Bilirubin
-
Upload
ogy-goesgiantoro -
Category
Documents
-
view
1.083 -
download
79
Transcript of Bilirubin
PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN
1. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :
Melakukan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin.
Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.
2. Teori Dasar
2.1 Hati
Hati adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya ±
1 ½ kg. Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati
terbagi atas dua lapisan utama :
a. Permukaan atas terbentuk cembung, terletak di bawah diafragma.
b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus.
Permukaanya diliputi oleh peritoneum viserial, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan
lipatan peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula glisson, yang
meliputi permukaan interior membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika dan saluran empedu. Selain merupakan organ yang mempunyai ukuran terbesar, hati
juga mempunyai fungsi yang banyak dan paling komplek. Hati merupakan pertahanan hidup
dan berperan pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh. Hati mempunyai kapasitas
cadangan yang besar dan fungsi jaringan untuk mempertahankan tubuh, hati juga mempunyai
kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Kerusakan hati sebagian pada kebanyakan kasus
sel yang mati atau sakit, maka akan diganti dengan jaringan hati yang baru. (jtptunimus-gdl-
mutiahgoc2-5673-2-babii.pdf)
2.1.1 Fungsi hati antara lain:
a. Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan Disuatu tempat
dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaian dalam jaringan.
b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk disekresi dalam empedu dan urin,
membersihkan darah sebelum zat-zat toksin tersebut mencapai organ tubuh yang peka
misalnya otak fungsi, hal ini disebut detoksikasi.
1
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen, karbohidrat yang
diabsorbsi sebagai glukosa disimpan dalam hati sebagai glikogen. glukosa dilepaskan
sesuai dengan kebutuhan.
d. Sekresi empedu.
e. Pembentukan ureum, golongan asam amino diubah menjadi ureum yang diekskresi
melalui ginjal, rantai karbon yang yang tersisa mengalami oksidase menjadiCO2 dan
air. Sebagian asam amino akan masuk sirkulasi sistemik dalam jumlah kecil, kadar
asam amino yang tinggi dalam peredaran darah dapat menjadi racun yang merusak
fungsi otak. Asam amino yang berjumlah 22 macam dipergunakan dalam tubuh
sebagai bahan–bahan dasar pembangunan protein. Beberapa asam amino ini tidak
dapat dibuat dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan dan disebut sebagai
asam amino esensial. Asam amino lainnya dapat diubah dari satu bentuk lain dengan
bantuan enzim–enzim khusus dalam sel-sel tubuh, terutama dalam sel hati.
f. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air, zat lemak yang
dipadukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipid, kolesterol dibuat dihati dari
asam asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak.
Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat dihati.
(jtptunimus-gdl-mutiahgoc2-5673-2-babii.pdf)
Hati mempunyai peranan penting yang vital dalam proses metabolism dan detoksifikasi
dan eliminasi senyawa toksis. Meskipun adanya kerusakan pada hati tidak dapat dilihat
langsung efeknya, namun mengingat pentingnya peranan hati maka utnuk mendeteksi
kerusakan hati perlu dilakukan pengujian dilabolatorium. Salah satu pengujian fungsi hati
yang sederhana adalah dengan pemeriksaan kadar bilirubin.
2.2 Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak
larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk
diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan
2
mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut
bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk
monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin terkonjugasi
dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier. ( hpttp//lab kesehatan. blog spot.
com /2009/ bilirubin-serum. html).
2.2.1 Macam dan sifat bilirubin
a. Bilirubin terkonjugasi /direct
Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air
sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida
atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya
flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat
dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh
gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor,
Recurrent (benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruks saluran
empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin
dengan hasil negatif.
b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirect
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang terikat
albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan bereaksi dalam
pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum
dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirect.
Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit
bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam
peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah
payah jantung diatasi maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan
dengan chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia. Peningkatan yang lain
terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau eritropoesis yang tidak sempurna, biasanya
ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan darah tepi yang abnormal,umur
3
eritrosit yang pendek. ( http// lab kesehatan .blog spot yahoo. com /2009/ bilirubin-serum.
html).
Tabel 1. Pebedaan Bilirubin
Bilirubin IBilirubin I Bilirubin IIBilirubin IIindirect
- terikat albumin
- non-polar
- dibawa ke hepar
- Hiperbilirubinemia;
> retensi
> bisa masuk ke SSP
> tidak ada dlm urine
direct
- terikat glukuronat
- polar
- disekresikan dari hepar
- Hiperbilirubinemia;
> regurgitasi
> tidak bisa ke SSP
> bisa masuk ke urine
2.2.2 Metabolisme Bilirubin
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin
4
Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak. Kerusakan eritrosin akan
menyebabkan keluarnya bilirubin. Bilirubin ini adalah bilirubin tak terkonjugasi yang tidak
larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan protein lain, kemudian
beredar melalui peredaran darah. Setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi
dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian digabung dengan glukoronid sehingga dapat
melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi
ikut dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin
terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui
feses dalam bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi.
