Balance edisi 5.pdf

44
MENYONGSONG MENYONGSONG EMAS EMAS PROPER PROPER EDISI TAHUN I VOLUME 05 “PROPER Tak Sekedar Pencitraan” Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat, Ketua Dewan Pertimbangan PROPER

Transcript of Balance edisi 5.pdf

Page 1: Balance edisi 5.pdf

MENYONGSONGMENYONGSONG

EMASEMASPROPERPROPER

EDISI TAHUN I VOLUME 05

“PROPERTak SekedarPencitraan”Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat,

Ketua Dewan Pertimbangan PROPER

Page 2: Balance edisi 5.pdf

Komitmen Kami Tumbuh Bersama Lingkungan

Satu SumurSeribu Pohon

Page 3: Balance edisi 5.pdf

3VOLUME 005 TAHUN I

TAK ada penghargaan yang diburu-buru ba-nyak perusahaan melebihi penghargaan PROPER. Kalau dulu, perusahaan memilih sembunyi jika musim penilaian tiba, seka-rang mereka berduyun-duyun menyerahkan dokumen untuk dinilai. Musim penilaian itu

biasanya berlangsung Oktober-Desember.Penghargaan yang dulu di awal-awal lebih ditujukan

untuk Program Kali Bersih itu, populer disebut Pro Kasih kini dianggap bisa mengatrol citra perusahaan. Mereka bersedia melakukan apapun untuk mendapatkannya. Perkembangan itu bisa positif, bisa juga berdampak negatif. Positifnya, perusahaan siap menaikkan budget untuk mem-biayai program-program pro lingkungan. Sebaliknya, karena sudah diposisikan sebagai citra perusahaan yang nilainya tak terbatas, perusahaan bisa melakukan apapun, termasuk main mata dengan oknum instansi Kementrian Lingkungan Hidup yang mengurus PROPER.

Kita bersyukur, setidaknya jaminan itu diberi-kan Ketua Dewan Pertimbangan Proper, Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat, bahwa penilaian PROPER masih fair. Dewan Pertimbangan PROPER yang punya otoritas untuk menjatuhkan predikat perusahaan apa-kah dapat hijau atau emas dijamin integritasnya.

Dengan penilaian ketat itu, tentunya seluruh keluarga besar Pertamina EP patut bergembira untuk penilaian PROPER 2013, semua fi eld di lingkungan Pertamina EP masuk sebagai kandidat peraih Proper Hijau. Bukan tak mungkin setelah diverifi kasi, ada beberapa yang naik kelas mendapat emas.

Salah satu penekanan utama emas adalah pemberda-yaan masyarakat. Jika ingin mendapatkan emas, perusa-haan harus bisa menciptakan masyarakat mandiri yang bisa terus “hidup” meski cadangan migas di tempatnya sudah habis. Ini sebetulnya sejalan dengan value Pertamina EP untuk tumbuh bersama lingkungan, baik alam maupun masyarakat,

Bertepatan dengan dimulainya penilaian Proper 2013, BALANCE mengangkatnya menjadi Laporan Utama. Untuk mendapatkan kejelasan tentang prosedur penilaian PROPER, Kita mewawancarai Ketua Dewan Pertimbangan PROPER, Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat. Juga diulas ke-siapan Field Rantau dalam menghadapi penilaian PROPER 2013. Rantau dipilih karena pada penilaian tahun sebelum-nya meraih nilai tertinggi dari semua lapangan Pertamina EP. Selamat Membaca!

PROPER

cover : Pertamina EP Field Rantau menjelang penilaian PROPER 2013.

difoto oleh Tatan Agus RST.

P O J O K R E D A K S I

Page 4: Balance edisi 5.pdf

4 TAHUN I VOLUME 005

Pemimpin Redaksi Aji Prayudi (VP Legal Relations)Wakil Pemimpin Redaksi Agus Amperianto (Manajer Humas)Redaktur Pelaksana Arya Dwi Paramita, Pandji Galih AnoragaRedaksi Hidayat Tantan, Tatan Agus RST, Sigit Widihardono, Humas Asset 1, Humas Asset 2, Humas Asset 3, Humas Asset 4, Humas Asset 5, Humas Pangkalan Susu, Humas Rantau, Humas Lirik, Humas Jambi, Humas Adera, Humas Ramba, Humas Pendopo, Humas Prabumulih, Humas Limau, Humas Tambun, Humas Jatibarang, Humas Subang, Humas Cepu, Humas Tarakan, Humas Sangatta, Humas Sangasanga, Humas Tanjung, Humas Bunyu, Humas Sorong

Alamat Redaksi:Menara Standard Chartered, Lantai 21-29Jl. Prof. Dr. Satrio No. 164 Jakarta Selatanemail: [email protected]

S U A R A P E M B A C A

Potensi Off shore Indonesia Tinur

Kawasan Timur Indonesia su-dah ditetapkan sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Indonesia. Potensi SDA kawasan ini memang luar biasa. Sulawesi kaya dengan nikel dan siapa yang tidak kenal Freeport yang menjadi salah satu rak sasa perusahaan per tambangan dunia setelah menemukan cadangan luar biasa di Papua.

Khusus Migas, setelah era on-shore yang banyak ditemukan di ka-wasan Barat Indonesia.

Kawasan Timur mulai dilirik ka-rena diangap banyak menyimpan ca-dangan untuk offshore. Di luar itu, kawasan Timur Indonesia juga me-nyimpan potensi wisata dan budaya yang luar biasa.

Saya mengusulkan BALANCE meng angkat laporan yang kompre-hensif tentang cadangan-cadangan migas di kawasan Timur Indonesia. Ini tentunya akan menjadi informasi menarik bagi pembaca. Tak sekedar potensi sumber daya alam, BALANCE juga bisa mengangkat potensi wisata, seperti Raja Empat, yang sekarang

jadi buruan para penikmat peman-dangan bawah laut. Yakinlah potensi wisata dalam negri tak kalah jika di-bandingkan tempat di luar negri yang banyak diulas BALANCE.

Indra KurniawanMakassar

Terima kasih masukannya - REDAKSI

Tersentuh Rubrik Inspirasi

Saya sangat tersentuh membaca sosok Ali Mansyur pada rubrik Inspirasi BALANCE edisi empat. Tanpa gembar-gembor, Dia dengan telaten menyelamatkan pesisir pan-tai dengan menggalakkan penanam-an mangrove. Dari yang awalnya hanya kepentingan pribadi untuk menyelamatkan tempat tinggalnya, Ali Mansyur mengembangkannya untuk kepentingan Indonesia. Tak sekedar di Tuban, ia mendirikan Mangrove Centre hampir di setiap wilayah pesisir di Indonesia

Saya berharap BALANCE me-nampilkan lebih banyak tokoh yang rekam jejaknya bisa menjadi inspira-si. Tak hanya terbatas pada kelompok atau individu yang jadi binaan Pertamina EP. Yang penting punya

semangat untuk berbagi dengan yang lain. Saya kira banyak tokoh yang memenuhi kriteria tersebut.

Syaiful AmriCepu

Edisi Cetak BALANCE

Saya membaca BALANCE sejak edisi perdana dengan download dari website Pertamina EP. Isinya lumayan variatif, tak sekedar mengangkat du-nia migas. Tampilan visual juga me-narik dengan foto–foto berkualitas. Sebagai mahasiswa, saya sangat ter-bantu dengan media yang bisa diun-duh gratis. Selain di website, apakah BALANCE ada edisi cetaknya?

Haykal RabbaniBandung

Selain versi elektronik, BALANCE juga dicetak. Tapi edisi cetak itu untuk sementara dibagikan hanya untuk kalangan internal Pertamina EP. Ke depan, kami akan mengrimkannya ke perpustakaan-perpustakaan Perguruan Tinggi supaya mahasiswa bisa lebih mengenal indutri migas yang masih menjadi tulang punggung penerimaaan negara - REDAKSI

Suara Pembaca diajangkan sebagai sarana sambung rasa

pembaca dengan pengelola majalah BALANCE. Kirimkan kritik dan saran Anda, tidak lebih dari 600

karakter ke email:[email protected]

Redaksi menerima kiriman artikel dan foto seputar kegiatan dunia migas dan hal yang berkaitan, maksimal 6.000 karakter. Kirim ke: [email protected]

Page 5: Balance edisi 5.pdf

5VOLUME 005 TAHUN I

Memastikan target laba bersih tercapai 100%. Efi siensi menjadi andalan di tengah belum stabilnya produksi. CSR adalah investasi, bukan tuntutan atau beban.

BUTUH KEPERCAYAAN DAN KEJUJURAN

Ketua Dewan Pertimbangan Proper ini mengusulkan Proper ditangani lembaga independen yang terakreditasi. Green korporasi menjadi acuan perusahaan.

22

11

WAWANCARA:

Prof. Dr. Surna TDjajadiningrat

LukitaningsihDirektur Keuangan & Business Support

Kementerian Lingkungan Hidup memperketat penilaian untuk PROPER Emas. Yang bersedia rugi dapat nilai tinggi. Dituntut inovasi yang benar-benar beda dan luar biasa.

Program CSR harus diarahkan untuk membangun kemandirian masyarakat, tak lagi bersifat fi lantropis. Perusahaan migas harus tumbuh bersama lingkungan dan masyarakat.

Indonesia paling kaya keanekaragaman hayati di dunia. Banyak spesies terancam punah. Pertamina EP Field Rantau mencoba menyelamatkan Orang Utan dan Tuntung.

MENYELAMATKAN KURAKURA BERKUKU

“ONE VILLAGE ONE PRODUCT”

SELEKSI KETAT PROPER EMAS

◆ Ingat Lele, Ingat Kampung Berongga 18

◆ Wisata: Th e Art Gallery of New South Wales: “Seni untuk Dunia Baru” 26

◆ Rana: Mereka Kini Tinggalkan Sudung 34

◆ Filosofi Golf Syamsu Alam 38

◆ Lensa Peristiwa 39

PROPER TAK SEKEDAR PENCITRAAN

D A F T A R I S I

6

14

16

TATA

N A

GU

S R

ST

AB

DU

L M

AL

IK.

TATA

N A

GU

S R

ST

◆ Lensa Peristiwa

Karya-karya perupa senior dari kelompok kiri Djoko Pekik, dipamerkan Galeri Nasional Jakarta. Sempat dilabeli pelukis satu miliar. Menolak melukis pemandangan dan wanita cantik.

ODE KUAS SI KUDA BALAP

30

Page 6: Balance edisi 5.pdf

6 TAHUN I VOLUME 005

Kementerian Lingkungan

Hidup memperketat

penilaian untuk PROPER

Emas. Yang berani investasi

demi lingkungan,

dapat nilai tinggi.

Dituntut inovasi yang benar-benar

beda dan luar biasa.

MAU ke lantai em pat Pak?” sapa se curity gedung enam lantai itu ke-pada seorang

pe ngunjung. Yang disapa tersenyum sembari mengang guk. Diambilnya kartu visitor dan ber gegas menu-ju lift. Meski datang cukup pagi, sekitar pukul delapan, di lantai empat sang tamu yang bersera-gam, harus tetap menghadapi an-trian. Menjelang pukul ., baru ia mendapat giliran.

Sudah sebulan suasana itu ber-lang sung di Gedung A kantor Kemen terian Lingkungan Hidup (KLH) Jl DI Panjait an, Kebon Nanas, Jakarta Ti mur. Me nurut se-curity, kebanyakan tamu bertan-dang ke lantai 4, tempat Sekretariat

L A P O R A N U T A M A

TA

TA

N A

GU

S R

ST

SELEKSI KETAT PROPER EMAS

Page 7: Balance edisi 5.pdf

7VOLUME 005 TAHUN I

Program Peringkat Kinerja Per usaha-an (PROPER) berkantor. “Nanti, ma-kin mendekati Desember, makin ba-nyak tamu yang datang,” ujarnya.

Sang empunya kantor, Sigit Reliantoro tak kalah sibuk. Bertumpuk berkas di meja kerjanya dan di ruang-an rapat. Sampai susah bergerak. Ter-masuk pada Selasa, 8 Oktober 2013 lalu. Baru 10 menit Ketua Sekretariat PROPER ini menerima BALANCE, sudah kembali ada panggilan. “Maaf Pak, sudah ditunggu Pak Karli,” ujar sekretarisnya. Karliansyah adalah K e tua T im Teknis PROPER 2012-2013.

Satu setengah jam kemudian, baru BALANCE dipanggil kembali untuk me lanjutkan wawancara di ruang ra-pat. “Maaf ya, harap maklum, di sini yang dilayani se-Indonesia,” ujar Sigit Reliantoro membuka kembali wawan-cara. Menurutnya, masa-masa dua bu-lan menjelang anugerah PROPER diba-cakan, adalah masa screening dokumen ringkasan kinerja lingkungan yang di-sodorkan perusahaan. “Screen ing ini di-lakukan untuk para calon pe nerima PROPER Hijau dan Emas,” ujarnya.

Maklum, dua kategori ini paling didambakan perusahaan yang merasa perform dengan program lingkungan-nya. Nyatanya, banyak yang perusa-haan yang ha rus menelan ludah, lan-taran sulitnya menembus dua pering-kat itu, utamanya PROPER Emas. Yang sudah berkali-kali dapat Hijau pun tak jarang terpental.

Ketatnya se lek si untuk meraih Emas, diakui Sigit Reliantoro. Secara normatif, mereka yang bisa meraih Emas, adalah yang sudah tiga kali ber-turut-turut mendapatkan Hijau. Na-mun kali ini, KLH ingin kilauan trophy yang diberikan, benar-benar mencer-minkan performa pengelolaan ling-kungan yang sempurna. Maka dari itu, seleksinya berlapis, termasuk screening.

Screening, dilakukan untuk me-mastikan program-program lingkung-an yang dilakukan perusahaan, benar

adanya atau tidak. Pasca screening, Tim PROPER akan melakukan “Tes Additinonalitas”. Tes ini dilakukan untuk mengetahui, program-program yang dilakukan perusahaan pengincar PROPER Hijau dan Emas. Programnya luar biasa atau biasa-biasa saja. Misal soal klaim efi siensi ener gi, yang sudah dilakukan sifatnya absolut atau bah-kan plus.

Tes additionalitas, kata Sigit Reliantoro, juga dilakukan untuk me-nilai, sejauh mana teknologi pengelo-laan lingkungan dan efi siensi energi yang diterapkan oleh perusahaan. Kalau teknologi yang dikembangkan sudah biasa diterapkan di tempat lain, penilaiannya biasa-biasa saja. Demi-kian pula dengan investasi yang dita-namkan. “Kalau berani investasi, biar rugi asal demi lingkungan, maka akan dapat nilai tinggi,” terangnya.

Tingkat kesulitan pelaksanaan prog ram, juga jadi penentu bisa ditem-bus atau tidaknya PROPER Emas. “Ma-kin susah teknis pelaksanaannya, kalau terbukti telaten mengerjakannya, da-pat prioritas menembus barrier itu,” ujarnya. Mungkin programnya tampak biasa-biasa saja, namun dari sisi kondi-si pelaksanaannya lebih berat. Kategori Hijau atau Emas bisa disandangkan.

NILAI DIPANGKASTAK cukup hanya tahapan yang dibuat lebih detail. Untuk PROPER periode 2012-2013, KLH menerapkan aturan baru penilaian. Deretan penghargaan pemerintah yang biasanya mendapat nilai 10, kini dipangkas jadi 0,5. Per-timbangannya, agar perusahaan peser-ta PROPER lebih inovatif dan tidak melulu mengandalkan de retan peng-hargaan dari berbagai Kementerian.

Inovasi yang masuk kategori ting-gi pun tidak sembarangan. Harus yang daya jualnya tinggi, dan unsur knowledge-nya tinggi. “Metode ini juga untuk mendorong perusahaan mem-punyai knowledge management dalam pengelolaan lingkungan,” papar Sigit.

Dari sisi penilaian program Com-dev (Community Development) juga ada perubahan. Untuk periode kali ini, per-

“Kalau berani investasi, biar rugi asal demi

lingkungan, maka akan dapat

nilai tinggi.”

