Bangkit ISBD CERPEN

11
Dalam Keterbatasan “Bangkit” bagiku bukan hanya sebuah kata, tetapi “Bangkit” adalah nama yang telah diberikan oleh orang tuaku kepada ku. Sebagian orang yang mendengar namaku ini mungkin berpikir bahwa aku lahir pada hari Kebangkitan Nasional tetapi kenyataannya tidak demikian sebenarnya aku lahir sepuluh hari sebelum tanggal 20 Mei. Aku lahir pada tanggal 10 Mei 1993 di tanah kelahiranku Mulia. Mulia adalah salah satu nama kota di pedalaman Papua, yang sekarang pedalaman tersebut lebih dikenal dengan nama Puncak Jaya. Aku terlahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara pada sebuah keluarga yang sederhana, ayah dan ibuku bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di daerah tempat tinggalku yaitu Nabire. Saudaraku satu- satunya adalah adik perempuanku, karena hanya memiliki satu saudara kandung maka tidak heran jika aku sangat dekat dengan adikku kadang sampai sekarang saat duduk di bangku kuliah karena jauh dari rumah serasa ada yang kurang, sebab tidak ada orang yang bisa diajak bercanda dan berkelahi seperti adikku, tetapi itulah nasibku sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta yang berasal dari luar pulau jawa yang harus meninggalkan tempat tinggalku yang nyaman demi menuntut ilmu. Kerinduan pada keluarga dan semua yang di Nabire bukanlah suatu masalah bagiku , justru kerinduan tersebutlah yang

Transcript of Bangkit ISBD CERPEN

Page 1: Bangkit ISBD CERPEN

Dalam Keterbatasan

“Bangkit” bagiku bukan hanya sebuah kata, tetapi “Bangkit” adalah nama yang telah

diberikan oleh orang tuaku kepada ku. Sebagian orang yang mendengar namaku ini mungkin

berpikir bahwa aku lahir pada hari Kebangkitan Nasional tetapi kenyataannya tidak demikian

sebenarnya aku lahir sepuluh hari sebelum tanggal 20 Mei. Aku lahir pada tanggal 10 Mei

1993 di tanah kelahiranku Mulia. Mulia adalah salah satu nama kota di pedalaman Papua,

yang sekarang pedalaman tersebut lebih dikenal dengan nama Puncak Jaya. Aku terlahir

sebagai anak pertama dari dua bersaudara pada sebuah keluarga yang sederhana, ayah dan

ibuku bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di daerah tempat tinggalku yaitu Nabire.

Saudaraku satu-satunya adalah adik perempuanku, karena hanya memiliki satu saudara

kandung maka tidak heran jika aku sangat dekat dengan adikku kadang sampai sekarang saat

duduk di bangku kuliah karena jauh dari rumah serasa ada yang kurang, sebab tidak ada

orang yang bisa diajak bercanda dan berkelahi seperti adikku, tetapi itulah nasibku sebagai

mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta yang berasal dari luar pulau

jawa yang harus meninggalkan tempat tinggalku yang nyaman demi menuntut ilmu.

Kerinduan pada keluarga dan semua yang di Nabire bukanlah suatu masalah bagiku ,

justru kerinduan tersebutlah yang membuatku terus berpikir untuk tetap bertahan melanjutkan

kuliahku di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), mengapa demikian? karena aku bercita-

cita setelah aku selesai menuntut ilmu di UNY dan kembali ke tanah asalku aku ingin

membanggakan orang tuaku dengan menjadi orang yang sukses dan berguna bagi masyarakat

dengan menjadi seorang pendidik disana.

Sebelumnya saat aku masih kecil tidak terpikir sedikit dibenakku ingin menjadi

seorang guru, saat masih duduk dibangku TK dan SD aku selalu bercita-cita menjadi seorang

polisi, tentara ataupun dokter. Sampai pada suatu saat aku mengalami suatu kejadian yang

berikutnya menjadi alasan dan motivasiku ingin menjadi seorang pengajar.

