Bell

13
Bell’s palsy DEFINISI Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui. Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.

description

j

Transcript of Bell

Page 1: Bell

Bell’s palsy DEFINISI

Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s palsy

dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui.

Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada

saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami

kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu

kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang

mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul

pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.

Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer yang belum diketahui penyebabnya,

bisa akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat

mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau

sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa

pengobatan.

B. EPIDEMIOLOGIDi Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan

dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari

seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada

Page 2: Bell

wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,

tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin

berlebihan.

C. ETIOLOGIBanyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang

dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu :

1. Teori Iskemik vaskuler

Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi

sirkulasi darah di kanalis fasialis.

2. Teori infeksi virus

Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV),

yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV  (khususnya tipe 1).

3. Teori herediter

Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga

tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.

4. Teori imunologi

Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang

timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

D. PATOFISIOLOGI

Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab

atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi

nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi

Page 3: Bell

edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler

kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah

sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini

mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan

pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat

terjadi kerusakan jaringan yang permanen.

Proses inflamasi pada N VII(Fasialis) yang menyebabkan peningkatan diameter N.VII (

Fasialis ) sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui os

temporal.Perjalanan N VII (Fasialis) keluar dari os temporal melalui kanalis fasialis yang

mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen

meatal. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau

iskemik dapatmenyebabkan gangguan dari konduksi.

Angin yang masuk kedalam foramen stilomastoideum ini membuat syaraf

disekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan atau peradangan syaraf nomor tujuh

ataunervus facialis ini mengakibatkan pasokan darah kesyaraf tersebut terhenti. Hal

inimenyebabkan kematian sel sehingga fungsinya sbg penghantar impuls atau

rangsanganterganggu. Akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak

dapatditeruskan.

PatofisiologiPatofisiologi pasti gangguan ini tidak diketahui; hal ini masih diperdebatkan.Sebuah teori yang paling sering dipakai adalah inflamasi yang terjadi pada nervus facialis. Selama proses ini, diameter nervus bertambah dan menjadi terdesak olehtulang temporal. Nervus facialis berjalan melalui bagian tulang temporal yang disebut canalis facialis. Bagian pertama canalis fasialis (segmen labirintus) merupakan yang palingsempit. Lubang kecil (diameter sekitar 0.66 mm) pada segmen ini disebut foramenmeatal . Nervus facialis ditinjau dari perjalanannya yang melalui canalis facialisyangsempit. Maka secara logis dapat terjadi berbagai proses inflamasi, demielinisasi,iskemia, atau penekanan yang kemudian dapat merusak kondisi neuron pada jalur anatomis ini.

Anatomi Nervus facialis(nervus cranialiske tujuh) memiliki dua komponen. Bagianyang l eb ih be sa r t e rd i r i da r i s e r abu t s a r a f e f e r en yang merangsang eksp re s i o to t wajah. Bagian yang kecil terdiri dari serabut saraf perasa di sepertiga anterior lidah,serabut sekretomotor ke glandula lacrimalis dan  salivarius dan bebe rapa s e r abu t saraf nyeri.

Jalur saraf 

Page 4: Bell

Jalur n e r v u s f a c i a l i s a d a l a h s a n g a t k o m p l e k s , a k i b a t n y a s a r a f i n i r e n t a n m e n g a l a m i l u k a / j e j a s . K e d u a b a g i a n nervus facialis men ingga lkan o t ak d i cerebellopontine me l a lu i fossa cranialis posterior, m a s u k k e meatus acusticusinternus, m e l a l u i canalis facialis d i t u l ang t empora l , s e l an ju tnya be rbe lok ke  belakang melewati belakang tulang tengah dan keluar dari cranium pada foramen stylomastoideus. Dari sini, nervus facialis menembus glandula parotis, dan cabang terminalnya keluar dari pleksus parotis untuk merangsang terjadinya ekspresi wajah.

