Bayi aterm (SMK) + Labiognatopalatoschizis

30
REFLEKSI KASUS MEI 2015 BAYI ATERM + LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLITNama :Slamet Wahid Kastury No. Stambuk :N 101 14 077 Pembimbing :dr. Suldiah, Sp.A DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

description

Kongenital ( Pediatric )

Transcript of Bayi aterm (SMK) + Labiognatopalatoschizis

REFLEKSI KASUS

MEI 2015BAYI ATERM + LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Nama

:Slamet Wahid KasturyNo. Stambuk:N 101 14 077Pembimbing:dr. Suldiah, Sp.ADEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015PENDAHULUAN

LabiognatopalatoschisisatauCleft Lip andPalate(CLP) adalah kelainan bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung. Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip)/Labioschizis, celah pada palatum atau langit-langit mulut (cleft palate)/Palatoschizis, atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate)/Labiognatopalatoschizis. Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukan embrio pada trimester pertama, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran. Labiopalatoschizis berasal dari tiga kata yaitu labio (bibir), palato (langit - langit) dan schizis (celah). Labiognatopalatoschizis atau sumbing langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang, dan langit-langit. CLP adalah kelainan multifaktoral, jadi kemunculannya dipengaruhi oleh faktor gen dan lingkungan.1,2Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital abnomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatoschizis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosessus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. 2,3Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu 6-9 orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding dengan kasus di internasional yang hanya 1-2 orang per 1.000 penduduk. 3Operasi bibir sumbing idealnya dilaksanakan pada saat anak berusia 3 bulan dimana berat badan minimal 5 kg dan kadar Hb >10 gr/dL. Sedang bagi penderita sumbing langit-langit dilaksanakan pada saat anak berusia 1,5 2 tahun untuk mendapatkan hasil bicara maksimal.2Tingginya angka kejadian dan komplikasi yan terjadi bila bibir sumbing terlambat ditindak lanjuti merupakan masalah yang serius. Kejadian labiognatopalatoschisis menempati urutan ke 9 dari 10 anomali kongenital yang paling sering yaitu deformitas kaki, hidrokel, hipospadia, mongolismus, kriptorkismus, pengakit jantung bawaan, polidaktili, hemangioma, labiognatopalatoschizis, hidrosefalus.4Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai labiognatopalatoschizis yang dirawat di ruangan bangsal perawatan bayi RSUD Undata Palu.LAPORAN KASUS

INDENTITAS

Nama

: By. FWJenis Kelamin

: Perempuan

Tanggal Lahir

: 24 April 2015 pukul 21.05 WitaTanggal Masuk: 24 April 2015 pukul 21.10 WitaANAMNESIS

Bayi perempuan lahir tanggal 24 April 2015 pukul 21.10 di RSUD UNDATA PALU pervaginam dengan spontan LBK. Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 49 cm. Saat lahir langsung menangis. Sianosis (-), merintih (-), retraksi dinding dada (-). Air ketuban warna biasa. Apgar Score 7-8. Kelainan kongenital (+),anus (+), palatum (-), mic/mec -/-, pusat baik, Riwayat maternal G2P1A0, Ibu bayi jarang melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur di Puskesmas. Ibu sering sakit kepala dan mengkonsumsi obat untuk meredakan sakit kepala. Tidak ada kelainan kongenital pada keluarga, pada anak pertama normal.PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda Vital

Denyut Jantung: 140 kali/ menit Capillary Refill Time: < 2 detikRespirasi

: 80 kali/menit Berat Badan

: 3200 gramSuhu

: 36,4oC

Panjang Badan: 49 cmLingkar Kepala: 31 cm

Lingkar Dada

: 32 cmLingkar Lengan: 12 cm

Lingkar Perut

: 32 cm Sistem Pernapasan

Sianosis

: (-)

Merintih

: (-)

Apnea

: (-)

Retraksi dinding dada

: (-)

Pergerakan dinding dada: Simetris bilateral

Pernapasan cuping hidung: (-)

Stridor

: (-)

Bunyi Pernapasan

: Bronchovesikuler

Bunyi Tambahan

: (-)

Skor DOWN

Frekuensi Napas: (2)

Retraksi dinding dada: (0)