Hal yang memotivasiku tersebut adalah pengalaman masa kecilku. salah satu yang

masih teringat dibenakku sampai sekarang adalah pengalaman semasa aku duduk di bangku

sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama. Pada masa itu bagiku semua serba sulit,

Page 2: Bangkit ISBD CERPEN

tidak seperti anak sekolah di daerah-daerah maju di indonesia pada umumnya, pada masa itu

aku dan teman-temanku di Nabire dalam menuntut ilmu penuh sekali dengan cobaan tidak

hanya karena keterbatasan fasilitas serta pendidik disana, pada masa itu alam pun kurang

mendukung untuk kami menuntut ilmu pada saat itu.

Tepatnya bulan April, tahun 2004 di kota tempat tinggalku terjadi bencana gempa

bumi yang mempora-porandakan segalanya. Ketika sebagian orang masih tertidur lelap dan

sebagian sedang menjalankan ibadah shalat subuh tiba-tiba terjadi gempa yang sangat keras,

saat itu aku dan keluarga yang sedang nyenyak tertidur pun spontan terbangun dan panik

tidak karuan di dalam rumah, apalagi aku yang tidur di kamar atas aku sangat ketakutan

sampai-sampai menangis tetapi tidak lama kemudian ayahku datang dan menggendongku

turun keluar dari rumah. Saat itu bagi aku benar-benar kejadian yang menakutkan seakan-

akan dunia mau kiamat, saat itu aku melihat bagaimana gempa tersebut mengguncang

bangunan disekitar lingkungan tempat tinggalku bahkan pepohonan pun meliuk-likuk

dibuatnya dan air di kolam-kolam ikan di halaman samping rumahku seakan diobok-obok

sampai airnya terkuras habis keluar. Selain itu aku juga melihat bagaimana orang-orang

disekitar rumahku berhamburan keluar dengan paniknya sembari mengucapkan kalimat

”laillahaillalloh-laillahaillalloh” bahkan ada juga orang yang tidak sempat keluar dan

tertimbun oleh rumah-rumah yang roboh akibat goncangan gempa berkekuatan 7,1 skala

ricter tersebut. Beberaapa jam kemudian saat matahari mulai tinggi terlihatlah dengan jelas

kerusakan akibat gempa tersebut, sebagian kerusakan yang diakibatkan gempa tersebut aku

melihatnya sendiri dan sebagian lagi aku dengar dari kabar orang-orang yang lewat, menurut

kabar dari orang-orang tersebut dari semua bangunan yang mereka katakan roboh ternyata

salah satunya adalah sekolah kami SD Negeri Impres 02 Bumiraya. Sejenak setelah

mendengar kabar tersebut aku yang saat itu masih duduk di bangku kelas lima SD merasa

bingung antara merasa senang atau merasa sedih atas berita yang aku dengar tersebut di satu

sisi aku sedih karena dengan robohnya sekolahku disisi lain aku juga merasa senang karena

dengan robohnya sekolahku kemungkinan aku akan libur panjang.

Beberapa hari setelah kondisi lumayan aman dan evakuasi telah selesai dilakukan

serta gempa susulan sudah jarang terjadi aku dan teman-temanku meminta ijin kepada orang

tua kami untuk berjalan-jalan melihat-lihat bangunan yang rusak akibat gempa , saat di

perjalanan dengan teman-teman aku melihat hampir separuh dari bangunan yang ada di

desaku rusak karena gempa tak terkecuali sekolah SD ku 'SDN 02 Bumiraya, sesuai dengan

berita yang aku dengar ternyata memang benar sekolahku yang dulunya berdiri tegak kini

Page 3: Bangkit ISBD CERPEN

telah rata dengan tanah, saat itu yang terlihat dari sekolahku hanyalah puing-puing kayu dan

batu serta atap-atap seng yang bertumpukkan seperti bangunan yang habis digusur. Aku

sebenarnya tidak begitu terkejut dengan apa yang aku lihat selain karena telah mendengar

kabar robohnya sekolah kami dari orang-orang, aku pun menyadari bahwa meski berdiri

tegak sekolah kami sebenarnya merupakan bangunan yang sudah tua dan konon sekolah kami

tersebut sudah berdiri sejak zaman awal kepemimpinan Presiden Soeharto.

