BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

36
BENTUK AKAD KEPERCAYAAN Yeni Salma Barlinti Hukum Perikatan Islam Senin, 11 April 2011

description

BENTUK AKAD KEPERCAYAAN. Yeni Salma Barlinti Hukum Perikatan Islam Senin , 11 April 2011. Bentuk Akad Kepercayaan. Wadi’ah Wakalah Kafalah Hiwalah Rahn ‘ Ariyah. 1. WADI’AH. Secara etimologi  menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara . - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Page 1: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Yeni Salma BarlintiHukum Perikatan Islam

Senin, 11 April 2011

Page 2: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Bentuk Akad Kepercayaan

1. Wadi’ah2. Wakalah3. Kafalah4. Hiwalah5. Rahn6. ‘Ariyah

Page 3: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

1. WADI’AH

• Secara etimologi menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara.

• Secara terminologi:• Ulama Hanafi: Mengikutsertakan orang lain dalam

memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat.

• Ulama Maliki, Syafi`i, dan Hambali (Jumhur ulama): Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.

Wadi`ah : menitipkan sesuatu harta atau barang pada orang yang dapat dipercaya untuk menjaganya.

Page 4: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Rukun Wadi’ah

1. Muwaddi’ (penitip)– Cakap menurut hukum

2. Mustawdi’ (penerima titipan)– Cakap menurut hukum

3. Obyek– Harus dapat dikuasai dan diserahterimakan

4. Ijab kabul– Lisan, tulisan, atau isyarat

Page 5: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Ketentuan Wadi’ah• Status wadi`ah ditangan orang yang dititipi bersifat

amanah, sehingga seluruh kerusakan yang terjadi selama penitipan barang tidak menjadi tangung jawab orang yang dititipi, kecuali kerusakannya disengaja atau atas kelalaian orang yang dititipi

• Aqad menjadi batal apabila dalam akad wadi`ah disyaratkan bahwa orang yang dititipi dikenai ganti rugi atas kerusakan barang selama dalam titipan, sekalipun kerusakan barang itu bukan atas kesengajaan atau kelalaiannya.

• Pihak yang dititipkan barang tidak boleh meminta upah dari barang titipan itu

Page 6: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Wadi`ah amanah menjadi Wadi’ah dhamanah

• Barang itu tidak dipelihara secara semestinya oleh orang yang dititipi.

• Barang titipan itu dititipkan oleh penerima titipan kepada orang lain (pihak ketiga).

• Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi. • Orang yg dititipi mencampurkan brg yg dititipkan dgn

harta pribadinya.• Orang yang dititipi mencampurkan barang titipan

dengan harta pribadinya, sehingga sulit untuk dipisahkan.

• Orang yang dititipi melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan

• Barang titipan dibawa berpergian jauh (as-safar).

Page 7: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

2. WAKALAH• Wakalah adalah pemberian kuasa kepada

pihak lain untuk mengerjakan sesuatu

Page 8: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

RUKUN & SYARAT WAKALAH1. Syarat-syarat muwakkil (pemberi kuasa):

– Cakap hukum– Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan– Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-

hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya

2. Syarat-syarat wakil (penerima kuasa):– Cakap hukum– Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya

3. Obyek (hal-hal yang diwakilkan):– Diketahui dengan jelas oleh wakil– Tidak bertentangan dengan syariah Islam– Dapat diwakilkan menurut syariah Islam

4. Ijab kabul– Dilakukan dengan lisan, tertulis, isyarat, dan atau perbuatan– Wakil menerima pemberian wakalah dari muwakkil

Page 9: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

KETENTUAN DALAM WAKALAH

• Perbuatan yang dilakukan oleh wakil dalam hal hibah, pinjaman, gadai, titipan, peminjaman, kerjasama, dan kerjasama dalam modal/usaha harus disandarkan kepada kehendak muwakkil

• Jika wakil menerima kuasa penjualan, pembelian, pembayaran, atau penerimaan pembayaran utang atau barang tertentu, maka dianggap menjadi barang titipan

• Jika disyaratkan upah untuk wakil maka ia berhak atas upahnya setelah memenuhi tugasnya (Wakalah bil ujrah). Jika tidak disyaratkan, ia tidak berhak meminta pembayaran, perbuatannya tersebut hanya bersifat kebaikan.

Page 10: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

BERAKHIRNYA AKAD WAKALAH

1. Muwakkil mencabut wakalahnya dari wakil

2. Wakil mengundurkan diri3. Muwakkil meninggal dunia4. Waktu kesepakatan telah berakhir5. Tujuan wakalah telah tercapai6. Objek wakalah tidak menjadi milik

muwakkil

Page 11: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

3. KAFALAH• Kafalah = dhaman = hamalah = za’amah• Kafalah adalah jaminan atau garansi yang

diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam

Page 12: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

KAFALAH

1. PENJAMIN/KAFIL

2. PEMINJAM/MAKFUL ‘ANHU

3. PEMBERI PINJAMAN/MAKFUL LAHU

Page 13: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

RUKUN & SYARAT KAFALAH1. Pihak penjamin (Kafiil)

