batu ginjal
-
Upload
jeffrisofian -
Category
Documents
-
view
224 -
download
17
description
Transcript of batu ginjal
BAB I
STATUS PENDERITA
1.1 IDENTIFITAS
Nama : Tn. P
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Negara Ratu Sungkai Utara, Lampung Timur
Pekerjaan : Buruh
MRS : 16 November 2012
Tanggal pemeriksaan : 17 November 2012
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri di pinggang kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke RSUD H. Abdoel Moeloek dengan keluhan nyeri
pinggang sejak tahun 1983. Nyeri dirasakan hilang timbul dan terasa seperti
tertusuk-tusuk dan tidak hilang dengan perubahan posisi. Nyeri dirasakan tidak
menjalar dan tidak sampai menggangu aktifitas.
12 tahun kemudian nyeri pinggang semakin memberat, bahkan saat tidur
menghadap kekanan pun pasien tidak bisa. Keluhan BAK berhenti tiba-tiba diakui
pasien dan BAK terasa nyeri, setelah dipaksakan BAK keluar benda seperti batu
sebesar biji padi berwarna kuning keputihan seperti batu karang. Sejak itu pasien
mulai BAK berwarnah merah seperti air cucian daging. Semenjak itu pasien
mulai mengkonsumsi obat warung “sepratetra” untuk menghentikan perdarahan
sewaktu BAK, awalnya pasien hanya mengkonsumsi 1 butir obat dalam sehari,
namun tidak berapa lama pasien mengkonsumsi obat tersebut 4 butir dalam sehari
untuk menghentikan perdarahan. Keluhan lain seperti panas badan, mual dan
muntah disangkal. Pasien mengaku kurang mengkonsumsi air putih dalam sehari,
biasanya kurang lebih hanya 3 gelas dalam sehari. Namun pasien suka sekali
mengkonsumsi teh manis pekat setiap hari kadang sampai 5 gelas sehari. Air yang
biasa dikonsumsi pasien berasal dari air sumur yang dimasak dengan kayu bakar.
1 minggu SMRS pasien berobat ke dokter umum dan di beri obat-obatan
namun keluhan tidak juga hilang, setelah itu dokter meminta pasien untuk
melakukan foto rontgen di bagian perut dan dari hasil rontgen dokter mengatakan
bahwa terdapat batu di ginjal kanan dan kiri spasien. Kemudian dokter merujuk
pasien ke RS Abdoel Moeloek untuk terapi selanjutnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
– Riwayat Trauma yang mencederai abdomen (-)
– Riwayat infeksi saluran kemih berulang (-)
– Riwayat operasi (-)
– Riwayat hipertensi (+)
– Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat penyakit batu ginjal dalam keluarga disangkal
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
RR : 20x/ menit
HR : 72x/menit
Suhu : 36,8 0C
Kepala : Konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-/-)
Leher : Tidak ada kelainan
Pupil : Isokor +/+, Reflek Cahaya +/+
KGB : Tidak ada kelainan
Thorax : Tidak ada kelainan
Abdomen : Lihat status urologikus
Genitalia Eksterna : Lihat status urologikus
Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan
Status Urologikus
Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra:
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Ballotement (+)
Nyeri ketok (+)
Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) sinistra:
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Ballotement (-)
Nyeri ketok (-)
Regio Suprapubik:
Inspeksi : Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Regio Genitalia Eksterna :
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Rectal Toucher : Tidak teraba pembesaran prostat
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
17 November 2012
Pemeriksaan Darah Rutin
• Hb : 12,7 g/dl
• Ht : 37%
• Leukosit : 6.200/mm3
• LED : 31 mm/jam
• Hitung Jenis : 0/1/1/85/10/3
• trombosit : 357000/ul
Kimia Klinik
• Ureum : 49 mg/dl
• Creatinin : 1,5 mg/dl
• Protein Total : 5,3 g/dl
• Albumin : 2,5
• Globulin : 2,8 g/dl
• Natrium : 140 mmol/l
• Kalium : 2,9 mmol/l
• Calcium : 9,4 mg/dl
• Clorida : 103 mmol/l
Pemeriksaan Radiologi
BNO ( 13-11-2012)
Tampak bayangan radioopaque pada ginjal kanan linea para vertebrae
dextra setinggi Lumbal III Ukuran 3.5 x 2 cm dan tampak bayangan
radioopaque pada ureter sinistra setinggi Lumbal IV Ukuran 1 x 0,5 cm
1.5 DIAGNOSIS KERJA
Ureterolithiasis dextra dan sinistra
1.6 PENATALAKSANAAN
IVFD RL gtt xx/m
Ceftriaxon 1gr /12 jam
Ketorolac 1 ampl / 12 jam
Captopril 2,5 gr 2x1
Rencana cek urinalisis
Rencana USG ginjal
Rencana Kultur Urine
Rencana PCNL (percutaneous Nephrolithotomi)
1.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Renal Capsule (Fibrous Capsule)
Tiap ginjal dibungkus oleh suatu membran transparan yang berserat yang
disebut renal capsule seperti Myelin di syaraf ( Renal Capsule - Kortex -
medula - Pelvis Renalis). Membran berperan melindungi ginjal dari trauma
dan infeksi.
Renal capsule tersusun dari serat yang kuat, terutama colagen dan elastin
(protein berserat), yang membantu menyokong massa ginjal dan
melindungi jaringan vital dari luka. Renal capsule menerima suplai
darahnya terutama dari arteri interlobar, suatu pembuluh darah yang
merupakan percabangan dari renal arteri utama. Pembuluh darah ini
menjalar melalui cortex ginjal dan berujung pada renal capsule. Membrane
ini biasanya 2-3 milimeter tebalnya.
Renal Capsule melindungi dinding luar dan masuk melalui bagian cekung
ginjal yang dikenal dengan sinus. Sinus berisi pembuluh utama yang
mengangkut urin dan pembuluh arteri dan venna yang menyuplai jaringan
dengan nutrisi dan oksigen. Renal capsule terhubung kepada struktur ini
dalam sinus dan melapisi dinding sinus. Pada orang yang normal, renal
capsule berwarna merah muda, tembus cahaya, halus, dan mengkilat.
Biasanya membran ini mudah dilepas dari jaringan ginjal. Ginjal yang
terkena penyakit sering membuat ikatan serat dari jaringan utamanya
kepada renal capsule, yang membuat capsule melekat lebih kuat. Sulitnya
membuka capsule ini merupakan pertanda bahwa ginjal telah terkena
penyakit.
Cortex
Cortex merupakan lapisan pembungkus ginjal , merupakan jaringan yang
kuat yang melindungi lapisan dalam ginjal. Cortex terletak diantara renal
capsule dan Medulla.
Bagian atas nephron, yaitu glomerulus dan kapsula Bowman yang
membentuk Badan malphigi berada di lapisan cortex ini.untuk tubulus
contortus proximal , distal maupun kolektivus tidak berada dilapisan ini
tetapi di lapisan Medula. Cortex membentuk zona luar yang halus
tersambung dengan projectil (kolom kortikal) yang menjulur diantara
piramid sehingga dilapisan ini terdapat renal corpusle dan renal tubules
kecuali untuk bagian dari Henle's loop yang turun kedalam renal medulla.
