampai 0,046 mg/dL.

9. Daftar Pustaka

30

Page 31: Bilirubin

Anna. 2011. Spektrofotometer Uv Visible.

http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pd f . Diakses

tangal 7 Oktober 2012

Anonim.2009.( hpttp//lab kesehatan. blog spot. com /2009/ bilirubin-serum. html).

5673-2-babii.pdf). Diakses tangal 30 Oktober 2012

Anonim.2011. (http://www. umy.ac.id/topik/files/2011/12/Skenario-4-Ikterus.docx).

Diakses tangal 30 Oktober 2012

Baradero, M, M.W Ddayrit dan Y Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan

Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Betz,C.L dan L.A Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatric. Edisi V.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Mutiah.2008. Tinjauan Pustaka Hati dan Bilirubin. jtptunimus-gdl-mutiahgoc2-

5673-2-babii.pdf). Diakses tangal 30 Oktober 2012

Israr, Y. A. 2010. Sedikit mengenai : Metabolisme Bilirubin.

http://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/06/sedikit-mengenai metabolisme-

bilirubin/.Diakses pada tanggal 30 Oktober 2012

Sacher, R. A, dan R.A McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan,

Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

31

Page 32: Bilirubin

32