Bell
-
Upload
gumilanggg -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of Bell
Bell’s palsy DEFINISI
Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s palsy
dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui.
Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada
saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami
kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu
kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang
mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul
pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak.
Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer yang belum diketahui penyebabnya,
bisa akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat
mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau
sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
B. EPIDEMIOLOGIDi Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan
dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari
seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,
tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin
berlebihan.
C. ETIOLOGIBanyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang
dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu :
1. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi
sirkulasi darah di kanalis fasialis.
2. Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV),
yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).
3. Teori herediter
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga
tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang
timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
D. PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab
atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi
nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi
edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler
kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah
sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini
mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan
pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat
terjadi kerusakan jaringan yang permanen.
Proses inflamasi pada N VII(Fasialis) yang menyebabkan peningkatan diameter N.VII (
Fasialis ) sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui os
temporal.Perjalanan N VII (Fasialis) keluar dari os temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen
meatal. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau
iskemik dapatmenyebabkan gangguan dari konduksi.
Angin yang masuk kedalam foramen stilomastoideum ini membuat syaraf
disekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan atau peradangan syaraf nomor tujuh
ataunervus facialis ini mengakibatkan pasokan darah kesyaraf tersebut terhenti. Hal
inimenyebabkan kematian sel sehingga fungsinya sbg penghantar impuls atau
rangsanganterganggu. Akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak
dapatditeruskan.
PatofisiologiPatofisiologi pasti gangguan ini tidak diketahui; hal ini masih diperdebatkan.Sebuah teori yang paling sering dipakai adalah inflamasi yang terjadi pada nervus facialis. Selama proses ini, diameter nervus bertambah dan menjadi terdesak olehtulang temporal. Nervus facialis berjalan melalui bagian tulang temporal yang disebut canalis facialis. Bagian pertama canalis fasialis (segmen labirintus) merupakan yang palingsempit. Lubang kecil (diameter sekitar 0.66 mm) pada segmen ini disebut foramenmeatal . Nervus facialis ditinjau dari perjalanannya yang melalui canalis facialisyangsempit. Maka secara logis dapat terjadi berbagai proses inflamasi, demielinisasi,iskemia, atau penekanan yang kemudian dapat merusak kondisi neuron pada jalur anatomis ini.
Anatomi Nervus facialis(nervus cranialiske tujuh) memiliki dua komponen. Bagianyang l eb ih be sa r t e rd i r i da r i s e r abu t s a r a f e f e r en yang merangsang eksp re s i o to t wajah. Bagian yang kecil terdiri dari serabut saraf perasa di sepertiga anterior lidah,serabut sekretomotor ke glandula lacrimalis dan salivarius dan bebe rapa s e r abu t saraf nyeri.
Jalur saraf
Jalur n e r v u s f a c i a l i s a d a l a h s a n g a t k o m p l e k s , a k i b a t n y a s a r a f i n i r e n t a n m e n g a l a m i l u k a / j e j a s . K e d u a b a g i a n nervus facialis men ingga lkan o t ak d i cerebellopontine me l a lu i fossa cranialis posterior, m a s u k k e meatus acusticusinternus, m e l a l u i canalis facialis d i t u l ang t empora l , s e l an ju tnya be rbe lok ke belakang melewati belakang tulang tengah dan keluar dari cranium pada foramen stylomastoideus. Dari sini, nervus facialis menembus glandula parotis, dan cabang terminalnya keluar dari pleksus parotis untuk merangsang terjadinya ekspresi wajah.
E. GAMBARAN KLINISBiasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah
satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gig/berkumur atau
diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy
hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter
pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga
lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air
menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar
serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka
kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata
berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi
bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan
angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi
yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi
dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati
gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s palsy”.
F. DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.1. Anamnesa :
- Rasa nyeri.
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka
atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan,
otitis, herpes, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan :
- Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer. - Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :1. Mengerutkan dahi2. Memejamkan mata3. Mengembangkan cuping hidung4. Tersenyum5. Bersiul6. Mengencangkan kedua bibir
Untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s palsy memakai SKALA UGO
FISCH
SKALA UGO FISCHDinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi :
Posisi Nilai Persentase (%) 0, 30, 70, 100
Skor
Istirahat 20Mengerutkan dahi 10Menutup mata 30Tersenyum 30Bersiul 10
TotalPenilaian persentase :
- 0 % : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter- 30 % : simetris, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada
simetris normal.
- 70 % : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang cenderung ke arah normal- 100% : simetris, normal/komplit3. Diagnosa Klinis : Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan bukan sentral. Umumnya
unilateral
4. Diagnosa Topik :
Letak LesiKelainan motorik
Gangguan pengecapan
Gangguan pendengaran
Hiposekresi saliva
Hiposekresi lakrimalis
Pons-meatus akustikus internus + +
+ tuli/hiperakusis
+ +
Meatus akustikus internus-ganglion genikulatum
+ ++ Hiperakusis
+ +
Ganglion genikulatum-N. Stapedius
+ ++ Hiperakusis
+ -
N.stapedius-chorda tympani
+ + + + -
Chorda tympani + + - + -Infra chorda tympani-sekitar
+ - - - -
foramen stilomastoideus
5. Diagnosa etiologi : Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.6. Diagnosa banding :
1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis2. Herpes Zoster Oticus3. Trauma kapitis4. Sindroma Guillain – Barre5. Miastenia Gravis6. Tumor Intrakranialis
G. PROGNOSIS Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira
10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.
H. KOMPLIKASI1. Crocodile tear phenomenon Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah
dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis.
Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.1
2. Synkinesis. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu
timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul
gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.
Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi
bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
3. Hemifacial spasm. Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan
tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya
mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan
dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan
tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.
4. Kontraktur. Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas
terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi
sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas
saat otot wajah bergerak.
I. TERAPIa) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi, Juga
dapat diberikan neurotropik.
b) Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi c) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna
mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat
mencapai integritas sosial.
Tujuan rehabilitasi medik adalah :
1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin
2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin
3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa
yang tertinggal.
Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka
diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis
prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.
Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik,
sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk
mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial
serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari.
Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,
psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak
banyak berperan.
Program Fisioterapi- Pemanasan 1. Pemanasan superfisial dengan infra red.
2. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy
- Stimulasi listrik Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat
otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk
menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi
serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.
- Latihan otot-otot wajah dan massage wajahLatihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut
mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk
perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan dan
berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot
dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage
sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek
mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik,
asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan
gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4
area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10
menit.
Program Terapi Okupasi
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan
diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat
bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan
penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan
sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.
Program Sosial Medik
Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial.
Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik
dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara
waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui
keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas
yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.
Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas
sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang
mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan
seorang psikolog sangat diperlukan.
Program Ortotik – Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit
tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi
kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum
ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk
mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.
Home Program :1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang
sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan
sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata :
1. Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari2. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari, dan Biasakan menutup kelopak mata
secara pasif sebelum tidur.