Cortex juga mengandung pembuluh darah dan kortikal pembuluh
penampung.
Medulla
Medulla berada dibawah Cortex. Bagian ini merupakan area yang berisi 8
sampai 18 bagian berbentuk kerucut yang disebut piramid, yang terbentuk
hampir semuanya dari ikatan saluran berukuran mikroskopis. Ujung dari
tiap piramid mengarah pada bagian pusat dari ginjal. Saluran ini
mengangkut urin dari cortical atau bagian luar ginjal, dimana urin
dihasilkan, ke calyces. Calyces merupakan suatu penampung berbentuk
cangkir dimana urin terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui
ureter. Ruang diantara piramid diisi oleh cotex dan membentuk struktur
yang disebut renal columns.
Ujung dari tiap pyramid, yang disebut papilla, menuju pada Calyces di
pusat tengah ginjal. Permukaan papilla memiliki penampilan seperti
saringan karena banyaknya lubang-lubang kecil tempat dimana tetesan
urin lewat. Setiap lubang merupakan ujung dari sebuah saluran yang
merupakan bagian dari nephron, yang dinamakan saluran Bellini; dimana
semua saluran pengumpul didalam piramid mengarah. Serat otot mengarah
dari calyx menuju papilla. Pada saat serat otot pada calyx berkontraksi,
urin mengalir melalui saluran Bellini kedalam calyx(calyces). Urin
kemudian mengalir ke kandung kemih melalui renal pelvis dan ureter.
PELVIS RENALIS
Pelvis renalis berada di tengah tiap ginjal sebagai saluran tempat urin
mengalir dari ginjal ke kandung kemih. Bentuk Pelvis renalis adalah
seperti corong yang melengkung di satu sisinya. Pelvis renalis hampir
seluruhnya dibungkus dalam lekukan dalam pada sisi cekung ginjal, yaitu
sinus. Ujung akhir dari pelvis memiliki bentuk seperti cangkir yang
disebut calyces. Pelvis renalis dilapisi oleh lapisan membran berselaput
lendir yang lembab yang hanya beberapa sel tebalnya. Membran ini terkait
kepada bungkus yang lebih tebal dari serat otot yang halus, yang
dibungkus lagi dengan lapisan jaringan yang terhubung. Membran
berselaput lendir pada pelvis ini agak berlipat sehingga terdapat ruang bagi
jaringan untuk mengembang ketika urin menggelembungkan pelvis. Serat
otot tertata dalam lapisan longitudinal dan melingkar. Kontraksi lapisan
otot terjadi dengan gelombang yang bersifat periodik yang disebut gerak
peristaltis pelvis. Gerakan ini mendorong urin dari pelvis menuju ureter
dan kandung kemih. Dengan adanya pelapis pada pelvis dan ureter yang
tidak dapat ditembus oleh substansi normal dalam urin, maka dinding
struktur ini tidak menyerap cairan.
Batas-batas Ginjal
Ginjal Kanan
Batas anterior: Galndula Suprarenalis, hepar, pars descendens
duodenum, dan flexura coli dextra
Batas posterior: Diagfragma, recessus costodiagphragmaticus, costae
XII, m. Psoas major, m. Quadratus lumborum, dan m. Transversus
abdominis, nervus subcostalis (T12), nerveus iliohypogastricus, dan
nervus ilioinguinalis (L1) berjalan ke bawah dan lateral.
Ginjal Kiri
Batas anterior: Galndula Suprarenalis, lien, gaster, pancreas, flexura
coli dextra, dan lengkung lengkung jejenum.
Batas posterior: Diagfragma, recessus costodiagphragmaticus, costae
X dan XIII, m. Psoas major, m. Quadratus lumborum, dan m.
Transversus abdominis, nervus subcostalis (T12), nerveus
iliohypogastricus, dan nervus ilioinguinalis (L1) berjalan ke bawah
dan lateral.
Pendarahan dan Persarafan Ginjal :
Arteriae
Arterua renalis berasal dari aorta setinggi vertebrae lumbalis II.
Masing masing arteria renalis biasanya bercabang menjadi lima
arteri segmentales yang masuk ke dalam hilum renale, empat di
depan dan satu di belakang pelvis renalis. Arteriae ini mendarahi
segmen-segmen atau area renalis yang berbeda. Arteria lobaris
berasal dari arteria segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu
pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis, setiap arteria
lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae interlobares. Arteria
interlobares berjalan menuju cortex di anatara pyramides renales.
Pada perbatasan menuju cortex dan medula renalis, arteriae
interlobares bercabang menjadi arteria arcuatae yang mekengkung di
atas basis pyramides renales. Arteria arcuatea mempercabangkan
sejumlah arteriae interlobares yang berjalan ke atas di dalam cortex.
Arteriolae aferen glomerulus merupakan cabang arteria interlobares.
Venae
Vena renalis keluar dari hilum renale di depan arteria renalis dan
mengalirkan darah ke vena cava inferior
Persarafan
Serabut plexus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui
plexus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervi thoracici 10, 11,
dan 12.
2.1.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal memiliki beberapa fungsi penting, diantaranya:
1. Urinasi dan Penyaringan darah
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa.
Darah mengalir masuk ke ginjal melalui Arteri Renalis. Arteri
bercabang-cabang dan menjadi pembuluh darah yang semakin kecil,
disebut arteriole, dan akhirnya berujung pada pembuluh kapiler di
glomerulus pada setiap nephron.
Darah yang mengalir ke ginjal, masuk kedalam glomerulus melalui
Affarent Arteriole. Di dalam glomerulus, darah mengalir melalui capiler
yang berkelok-kelok. Dinding pembuluh kapiler disini agak tipis, dan
tekanan darah dalam kapiler tinggi. Hal ini mengakibatkan air, bersama
dengan zat-zat yang terlarut di dalamnya–seperti garam, glukosa atau
gula, asam amino, dan limbah urea dan asam urat–terdorong keluar
melalui dinding kapiler yang tipis, yang kemudian dikumpulkan di
Kapsul Bowmen. Partikel yang lebih besar dalam darah, seperti sel
darah merah dan molekul protein, terlalu besar untuk melewati dinding
kapiler dan mereka tetap berada dalam aliran darah. Darah yang sudah
disaring meninggalkan glomerulus melalui Everent Arteriole yang lain,
yang bercabang-cabang membentuk suatu jaring pembuluh darah
diseputar tubulus renal. Darah kemudian keluar dari ginjal melalui vena
renalis. Sekitar 180 liter (±50 galon) darah disaring oleh ginjal setiap
harinya, dan sekitar 1,5 liter (1,3 qt) urin diproduksi.