E. GAMBARAN KLINISBiasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah

satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gig/berkumur atau

diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy

hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter

pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga

lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air

menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar

serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka

kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata

berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi

bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan

angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi

yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi

dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati

gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s palsy”.

F. DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.1.  Anamnesa :

-         Rasa nyeri.

-         Gangguan atau kehilangan pengecapan.

-         Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka

atau di luar ruangan.

-         Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan,

otitis, herpes, dan lain-lain.

2. Pemeriksaan :

Page 5: Bell

-         Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer. -         Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :1.              Mengerutkan dahi2.              Memejamkan mata3.              Mengembangkan cuping hidung4.              Tersenyum5.              Bersiul6.              Mengencangkan kedua bibir

Untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s palsy memakai SKALA UGO

FISCH

SKALA UGO FISCHDinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5  posisi :

Posisi Nilai Persentase (%) 0, 30, 70, 100

Skor

Istirahat 20Mengerutkan dahi 10Menutup mata 30Tersenyum 30Bersiul 10

TotalPenilaian persentase :

-  0    %     :  asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter- 30 %   : simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada

simetris normal.

-  70 %     :  simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah normal-  100%    :  simetris, normal/komplit3. Diagnosa Klinis : Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan bukan sentral. Umumnya

unilateral

4. Diagnosa Topik :

Letak LesiKelainan motorik

Gangguan pengecapan

Gangguan pendengaran

Hiposekresi saliva

Hiposekresi lakrimalis

Pons-meatus akustikus internus + +

+ tuli/hiperakusis

+ +

Meatus akustikus internus-ganglion genikulatum

+ ++ Hiperakusis

+ +

Ganglion genikulatum-N. Stapedius

+ ++ Hiperakusis

+ -

N.stapedius-chorda tympani

+ + + + -

Chorda tympani + + - + -Infra chorda tympani-sekitar

+ - - - -

Page 6: Bell

foramen stilomastoideus

5. Diagnosa etiologi : Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.6. Diagnosa banding :

1.              Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis2.              Herpes Zoster Oticus3.              Trauma kapitis4.              Sindroma Guillain – Barre5.              Miastenia Gravis6.              Tumor Intrakranialis

G. PROGNOSIS Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira

10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.

H. KOMPLIKASI1. Crocodile tear phenomenon Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini

timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah

dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis.

Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.1

2. Synkinesis. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu

timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul

gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.

Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi

bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

3. Hemifacial spasm. Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan

tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya

mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan

dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan

tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

4. Kontraktur. Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas

terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi

sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas

saat otot wajah bergerak.

I. TERAPIa)     Terapi medikamentosa     :  Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi, Juga

dapat diberikan neurotropik.

Page 7: Bell

b)      Terapi operatif                 :  Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi c)      Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna

mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat

mencapai integritas sosial.

Tujuan rehabilitasi medik adalah :

1.      Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

2.      Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

3.      Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa

yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka

diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis

prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.

Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik,

sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk

mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial

serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari.

Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,

psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak

banyak berperan.

Program Fisioterapi-          Pemanasan 1.      Pemanasan superfisial dengan infra red.

2.      Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy

-          Stimulasi listrik Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk

mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat

otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk

menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi

serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

-          Latihan otot-otot wajah dan massage wajahLatihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa

mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut

mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Page 8: Bell

Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk

perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan dan

berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot

dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage

sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek

mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik,

asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan

gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4

area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10

menit.

Program Terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan

diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat

bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan

penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan

sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.

Program Sosial Medik

Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial.

Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik

dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara

waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk

masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui

keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas

yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.

Program Psikologik

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas

sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang

mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan

seorang psikolog sangat diperlukan.

Program Ortotik – Prostetik

Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit

tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi

Page 9: Bell

kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum

ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk

mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.

      

Home Program :1.      Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

2.      Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang

sehat

3.      Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan

sedotan, mengunyah permen karet

4.      Perawatan mata :

1.      Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari2.      Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari, dan Biasakan menutup kelopak mata

secara pasif sebelum tidur.