ZA

KY

AR

SY.

Sigit Reliantoro.

Page 8: Balance edisi 5.pdf

8 TAHUN I VOLUME 005

usahaan tidak cukup hanya peduli pada warga sekitarnya. Namun perlu dicek juga, sejauh mana kepeduliannya ter-hadap karyawan. Maka dari itu, dalam menyeleksi calon penerima Emas, Tim Penilai PROPER juga ‘blu suk an’ ke in-ternal perusahaan.

Mereka meniliti, perusahaan yang dinilai punya Serikat Pekerja atau tidak, punya form ‘uneg-uneg’ (keluh-an) pekerja atau tidak. “Jangan sam-pai perusahaannya kita beri Emas, eh ternyata didemo karyawannya sen-diri,” kata Sigit.

Diakui Sigit, tingkat kepatuhan dan beyond compliance perusahaan- perusahaan minyak dan gas (migas) sa-ngat baik. Maka dari itu, yang menda-patkan Emas di sektor migas, diwaktu lalu adalah yang sudah tiga tahun ber-turut-turut menjadi yang terbaik di sektornya. Namun kali ini kriteria di-tambah. Emas diberikan kepada per-usahaan migas yang inovasinya luar biasa.

Ia mencontohkan Emas yang di-berikan untuk Medco. Diberikan ka-rena perusahaan itu mengembangkan pertanian organik. “Kita anggap itu sebagai inovasi, karena tidak mudah meyakinkan petani untuk beralih ke sistem organik. Hasil pertaniannya

pun bisa dijual sehingga aspek ling-kungan dan ekonomi saling ber-iringan,” jelasnya.

Asisten Deputi Pengendalian Pen-cemaran Bidang Pertambangan, Ener-gi dan Migas ini juga mencontohkan Emas yang diperoleh LNG Badak. Per-usahaan itu berhasil membangun sis-tem manajemen lingkungan yang ber-basis knowledge management. Air pen-dingin yang suhunya panas, berhasil dinormalkan suhunya sehingga tidak merusak lingkungan saat dibuang.

Comdev-nya juga benar-benar pio-neer, yakni program “Bedah Kampung” yang berjalan seiring dengan 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan meli-batkan Pak Ali, warga setempat yang kemudian menjadi local hero. Warga yang tadinya suka ngebom ikan, berha-sil diajak merehabilitasi mangrove dan terumbu karang, sekaligus men-jadi peternak budidaya ikan hias ber-nilai mahal.

Lain lagi Adaro. Menurut Sigit, Adaro menjadi satu-satunya perusaha-an tambang yang mendapatkan Emas, karena mampu mampu bersinergi de-ngan pemerintah daerah (pemda) da-lam pelaksanaan program-program-nya. Perencanaanya bagus, pe lak sana-an nya transparan, dan tidak ada yang

overlapping dengan program daerah, bahkan kerja bareng dengan pemda. “Kalau perusahaan lain justru ada yang ‘kucing-kucingan’ dengan pemda,” ujarnya.

HARMONI DI RANTAUJEJAK Emas yang ditorehkan perusa-haan-perusahaan itu memang men-jadi inspirasi bagi perusahaan lain di sektor energi. Termasuk PT Pertamina EP Field Rantau, yang tahun ini me-nargetkan pencapaian PROPER Emas. Berbekal harmoni alam dan eksploi-tasi energi yang tercipta di Rantau, Sigit Gunanto, Field Manager Perta-mina EP Field Rantau, optimis target Emas dapat diraih periode ini.

Sederet program unggulan dipa-parkan Sigit Gunanto, saat ditemui BALANCE awal Oktober lalu. Mulai pelestarian kura-kura tuntung hingga penanaman hutan untuk mengemba-likan habitat Orang Utan di Taman Na sional Gunung Leuser. (lihat Me-nye lamatkan Kura-kura Berkuku). Dua sat wa ini termasuk yang sudah langka dan dilindungi.

Diluar pelestarian keanekaragam-an hayati, secara umum produksi migas di wilayah kerja paling barat Pertamina EP itu berjalan seiring den-dang alam. Terik mentari yang biasa-nya dihindari, berkat inovasi yang di-lakukan, justru menjadi sumber listrik dan penerangan.

Penampang solar cell dan photocell terpasang di unit-unit perumahan kar-yawan. Aktivitas dalam ruangan beng-kel di siang hari pun tak perlu lam pu, cukup mengandalkan Sunroof. Pada rumah kompresor dan rumah-rumah pompa, dipasang lampu LED.

Ruang engine tidak luput dari sa-saran inovasi. Di ruangan itu, dipasang alat yang membuat udara leluasa ma-suk, sehingga mesin tidak cepat panas. “Selain mesin lebih awet, dengan suhu yang terjaga pemakaian bahan bakar minyak (BBM) lebih hemat, emisi kar-bondioksida yang dilepas pun lebih se-

L A P O R A N U T A M ATA

TAT

N A

GU

S R

ST.

Field Manager Pertamina EP Field Rantau, Sigit Gunanto, memutar katup pengelolaan air.

Page 9: Balance edisi 5.pdf

9VOLUME 005 TAHUN I

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAT

N A

GU

S R

ST.

dikit,” tutur Sigit Gunanto.Selain mensisati engine, 3R juga

mewarnai kegiatan operasi. “Kita ti-dak buang limbah-limbah sisa kegiat-an, tapi dimanfaatkan kembali. Seper-ti besi-besi atau pipa-pipa yang sudah digunakan pada instalasi uta ma, kita pakai untuk instalasi penunjang. Jadi tidak perlu beli pipa baru,” ujarnya terkekeh.

GREEN LAND PROJECTMASIH berkaitan dengan operasi pro-duksi, tidak mungkin dihindari kelu-arnya air dari aktivitas pengeboran. Na mun menurut Sigit, air itu tidak di-buang melainkan dikonservasi. “Kita terapkan water management di sini,” tukasnya.

Air yang keluar ke permuakaan itu diinjeksikan kembali ke dalam tanah dalam produce water. Program-nya bernama zero discharge. Dari su-mur kembali ke sumur. Air itu diman-faatkan oleh Field Rantau dalam ke-giatan “pressure maintenance” dan EOR (En han ce Oil Recovery) dalam rangka peningkatan produksi minyak. “Kita kem balikan dia ke asal,” ujar Sigit lagi.

Lalu bagaimana air yang ke ru-

Penghematan energi dengan memanfaatkan sun roof untuk penerangan gudang (kiri) dan penggunaan solar cell untuk penerangan jalan (kanan).

mah-rumah untuk keperluan karya-wan dan keluarganya? Menurut Sigit mereka dijatah agar hemat. Dari sebe-lumnya 700 liter per orang per hari, mulai tahun ini hanya diberi 500 liter per orang per hari. “Caranya dengan mengatur jadwal pemompaan, se-hingga bisa kita batasi pemakaian-nya,” jelas Sigit.

Jatah air dipangkas, keluarga kar-yawan justru tak mau berpangku ta-ngan. Mereka kumpulkan sisa makan-an, sampah bekas masak, daun-daun-an, dan bahan sisa organik lainnya, untuk disulap menjadi kompos. Ber ba-gai pohon buah, sayuran, dan tanaman hias di sekitar mereka tumbuh subur dengan pupuk buatan sendiri. “Proyek kompos dari limbah ru mah tangga ini kita beri nama “Green Land Project”,” tukas Sigit bangga.

Satu-satunya yang tidak diguna-kan lagi adalah limbah yang terkon-taminasi B3 (bahan berbahaya bera-cun). Untuk jenis limbah yang satu ini, Pertamina EP Field Rantau me nunjuk PT Wastek untuk mengolahnya agar tidak mencemari lingkungan sekitar. “Meski begitu, kondisi lingkungan kami tetap diaudit oleh lembaga inde-penden, PT Trakon,” ungkapnya.

Menyusuri Field Rantau dan seki-

tarnya, bukan cuma barang bekas, sampah, dan air yang tidak sia-sia. Ma nusianya pun terlihat tidak ada yang menganggur. Kalau yang berse-ragam sibuk memompa produksi, yang bercelana pendek dan berkaos oblong sibuk di kolam. Ya, salah satu desa terdekat dengan Field Rantau, dikenal dengan kampung Tanah Berongga, kini sudah jadi sentra budi-daya lele.

Potensi perikanan darat itu meng-geliat berkat program Comdev PT Per-tamina EP Field Rantau. Kelompok-kelompok tani budidaya lele tumbuh bak jamur di musim penghujan. Tak ada yang mau ketinggalan menang-guk rezeki dari gurihnya bisnis lele. Ternak lembu dan budidaya jamur yang sudah berkembang lebih dulu, sampai sat ini tetap lestari.

Tak sampai di situ, mereka pun membentuk kelompok-kelompok tani. Pelatihan wirausaha yang diberi-kan telah membuahkan sebuah lem-baga keuangan mikro “Maju Bersama” yang dikelola secara mandiri, memba-wa masyarakat Tanah Berongga me-napak sejahtera.

Sigit Gunanto mengaku, tidak ada kendala berarti untuk ke sana, karena Field Rantau didukung penuh PT Per-

Page 10: Balance edisi 5.pdf

10 TAHUN I VOLUME 005

ANAKANAK muda itu mengawali hari dengan setumpuk data. Mereka menyebutnya brifi ng pagi. Semua yang berkaitan dengan produksi dibicara-kan. Seperti dokter yang sedang men-diagnosa pasen, mereka mencoba men cari penawar “demam” yang lagi meng guncang Field Rantau, “Produksi kami sedang turun,” ujar Kurniawan Tryo Widodo salah satu anak muda ter sebut saat BALANCE menyam-banggi Field Rantau awal Oktober lalu. Saat itu Iwan terlibat perbincangan serius dengan tiga koleganya, antara Isrianto Kurniawan, Kurniawan Saputra, dan Johan Lil Mutaqin.

Mereka boleh dibilang tulang punggung produksi Field Rantau. Di Field Rantau, Kurniawan Tryo Widodo menjabat operation grup leader. Dari target 4.600 barrel, minyak yang ber-hasil dipompa pada awal Oktober 2013, tak sampai 80 persen, sekitar 3.500-an barrel oil per day (BOPD)

Meski produksi sedang turun, mereka ogah mengkhianati good engi-neering practices. Jika dianggap mem-bahayakan lingkungan mereka tak segan mematikan sumur (shut down). “Kita pernah mematikan sumur ka-rena pompa untuk mengalirkan air bermasalah,” ujar Johan Lil Mutaqin, menimpali. Kalau tak dimatikan, oto-matis akan meluber kemana-mana, tum pah ke lingkungan sekitar. Ini ber tentangan dengan prinsip zero dis-charge yang sudah menjadi harga mati bagi lini produksi. Dengan prinsip itu, semua air yang dihasilkan dari sumur, harus dikelola, dipakai untuk injeksi.

Produksi ramah lingkungan men-jadi acuan Field Rantau. Selain Zero

Discharge, mereka juga memegang teguh zero painting yang sudah dilaku-kan bertahun-tahun. Tak ada lagi gas yang menguap, mengotori atmosfi r, apalagi sampai dibakar (fl are). Di Sta-siun pengumpul, mereka terus men-jaga agar tangki minyak betul-betul steril dari gas sehingga tak terjadi penguapan di tangki. Dari sepuluh stasiun pengumpul, SP Lima menjadi fokus utama karena yang terbesar. “SP 5 adalah backbone produksi Field Rantau,” ujar Kur nia wan Try Widodo, yang akrab dipangil “Lik” tersebut.

Untuk mengurangi painting terse-but proses di separasi dioptimalkan. Tak mudah. Tekanan sumur di Field Rantau rata-rata rendah, tak sampai 20 psi. Untuk setting separator membu-tuhkan tekanan di atas itu. Akhir nya direkayasa dengan menggunakan kom presor tambahan. Awalnya dipa-kai kompresor yang idle dari SP lain, ternyata masih tak cukup. “Biar tak beli baru, kita datangkan kompresor dari Pangkalan Susu,” ujarnya.

Di Pangkalan Susu, di Pertamina EP, perpindahan unit penunjang pro-duksi biasa dilakukan antar Field, biasa disebut BAU (bantuan antar unit).

Semua yang dilakukannya itu se-mata-mata untuk menjaga masa de pan dan keselamatan karyawan. “Kita ha nya ingin pensiun dengan aman. Anak-cu cu pun masih bisa menikmati Ran tau yang bersih,” ujar Kurniawan. Ke be tul an se-mua yang dilakukan tersebut in line de-ngan requirement PROPER, “Kita men-coba mengejar standar lebih tinggi di-bandingkan yang dipersyaratkan PROPER,” Alumnus Univer si tas Veter an Yogyakarta tersebut menambahkan.

INGIN PENSIUN DENGAN AMAN

L A P O R A N U T A M A

ta mina (Persero) dalam meraih target itu. Namun diakuinya, yang menjadi tantangan adalah kriteria penilaian PROPER yang terus berubah dan me-ningkat setiap tahun.

Toh menurutnya, peningkatan itu adalah upaya untuk membuat PROPER lebih berkualitas. “Jadi yang meraih Hijau atau Emas effort-nya memang tidak sembarangan”. Lebih dari itu, ter-catat sudah dua kali berturut-turut Pertamina EP Field Rantau meraih PROPER Hijau (2010-2011 dan 2011-2012).

Jajarannya, kata Sigit Gunanto, juga tidak terbebani dengan target itu. Karena harmoni alam, lingkungan, ma syarakat, dan produksi, sudah men jadi budaya kerja sehari-hari. Etos nya, adalah mencapai performa terbaik da lam pengelolaan lingkung-an. “Kua li fi ka si-kualifikasi KPI (Key Performance In dex) yang mewakili pen capaian kualitas itu juga sudah di tangan, tandasnya.

Bekal lainnya yang dimiliki Field Rantau, adalah sertifi kasi ISO 14001-2004, lSO 9001-2008, dan OSAS 18001-2007 yang sudah digenggam tiga tahun berturut-turut. “Inter na tion-al Sustainability Rating System (ISRS) 7” Field Rantau pun sudah di level 5. “Kita akan terus tingkatkan hingga menca-pai level 7,” lanjut Sigit.

Memang, ada beberapa proses yang harus dipenuhi untuk mencapai level 7 tersebut. Yaitu konsistensi de-ngan apa yang sudah dilakukan dan di-raih saat ini, serta meningkatkan atau melaksanakan proses-proses yang lain yang selama ini belum dilaksanakan, atau sudah dilaksanakan tapi belum optimal. “Kita harus siap, ketika assess-ment ISRS 7 dilakukan, semua sudah sesuai yang dilaporkan,” tandasnya.

Untuk pencapaian produksi, Sigit berujar secara operasi sudah running well. Zero accident juga berhasil diper-tahankan. Tinggal ke depan, bagaima-na memerangi natural decline, sehing-ga lapangan yang sudah mature itu dapat kembali menjadi andalan.

TATA

N A

GU

S R

ST

Page 11: Balance edisi 5.pdf

11VOLUME 005 TAHUN I

NAMANYA seperti tak tergantikan dalam jagat lingkungan Indonesia. Pria asli Banten ini adalah generasi pertama

yang mempelajari Ilmu Lingkungan. Bersama-sama dengan pendekar ling-kungan lainnya seperti Prof. Dr. Emil Salim membangun dan membesarkan institusi Kementerian Lingkungan

Hidup. Dia adalah Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat.

Setiap kegiatan PROPER digelar, namanya kembali disebut. Pak Naya, demikian pria ini biasa disapa, selama bertahun-tahun dipercaya Kemen-terian Lingkungan Hidup menjadi Ketua Dewan Pertimbangan PROPER. Dewan yang beranggotakan berbagai elemen masyarakat ini punya otoritas memberikan label, apakah sebuah

perusahaan mendapat hijau atau emas. Untuk kategori merah dan biru penilaiannya diserahkan kepada dae-rah. “Kini, PROPER sudah menjadi citra perusahaan,” ujar Prof. Surna.