Produksi urin diawali dengan zat-zat yang ditinggalkan darah pada saat
darah melewati ginjal–seperti air, garam, dan zat-zat lain yang
dikumpulkan dari glomerulus dalam kapsul Bowman. Cairan ini,
disebut saringan glomerular, bergerak dari kapsul Bowman melewati
tubul renalis. Bersamaan dengan mengalirnya cairan tadi sepanjang
tubul renalis, jaring pembuluh darah yang menyelubungi tubulus
menyerap kembali sebagian air, garam dan semua nutrisi, terutama
glukosa dan asam amino, yang terpisah pada saat darah melewati
glomerulus. Proses penting ini, disebut penyerapan tubular, membuat
tubuh kita secara selektif memilah zat-zat yang masih diperlukan dan
membuang limbah dan racun yang tidak bergunal lagi. Pada akhirnya,
sekitar 99% dari air, garam dan nutrisi lainnya diserap kembali oleh
tubuh.
Pada saat ginjal melakukan proses penyerapan kembali nutrisi yang
masih dibutuhkan dari saringan glomerular, ginjal melakukan suatu
pekerjaan yang berlawanan, yang disebut sekresi tubular. Dalam proses
ini, zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan dari kapiler yang
menyelubungi nephron dimasukan dalam saringan glomerular. Zat-zat
ini termasuk partikel bermuatan yang disebut ion, termasuk ion
ammonium, ion hydrogen, dan potassium.
Ketiga proses ini, saringan glomerular, penyerapan tubular dan sekresi
tubular; yang kemudian menghasilkan urine, yang mengalir menuju
tubulus pengumpul urin. Tubulus pengumpul ini mengalirkan urin ke
tubulus mikro pada piramida ginjal. Urin kemudian disimpan dalam
sebuah kamar dalam ginjal dan akhirnya dialirkan ke ureter, suatu
saluran panjang dan sempit yang berakhir di kandung kemih. Dari
sekitar 180 liter darah yang disaring ginjal setiap hari, menghasilkan
sekitar 1,5 liter urine.
2. Pengatur Kadar Air Dalam Darah.
Fungsi penting lain ginjal adalah untuk mengatur jumlah kandungan air
dalam darah. Proses ini dipengaruhi oleh antidiuretic hormone (ADH),
yang disebut juga vasopressin, yang diproduksi di hipotalamus (bagian
otak yang mengatur banyak fungsi internal) dan menyimpannya dalam
kelenjar pituari yang terletak didekatnya. Receptor di dalam otak
memonitor kandungan air dalam darah. Ketika kadar garam dan zat-zat
yang lain dalam darah menjadi terlalu tinggi, kelenjar pituari
melepaskan ADH kedalam aliran darah.
Darah yang mengandung ADH dari otak mengalir dan masuk kedalam
ginjal. ADH membuat tubulus renal dan pembuluh pengumpul menjadi
lebih mudah ditembus oleh larutan dan air. Hal ini menyebabkan lebih
banyak air diserap kembali dalam aliran darah. Dilain sisi, ketiadaan
ADH membuat pembuluh pengumpul tidak dapat ditembus oleh larutan
dan air, sehingga cairan dalam pembuluh, dimana sebagian larutan telah
dibuang, tetap banyak mengandung air; urin menjadi encer.
3. Pengatur Tekanan Darah
Pengaturan tekanan darah berhubungan erat dengan kemampuan ginjal
untuk mengeluarkan cukup sodium chloride (garam) untuk memelihara
jumlah sodium yang normal, volume cairan extraselular dna volume
darah. Penyakit ginjal merupakan penyebab utama hipertensi tipe
kedua. Bahkan gangguan kecil dalam fungsi ginjal memainka peran
besar pada sebagian besar (jika tidak semua) kasus tekanan darah tinggi
dan menaikkan cedera pada ginjal. Cedera ini akhirnya dapat
menyebabkan darah tinggi berat, stroke atau bahkan kematian.
Pada orang normal, ketika mengkonsumsi banyak sodium klorida,
tubuh menyesuaikan. Tubuh mengeluarkan lebih banyak sodium
klorida tanpa menaikkan tekanan pembuluh arteri. Namun demikian,
banyak pengaruh dari luar yang mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan sodium. Jika ginjal tidak cukup mampu untuk
mengeluarkan garam dengan asupan garam normal atau tinggi,
mengakibatkan tejadinya peningkatan kronis volume cairan extraselular
dan peningkatan volume darah. Hal ini memicu terjadinya tekanan
darah tinggi. Ketika terjadi peningkatan kadar hormon dan
neurotransmitter yang menyebabkan pembuluh darah menyempit,
bahkan kenaikan kecil volume darah menjadi berbahaya. (Hal ini
disebabkan karena kecilnya ruang pembuluh darah tempat darah
dipaksa untuk mengalir). Meski peningkatan tekanan arterial membuat
ginjal mengeluarkan lebih banyak sodium (yang memperbaiki
keseimbangan sodium), tekanan yang lebih tinggi dalam arteri mungkin
terjadi. Hal ini memperlihatkan hubungan antara penyakit ginjal dan
tekanan darah tinggi.
Hormone aldosterone yang dihasilkan oleh kelenjar adrenalin,
berinteraksi dengan ginjal untuk mengatur kandungan sodium dan
potasium dalam darah. Aldosteron dengan jumlah yang banyak
menyebabkan nefron menyerap kembali ion sodium lebih banyak, air,
dan lebih sedikit ion potasium. Sedikit aldosteron menyebabkan efek
sebaliknya. Respon ginjal terhadap aldosterone membantu menjaga
kadar garam dalam darah pada batas yang sempit yang terbaik bagi
aktivitas fisik dasar.
Aldosterone juga membantu mengatur tekana darah. Ketika tekanan
darah mulai turun, ginjal melepaskan enzim (protein khusus) yang
disebut renin, yang mengubah protein darah menjadi hormon
angiotensin. Hormon ini menyebabkan pembuluh darah mengerut
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Angiotensin kemudian
mempengaruhi kelenjar adrenalin untuk melepas aldosterone, yang
menyebabkan sodium dan air diserap kembali dan menaikkan volume
darah dan tekanan darah.
4. Menjaga Keseimbangan Kadar Asam dalam Tubuh
Ginjal juga menyesuaikan keseimbangan kadar asam dalam tubuh untuk
mencegah kelainan darah seperti acidosis atau alkalosis, keduanya
melumpuhkan fungsi sistem saraf pusat. Jika darah terlalu asam,
dimana terlalu banyak terdapat ion hidrogen, ginjal menyerap ion ini
kedalam urin melalui proses sekresi tubular.
5. Penghasil Hormon
Erythropoietin
Erythropoietin, mempengaruhi produksi sel darah merah dalam
sumsum tulang. Ketika ginjal mendeteksi bahwa jumlah sel darah
merah dalam tubuh berkurang, ginjal memproduksi eritropoitin.
Hormon ini berjalan dalam aliran darah ke sumsum tulang, merangsang
produksi dan pelepasan lebih banyak sel darah.
Erythropoietin adalah glikoprotein. Hormon ini bekerja pada sumsum
tulang untuk meningkatkan produksi sel darah merah. Stimuli seperti
pendarahan atau pergi ke tempat ketinggian (dimana oksigen tipis)
memicu pelepasan EPO. Orang yang mengalami gagal ginjal dapat
tetap hidup dengan dialisis. Tetapi dialisis hanya membersihkan darah
dari limbah. Tanpa sumber EPO, orang ini akan menderita anemia.