Selanjutnya karena kondisi sekolah kami yang sudah rata tersebut dan belum ada

bangunan pengganti yang dapat dijadikan tempat belajar mengajar akibatnya kami pun

diliburkan sebulan penuh. Awalnya aku sangat senang dan girang tidak karuan mendengar

kabar tersebut. Hari demi hari aku lalui dengan bermain dengan teman-temanku di masa

liburan tersebut, namun setelah beberapa minggu setelah masa libur aku dan teman-temanku

ternyata mulai merasa bosan dan mulai rindu dengan suasana dan kegiatan belajar mengajar

di sekolah, suasana dimana kami bisa berseragam sama, senam pagi bersama, belajar

sekaligus bermain bersama. Kami pun menanti kapan sekolah kami dapat di bangun kembali

dan kapan kami bisa sekolah lagi. Akhirnya setelah hampir satu setengah bulan kami libur

akhirnya kami bisa sekolah kembali meskipun tidak dalam bangunan sekolah yang

sebenarnya, melainkan pada tenda-tenda yang dibangun di atas bekas lantai bangunan yang

telah roboh sebagai kelas darurat dari hasil swadaya masyarakat.

Hari demi hari aku dan teman-temanku lalui dengan belajar dalam keadaan yang

seadanya dengan buku-buku dan meja kursi seadanya yang dipungut dari sisa-sisa puing

sekolah kami. Yang mungkin jika dilihat pada kondisi normal meja dan kursi-kursi daur

ulang tersebut jauh dari kata layak untuk digunakan. Selain itu kadang saat turun hujan

ditengah kegiatan belajar mengajar kami harus disibukkan dengan tetesan-tetesan air yang

merembes melalui terpal-terpal tenda. Bahkan kadang saat terjadi hujan dengan angin

kencang tidak jarang ada sebagian tenda kelas darurat yang lepas tali penyangganya atau

bahkan salah satu tiangnya roboh, sehingga menyebabkan air hujan masuk dan membuat

kami berhamburan dan pada akhirnya membuat kami berhenti belajar karena basah kuyup

akibat main hujan-hujanan. Tetapi yang paling memperihatinkan saat itu bagiku bukanlah

aku dan teman-teman sebayaku, melainkan kakak kelas diatasku lah yang menurutku paling

memperihatinkan, karena mereka saat itu kurang dari dua bulan lagi akan menjalani ujian

kelulusan, jadi bisa dibayangkan dengan segala keadaan tersebut tentunya mereka akan

kesulitan untuk menyiapkan segalanya untuk persiapan menghadapi ujian tersebut. Tetapi di

dalam keadaan yang penuh keterbatasan tersebut ada sebagian orang yang mau membantu

Page 4: Bangkit ISBD CERPEN

kami dan kakak kelas kami untuk mempersiapkan kami menghadapi ujian semester dan ujian

susulan. mereka tidak lain adalah guru-guru kami sendiri yang begitu berjasa di mataku.

Mereka adalah Pak Jadiono, Pak Hadi, Pak Tabang, Pak Mujiono, Bu Maria bogar, dan

kepala sekolah sementara kami Bapak Saragi yang meski masa jabatannya yang singkat

namun dimataku beliau sangat berjasa dan tidak akan ku lupakan budi baiknya. Setiap dari

guru-guru yang ku sebut di atas jujur saja sebelumnya ada yang tidak aku kusukai misalnya

saja Pak Hadi, Pak Hadi dulu dimataku adalah seorang guru yang mata duitan karena Pak

Hadi saat pernah menjabat sebagai kepala sekolah sering melarang kami jajan di luar dan

selalu menyuruh kami untuk jajan di katin sekolah dimana dia menjajahkan makanan

dagangannya yang mana kebanyakan makanannya tidak enak selain itu pak Hadi juga sering

menghukum aku dan teman-temanku hanya karena masalah sepele seperti saat aku tidak

sengaja dengan teman-temanku memecahkan kaca di sekolah, padahal saat itu kami sudah

berjanji untuk mengganti kaca yang picah namun kami masih dihukum dengan pukulan kayu

rotan. Kadang karena sangat bencinya aku pada pak hadi saat itu aku sering membicarakan

hal-hal buruk tentang beliau pada orang lain. Namun setelah melihat pengorbanan Pak Hadi

saat masa-masa sulit kami tersebut aku mulai sadar akan buruknya penilaianku tersebut. Pada

masa sulit kami pasca gempa Pak Hadi banyak membantu kami contohnya sperti saat beliau

yang dengan suka rela meminjamkan ruangan di rumahnya yang memang dekat dengan

sekolah kami untuk tempat kami les pelajaran tambahan terutama saat cuaca kurang

mendukung untuk belajar di bawah tenda-tenda kelas darurat. Dari sini mataku pun terbuka