Untuk perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor, tak sekedar perusahaan itu yang kebakaran jeng-got, pejabat negeri juga kelabakan. Saat sebuah perusahaan jamu divonis hitam, salah seorang pejabat meng-

PROPERTAK SEKEDAR PENCITRAAN

Ketua Dewan Pertimbangan PROPER mengusulkan PROPER ditangani lembaga independen yang terakreditasi. Green korporasi menjadi acuan perusahaan.TA

TAN

AG

US

RS

T

Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat.

Page 12: Balance edisi 5.pdf

12 TAHUN I VOLUME 005

L A P O R A N U T A M A

dan hitam, kalau ndableg tetap kami kirim ke lembaga penegak hukum. Kami juga tak otoriter. Perusahaan di-beri hak untuk melakukan sanggahan selama dua minggu. Dia dikasih angka bayangan dulu. Jika tak ada sang-gahan, baru permanen. Saya ini guru, yang selalu melihat murid saya gak ada yang bodoh kalau diberi stimulus untuk bekerja keras. Keberhasilan itu ada. Itu yang saya pakai di PROPER ini.

Bagi banyak perusahaan, PROPER sudah dianggap pen-citraan yang tak ternilai bagi per-usahaan. Sangat mungkin banyak yang tergoda untuk menyuap?

Mungkin saja. Pertanyaan Anda itu menjadi kepedulian saya. Alhamdu-lillah saya gak dapat informasi menge-nai itu. Saya selalu tekankan kepada

ingatkan produsen bisa kehilangan ke-percayaan pasar luar negeri dengan hasil PROPER tersebut. Dewan PROPER begeming dengan penilaiannya. “Hasil PROPER itu tamparan bagi ma-najemen. Me re ka langsung memper-baiki diri. Ta hun berikutnya langsung mendapat hijau,” kata Prof. Surna.

Tak sedikit perusahaan yang me-masukkan PROPER sebagai KPI kar-yawan. Jika perolehan PROPER turun, pimpinan yang bertangung jawab pada lingkungan—dalam industri migas biasanya di bawah fungsi HSSE—siap-siap kehilangan jabatan. Dengan posisi maha penting itu, per-usahaan tentunya rela mengeluarkan biaya berapa pun untuk mendapatkan predikat bagus, termasuk menawar-kan “uang kerahiman” kepada tim pe-nilai. “Kemungkinan itu (baca penyu-apan) selalu ada. Tapi saya tegaskan ke pada teman-teman untuk selalu men jaga integritas.” ujarnya.

Di sela-sela kesibukannya meng-ajar di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB, dan mempersiapkan pendirian Sekolah Bisnis ESQ, Prof. Dr. Surna T Djajadiningrat menerima BALANCE untuk wawancara seputar PROPER. Berikut petikannya:

Bisa dijelaskan latar bela kang d i a d a k a n nya p e n g h a r g a a n PROPER?

Dulu yang menginisiasi itu Nabiel Makarim. Dulu kan Dia Deputi Bidang Pencemaran, kemudian Ketua Bape dal. Dia mempunyai ide yang sangat ori-sinal. Dulu namanya PROPER Pro

Kasih lebih ke kali bersih. Awalnya lebih kepada pentaatan. Saat itu diada-kan karena penegakan hukum di bi-dang lingkungan tidak jalan. Ke mu-dian berkembang untuk perusahaan. Tapi bukan insentif, lebih pada pen-taat an. Yang tidak taat akan mendapat konsekuensi hukum (baca punishment). Jadi lebih ke masalah compliance.

Dibandingkan sekarang per-bedaannya apa?

Saya baru masuk kira-kira lima enam tahun lalu, sebagai anggota De-wan Pertimbangan PROPER. Saya ma-sih jadi anggota. Ketuanya, mantan Rektor UGM almarhum Prof. Koesnadi Hardjasoemantri. Waktu itu nilai PROPER belum seperti sekarang. Pe-merintah belum menjadikan sebagai insentif atau pencitraan. Masih seperti awal pendiriannya lebih ke pentaatan.

Waktu saya jadi ketua pendekat-annya memang lebih ke insentif tapi bukan berarti pentaatannya dilupa-kan. Ternyata pendekatan ini menda-pat respons positif dari industri, jadi kemudian PROPER sebagai perusa-haan. Di Pertamina, malah GM-nya bisa turun kalau PROPERnya turun dari hijau. Di banyak perusahaan se-karang dijadikan KPI juga.

Anda lebih menganggap pen-dekatan pencitraan lebih penting dari pentaatan?

Kalau buat saya harusnya dua-duanya jalan, pencitraan itu penting sekali. Untuk ke arah green cooperation menjadi positif. Tapi bukan berarti pentaatannya dilupakan. Yang merah

“Sekali integritas

tergadaikan, semua tatanan

ambruk.”

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAN

AG

US

RS

T

Page 13: Balance edisi 5.pdf

13VOLUME 005 TAHUN I

teman-teman untuk menjaga integri-tas. Sekali integritas tergadaikan, semua tatanan ambruk. Kalau sudah bisa disuap sudah bisa dibeli, apakah kita mau dihargai semurah itu.

Khusus di Kementerian Ling-kung an Hidup, secara kelembagaan membaik.

Sekarang untuk urusan B3, misal-nya, perizinan cuma satu, dulu ba-nyak. Perizinan itu kan pintu masuk untuk pungli. Semakin banyak per-izinan, semakin banyak pula kemung-kinan untuk berbuat curang.

Menurut Anda, ke depan PROPER itu harus seperti apa ?

Ke depan, jangan lagi ditangani pemerintah, tapi lembaga indepen-den yang terakreditasi karena biaya yang harus dikeluarkan pemerintah

juga tinggi. Kedua untuk menghindar-kan main mata perusahaan dengan pemerintah. Sekarang bisa tahan, tapi siapa yang bisa menjamin ke depan seperti apa.

Sebagai Ketua Dewan PROPER, Anda sering didekati perusahaan?

Ha...ha... banyak perusahaan yang mengundang saya. Saya jelaskan wewenang saya sampai di mana. Saya lebih sering menjelaskan PROPER se-perti apa, perusahaan-perusahaan akhirnya paham.

Emas merupakan penilaian tertinggi PROPER. Apa yang harus dilakukan untuk mendapat predi-kat tersebut?

Perusahaan yang sudah tiga kali dapat hijau, bisa mengajukan dapat emas. Berbeda dengan hijau, peni-

laian emas itu sudah self assesment. Tapi jangan coba-coba berbohong. Kalau ketahuan yang diisi tidak sesuai dengan faktanya, bisa kita turunkan jadi biru, bahkan merah.

Yang diutamakan dalam penilaian emas adalah kemampuan perusahaan membangun ekonomi rakyat yang mandiri, biasanya bagian dari kegiatan CSR berupa community development (comdev). Perusahaan harus memberi-kan bobot perhatian lebih dalam hal comdev dibandingkan community rela-tion ataupun community service.

Ada perusahaan yang memba-ngun UKM dengan jadi supplier per-usahaan. Tentu bukan itu yang di-maksud. Kalau perusahaannya tutup bagaimana. Harus diciptakan pasar berkelanjutan yang terus ada walau-pun perusahaan tutup. Program yang akan dikembangkan itu ditentukan oleh rakyat, bukan maunya perusa-haan. Untuk itu, penting sebelum program dibuat dilakukan mapping so-cial, pemberdayaan masyarakat itu pe-nekanan untuk emas.

Kalau perusahaan yang baru dapat satu atau dua predikat hijau, apakah bisa mengajukan menda-pat emas?

Persyaratannya tiga kali. Tapi dari merah ke hijau bisa, Banyak per-usahaan yang gak teliti dalam pengi-sian formulir sehingga banyak keku-rangan yang sifatnya administratif. Keku rangan itu bisa menimbulkan gak naik peringkat atau turunnya peringkat.

Penilaian Anda terhadap Per-tamina, khususnya Pertamina EP, dalam menjaga lingkungan?

Sangat positif. Sebetulnya Perta-mina itu menyadari industri dasarnya menimbulkan masalah efek gas rumah kaca. Untuk itu, ia konversi de-ngan melakukan lebih banyak pena-naman pohon agar ada karbon zinc untuk meredamnya. Semuanya itu terkait dengan visi CEO-nya dalam menanamkan budaya korporasi. Green korporasi betul-betul menjadi acuan.

Page 14: Balance edisi 5.pdf

14 TAHUN I VOLUME 005

L A P O R A N U T A M A

DI terik siang pada Oktober itu puluhan ekor tukik spesies langka dari jenis Tuntung Laut (batagur borneoensis)

berkejaran di bibir sungai Tamiang, Kampug Gelung, Kecamatan Seruway, Kabu paten Aceh Tamiang. Ada tukik yang dilepas liarkan saat itu. Rata-rata Tukik saat dilepas berumur bulan, merupakan hasil penetasan Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia bekerjasama dengan PT Pertamina EP Field Rantau.

Bagi penduduk sekitar hal terse-but merupakan pemandangan langka. Beberapa tahun mereka sudah jarang menjumpainya. Tuntung memang termasuk spesies langka. Dia masuk dalam red list yang dikeluarkan International Union for Conservationof Nature (IUCN). Tuntung Laut (batagur borneoensis) yang sebelumnya dikenal sebagai callagur borneoensis, menurut lembaga tersebut sangat terancam punah seperti terdaftar dalam CITES appendix 2 dan zero quota untuk per-dagangan komersial. Spesies ini masuk dalam Top 25 spesies terancam punah di tingkat global.

Tuntung Laut terbilang unik jika dibandingkan dengan kura-kura pada umumnya. Telurnya tidak bulat, tapi oval seperti telur unggas. Siripnya juga berkuku. Selain itu, habitatnya juga bukan laut tapi sungai. Dia ke pantai hanya untuk bertelur

Untuk menyelamatkan Tuntung dari kepunahan, Field Rantau meng-gandeng Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia, Lembaga itu didirikan khusus untuk menyelamatkan Tuntung Laut di lingkungan pesisir. “Tuntung Laut adalah spesies kura-kura yang menempati urutan ke- 25 yang paling terancam punah, dari 321 spesies kura-kura di dunia,” ujar Joko Guntoro, peneliti Tungtung Laut yang juga pendiri yayasan.

Kerjasama itu direncanakan akan berlangsung dalam lima tahun dari

MENYELAMATKAN KURAKURA BERKUKUIndonesia paling kaya keanekaragaman hayati di dunia. Banyak spesies terancam punah. Pertamina EP Field Rantau mencoba menyelamatkan Orang Utan dan Tuntung.

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAN

AG

US

RS

T

Page 15: Balance edisi 5.pdf

15VOLUME 005 TAHUN I

2013-2017 meliputi survei lanjutan, penyediaan fasilitas penangkaran dan pembesaran, sosialisasi ke masyarakat dan anak sekolah, penyediaan ma-kanan, obat-obatan, vitamin sampai dokter hewan. Selama kerjasama ditagetkan minimal dilakukan pelepasliaran sejumlah 600 tukik spe-sies Tuntung Laut ke habitat asli.

Khusus untuk survei lanjutan akan meneruskan survei pendahulu-an yang pernah dilakukan Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia pada2012 bekerjasama dengan Field Rantau yang menghasilkan temuan populasi Tuntung di sekitar Pantai Pusong Cium dan Pantai Ujung Tamiang Provinsi Aceh, hanyasekitar 144 ekor.

Indonesia selama ini dikenal seba-gai surga keanekaragaman hayati di-banding negara-negara lain di dunia bahkan mengalahkan Amerika Serikat (AS) yang wilayahnya lima kali lebih luas dibanding Indonesia.

Dalamcatatan Rhett A Buttler, pendiri mangabay.com, dari hasil pe-nelitian dan data yang merekadapat-kan, keanekaragaman hayati Indo-nesia, mulai dari laut, udara, dan da-ratan cukup besar. Seperti jenis ma-malia, menurut dia, terdapat 667 jenis, burung sebanyak 1.604 jenis,

reptil sebanyak 749 jenis dan tum-buhan 30.000 jenis.

Jumlah tersebut jauh lebih ba-nyak disbanding keanekaragaman ha-yati yang dimiliki AS, yaitu untuk ma-maliasebanyak 468 jenis, burung hanya 888 jenis, reptil 360 jenis dan tumbuhan sebanyak 20.000 jenis.

Potensi yang cukup besar terse-but, menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara yang cukup indah dan kaya dengan berbagi potensi yang bisa dikembangkan untuk mendukung ke-sejahteraan rakyat. Tak salah jika Be-ga wan Eko nomi Lingkungan Prof DR Emil Salim menyatakan masa depan Indo ne sia ada pada keanekaragaman hayati.

Potensi ini pula yang dilirik Perta-mina EP. “Kami melihat bahwa di ling-kungan kami beroperasi ada potensi biodiversity atau keanekaragaman ha-yati yang bisa kita optimalkan melalui program konservasi,” ujar Presiden Direktur Pertamina EP, Syamsu Alam. Dengan program konservasi tersebut keanekaragaman hayati dapat terus ada di wilayah kesatuan NKRI. Dengan begitu, di kemudian hari, generasi penerus masih bisa menikmati dan mempelajari kekayaan tersebut.

Diakui atau tidak, banyak yang

masih belum peduli terhadap harta karun tersebut. Kementerian Ling-kungan Hidup mencatat, perusaha-an-perusahaan yang ikut proper rata-rata mendapatkan skor yang rendah untuk keanekaragaman hayati. Sam-pai-sampai Kementerian Ling kungan Hidup perlu menggelar workshop khu-sus untuk membahasnya.

Dalam penilaian proper, keaneka-ragaman hayati merupakan salah satu poin penilaian, selain sistem manaje-men lingkungan, pemanfaatan sum-berdaya, penguranagan dan peman-faatan limbah B3, 3R (reuse, reduce, recycle) limbah padat non B3, pengu-rangan pencemar udara, konservasi air, dan pengembangan masyarakat.

Untuk keanekaragaman hayati yang dilakukan perusahaan-perusa-haan masih bersifat donasi, bukan program berkesinambungan. Istilah-nya hanya sekedar titip nama. “Pe-nilaian proper tahun kemarin me-nyadarkan kami untuk membuat program yang sustain,” ujar Rantau HSSE Assistan Manager, Bukit Hari Laksono, Meski mendapatkan predi-kat hijau, dengan nilai tertinggi di-bandingkan field lain di lingkungan Pertamina EP, skor untuk keanekraga-man hayati masih sangat rendah. Atas dasar itulah Bukit bersama timnya, mulai memetakan spesies yang teran-cam di sekitar Field Rantau.

SebelumTuntung, Field Rantau be-kerjasama dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) melakukan kon servasi Orang Utan Sumatera. MOU sudah ditandatangani sejak Juli 2012 lalu. Kerjasama ini mendesain untuk menghijaukan lahan seluas 5 ha dengan tanaman buah dan tanaman keras. Di sana ditanam sekitar 2200 batang berupa empat jenis tanaman keras dan tiga jenis tanaman buah. Diharapkan, kawasan itu bisa menye-diakan sumber pangan memadai bagi orang utan sehingga tidak menggangu masyarakat sekitar. Kelangsungan habitat orang utan di kawasan TNGL pun bisa dipertahankan.

Memberi makan pada seekor Orang Utan.

Page 16: Balance edisi 5.pdf

16 TAHUN I VOLUME 005

L A P O R A N U T A M A

TIAP tahun hampir semua kontraktor kon-trak kerjasama (KKKS) migas menaikkan dana CSR untuk mendong-krak kesejahteraan ma-

syarakat khususnya di daerah operasi, biasa dikenal dengan sebutan ring . Meski begitu, peningkatan ini masih tak sebanding dengan kontribusi yang disetor untuk penerimaan negara.