Sekarang, berkat teknologi rekombinan DNA, rekombinan EPO
manusia telah tersedia untuk mengobati pasien ini.
Karena EPO meningkatkan hematocrit, ini menyebabkan lebih banyak
oksigen mengalir ke otot kerangka. Sebagian pembalap sepeda dan
pelari jarak jauh menggunakan rekombinan EPO untuk meningkatkan
performa mereka. Walau rekombinan EPO memiliki sekuen yang persis
sama dengan asam amino sebagai hormon alami, zat gula yang
dilekatkan oleh sel yang digunakan oleh industri farmasi berbeda
dengan yang dilekatkan oleh sel pada ginjal manusia. Perbedaan ini
dapat dideteksi pada urin atlet.
Calcitriol
Calcitriol adalah 1,25[OH]2 Vitamin D3, bentuk aktif dari vitamin D.
Calcitriol diperoleh dari calciferol (vitamin D3) dari makanan yang
dikonsumsi, yang kemudian disintesa oleh kulit yang terkena sinar
ultraviolet dari cahaya matahari pagi hari.
Calciferol dalam darah dirubah menjadi vitamin aktif dalam dua
langkah:
1. Calciferol dirubah dalam liver menjadi 25[OH] vitamin D3
kemudian dibawa ke ginjal (terikat ke serum globulin) dimana
selanjutnya dirubah menjadi calcitriol.
2. Langkah terakhir ini dibantu oleh hormon parathyroid (PTH)
Calcitriol bekerja dalam sel usus untuk membantu penyerapan kalsium
dalam makanan. Calcitriol bekerja pula dalam tulang untuk
memobilisasi calcium dari tulang kedalam darah. Calcitriol masuk
kedalam sel, jika sel tersebut mengandung reseptor untuknya (sel usus
memiliki reseptor tersebut), hormon ini kemudian terikat pada reseptor
tersebut. Reseptor Calcitriol merupakan faktor transkripsi zinc-finger
(lipatan berbentuk jari dari asam amino dan ion zinc, yang ditemukan di
bagian molekul protein yang terikat pada DNA dan RNA) a finger-
shaped fold of amino acids plus a zinc ion that is found in regions of
protein molecules that bind to DNA and RNA. Kekurangan calcitriol
mengakibatkan terkumpulnya kalsium di tulang menjadi terhambat.
2.2 Batu Ginjal (Nephrolithiasis)
2.2.1 Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dari
elemen-elemen yang secara normal berada dalam air kemih. Batu ureter
seringkali berasal dari batu daerah ginjal yang bergulir ke bawah dan
tertahan di ureter, normalnya batu yang ukurannya yang tidak terlalu besar
akan didorong oleh peristaltik otot-otot pelvicalices dan turun ke ureter
akan melalui ureter menuju vesica urinaria menjadi batu ureter.Tenaga
peristaltik ureter akan mencoba mengeluarkan batu hingga turun ke buli-
buli. Batu yang ukurannya kurang dari 5 mm akan dapat keluar secara
spontan sedangkan yang lebih besar dapat mengakibatkan keradangan
serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter dan hidronefrosis.
Jika batu disertai dengan adanya infeksi sekunder maka akan
menimbulkan urosepsis, pyonefrosis, abses ginjal, abses paranefrik, abses
perinefrik, pielonefritis, serta timbul kerusakan ginjal bahkan gagal ginjal
permanen bila sudah lanjut.
2.2.2 Etiologi
Batu mulanya diginjal dalam bentuk plak yang sangat kecil pada solute
urin di lapian ginjal. Plak ini berkembang dari deposit konstituen urin
pada permukaan ginjal. Perkembangannya rata bervariasi. Pada penilaian
akhir-akhir ini, beberapa batu membutuhkann waktu sampai tahunan untuk
memperbesar diameter batu dari hanya beberapa milimeter. Batu ini bisa
dua kali lipat membesar ukurannya dalam beberapa bulan, terutama ketika
aliran volum urin sedikit, abnormalitas biokimia atau infeksi sistem
urinarius.
Volum urin yang sedikit adalah factor kontribusi yang paling penting
dalam pembentukan batu dan perkembangannya. Hal ini lebih rendah dari
batas jumlah urin yang harusnya diekskresikan setiap harinya, sehinggan
volum urin yang rendah karena pemekatan urin tidak bisa dielakkan lagi.
Beberapa substansi akan ada pada saat pemekatan pada batas maksimal
dari solubilitas, memicu untuk terjadinya pengendapan kristal-kristal, yang
kemudian akan beragregasi menjadi batu. Aliran urin yang rendah
disebabkan karena asupan cairan yang tidak memadai untuk
mempertahankan output urin normal dalam 24 jam (idealnya paling sedikit
1,5 liter pada saat cuaca normal). Asupan cairan kadang-kadang
menyebabkan volum urin yang rendah, terutama pada usia tua atau pada
pekerja atau pada pada orang yang membatasi frekuensi minumnya.
Banyak keadaan dimana terjadi kehilangan cairan ekstra urin yang eksesif.
Hal ini terjai pada keadaan diare kronik atau setelah mengalami beberapa
jenis pembedahan usus, tapi kehilangan cairan yang eksesif melalui
berkeringat sebagai penyebab yang jauh lebih penting . Asupan cairan
yang dibutuhkan untuk melampaui pengendapan paling sedikit 2 liter
untuk mempertahankan kecukupan volume urin.
Kegiatan pada lingkungan yang panas akan menyebabkan kehilangan
beberapa liter cairan tubuh melelui keringat dalam seharinya. Dari hasil
kuesioner pada 406 pekerja pria di beberapa pusat pekerjaan di Asia, pada
pekerja outdoor pada lingkungan tropika diasosiasikan dengan
peningkatan prevalensi pembentukan batu dibandingkan dengan pekerja
indoor. Penelitian lain pada masinis, dengan aktivitas fisik, menunjukkan
bahwa 236 pekerja pada lingkungan yang panas memiliki prevalensi batu
sekitar3,5 kali dari 165 pekerja dengan aktivitas yang sama pada
temperature normal.
Volum urin yang rendah atau dehidrasi oleh para klinisi menjadi salah satu
penyebab pembentukan batu pada 10% kasus, dan kontribusi signifikan
sekitar 50%. Survei epidemiologi mencatat bahwa personel militer tahun
1980 menunjukkan peningkatan dua kali lipat insiden pembentukan batu
pada personel angkatan udara.
Peningkatan kalsium urin, ini adalah biasanya abnormalitas spesifik yang
ditemukan pada bentuk batu. Jumlah kalsium tubuh tergantung pada
keseimbangan antara absorbsi dari diet kalsium di usus, pengunaan
kalsium tubuh, terutama ditulang, dan ekskresi kalsium dalam urin oleh
ginjal. Aktivitas ini diatur oleh hormone yang dihasilkan oleh glandula
paratiroid.
