Bernadus Wibowo Suliantoro - Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingk. Ekofeminisme Sbg Fondasi...

download Bernadus Wibowo Suliantoro - Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingk. Ekofeminisme Sbg Fondasi Pengelolaan Hutan Lestari

of 9

description

Pengelolan Hutan Lestari

Transcript of Bernadus Wibowo Suliantoro - Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingk. Ekofeminisme Sbg Fondasi...

  • 111

    1. PendahuluanNegara Indonesia sangat kaya dengan

    sumberdaya alam, termasuk keanekaragaman hayatiyang terkandung di dalamnya. Sumberdaya tersebutkini terancam mengalami krisis ekologis, khususnyadi sektor kehutanan. Forest Watch Indonesia (2000)mengatakan, hutan di Indonesia memilikikeanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia,meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luasdaratan di permukaan bumi. Kekayaan hayati inimeliputi 11 persen spesies tumbuhan di dunia, 10persen spesies mamalia dan 16 persen spesiesburung di dunia. Hutan tropis merupakan ekosistemdaratan terkaya di bumi ini (Yuda, 2009). Bahkan,Indonesia telah diakui oleh komunitas internasionalsebagai satu di antara 7 negara yang memilikimegabiodiversitas.

    Namun potret keadaan hutan di Indonesiaternyata semakin buram, kerusakan hutan diIndonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

    REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ETIKA LINGKUNGAN EKOFEMINISMESEBAGAI FONDASI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

    Bernadus Wibowo SuliantoroFakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

    Email:[email protected]

    Abstract

    The destruction of nature is caused by the wrong humans point of view towards neighbourhoods.Ecofeminism assumes the caused factor of nature destruction comes from patriarchy culture which moreon dualistic logic, hierarchy and the fight for domination. The thought of patriarchy causes destructionof nature and oppression of woman. Ecofeminism thought is interesting to be researched because it offersalternative vision which more sociable and gender balanced. The aim of this research is to explicit,critically evaluate, formulate concept of ecofemisthics ethics thought comprehensively and to reveal newvision relating to keep forest preservation. The chosen literature is analyzed using philosophy method:description, interpretation, and holistic. The result of this research shows that nature preservation islasting and oppression towards woman is stopped if society abandoned patriarchy thought. Ecofeminismdevelops the concept of care ethics holistically, interactively, non-reduction, and participatively. Principeof ethics which need to be concerned are responsibility towards the whole biosphere, cosmic solidarity,keeping balance with nature, equal relation, careens and simplicity. The excess of ecofeminism succed inrealizing the danger of patriarchy thought towards woman and nature. The weakness of it is that itgeneralizes and universalizes feministhics values uniformity towards all women instead of apriory negativetowards the quality of masculinity values. Ecofeminism develops human moral responsibility based onwomen special experiences.

    Key words: ecofeminism, patriarchy, oppression, preservation

    Sejumlah laporan menyebutkan sekitar 1,6 jutasampai 2,4 juta ha hutan di Indonesia hilang setiaptahunnya atau setara dengan luas enam kali lapanganbola setiap menitnya.Sebelum tahun 1987, lajudegradasi hutan dan lahan tercatat sebesar 900.000ha per tahun. Pada periode 10 tahun berikutnya,tahun 1987 sampai tahun 1997, laju degradasi hutandan lahan meningkat menjadi 1,6 juta ha per tahun.Pada periode tahun 1997 sampai tahun 2000, angkaini secara drastis meningkat menjadi 3,8 juta ha pertahun (BAPLAN-JICA, 2003).

    Era reformasi yang diharapkan sebagaijembatan emas menuju pemerintahan baru yangberpihak terhadap kelestarian lingkungan ternyatamasih berjalan dengan setengah hati. Kebijakanotonomi daerah ternyata banyak disalahartikan.Pemerintah daerah menjadi raja-raja kecil yang berhakmemanfaatkan hasil hutan di wilayahnya secarabesar-besaran sehingga kurang memikirkan nasibgenerasi mendatang maupun kelestarian

  • 112

    lingkungannya. Di era desentralisasi pemerintahdaerah seakan-akan bertindak sebagai pemegangkekuasaan di daerah, berusaha mendongkrakPendapatan Asli Daerah melalui eksploitasisumberdaya alam secara berlebihan (Sumarhani dkk.,2004). Perempuan yang hidupnya lebih banyakbergantung pada hasil hutan merupakan pihak palingmenderita akibat dari adanya kerusakan hutan.

    Penindasan terhadap alam dan perempuan harusdihentikan dengan cara mengembangkan kepekaankesadaran etis-ekologis serta menyingkirkanberbagai struktur penindasan yang ada di masyarakat.Alam dan perempuan dalam perspektif etikaekofeminisme memiliki kesamaan nasib sama-samatertindas (Warren, 2002). Etika ekofeminismeberusaha membongkar pola pikir dan kebijakanpatriarkhi yang menindas alam dan perempuanmenuju pada tata kehidupan yang lebih berkeadilan.Untuk itulah peneliti tertarik menggali secara lebihmendalam serta berusaha merekonstruksikanpemikiran etika lingkungan ekofeminisme yangnantinya diharapkan dapat berfungsi sebagai fondasibagi pengelolaan hutan lestari.