Setelah itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah
untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008).
2.2.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Bilirubin Total
Dalam suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu berbubungan langsung
dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap kestabilan kadar sampel yang akan diperiksa,
sehingga dalam pemeriksaan tersebut harus memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi stabilitas kadar bilirubin total dalam serum diantaranya yaitu
a. Sinar
Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan mudah terjadi
kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar matahari. Serum atau plasma
heparin boleh digunakan, hindari sampel yang hemolisis dan sinar matahari langsung. Sinar
matahari langsung dapat menyebabkan penurunan kadar bilirubin serum sampai 50% dalam
satu jam, dan pengukuran bilirubin total hendaknya dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga
jam setelah pengumpulan darah.
Bila dilakukan penyimpanan serum hendaknya disimpan di tempat yang gelap, dan
tabung atau botol yang berisi serum di bungkus dengan kertas hitam atau aluminium foil
untuk menjaga stabilitas serum dan disimpan pada suhu yang rendah atau lemari pendingin.
b. Suhu Penyimpanan
Suhu merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung terhadap sampel, baik
saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan. Pemeriksaan kadar bilirubin total sebaiknya
diperiksa segera, tapi dalam keaadaan tertentu pemeriksaan kadar bilirubin total bisa
dilakukan penyimpanan. Dengan penyimpanan yang benar stabilitas serum masih stabil
5
dalam waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15 ºC-25ºC, empat hari pada suhu 2ºC-8ºC,
dan tiga bulan pada penyimpanan -20ºC .
Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap kadar
bilirubin didalam sampel sehingga perlu upaya mengurangi pengaruh tersebut serta
mengoptimalkan kadar bilirubin total di dalam serum agar dapat bereaksi dengan zat
pereaksi secara sempurna, sedangkan reagen bilirubin total akan tetap stabil berada pada
suhu 2-8ºC dalam keadaan tertutup, terhindar dari kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat
dimungkinkan bahwa penurunan kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan
pengaruh sinar yang berintensitas tinggi .
2.2.4 Manifestasi Klinik
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total
yang lebih dari 5mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin
dan keterbatasan kemampuannya untuk mengekskresinya. Dari definisinya, tidak ada
ketidaknormalan lain atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada
kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak terkonjugasi.
Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah
merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian
yang lebih tingi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi
bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan faktor yang membatasi
ekskresi bilirubin (Betz & Sowden, 2009).
Hiperbilirubinemia terkonjugasi yang berkepanjangan, seperti pada ikterus obstruktif,
menyebabkan terjadinya penggabungan kovalen bilirubin terkonjugasi dengan albumin.
Jenis bilirubin ini adalah bilirubin delta, yang bermigrasi lebih cepat daripada albumin
normal sehingga memperlebar pita albumin ke arah anoda. Bilirubin delta memilki waktu
paruh plasma lebih lama dari pada bilirubin terkonjugasi lain karena beriaktan kovalen
dengan albumin sehingga tertahan lebih lama dalam sirkulasi (Sacher dan McPherson,
2004). Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
6
a. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis,
misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang
berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia
sp., dan Anaplasma sp. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
bersifat ringan dan berwarna kuning pucat.
b. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi
oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut
disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang
berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin
dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator.
c. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi
bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin
terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria)
melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat.
Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun
obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor
hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
(http://www. umy.ac.id/topik/files/2011/12/Skenario-4-Ikterus.docx)
2.4 Metode Analisis Bilirubin
Bilirubin memiliki warna kuning yang dapat diukur langsung dengan nmenggunakan
spektroskopi yang sebelumnya telah diencerkan dengan larutan fisiologis hingga warnanya
sebanding denganlarutan kalium dikromat 0,01% yang disebut icterus index. Namun karena
kandungan serum selain bilirubin seperti karoten, xantofil, dan hemoglobin juga memberikan
kontribusi pada icterus index, maka metode inihanya dapat digunakan pada bayi yang baru
lahir sebelum berusia satu bulan. Untuk usia diatas satu bulan diperlukan prosedur lain yaitu
dengan dikople dengan menggunakan zat warna dan diukur secara kolorimetri. Bilirubin
terkonjugasi yang larut air langsung direaksikan dengan asam sulfanilat (direct bilirubin), dan
bilirubin yang tak terkonjugasi dilarutkan dalam alcohol kemudian dikople dengan reagen
7
diazo (indirect bilirubin). Selanjutnya kadar bilirubin terkonjugasi dan kadar bilirubin total
akan dilaporkan.