ternyata dibalik sifatnya yang keras ternyata pak Hadi adalah orang yang baik. Contoh

pengorbanan guruku yang lain adalah pengorbanan dari Pak Tabang, Pak Tabang yang

seharusnya sudah pensiun sekitar setahun lalu sebelum terjadinya gempa rela mengajar di

sekolaku lagi saat diminta bantuan oleh kepala sekolah karena memang keadaan sekolahku

yang kekurangan guru saat itu, beliau tetap mau menyempatkan mengajar meski usianya

sudah renta. Saat itu mungkin aku belum sadar mengapa kami begitu di kekang dan dituntut

untuk terus belajar oleh guru-guru ku. Yang awalnya kami masuk sekolah selama lima jam.

Berubah menjadi 7 jam yang mana 5 jam adalah waktu normal sekolah dan 2 jam adalah

kelas tambahan di sore hari. Mungkin jam tambahan ini dilakukan karena saat itu kami sudah

tertinggal pelajaran akibat hampir dua bulan libur karena bencana gempa. Perubahan ini

dilaksanakan setiap hari kecuali hari minggu dan jumat selama kurang lebih dua bulan

sebelum kami ujian.

Page 5: Bangkit ISBD CERPEN

Setelah ujian semester dilaksanakan kami pun kembali libur. Setelah hari libur selesai

dan aku pun mulai masuk sekolah, aku dikagetkan dengan jumlah teman-temanku yang

berkurang menjadi sedikit, dari awalnya berjumlah hampir 20 orang sekarang hanya tinggal

tersisa sekitar 12 orang. Ternyata ketujuh orang temanku tersebut pindah ke sekolah lain

bahkan ada pula yang pindah ke kota asal daerahnya. Dari ketujuh temanku yang pindah

tersebut dua diantaranya adalah teman karibku yang kadang juga menjadi musuhku saat di

bangku SD, dialah Yanus dan Eni. Yanus adalah orang asli Papua pertama yang membuatku

tidak takut pada orang asli papua dan Eni mungkin adalah perempuan pertama yang

membuatku tertarik pada lawan jenis. Kehilangan teman-teman saat itu begitu berat bagiku,

tetapi apalah daya, orang tua mereka mungkin memutuskan pindah dengan tujuan agar anak-

anak mereka mendapat pendidikan yang lebih baik, karena saat itu memang pendidikan

didaerahku sedang mengalami masa yang lumayan berat.

Setelah hampir setahun semenjak kejadian gempa dengan dicicil sedikit demi sedikit

akhirnya sekolahku dapat dibangun kembali meski tidak sebesar sekolahku sebelumnya tetapi

aku sangat mensyukurinya, tidak lama kemudian bantuan lain dari pemerintah juga mulai

berdatangan seperti seragam baru, tas baru dan juga buku-buku baru untuk mengisi

perpustakaan. Saat itu fasilitas yang kami dapatkan sudah lumayan mencukupi alhasil

kamipun dapat belajar dengan baik dan akhirnya dapat lulus dengan nilai yang lumayan baik

pula.

Setelah lulus dari SD aku melanjutkan sekolah di SMP N 3 Nabire yang kini telah

berganti nama menjadi SMP N 2 Wanggar yang jaraknya cukup dekat dari rumahku, aku

masuk ke sekolah ini karena memang tidak ada banyak pilihan sekolah menengah tingkat

pertama yang dapat dipilih di daerahku. untuk satu distrik atau kecamatan kebanyakan hanya

memiliki satu sekolah menengah pertama terkecuali di daerah kota. Tidak jauh berbeda

dengan sekolah SD ku sekolah SMP ku ini ternyata sebagian gedungnya juga memakai

bangunan darurat sebagai kelasnya, hal ini dilakukan karena pada saat itu bangunan lama

yang berdiri meski sebagian masih utuh tetapi ada diantaranya sudah tidak layak ditempati

akibat gempa yang pernah terjadi. Tembok-tembok gedung lama tersebut penuh dengan

retakan-retakan yang mengangah. Akibatnya kami yang masih murid baru tersebut harus

menempati kelas darurat yang mungkin jika dilihat dari luar seperti kandang sapi. Kelas kami

ini tidak memakai lantai melainkan hanya tanah yang kadang saat hujan menjadi becek dan

saat kering berdebu serta saat ditinggal libur tumbuh rumput liar dimana-mana.