    Permasalahan yang diangkat dalam penelitianini: Bagaimana pandangan etika ekofeminismetentang lingkungan yang dibangun atas landasankosmologis yang berkeadilan ekologis? Prinsip-prinsip etis apa saja yang perlu dikembangkan dalammembangun relasi yang harmoni antara manusiadengan lingkungan menurut perspektif etikaekofeminisme? Apakah kelemahan dan kelebihan daripandangan etika ekofeminisme tentang lingkunganyang dibangun atas landasan kosmologis? Seberapajauh pemikiran etika ekofemenisme mengembanganvisi baru di bidang etika lingkungan sehinggadapat menjadi dasar bagi pembuatan kebijakanpengelolaan hutan yang lestari oleh masyarakatmaupun negara?

    Tujuan penelitian ini: 1) untuk mengeksplisitkandan merumuskan secara lebih jelas pandangan etikaekofeminisme tentang relasi antara manusia denganlingkungan, 2) mensistematisasikan pandangan dasardari berbagai tokoh etika ekofeminisme yangmembahas tentang relasi antara manusia denganalam dalam satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh,3) melakukan evaluasi kritis berbagai pendapat daninterpretasi dari para tokoh etika ekofeminismedengan cara menjelaskan kekuatan dankelemahannya pada setiap argumentasi yang

    disampaikannya, serta 4) berusaha menemukan visidan interpretasi baru berbagai dimensi etis dalammenjalin relasi antara manusia denganlingkungannya .

    2. Metode PenelitianObjek material penelitian ini berupa pemikiran ,

    konsep, gagasan dan teori dari para filsofekofeminisme yang memiliki relevansi bagipengelolaan hutan supaya dapat lestari, sedangkanobjek formal dilihat dari sudut pandang etikalingkungan. Sumber data penelitian kepustakaanberupa pemikiran ekofeminisme tentang etikalingkungan yang terkait dengan pengelolaan hutanberasal dari literatur filsafat, kebudayaan maupunkajian gender.

    Untuk memperdalam analisis dipergunakanunsur metode filsafat berupa :Deskripsi, Interpretasi,Holistika mengenai hubungan manusia dengansesama dan alam lingkungan (Bakker, 1990).

    3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

    3.1 Rekonstruksi Landasan Ontologis,Epistemologis dan Axiologis PemikiranEkofeminisme terhadap Alam (Kosmos)Rekonstruksi merupakan suatu aktivitas atau

    kegiatan membangun kembali rangkaian ide/hal yangterpisah menjadi satu kesatuan yang utuh. Usahamembangun kembali pemikiran ekofeminismehendaknya didefinisikan sebagai perjuangan untukmengembalikan penghormatan terhadap alam danperempuan yang telah dirampas oleh budayapatriarkhi. Nilai-nilai feminimitas hendaknyadifungsikan sebagai kekuatan moral dalammengembangkan analisis pemecahan masalahekologis, demikian pula pembahasan persoalanekologis hendaknya juga melibatkan perspektifperempuan.

    Rekonstruksi pemikiran ekofeminisme dilakukandengan cara mengungkap dan merumuskan ide-idedasar yang menjadi fondasidalam menjalin relasidengan sesama maupun dengan seluruh isi kosmis.Ide-ide dasar dari pemikiran ekofeminime ditelusuriasumsi ontologis, epistemologis dan axiologis.Pemikiran kefilsafatan ekofeminisme akan berdirisecara kokoh apabila disangga oleh tiga landasanpokok yaitu landasan ontologi, epistemologi danaxiologi (Suriasumantri, 1988).

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 111 - 119

  • 113

    a. Landasan OntologiOntologi Ekofeminisme memandang

    keberadaan manusia dengan seluruh isi kosmosmerupakan ada yang berelasi. Seluruh unsur yangada di dalam kosmos tidak dapat hidup tanpa berelasisatu dengan yang lain. Manusia secara ontologistidak mungkin hidup terpisah dengan makhluk yanglain. Jati diri manusia dapat ditemukan manakalaberkorelasi dengan lingkungannya, oleh karenanyaia harus menyatukan diri dalam kebersamaan denganlingkungan (Gunawan, 1993,) Sikap yangmengandalkan relasi merupakan bagian yangmenonjol dari hakikat hakikat wanita (Giligan, 1993).

    Eksistensi manusia selalu ber-koeksistensidengan sesama maupun dengan segala lingkunganyang melingkupinya. Bumi merupakan ekosistemyang didalamnya terdiri atas berbagai bagian yangantara satu dengan yang lainnya saling terkait, salingmembutuhkan, saling mempengaruhi dan salingmenentukan. Bagian-bagian terikat dalam satukebersamaan membentuk jaring-jaring kehidupan.Masing-masing bagian tidak dapat tumbuh danberkembang secara optimal tanpa dukungan yanglain (Primavesi, 1990). Ekofeminismemengembangkan relasi saling ketergantungan antaramanusia dengan seluruh unsur kosmis tanpa harusjatuh ke dalam relasi penindasan. Gerakanekofeminisme menyeberluaskan penyadaran akanadanya tali temali seluruh komos, the cosmicinterwovenness, the interconnectednes of all(Banawiratma, 1997).