Prosedur manual untuk pengukuran bilirubin yang banyak digunakan adalah metode :
a. Metode Evelyn Malloy
Metode ini digunakan reagen Ehlirch diazo, dimana reagen ini bila direaksikan dengan
bilirubin direct dalam larutan berair akan membentuk kompleks senyawa berwarna merah
muda sampai ungu dalam waktu 1 menit, sedangkan dalam larutan metil alcohol 50%, reagen
Ehlirch diazo akan bereaksi dengan bilirubin total membentuk warna merah muda sampai
ungu pada waktu penangguhan 30 menit. (http://smart-fresh.blogspot.com/2012/06/uji-kadar-
bilirubin-total-direk-metode.html)
b. Metode Jendrasik- Grof
Prinsip dari metode Jendrassik- Grof yaitu Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized
sulphanilic acid) dan membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari
senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada panjang gelombang 546
nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat langsung bereaksi dengan DSA, namun
bilirubin yang terdapat di albumin yaitu bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada
akselerator.
Total bilirubin = bilirubin direk + bilirubin indirek.
c. Metode Pelarman & Lie
Pada metode ini menggunakan akselelatornya surfaktan, surfaktan ini berfungsi untuk
memisahkan bilirubin dengan albumin dan nantinya akan menjadi bilirubin bebas.
8
Prinsip Reaksi
Gambar 2. Reaksi Penetapan Kadar Bilirubin dengan Kolorimetri
2.5 Spektrofotometri Uv-Vis
Spektrofotometer adalah alat untuk menukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optik dan
elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya. Dimana detector dapat mengukur intensitas cahaya
yang dipancarkan secara tidak langsung cahaya yang diabsorbsi. Tiap media akan menyerap
cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk.
(http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf)
Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya
UV dan sumber cahaya Visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau
sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar
yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan tersebut.
Prinsip kerja
Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya
monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap,
sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan.
9
Bilirubin-Albumin +Surfaktan Bilirubin bebas+ albumin
Asam Sulfanilat +Natrium nitrit p-diazobenzensulfonat
p-diazobenzensulfonat +bilirubin azobilirubin
Gambar 3. Diagram Spektrofotometer UV-Vis
(http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf)
2.5 Persyaratan Suatu pengujian Secara Kualitatif dan Kuantitatif
Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu pengujian baik secara
kualitatif ataupun kuantitatif. Syarat tersebut terdiri dari spesifisitas, sensitivitas, presisi dan
akurasi.
- Akurasi adalah kemampuan metode untuk mengukur dan mendeteksi nilai aktual atau
nilai sebenarnya dari dalam sampel, akurasi merupakan ukuran ketepatan atau kedekatan
hasil pengujian dengan hasil yang sebenarnya.
- Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata
pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan kondisi pengujian yang sama.
- Sensitivitas atau kepekaan adalah kemampuan metode untuk mendeteksi atau mengukur
sampel dalam jumlah sekecil mungkin.
- Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk meendeteksi atau mengukur sampel
tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya bahan atau matriks lain.
10
3 Alat dan Bahan
3.1 Alat
Mikropipet 10- 100 µl, 100-1000 l
Tabung reaksi
Gelas Kimia
Botol semprot
Spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm
Kuvet
3.2 Bahan
Serum
Surfaktan
Aquadest
Asam sulfanilat
Natrium nitrit
Kontrol
4 Prosedur Percobaan
Pengukuran kadar bilirubin total blangko
11
Sampel
Dipipet sebanyak 100 µl
Dimasukan kedalam tabung
Dipipet kembali surfaktan sebanyak 500 µl
Uji
12
Dimasukan kedalam tabung yang sama
Dimasukan kedalam tabung yang sama dan dicampurkan sampai
homogen
Dipipet kembali asam sulfanilat sebanyak 500 µl
didiamkan dalam suhu kamar selama 10 menit
Setelah 10 menit blangko disimpan untuk membaca
absorbansi sampel uji
Natrium nitrit dipipet sebanyak 20 µl
menggunakan mikro pipet
Dimasukan kedalam tabung
Dimasukkan kedalam tabung
Sampel di pipet sebanyak 100 µl
13
Kemudian surfaktan dipipet sebanyak 500 µl
Asam sulfanilat dipipet sebanyak 500 µl
Dimasukkan kedalam tabung yang sama
Setelah 10 menit dibaca absorbansinya terhadap
blangko pada panjang gelombang 546 nm
Dicampurkan hingga homogen
Didiamkan didalam suhu kamar selama 10 menit
Dimasukkan kedalam tabung yang sama
Pengukuran kadar bilirubin terkonjugasi blangko
14
Sampel
Dipipet sebanyak 100 µl
Dimasukan kedalam tabung
Dipipet kembali asam sulfanilat sebanyak 1000 µl
Dimasukan kedalam tabung yang sama
Dimasukan kedalam tabung yang sama dan dicampurkan sampai
homogen
didiamkan dalam suhu kamar selama 5 menit
Setelah 5 menit blangko disimpan untuk membaca
absorbansi sampel uji
Uji
15
Natrium nitrit dipipet sebanyak 10 µl
menggunakan mikro pipet
Dimasukan kedalam tabung
Dimasukkan kedalam tabung
Asam sulfanilat dipipet sebanyak 1000 µl
Dimasukkan kedalam tabung yang sama
Sampel di pipet sebanyak 100 µl
Setelah 5 menit dibaca absorbansinya terhadap
blangko pada panjang gelombang 546 nm
Dicampurkan hingga homogen
Didiamkan didalam suhu kamar selama 5 menit
5 Hasil Pengamatan
Kadar bilirubin total
absorbansi bilirubin total blangko absorbansi bilirubin total uji
0,072( reaksi selama 10 menit )
0,081 ( reaksi selama 10 menit )
0,061 (reaksi selama 10 menit )
absorbansi bilirubin terkonjugasi blangko
absorbansi bilirubin terkonjugasi uji
0,079( reaksi selama 5 menit )
0,009 ( reaksi selama 5 menit )
0,009 (reaksi selama 5 menit )
Kadar bilirubin terkonjugasi
6 Perhitungan
Diketahui : Bilirubin total uji 1 = 0,081
16
Bilirubin total uji 2 = 0,061
Bilirubin total blanko = 0,072
Bilirubin terkonjugasi uji 1 = 0,009
Bilirubin terkonjugasi uji 2 = 0,009
Bilirubin terkonjugasi blanko = 0,079
Ditanyakan : Kadar bilirubin total dan kadar bilirubin terkonjugasi?