Diet banyak purin, oksalat juga mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.Peningkatan asam urat, terjadi pada gout dan orang-orang
dengan abnormalitas metabolisme asam urat yang tidak memiliki bentukan
lain dari gout. Pada penderita ini akan ditemukan batu murni sam urat, atau
batu dengan inti asam urat yang ditutupi oleh lapisan garam kalsium.
Penyebab lainnya yang jarnag adalah konsentrasi magnesium dan sitrat
yang rendah, gangguan metabolisme sistein atau xantine, infeksi traktus
urinarius, dan terapi obat-obat tertentu, seperti thiazid, Indinavir, pada
terapi HIV.4
2.2.3 Teori Pembentukan Batu
a. Teori pembentukan inti
Teori ini mengatakan bahwa pembentukan batu berasal dari kristal
atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini
ditentang oleh beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu tidak
selalu terbentuk pada pasien dengan hiperekresi atau mereka dengan
resiko dehidrasi. Tambahan, banyak penderita batu dimana koleksi
urin 24 jam secara komplit normal.
Teori inti matrik: Pembentukan batu saluran kemih membutuhkan
adanya substansi organic sebagai pembentuk inti. Substansi organic
terutama muko protein A mukopolisakarida yang akan mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin
seperti sistin, xantin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah
terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oleh pH dan
kekuatan ion.
c. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, xastin, asam
urat, sedang didalam urin yang basa akan mengendap garam-garam
fosfat.
d. Teori berkurangnya faktor penghambat
Mengatakan bahwa tidak adanya atau berkurangnya substansi
penghambat pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat,
polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan mempermudah
pembentukan batu urin. Teori ini tidaklah benar secara absolut karena
banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita
batu, dan sebalinya mereka yang memiliki faktor pengahambat
berlimpah membentuk batu.
e. Teori lain adalah berkurangnya volume urin
Kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan kosentrasi zat
terlarut (misal: kalsium, natrium, oksalat dan protein) yang mana ini
dapat menimbulkan pembentukan kristaldiurin). Sebagai contoh,
beberapa pasien dengan batu asam urat dan urikosuria, mungkin
disebabkan makan protein yang berlebihan, yang mana ini akan
mendasari terjadi gangguan metabolisme asam urat (misalnya, gout,
kelainan mieloproliferatif), atau juga karena penggunaan obat -obat
urikosurik. Pada pasien lain dengan batu asam urat dapat terjadi tanpa
disertai hiperurikosuria dan hiperurikemia, tetapi ekresi asam urat
menetap diurine namun kela rutan asam urat sangat terbatas. Keadaan
ini disebabkan karena penderita tersebut selalu mengeluarkan urine
asam dimana ini akan mempermudah presipitasi asam urat. Kenaikan
produksi asam urat (pada gout primer) akan mengakibatkan
hiperukosuria dan hiperurikemia dan ini akan mempermudah
terjadinya batu asam urat.. Selain faktor diatas, faktor lain yang
berpengaruh terhadap pembentukan batu asam urat adalah kencing
yang sedikit atau kurang minum.
2.2.4 KLASIFIKASI BATU
a. Batu kalsium
Batu kalsium paling banyak ditemukan, sekitar 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Dapat dievaluasi dengan metode pengumpulan
urine 24 jam dan dibagi menjadi hiperkalsiuria, hiperuricosuria,
hyperoxaluria dan hypocitraturia.
Hipercalsiuria: Ada tiga tipe penyerapan yang menyebabkan
hiperkalsiuria, tipe pertama bergantung pada makanan yang
dikonsumsi, terapi pada pasien ini bukanlah diet rendah kalsium
karena kalsium diperlukan untuk absorpsi oksalat dalam usus,oleh
karena itu terapi yang tepat untuk pasien tipe ini adalah pemberian
pengikat kalsium seperti selulose fosfat atau potassium citrate. Type II
absorpsi calsium bergantung pada diet dan pasien akan memiliki kadar
kalsium yang meningkat bila memakan makanan kaya kalsium. Pada
pasien tipe ini diperlukan pembatasan jumlah. Type III adalah tipe
sekunder akibat kurangnya fosfat renal. Pasien ini diperbaiki dengan
pemberian suplemen fosfat.
Hiperoksaluria: ekskresi oksalat lebih dari 45 gram per hari. BAnyak
dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis
menjalani pembedahan usus atau pasien yang mengkonsumsi
makanan kaya oksalat diantaranya the, kopi, softdrink, sayuran
berwarna hijau contohnya bayam, arbei.
Hiperurikosuria: asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam.Asam
urat yang berlebihan bertindak sebagai inti batu/nidus.
Hipositraturia: di dalam urin sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium
oksalat atau kalsium fosfat. Ikatan kalsium sitrat lebih mudah terlarut.
Dengan berkurangnya kadar sitrat maka kecenderungan pembentukan
batu kalsium semakin meningkat.
b. Batu Magnesium-ammonium-phosphate
Batu magnesium-ammonium-phosphate seringkali disebut batu
struvit.Batu ini sering ditemukan pada wanita dengan infeksi traktus
urinarius berulang antara lain oleh Proteus, Providencia,
Pseudomonas. Bakteri pemecah urea ini merubah pH dari harga
normal 5.8 menjadi 7.2. Batu struvite akan berpresipitasi pada urin
jika pH lebih dari 7.2.
c. Batu Asam Urat
Batu asam urat menampakan gambaran radioluscen. Tipe ini biasa
terjadi pada pria dengan angka kekambuhan yang tinggi. Batu asam
urat dapat diatasi secara medis dengan peningkatan pH urin menjadi
6.0-6.5 melalui pemberian potassium citrate atau potassium
bicarbonate.
d. Batu Cystine
Batu Cystine disebabkan oleh abnormalitas pompa asam amino yang
mempengaruhi cystine, ornithine, lysine and arginine (COLA).
Terdapat gambaran ground-glass appearance pada KUB. Intervansi
harus berdasarkan gejala klinik dan bukti adanya obstruksi yang
progresif. Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi air dalam jumlah
banyak untuk mengurangi supersaturasi cystine.
e. Batu Xantin
Disebabkan oleh adanya defisiensi xantin oksidase congenital. Enzim
ini normalnya mengkatalisis oksidasi hipoxantin menjadi xantindan
xantin menjadi asam urat.
f. Batu Indinavir
Inhibitor protease merupakan terapi yang popular dan efektif pada
pasien dengan AIDS. Indinavir merupakan inhibitor protease yang
paling umum yang menghasilkan batu radiolusen pada CT Scan non
kontras. Terdapatnya batu ini dapat berhubungan dengan komponen
kalsium. Pemberian medikasi secara berkala dengan hidrasi intravena
dapat mengeluarkan batu begitu saja. Batu indinavir berwarna merah
dan biasanya terpecah selama ekstraksi.
g. Batu silikat
Sangat jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan penggunaan
antasida yang mengandung silica pada pemakaian jangka waktu
lama.5
2.2.5 FAKTOR RISIKO
1. Mula penyakit saat berusia < 25 tahun
2. Stones containing brushite
3. Hanya satu ginjal yang berfungsi
4. Penyakit yang berhubungan dengan pembentukan batu:
Hiperparatiroid
Asidosis tubular ginjal
Bypass jejunoileal
Penyakit Crohn’s
Reseksi intestinum
Kondisi malabsorbsi
Sarcoidosis
Hipertiroid
5. Pengobatan yang dihubungkan dengan pembentukan batu
Suplemen kalsium
Suplemen vitamin D
Azetazolamid
Vitamin C dalam dosis
besar (> 4 gr/hari)
Sulfonamid
6. Abnormalitas anatomi yang dihubungkan dengan pembentukan batu
Tubular ektasia
Obstruksi pelvo-ureteral junction
Divertikulum kaliks, kista kaliks
Striktur ureter
Refluk vesico ureteral
Ginjal bentuk sepatu kuda
Ureterocel6
2.2.6 GAMBARAN KLINIS
Kebanyakan batu pada ginjal tidak menunjukkan gejala dan ditemukan
secara kebetulan. Batu yang masih kecil yang tidak pernah berkembang
lebih besar, atau tidak berpindah turun, tidak akan menimbulkan gejala.