    Kedudukan manusia dalam keseluruhanstruktur kosmis merupakan satu keluarga. Manusiabukan penguasa alam melainkan anggota bagian darialam. Keberadaan sesama sebagai saudara maupunsaudarinya yang saling memperkaya (Shiva, 1993).Shiva (1993) mengutip surat pejabat Seattle,menyatakan bumi bukanlah milik manusia, melainkanmanusia milik bumi. Semua saling terkait layaknyahubungan darah yang menyatukan sebuah keluarga.Kesatuan antara manusia dengan alam digambarkanseperti ikatan emosional yang intim antara seorangibu dengan anaknya. Mereka saling melindungi,saling menyayangi, saling mengasihi, salingmeneguhkan dan saling menghormati satu denganyang lain. Penderitaan yang dialami oleh anak akandirasakan juga oleh ibu, kebahagiaan yang dirasakananak juga menjadi kebahagiaan ibu. Apapun yangmenimpa bumi akan dirasakan juga anak-anak bumi.Konsep keluarga bumi mencegah kemungkinan

    adanya ekploitasi, dominasi dan mengambilkeuntungan secara membabi buta.

    Kehadiran manusia di dunia sebagai tamu danbukan sebagai seorang pemilik dan bukan sebagaikolonialis (Shiva, 1993). Seorang tamu hendaknyabersikap santun terhadap seluruh anggota keluargayang didatangi. Ia hendaknya selalu mensyukuriterhadap segala pemberian yang diterimakanpadanya. Keberadaan hutan yang sudah memberikanberbagai kebutuhan hidup manusia baik yang bersifatprimer, sekunder maupun tersier hendaknyadisyukuri sebagai anugerah. Karena itu, mereka harusbersikap hormat kepadanya. Sedangkan kolonialismementransformasikan manusia dari peran sebagai tamumenjadi pemangsa yang ganas (Shiva, 1993).

    Ekofeminisme menolak cara berpikir danbertindak dualistis-dikotomis yang memandangrealitas menjadi dua bagian yang sangat berbedasehingga keduanya terpisah sama sekali dan tidakada hubungan. Bahaya dari pola pikir dualistis-dikotomis melahirkan kebijakan dominasi. Manusiamerasa memiliki kedudukan yang lebih tinggidaripada alam sehingga bersikap ekploitatif.Kepentingan manusia selalu diutamakan sementarahutan dengan seluruh organisme yang terdapat didalamnya hanya dilihat sebagai objek dan saranauntuk memenuhi kepentingan manusia. Pola pikirdualisme semakin memperkokoh cara pandang duniayang menganggap bahwa alam merupakan objekyang tak berdaya dan pasif maka dapat ditundukkandan dijarah untuk kepentingan manusia (Shiva, 1988).Dalam relasi sosial kemasyarakatan, laki laki merasamemiliki kedudukan yang lebih tinggi daripadaperempuan sehingga menghasilkan budayapatriarkhi yang menindas hak-hak perempuan.Berbagai bentuk penindasan seperti subsordinasi,beban ganda, kekerasan berlangsung secarasistematis-struktural menimpa perempuan. Ontologidualistik-dominatif menghasilkan relasi penindasanterhadap alam dan perempuan.

    Rekonstruksi landasan ontologi pemikiranekofeminisme terhadap alam dan manusia dilakukandengan cara mengubah paradigma berpikir ontologidualistik-dominasi dalam pemikiran patriarkhi harusdiubah menjadi ontologi nondualistis-nonhirakhis-partisipatif. Perspektif ekofeminis memandang duahal yang berbeda tidak harus saling dipertentangkanmelainkan dapat dijalin kerjasama yang harmonis.

    Ekofeminisme menolak model berpikirmaterialisme.Materialisme merupakan aliran filsafat

    Bernadus Wibowo Suliantoro : Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingkungan Ekofeminisme Sebagai .....

  • 114

    yang memandang realitas hanyalah kumpulan materisemata. Di sektor kehutanan cara pandangmaterialisme menghambat kebijakan pembangunanekologi yang berkelanjutan. Penekanan cara pandanghutan pada aspek yang bersifat materiil-ekonomisdapat merugikan pengembangan sektor sosial-budaya dan lingkungan hidup. Konsep kesejahteraandireduksi sekedar terpenuhi kebutuhan fisik-material,sehingga aspek lain kesejahteraan manusia sepertikemajuan sosial -budaya , spiritual, estetik tidakmendapat perhatian yang memadai (Keraf, 2006).Rasa hormat terhadap hutan akan luntur ketikakeberadaanya hanya dipandang sebagai bahankomoditas. Ekofeminisme memperjuangkan kesucianbadan dan alam (the sacredness of our body andworld) supaya tidak diperlakukan secara sewenang-wenang (Banawiratma, 1997). Gerakan ekofeminismeingin mendefinisikan ulang nilai kesucian dankesakralan bumi dan manusia yang selama inidipersepsikan telalu profan (Sukidi, 2001).Ekofeminisme spiritual mengembangkan modelspiritualitas yang berdasarkan alam yang selama initelah dihancurkan oleh dunia modern (Mellor, 2003).

    b. Landasan Epistemologi EkofeminisPengetahuan merupakan kekuatan yang dapat

    membentuk watak dan ciri khas kebudayaan. Melaluipengetahuan manusia dapat membudayakan diri,sesama dan lingkungannya. Pengetahuanmerupakan salah satu dasar kebudayaan manusia,untuk itu pengembangan pengetahuan harus beradapada jalur tanggung jawab budaya (kultural)(Meliono, 2009). Ekofeminisme menolak titik tolakpandangan Francis Bacon tentang prosespengenalan pengetahuan. Semboyan Bacon yangterkenal Science is power menjadikan aktivitasmengetahui mengarah pada proses menguasai.