- Kadar bilirubin total uji 1 = absorbansi uji 1 x faktor kalibrator
= 0,081 x 45 mg/dL
= 3,645 mg/dL
- Kadar bilirubin total uji 2 = absorbansi uji 2 x factor
= 0,061 x 45 mg/dL
= 2,745 mg/dL
- Kadar bilirubin terkonjugasi uji 1 = absorbansi uji 1 x kadar kalibrator
= 0,009 x 5 mg/dL
= 0,045 mg/dl
- Kadar bilirubin terkonjugasi uji 2 = absorbansi uji 2 x kadar kalibrator
= 0,008 x 5 mg/dL
= 0,04 mg/dL
17
18
= (0,0425 – 0,0035) mg/dL - (0,0425+ 0,0035) mg/dL
= 0, 039 mg/dL – 0,046 mg/dL
7 Pembahasan
Hati merupakan organ yang mempunyai peranan vital dalam proses
metabolisme dan detoksifikasi. Kerusakan pada hati dapat berakibat fatal bagi tubuh,
sehingga perlu dideteksi adanya kerusaan hati dimana salah satu pengujiannya dapat
dilakukan secara sederhana dengan pemeriksaan kadar bilirubin.
Billirubin sebagian besar berasal dari heme pada hemoglobin yang dilepaskan
pada saat terjadi kerusakan pada sel darah merah yang sudah tua yaitu sekitar 120
hari. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena
membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi
reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir
reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang
berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen
berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH
sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan
membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar
merupakan petunjuk reaksi degradasi ini (Israr, 2010).
Bilirubin yang terbentuk dari penguraian heme ini adalah bilirubin tak
terkonjugasi yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh
albumin dan protein lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di
dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian
digabung dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin
terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk
ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi diubah
menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses dalam
19
bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi. Setelah
itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah
untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008).
Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes
kombinasi bilirubin. Bilirubin dapat digunakan sebagai salah satu parameter
pemeriksaan fungsi hati karena bilirubin merupakan hasil pemecahan heme dari sel
darah merah akan mengalami konjugasi di hati dengan asam glukoronat dengan
batuan enzim uridyl diphosphate glucoronyl transferase (UDGPT) sehingga menjadi
bilirubin-glukoronat yang lebih larut air (bilirubin direk) dan akan disekresikan ke
empedu untuk mengemulsikan lemak di usus. Apabila ada gangguan fungsi hati,
jumlah bilirubin indirek (hasil pemecahan heme) akan banyak terdapat di darah,
sedangkan jumlah bilirubin direk sedikit terbentuk akibatnya billirubin yang tidak
larut air akan berikatan dengan protein jaringan pada kulit, mata, dan jaringan lain
yang menimbulkan warna kuning pada jaringan tersebut.
Billirubin merupakan senyawa dengan pigmen warna kuning yang sebenarnya
dapat langsung terdeteksi dengan spektrofotometri dimana sebelumnya billirubin
tersebut sebelumnya telah diencerkan dengan larutan fisiologis sehingga warnanya
sebanding dengan larutan kalium dikromat 0,01% atau disebut dengan icterus index.
Akan tetapi pada orang dewasa, banyak terdapat zat lain yang memiliki pigmen
warna seperti karoten, xantofil dan hemoglobin yang juga memberikan kontribusi
pada nilai icterus index, sehingga metode ini hanya bisa digunakan pada bayi sebelum
usia 1 bulan dimana belum terdapat karoten, xantofil dan hemoglobinnya belum
terurai. Sedangkan pada usia di atas 1 bulan, maka perlu adanya prosedur lain,
dimana harus dikople dengan zat warna diazo dan kemudian intensitas warnanya
dapat diukur secara kolorimetri.