Dalam catatan SKK Migas, saat ini anggaran CSR dari semua KKKS hanya sekitar Rp 500 miliar per tahun. Bandingkan dengan sumbangan pe-

nerimaan negara yang berasal dari in-dustri hulu migas yang mencapai Rp 280 triliun. Artinya anggaran CSR tak sampai 0,5 persen. Padahal kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi migas umumnya dilakukan di daerah-daerah terpencil dan sering bersinggungan dengan masyarakat dan nelayan yang kehidupan ekonominya tertinggal.

Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana dalam berbagai kesem-patan mengimbau kepada perusaha-an-perusahaan migas untuk mening-katkan anggaran CSR dengan prog-ram-program pemberdayaan masya-

CSR INDUSTRI MIGAS

“ONE VILLAGE ONE PRODUCT”Program CSR harus diarahkan untuk membangun kemandirian masyarakat, tak lagi bersifat filantropis. Perusahaan migas harus tumbuh bersama lingkungan dan masyarakat.

rakat yang berkelanjutan. Bukan seke-dar fi lantropi atau amal baik.

Presiden Direktur Pertamina EP, Syamsu Alam mengamini pernyataan Gde yang juga tercatat sebagai salah satu komisaris di anak perusahaan PT Pertamina tersebut. “Perusahaan mi-gas harus tumbuh bersama lingkungan dan masyarakat,” ujar Syamsu Alam. Khusus untuk Pertamina EP, ia sudah mengintsruksikan seluruh jajarannya untuk membuat program-program CSR yang bisa membangun keman-dirian. Masyarakat pun pada akhirnya tak akan kelimpungan begitu cadangan migas di tempat mereka habis.

Pertamina EP Field Rantau mener-jemahkan instruksi itu dengan mende-sain program “One Villlage One Pro-duct”. Tiap kampung yang berada di wilayah operasi akan didorong untuk mempunyai produk unggulan. Tentu-nya tak asal comot. Pengem bang an produk tiap desa didasarkan pada so-cial mapping. “Kita sudah lakukan hampir pada tiap kampung,” ujar Dedi Zikrian, staf CSR Field Rantau.

Dari pemetaan sosial itulah, diru-muskan program yang menjawab ke-butuhan masyarakat dengan orientasi

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAN

AG

US

RS

T

Pembudidayaan bebek petelor.

PPMP Field Rantau.

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAN

AG

US

RS

T

Page 17: Balance edisi 5.pdf

17VOLUME 005 TAHUN I

kampung binaan. “Pilot projectnya adalah budidaya lele di kebun Tan-jung,” ujar Dedi. Di tempat ini semua tahapan program diimplementasikan. “Kalau berhasil, nanti templatenya tinggal dipindah ke kampung lain,” ujarnya. Desainnya tak berhenti sam-pai budidaya lele, tapi juga produk tu-runannya, seperti abon lele. Warga yang terlibat juga akan lebih banyak lagi, termasuk ibu-ibu.

Tentu saja mereka tak dilepas sen-diri. Pertamina EP akan bekerja sama dengan lembaga-lebaga kredibel untuk melakukan pendampingan sampai warga mandiri. Untuk pemberdayaan Kampung Tanjung digandeng Lembaga Pengkajian, Pemberdayaan, dan Kon-sultasi (LP2K), Tamiang. Sedangkan pengembangan ternak sapi di Suka Ramai bekerjasama dengan Kampung Ternak Nasional milik Dompet Dhuafa Jika “One Vilage One Product” sudah berhasil, produk-produk tiap kampung itu akan disatukan dalam gerai khusus untuk memudahkan mengakses pasar.

Meski pemberdayaan sudah dia-rahkan pada “satu kampung satu pro-duk”, jika warga ingin mengembang-kan yang lain dibolehkan. Warga Kam pung Sukaramai yang didesain untuk pengembangan sapi, sah saja jika ada yang ingin membudidayakan lele. Untuk itu, Pertamina EP Field Rantau menyediakan fasilitas Pusat

Pember da ya an Masyarakat Pertamina (PPMP), di dalam area Field Rantau.

Di tempat ini, masyarakat bisa be-lajar budidaya ternak ikan lele, budi-daya keramba air tawar (ikan nila), bu-didaya jamur tiram, dan itik petelur. Ke depan dikembangkan pelatihan yang lain seperti ternak sapi dan padi. Lahan yang dimiliki Field Rantau me-mang sangat luas. “Sebagian akan kita hutankan untuk jadi hutan wisata,” Dedi menambahkan.

Field Manager Rantau Sigit Gunanto menyebutkan, semua ke-giatan CSR Rantau diarahkan untuk kemandirian masyarakat agar mampu berdiri di atas kaki sendiri. Meski belum sepenuhnya berhasil “mindset” kemandirian itu mulai terbangun pada kampung binaan.

Di Kampung Berongga, misal-nya, untuk mengatasi hambatan ke-kurangan modal, mereka tak lang-sung mengajukan proposal bantuan kepada Pertamina EP, Tapi memilih membentuk koperasi, kini dikenal dengan LKM (Lembaga Keuangan Mikro), “Kita mencoba mandiri. Ja-ngan minta melulu,” ujar Bambang Sutrisno, Ketua Kelompok Tani di kampung tersebut. Sikap ini jauh ber beda dengan saat-saat awal Perta-mina EP masuk ke kampung terse-but. Apapun langsung menengadah-kan tangan ke Pertamina.

kemandirian. Program dijalankan de-ngan melibatkan masyarakat dan pe-merintah. Pemilihan jenis produk yang dikembangkan tidak ditentukan Pertamina, tapi dipilih oleh masyara-kat lewat FGD (Focus Grup Duscussion) yang dilangsungkan selama social mapping.

Program pengembangan ditetap-kan lengkap dengan latar belakang, tujuan & indikator, metode pelaksa-naan dan lingkup kegiatan untuk jangka waktu sampai lina tahun. Se-lain pelaksanaan program juga meli-batkan pemerintah, bersinergi de-ngan program-progran pembangunan yang sudah dibuat. “

Beberapa program unggulan yang sedang berjalan yang didesain bisa mendongkrak kemandirian masyara-kat, antara lain budidaya ikan gurame di Kampung di Tanjung Seumentoh, budidaya ikan lele Dumbo di Kampung Kebun Tanjung, budidaya ternak sapi potong di Kampung Sukaramai, kera-jinan menjahit dan bordir di Kampung Kebun Rantau. Semua di Kabupaten Aceh Tamiang.

Desain ideal tak semua bisa dija-lankan secara serempak di semua

Usaha pembuatan kompos.

Page 18: Balance edisi 5.pdf

18 TAHUN I VOLUME 005

I N S P I R A S I

KREATIVITA S bisa datang dari siapa saja dan di mana saja, tak mengenal tempat dan pendi-dikan. Nun jauh di

sana, di Kampung Kebun Tanjung, Seumantoh, Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, Hadiyono yang tak tamat SMP berhasil menemukan for-mula jamu yang ampuh meningkatkan produktivitas lele. Jika di tempat lain, dari ekor benih, maksimal hanya dihasilkan kg. Berkat ramuan ajaib tersebut, di tempat ini bisa mencapai Rp kg sampai kg.

Kampung yang lebih populer dikenal dengan sebutan Tanah Be-rong ga pun kini sumringah. Hampir tiap rumah memanfaatkan pekarang-annya untuk budidaya lele. “Biaya jamu untuk seribu ekor lele sekitar Rp 50 ribu,” ujar Hadiyono yang lebih se-nang menyebut dirinya sebagai “buruh serabutan dari pada petani. Alasannya karena tak punya lahan. Bagi Hadiyono, kini 44 tahun, petani adalah sebutan terhormat. Kepe mi-likan lahan melekat otomatis pada frasa tersebut.

Tambahan biaya untuk jamu ini terkompensasi hasil panen yang lebih berat. Dengan kelebihan 20-40kg, se-telah dikurangi Rp 50 ribu untuk pa-ngan, pembudidaya masih bisa men-gantongi kelebihan Rp 200 ribu sam-pai rp 400 ribu dibandingkan pembu-didaya konvensional, Dengan ke-naikan harga pakan, praktis kalau hanya menghasilkan 100 kg, margin yang didapat sangat tipis, tak sampai seratus ribu. “Tapi lele kami lebih berat, bukan hanya karena jamu,” ujar Hadiyono merendah.

Jamu lele lahir, sebetulnya dari ke-pu tusasaan. Tiga tahun lalu semua ang gota kelompok tani “Sido Urip” lemas saat mendapati lele yang dipeli-haranya banyak yang mati. Padahal, me reka mulai menggantungkan harap-an, bahwa lele bisa mengatrol periuk mereka. Penyuluh dari Badan Penyuluh

INGAT LELE INGAT KAMPUNG BERONGGABudidaya lele mengubah wajah Kampung Tanah Beronga. Dari tak ternama menjadi popular. Berpotensi menjadi kampung lele. Potret pemberdayaan masyarakat membangun kemandirian.

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAN

AG

US

RS

T

Page 19: Balance edisi 5.pdf

19VOLUME 005 TAHUN I

Pertanian, Kabupaten Tamiang me-nyarankan untuk memakai bibit lokal yang dibenihkan di Tamiang. Sebelum-nya, mereka mendatangkan bibit dari Banda Aceh. Dengan jarak pengiriman yang jauh, banyak lele stres.

Saat bersamaan, Hadiyono teri-ngat pada kebiasaannya memeberikan jamu pada ayam peliharaannya. Dengan jamu itu, ayamnya lebih sehat, jauh dari penyakit. Dengan ber-bagai modifi kasi, akhir tercipta jamu lele. Usul Pak Penyuluh plus jamu lele racikan Hadiyono kembali meng-hidupkan asa. Lele yang ditebar bisa berumur panjang dan bertahan sam-pai panen. “Jumlahnya malah nam-bah,” ujar Hadiyono ngakak.

Biasanya dari pembelian seribu bibit, penjual memberi bonus seratus-an nekor. Karena tak ada yang mati, saat dihitung otomatis jumlahnya lebih dari seribu. “Pokoknya kalau lele sudah mau makan, tenang kita,” ujar Hadiyono. Jamu lele itu memang di-campurkan ke dalam pakan, tidak di-

tebar langsung ke sungaiSelain lebih berat, daging lele

pelahap jamu lebih renyah, tak terlalu berlemak. Si lele juga akan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Seperti juga khasiat jamu terhadap manusia, jamu racikan Hadiyono ini akan me-nambah nafsu makan lele. Tak meng-herankan, lele dari Tanah Berongga kini lebih diburu konsumen, meski-pun harganya sedikit lebih tinggi di-bandingkan di pasaran.

Selain jamu, Hadiyono juga berha-sil menciptakan formula organik, biasa disebut EM (Effective Micro-organism) untuk menjaga PH air tetap ideal. PH air ini untuk lele harus dija-ga berkisar antara 6 sampai 8. “Bisa me makai bekas sayur-sayuran di pa-sar,” ujar Hadiyono. Ia mengaku ke-teram pilannya meracik jamu maupun membuat formula didapat dari kur-sus-kursus yang diikutinya.

Hadiyono lebih rajin dibanding-kan yang lain mengikuti pelatihan-pelatihan untuk petani yang diadakan

berbagai lembaga. Tentu saja gratis. Oleh teman-temannya, sesama ang-gota Kelompok Tani Sido Urip, Ia kerap dijuluki dijuluki “tukang seko-lah”. Sido Urip sudah berdiri sejak 1995. Jangan kaget, meski di Aceh, nama kelompoknya berbau Jawa.

Di wilayah Tamiang, termasuk Tanah Berongga kebanyakan memang pendatang dan etnis Jawa yang paling dominan. Setiap ada tawaran mengi-kuti pelatihan gratis, yang paling rajin mengacungkan tangan minta dikirim, ya Hadiyono.

Meski terbukti paten menggemuk-kan lele, Hadiyono tak berniat meng-komersialkan temuannya. Resep dia bagi gratis kepada semua pembudida-ya lele yang membutuhkan, baik dari Kampung Berongga maupun dari luar. “Cita-cita kita sejak awal sejahtera bareng,” ujar Hadiyono.

***Kelompok Tani Urip sudah berdiri

sejak 1995. Tapi, sudah berdiri pu-luhan tahun, “urip” yang dicita-cita-

Page 20: Balance edisi 5.pdf

20 TAHUN I VOLUME 005

I N S P I R A S I

kan kelompok Sido Urip tak kunjung datang. Kehidupan anggota kelompok kembang kempis. Mereka nyaris tak merasakan manfaat keberadaan ke-lompok tani tersebut, antara ada dan tiada. “Mung kin salah setting,” ujar Bambang Sutrisno, Ketua Kelompok Tani Sido Urip. Tanah di sana tak cocok untuk komoditi pertanian, lebih cocok untuk perikanan. Meski ang-gota kelompok tani sudah mengikuti berbagai pelatihan, hasilnya tak ada. Kelompok tani pun seperti kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau.

Kondisi ini berlangsung puluhan tahun. Cahaya harapan mulai berpen-dar saat Pertamina EP Field Rantau me na warkan bantuan untuk mengem-bangkan lele pada akhir 2010. Kehi-dupan kelompok kembali berdenyut. Mereka pun menyodorkan nama baru “Ke lom pok Pembudidaya Ikan (POK-DA KAN) Tanah Berongga. Tak berarti meng hapus Kelompok Tani Sido Urip. “Ibarat perusahaan Sido Urip itu hold-ingnya. POKDAKAN anak perusaha-an,” ujar Bambang ngakak. Pa da per-kembangannya, Sido Urip tetap men-

jadi label yang lebih sering disemat-kan orang kepada kelompok ini.

Sebetulnya, lele bukan hal asing bagi penduduk di sana. Beberapa orang sudah membudidayakannya. Cuma berlangsung sporadis dan apa adanya, tanpa dibekali pengetahuan yang memadai. Akibatnya, lebih ba-nyak rugi daripada untung.

“Saya pernah coba pelihara lele, hampir semuanya mati,” ujar Bambang. Rugi sekali, langsung bikin kapok. Ia akhirnya kembali ke rutinitasnya men-jual tahu yang diproduksi orang tua-nya. Ia menghapus lele dari daftar mimpinya.

Dedi Zikrian S, staf CSR Field Rantau menyebutkan pengembangan lele yang ditawarkan Pertamina EP tak sekedar comot, tapi didasarkan pada studi terlebih dahulu. Karakter tanah di Tanah Berongga cocok untuk pe-ngembangan lele, yakni tanah liat. Dengan karakter seperti itu, kolam tak pernah menyusut meski musim kema-rau karena air tak merembes ke tanah. Sebaliknya, saat selesai panen dan di-keringkan untuk musim berikutnya,

kolam akan kering kerontang. Cahaya matahari akan melibas habis semua bakteri sehingga ketika lele mulai dite-bar konsdisnya sudah betul-betul ster-il. Di tempat lain, pengeringan tak per-nah sepenuhnya berhasil karena selalu ada rembesan air dari dalam tanah.

Di tempat lain, biasanya budidaya dikembangkan dengan menggunakan kolam dari semen. Tentunya, butuh biaya lebih besar. Padahal, program pemberdayaan didesain menjadi budi-daya massal di desa tersebut, yang bisa dikembangkan penduduk dengan memanfaatkan tanah pekarangan.

Dalam perjalanannya, program ini sempat tersendat pada tahap awal. Bibit yang ditebar banyak yang mati. Anggota kelompok mulai berguguran. Dari 17 belas anggota kelompok, hanya sebelas orang yang bertahan. Mereka terus saling menyemangati, sampai akhirnya mereka berhasil mengatasi rintangan. Bambang ingat persis saat panen perdana, beberapa anggota kelompok sampai menitik-kan air mata.