    Kegiatan mengenal yang ditujukan untuk menguasaimerupakan aktivitas yang tidak manusiawi karenadapat memunculkan logika penindasan daneksploitatif. Aktivitas mengetahui dan mengenalyang kreatif dan manusiawi adalah mengagumi. Dasardari suatu proses mengenal, mengetahui, mencaritahu tentang sesuatu adalah kekaguman. Kekagumanmerupakan ibu segala ilmu pengetahuan (Woi, 2008).Kekaguman merupakan titik awal untuk memahamirealitas sosial maupun alam semesta secarakonstruktif dan positif.

    Nilai-nilai feminimitas merupakan sesuatu yangmengagumkan apabila digali secara lebih mendalam.Nilai-nilai feminimitas dapat menjadi visi dasarpengembangan epistemologi. Nilai-nilai yangdiasosiasi sebagai karakter yang melekat padaperempuan seperti memelihara ,menjaga, merawat,berbagi, kerjasama, relasional, solidaritas merupakansesuatu yang mengagumkan apabila dapat dijadikandasar pengembangan epistemologi. Angela Milesmemasukkan nilai-nilai dan aspek-aspek feminimitas(integrative feminisme) dalam proses konstitusipengetahuan. Nilai-nilai feminimitas sepertimemelihara, menjaga, relasional, kerjasama, berbagi,cinta, solidaritas dijadikan norma-norma dalamepistemologi feminis (Hidayat, 2006). Penempatanprinsip-prinsip feminimitas dalam pengembanganpengetahuan menurut Shiva (1987) dapatmenciptakan watak ilmu yang lebih ramah lingkungan,berkeadilan gender, tidak ekploitatif dan tidakreduksionis.

    Proses integrasi nilai-nilai feminimitas dapatdilakukan dengan cara menyertakan perspektiffeminis dalam memecahkan permasalahan ekologis.Perspektif feminis harus menjadi bagian dari upayamencari solusi terhadap permasalahan ekologi (Dally,1990). Perspektif feminis hendaknya mewarnai dan

    Gambar 1. Skema pemecahan masalah kehutanan

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 111 - 119

  • 115

    menyatu dalam setiap langkah kegiatan mencaripengetahuan. Langkah kegiatan mencaripengetahuan pada hakikatnya memiliki sifat dasarreflektif, kritis, komprehensif, integral, radikal dansistematis (Pranarka, 2000). Persoalan-persoalanyang ada di sektor kehutanan diproses secarareflektif, kritis, integral, komprehensif, radikal dansistematis dengan mengikutsertakan pertimbangannilai-nilai feminimitas. Permasalahan kehutanan yangdipecahkan dengan mendasarkan pertimbangan nilaipatriarkhi akan menghasilkan pengetahuan yangbersifat dominatif-ekploitatif. Pemecahan masalahkehutanan yang mendasarkan pertimbangan nilaifeminimitas akan menghasilkan pengetahuan yangselaras dengan azas konservasi. Secara skematisdapat dilihat gambar 1.

    c. Landasan Axiologi EkofeminismePara ekofeminis sepakat budaya perempuan

    yang dekat dan bersahabat dengan alam dapatdijadikan sebagai model untuk melestarikan hutan.Hutan akan lestari apabila dikelola menggunakanprinsip feminimitas dan meninggalkan prinsipmaskulinitas. Tradisi dan nilai nilai yang melekatdan diperjuangkan perempuan dianggap memilikiperingkat yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki, sehingga nilai-nilainya dapat diadopsi bagipenataan lingkungan. Budaya patriarkhimengutamakan kekuasaan dan merusak, sedangkanbudaya matriarkhi mengutamakan kelembutan danrelasi emosional akan menjadikan hutan lebih terawatdan terjaga kelestariannya (Hum, 2000). Namunmereka menolak apabila predikat tersebut dilabelkansecara ekslusif pada kodrat perempuan. Pelabelandapat membuat laki-laki membebaskan dirinya daritanggung jawab dalam hal pelestarian lingkungan(Henrika, 2008).

    Laki-laki maupun perempuan dituntutkesadaran dan tanggung jawabnya terlibat dalampelestarian lingkungan. Mereka hendaknyamengembangkan sikap dan pemikiran berhati ibu(Henrika, 2008). Panggilan berhati ibu ditandai dalamhidupnya mengembangkan nilai-nilai: hormatterhadap kehidupan (pro-life) , pengurbanan (relaberkurban demi kebaikan dan kesejahteraanbersama), kecantikan (membuat lingkungan sosialmaupun ekologis semakin indah), kedamaian(menciptakan rasa nyaman dan aman bagi sekitarnya)dan kasih sayang (memberikan hidupnya bagi

    perkembangan kepribadian sesama maupunlingkungannya) .