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran kadar billirubin total serta billirubin
terkonjugasi dengan metode peralman lee dimana dipakai surfaktan sebagai
akselerator. Pengujian kadar billirubin ini dilakukan secara duplo. Fungsi dilakukan
secara duplo yaitu untuk mempersempit kesalahan data dengan cara membandingkan
20
hasil pengulangan, dimana pengulangan yang satu dan yang lain hasil yang diperoleh
tidak boleh berbeda signifikan. Absorban yang diukur yaitu absorbansi spesimen,
dan blanko sampel. Pengujian spesimen dilakukan oleh 4 kelompok yang terdiri dari
2 kelompok untuk pengujian kadar billirubin total dan 2 kelompok untuk pengujian
kadar billirubin terkonjugasi, sedangkan pengujian blanko sampel dibuat oleh 2
kelompok dimana 1 kelompok melakukan pengujian untuk balnko sampel billirubin
total, dan 1 kelompok melakukan pengujian untuk blanko billirubin terkonjugasi.
Spesimen diperoleh dari darah relawan yang diambil pukul 07.30 WIB pagi,
sedangkan bahan lain yang digunakan adalah surfaktan, asam sulfanilat, natrium
nitrit, sampel dan kalibrator.
Pada pengujian kadar billirubin total, pertama-tama dilakukan pembuatan
larutan blanko sampel. Blanko sampel dibuat dengan mencampurkan surfaktan
sebanyak 500 μL, asam sulfanilat 500 μL, aquadest 20 μL, dan sampel sebanyak 100
μL. Penambahan aquadest bertujuan untuk menyamakan volume dengan larutan uji
dan larutan standar karena pada saat pengujian perlakuan yang diberikan harus sama.
Pembuatan larutan blanko bertujuan untuk kalibrasi atau sebagai larutan pembanding
dalam analisis fotometri. Biasanya larutan blanko tidak berisi larutan yang dianalisis
hanya saja berisi pelarut dan reagen yang dilakukan untuk mengkalibrasi
spektrofotometri, akan tetapi pada praktikum ini blanko yang digunakan ditambahkan
sampel dengan jumlah yang sama seperti larutan uji yaitu 100 μL, hal tersebut
dilakukan agar pengujian yang dilakukan lebih spesifik karena billirubin merupakan
zat dengan pigmen warna kuning yang menyebabkan kemungkinan adanya gangguan
senyawa lain yang mempunyai intensitas warna yang sama yang kemudian jadi
pengotor ketika pengujian dengan spektrofotometri. sedangkan larutan uji terdiri
surfaktan sebanyak 500 μL, asam sulfanilat 500 μL, Natrium nitrit 20 μL, dan sampel
sebanyak 100 μL. Kemudian campuran ini dibiarkan pada suhu kamar selama 10
menit.
Pada pengujian kadar billirubin total, tahap pertama dilakukan pencampuran
sampel dengan surfaktan. Billirubin yang terdapat dalam sampel terdiri dari billirubin
21
terkonjugasi yang larut air dan billirubin tak terkonjugasi yang tidak larut air. dalam
sistem sirkulasi, billirubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan protein yaitu
albumin agar dapat larut dalam darah. Sehingga dalam sampel terdapat billirubin
terkonjugasi dan billirubin tak terkonjugasi yang berikatan dengan albumin.
Penambahan surfaktan berfungsi untuk memecah ikatan antara billirubin dengan
albumin sehingga dapat diukur kadar billirubin terkonjugasi dan billirubin tak
terkonjugasi bebas yang tidak terikat pada albumin, dimana prinsip reaksinya dapat
digambarkan pada reaksi di bawah ini:
Billirubin – albumin + surfaktan Billirubin bebas
Setelah penambahan surfaktan, maka kedalam campuran ditambahkan asam
sulfanilat dan natrium nitrit. Untuk pengujian kadar billirubin pada usia diatas 1
bulan, diperlukan zat warna diazo dimana pada praktikum ini zat warna diazo
diperoleh dengan cara mereaksikan asam sulfanilat dengan natrium nitrit yang akan
membentuk ρ-diazobenzensulfonat yang dapat digambarkan pada reaksi dibawah ini:
Asam sulfanilat + natrium Nitrit ρ-diazobenzensulfonat
Setelah terbentuk ρ-diazobenzensulfonat, maka ρ-diazobenzensulfonat akan
bereaksi dengan billirubin yang terdapat pada sampel sehingga terbentuk azobilirubin
yang berwarna biru yang kemudian intensitas warnanya dapat diukur dengan
spektrofotometri. adapun reaksinya dapat digambarkan pada reaksi dibawah ini:
ρ-diazobenzensulfonat + Billirubin Azobilirubin
Sedangkan pada pengujian kadar billirubin terkonjugasi, hal yang pertama
dilakukan adalah pembuatan blanko sampel yaitu dengan mencampurkan asam
sulfanilat sebanyak 1000 μL, aquadest sebanyak 10 μL , dan sampel sebanyak 100
22
μL. Sedangkan untuk larutan uji langsung dilakukan penambahan asam sulfanilat
sebanyak 1000 μL dan natrium nitrit sebanyak 10 μL pada sampel sebanyak 100 μL,
karena pada pengukuran ini hanya ingin mengukur kadar billirubin terkonjugasi saja