Sianosis

: (0)

Udara masuk

: (0)

Merintih

:(0)

Total Skor

: 2Kesimpulan

: Tidak ada gangguan napasKriteria WHO: Tidak ada gangguan napas Sistem Kardiovaskuler

Bunyi Jantung

: Bunyi jantung I dan II Murni reguler

Murmur

: (-)

Sistem Hematologi

Pucat

: (-)

Ikterus

: (-)

Sistem Gastrointestinal

Kelainan dinding abdomen: (-)

Muntah

: (-)

Diare

: (-)

Organomegali

: (-)

Bisisng Usus

: (+) Kesan Normal

Umbilikus

Keluaran

: (-)

Warna kemerahan: (-)

Edema

: (-)

Sistem Saraf

Aktivitas

: aktif

Kesadaran

: Compos Mentis

Fontanela

: Datar

Sutura

: Belum menutup Refleks Cahaya

: (+)

Kejang

: (-)

Sistem Genitalia

Perempuan Keluaran

: (-)

Pemeriksaan Lain

Ekstremitas

: Lengkap Turgor

: baik Kelainan Kongenital

: Labiognatopalatoschizis (+) Trauma Lahir

: (-) Skor BALLARD

Maturitas Neuromuskular

Sikap Tubuh

: 4 Persegi Jendela

: 3

Rekoil Lengan

: 3

Sudut Poplitea

: 4

Tanda Selempang: 2 Tumit ke Kuping: 2 Maturitas Fisik

Kulit

: 4 Lanugo

: 2

Permukaan Plantar: 3

Payudara

: 3 Mata/Telinga

: 1 Genitalia (Perempuan): 4Total Skor: 35Minggu: 38 minggu

Estimasi Umur Kehamilan : Aterm

Sesuai Masa Kehamilan (SMK) berdasarkan berat badan dan masa kehamilan pada kurva LubchencoResume :

Bayi perempuan lahir di RSUD UNDATA PALU pervaginam dengan spontan LBK. Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 49 cm. Saat lahir langsung menangis. Air ketuban warna biasa. Apgar Score 7-8. Kelainan kongenital yaitu labiognatopalatoschizis (+),anus (+), pusat baik. Bayi minum/mengisap dengan baik dan tidak ada kesulitan.Riwayat maternal : G2P1A0. ANC jarang. Tidak ada kelainan kongenital pada keluarga, anak pertama normal. Sering mengkonsumsi obat untuk meredakan sakit kepala saat masa kehamilannya yaitu paramex. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Denyut jantung 140 x/menit, suhu 36.40C, respirasi 80 x/menit, skor downe 2 (tidak ada gawat napas), klasifikasi WHO tidak ada gangguan napas. Berdasarkan kurva Lubchenco bayi digolongkan sesuai masa kehamilan (SMK). DIAGNOSIS KERJA :By Aterm (SMK) + Labiognatopalatoschizis unilateral komplit TERAPI : Jaga bayi tetap hangat Isap lendir dari mulut dan hidung (bila perlu)

Keringkan

Pemantauan tanda bahaya

Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit setelah lahir

Lakukan inisiasi menyusu dini

Beri suntikan vitamin K1 1 mg / IM, di paha kiri anterolateral

Beri salep mata antibiotik pada kedua mata

Pemeriksaan fisis

Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mL / IM, di paha kanan anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.

Pemberian asupan cairan ( ASI)DISKUSI

Labiopalatochizis berasal dari tiga kata yaitu labio (bibir), palato (langit - langit) dan schizis (celah). Labioschizis adalah celah pada bibir sedangkan palatoschizis adalah celah pada palatum atau langit-langit terjadi karena kelainan kongenital yang pada masa embriologi semester pertama. Labiopalatoschizis atau sumbing langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang, dan langit-langit. Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital abnomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatoschizis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosessus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. Sedangkan pada kasus ini, pada pemeriksaan fisik, ditemukan celah pada bibir atas, gusi, rahang, dan langit-langit. Ini disebut sebagai labiognatopalatoschizis.2,5Insidensi palatoschizis lebih sering terjadi pada wanita. Laporan tentang palatoschizis menurut hasil yang terakhir menunjukkan bahwa predileksi pada wanita lebih besar dengan perbandingan 2:1 pada palatoschizis durum dan mole komplit. Risiko terjadinya labioschizis dengan atau tanpa palatoschizis, jika kedua orang tua normal, adalah 3 4%. Sedangkan untuk palatoskisis sekitar 2%. Pada kasus ini terjadi pada bayi laki-laki, dan orangtua bayi tidak terdapat kelainan seperti ini.2,5,6Penyebab kasus kelainan ini disebabkan dua faktor, yaitu: faktor herediter (genetik) dan faktor eksternal atau lingkungan.5,61. Faktor Herediter (genetik)

Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat keluarga yang mengalami mutasi genetik. Menurut salah satu literatur, Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% bersifat dominan. Dengan demikin misalnya dari seorang ibu menghasilkan 4 orang anak, 1 anak kemungkinan mengalami kasus kelainan bibir sumbing. Dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non sex (kromosom 1 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan ganggguan berat pada perkembangan otak, jantung dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000 10000 bayi yang lahir. 2. Faktor Eksternal / Lingkungan :7,8a. Usia Kehamilan Untuk faktor ini, bisa dilebih disudutkan lagi lebih ke aspek, faktor-faktor yang mempengaruhi seorang ibu pada masa kehamilan. Usia kehamilan yang rentan saat pertumbuhan embriologis adalah trimester pertama (lebih tepatnya 6 minggu pertama sampai 8 minggu). Karena pada saat ini proses pembentukan jaringan dan organ-organ dari calon bayi.

b. Obat-obatan. Faktor obat-obatan yang bisa bersifat teratogen semasa kehamilan misalnya Asetosal, Aspirin sebagai obat analgetik, Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin, Antineoplastik, Kortikosteroid dapat menyebabkan celah langit-langit. Oleh karena itu penggunaan obat-obatan tersebut harus dalam pengawasan yang ketat dari dokter kandungan yang berhak memberikan resep tertentu.

c. Nutrisi : kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat.d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella

e. Radiasi

f. Diabetes mellitusg. Trauma (trimester pertama).Pada kasus ini, penyebab bayi mengalami labiognatopalatoschizis kemungkinan disebabkan oleh penggunaan obat-obatan saat masa kehamilan. Berdasarkan hasil anamnesis ibu pasien, pasien tersebut mengkonsumsi obat pereda sakit kepala yang mengandung NSAID merupakan faktor resiko terjadinya labiognatopalatoschizis.Patogenesis dari CLP/Labiognatopalatoschizis :4,6

CLP adalah kelainan bentuk fisik pada wajah akibat pembentukan abnormal pada wajah fetus selama kehamilan. Pembentukan wajah tersebut berlangsung dalam 6 hingga 8 minggu pertama kehamilan. CLP dapat timbul tersendiri atau muncul sebagai salah satu bagian darisyndrome.Dari seluruh kasus CLP, 70% diantaranya adalah kasus CLP tersendiri (isolated cleft lip and palate), dan bukan salah satu bagian darisyndrometertentu.Beberapa syndrome yang terkait dengan CLP adalah 22q11.2 deletion syndrome, Patausyndrome (trisomi 13) danVan der Woudesyndrome.Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan faktor lingkungan. Isolated cleftdisebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embriogenesis wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti anticonvulsant phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin.Perkembangan wajah :

Pada minggu ke-4, dimana panjang embrio 3,5 mm, terbentuk 5 buah primordia sekeliling mulut primitif atau stomadeum. Pada akhir minggu ke-8 wajah telah terbentuk lengkap. Lima buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :

Gambar 2.1 Aspek frontal dari wajah8a) Prosessus frontalis, yang tumbuh dari arah kepala ke bawah. Prosessus ini merupakan batas atas stomadeum. Pada perkembangan selanjutnya dalam minggu ke-5 dan 6 pada prosessus ini terbentuk dua buah nasal placoda berbentuk tapal kuda terbuka ke arah stomadeum. Kedua placoda ini dinamakan prosessus nasomedialis dan lateralis yang kemudian akan membentuk bagian-bagian hidung, bibir atas, gusi dan bagian anterior palatum, sebelah depan foramen incisivus.

b)Sepasang prosessus maksilaris, yang merupakan batas superolateral stomadeum.

c)Sepasang prosessus mandibularis, yang merupakan batas bawah stomadeum. Keduanya berfusi di garis tengah pada minggu ke-4 dan selanjutnya berkembang menjadi pipi bagian bawah, bibir bawah, mandibula, gusi dan gigi geligi.