    3.2 Prinsip-Prinsip Etis yang DikembangkanEkofeminisme Dalam Upaya MelestarikanHutanPrinsip etis merupakan pedoman umum yang

    dapat dijadikan pegangan untuk mempermudahpengambilan keputusan pada saat berhadapandengan situasi konkrit. Ekofeminisme memandangbahwa prinsip etis tersebut bukan merupakankewajiban kaku berlaku mutlak melainkan bersifatkontekstual. Beberapa prinsip etis yangdikembangkan oleh ekofeminisme dalam upaya untukmelestarikan lingkungan, yaitu seperti berikut.

    a. Bertanggung Jawab Terhadap KeutuhanBiosferEkofeminisme mengajak masyarakat untuk

    menumbuhkembangkan kesadaran mendalam danpermanen bahwa dirinya merupakan bagian dariunsur biosfer yang diberi tanggung jawabmewujudkan harmoni yang maksimal antar seluruhunsur kosmis. Sikap moral bertanggung jawabmencakup dua aspek, yaitu tanggung jawab terhadapmutu / kualitas biosfer dan tanggung jawabkeberlangsungannya. Bertanggung jawab terhadapmutu / kualitas biosfer dalam artian apabila tidakmampu untuk semakin meningkatkan mutu ataukualitas biosfer, minimal jangan merugikan oranglain. Sementara itu, tanggung jawab terhadapkeberlangsungan dalam artian hendaknya jangandemi kepentingan pribadi melakukan perbuatan yangberakibat mengganggu atau merugikan lingkungan,membahayakan orang lain maupun mengurangikualitas hidup generasi mendatang.

    Ekofeminisme mendukung pada sikap manusiayang perlu bertanggung jawab terhadap nasibgenerasi mendatang. Tangungjawab terhadapgenerasi mendatang muncul karena kesadaran bahwakehidupan merupakan sesuatu yang sangat bernilaimaka harus dijaga kelestariannya (Henrika, 2008).Prinsip tanggung jawab hendaknya menembus batasruang dan waktu, tidak hanya berhenti padakekinian melainkan sampai ke masa mendatang.

    b. Solidaritas KosmisDibidang etika lingkungan, sikap solidaritas

    diperluas cakupannya tidak hanya dalam relasi

    Bernadus Wibowo Suliantoro : Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingkungan Ekofeminisme Sebagai .....

  • 116

    antarmanusia, melainkan juga mencakup semuaunsur yang ada di alam (kosmis), dan tidak hanyabagi generasi sekarang, melainkan juga bagi generasimendatang. Solidaritas kosmis mendorong manusiamengambil sikap pro-alam, pro-lingkungan danmenentang tindakan yang merusak lingkungan(Keraf, 2006). Solidaritas antargenerasi artiannyamanusia jangan melakukan sesuatu yang akanmengurangi kemungkinan hidup generasi-generasiyang akan datang (Suseno, 1988).

    Solidaritas kosmis mengadaikan adanyaperasaan peka untuk menghormati dan menghargaikeberadaan suatu hal. Penderitaan alam hendaknyadirasakan sebagai bagian dari penderitaan manusia.Sikap solidaritas yang kuat menghasilkan rasa simpatidengan sesama maupun generasi mendatang.Simpati merupakan mekanisme psikologis dimanaseseorang menempatkan diri secara imajinatif kedalam posisi orang lain untuk bisa melihat,menangkap dan memahami orang yang akan terkenaakibatnya. Dengan menempatkan dirinya dalamsituasi orang lain, seorang telah melangkah ke luardari individualitasnya sedemikian rupa sehinggaperasaan orang lain diubah menjadi perasaannya juga(Keraf, 1996).

    c. Menjaga Keselarasan dengan AlamPrinsip keselarasan melarang orang bertindak

    atas dasar dan pertimbangan egoismenya semata(Suseno, 1984). Kepentingan pribadi harus dipikirkansecara masak-masak jangan sampai merusak ritmealam maupun sosial yang sudah berjalan secarateratur. Kapan pun manusia melakukan perubahandengan melanggar hukum semesta hasilnya selalukehancuran (Ni, 1997). Orang hendaknya mengenalbatas-batas perbuatan yang dapat dilakukan agarharmoni sosial maupun ekologis dapat terusdipertahankan.