sehingga tidak ada penambahan surfaktan untuk memecah billirubin tidak
terkonjugasi menjadi billirubin bebas, karena memang kadar billirubin tidak
terkonjugasi tidak diharapkan terhitung dalam pengujian ini. Adapun reaksinya dapat
digambarkan dibwah ini:
Asam sulfanilat + natrium Nitrit ρ-diazobenzensulfonat
ρ-diazobenzensulfonat + Billirubin terkonjugasi Azobilirubin
Pengambilan sampel pada praktikum ini menggunakan mikropipet dengan
kapasitas 10-100 μL dan mikropipet kapasitas 100 – 1000 μL. Sampel – sampel pada
praktikum kimia klinik ini menggunakan sampel yang sangat sedikit dengan ukuran
mikro sehingga sangat kuantifikasi dalam pengerjaannya agar diperoleh data yang
akurat. Teknik pengambilan campuran ini harus dilakukan dengan teliti untuk
menghindari kesalahan data atau variasi analitik. Cairan yang dimasukan kedalam
tabung harus melalui dinding tabung dan sedekat mungkin dengan dasar tabung
untuk menghindari cipratan yang dapat menyebabkan berkurangnya volume cairan
yang sudah ditentukan dengan begitu hal ini dapat mencegah volume yang hilang.
Suhu dan waktu inkubasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kesetimbangan reaksi oleh karena itu campuran harus dikocok dan di tunggu 10 menit
pada suhu kamar (20-250C), pengocokan (pengocokan yang dilakukan menggunakan
pengocokan manual) berguna untuk menghomogenitas campuran larutan sehingga
reaksi yang terjadi dapat berjalan merata hingga diperoleh kesetimbangan reaksinya
dan 10 menit merupakan waktu inkubasi agar tercapainya kesetimbangan reaksi.
Warna campuran yang diperoleh berwarna pink muda (bening), warna merupakan
salah satu indikasi dari suatu reaksi, semakin pekat maka semakin banyak konsentrasi
23
zat yang bereaksi, selama warna larutan masih berubah berarti dapat dikatakan reaksi
masih berjalan untuk mencapai keseimbangan. Kemudian setelah 10 menit di ukur
absorbansinya, semakin tinggi absorbansi maka semakin banyak billirubin yang
terkandung dalam darah.
Pada pengujian kadar billirubin total memerlukan waktu inkubasi yang lebih
lama yaitu 10 menit dibandingkan pada pengujian kadar billirubin terkonjugasi. Hal
tersebut terjadi karena pada pengujian kadar bilirubin total diperlukan waktu untuk
mengubah bilirubin yang terikat dengan albumin menjadi bilirubin bebas sehingga
waktu inkubasinya lebih lama dibandingkan dengan pengujian kadar bilirubin
terkonjugasi yang tidak ada reaksi pemecahan bilirubin dengan bantuan surfaktan.
Setelah didiamkan selama 10 menit dalam suhu ruangan pada pengujian kadar
bilirubin total dan 5 menit pada pengujian kadar bilirubin terkonjuugasi, maka larutan
uji dan blanko sampel dimasukkan kedalam spektrofotometri. Ketika larutan uji
dimasukkan dalam spektrofotometri, maka terjadi penyerapan gelombang
elektromagnetik pada daerah visible (380-780 nm) yaitu pada panjang gelombang
546 nm oleh senyawa yang memiliki gugus kromofor yang terdapat dalam larutan uji
(Azobilirubin). Karena cahaya yang ditembakkan mengandung energi (E= h. c/λ)
menyebabkan terjadinya eksitasi elektron molekul tersebut dari keadaan dasar
(ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ketika elektron-elektron tersebut
tereksitasi, maka spektrofotometer menghasilkan nilai absorbansi, dimana absorbansi
ini setara dengan jumlah energi yang dioabsorpsi oleh molekul untuk mengeksitasi
elektron dari keadaan dasar ke tingkat energi yang kebih tinggi, dimana perpindahan
tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini:
24
Gambar 3
Proses eksitasi elektron dari ground state ke tingkat energi yang lebih tinggi
Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu pengujian baik
secara kualitatif ataupun kuantitatif. Syarat tersebut terdiri dari spesifisitas,
sensitivitas, presisi dan akurasi. Akurasi adalah kemampuan metode untuk mengukur
dan mendeteksi nilai aktual atau nilai sebenarnya dari dalam sampel, akurasi
merupakan ukuran ketepatan atau kedekatan hasil pengujian dengan hasil yang
sebenarnya. Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual
dengan hasil rata-rata pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan kondisi
pengujian yang sama. Sensitifitas atau kepekaan adalah kemampuan metode untuk
mendeteksi atau mengukur sampel dalam jumlah sekecil mungkin. Spesifisitas adalah
kemampuan metode untuk meendeteksi atau mengukur sampel tertentu secara cermat
dan seksama dengan adanya bahan atau matriks lain. (Ibrahim, 2010).
