BIBIR SUMBING.doc

5
BIBIR SUMBING, LABIOSKIZIS, LABIOSCHIZIS, LABIOGNATOPALATOSCHIZIS Oleh : dr. Harry Wahyudhy Utama Bibir sumbing dan celah langit-langit yang terbelah adalah cacat bawaan sejak lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal. Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tak terlihat jelas sedangkan bibir sumbing yang berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah dari gusi sampai ke lubang hidung dan langit-langit (labiognatopalatoschizis). 1,2 Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk Jepang. Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu enam sampai sembilan orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding kasus di internasional yang hanya satu sampai dua orang per 1000 penduduk. 1,2 Pada penelitian yang dilakukan oleh IKABI tahun 1992 di daerah Solok, Sumatera Barat didapatkan bahwa sebagian besar penderita baru datang berobat pada usia 5-15 tahun (82%) dan dengan keadaan sosial ekonomi kurang. Dari penelitian ini didapatkan bahwa faktor pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan jumlah rata-rata anggota keluarga dan orang tua penderita adalah faktor penyebab keterlambatan dilakukannya operasi. Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multi faktor, antara lain:

Transcript of BIBIR SUMBING.doc

Page 1: BIBIR SUMBING.doc

BIBIR SUMBING, LABIOSKIZIS, LABIOSCHIZIS, LABIOGNATOPALATOSCHIZIS

Oleh : dr. Harry Wahyudhy Utama

Bibir sumbing dan celah langit-langit yang terbelah adalah cacat bawaan sejak lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal. Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tak terlihat jelas sedangkan bibir sumbing yang berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah dari gusi sampai ke lubang hidung dan langit-langit (labiognatopalatoschizis).1,2

Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk Jepang. Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu enam sampai sembilan orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding kasus di internasional yang hanya satu sampai dua orang per 1000 penduduk.1,2

Pada penelitian yang dilakukan oleh IKABI tahun 1992 di daerah Solok, Sumatera Barat didapatkan bahwa sebagian besar penderita baru datang berobat pada usia 5-15 tahun (82%) dan dengan keadaan sosial ekonomi kurang. Dari penelitian ini didapatkan bahwa faktor pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan jumlah rata-rata anggota keluarga dan orang tua penderita adalah faktor penyebab keterlambatan dilakukannya operasi.

Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multi faktor, antara lain:

§ usia ibu waktu melahirkan,

§ perkawinan antara penderita bibir sumbing,

§ defisiensi Zn waktu hamil dan,

§ minum obat-obatan

§ minum jamu

§ defisiensi vitamin B6

Page 2: BIBIR SUMBING.doc

Normalnya, penyatuan bibir dan rongga mulut terjadi pada trisemester pertama kehamilan. Pada penderita labioschizis proses ini mengalami gangguan, akibatnya tidak terjadi penyatuan antara kedua bagian tubuh, tepatnya sebagian atau seluruh tonjol maksila dengan tonjol hidung medial pada satu atau kedua sisi (proscessus nasalis dan maxillaris). Bibir sumbing ini disebabkan karena tidak menyatunya. Palatoshizis, atau terbentuknya celah palatum disebabkan oleh tidak menyatunya lempeng-lempeng palatina atau rongga mulut bagian atas. Pada kasus yang berat, sumbing meluas ke tingkat yang lebih dalam, karena itu membentuk celah rahang atas. 3,4

Komplikasi dan problem yang ditimbulkan akibat cacat ini adalah psikis, fungsi dan estetik, ketiganya saling berhubungan

· Problem psikis adalah orangtua yang belum tentu bisa menerima kondisi anaknya.

· Problem fungsi adalah gangguan minum. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit-langit, bayi tidak dapat mengisap. ASI harus diberikan dengan sangat hati-hati karena dikhawatirkan ASI akan mengalir ke telinga tengah dan mengakibatkan terjadinya infeksi. Selain itu, fungsi fonasi suara akan ikut mengalami gangguan jika kelainan ini terlambat ditatalaksana.

· Problem estetik sudah sangat jelas karena akan sangat disayangkan, terutama jika penderita mengalaminya hingga sampai usia dewasa.

Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu:5

§ tahap sebelum operasi

§ tahap sewaktu operasi

§ tahap setelah operasi.

I. Tahap sebelum operasi

Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokannya adalah rule of ten meliputi:1,3,5

§ berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg,

§ Hb lebih dari 10 gr %

§ usia lebih dari 10 minggu, dan

§ beberapa buku menambahkan leukosit <10.000 (syaraf tripleten)

Jika bayi belum mencapai rule of ten ada maka operasi tidak dapat dilakukan agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah.

Page 3: BIBIR SUMBING.doc

II. Tahap operasi

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah.

§ Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.5

§ Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18-20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech therapy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah.. Bila setelah dilakukan operasi tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan pharyngoplasty. Operasi ini membuat “bendungan” pada pharynx untuk memperbaiki fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun ke atas.3,5

§ Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8- 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi. Dengan operasi ini dilakukan tindakan operasi penambalan tulang pada celah alveolus/maxilla sehingga pertumbuhan gigi di kanan dan kiri celah dapat normal. Graft tulang diambil dari bagian spongious crista iliaca. Bila kemudian terjadi hipoplasi pertumbuhan maxilla sehingga gigi geligi depan atas/rahang atas kurang maju pertumbuhannya dapat dilakukan bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan merubah posisinya maju ke depan.3,5

III. Tahap setelah operasi

Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaannya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech therapy pun tidak banyak bermanfaat.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Lakshmi. Sumbing, Kapan Harus Di Operasi., 2006. Available from; http://www.blogger.com/2005/sumbing-kapan-harus-di-operasi.html

2. Bustami N, dkk.Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok, Sumatera Barat. Cermin Dunia Kedokteran No 120, Jakarta; 1997

3. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bina Rupa Aksara, Jakarta; 1995

Page 4: BIBIR SUMBING.doc

4. Suyono J, Embriologi Kedokteran Langman, Cetakan ke 1, EGC, Jakarta; 2000

5. Anonym. Bibir sumbing. 2005; available from; http://republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=81362&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=190