– Baligh (dewasa) dan berakal sehat– Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan

hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut2. Pihak orang yang berutang (ashiil, makfuul ‘anhu)

– Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin

– Dikenal oleh penjamin3. Pihak orang yang berpiutang (makfuul lahu)

– Diketahui identitasnya– Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa– Berakal sehat

Page 14: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

CONT’D4. Obyek penjaminan (makful bihi)

– Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan

– Bisa dilaksanakan oleh penjamin– Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang

tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan

– Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya– Tidak bertentangan dengan syariah (diharamkan)

5. Ijab dan kabul

Page 15: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

KETENTUAN KAFALAH• Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee)

sepanjang tidak memberatkan• Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh

dibatalkan secara sepihak• Jika penjamin/kafil meninggal dunia, ahli warisnya

berkewajiban untuk menggantikannya atau menunjuk penggantinya. Jika tidak dapat menghadirkan penggantinya maka harta peninggalan penjamin harus digunakan untuk membayar utang yang dijaminnya

• Jika pemberi pinjaman meninggal dunia, maka ahli waris dapat menuntut sejumlah uang jaminan kepada penjamin/kafil

Page 16: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

CONT’D• Jika penjamin/kafil telah melunasi utang

peminjam/makful anhu kepada pemberi pinjaman/makful lahu, maka penjamin/kafil berhak menuntut kepada peminjam/makful anhu sehubungan dengan kafalahnya

• Jika penjamin/kafil hanya mampu melunasi sebagian utang peminjam/makful anhu, maka ia hanya berhak menuntut sebesar utang yang telah dibayarkannya

Page 17: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

DUA MACAM KAFALAH• Kafalah muqayyadah (dengan syarat)

– Penjamin/kafil tidak dapat dituntut untuk membayar sampai syarat itu dipenuhi

• Kafalah mutlaqah (tidak dengan syarat)– Kafalah dapat segera dituntut jika utang itu

harus segera dibayar oleh makful ‘anhu

Page 18: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

DUA BENTUK KAFALAH1. Kafalah jiwa (kafalah bin Nafs)

– Kafil bersedia menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungannya

– Apabila kafil tidak dapat menghadirkan orang yang ia tanggung, maka: • menurut mazhab Maliki kafil harus membayar utang orang yang

ditanggungnya, • menurut mazhab Hanafi kafil harus ditahan sampai dipastikan

bahwa orang yang ditanggung telah wafat (dalam hal ini kafil tidak wajib membayar utang kecuali jika telah disyaratkan),

• menurut mazhab Syafi’i apabila orang yang ditanggung telah wafat maka kafil tidak wajib membayar dengan harta karena ia hanya menjamin orangnya

Page 19: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

CONT’D2. Kafalah harta (kafalah bil maal)

– Kafalah bi al dayn• Kafil membayar utang orang yang dijamin, dengan

syarat: utang tersebut bersifat mengikat dan barang yang dijamin diketahui

– Kafalah dengan penyerahan benda• Kafil menyerahkan benda yang dijual

– Kafalah dengan aib• Kafil menjamin barang-barang cacat kepada penjual

untuk menggantikan barang pembeli

Page 20: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

PEMBEBASAN AKAD KAFALAH

• Penjamin/kafil bebas dari tanggung jawab apabila:– Kafil telah menyerahkan barang jaminan kepada makful lahu di tempat

yang sah menurut hukum– Kafil telah menyerahkan barang jaminan kepada makful lahu sesuai

dengan ketentuan akad atau sebelum waktu yang ditentukan– Peminjam/makful anhu meninggal dunia– Peminjam/makful anhu membebaskannya (pembebasan kafil, tidak

mengakibatkan pembebasan utang peminjam)– Peminjam/makful anhu dibebaskan utangnya– Pemberi pinjaman berdamai dengan penjamin dan peminjam mengenai

sebagian utang, dengan dimasukkan ke dalam akad perdamaian mereka

– Penjamin memindahkan tanggung jawabnya kepada pihak lain dengan persetujuan pihak pemberi pinjaman dan peminjam

Page 21: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

4. HIWALAH• Hiwalah adalah pengalihan utang dari

muhil al ashil (orang yang berutang asal kepada muhal) kepada muhal ‘alaih (orang yang berutang kepada muhil al ashil)

Page 22: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

HIWALAH1. MUHIL AL ASHIL

(Berutang kpd Muhal)(Berpiutang kpd Muhal ‘alaih)

2. MUHAL (Berpiutang kpd Muhil)

3. MUHAL ‘ALAIH (Berutang kpd Muhil)

Page 23: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

RUKUN HIWALAH1. Muhil yakni orang yang berutang dan sekaligus

berpiutang, 2. Muhal atau muhtal yakni orang berpiutang

kepada muhil, 3. Muhal ‘alaih yakni orang yang berutang kepada

muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal,

4. Muhal bih yakni utang muhil kepada muhtal dan 5. Sighat (ijab kabul)

Page 24: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Akibat Hukum HiwalahKewajiban pihak pertama untuk membayar utang kepada pihak kedua otomatis terlepas. Tapi sebagian mazhab Hanafi berpendapat, kewajiban tersebut masih tetap ada selama pihak ketiga belum melunasi utangnya kepada pihak kedua karena akad itu didasarkan atas prinsip saling percaya, bukan prinsip pengalihan hak dan kewajiban.Lahirnya hak bagi pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang kepada pihak ketiga.Menurut mazhab Hanafi, jika akad hiwalah muthlaqah terjadi karena inisiatif dari pihak pertama, maka hak dan kewajiban antar pihak pertama dan pihak ketiga yang mereka tentukan sebelumnya masih tetap berlaku, khususnya jika jumlah utang piutang antara ketiga pihak tidak sama.