Keempat persyaratan tersebut diusahakan dapat dipenuhi dalam percobaan ini
walaupun tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan alat, personal, kondisi ruangan, dan lain-lain. Alat yang digunakan yaitu
spektrofotometri yang mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi, untuk
25
memenuhi akurasi dan presi, pengujian juga diulang sebanyak dua kali walupun
orang yang mengerjakannya tidak sama.
Setelah diukur dengan spektrofotometri didapat absorbansi blanko bilirubin
total sebanyak 0,072, blanko bilirubin terkonjugasi adalah 0,079, absorbansi bilirubin
total kelompok 3 adalah 0, 081, absorbansi bilirubin total kelompok 4 adalah 0,061,
absorbansi bilirubin terkonjugasi kelompok 5 adalah 0,009 dan absorbansi bilirubin
terkonjugasi kelompok 6 adalah 0,008. Dilihat dari nilai absorbansi yang diperoleh,
nilainya sangat kecil dimana tidak berada pada rentang absorbansi yang baik yaitu
0,2-0,8. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerusakan pada
instrumen yang digunakan serta kesalahan personal pada pengerjaan prosedur
pengujian.
Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-
rata dari bilirubin terkonjugasi dengan faktor yaitu 5 diperoleh kadar bilirubin
terkonjugasi rata-rata sebesar 0,0425 mg/dL dengan standar deviasi 0, 0035 dan range
hasil percobaan sebesar 0,039 mg/dL sampai 0,046 mg/dL. Standar deviasi
merupakan salah satu teknik statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas
kelompok. Standar Deviasi merupakan variasi sebaran data, semakin kecil nilai
standar deviasi maka semakin homogen data yang didapatkan dan semakin besar nilai
standar deviasi, maka data yang dihasilkan kurang homogen atau bervariasi. Dari
hasil perhitungan, standar deviasi yang didapat cukup kecil yaitu 0, 0035 yang
menunjukkan data yang didapat cukup homogen.
Dilihat dari kadar bilirubin terkonjugasi rata-rata dari kedua kelompok,
diperoleh kadar bilirubin terkonjugasi yang normal yaitu 0,0425 mg/dL dimana kadar
bilirubin terkonjugasi yang normal adalah < 0, 2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin
direk atau terkonjugasi menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati)
atau saluran empedu (batu atau tumor) karena bilirubin terkonjugasi tidak dapat
keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke
dalam aliran darah.
Peningkatan kadar bilirubin direk juga dapat disebabkan oleh:
26
1. Penyakit ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan
destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun,
transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak
diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga
terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek
juga dapat disebabkan oleh:
2. Penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis
3. Obat-obatan seperti aspirin, rifampin, fenotiazin. (Israr, 2010).
Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-
rata dari bilirubin total dengan faktor yaitu 45 diperoleh kadar bilirubin total rata-rata
sebesar 3, 195 dengan standar deviasi 0, 6364 dan range hasil percobaan sebesar
2,5586 mg/dL sampai 3, 8314 mg/dL. Standar deviasi merupakan salah satu teknik
statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok. Standar Deviasi
merupakan variasi sebaran data, semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin
homogen data yang didapatkan dan semakin besar nilai standar deviasi, maka data
yang dihasilkan kurang homogen atau bervariasi. Dari hasil perhitungan, standar
deviasi yang didapat cukup kecil yaitu 0,6364 yang menunjukkan data yang didapat
cukup homogen.
Dilihat dari kadar bilirubin total rata-rata dari kedua kelompok, diperoleh
kadar bilirubin total yang tidak normal yaitu 3,195 mg/dL dimana kadar bilirubin
total yang normal adalah 0,1 – 1,2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin total
menunjukkan bahwa kadar bilirubin indireknya juga tinggi. Bilirubin indirek sering
dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit
hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi
27
eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu
sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek juga dapat disebabkan oleh:
1. Penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis.
2. Obat-obatan seperti aspirin, rifampin, fenotiazin (Israr, 2010).
Secara teoritis kadar yang diperoleh menunjukkan bahwa pasien mengalami
hiperbilirubin, akan tetapi hal tersebut belum dapat dipastikan karena banyak sekali
faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengujian kadar bilirubin ini.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar yang diperoleh, salah
satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi yaitu ketidaktelitian pengerjaan
prosedur; variasi pengocokan antar kelompok, waktu inkubasi, suhu, dan instrumen
yang digunakan.