Kepercayaan diri yang hampir

FO

TO

-FO

TO

: TA

TAN

AG

US

RS

T

Page 21: Balance edisi 5.pdf

21VOLUME 005 TAHUN I

roboh perlahan tegak kembali. Kolam bididaya yang tadinya hanya delapan kolam, kini sudah berkembang men-jadi 16 kolam. Tak hanya kolam pem-besaran, tapi juga pembibitan. Selain dijual keluar, bibit itu juga untuk mela-yani kebutuhan internal. “Dulu bibit susah. Harus pesan dulu,” ujar Bambang. Kepercayaan terhadap ke-lompok kembali pulih. Anggota yang tak aktif, kembali beredar. Bahkan se-karang sudah berkembang menjadi 19 orang. “Tiap anggota minimal dapat tambahan uang dapur dari lele 1,2 juta per bulan.” kata Bambang. Bahkan diri-nya mengaku mendapat tambahan dari lele sekitar Rp 3,5 juta perbulan.

Tak hanya bersandar pada kolam milik kelompok, tiap anggota diberi keleluasaan untuk membudidayakan di tempat masing-masing. Bambang sen diri mempunyai delapan kolam pembesaran dan satu kolam pembibitan.

Tanah Berongga pun, dari awal-nya tak pernah dilirik orang, kini mulai ramai dikunjungi, mulai dari rakyat biasa yang ingin belajar sampai anggota dewan. Badan Pelayanan Penyuluh Pertanian Tamiang sudah mengirim dua angkatan untuk belajar lele di Tanah Berongga.

Suhardiansyah, tenaga penyuluh dari lembaga tersebut mengakui ke-lompok budidaya lele Tanah Berongga terbaik di seluruh Tamiang. “Mereka punya keinginan untuk maju dan tak gampang menyerah.” ujar pria yang akrab dipanggil Yayan tersebut.

Alhasil, Tanah Berongga pun men-jadi sekolah bagi siapa saja yang ingin beternak lele. Dengan keberhasilan-nya, Bambang dipercaya pemerintah menjadi penyuluh perikanan swadaya. Berikutnya, dua anggota lain diajukan mendapatkan brevet yang sama.

Dengan lele, Tanah Berongga mendaki ketenaran. Bambang menye-butkan ia dan kelompoknya masih punya mimpi. “Kami ingin Tanah Be-rongga jadi kampung lele, untuk selu-ruh Aceh,” ujarnya, Ingat lele, ingat Kampung Berongga.

“RINGAN sama dijinjing, berat sama dipikul. Senang susah bareng-bareng,” begitulah warga Kampung Berongga, memulai berserikat. Semangat ini pula yang dipakai saat membentuk Lem-baga Keuangan Mikro (LKM) 2 Juli lalu, seperti tercermin dalam nama yang mereka pilih, LKM Maju Ber-sama. “LKM ini dibentuk salah satunya untuk mengatasi kesulitan permo-dalan.” ujar Agus Nuraji, sekretaris Lembaga Pengkajian, Pemberdayaan, dan Konsultasi  (LP2K ) Tamiang.

LSM ini dipercaya Pertamina EP untuk melakukan pendampingan sam-pai penduduk Tanah Berongga bisa mandiri. Masa pendampingan ini di-rencanakan sampai 2014. Untuk ta hun depan, direncanakan pengembangan produk turunan dari lele, seperti abon. Kegiatan ini akan melibatkan ibu-ibu di sana sehingga lebih produktif.

LP2K pula yang membukakan ak-ses dengan pihak luar, antara lain de-ngan pemerintah daerah. Mereka juga yang membukakan akses pasar dengan mengenalkan ke beberapa pengepul, sampai akhirnya, permintaan mem-bludak melebihi kemampuan panen.

Permintaan mencapai dua ton per minggu, sementara kemampuan pro-duksi  baru 200 kg per empat hari Tak ada jalan lain kecuali memperluas ko-lam, dan mengajak sebanyak mungkin penduduk terlibat. “Sudah banyak yang mau, tapi terbentur modal,” ujar Bambang Sutrisno, Ketua Kelompok Tani Sido Urip. Untuk memulai budi-

daya, untuk seribu ekor lele dibutuh-kan tak kurang dari Rp 1,2 juta untuk bibit dan pakan. Itu pun kalau budida-ya dilakukan di atas lahan sendiri. Kurang dari seribu dipastikan, budida-ya tak ekonomis.

Dengan LKM Maju Bersama diha-rapkan kesulitan modal itu terpenuhi. Semakin mencorongnya Tanah Be-rong ga dalam budidaya lele membuat ke percayaan stake holder meningkat. Pemerintah Kabupaten pun mulai meng ulurkan bantuan permodalan. Un tuk tahap pertama, sebesar Rp 20 juta, Dana itu nantinya akan diputar de ngan dipinjamkan ke anggota yang membutuhkan. Seperti juga koperasi lain, LKM Maju Bersama dilengkapi AD/ART.

Tiap anggota, diharuskan memba-yar simpanan pokok sebesar Rp 10.000 dan simpanan wajib sebesar Rp 2.000 setiap kali pertemuan, yang diadakan per minggu. Lima puluh persen keun-tungan akan dikembalikan kepada anggota berupa SHU. Sisanya dipakai untuk cadangan, pendidikan anggota, insentif pengurus, sosial, dan audit.

Kenapa tak minta bantuan modal kepada Pertamina EP? “Kita mencoba mandiri. Jangan sebentar-sebentar min ta bantuan,” ujar Hadiyono. yang dipercaya menjadi Ketua LKM Maju Bersama. Sikap ini jauh berbeda de-ngan saat-saat awal Pertamina EP ma-suk ke kampung tersebut. Ketika itu bohlam putus pun, langsung minta ganti ke Pertamina.

MANDIRI DENGAN “MAJU BERSAMA”

Hadiyono dan Bambang Sutrisno.

Page 22: Balance edisi 5.pdf

22 TAHUN I VOLUME 005

W A W A N C A R AF

OT

O-F

OT

O:

AB

DU

L M

AL

IK

LUKITANINGSIH tidak pernah berambisi men-duduki kursi Dewan Direksi. Karirnya menga-lir seiring ikhtiarnya me-nyeimbangkan waktu an-

tara kerja dan mengurus keluarga. Toh takdir Sang Kuasa membawa ibu tiga anak ini pada posisi yang belum biasa dicapai kebanyakan kaum hawa. Makin berkuranglah waktunya untuk suami dan buah hati tercinta. “Tapi saya yakin Tuhan punya rencana terbaik untuk kami,” tutur wanita kelahiran

Semarang, Juli ini.Sarjana Akuntansi Universitas

Gadjah Mada (UGM) ini tak menam-pik, segudang tantangan menyergap-nya sejak setahun lalu dilantik sebagai Direktur Keuangan PT Perta mina EP (PEP). Paling utama adalah menga-mankan target penerimaan dan laba perusahaan, apa pun kondisinya. Saat berupaya merapikan langkah, Maret 2013 tugasnya ditambah. Ia dituntut ikut mengawal bidang komersial. Ren-tetan kalimat pada jabatannya pun makin panjang, menjadi Direktur Ke-

uangan dan Business Support.Tahun ini, Lukitaningsih harus

dapat memastikan PEP mampu me raih pendapatan USD 5,23 miliar, dengan profit USD 2,015 miliar, meski pro-duksi belum sesuai harapan. “Dan itu pun sebenarnya baru 93% dari RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Pen-dapatan). Programnya sih lebih tinggi,” ujarnya sembari tertawa.

Pada business support, mantan Manajer Valas PT Pertamina (Persero) ini diminta mengkomersilkan produk gas dan minyak pertamina EP, sehing-

Memastikan target laba bersih tercapai 100%. Efisiensi menjadi andalan di tengah belum stabilnya produksi. CSR adalah investasi, bukan tuntutan atau beban. Ikut jajakan produk untuk menggenjot penerimaan.

Page 23: Balance edisi 5.pdf

23VOLUME 005 TAHUN I

ga lebih bervariasi pembelinya. “Mi sal-nya gas, harus ada effort yang bagus agar dapat harga yang lebih baik,” te-rang istri dari Kresno Sediarsi ini ke-pada BALANCE, Jumat, 11 Oktober 2013. Berikut penuturan lengkapnya.

Produksi belum sesuai ha-rapan, apa mungkin target 2013 ini dicapai 100%?

Ya apa pun kondisinya, tahun ini target penerimaan dan profi t diharap-kan bisa tercapai 100%. Ketika pro-duksi belum terpenuhi, maka kita harus menggenjot efi siensi. Dari sisi operasi, kita mulai memperbaiki data-data sub service-nya sehingga meng-hasilkan efisiensi. Meski demikian, Anggaran Belanja dan Investasi tetap kami upayakan mampu mendorong pencapaian produksi. Karena untuk produksi yang optimal tentu membu-tuhkan investasi.

Ngomong-ngomong berapa Capital Expenditure atau Anggaran Belanja dan Investasi yang disiap-kan Pertamina EP tahun ini?

Anggaran Belanja dan Investasi untuk 2013 jumlahnya dianggarkan USD 989 juta, tepatnya USD 988.178.420. Na-mun di 2013 ini ada juga sejum-lah RK (Rencana Kerja) yang be-lum teranggar-kan, jadi hendak diajukan tam-bahan anggaran.

Pem belan jaan dan Investasi dikenal dua jenis. Yakni BD (Business Develop-ment) dan Non BD seperti untuk biaya gaji dan lain-lain. Untuk BD dibagi lagi BOR dan Non BOR. Yang termasuk BOR adalah pembangunan fasilitas, yang memang menyerap anggaran pa-ling besar mencapai 70% dari keselu-ruhan Ang garan Biaya dan Investasi.

Sampai Agus tus 2013, biaya un tuk fasilitas seperti pemboran eksplorasi, eksploitasi, service facilities, mencapai 61% dari keseluruhan anggaran. Sep-tember 2013 yang dikeuarkan un tuk BOR akan lebih tinggi karena kami se-dang ngebut untuk mencapai target pro duksi dan cadangan. Penca paian tar get cadangan juga sangat pen ting untuk adanya sustainability produksi. Pemenuhan Ang garan dan Biaya Inves-tasi itu keseluruhan dari PT Pertamina (Persero). Se tiap tahun kita mengaju-kan anggaran ke Persero.

Untuk kegiatan CSR dan ling-kungan, berapa yang dianggarkan rata-rata tiap tahun?

Untuk dana CSR serta lingkungan, idealnya dianggarkan 2% dari profit konsolidasi perusahaan. Namun itu se-

mua tergantung penyerapan dan ke-butuhan di lapanagan berdasarkan

program. Dari jumlah 2% dari profi t itu, biasanya yang terpakai

sekitar 80%. Na mun meski de-mikian, dana CSR Per tamina EP tetap yang paling tinggi di

antara anak-anak perusaha an Perta mina lainnya. Mung kin

kare na profitnya paling besar, dan wilayah kerjanya paling luas, sehingga paling banyak CSR-nya yang harus dibiayai.

Dana CSR Pertamina EP pa da 2011 sebesar USD 5,42 juta, tahun 2012 sebesar 7,23 juta, dan pada 2013 dianggarkan USD 6,3 juta. Dalam lima tahun terakhir memang trennya naik, namun di 2013 turun karena produksi juga sedang turun. Un tuk keseluruh an program CSR, kita mempunyai Blue Print CSR, yang merupakan pedoman investasi Pertamina EP di bidang sosial dan lingkungan. CSR dan lingkungan pada dasarnya adalah investasi, bukan tuntutan ataupun be ban. Kita tidak akan bisa maju kalau orang-orang di sekitar kita tidak maju.

Jadi etos Pertamina EP ingin maju seiring dengan kemajuan masyarakat ya?

Benar. Target kita bahkan pada 2015 masyarakat di sekitar wilayah ope rasi Pertamina EP dapat mandiri. Untuk itu, CSR kita memang banyak di arahkan pada pengembangan poten-si ekonomi. Pembinaannya kita la ku-kan dengan melibatkan perguruan ting gi untuk pendampingan, sehingga masyarakat tidak hanya diberi modal namun diberikan keterampilan praktis serta manajemen, sehingga bisa me-ngelola usahanya sendiri.

Kita juga bantu mereka dalam hal pemasaran. Untuk awal, saat Ulang Ta-hun Pertamina EP tahun ini kita

“Benar. Target kita bahkan pada 2015 masyarakat

di sekitar wilayah operasi Pertamina EP

dapat mandiri.”

Page 24: Balance edisi 5.pdf

24 TAHUN I VOLUME 005

W A W A N C A R A

datang kan mereka untuk mengikut-sertakan produknya dalam pameran di lobi kantor kita. Mulai produk kompor, kayu ulin, cobek, dan lain-lain kita da-tangkan untuk dipamerkan, sehingga akan membantu mereka me la kukan pe masaran. Harapannya 2015 produk mereka sudah makin dikenal, dan me-reka bisa mandiri, memasarkan sendiri.

MENGAWALI karir di Pertamina se-bagai Staf FINEK di BKKA pada tahun 1983, hingga saat ini Lukitaningsih telah mengecap berbagai jabatan dan posisi, baik di anak-anak perusahaan maupun induk perusahaan. “Tapi rata-rata memang yang berhubungan de -ngan bidang keuangan,” ungkapnya. Tercatat, pada 1992 ia menjabat Asis-ten Keuangan, lalu menjabat Asis ten Manajer Pengkajian Pendapatan di Di-rektorat Manajemen Production Shar-ing (MPS) dan selanjutnya menjadi Kepala Sub Dinas Asset KKKS di BPMIGAS.

Ibu dari Yoga (sekarang S2 di Lon-don), Dityo (sedang menempuh S1 di ITB), dan Rissa (kelas 5 SD) ini me-nyelesaikan S2-nya dan menyabet gelar Magister Manajemen bidang Eko nomi dari UGM pada 1998. Se telah dari BPMIGAS ia sempat bertugas di Di-rektorat Hulu Pertamina sebagai Asis-ten Manajer Portofolio In ves tasi Drill-ing, di Direktorat Ke uang an Perta mina sebagai Manajer Peng ada an Valas dan Hutang Jangka Pan jang pada 2003. Pada 2008 barulah ia memulai karir di Pertamina EP sebagai Vice President Kon troler dan Manajemen Risiko. Ja-bat annya sekarang sebagai Direk tur Keuangan dijalaninya mulai 23 Feb ru-ari 2012, lalu berubah menjadi Direktur Keuangan dan Business Support pada Maret 2013.

Seluruh karier Anda lekat de-ngan bidang keuangan?

Ya saya memang menyukai bidang keuangan, karena membutuhkan ke-percayaan dan kejujuran. Laporan ke-uangan itu menggambarkan kondisi

riil, tidak mungkin kita menyulap la-poran keuangan, dan tidak boleh. Jadi kalau mau laporan keuangan bagus, harus berusaha mati-matian, disiplin dalam efi siensi dan keseluruhan tar-get. Kami juga berharap apa yang kami lakukan di Pertamina EP dapat men-jadi role model bagi perusahaan lain.

Sejak tugas Business Support ditambahkan pada jabatan Anda, adakah perubahan yang Anda rasakan?

Waktu yang dihabiskan di kantor jadi lebih banyak, rata-rata pulang habis magrib. Sampai rumah kembali bekerja, ha...ha…ha… Biarpun di ru-mah tidak mungkin kita tidak memba-las atau merespon sms atau email yang masuk, karena produksi pun te rus ber-jalan 24 jam. Tapi saya besyukur, meski lebih repot, tapi bisa belajar banyak hal baru. Saya tidak punya back ground IT dan komersial, tapi sekarang jadi tahu karena dipaksa belajar. Interaksi de-ngan orang juga lebih bagus. Selama mengurus keuangan, memang tidak

banyak interaksi dengan orang. Jadi akhirnya menjadi berkah.

Lalu ada protes dari keluarga nggak?

Sejak awal kerja saya minta izin su ami, dan diizinkan. Izin itu ya mesti komit, izinnya tidak bisa setengah-se-tengah, termasuk ketika kita menda-patkan penugasan atau promosi. Tapi se bagai istri dan ibu kita juga ha rus tahu diri. Toh selama berkarir saya menjalaninya mengalir saja. Selalu be r -usaha menyeimbangkan waktu antara kerja dan keluarga. Ketika sekarang ada di posisi ini dan waktu untuk kelu-arga jadi berkurang, saya merasa Yang Maha Kuasa pasti ada rencana lain.