Gambar 2.2 Aspek perkembangan bibir atas8Teori perkembangan bibir atas adalah sebagai berikut :

Teori fusi prosessus : prosessus maksilaris berkembang ke arah depan dan garis tengah, dibawah prosessus nasolateralis menuju dan mendekati prosessus nasomedialis yang tumbuh lebih cepat ke bawah. Prosessus nasomedialis kiri dan kanan akan bertemu di garis tengah. Pada saat bertemuh, penonjolan yang mirip jari-jari tengah akan berfusi masing-masing lapisan epitelnya yang kemudian akan pecah sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi membentuk bibir atas yang normal. Fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke-6 sampai awal minggu ke-7. Berdasarkan teori klasik ini, Arey mengemukakan suatu hipotesa terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secara skematis oleh Pattern :

a) Pertama terjadi pendekatan masing-masing prosessus.

b) Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel.

c) Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :

a) Labioschizis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan maksilaris.

b) Palatoschizis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina.

Klasifikasi 3,4 Klasifikasi menurut struktur struktur yang terkena menjadi :a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, dan palatum durum di belahan foramen incivisium.

b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Klasifikasi menurut organ yang terlibat :

1. Celah bibir (labioschizis)

2. Celah di gusi (gnatoschizis)

3. Celah di langit-langit (Palatoschizis)

4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit langit (labiopalatoskizis).

Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

1. Unilateral incomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan tidak memanjang ke hidung

2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung

3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit.

Pada kasus ini, didapatkan pada pemeriksaan fisik yaitu celah pada salah satu sisi bibir, gusi, dan palatum sebelah kiri hingga ke hidung sebelah kiri. Dari hasil temua tersebut maka bayi dapat diklasifikasikan ke menurut struktur yang terkena yaitu palatum primer, menurut organ yang terlibat yaitu labiognatopalatischizis, dan menurut lengkap atau tidaknya celah yaitu unilateral complit.Manifestasi klinisnya, yaitu :5,7 Pada Labioschizis:

Distrosi pada hidung

Tampak sebagian atau keduanya

Adanya celah pada bibir

Pada Palatoschizis:

Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive. Adanya rongga pada hidung

Teraba ada celah atau terbukanya langit langit saat diperiksa dengan jari

Kesukaran dalam menghisap atau makan

Bayi yang menderita labioschizis mengalami kesulitan pada waktu menyusui. Keadaan ini bisa ditolong dengan susu dianjurkan dalam posisi tegak 15 dan ukuran dot yang besar.Penegakkan diagnosis labiognatopalatoschisis berasal dari :

Anamnesis :

Cacat bawaan/kongenital berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit.

Dapat disertai kelaina kongenital lain.

Kesulitan menyusui/feeding.

Bila minum/makan, keluar dari hidung.

Bicara sengau.

Pemeriksaan fisik

Terdapat celah di bibir, gnatum, dan palatum.

Celah dapat komplit atau inkomplit.

Celah dapat unilateral atau bilateral.

Dicari adanya kelainan kongenital lainnya.

Asimetri lubang hidung atau nostril.

Untuk operasi pertama (labioplasti) pada bayi berat badan harus 5 kg.

Pemeriksaan Diagnostik :91. Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.

2. Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.3. Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan struktur dari orkumaxilaris.4. Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, speech therapy.5. MRI untuk evaluasi abnormal6. Foto rontgen7. Pemeriksaan fisik8. USG sebagai persiapan mental bagi calon orang tua. Sehingga setelah bayi lahir, orang tua sudah siap dengan keadaan anak dan penanganan khusus yang diperlukan dalam perawatan bayi.Terapi atau tindakan : 9

Operasi untuk memperbaiki bentuk bibir cepat dilakukan pada kasus-kasus dengan usia yang manapun, tetapi pada bayi-bayi semuanya dilakukan pada usia yang dini, umumnya sekitar usia 3 bulan dengan memperhatikan Rumus Sepuluh / Rule of Ten, yaitu :

1. Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon (5 kg)

2. Umur sekurang-kurangnya 10 minggu

3. Kadar Hb >10 gr/dL

Operasi untuk labioplasti bertujuan untuk penampilan bantuk anatomik serta fungsi bibir yang mendekati normal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan beberapa patokan yaitu :

1. Memperhatikan cuping hidung (ala nasi) agar bentuk dan letaknya simetris.

2. Memberi bentuk dasar hidung yang baik.

3. Memperbaiki bentuk dan posisi columella.

4. Memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas.

5. Membentuk vermillon.

Selain itu tujuan umum operasi adalah untuk mencapai :

1. Penampilan yang normal.

2. Mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal.

3. Pertumbuhan gigi yang baik.

4. Perbicaraan yang normal.

5. Pendengaran yang normal.

Berbagai teknik operasi/teknik penutupan labio atau palatoschizis telah dikembangkan dalam beberapa puluh tahun terakhir ini. Kebanyakan ahli bedah plastik memilih teknik Millard atau modifikasinya. Beberapa teknik operasi :21. Operasi Millard

2. Operasi Onizuka (modifikasi millard)

3. Operasi Le Mesurier

4. Operasi Mirauld Brown

5. Operasi Tennison-Randal.

Pada kasus ini, pasien belum dilakukan operasi, tetapi orang tua pasien memang merencanakan anaknya untuk dioperasi/tindakan bedah. Namun disini ibu tetap memberikan/melanjutkan pemberian ASI sesuai kebutuhan, terlebih lagi disini bayi tidak mengalami kesulitan untuk mengisap atau meminum ASI.

Jika penderita labiopalatoschisis tidak segera ditangani (operasi), maka penderita beresiko mengalami komplikasi. Berikut komplikasi jika penderita tidak segera dioperasi : 8,9a. Masalah dental Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.b. Masalah asupan makanan Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Sehingga jika tidak segera ditangani akan terjadi masalah asupan makanan. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik bayi normal, dan akibatnya bayi menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu proses menyusui bayi. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan atau asupan makanan tertentu, bentuknya panjang dan pada ujung dot lubangnya lebih besar dari dot biasa.2

Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate) untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langit-langit anak. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 350-450.2,9c. Gangguan berbicara Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Sehingga menimbulkan suara hidung. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara atau kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

d. Infeksi telinga Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius. Tuba eustachius adalah saluran penghubung antara rongga mulut dan telinga.

e. Obstruksi jalan napasObstruksi jalan napas dapat hadir pada anak-anak dengan sumbing langit-langit, terutama mereka yang memiliki rahang hypoplasia (yaitu, sebuah Pierre Robin urutan). Obstruksi jalan napas bagian atas hasil dari posisi posterior lidah, yang rentan terhadap prolaps ke dalam faring dengan inspirasi. Obstruksi nasal dapat juga hasil dari lidah menonjol ke rongga hidung.

Pada kasus ini, belum ditemukannya adanya komplikasi seperti yang telah disebutkan di atas.DAFTAR PUSTAKA1. Adam, George L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. 2009. Jakarta: Jakarta: EGC. 2. Artono dan Prihartiningsih. 2010. Labioplasti Metode Barsky Dengan Pemotongan Tulang Vomer Pada Penderita Bibir Sumbing Dua Sisi Komplit Di Bawah Anestesi Umum. Maj Ked Gi : 15(2) : 149-152. 3. Carolyn, M.h. et. Al. (2010). Critical Care Nursing. Fifth edition. j.b. LIPPINCOTT Campany. Philadelpia. Hal 752-7794. Cleft Lip and Palate Association of Malaysia. 2006. Sumbing Bibir Dan Sumbing Lelangit.http://www.infosihat.gov.my/penyakit/kanak-kanak/sumbing. pdf.5. Hudak & Gallo. (2009). Keperawatan kritis. Pemdekatan holistik. Volume 1. Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta6. Ngastiyah. 2009. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC. 7. Rudolph, Abraham M, Julien I.E. Hoffman, dan Colin D. Rudolph. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. Jakarta: EGC. 8. Speer, Kathleen Morgan. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC9. Bisono. Operasi sumbing; petunjuk praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003. h. 5-4920