Page 6: Bangkit ISBD CERPEN

Saat itu ada seorang guru yang perihatin pada keadaan kami, dia adalah kepala

sekolah kami Bu Neli Toisuta. Bu Neli mengusulkan pada kami apakah mau jika kami

melakukan kerja bakti gotong royong untuk memperbaiki keadaan kelas kami. Kemudian bu

neli melakukan rapat dan akhirnya kamipun melaksanakan program yang diusulkan tersebut.

Setiap hari kamis pagi dan jumat kami berseragam baju penjas baju ini tidak ditujukan untuk

melakukan kegiatan olahraga seperti yang dilakukan oleh anak SMP lain pada umumnya

seperti senam, yospan dan lain-lain. Kami pada hari kamis dan jumat pagi melakukan olah

raga dengan cara kami sendiri. Di hari kamis pagi kami kerja bakti mengangkat pasir untuk

menimbun ruangan kami yang becek dengan alat seadanya seperti ember dan karung, dan di

hari Jumatnya kami kerja bakti merobohkan bangunan lama yang sudah mau runtuh

selanjutnya kami mengangkat papan-papan dan balok-balok kayu serta pasir dan batu yang

nantinya akan digunakan para pekerja untuk membangun kelas kami yang baru. Hal ini kami

lakukan tanpa tekanan karena mungkin sebagian dari kami menyadai bahwa jika hanya

berdiam diri tentu tidak akan menghasilkan perubahan. Dari kerja keras yang rutin kami

lakukan ini akhirnya membuahkan hasil. Saat semester kedua kelas tujuh kami telah dapat

menempati kelas baru kami yang baru dibangun, selain itu kami juga telah membuat lapangan

basket sederhana dari kerja bakti rutin yang kami lakukan ini. Bagi kami ini adalah kepuasan

tersendiri, kepuasan dimana kami bisa menghasilkan sesuatu yang kiranya tidak hanya

bernmanfaat bagi kami sendiri melainkan juga bagi adik-adik kelas kami nantinya. Masa

berharga penuh perjuangan ini aku alami hanya sampai pada masa SMP karena pada masa

SMA kehidupanku sebagai belajar berjalan seperti kehidupan pelajar pada umumnya.

Inilah mungkin sedikit pengalamanku tentang bagaimana perjuanganku dan teman-

temanku serta guru-guruku dalam menghadapi keterbatasan yang diakibatkan karena gempa

yang pernah terjadi di kota tempat tinggalku, pengalaman yang kemudian mulai

menyadarkanku akan pentingnya keberadaan seorang pendidik untuk menuntun anak

didiknya termasuk saat menghadapi masa-masa sulit seperti yang pernah aku dan teman-

temanku alami, aku mungkin tidak bisa membayangkan apa yang terjadi apabila saat itu tidak

ada sosok seperti mereka. Pengalaman inilah yang kemudian menginspirasiku untuk menjadi

seorang pendidik, pengalaman yang membuat aku ingin dapat menyertai, membimbing, dan

mengajar anak-anak di daerah terpencil seperti dimana aku tinggal. Dimana mungkin saja di

tempat itu juga terdapat anak-anak yang kurang beruntung tetapi mereka tetap memiliki

semangat belajar dan semangat berjuang yang tinggi di dalam keterbatasan pendidikan yang

Page 7: Bangkit ISBD CERPEN

mereka alami, aku tidak ingin semangat dan daya juang mereka padam karena keterbatasan

yang mereka alami.

Oleh karena itu melalui cerita ini aku ingin berpesan kepada pembaca dan pada diri ku

sendiri khususnya bahwa kita sebagai calon pendidik hendaknya mulai berpikir untuk tidak

hanya membimbing dan mendidik mereka yang memiliki kelebihan tetapi hendaknya kita

juga membimbing dan mendidik mereka yang memiliki keterbatasan. “Karena sesungguhnya

generasi yang kuat adalah mereka yang tidak akan meninggalkan generasi yang lemah.”

Nama : Bangkit Sudrajad

NIM : 11302241046

Prodi : Pendidikan fisika subsidi 2011

TTL : Mulia, 10 Mei 1993