Tetapi ada beberapa batu yang menetap di ginjal dan berkembang. Batu ini
bisa mencapai sampai beberapa sentimeter. Batu akan menyebabkan nyeri
tumpul pada pinggang, urin menjadi merah, dan meningkatkan risiko
infeksi urinarius. Batu ginjal yang kecil bisa meninggalkan ginjal
mengikuti aliran urin. Jika batu ini sangat kecil (paling kecil berdiameter 3
mm ), tidak disadarai akan turun ke ureter masuk kedalam kandung kemih,
dan lama-kelamaan akan turun ke uretra yang kemudian akan dikeluarkan
lewat urin. Batu dengan diameter 3 mm sampai 6 mm dan yang
meninggalkan ginjal mungkin akan secara kebetulan dikeluarkan dari
sistem urinarius, tapi sepertinya sementara waktu akan menyumbat suatu
titik tempat di ureter. Batu dengan diameter antara 6 mm sampai 1 cm
akan meninggalkan ginjal tapi akan bisa juga menyumbat pada ureter .
Sensasi nyeri yang ditimbulkan adalah karena regangan kapsul ginjal, yang
bisa disebabkan oleh pielonefritis akut yang menimbulkan edema,
obstruksi saluran kemih yang menyebabkan hidronefrosis atau tumor
ginjal.
2.2.7 DIAGNOSIS
Klinis
Pasien dengan kolik ginjal biasanya mengeluh nyeri pinggang, muntah dan
demam, serta mungkin mempunyai riwayat penyakit batu. Diagnosis klinis
haruslah ditunjang oleh pemeriksaan pencitraan yang sesuai. Hal ini akan
membantu memutuskan apakah cukup dengan terapi konservatif atau
dibutuhkan terapi lain.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan
batu radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi.
Pemeriksaan rutin meliputi foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung
kemih (KUB) ditambah USG atau excretory pyelography (Intravenous
Pyelography, IVP). Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada
pasien dengan alergi media kontras, kreatinin serum > 2 mg/dL,
pengobatan metformin, dan myelomatosis.
Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
Retrograde atau antegrade pyelography
Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
Scintigraphy
CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan terbaik
untuk diagnosis nyeri pinggang akut, sensitivitasnya mencapai 100% dan
spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di negara-negara
maju dan juga dapat memberikan informasi mengenai abnormalitas di luar
saluran kemih. IVP memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas 92%.
Pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama dan harus dilakukan
dengan hati-hati karena kemungkinan alergi terhadap kontras.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin / tes dipstik untuk
mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pada pemeriksaan
urinalisa bila pH >7.6 biasanya ditemukan kuman urea splitting yang
menyebabkan batu anorganik sedangkan pH asam menyebabkan batu
organic (batu asam urat).Dapat pula ditemukan sediment, hematuria
mikroskopik. Pemeriksaan untuk mencari sebab lain dapat diukur ekskresi
Ca, fosfor, asam urat dalam urin 24 jam. Untuk mengetahui fungsi ginjal,
diperiksa kreatinin serum. Pada keadaan demam, sebaiknya diperiksa C-
reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin. Pada keadaan
muntah, sebaiknya diperiksa natrium dan kalium darah. Untuk mencari
faktor risiko metabolik, sebaiknya diperiksa kadar kalsium dan asam urat
darah.1
2.2.8 PENATALAKSANAAN
Manajemen Observasi
Manajemen Operatif
Indikasi pengeluaran aktif batu tergantung pada ukuran, tempat
dan bentuk batu yang mempengaruhi keputusan. Juga kemungkinan
pengeluaran spontan harus dievaluasi. Pengeluaran spontan batu bisa
diharapkan 80% pada pasien dengan ukuran batu dengan diameter tidak
lebih dari 4 mm. Untuk batu dengan diameter lebih dari 7 mm untuk bisa
keluar secara spontan sangat kecil sekali kemungkinannnya. Pengeluaran
batu diindikasikan untuk batu dengan ukuran 6-7 mm.
Pengeluaran batu secara aktif sangat dianjurkan pada pasien dengan
kriteria:
1. Nyeri yang persisten meskipun dengan medikasi yang adekuat.
2. Obstruksi persisten dengan risiko rusaknya fungsi renal
3. Risiko pyonefrosis atau urosepsis
4. Obstruksi bilateral
Terapi aktif dalam mengeluarkan batu ginjal dibagi menjadi:
Open Surgery
Pada open surgery, akan dilakukan pembedahan untuk melihat ureter
dimana batu berada. Pembedahan lain dilakukan langsung pada ureter itu
sendiri dan batu secara langsung diambil. Open surgery adalah terapi
invasif yang paling banyak dilakukan. Ini kadang kala menimbulkan
komplikasi. Banyak pasien membutuhkan waktu sekitar 6 minggu untu
pemulihan setelah operasi.
Percutaneous Nephrolitotipsy (PCNL)
Prosedur ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu akses perkutan dan
pengangkatan batu. Untuk mencapai akses perkutan, urolog atau radiolog
memasang kabel penuntun fleksibel berukuran kecil di bawah kontrol
fluoroskopi melalui pinggang pasien ke dalam ginjal lalu turun ke ureter.
Jika akses sudah diperoleh, saluran dilebarkan sampai ukuran 30 F dan
dimasukkan selongsong, lalu nefroskop atau ureteroskop rigid / fleksibel
dimasukkan melalui selongsong.
Dengan tuntunan fluoroskopi dan endokamera, batu diangkat secara utuh
atau setelah dipecahkan menggunakan litotripsi intrakorporal.
PNL memiliki keuntungan sebagai berikut : (1) Jika batu dapat dilihat,
hampir dipastikan batu tersebut dapat dihancurkan. (2) Dengan alat
fleksibel, ureter dapat dilihat secara langsung sehingga fragmen kecil
dapat diidentifikasi dan diangkat. (3) Proses cepat, dengan hasil yang
dapat diketahui saat itu juga.