Faktor pertama yang mempengaruhi adalah variasi pengocokan. Pengocokan
dengan cara manual antara praktikan yang satu dengan yang lain berbeda sehingga
hasil warna campuran yang diperoleh antara kelompok yang satu dengan yang lain,
kepekatan warna pink mudanya berbeda pula sedangkan pengocokan seharusnya
dilakukan seoptimal mungkin agar reaksi yang terjadi berjalan dengan baik. Untuk
memperoleh pengocokan yang optimal seharusnya tidak dengan cara manual, paling
tidak salah satu caranya dapat menggunakan sentrifugal, karena pengerjaan duplo
tidak dilakukan pada orang yang sama, sehingga cara pengocokan manual antara
praktikan yang satu dengan yang lain sangat besar kemungkinan berbedanya sehingga
mengakibatkan campuran didalam tabung kurang bercampur dengan baik dan juga
berdampak pada lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
reaksi. Kesetimbangan reaksi sangat penting karena kesetimbangan reaksi
menandakan reaksi yang sempurna, sehingga nilai absorbansi yang diperoleh akan
dapat menunjukan semua kadar bilirubin yang ada pada sampel, sedangkan apabila
28
sampel diukur absorbansinya sebelum tercapainya kesetimbangan reaksi maka nilai
absorban tidak menunjukan kadar bilirubin yang tepat karena bilirubin dalam larutan
belum bereaksi seluruhnya. Jadi variasi pengocokan merupakan salah satu faktor
penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai bilirubin total yang diperoleh
praktikan.
Faktor kedua yang mempengaruhi hasil percobaan adalah waktu inkubasi.
Waktu inkubasi bertujuan untuk memperoleh kesetimbangan reaksi. Waktu inkubasi
dalam prosedur 10 menit tetapi saat pengujian tidak tepat 10 menit karena
spektrofotometer visibel yang digunakan hanya satu dan dilakukan bergantian. Waktu
inkubasi juga dipengaruhi pengocokan sampel, seperti yang sudah diulas diatas
apabila pengocokan kurang optimal maka waktu inkubasi akan bertambah lama.
Waktu inkubasi dipengaruhi pula oleh suhu. Jadi waktu inkubasi menjadi salah satu
satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai kadar bilirubin total yang
diperoleh praktikan.
Faktor ketiga yang mempengaruhi hasil percobaan adalah suhu. Semakin tinggi
suhu maka reaksi semakin cepat berlangsung, tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan protein didalam darah terdenaturasi sehingga suhu disesuaikan
dengan suhu optimal sampel yaitu disuhu tubuh 370C namun, suhu inkubasi yang
digunakan praktikan berada disuhu ruangan antara 20-250C sehingga waktu inkubasi
menjadi 10 menit. Akan tetapi, prosedur pengerjaan pada faktor suhu sudah benar
dimana praktikan tidak menyentuh tabung dibagian bawah yang berisi larutan,
sehingga suhu tubuh praktikan tidak mempengaruhi suhu inkubasi sampel. Jadi faktor
suhu bukan menjadi salah satu satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an
nilai kadar bilirubin total yang diperoleh praktikan.
Selain faktor teknis pada pengerjaan, kadar bilirubin juga dipengaruhi oleh
aktivitas relawan. Pada pemeriksaan bilirubin, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pengujian, antara lain:
1. Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
29
2. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
3. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
4. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.
5. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin (Israr,
2010).
8. Kesimpulan
Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-rata
dari bilirubin total dengan faktor yaitu 45 diperoleh kadar bilirubin total rata-rata
sebesar 3, 195 dengan standar deviasi 0, 6364 dan range hasil percobaan sebesar
2,5586 mg/dL sampai 3, 8314 mg/dL.
Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-rata
dari bilirubin terkonjugasi dengan faktor yaitu 5 diperoleh kadar bilirubin
terkonjugasi rata-rata sebesar 0,0425 mg/dL dengan standar deviasi 0, 0035 dan
range hasil percobaan sebesar 0,039 mg/dL sampai 0,046 mg/dL.
9. Daftar Pustaka
30
Anna. 2011. Spektrofotometer Uv Visible.
http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pd f . Diakses
tangal 7 Oktober 2012
Anonim.2009.( hpttp//lab kesehatan. blog spot. com /2009/ bilirubin-serum. html).
5673-2-babii.pdf). Diakses tangal 30 Oktober 2012
Anonim.2011. (http://www. umy.ac.id/topik/files/2011/12/Skenario-4-Ikterus.docx).
Diakses tangal 30 Oktober 2012
Baradero, M, M.W Ddayrit dan Y Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan
Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Betz,C.L dan L.A Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatric. Edisi V.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Mutiah.2008. Tinjauan Pustaka Hati dan Bilirubin. jtptunimus-gdl-mutiahgoc2-
5673-2-babii.pdf). Diakses tangal 30 Oktober 2012
Israr, Y. A. 2010. Sedikit mengenai : Metabolisme Bilirubin.
http://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/06/sedikit-mengenai metabolisme-
bilirubin/.Diakses pada tanggal 30 Oktober 2012
Sacher, R. A, dan R.A McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan,
Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
31
32