    Ekofeminisme sangat menekankan perlunyamengakhiri logika dominasi yang saling beradukekuatan dan mulai membangun solidaritas denganseluruh penghuni kosmos sehingga setiap penghunimerasa aman, nyaman dan damai tinggal bersama(Yoshiko, 2000). Berelasi dengan alam hendaknyabukan untuk mencari kemenangan tetapi ketentraman.

    d. Menjalin Relasi SetaraKonsep kesetaraan (egaliterian) ini tidak

    terjebak pada sikap egalitarian yang naif yangmenempatkan kedudukan sama persis antarunsur

    kosmis. Sikap egalitarian yang dimaksud oleh kaumEkofeminisme disini tidak dalam artian menempatkankedudukan yang sama persis antara manusia denganmakhluk non-manusia. Perjuangannya bukanlahperlakuan sama, tetapi kesamaan untukdipertimbangkan (equality of consideration).Sebagaimana sikap seorang ibu terhadap anak-anaknya, menempatkan kedudukan setara tidak harusmemperlakukan sama. Seorang ibu membelikan bajukepada anak-anaknya tidak harus semua sama dalamukuran, warna maupun modelnya. Prinsip egaliteriandalam perspektif ekofeminisme mengandaikanberbagai keinginan, aspirasi dan kepentingan semuapihak diakomodasi secara proporsional.

    Prinsip egalitarian dalam relasi manusia denganalam memiliki pengertian bahwa pengambilankeputusan berdimensi moral bukan hanyamemperhitungkan kepentingan manusia saja,melainkan mempertimbangkan juga kepentinganpihak-pihak non-manusia. Egalitarian ekologimenolak diskriminasi biotik yang memandang bahwakepentingan manusia merupakan sesuatu yangsudah final, yang harus selalu didahulukan danmengabaikan kepentingan anggota komunitas biotiklainnya (Nugroho, 2001). Egalitarian dalam relasidengan sesama manusia memiliki pengertianperempuan maupun laki-laki memiliki akses, kontrol,partisipasi dan manfaat yang sama dalam setiappengambilan keputusan.

    e. KepedulianVisi kepedulian terhadap lingkungan yang

    diperjuangkan tokoh ekofeminis Vandana Shivasejalan dengan yang diperjuangkan oleh Arne Naesyang dikenal dengan konsep ekologi-dalam (deepecology). Vandana Shiva menyadari ada dasarkesamaan dengan ekologi-dalam (deep ecology)terutama terhadap penolakan teori-teori nilairasionalis dan etika lingkungan yang mendasarkanpengambilan keputusan moral berdasarkan prinsip-prinsip abstrak dan aturan-aturan universal yangdihasilkan oleh akal . Namun disisi lain, VandanaShiva mengkritik terhadap pandangan ekologi-dalam karena dipandang kurang peka terhadapketidakadilan gender. Kritik yang dilakukan olehekologi-dalam terhadap aliran antroposentrismedipandang memiliki pengandaian-pengandaian yangbuta gender (Spretnak, 2003). Sebagaimana penelitianyang dilakukan oleh Gilligan ketika mewawancaraiperempuan mengatakan saya berada di dunia

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 111 - 119

  • 117

    memiliki kewajiban untuk melakukan apa yang bisasaya buat agar dunia ini menjadi suatu tempat yanglebih baik untuk didiami, tidak peduli betapapunkecilnya sumbangan itu (Gilligan, 1997).

    f. KesederhanaanPrinsip kesederhanaan merupakan kemampuan

    mengendalikan diri terhadap hal-hal yang bersifatkenikmatan lahiriah. Prinsip kesederhanaanmenentang sikap egoisme dan kerakusan manusiadalam memanfaatkan apa yang tersedia di alam.Ekofeminisme menekankan kebutuhan dasar semuamakhluk untuk saling berbagi. Dalam berbagidibutuhkan kemampuan mengendalikan diri untukmemberi kesempatan bagi yang lain (Yoshiko, 2000).Gaya hidup rakus mengumpulkan harta dan kekayaansebanyak-banyaknya harus ditinggalkan.

    Prinsip kesederhanaan sangat menunjang bagikelestarian hutan. Prinsip kesederhanaan dapatberfungsi untuk mengerem gaya hidup manusiamodern yang bersikap konsumtif , hedonis, rakusdan tamak. Prinsip kesederhanaan tidak berartimanusia tidak boleh memanfaat hasil hutan,melainkan perlu bersikap hati-hati dan tetap menjagaagar tidak terjadi kepunahan. Pemanfaatan hasil hutantidak boleh dilakukan secara berlebihan , perlumemperhatikan nasib generasi mendatang sertamenjaga keutuhannya.

    3.3 Kelebihan dan Kekurangan EtikaEkofeminismePemikiran ekofeminisme memiliki

    kelebihan,yaitu dapat membantu menyadarkanmasyarakat bahwa akar penindasan terhadap alamdan perempuan bersumber pada budaya patriarkhi.Struktur patriarkhi menghancurkan lingkungankarena tidak memberikan peran secara manusiawiterhadap perempuan dan tidak memikirkan kelestarianlingkungan (Darmawati, 2002). Ekofeminisme berhasilmendekonstruksikan pola pikir patriarkhi yangmenindas perempuan dan alam. Selain itu kajian etikaekofeminisme lebih kontekstual dan membumisehingga hasilnya dapat dengan mudah dipahami .

    Kelemahan pandangan ekofeminisme terlalumemberikan nilai tinggi pada kualitas perempuan danbersikap apriori negatif terhadap kualitas maskulindapat memunculkan hirarkhi baru. Selain ituekofeminisme melakukan generalisasi danuniversalisasi terhadap nilai-nilai feminimitas secaraseragam melekat pada semua perempuan. Pada

    kenyataan pertumbuhan nilai lebih banyakdipengaruhi oleh pendidikan dan pengalamanhidupnya.