Page 25: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Dua Macam Hiwalaha. Hiwalah muqayyadah adalah hiwalah di mana muhil

adalah orang yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal ’alaih

b. Hiwalah muthlaqah adalah hiwalah di mana muhil adalah orang yang berutang tetapi tidak berpiutang kepada muhal ’alaih. Muhal ‘alaih bersedia untuk membayar utang muhil kepada muhal

– Dapat berlaku hiwalah bil ujrah, di mana ujrah adalah untuk muhal ‘alaih karena bersedia untuk membayar utang muhil kepada muhal

– Jika utang muhil kepada muhal telah lunas, maka hak tagih utang dari muhal beralih ke muhal ‘alaih

Page 26: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Berakhirnya Akad HiwalahSalah satu pihak membatalkan akad hiwalah sebelum akad berlaku secara tetap. Pihak ketiga melunasi utang yg dialihkan itu kpd pihak kedua.Pihak kedua wafat, & pihak ketiga merupakan ahli warisnya.Pihak kedua menghibahkan harta yang merupakan utang dalam akad hiwalah itu kepada pihak ketiga.Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajibannya untuk membayar utang yang dialihkan itu.Ulama Hanafi : Hak pihak kedua, tidak dapat dipenuhi karena pihak ketiga mengalami bangkrut, wafat dalam keadaan bangkrut, atau dalam keadaan tidak ada bukti autentik tentang bukti hiwalah, sedangkan pihak ketiga mengingkari akad itu. Ulama Maliki, Syafi`i, dan Hambali: selama akad hiwalah sudah berlaku tetap, maka akad hiwalah tidak dapat berakhir karena hal tersebut.

Page 27: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

5. RAHN (Barang Jaminan) • Secara etimologi tetap, kekal, dan jaminan. • Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik

peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan

• Ulama Maliki harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat.

• Ulama Hanafi sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian.

• Ulama Syafi`i dan Hambali sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar hutangnya.

Page 28: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

RUKUN RAHN

1. Penerima gadai (murtahin)2. Pemberi gadai (rahin)3. Harta gadai (marhun)4. Utang (marhun bih)5. Akad (ijab kabul)

Page 29: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Syarat Utang

• Syarat al-marhun bihi (utang): – hak yang wajib dikembalikan oleh orang

yang berutang, – boleh dilunasi dengan agunan itu, – jelas dan tertentu.

Page 30: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Syarat Barang Jaminan• Syarat al-marhun (barang yang

dijadikan agunan):– boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang, dan

dapat dimanfaatkan,– jelas dan tertentu,– milik sah orang yang berutang, – tidak terkait dengan hak orang lain,– harta yang utuh,– boleh diserahkan baik materinya maupun manfaatnya.– rahn sempurna bila barang yang dirahnkan secara

hukum sudah di tangan pemberi utang & uang yang dibutuhkan telah diterima peminjam uang.

Page 31: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

KETENTUAN RAHN• Murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk menahan

marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi

• Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya

• Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin

Page 32: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

CONT’D• Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun

tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman• Penjualan marhun

– Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya

– Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah

– Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan

– Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin

Page 33: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

RAHN TASJILY• FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL

NO: 68/DSN-MUI/III/2008 Tentang RAHN TASJILY

• Rahn Tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin

Page 34: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

6. ‘ARIYAH • Menurut etimologi sesuatu yang dipinjam;• Terminologi fikih, ada dua defenisi yang

berbeda hukum asal akadnya. Apakah bersifat pemilikan terhadap manfaat atau hanya sekedar kebolehan memanfaatkannya

1) Ulama Maliki dan Hanafi : pemilikan manfaat sesuatu tanpa ganti rugi. Akibat hukum peminjam boleh meminjamkan barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga.

2) Ulama Syafi`i dan Hambali: kebolehan memanfaatkan barang orang lain tanpa ganti rugi. Akibat hukum peminjam tidak boleh meminjamkan barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga.

Page 35: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

Akad `ariyah yang amanah dapat menjadi akad yang dikenakan ganti

rugi apabila:– barang itu secara sengaja dimusnahkan atau

dirusak,– barang itu disewakan atau tidak dipelihara

sama sekali,– pemanfaatan barang pinjaman itu tidak sesuai

dengan adat kebiasaan yang berlaku atau tidak sesuai dengan syarat yang disepakati bersama, dan

– pihak peminjam melakukan sesuatu yang berbeda dengan syarat yang ditentukan sejak semula dalam akad.

Page 36: BENTUK AKAD KEPERCAYAAN

TERIMA KASIHWASSALAM