Cuma saya akui, ketika sampai pada posisi direksi ini, makin susah menyeimbangkan. Tetap saja lebih ba nyak urusan kerja. Tetap lebih berat ke pekerjaan dan kantor. Kalau ada yang bisa melakukan benar-benar adil dan seimbang, boleh deh saya diberi tahu tips-tipsnya, ingin banget saya bisa begitu, ha...ha...ha...

AB

DU

L M

AL

IK.

Page 25: Balance edisi 5.pdf

25VOLUME 005 TAHUN I

Saya berterima kasih pada suami yang bisa memahami posisi saya. Cu ma yang sering protes secara tidak langsung adalah anak yang paling kecil. Dua kakaknya laki-laki yang ku-liah di kota lain, sering dikirimnya gambar keluh kesah. Maklum saya dan ayahnya sama, sibuk kerja. Terus terang, kami sekarang banyak kehi-langan waktu-waktu untuk bersama. Selain sibuk kerja, dua anak saya kan studi di luar Jakarta.

Saat dulu masih sering kum-pul, apa sih yang sering dilakukan bersama?

Kami dulu, saya, suami, dan anak-anak, sering main musik bersama. Namun kini tinggal bertiga jadi susah, hampir tidak pernah main musik bers-ama lagi. Kesibukan meningkat, masa-masa bareng-bareng itu hilang. Tapi ya bagaimana, harus dijalani. Jadi saat nantinya pensiun, kurang 15 bulan lagi, yang saya inginkan adalah kem-balinya waktu-waktu bersama itu.

Rumah saya dekat dengan kantor

sebenarnya, masih di kawasan Sudir-man, Jakarta Pusat. Perjalanan tidak terlalu memakan waktu. Tapi tetap saja pekerjaan menyita waktu-waktu untuk bersama. Kalau Sabtu-Minggu, saya, suami, dan anak perempuan yang bung su berusaha meraih kembali ke-bersamaan itu. Kita ikuti berbagai event, lari pagi, jalan sehat, dan lain-lain. Saya apalagi ayahnya sudah tidak kuat lari, sekedar ikut saja biar bisa kumpul bertiga. Terkadang juga be-renang bersama. Suami saya yang se-ring diejek anak saya yang kelas 5 SD karena tidak kuat lari, ha...ha...ha...

Untuk anak saya yang ketiga itu, meski sibuk, tetap saya usahakan men-jalankan kebiasaan lama. Yakni mem-berikan dongeng sebelum tidur. Itu saya lakukan sejak anak pertama, ke-dua, sampai yang ketiga sekarang. Do-ngengnya tidak dari buku cerita atau apa, tapi karangan sendiri. Apa pun saya kemas menjadi cerita yang me-ngandung hikmah dan disampaikan sebelum tidur. Itu yang paling berke-san bagi mereka. Kalau kakak-ka-kaknya pulang ke rumah saat liburan, ya minta diceritakan juga sebelum ti-dur, ha…ha…ha… Mereka bilang, ka-ngen cerita ibu.

Dengan segala pencapaian ka-rir Anda sekarang, apa yang maih menjadi obsesi Anda ke depan?

Ya karena kesibukan kerja ini mem buat waktu-waktu bersama kelu-arga banyak yang hilang, pas pensiun nanti saya ingin yang banyak hilang itu bisa kembali. Itu obsesi pribadi tapi, ha...ha...ha... Cuma kalau untuk Perta-mina, saya ingin perusahaan ini lebih ma ju lagi. Pertamina saat ini sudah bagus tapi belum bagus banget. Sema-ngat kerja dan cara kerja banyak yang masih harus dibenahi. Pekerja perem-puan di Pertamina banyak, tapi yang sampai ke level atas, direksi misalnya, belum banyak. Kalau di Perta mina EP sen diri, dari 3.000 pekerja, 184 di an-taranya perempuan. Namun yang sam-pai level manajemen baru 4%, kurang dari sepuluh. Yang jadi VP baru dua

orang, yang manajer 6 orang. Kalau ra-pat manajemen, masih dido minasi laki-laki.

Masih kurangnya pekerja perem-puan Pertamina EP yang sampai ke ja-jaran pimpinan bukan karena gender, tetapi karena sebagian bsar di sini me-mang pekerjaan laki-laki. Namun ke depan harus tetap lebih banyak, kalau bisa diseimbangkan antara pimpinan yang laki-laki dan perempuan. Kalau rapat manajemen masih didominasi laki-laki.

Memang susah ya perempuan sampai level pimpinan di Pertamina?

Yang jelas tidak ada bias gender di Pertamina, semua dapat kesempatan sama. Direktur Utama kita di induk per usahaan cukup menjadi contoh. Kalau di Pertamina EP, karena memang sebagian besar pekerjaan adalah peker-jaan laki-laki. Bertambahnya perem-puan yang menduduki jajaran pimpin-an Pertamina, dan kemajuan pe rem-puan Indonesia pada umumnya, boleh dibilang obsesi saya selanjutnya. Secara umum jumlah perempuan lebih ba-nyak, tapi yang berpendidikan ku rang. Padahal potensi pe rem puan In do nesia sangat besar, ting gal bagai ma na ke-mau annya. Ka lau kesempatan saya kira sudah terbuka, karena Indo ne sia sekarang su dah sangat terbuka, tidak ada bias gen der. Tinggal perempuan-nya sendiri bagaimana. Mau lebih maju nggak?

Pernah saya dan beberapa SVP di Per tamina (persero) merancang ke-giatan untuk mengumpulkan pekerja perempuan Pertamina dan sharing untuk memberikan motivasi. Tapi me-nurut saya, kalau sekedar sharing tidak bakal melekat. Harus dari diri perem-puannya sendiri. Perempuan harus pu-nya ekstra kekuatan karena secara kod-rat ada tuntutan mengurus keluarga. Peran Ibu tidak bisa tergantikan. Ob se-si lainnya, saya sekarang sedang me-nyiapkan kader yang kompeten, untuk menggantikan saya saat pensiun nanti. Tapi tidak harus perem puan kok…

Page 26: Balance edisi 5.pdf

26 TAHUN I VOLUME 005

W I S A T A

“Everyone discusses my art and pretends to understand, as if it were necessary to understand, when it is simply necessary to love.”– Claude Monet

Teks dan Foto: Juhri Slamet

PERTAMA kali saya jatuh cinta dengan lu-kisan ketika secara ti-dak sengaja menemu-kan buku kecil berisi koleksi lukisan Clau de

Monet, terutama Poppies Blooming, . Fantasi mengenai manis dan ha-ngatnya lukisan itu tertata rapi dalam ingatan saya. Saat itu, saya masih di se kolah menengah pertama.

Kisah inilah yang membawa saya dari galeri seni satu ke galeri seni yang lainnya. Setiap melancong ke luar ne-geri, saya sempatkan mengunjungi ga-leri, termasuk saat berkunjung ke Sidney. Di sana ada Galeri Seni New South Wales yang didirikan pada 1871. Tempat ini, merupakan salah sa tu “most beautiful” galeri seni di dunia, yang masuk daftar wajib kun-jung para pecinta dan kolektor lukisan dari seantero jagat.

Meski banyak tempat dan gedung eksotik yang bisa dikunjungi, saya me-letakkan Galeri New South Wales pada urutan pertama sebagai tempat yang haruys dikunjungi. Galeri New South Wales pun menjadi pagi hari per tama saya di Sydney setelah tertidur lelap se-panjang malam, lelah sehabis menem-puh perjalanan 12 jam melalui kereta api dari Melbourne. Se habis melahap ‘amunisi’ sarapan pagi dan menyiap-kan kamera, saya berjalan menuju tempat perhentian bus, menunggu Bus 555, bus gratis untuk para turis yang ingin memutari Sydney.

Saya berhenti di shuttle tepi Elizabeth Road, berjalan melintasi

THE ART GALLERY OF NEW SOUTH WALES

“SENI UNTUK DUNIA BARU”

Koleksi Lukisan dari Abad Pertengahan di Galeri Seni NSW.

Page 27: Balance edisi 5.pdf

27VOLUME 005 TAHUN I

Hyde Park, berhenti sejenak dan tegak mematung memandangi kemegahan St Mary’s Cathedral yang ramai dikun-jungi para turis yang terlihat asyik mengambil gambar dan foto bersama. Dari St Mary’s Catherdal saya berjalan lurus sekitar 7 menit menyusuri Art Gallery Road. Tersenyum lebar pada kemegahan bangunan gedung ber-warna gading, bertuliskan “ART GALLERY OF NEW SOUTH WALES”

Tarif masuk gratis untuk ruang

pameran umum yang memamerkan seni Australia (dari masa pemukiman hingga kontemporer), Eropa dan Asia. Koleksi Art Gallery of NSW sangat kaya dan beragam. Koleksi-koleksi ini menjadi barometer menarik dari evo-lusi selera dan gaya, dan perubahan nilai-nilai sosial, budaya bahkan poli-tik. Menjadi penanda definitif per-tumbuhan institusi. Dalam sejarah kita kira-kira 130 tahun, Art Gallery of NSW telah menjadi jauh lebih maju,

tidak hanya sekedar berisi ‘pajangan’. Galeri NSW berkembang menjadi tempat untuk menikmati kuliah, fi lm, konser dan pertunjukan, tempat untuk bertemu teman-teman atau mengambil bagian dalam program pen didikan atau acara khusus. Di atas itu semua, galeri ini menjadi tempat penuh pengalaman dan inspirasi.

Anda bisa memulainya dari ground level. Di sini disuguhkan karya-karya seni Eropa pada abad ke-19. Di sini, kaki saya seperti dipaku, terpana me-lihat lukisan-lukisan yang memainkan emosi dan imajinasi saya. Ada bebe-rapa koleksi yang membuat saya eng-gan beranjak. Seperti detail “Vive L’Empereur (1891) by Edourd Detaille”, juga kemewahan lukisan “Th e Visit of The Queen of Sheba to King Solomon (1890) by Sir Edward John Poyntera”.

Saya berdiam lama menikmati ke-tenangan dalam lukisan Eugene Von Guerard yang berjudul “Milford Sound,

Th e Visit of Th e Queen of Sheba to King Solomon (1890) karya Sir Edward John Poyntera.

Lukisan karya Eugene Von Guerard yang berjudul Milford Sound, New Zealand

From a Distant Land karya David Davies.

Page 28: Balance edisi 5.pdf

28 TAHUN I VOLUME 005

Suasana lower level 1.

W I S A T A

New Zealand” yang dilukis dari tahun 1877 hingga 1879, dan kerinduan David Davies melalui “From a Distant Land” tahun 1889. “From a Distant Land” ini lukisan tegas terorganisir memanfaatkan perangkat komposisi yang paling umum: dari ruangan gelap pintu terbuka ke matahari mencolok

dari semak Australia, yang memung-kinkan elemen narasi interior untuk memperluas ke dunia luar.

Sebelum meninggalkan ground level, saya kembali ke karya Eugene Von Guerard, “Milford Sound, New Zealand” menikmati lagi interprestasi yang tinggi dari Romantisme

Eugenevon Guerard tentang land-scape. Lukisan berdimensi 99,2x176,0 cm pada stretcher dan 137,5 x 213,5 x 14,0 cm frame, menafsirkan kein-dahan Selandia Baru yang kerap men-jadi magnet bagi seniman untuk me-mindahkannya ke kanvas.

Dari ground level, saya pindah ke

becauseitisbitter-(lower level 3) Yiribana Gallery of Aboriginal and Torres Strait Islander Art.

Th ey Give Evidence (2003), karya Dadang Christanto – Asian Gallery.

Page 29: Balance edisi 5.pdf

29VOLUME 005 TAHUN I

lower level 1. Di area ini, kita bisa me-nikmati karya-karya seni dari seluruh Asia, termasuk Indonesia tentunya. Disini saya bertemu dengan karya se-niman Contemporary Art dari Indo-nesia yang berjudul “Th ey give evidence” hasil kerja keras Dadang Christanto. They Give Evidence yang di beli oleh Galeri Seni NSW pada tahun 2003 ini merupakan instalasi fi gure pengungsi korban, membisu membawa mayat pria tak bersalah, perempuan, dan anak-anak yang telah dibunuh: bukti kebiadaban manusia dengan manusia, sebuah monumen bisu kesedihan ko-munal. Pekerjaan pemogokan lang-sung, rasa sakit dan kasih sayang, dan

juga merupakan permohonan simpati terhadap sisi kemanusiaan.

Yang tak kalah menakjubkan ada-lah koleksi di lower level 2. Pada level ini pengunjung disuguhkan pajangan seni kontemporer dan galeri seni mo-dern. Terdapat karya-karya nyentrik dari Sol LeWitt, Carl Andre, Josef Albers dan lain-lain. Yang menarik perhatian saya adalah fotografi karya Brenda L Croft yang timeless, emo-sional, dan jenius dalam kombinasi pencahayaan sehingga image memiliki kesan lebih ‘hidup’.

Foto-foto Brenda L Croft yang menarik diantaranya; Th ea, Tyson and Hetti Perkins, from the series The Big

Deal is Black tahun 1993, Sue Ingram, B o t a n y R o a d / R e g e n t S t r e e t , Redferntahun 1992, Strange Fruit 1994, Mathew Cook and Bonny Briggs, Aboriginal Community health services, Pitt Street, Redfern 1992 dan Don’t go kissing at the garden gate I, from the se-ries In my father’s house 1998.

Sementara di lower level 3 adalah koleksi lukisan aborigin dari Ian Abdulla, Binyinyuwuy, Julie Gough, Janice Kngwarreye dan lain-lain. Yang saya sempat memiringkan kepala penuh konsentrasi, saat melihat karya Vernon Ah Kee yang berjudul “becau-seitisbitter” (2009, yang menyertakan bait puisi Stephen Crane (1871-1900). “becauseitisbitter “ ini memiliki reso-nansi tambahan dalam konteks kon-temporer hubungan ras di Australia.

Saya menghabiskan waktu seha-rian berputar-putar menjalejahi isi museum seni ini. Jika Anda pencinta karya seni dan ingin mengunjungi museum ini, saya sangat menyaran-kan agar Anda meluangkan waktu se-hari dalam itinerary perjalanan Anda. Karena di dalam museum ini sendiri terdapat mini restaurant yang menye-diakan lunch maupun makanan ri-ngan. Tidak hanya itu, di dalam Art Gallery of New South Wales ini juga ada Gallery Shop yang menjual buku-buku seni, Poster, DVD, hingga merchandise dengan harga-harga yang lumayan bersahabat.

Area koleksi fotografi Brenda L Croft . Mathew Cook and Bonny Briggs, Aboriginal Community health services, Pitt Street, Redfern – lower level 2 New Contemporary Gallery.

Sue Ingram Botany Road Regent Street – lower level 2 New Contemporary Galleries & Modern Galleries.

Page 30: Balance edisi 5.pdf

30 TAHUN I VOLUME 005

Karya-karya perupa senior dari kelompok kiri Djoko Pekik, dipamerkan Galeri Nasional Jakarta. Sempat dilabeli pelukis satu miliar. Menolak melukis pemandangan dan wanita cantik.

Teks dan Foto Galih Pramudita

ODE KUAS SI KUDA BALAP

SEEKOR celeng (babi hutan) raksasa dengan bulu-bulunya yang kasar dan hitam pekat muncul ditengah kota. Ia tergolek tak ber-daya ditengah kerumunan massa. Tubuhnya tambun dengan perut gendut, bertaring empat, serta bersusu enam. Dengam mata

yang merah dan gerak tubuh yang kaku ia tampak me-nyeruduk dan mengais tanah dan ceceran darah.

Sementara itu, di bawah jembatan layang tak jauh dari tempat ia terbaring, ribuan massa terlihat bersorak sorai seo-lah menghadang akan menangkapnya.

Mata si celeng hanya mendengus menye-ruduk dengan angkuhnya di antara jarak yang masih

membentang dengan gerombolan massa.Sementara di atas jembatan layang yang menjulur,

mobil-mobil tampak ramai lancar tak menghiraukan kejadian yang menggemparkan itu.