    3.4 Strategi ke Depan Pengembangan EtikaEkofeminismePerjuangan moral ekofeminisme pada

    hakikatnya merupakan perjuangan melawan budayapatriarkhi yang sudah merampas hak perempuan danmerusak lingkungan. Perempuan yang menjadikorban tradisi patriarkhi hendaknya mampu bersikapkritis dan pro-aktif untuk membebaskan diri daribelenggu penindasan. Perempuan perlu dibekalikemampuan berpikir rasional yang mendalam danditanamkan rasa kepekaan terhadap fenomenaketidakadilan. Melalui pendidikan yang benar kaumperempuan akan mampu bertindak dan berpikir secaraindependen sehingga ketergantungan terhadap laki-laki dapat dihindari (Nugroho, 1999).

    Pendidikan yang mengarah pada kesetaraanjender dan kepedulian lingkungan perlu ditanamkandilingkungan pendidikan sekolah maupunpendidikan luar sekolah sejak usia dini dengan tetapmempertimbangkan kematangan psikologis maupunintelektualnya. Pendidikan lingkungan hendaknyasampai pada upaya untuk menghayati sekaligusberbela rasa memperjuangkan terciptanya keadilansosial maupun keadilan ekologis. Nilai-nilaifeminimitas perlu diasah dan diasuh terus menerusagar melekat dihati masyarakat.

    Perjuangan menegakkan keadilan jender perludiikuti dengan pembentukan struktur jaringan yangkuat dijenjang birokrasi pemerintahan, sosialkemasyarakatan dan diberi payung hukum yang kuat.Nilai-nilai etis yang diperjuangkan oleh aliranekofeminisme dapat menjadi ciri dan pembentukanwatak hukum yang berlaku di masyarakat. Nilai-nilaifeminimitas sebelum dirumuskan dalam aturan hukumperlu diwacanakan secara rasional dan demokratisdalam suasana dialogal agar kaidah yang dihasilkandapat diterima oleh semua pihak. Lewat wacana inidiharapkan dapat terbentuk tata hukum yangmencerminkan nilai-nilai keadilan bagi semua pihak.Hukum hendaknya memiliki komitmen yang kuatuntuk melindungi pihak yang rentan terhadapperlakuan yang tidak adil. Dalam budaya patriarkhi,perempuan dan alam merupakan pihak yang selaluberada dalam posisi tertindas dan dirugikan. Olehkarena itulah pembentukan hukum perlu memberikanporsi perhatian yang lebih kepada nasib perempuan

    Bernadus Wibowo Suliantoro : Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingkungan Ekofeminisme Sebagai .....

  • 118

    dan alam. Para legislator hendaknya memilikikepekaan yang lebih dalam menangkap aspirasi dankebutuhan perempuan serta kelestarian lingkungan.

    4. Simpulan dan Saran

    4.1 Simpulan1) Ekofeminisme mengembangkan konsep etika

    kepedulian secara holistik, integratif, non-reduksionis dan partisipatif. Perjuanganmewujudkan keadilan sosial dan ekologis dapatterwujud apabila masyarakat meninggalkan polapikir dan perilaku patriarkhi dan menghidupkannilai nilai feminimitas. Hutan akan lestariapabila semua manusia berhati ibu.

    2) Hutan akan lestari apabila manusia mengem-bangkan prinsip etis : bertanggung jawabterhadap keutuhan biosfer, solidaritas kosmis,menjaga keselarasan dengan alam, menjalinrelasi setara, kepedulian dan kesederhanaan.

    3) Etika ekofeminisme memiliki kelebihan kajianyalebih kontekstual, membumi serta berhasilmendekontruksikan pola pemikiran patriarkhiyang merusak lingkungan dan menindasperempuan.

    4) Nilai-nilai feminimitas apabila terus menerusdiasah dan diasuh melalui dunia pendidikanserta diakomodasikan dalam sistem hukum dan

    kebijakan politik yang berlaku dapatmempercepat terwujudnya kesetaraan genderdan kelestarian lingkungan.

    4.2 SaranEkofeminisme lahir dalam konteks perjuangan

    masyarakat Barat yang berlatar belakang ideologiliberal yang rasionalistis, dikembangkan lebih lanjutpada masyarakat budaya Timur dalam tradisi Indiayang banyak dipengaruhi oleh sistem nilaispiritualistis Hindu. Tradisi pemikiran ekofeminismeyang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia hinggasaat ini belum dikembangkan secara maksimal. Perludilakukan penelitian tentang konsep ekofeminismedengan mengangkat kearifan lokal masyarakat diwilayah Indonesia.

    Ucapan terima-kasih1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

    Departemen Pendidikan Nasional yang telahmendanai penelitian ini.

    2. Karyawan Perpustakaan: Universitas Indonesia(UI), STF Driyarkara, Fakultas Filsafat UGM,Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Pusat StudiWanita UGM, Seminari Tinggi KentunganYogyakarta yang telah mengijinkan membacadan mengcopy sumber pustaka terkait dengantopik penelitian .