Perawatan di rumah sakit biasanya 3 sampai 5 hari, pasien dapat kembali
melakukan aktivitas ringan setelah 1 sampai 2 minggu. Angka transfusi
PNL sekitar 2-6%. Angka perawatan kembali, yaitu angka dimana
instrumen harus dimasukkan kembali untuk mengangkat batu yang tersisa
bervariasi dari 10% sampai 40-50%. Angka bebas batu adalah 75-90%.
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi perdarahan, infeksi, dan fistula
arteri-vena.
Ekstracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) telah menjadi metode
yang paling sering digunakan dalam tatalaksana aktif batu ureter. Alat
ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,
atau batu buli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan..
ESWL didasarkan pada prinsip bahwa gelombang kejut bertekanan tinggi
akan melepaskan energi ketika melewati area-area yang memiliki
kepadatan akustik berbeda. Gelombang kejut yang dibangkitkan di luar
tubuh dapat difokuskan ke sebuah batu menggunakan berbagai teknik
geometrik. Gelombang kejut melewati tubuh dan melepaskan energinya
saat melewati sebuah batu. Tujuan dari metode ini adalah untuk memecah
batu menjadi partikel-partikel yang cukup kecil sehingga dapat melewati
ureter tanpa menimbulkan nyeri yang berarti.
ESWL adalah prosedur yang paling sedikit bersifat invasif dari keempat
metode diatas. Dan pasien bisa menjalani aktovitas normal hanya dalam
beberapa hari dan waktu pemulihan yang paling cepat.
Batu berukuran diameter <10mm paling sering dijumpai dari semua batu
ginjal tunggal. Terapi ESWL untuk batu ini memberikan hasil memuaskan
dan tidak bergantung pada lokasi ataupun komposisi batu. Batu berukuran
10-20 mm pada umumnya masih diterapi dengan ESWL sebagai lini
pertama. Namun, hasil ESWL dipengaruhi oleh komposisi dan lokasi
sehingga faktor tersebut harus dipertimbangkan. Tatalaksana batu
berukuran 20-30 mm masih menjadi kontroversi dan pemilihan modalitas
terapi dipengaruhi oleh banyak faktor. 4,5,6
Berdasarkan pedoman tatalaksana batu staghorn dari AUA, batu ginjal
>2cm paling baik diterapi dengan teknik endoskopi.11 El-Anany
melakukan uji klinis terhadap 30 pasien dengan batu ginjal >2cm yang
diterapi dengan laser holmium melalui ureteroskop. Keberhasilan
didefinisikan sebagai fragmentasi total mencapai <2mm dan atau tidak
didapatkan batu pada USG ginjal dan foto polos pada follow-up 3 bulan.
Diperoleh angka keberhasilan sebesar 77%. Terdapat korelasi erat antara
ukuran batu, keberhasilan dan durasi operasi. Beban batu 2-3 cm pada 23
pasien memerlukan durasi terapi rata-rata selama 70 menit (55-85) dan
sukses pada 20; pada tujuh pasien dengan beban >3cm, terapi
membutuhkan 135 (75-160) menit dan sukses pada tiga pasien. Semakin
kecil beban batu, semakin besar kesuksesan dan semakin sedikit waktu
yang dibutuhkan. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa terapi batu
ginjal menggunakan ureteropieloskopik merupakan terapi invasif minimal
dibandingkan PNL dan operasi terbuka, aman serta efektif untuk batu
pelvis besar.12
Peschel, Janetschek dan Bartsch melakukan studi prospektif acak yang
bertujuan menentukan terapi lini pertama untuk batu ureter distal.
Sebanyak 80 pasien dengan batu ureter distal (40 batu 5 mm, 40 batu5
mm) diacak dan diterapi dengan ESWL atau ureteroskopi 9,5F atau 6,5F.
Hasilnya, ureteroskopi secara bermakna memberikan hasil lebih baik dalah
hal lamanya prosedur, durasi fluoroskopi dan waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai bebas batu. Semakin kecil batu, semakin besar perbedaan
antar kedua modalitas terapi tersebut. Studi ini merekomendasikan
ureteroskopi sebagai terapi lini pertama untuk batu ureter distal. Apabila
batu 5 mm tidak lewat secara spontan, kepada pasien diinformasikan
bahwa kemungkinan terjadi stenosis relatif dari ureter intramural yang
akan mengakibatkan menurunnya harapan keberhasilan ESWL sehingga
membutuhkan terapi ulang lebih sering.
Segera memberikan komentar bahwa studi ini merupakan studi yang
sangat baik dan merupakan studi yang harus dilakukan pada situasi dimana
terdapat terapi-terapi kompetitif untuk kasus spesifik. Aspek positif lain
dari desain studi ini adalah penundaan terapi selama 3 minggu setelah
diagnosis untuk mengoptimalisasi kesempatan batu lewat spontan. Studi
ini juga sangat memperhatikan kepuasan pasien, karena setelah tercapai
angka bebas batu atau setelah stent dilepas, pasien ditanyakan apakah
mereka bersedia untuk menjalani prosedur yang sama lagi apabila terjadi
rekurensi, dan bila tidak bersedia, apa alasannya. Uji kepuasan dilakukan
dengan tes berpasangan serasi Wilcoxon’s dan test t. Hasilnya, semua
pasien yang diterapi ureteroskopi merasa puas sedangkan hanya sebagian
pada kelompok ESWL. 29 (Level of evidence IIa)
Pearle melakukan studi prospektif acak untuk membandingkan efikasi
ESWL dan ureteroskopi untuk batu batu ureter distal. Sebanyak 64 pasien
dengan batu ureter distal radioopak, soliter, diameter terbesar ≤15 mm
diacak untuk terapi dengan ESWL (32) menggunakan Dornier HM3 dan
ureteroskopi (32). Hasilnya, nyeri pinggang dan disuri postoperatif lebih
berat pada grup ureteroskopi daripada grup litotripsi, walaupun
perbedaannya tidak bermakna secara statistik (p disuri=0,109; p nyeri
pinggang=0,420).
Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa baik ureteroskopi maupun ESWL
memberikan angka kesuksesan yang tinggi dan angka komplikasi rendah.
Namun, ESWL membutuhkan waktu prosedur yang lebih rendah secara
bermakna, juga menunjukkan kecenderungan nyeri pinggang dan disuri
yang lebih rendah, komplikasi yang lebih sedikit, serta penyembuhan yang
lebih cepat. Walaupun ureteroskopi dan ESWL sama-sama efektif untuk
batu ureter distal, lebih dianjurkan penggunaan ESWL karena lebih efisien
dan morbiditas yang lebih rendah.
Hasil studi tersebut juga didukung oleh Thomas, Macaluso, et al. melalui
uji klinis terhadap 130 pasien dengan batu ureter sepertiga bawah
simtomatik yang diterapi dengan ESWL (Medstone Lithotriptor). Pada
mesin generasi pertama (Dornier HM3) ditemui kesulitan dalam
pengaturan posisi pasien dan lokalisasi batu, sedangkan mesin generasi
kedua memiliki kelebihan dalam hal pengaturan posisi yang jauh lebih
baik dan mudah. Sebanyak 126 pasien menjalani monoterapi, dan 10 (8%)
dari antaranya drop-out dalam follow-up, sedangkan dari 116 pasien
sebanyak 101 pasien mengalami bebas batu dengan terapi tunggal dan 15
pasien gagal. Ukuran batu pada pasien yang gagal lebih besar daripada
ukuran batu rata-rata. Sebanyak 10 pasien (8,6% dari total) membutuhkan
ureteroskopi dan 5 (4,3%) dari total memiliki fragmen residu asimtomatik.