Dalam ingatan jutaan orang, binatang celeng lekang dengan sifat perusak, hama pertanian, ia rakus me-makan apa saja yang ada. Dalam berbagai dongeng, folklore dan sastra Indonesia, kisah celeng intim dengan kisah mahluk jadi-jadian dari manusia yang mempunyai ilmu pesugihan yang gemar mencuri ke-kayaan orang lain.

Dunia novel populer, fi lm, merekam cerita babi ngepet dengan begitu populer dalam ingatan dan pengalaman kultur masyarakat luas. Dengan men-jadi mahluk jadi-jadian babi ngepet, orang dapat mengubah dirinya menjadi babi dan berkeliaran ke-

mana saja untuk mencuri harta kekayaan orang lain, menumpuk kekayaan dan kejayaan tanpa batas, tanpa diketahui caranya oleh siapapun.

Idiom tabiat celeng raksasa kemudian ditangkap dan direkam dalam warna dominan coklat loreng bak tanah lumpur di atas kanvas pelukis senior, Djoko

S E N I

PAMERAN

30 TAHUN I VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVOLUOLUOOOOLUOLUOLUOLOLUOLUOLULUUUUULUOLUOLUOLUOLULUUUOLUO UOLUOOOOOOOOOLUUO UULUUMMMMMMMMEMEMEMEMMM 000000005050555500050555

cantik.

Teks dan Foto Galih Pramudita

y gS

layaribulah

Mataruduk dengan a

membentang dengaSementara di at

mobil-mobil tampakkejadian yang meng

Dalam ingatadengan sifat permakan apa sajafolklore dan sastdengan kisah mmempunyai ilmkayaan orang la

Dunia novengepet dengan tpengalaman kujadi mahluk jamengubah diri

manaa saja untukmenumpuk kekdiddd ketahui carany

Idiom tabiatdddad n direkam datanah lumpm ur d

Lukisan Susu Raja Celeng (1996).

Djoko Pekik di depan karya patungnya Berburu Pekik.

Page 31: Balance edisi 5.pdf

31VOLUME 005 TAHUN I

sewenangan penguasa dan bangkitnya rakyat dalam menuntut haknya.

Menurut pengakuan Pekik, seperti dikutip Dr. M. Agus Burhan di katalog pameran, idiom makian “celeng” tersebut telah lama dipendam Pekik sejak ia dipenjara dan sering teraniaya dan diinjak penguasa. Disusul ke-mudian status black list yang dilekatkan kepadanya seba-gai eks tapol.

Pekik adalah satu dari anggota Sanggar Bumi Tarung (SBT). Sanggar seni ini bagian dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Sebagai pelukis kelompok kiri, Pekik pernah kesulitan melukis karena cap eks tahanan politik yang dilekatkan di tubuhnya. Peristiwa 1965 membuat Pekik mendekam dalam penjara hingga 1972. “Black list sebagai eks tapol berlangsung 20 tahun. Saya tak boleh berkarya,” ucap Pekik.

Menurut Pekik, dari 28 lukisan dari 28 karya yang dipamerkan hanya satu karya lukis yang dibuat pada 2012 yang berjudul Pawang Kesurupan yang dibesut diatas kanvas cat minyak ukuran 150 x 2.000 cm. Disana menggambarkan kebobrokan lembaga hukum di Tanah Air.

Dilukiskan disana seorang hakim menelan seekor ayam hidup-hidup dan makanan lainnya. Hakim itu juga bermain wanita dalam persidangan. “Uniknya pada lukisan Pawang Kesurupan ini menceritakan sejumlah

Pekik yang bertajuk “Susu Raja Celeng” (1996) yang di-pamerkan kembali bersama 28 lukisan lainnya dan tiga patung tahun 1964-2013 di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran berjudul “Zaman Edan Kesurupan” yang digelar 10-17 Oktober ini merupakan pameran tunggal terakhir Pekik setelah 60 tahun perjalanan panjangnya bergiat di medan seni rupa mengusung tema kerakyatan.

Dalam lukisan berdimensi berukuran 139 x 180 cm itu, seniman Pekik mencoba mengalegorikan celeng seba-gai celeng gontheng (babi ngepet) raksasa yang terjebak di tengah hingar-bingar kota. Tubuh tambun dan susunya yang masak mengisyaratkan celeng itu sedang menyusui anak-anaknya, sehingga ia sangat rakus dan merasa lapar terus.

Celeng raksasa ini, dilihat dari ukurannya bisa diduga merupakan pimpinan kelompok celeng gontheng atau jelmaan manusia, pemimpin dari gelombang masyarakat yang menghadangnya. Masyarakat sangat resah dengan kerakusan celeng dalam menjarah dan merusak kehidupan ekonomi dan sosial mereka selama ini.

Ironisnya, digambarkan di latar belakang, masyarakat kelas atas yang bermobil di atas jembatan layang tam-pak berlalu lalang tak hirau pada peristiwa itu, layaknya jajaran gedung-gedung yang angkuh bersanding dengan rumah-rumah kumuh yang berhimpitan disebelahnya. Lukisan ini seolah mengungkapkan konsep dasar ke-

Pembukaan pameran tunggal Perupa Senior Djoko Pekik “Zaman Edan Kesurupan “ di Galeri Nasional, Jakarta, 10-17 Oktober 2013.

Page 32: Balance edisi 5.pdf

32 TAHUN I VOLUME 005

koruptor dalam persidangan yang justru dilakukan pelaku hukum sendiri, dimana kondisi hukum di Indonesia yang kacau balau. Para elit penguasa hukum ini, haus dan lapar akan kekuasaan termasuk uang dan wanita,” kata Pekik disela-sela pembukaan pamerannya di Galeri Nasional.

Ia beropini ihwal bobroknya hukum di Tanah Air selama ini yang mabuk kekuasaan. Anehnya kini, kasus korupsi teranyar sedang ramai menyorot dugaan suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Muhtar, di kasus pilkada.

***LELAKI kurus bekumis dan berambut kucir ini lahir di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah pada 1938. Ia sejak kecil terbiasa melihat kegiatan musik, gerak, dan rupa. Di desanya, Pekik banyak melihat kesenian lokal. Misalnya, tarian ledhek, karawitan pengiring ledhek, jathilan gogik dan pementasan wayang. Pekik tertarik menggambar, melukis, dan membuat benda untuk ber-main di Sekolah Rakyat.

Lantaran kesukaannya akan seni, pekik kemudian hijrah ke Yogyakarta pada paruh kedua 1950-an, dan belajar seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta, sekarang Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada 1958-1963. Di sana ia berbaur dengan para mahasiswa dari berbagai daerah dan bermacam orientasi termasuk para aktivis yang terpikat pada ajaran-ajaran kritis yang diperoleh dari dunia akademis.

Pergaulan sosial-akademik semacam itulah yang membawa pemuda desa, anak petani sederhana Grobogan, bernama Djoko Pekik bergabung dengan SBT pada 1961, sebuah sanggar seniman muda yang mencoba memraktikkan realisme sosial dan Realisme Sosialis. Awalnya SBT bukanlah lembaga yang secara struktural berada dalam jalur binaan Partai Komunis Indonesia, namun kemudian SBT bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang berafi liasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Keterlibatan Pekik dalam SBT itulah yang kemudian mengakibatkannya harus melewati suatu perjalanan paksa yang sangat khusus sebagai pesakitan, dalam periode his-toris Sejarah Nasional Republik Indonesia yang berlang-sung sejak awal Oktober 1965 sampai dekade 1970-an.

Dalam kurun waktu inilah terjadi berbagai kekerasan fi sik, militeris, simbolis, dan sosial terhadap banyak warga negara yang dituduh, disangka, atau pun yang sekedar dianggap sebagai anggota, pendukung, atau simpatisan dari PKI dan lembaga-lembaga di bawahnya.

SBT pun dibubarkan saat itu, banyak anggotanya yang terdiri dari anak muda usia dua puluh disiksa, dipenjara, dan dibunuh. Semuanya dilakukan tanpa disertai proses hukum yang berlaku. Dalam prahara itu

Pekik ditangkap tanpa pemberitahuan apa-apa. Selama tujuh tahun ia mendekam disejumlah lokasi di Yogyakarta, mulai tanggal 8 November 1965. Pada tahun 1972 ia dibebaskan. Namun di alam bebas pun ia merasa seperti tahanan. Hak-hak politiknya dicabut, KTP nya diberi kode khusus bahwa ia adalah mantan tahanan politik (eks-tapol).

Kehidupan Pekik sekeluar dari penjara penuh dengan deraan kesulitan. Ia menyambung hidup sebagai tukang jahit kecil-kecilan di bilangan Wirobrajan, Yogyakarta. Di tengah semua itu ia tak pernah berhenti melukis. Ada sekitar 300 lukisan yang ia hasilkan.

Suatu ketika, di penghujung 1980-an, Astri Wright, peneliti dari Canada tentang seni Asia Tenggara dan Seni Moderen Indonesia, menjadikan lukisan Pekik sebahai bahan disertasi studi doktoralnya. Tak lama se-telah itu minat terhadap karya Pekik makin meningkat. Bahkan dis eputar pasca orde baru, salah satu karyanya dibeli dengan harga satu milyar rupiah. Ia pun dikenal sebagai “pelukis satu milyar”.

Pekik adalah satu dari beberapa pelukis dari ‘Kelompok Kiri’ Indonesia yang pernah menghilang lama, namun berhasil mengemuka kembali, dan secara aktif turut membentuk perwajahan Seni Lukis Indonesia. Hal ini kemudian mempengaruhi Pekik memegang teguh prinsip berkeseniannya, seni kerakyatan yang secara metaforis menghadirkan dirinya dalam suatu bingkai peristiwa sosial.

Karya-karyanya menampilkan berbagai materi subjek berbeda yang diambil dari fenomena sosial lewat tinjauan media maupun secara langsung dialaminya sendiri. Dalam karyanya yang berjudul Lintang Kemukus

S E N I

Page 33: Balance edisi 5.pdf

33VOLUME 005 TAHUN I

(2003) ia melukiskan pengalamannya sendiri melihat konstelasi perbintangan dengan susunan tertentu pada akhir tahun 1965. Dalam tradisi Jawa lintang kemukus dipercaya sebagai penanda akan terjadinya suatu tragedi, masa pageblug, atau masa panjang penuh bencana dan petaka, apakah karena suatu gerakan alam, atau karena ulah masyarakat yang berujung konfl ik tak terselesaikan sehingga mengakibatkan korban secara luar biasa.

Sedangkan karya yang merepresentasi keterlibatan-nya dalam aktivitas sosial-budaya keseharian masyarakat adalah adalah karyanya yang berjudul Menghibur Korban Gempa, 2007; disini ia melukiskan dirinya sendiri sedang jathil (menari dengan properti kuda-kudaan), memegang bendera merah-putih, berkeris di pinggang; disaksikan oleh orang-orang sekitar yang rumahnya rubuh aki-bat gempa yang mengguncang Yogyakarta tahun 2006.

Bendera dan keris adalah token simbolis yang dipakai oleh Pekik untuk mengatakan pentingnya keterlibatan sosial seniman, dan kedekatan an-tara seni dan kehidupan rakyat.

Semua tema yang diungkapkan Pekik dalam lukisannya menyiratkan kesinambungan kuat sebagai pemikiran yang hidup dan terus diperjuangkan. Semua tema yang diungkap Djoko Pekik dalam karya-karyanya dibangun dari konsep dasar tentang bagaimana masyara-kat terpinggirkan terus berupaya meneriakkan

haknya yang terus dirampas.Selama hidup di alam seni, Pekik menegaskan

dirinya yang konsisten dengan karya-karya yang bertema sosial yang membela rakyat. Hingga saat ini ia mengaku tidak pernah membuat lukisan yang elok seperti pemandangan, keindahan apalagi wanita cantik. Kebanyakan lukisannya membahas soal buruh, petani kecil sesuai dengan keadaan sebenarnya yang terjadi, baik korupsi, pemberantasan, pembunuhan dan lainnya.

“Berani begini sebab aku mengalami sendiri, tentang pentingnya melukiskan sesuatu yang benar-benar diyakini. Aku ini kuda balap, tidak cocok untuk andong”. Lebih baik menjahit dan menjual lurik, daripada melukis di luar prinsip sendiri lalu mengikuti keinginan orang lain,” ungkap lelaki berusia 75 tahun ini.

Dengan keyakinan itu si kuda balap melukis Kali Brantas dan Bengawan Solo yang dibuat pada 2008. Lukisan itu menggambarkan pembunuhan massal korban 1965 di Kali Brantas, Jawa Timur dan Sungai Bengawan Solo. Pekik melukiskan bagaimana ratusan manusia di antara tank tentara, persis di bawah ban. Mata mereka bertutupkan kain. Tangan mereka saling memegang pundak satu sama lain. Pekik terlihat di antara lautan manusia itu.

Pengamat Seni, Dr. M. Agus Burhan dalam catatannya yang dirilis di katalog pameran Djoko Pekik “Zaman Edan Kesurupan” mengatakan bahwa walau tidak dengan ketepatan objek, namun setiap bentuk dalam lukisan ini telah mengungkapkan maksud atau gagasan pelukisnya dengan jelas. Lukisan ini mencampurkan gaya realisme dan unsur-unsur dekoratif serta pembentukan yang naif.

“Model-model pengungkapan yang demikian meru-pakan kecenderungan besar yang dianut pelukis-pelukis Indonesia pada masa itu. Dari masa Persagi sampai tahun 1960-an, seni lukis Indonesia dibangun dengan para-digma estetik kerakyatan,” katanya.

Dalam kerangka tersebut seni lukis mencari bentuk lewat realitas kehidupan kerakyatan, demikian juga gaya yang dikembangkan secara bentuk visual banyak yang menekankan nilai komunikatif pada masyarakat. Aliran dan gaya yang banyak dikembangkan pelukis adalah realisme sosial dengan berbagai variannya.

Salah satu tulisan semboyan yang tertera di dinding pameran Djoko Pekik (gambar atas).

Pengunjung menikmati karya Djoko Pekik yang berjudul Petruk Mantu (foto kiri) dan Berburu Istana (foto bawah).

Page 34: Balance edisi 5.pdf

34 TAHUN I VOLUME 005

R A N A

Page 35: Balance edisi 5.pdf

35VOLUME 005 TAHUN I

DARI sebuah rumpun di bawah pohon besar dua lelaki dengan langkah seirama menyeret kaki tak beralas, tatapan mereka ke depan tak bercahaya, wajah-wajahnya nyaris memiliki kemiripin, bertelanjang dada, hanya melilitkan kain membentuk cawat, tanpa ekspresi, itulah pemandangan Suku Anak Dalam di Sungai Inoman, Jambi, saat mereka bergerak maju keluar hutan. Mereka meninggalkan Sudungnya.

Uhah dan Denka dua dari 161 warga lainnya tampak berkemas di depan Sudung—rumah khas Suku Anak Dalam yang lebih mirip bivak—bersama istri dan anak-anaknya di hutan Bukit Dua Belas, Jambi. Kini mereka menetap di Sungai Inoman, Desa Muara Kilis, Kecamatan Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Populasi Suku

Anak Dalam yang hidup tersebar di wilayah Kabupaten Tebo, di Kecamatan Ilir, Tengah Ilir, dan Rimbo Ilir berjumlah sekitar 776 KK.

Kebiasaannya yang hidup menggantungkan diri pada kekayaan hutan, seperti kebutuhan pangan bergantung pada kebiasaan berburu, padahal areal hutan dari waktu ke waktu terus berganti menjadi kawasan hutan industri, seperti sawit. Otomatis mereka terus terdesak kalau tidak dilakukan upaya mengubah cara hidup.

Mereka perlu diberi pelatihan untuk bercocok tanam, memelihara ternak, dan itu bukanlah persoalan mudah karena bergantung pada hutan sudah melekat pada kehidupan mereka turun-temurun. Mereka harus tetap hidup.