    Daftar Pusataka

    Bakker, A. 1990. Metodologi Penelitian Filsafa. Kanisius, Yogyakarta.

    Banawiratma. 1997. Gerakan Eko-Feminis Perempuan dan Lingkungan Hidup. dalam Seri Forum LPPS No.38.

    BAPLAN-JICA. 2003. Kebijakan Penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Badan PlanologiKehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta.

    Budianto, I.M. 2009. Membaca Pemikiran Kenusantaraan dalam Kebudayaan Indonesia dalam MakalahInternational Conference on Philosophy 2009. Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

    Dally, L.K. Ecofeminism, Reference for life and Feminist Theological Ethics dalam Charles Birch, WilliamEakin, Jay Mc. Daniel (ed) Liberating Life Contemporary to Ecological Theology. New York.

    Gilligan, C. 1993. Dalam Suara Yang Lain Teori Psikologi Perkembangan Wanita, diterjemahkan oleh A.Sonny Keraf , 1997, Pustaka Tangga , Jakarta.

    Gunawan, R. 1993. Filsafat Sex. Penerbit Bentang, Yogyakarta.

    Henrika, M. 2008. Panggilan Berhati Ibu Bagi Semua: Kajian Ekofeminis, dalam A. Sunarko OFM, A. EddyKristiyanto OFM (ed.). Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi. Kanisius , Yogyakarta.

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 111 - 119

  • 119

    Hidayat, R. 2006. Kapan Ilmu Akan Berubah?: Lebih Dekat Kepada Metodologi Feminis Journal Perempuan48.

    Humm, M. 1986. Feminist Criticism. The Harvester Press Limited, British

    Keraf, A.S. 2006. Etika Lingkungan. Kompas, Jakarta.

    Mellor, M. 2003. Pemikiran Ekofeminis. dalam Gender,Lingkungan & Pengurangan Kemiskinan. KumpulanArtikel penyunting Rebeca Elmhirs, Jenifer Elliot (ed), Kerjasama DFID, British Council, AcademicLink Program Tear, University of Brigton dan UI .

    Ni, C-H. 1997. Tao Pedoman Hidup Selaras Dengan Hukum Alam. Pustaka Delapratasa, Jakarta.

    Nugroho, A.A. 2001. Dari Etika Bisnis Ke Etika Ekobisnis. Grasindo, Jakarta.

    Nugroho, H.B. 1999. Konsep Wanita Dalam Budaya Jawa dalam Jurnal Teologi Gema Edisi Feminisme.Duta Wacana , Yogyakarta.

    Pranarka. 1991. Abad XXI Sebagai Era Aufklarung II dalam Analisis CSIS, Jakarta.

    Primavesi. 1990. The Part for The Whole? An Ecofeminist Equiry. Journal Theology Vol XCIII September/Ockt No. 755

    Santoso, H. 2003. Kritik Atas Bias Ideologi Patriarkhi Dalam Ilmu Sosial Positivistik. Journal Teologi 14.

    Shiva, V.1988. Bebas dari Pembanguan Perempuan, Ekologi dan Perjuangan Hidup di India. DiterjemahkanHira Jhamtani 1998, Yayasan Obor bekerjasama dengan KONPHALIDO, Jakarta.

    Shiva, V. dan M. Mies, 1993, Ecofeminisme: Perspektif Gerakan Perempaun dan Lingkungan. Diterjemahkanoleh Kelik Ismunanto & Lilik, 2005, IRE Press, Yogyakarta.

    Spretnak, C. 2003. Sumbangan Kritis dan Konstruktif Ekofeminisme dalam Mary Evelyn Tucker (ed.).Agama, filsafat & Lingkungan Hidup. Kanisius, Yogyakarta.

    Sumarhani, M. 2004. Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan Pendekatan PHBM. dalam Makalah ExposeHasil Litbanghut dan Konservasi Alam. Palembang

    Suriasumantri, J.S. 1988. Filsafat Ilmu. Sinar Harapan, Jakarta.

    Suseno, M. 1984. Etika Jawa.Gramedia, Jakarta.

    Suseno, M. 1988. Kuasa dan Moral. Gramedia, Jakarta.

    Warren, K.J. 2002. The Power and the Promise of Ecological Feminism. Environmental Ethics 12 (2): 125-146.

    Woi, A. 2008. Manusia dan Lingkungan dalam Persekutuan Ciptaan dalam A. Sunarko OFM, A. EddyKristiyanto OFM (ed.). Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi. Kanisius, Yogyakarta.

    Yoshiko, I. 2000. Eco-feminism in the 21 Century. In Gods Image : journal of Asian Womens ResourceCentre for Culture and Theology. Published by The Centre , Kuala Lumpur, Malaysia.

    Yuda, I.G.N.P. 2009. Membangun Solidaritas Trans Spisies Untuk Menghadapi Krisis KeanekaragamanHayati. Pidato Ilmiah Dies Natalis ke 44 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Penerbitan Atma JayaYogyakarta.

    Bernadus Wibowo Suliantoro : Rekonstruksi Pemikiran Etika Lingkungan Ekofeminisme Sebagai .....