Kesimpulan dari uji klinis ini adalah bahwa ESWL in situ merupakan
terapi efektif untuk batu ureter sepertiga bawah, terutama batu berukuran <
9mm. Rata-rata ukuran batu dari pasien yang sukses dengan satu sesi
terapi ESWL adalah 8,22x5,17mm. Batu yang lebih besar membutuhkan
terapi multipel atau fragmentasi ureteroskopik dan ekstraksi.(1,6)
2.2.10 Komplikasi
Batu dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada urin, batu dapat juga
menimbulkan rasa nyeri kolik pada penderita tersebut. Dapat terjadi
penumpukan pus dan urin pada ginjal akibat adanya stasis pada ureter,
yang disebut pyohydronephrosis
2.2.11 Prognosis
Prognosis merupakan hal yang paling baik untuk menentukan resolusi dari
episode nyeri akut karena obstruksi ginjal atau ureter karena batu.
Prognosis dari obstruksi oleh batu yang tidak diterapi adalah serius.
Pengaruhnya pada ginjal akan menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya,
biasanya tergantung pada derajat obstruksi. Jika terjadi infeksi pada ginjal
yang obstruksi, bisa terjadi septikimia dan kematian dalam beberapa jam
tanpa diterapi. Obstruksi pada satu ginjal saja bias menjadi penyebab gagal
ginjal akut yang fatal.
Batu ginjal dikenal mempunyai kecenderungan untuk berulangm setelah,
walaupun sudah mendapatkan terapai yang memuaskan. Pengulangan yang
murni sebenarnya tidak mungkin dibedakan dari yang berasal dari
perkembangan sisa pecahan batu, tetapi menandai ukuran dibawah ambang
deteksi. Pasien yang mengaku” bebas batu” setelah terapi bisa saja masih
persisten, tidak terdeteksi, pecahan-pecahan kecil dari inti yang kemudian
akan menjadi batu, inilah yang lebih sering sering terjadi pada pemecahan
batu yang besar daripada pemecahan pada batu yang kecil.
Risiko pengulangan batu dilaporan sekitar 75% setelah 20 tahun. Setelah
ESWL disintegrasi batu ginjal dengan komposisi yang bervariasi, secara
radiologis berulang dalam 4 tahun sekitar 14% , dengan rata-rata berulang
stelah 20 bulan kemudian dari operasi.
Mengurangi risiko pengulangan dengan cara:
a. Menggunakan teknik invasive yang seminimal mungkin dalam terpai
batu ginjal atau batu ureter.
b. Memperbanyak intake cairan, hal ini dimaksudkan untuk
menghasilkan 2,5 liter urin per hari. Telah dihubungkan dengan
penurunan dalam 5 tahun pengulangan batu berkurang dari 27%
menjadi 12 %.(1,4)
BAB III
ANALISA KASUS
Seorang perempuan berumur 50 tahun berinisial Nyonya R datang ke RSMH
dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri. Dari riwayat perjalanan penyakit
didapatkan bahwa nyeri hilang timbul pada pinggang kiri, 3 hari SMRS nyeri
pinggang dirasakan bertambah berat.
Secara umum, nyeri pada area pinggang maupun perut sebelah kiri dapat
bersumber dari gangguan pada sistem digestif, sistem urinary, dan sistem
muskuloskletal. Hal ini karena nyeri pada pinggang kiri bukanlah gejala khas,
banyak sekali penyakit penyakit yang ditandai dengan dengan nyeri pinggang.
Lokasi spesifik nyeri, jenis, sifat, onset serta keluhan penyerta nyeri akan sangat
membantu mengkerucutkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis.
Sensasi nyeri pada flank area (antara upper abdomen dan pinggang) menandakan
bahwa sumber nyeri berasal dari area retroperitoneal, paling sering akibat
regangan kapsul ginjal. Hal ini diperkuat dengan disangkalnya keluhan keluhan
yang biasanya menyertai penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, dan
gangguan BAB. Tetapi hal ini tidak begitu saja menyingkirkan kemungkinan
penyakit saluran cerna dan masalah muskuloskletal. Sehingga mutlak perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan penderita tampak baik,
vital sign dalam batas normal, pupil isokor dengan refleks cahaya semuanya
positif. Leher, KGB, paru-paru, jantung, thorax dan ekstremitas tidak ditemukan
kelainan. Namun pada regio costovertebrae angle sinistra terdapat nyeri ketok,
pada costovertebrae angle dextra tidak ada kelainan. Temuan ini menambah data
yang mendukung bahwa kemungkinan bahwa permasalahan bersumber dari
ginjal. Pada pemeriksaan ballotemen pada CVA sinistra juga ginjal teraba hal ini
menandakan terjadi hidronefrosis pada ginjal kiri.
Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik belum dapat mengkonfirmasi penyebab
pasti sumber nyeri. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
darah, urinalisa dan pemeriksaan radiologis. Pada pemeriksaan darah rutin
didapatka tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit, tetapi tidak terjadi
peningkatan LED, dan hitung jenis tidak terjadi. Pada pemeriksaan kimia klinik
didapatkan ureum dan kreatinin yang tinggi, hal ini menandakan telah terjadi
gangguan berarti fungsi ginjal. Pada pemeriksaan urinalisa ditemukan adanya
leukosit 30-40/LPB dan eritrosit 30-50/LPB yang menujukan telah terjadinya
hematuria mikroskopis dan bermakna bahwa fungsi filtrasi ginjal mulai
terganggu. Kristal oksalat pada urin juga menunjukkan bahwa mungkin telah ada
deposit batu pada saluran cerna.
Pada pemeriksaan radiologis BNO tampak bayangan radioopaque pada linea para
vertebrae sinistra setinggi Lumbal III Ukuran 2,5 x 3 cm. Besar kemungkinan
bahwa bayangan radioopaque ini merupakan batu yang di ginjal kiri. Selai batu,
terlihat pula gambaran calyx ginjal yang tampak flattening menandakan bahwa
ginjal mengalami Hydronefrosis grade III.
Dari pemeriksaan Ultrasonografi (USG), pada LK (left kidney) tampak Tampak
batu pada ginjal kiri di pole atas-tengah-bawah berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm;
tampak pelebaran sistem pelvicokaliseal yang menandakan telah terjadi
hidronefrosis grade III.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja
kasus ini adalah nephrolithiasis sinistra dengan Hydronefrosis grade III.
PCNL direncanakan sebagai teknik operatif pilihan dalam kasus ini. Dengan
menggunakan teknik minimal invasif, dan melihat fungsi ginjal yang masih baik
dan tanpa komplikasi, prognosis kasus ini adalah baik.