Teks dan Foto: Tatan Agus RST.

MEREKA KINI TINGGALKAN SUDUNG

Page 36: Balance edisi 5.pdf

36 TAHUN I VOLUME 005

R A N A

Page 37: Balance edisi 5.pdf

37VOLUME 005 TAHUN I

Page 38: Balance edisi 5.pdf

38 TAHUN I VOLUME 005

A P A & S I A P A

FILOSOFI GOLF SYAMSU ALAM

GOLF kerap disebut se-bagai olahraga “lobi”. Banyak yang sebelum-nya tak pernah meng-ayunkan stick golf merasa perlu belajar be-

gitu menduduki posisi penting di per-usahaan. Bagaimana dengan Presiden Direktur Pertamina EP Syamsu Alam. “Saya memang menyukai golf. Tak ada kaitannya dengan lobi” katanya.

Golf dijadikannya sebagai pelepas ketegangan setelah seminggu bekerja. Tiap Sabtu atau Minggu, dia sempatkan ke lapangan. “sudah full stress, saatnya dilapangan golf teriak,” ujar Alam sam-bil ngakak. Bagi Dia, kalau mau mem-buat kesalahan di lapangan golf tempat-nya, jangan di kantor.” Kalau di la-pangan golf bikin kesalahan, paling kena penalti satu dua pukulan, di kantor kesalahan pengeboran bisa nguap satu juta dollar,” ujar Syamsu Alam.

Golf juga dijadikan sarana sambung rasa dengan kawan-kawannya. Sehabis golf, dia tahan ngobrol ngalor ngidul sampai larut malam. “Saya main dengan kawan-kawan, tidak pernah dengan ven-dor.” ujarnya.

Awalnya, Syamsu Alam tak begitu peduli dengan olahraga yang dianggap-nya hanya buang-buang waktu tersebut. Pandangan berubah saat kuliah doktoral di Texas AS pada tahun 2000-an. Saat itu, ia diajak temannya. Kebe tulan la-pangan golf di kampusnya sedang ko-song karena liburan natal. Dari sekedar iseng-iseng, ia kemudian menyukai olah-raga tersebut. “Filosofi golf itu sangat tinggi. Gentle ment, jujur, dan tidak boleh cepat puas,” ujar pria ke lahiran Purwo-rejo 2 April 1963 tersebut.

Di lapangan golf, menurut Syamsu Alam, perangai seseorang bisa terlihat, apakah jujur atau tidak, mau menang sendiri atau tidak. “Yang gak jujur me-milih menendang-nendang bola untuk mendapatkan posisi enak,” ujar Syamsu Alam yang mengidolakan pegolf legen-daris Inggris yang percaya bahwa golf adalah permainan yang tidak boleh me-libatkan uang.

TATA

N A

GU

S R

ST.

Page 39: Balance edisi 5.pdf

39VOLUME 005 TAHUN I

FO

TO

-FO

TO

: IS

TIM

EW

A

L E N S A A S S E T

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup telah mengevaluasi perusa-haan untuk penilaian PROPER . Dari jumlah tersebut, perusahaan, termasuk delapan belas lapangan milik Pertamina EP

lolos dalam penyeleksian PROPER hijau dalam me-naati peraturan Kementerian Lingkungan Hidup. Perusahaan tersebut sudah melaksanakan tang-gung jawab utamanya seperti memenuhi persya-ratan wajib tentang dokumen lingkungan, upaya pengendalian air, upaya pengendalian emisi, pengo-lahan limbah B (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Perwakilan dari 378 perusahaan tersebut, Rabu, 9 Oktober lalu mengikuti kegiatan sosialisasi penilaian

PROPER Hijau 2013 bertempat di Hotel Mercure Ancol, Acara ini bertujuan memberikan arahan kepada seluruh kandidat PROPER hijau dalam mempersiapkan komponen penyeleksian lanjutan seperti sistem manajemen lingkungan dan pengolahan

ligkungan serta implementasi Community Development.Pada 16 oktober 2013 seluruh kandidat harus

menyerahkan bukti-bukti bahwa perusahaan-perusa-haan tersebut sudah memenuhi standar kriteria PROPER hijau sesuai dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 6 tahun 2013 tentang manajemen lingkungan.

Deputi bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, M. R. Karliansyah menjelaskan bahwa “25 persen yang mendapat nilai terendah akan kembali ke peringkat biru, dan 75 persen sisanya akan menjadi peringkat hijau. “Bagi perusahaan yang sudah menda-pat PROPER hijau 2 tahun berturut-turut dan ditahun ke tiga ini mereka juga mendapat peringkat hijau, akan dipastikan perusahaan tersebut masuk dalam program peringkat (PROPER) emas” ujarnya. LATIFA

SOSIALISASI PROPER HIJAU

Page 40: Balance edisi 5.pdf

40 TAHUN I VOLUME 005

L E N S A A S S E T

RESAM sering dianggap sebagai hama di tengah rimbunnya tanaman karet, Jenis kayu yang cepat meranggas ini mudah terbakar. Oleh karena itu untuk menghindari kebakaran, resam dibabat dan dimusnahkan. Pendek kata, sekarang ini, posisinya tak lagi terhormat. Padahal, seabad lalu batang tumbuhan resam digunakan sebagai pena dibanyak Negara seperti Arab Saudi, India, Malaysia, Filiphina dan juga Indonesia. Di Filipina daun resam digunakan untuk obat-obatan termasuk di Indonesia untuk mencegah demam panas tinggi.

Selama belasan tahun Abdinur mencoba membangkitkan kehormatan Resam. Bapak dua anak ini menjadikanya sebagai bahan baku kerajinan mulai ulai dari gelang, kalung, tas, hingga lampu. Dia juga menjadi motor penggerak kelompok perajin Resam, yang disebut Resamlah yang menjalani kegiatan sehari-harinya di Desa Pondok Meja, Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.

Seperti juga kelompok kreatif yang lain, Resamlah

kesulitan mencari pasar. Usaha Abdinur untuk melestarikan lingkungan sekaligus menghasilkan karya seni yang indah tersebut mulai mendapatkan titik terang setelah Pertamina Field Jambi menjadikannya sebagai mitra binaan. Sebetulnya pada 2002 silam Abdinur sempat mendapat bantuan dana PKBL PT Pertamina UBEP Jambi pada Tahun 2002,

Untuk memperluas akses, PT Pertamina EP Field Jambi bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jambi mendelegasikan Abdinur mewakili Provinsi Jambi dalam APEC Creative Expo, APEC Unthinkable Week 2013 di Bali, 2-5 Oktober 2013.

Dalam event yang diselenggarakan di Discovery Mall, Kuta, Bali, tersebut, Abdinur mengaku membuka jaringan dengan distributor barang kerajinan. Saat ini, ia berupaya untuk memenuhi standarisasi yang dibutuhkan untuk ekspor, salah satunya pengurusan ijin melalui Badan Karantina Tanaman dan Hewan. ARINA

RESAM BERKILAU DI EXPO APEC

FL

ICK

R.C

OM

RE

SA

ML

AH

.BLO

GS

PO

T.C

OM

IST

IME

WA

IST

IME

WA

Page 41: Balance edisi 5.pdf

41VOLUME 005 TAHUN I

Legal & Relation Manager Arya Dwi Paramita bersama Staf CSR Field Cepu Kartika Tiara Sari.

Asset 4 Legal & Relation Manager menegaskan bahwa studi ini merupakan wujud konkret komitmen Pertamina EP untuk tumbuh bersama lingkungan yang antara lain dilakukan melalui program pelestarian satwa langka. “Kerjasama dengan Perhutani ini didasari prinsip bahwa kedua BUMN ini beroperasi di wilayah yang sama, dan di sekitar kita terdapat satwa yang masuk dalam kategori dilindungi. Oleh karena itu Pertamina EP dan Perhutani berkolaborasi untuk turut melestarikannya,” paparnya. 

Pada kesempatan tersebut disampaikan bahwa lokasi yang akan dijadikan kandidat adalah di wilayah KPH Parengan yakni Malo dan Parengan Utara. Dekan Fakultas Kehutanan UGM Satyawan menegaskan bahwa untuk pelestarian Rusa Jawa perlu diperhatikan beberapa prosedur yang harus dilakukan di Kementerian Kehutanan khususnya konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, imbuhnya, proses seleksi satwa juga perlu dilakukan oleh dokter hewan. Terkait dengan pakan dan satwa, hal yang perlu menjadi perhatian diantaranya adalah luas lahan untuk pasokan pakan, suplemen, rasio antara jantan dan betina, serta gangguan predator.Rusa Jawa (Cervus Timorensis) adalah satwa yang dilindungi menurut PP No. 7 tahun 1999, status dilindungi. Selain itu karena jumlah populasinya yang terbatas maka berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Redlist satwa ini termasuk dalam kategori Vurnerable C1. ADP

TEBAR HEWAN KURBAN SANGASANGABERTEPATAN dengan Idul Adha 1434 H (15/10/2013) PT. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga dan Badan Dakwah Islam (BDI) melakukan qurban dengan menyerahkan 15 ekor sapi kepada masjid-masjid yang terdapat di wilayah Ring 1 yang terbagi di Area Samboja, Area Sangasanga dan Area Anggana. Acara yang bertajuk “Tebar Hewan Qurban” penyerahan diwakili oleh BDI PT. Pertamina EP Field Sangasanga kepada para pengurus masjid.

Ketua BDI, Edy Witoko mengatakan kegiatan tebar rutin dilakukan, “ Kami membantu mengkoordinir rekan pekerja yang ingin menyalurkan hewan qurban kepada masyarakat”. Selain itu, BDI juga rutin melakukan kegiatan sosial berupa pembagian paket sembako kepada janda manula dan anak yatim paitu.

PELATIHAN PEMBUATAN KUE PANGKALAN SUSUPT PERTAMINA EP Asset-1 Field Pangkalan Susu menggelar pelatihan pembuatan kue berbasis tepung dengan mendatangkan instruktur dari Bogasari Baking Center Medan selama 6 hari kepada 20 anggota PKK Desa Securai Selatan sejak 30 September sampai 5 Oktober 2013.

Pada kesempatan itu Pangkalan Susu juga memberi bantuan berupa 1 buah deck oven berikut loyang-loyang; 2 buah mixer kapasitas 20 liter dan 1 buah mixer kapasitas 7 liter; 1 buah mesin pres dan giling mie; 3 buah kompor gas berikut 3 buah tabung gas; 3 buah alat pengukus; bahan praktek dan peralatan pendukung lainnya.

Field Manager Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu, Dirasani Th aib menyebutkan setelah mengikuti pelatihan, para peserta dapat berwirausaha secara mandiri dalam menjalankan usaha industri rumahtangga secara kecil-kecilan. Ia berharap setiap program CSR (Tanggung jawab Sosial Lingkungan) akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar area operasi perusahaan, dapat memenuhi kebutuhan hidup yang lebih berkualitas. “Dengan demikian komitmen perusahaan untuk tumbuh dan berkembang bersama masyarakat setempat dapai tercapai,” kata Dirasani Th aib.

Sebelumnya, sebagai bentuk kepedulian kepada infrastruktur khususnya di wilayah Kecamatan Babalan, Pertamina EP Pangkalan Susu memberikan bantuan lampu tenaga surya/solar cell sebanyak 13 unit di Dusun Pasar Duapuluh Desa Securai Selatan sebagai penerangan jalan dan rumah ibadah.

STUDI PELESTARIAN RUSA JAWAPERTAMINA EP Asset 4 bersama Perhutani KPH Parengan dan Universitas Gajah Mada melakukan studi penyusunan rancangan tapak penangkaran Rusa Jawa (Cervus Timorensis) di KPH Parengan, Bojonegoro, pada Senin 7 Oktober. Hasilnya diharapkan menjadi panduan dasar dalam melestarikan satwa yang sudah termasuk dilindungi tersebut.

Dalam kick off meeting tersebut turut hadir Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Hutan (Kasi PSDH) Ririt beserta jajaran Perhutani KPH Parengan, Dekan Fakultas Kehutanan Dr Satyawan Pudyatmoko S.Hut, M.Sc beserta tim studi Universitas Gajah Mada, dan Asset 4

Page 42: Balance edisi 5.pdf

42 TAHUN I VOLUME 005

L E N S A A S S E T

SENYUM RAMBANG SEJAHTERAPENGEMBANGBIAKAN sapi Kelompok Tani Rambang Sejahtera di Desa Tanjung Bulan Kabupaten Ogan Ilir mulai menuai hasil dengan kelahiran dua ekor sapi betina pada Minggu (29/09) dan Rabu (02/10).

Malikin, Ketua Kelompok Tani Rambang Sejahtera, mengaku sangat senang, usaha yang dijalankannya selama hampir dua tahun tak sia-sia. Ia mengungkapan terima kasih kepada Pertamina EP yang telah membantu kelompok taninya, mulai dari bantuan sapi jantan, pembuatan kandang, mesin pencacah rumput, hingga motor roda tiga yang digunakan untuk mengambil pakan sapi berupa rumput di kebun tebu yang berjarak 15 km

dari lokasi pengembangbiakan. “Dulu sebelum ada motor roda tiga, wah repot, kami harus bolak-balik pakai motor empat pun ndak cukup. Sekarang sudah enak.” katanya.

Di awal terbentuknya, Kelompok Tani Rambang Sejahtera memiliki anggota aktif sebanyak dua puluh orang dengan asset usaha berupa dua puluh ekor sapi betina dan dua ekor sapi jantan. Kini, anggota aktif yang terus bertahan hanya sejumlah empat orang saja, dengan pengurangan aset sebanyak tiga ekor sapi betina yang diduga mati akibat masalah pencernaan.

Afrianto, Staf CSR Pertamina EP Field Prabumulih mengungkapkan untuk rencana di tahun 2014, pihaknya akan mulai membantu usaha kompos dan biogas untuk mewujudkan komitmen perusahaan dalam menjalankan program CSR yang bersifat sustainable.

PERTAMINA EP Asset 3 Field Jatibarang dan Field Subang kembali mengadakan kegiatan workshop di beberapa sekolah. Workshop yang bertemakan tentang kesehatan lingkungan kali ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kandanghaur Indramayu, SMAN 1 Sumberjaya Majalengka dan SMKN 2 Subang.

Kegiatan yang merupakan program CSR tersebut mampu memberikan hasil yang cukup baik untuk siswa dan siswi, terbukti dengan banyaknya siswa-siswi yang mengikuti acara workshop tersebut serta dihadiri oleh Dinas Pendidikan dari masing-masing Kabupaten.

Workshop ini merupakan bagian dari kegiatan CSR yang dilakukan rutin oleh Pertamina EP dengan tujuan untuk mengenalkan dan menerapkan kehidupan dan kebiasaan sehat sejak dini dengan

sasaran masyarakat sekolah agar sama-sama tergerak hati unuk menjaga lingkungan. “Ini program yang rutin kami jalankan dengan sasaran sekolah-sekolah yang ada disekitar daerah operasi Pertamina EP”, Ujar Dian Hapsari.

Kegiatan workshop ini mendapat apresiasi dari pihak sekolah. Mereka sangat antusias dan mengerti bahwa memelihara lingkungan itu berdampak baik untuk semua. Selain di tiga kabupaten tersebut Asset 3 juga masih akan mengadakan di dua kabupaten lain yakni Kabupaten Karawang dan Bekasi yang rencana dilaksanakan pada bulan Oktober ini .

Pertamina EP juga memberikan bantuan berupa buku-buku bertema hobi dan wirausaha, serta bibit tanaman buah-buahan yang langsung ditanam dihalaman sekolah.

WORKSHOP KESEHATAN LINGKUNGAN DI JATIBARANG DAN SUBANG

IST

IME

WA

IST

IME

WA

Page 43: Balance edisi 5.pdf

tumbuh

bersama masyarakat

membangun bangsa

CSR Pertamina EP

pep.pertamina.com

Page 44: Balance edisi 5.pdf

Keanekaragaman Hayatiuntuk

Masa Depan Bangsa

pep.pertamina.com